Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
IDENTIFIKASI ZAT GIZI DAN KUALITAS TEPUNG KULIT PISANG RAJA (Musa sapientum) DENGAN METODE PENGERINGAN SINAR MATAHARI DAN OVEN
1
2
Akmal Novrian Syahruddin¹, Irviani A. Ibrahim , Nurdiyanah S. ¹Bagian Gizi Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, ²Bagian Promosi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar
Abstract Background: Food diversification was done to improve the nutritional quality at diverse more society consumption. One effort to do that is used plantain’s peel become subtituent wheat flour. Drying was necessary in the process of making plantain’s peel flour, and the type of drying influential the quality of the flour produced. Objectives: This research aims at identifying the nutrients and quality plantain’s peel flour with drying method by oven and sunlight. This research was field quantitative with a pre-eksperimentatif approach. Methods: The population in this research was the entire peel of the plantain that found in the district Bajeng, Gowa. The sample was 1 kg of plantain’s peel. The location of this research was in Chemistry Laboratory of UIN Alauddin Makassar, Chemistry Laboratory of Animal Feed UNHAS, Terpadu Laboratory FKM Hasanuddin University, Balai Besar Health Laboratory of Makassar, and the State University of Makassar. Results: The results of research showed that the nutrient of plantain peel flour with sun drying method was higher than with oven drying method. Plantain peel flour with sun drying method produced 13.63% water, 16.11% fiber, 58.43% carbohydrates, 5.15% protein, 12.71% fat, and plantain peel flour with oven drying method produced 14.08% water, 16.02% fiber, 57.62% carbohydrates, 5.14% protein and 11.50% fat. In terms of quality, bacteria and mold on plantain peel flour with sun drying method was higher than oven drying method. The contamination of mold on plantain peel flour with sun drying method was unsafe category because exceeds the threshold specified by SNI 7388: 2009 on wheat flour. So, it was not suitable for consumption. Organoleptic was tested by acceptability test for color, smell and texture, the flour that was produced from both the drying method was tested good by panelists. Conclusions: Based on results, it suggested to related industries could make plantain’s peel flour using the oven drying method because many nutrients contain it. In terms of microbial contamination has been safe for consumption as well as color, smell and texture of interest that deserves to be accepted on the market. To the public people, could make plantain’s peel flour with sun drying. Recommended, roaster the plantain’s peel flour before it processed into a product to die and decrease microorganisms. Keywords: Plantain’s peel flour, Oven Drying, Sun Drying, Nutrients, Microbial Contamination and Organoleptic Test PENDAHULUAN Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan
116
bertujuan dalam peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam atau usaha untuk lebih menganekaragamkan jenis konsumsi dan meningkatkan mutu gizi makanan dalam
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu bahan lokal yang dapat dimanfaatkan dalam diversifikasi pangan adalah pemanfaatan kulit pisang menjadi tepung subtituent terigu. Tanaman pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di Indonesia. Berdasarkan Data Statistik Departemen Pertanian (2008), produksi pisang di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 5,03 juta ton dan volume ekspor mencapai 1,50 juta ton. Oleh karena itu pisang ditetapkan sebagai komoditas buah unggulan nasional (Supriyadi dan Suyanti, 2008: 10) Salah satu bagian dari tanaman pisang yang dapat dimanfaatkan adalah kulit pisang. Walaupun sebagai limbah buangan, kulit pisang masih mempunyai gizi yang cukup lengkap diantaranya memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan beberapa mineral yang diperlukan tubuh (Anhwange, dkk., 2008). Kulit pisang raja dipilih karena umumnya sering digunakan dalam industri, aroma harum dan rasanya lebih manis dibandingkan dengan jenis pisang lainnya. Selain itu, kulit pisang raja masih mempunyai kandungan energi yang tinggi, vitamin dan beberapa mineral yang sangat diperlukan tubuh. Berdasarakan penelitian anhwange, dkk, (2008), kulit pisang raja mengandung karbohidrat yang tinggi yakni 59,00 % protein 0,90% dan lemak 1,70%. Dengan kandungan gizi yang cukup tinggi dimungkinkan diolah menjadi bahan baku pembuatan makanan yang disubtitusikan pada tepung terigu sehingga dapat mengurangi jumlah pemakaiannya. Kandungan gizi yang cukup lengkap ini dapat dijadikan alternatif pemenuhan konsumsi pangan bagi masyarakat utamanya di tingkat rumah tangga, selain kaya akan gizi, murah dan bahannya pun mudah didapatkan Dalam proses pembuatan tepung kulit pisang, dilakukan proses pengeringan. Adanya pemanasan pada proses pengeringan, dimungkinkan terjadi perubahan kandungan zat-zat gizi pada kulit pisang yang akan mempengaruhi kualitas dari tepung yang dihasilkan. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi, sedangkan beberapa vitamin yang tidak tahan suhu tinggi akan mengalami penurunan mutu (Juliana dan Somnaikubun, 2007: 31).
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
Jenