II-1
BAB II DASAR TEORI
2.1.
Teori Dasar Pengelasan Pengelasan adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan
mencairkannya melalui pemanasan. Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni :
bahwa benda padat tersebut dapat cair/ lebur oleh panas;
bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau menggagalkan sambungan tersebut;
bahwa cara-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan penyambungannya. [6]
Proses pengelasan yang dapat diaplikasikan dalam reparasi pengelasan dalam API 5L antara lain: -
Las listrik busur terpendam (submerged arc welding /saw),
-
Las listrik gas pelindung metal (gas metal arc welding /gmaw), dan
-
Las busur listrik (shielded metal arc welding /smaw). [1]
2.1.1. Las listrik busur terpendam (saw) Las listrik busur terpendam menggunakan panas busur listrik untuk mencairkan logam logam yang dilas. Bedanya adalah bahwa pada jenis las ini busur nyala listrik keseluruhannya terpendam didalam butir butir fluks sehingga sama sekali tidak tampak, sehingga pengelasan tidak memerlukan topeng atau kacamata pelindung. Butir butir fluks mempunyai fungsi menstabilkan busur nyala, meningkatkan mutu mekanis maupun kimiawi bahan las yang terdeposisi, mengendalikan mutu pengelasan. Arus yang digunakan dalam pengelasan ini dapat mencapai 2000 amper, ac maupun dc, sedangkan elektrodanya dapat berupa kawat las tunggal maupun berganda atau berupa lempengan pipih yang panjang sekali dan tergulung. Kedua jenis arus dapat digunakan untuk jalur las yang sama dan dalam waktu yang bersamaan pula. Kawat elektroda dipasok terus menerus melalui piranti pemasok (wire feeder) dengan kecepatan tertentu, demikian pula butir butir fluks ditumpahkan dari tempat penampungnya
II-2
(hopper) melalui talang atau corong di seputar elektroda sehingga menguruk busur nyala. Walaupun teruruk, kolam las tidak terganggu mengingat fluks berberat jenis lebih ringan dari logam sehingga mengapung diatas kolam las dan sekaligus melindungi cairan logam dari proses oksidasi. Setelah mendingin fluks yang mencair tersebut melingkupi jalur las berupa terak atau slag. Butir - butir fluks yang tidak ikut mencair akan dihisap kembali dengan menggunakan alat hisap yang terpasang dibelakang pasangan elektroda untuk dikembalikan kedalam hopper sehingga tidak berceceran kemana mana. Biasanya butir - butir fluks dapat digunakan hingga dua kali selama butir tersebut belum berubah menjadi slag. jika telah berubah menjadi slag maka fluks tersebut tidak digunakan lagi (dibuang). [7] Sumber Referensi : PT. BKI
Gambar 2.1. Skema proses las listrik busur terpendam [7] 2.1.2. Las listrik gas metal (gmaw) Las listrik gas metal adalah proses las listrik yang menggunakan busur listrik yang berasal dari elektroda, yang dipasok terus menerus secara tetap dari suatu mekanisme ke kolam las. Untuk mencegah terjadinya oksidasi, pengelasan ini dilindungi oleh aliran gas lindung yang dapat berupa gas aktif, misalnya CO2, sehingga disebut metal active gas (MAG), atau gas inert (misalnya argon) sehingga disebut metal inert gas (MIG), karenanya las listrik gas metal juga disebut mig mag welding. Pengelasan ini dapat dilaksanakan secara semi
II-3
otomatis atau otomatis sepenuhnya. Jenis las ini dapat digunakan untuk mengelas baja carbon, baja paduan rendah berkekuatan tinggi, stainless steel, aluminium, tembaga, titanium dan paduan nikel dalam segala posisi dengan merubah jenis gas lindung, elektroda dan variabel las lainnya. Tenaga listrik pengelasan ini menggunakan arus bolak balik (AC) mulai dari 230 / 460 VAC dengan frekuensi baik 50 maupun 60 hertz ( hz ) . Keuntungan penggunaan adalah :
Dapat digunakan untuk berbagai jenis metal komersil.
Dapat digunakan mengelas terus menerus tanpa berhenti karena elektroda yang, berupa kawat yang sangat panjang dan tergulung dalam suatu klos, dipasok dengan kecepatan pemasokan yang tetap.
Pengelasan dapat dilaksanakan disegala posisi.
Laju pendeposisian metal lebih tinggi dari smaw.
Kecepatan las lebih tinggi dari smaw
Jika digunakan teknik nyala sembur (spray transfer) menghasilkan penetrasi lebih dalam dari smaw, sehingga dapat digunakan kawat las yang lebih kecil dibanding smaw namun memiliki kekuatan yang sama.
Hasil pengelasan relatif lebih bersih karena tidak ada slagnya sebagaimana halnya smaw. Karenanya gmaw sesuai untuk fabrikasi yang banyak menggunakan
pengelasan dengan produktifitas tinggi apalagi jika dilaksanakan oleh robot. Kekurangan / kerugian penggunaan gmaw adalah :
Unitnya lebih mahal, lebih rumit penanganannya, dan kurang portabel.
Lebih sulit digunakan dilokasi sempit / terbatas dan susah dicapai dibanding smaw .
Pengelasan ini anti tiupan angin sehingga harus selalu terlindung (dalam ruangan), serta moncong obor harus sedekat mungkin dengan benda kerja untuk melindungi gas linding dari tiupan angin (3/8“ hingga 3/4”).
II-4
Pelaksana agak segan mengelas gmaw berhubung radiasi panasnya sangat tinggi. Karena gmaw menggunakan arus tetap dan kecepatan pasok kawat yang tetap pula, maka manakala posisi obor bergerak menjauh elektroda akan memanjang keluar (stick out) bergerak naik pula ampernya, sehingga panjang busur nyala akan selalu tetap . [7] Sumber Referensi : PT. BKI
Gambar 2.2. Skema Pengelasan GMAW [7] Sumber Referensi : PT. BKI
Gambar 2.3. Mesin las GMAW otomatis [7]
II-5
2.1.3. Las busur listrik (smaw) Busur listrik yang terjadi di antara elektroda dan bahan dasar akan mencairkan elektroda dan sebagian bahan dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las di sekitar busur listrik terhadap pengaruh udara luar (oksidasi). [7] Sumber Referensi : PT. BKI
Gambar 2.4. Proses pengelasan SMAW [7]
2.2.
Pengujian yang dilakukan pada WPS repair berdasarkan API 5L. Sesuai dengan ketentuan reparasi pengelasan pada pipa PSL 2 berdasarkan API
5l, untuk pipa spiral, cacat di sambungan las dapat direparasi sesuai dengan proses pengelasan sesuai dengan pilihan fabrikator. Pembuatan prosedur ini dilakukan harus dalam posisi datar (1G) yang dikerjakan oleh juru las yang telah terkualifikasi. Dengan mangacu kepada API 5L atau ASME Section IX, WPS repair harus dikualifikasi sebelum diaplikasikan. [1] Metode pengujian untuk prosedur kualifikasi terdiri dari yaitu pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. 2.2.1. Pengujian Merusak Dalam pengujian merusak, sebuah spesimen atau batang uji dipotongkan dari daerah las atau sebuah model berukuran penuh dari daerah las dengan pengujian perubahan bentuk dengan dirusak untuk menguji sifat-sifat mekanik
II-6
dan penampilan daerah las tersebut. Dalam metode pengujian merusak, dibutuhkan minimum 2 spesimen pengujian. Metode pengujian daerah las untuk pengujian merusak meliputi : a.
Transverse tensile test (uji tarik melintang) Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui kesesuaian elektroda yang dipakai dengan jenis pekerjaan dan kualitas sambungan las.
b.
Transverse guided bend test (uji bengkok melintang). Tujuan dari pengujian ini untuk mengungkapkan adanya cacat yang tidak terdeteksi dalam pengujian ketegangan.
c.
Nick break test Tujuan dari pengujian ini untuk menentukan daktilitas pengelasan, tingkat fusi dari sambungan las dan untuk memeriksa permukaan patah untuk cacat internal seperti:
kantung gas
Terak inklusi
Porositas
2.2.2. Pengujian tidak merusak Dalam pengujian tidak merusak, hasil pengelasan diuji tanpa perusakan untuk mendeteksi kerusakan hasil las dan cacat dalam. Metode pengujian daerah las untuk pengujian tidak merusak meliputi : a.
Pengujian Ultrasonik Tujuan dari pengujian ini untuk mendeteksi dan menemukan cacat internal seperti retak, porositas, inklusi, kurangnya fusi dan penetrasi yang tidak lengkap.
b.
Pengujian Radiografi Tujuan dari pengujian ini untuk mendeteksi cacat atau diskontinuitas dalam pengelasan seperti:
Celah
Porositas dan blow holes
Terak, fluks atau inklusi oksida.
Kurangnya fusi antara logam las dan logam induk
Penetrasi yang tidak lengkap.
II-7
c.
Dye Penetrant Test Pengujian ini bertujuan untuk mendeteksi kesalahan yang terbuka ke permukaan misalnya retak dan porositas.
2.3.
Prosedur Kualifikasi Pengelasan berdasarkan ASME section IX Usulan Prosedur Pengelasan (propose WPS) adalah suatu perencanaan untuk
pelaksanaan pengelasan yang meliputi cara pembuatan konstruksi pengelasan yang sesuai dengan rencana dan spesifikasinya dengan menentukan semua hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Karena itu mereka yang menentukan prosedur pengelasan harus mempunyai pengetahuan dalam hal pengetahuan bahan dan teknologi pengelasan itu sendiri serta dapat menggunakan pengetahuan tersebut untuk efesiensi dari suatu aktivitas produksi. Setiap pabrik atau kontraktor harus mempersiapkan prosedur kualifikasi pengelasan yang menjelaskan sebagai berikut : Prosedur kualifikasi WPS dibuat dengan prosedur kualifikasi las sesuai dengan kode dan standar. Prosedur kualifikasi las ini dapat dipakai sebagai acuan seorang welder atau operator las yang menjamin sudah sesuai dengan kode dan standar yang berlaku. Isi dari WPS yang lengkap harus menjelaskan esensial variabel, non esensial variabel dan proses pengelasan yang dilakukan. WPS harus mengacu ke laporan prosedur kualifikasi / procedure qualification record (PQR) Dalam
formulir
standar
WPS
menampilkan
variabel-variabel
yang
mempengaruhi kualitas hasil pengelasan yang tercatat dalam PQR yaitu : Proses pengelasan yang dipilih Variabel dari proses pengelasan yang dipilih sesuai dengan QW-253.1 untuk pengelasan yang dipilih [2]
II-8
Tabel 2.1. Variabel las untuk las SMAW [2]
Sumber Referensi : API 5L, 2004 2.4.
Jenis-jenis kesalahan las dan penyebabnya Yang paling diperhatikan dalam proses pengelasan adalah ada atau tidaknya
kesalahan di dalam sambungan las. Adapun kesalahan-kesalahan las dapat dibagi sebagai berikut : •
Kesalahan yang supervisial (dapat dilihat dengan mata)
•
Kesalahan yang tidak dapat dilihat dengan mata (internal defect) [6]
II-9
2.4.1. Kesalahan yang supervisial a.
Undercutting dikarenakan sisi-sisi las mencair dan masuk ke dalam alur las, sehingga terjadi parit di kanan kiri alur las yang mengurangi ketebalan bahan. Hal ini disebabkan oleh tingginya temperatur sewaktu mengelas yang diakibatkan karena pemakaian arus yang terlalu besar dan ayunan elektroda yang terlalu pendek.
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.5. Undercutting [6]
b.
Weaving fault merupakan bentuk alur bergelombang sehingga ketebalannya tidak merata. Hal ini disebabkan karena cara pengelasan terlalu bergoyang (gerakan elektroda terlalu besar) Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.6. Weaving fault
[6]
c. Surface porosity berupa lubang-lubang gas pada permukaan lasan yang biasanya disebabkan oleh : Elektroda basah Kampuh kotor Udara sewaktu mengelas terlalu basah Gas yang berasal dari galvanisasi
II-10
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.7. Surface porosity
[6]
d. Fault of electrode change (kesalahan penggantian elektroda) merupakan bentuk alur las menebal pada jarak tertentu yang diakibatkan oleh pergantian elektroda. Tukang las yang belum ahli pada permulaan pengelasan, umumnya pada setiap mulai mengelas, gerakan elektroda terlalu pelan. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.8. Fault of electrode change
[6]
e. Weld spatter merupakan (percikan-percikan las) merupakan alur las kasar dan penuh dengan percikan-percikan slag atau las. Hal ini disebabkan oleh : Arus las terlalu besar Salah jenis arus Salah polarisasi
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.9. Weld spatter
[6]
II-11
f. Alur las terlalu tinggi biasanya bentuknya sempit dan menonjol ke atas. Hal ini disebabkan oleh : Arus terlalu rendah Elektroda terlalu dekat dengan bahan Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
[6]
Gambar 2.10. Alur las terlalu tinggi
g. Alur las terlalu lebar, jika dibanding dengan tebal pelat, alur las terlalu lebar. Hal ini disebabkan oleh kecepatan mengelasnya yang terlalu lamban. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.11. Alur las terlalu lebar
[6]
h. Alur las tidak beraturan yang disebabkan oleh orang yang mencoba mengelas tanpa dasar ketrampilan dan pengetahuan tentang las, sehingga letak elektroda kadang-kadang terlalu menempel bahan. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.12. Alur las tidak beraturan
[6]
II-12
i. Alur las terlalu tipis (cekung) akibatkecepatan mengelas terlalu tinggi. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.13. Alur las terlalu tipis
[6]
j. Retak longitudinal permukaan, keretakan biasanya terletak di sumbu alur dan memanjang sumbu. Keretakan disebabkan oleh : Pembedaan material yang menyebabkan pertumbuhan Kristal dalam bahan las atau karena terjadinya air hardening sewaktu las mendingin (kerapuhan) Disebabkan oleh besarnya tegangan didalam bahan akibat jenis bahan atau sisa tegangan sebelum pengelasan, serta tegangan akibat pengkerutan. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.14. Retak longitudinal permukaan
[6]
k. Retak transversal (melintang sumbu), disebabkan oleh hal serupa pada retak longitudinal, hanya arah tegangan yang berbeda, juga karena stress corrosion (korosi tegangan).
II-13
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.15. Retak transversal
[6]
l. Dasar concave (cekung) pada pengelasan pertama terjadi pencekungan. Hal ini disebabkan karena arus terlalu besar, sehingga sebagian bahan jatuh ke bawah, atau juga karena kecepatan las terlalu tinggi pada pengelasan pertama. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.16. Dasar concave
[6]
m. Dasar berlubang-lubang pada pengelasan pertama. Hal ini terjadi disebabkan karena posisi elektroda terlalu dalam sewaktu mengelas pertama dan arus terlalu besar.
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.17. Dasar berlubang-lubang
[6]
n. Dasar berjanggut, pada dasar las tampak bahan las berlebihan sehingga menyerupai janggut. Juga pad alas overhead dapat terjadi hal yang sama. Untuk hal yang terdahulu disebabkan oleh letak elektroda yang terlalu dalam pada
II-14
pengelasan pertama sementara weld travel terlalu lamban. Untuk hal yang kedua disebabkan karena pergerakan elektroda yang salah dan travel lamban. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.18. Dasar berjanggut
[6]
o. Incomplete penetration adalah pengelasan pertama yang tidak tembus ke bawah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu : Letak elektroda sewaktu pengelasan pertama terlalu tinggi Sewaktu pengelasan pertama, arus yang dipakai terlalu lemah Jara sisi-sisi kampuh terlalu rapat Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.19. Incomplete penetration
[6]
p. High low (tinggi rendah), berupa pengelasan yang sisi-sisi kampuh tidak dalam satu bidang datar. Hal ini disebabkan karena dua hal yaitu : Letak bahan yang tidak sama rata Tebal atau ukuran bahan yang berbeda Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.20. High low
[6]
II-15
q.
Retak kaki burung (bird claw crack) berupa keretakan yang menerupai bentuk jari-jari pada burung. Hal ini biasa terjadi pada pengelasan pelat tipis, di sini akhir elektroda (sewaku pengelasan dhentikan) tidak dipertebal lagi atau ditambah bahan. Akibatnya sewaktu mendingin terjadi pengerutan yang mengakibatkan bentuk retak tersebut. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.21. Retak kaki burung 2.4.2.
[6]
Kesalahan yang tidak dapat dilihat dengan mata (Internal Deffect) Jenis-jenis kesalahan pengelasan yang tidak dapat dilihat dengan mata, hanya dapat dideteksi dengan mempergunakan radiography dan ultrasonic. Adapun jenis-jenis kesalahan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Slag inclusion (kemasukan slag/ kotoran). Di dalam las terdapat butiran slag sehingga di dalam X-Ray film tampak sebagai bintik kotoran berwarna hitam yang bentuknya tidak bulat dan tidak memanjang. Hal ini disebabkan karena waktu membersihkan slag sehabis pengelasan pertama, kedua dan seterusnya kurang bersih. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.22. Slag inclusion
[6]
II-16
b. Slag line (wagon track) atau garis kotoran atau jejak gerobak. Jenis kesalahan ini adalah sama dengan jenis pada a tetapi dengan bentuk yang agak berbeda. Di dalam X-Ray film tampak sebagai garis hitam yang tidak beraturan satu atau dua sejajar. Garis tersebut dapat panjang atau terputus-putus. Hal ini disebabkan oleh pembersihan slag pada alur-alur las yang kurang sempurna. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.23. Slag line
[6]
c. Internal longitudinal crack. Pada X-Ray film tampak sebagai keretakan memanjang sumbu las. Jenis kesalahan ini sering disalahartikan dengan incomplete fusion maupun incomplete penetration. Kesalahan ini disebabkan oleh internal stress yang berada di dalam bahan las. Stress dikarenakan beberapa hal misalnya : •
Perbedaan jenis bahan las dan bahan dasar
•
Fitting/ penyerahan yang kurang benar sehingga tegangan terlalu besar
•
Terjadinya stress corrosion di dalam bahan las
•
Pembentukan kristal di dalam bahan/ crystal growth Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.24. Internal longitudinal crack
[6]
II-17
d. Transverse crack. Pada X-Ray film tampak sebagai keretakan yang melintang sumbu las. Adapun sebabnya sama dengan item b hanya perbedaannya adalah arah bekerjanya gaya-gaya yang menyebabkan internal stress berbeda. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.25. Transverse crack
[6]
e. Incomplete penetration. Pada X-Ray tampak sebagai garis lurus hitam di tengahtengah jalur las/ atau pada dan sekitar sumbu las. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.26. Incomplete penetration
[6]
f. Incomplete fusion. Pada X-Ray film kadang-kadang sangat sukar untuk mendeteksinya. Jika jelas tampak seperti garis lurus memanjang yang letaknya biasa di pinggir jalur las. Kadang-kadang terbentuk seperti lubang cacing yang bercabang. Pendeteksian akan lebih mudah jika pelaksana pemeriksanya cukup berpengalaman, apalagi jika menguasai sendiri pengelasan secara praktek/ ahli mengelas.
II-18
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.27. Incomplete fusion
[6]
g. Internal porosity. Pada X-Ray film tampak sebagai bintik-bintik hitam yang berbentuk bulat, kadang-kadang jarang, kadang-kadang rapat, kadang-kadang rapat, kadang-kadang besar, kadang-kadang kecil. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.28. Internal porosity
[6]
h. Blow hole. Pada X-Ray film tampak sebagai bulatan-bulatan gelap di tengahtengah alur las. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.29. Blow hole
[6]
II-19
i. Root concaving. Pada X-Ray film tampak sebagai garis tebal warna hitam yang terputus-putus. Letaknya tengah-tengah jalan las. Kesalahan ini sering disalahartikan dengan incomplete penetration tetapi sebenarnya justru kebalikan sebagai akibat penetrasi yang terlalu besar/ dalam. Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.30. Root concaving
[6]
j. Worm hole / piping (lubang cacing). Pada X-Ray film tampak sebagai lubanglubang yang memanjang (berekor) yang biasanya tampak berkelompokkelompok. Hal ini disebabkan oleh hal yang sama dengan porosity, tetapi berhubung kecepatan pengelasan tinggi, maka bentuk-bentuk gelembung gas yang bulat-bulat tertarik/ terulur memanjang sehingga mirip berudu katak yang bergerombol.
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.31. Worm hole
[6]
k. Fault of junction. Dalam X-Ray film tampak pada pertemuan antara dua alur las yang membentuk sudut 90° atau huruf T terdapat berbagai jenis kesalahan misalnya incomplete penetration, blow hole, porosity, slag inclusion dan lainlain. Kesalahan ini disebabkan oleh terburu-burunya tukang las dengan menyelesaikan pekerjaannya sehingga persiapan maupun penjelasannya kurang sempurna.
II-20
Sumber Referensi : Sriwidharto, 1992
Gambar 2.32. Fault of junction
[6]
l. Kombinasi berbagai defect (kesalahan). Sering di dalam satu gambar X-Ray film terdapat beberapa jenis kesalahan sekaligus seperti slag inclusion dengan crack, porosity dengan undercut, piping dengan under dan lain-lain. Selanjutnya bagi para inspector las yang tidak sempat memeriksa las-lasan secara visual untuk mendeteksi surface defect/ kesalahan pada permukaan las dapat pula melihat hal tersebut pada X-Ray film, karena gejala surface defect tersebut akan terlihat jelas pada film, misalnya : undercut sebagai garis hitam terputus-putus pada kedua pinggir jalan las, retak kaki burung sebagai apa adanya di tengah-tengah jalan las dan sebagainya.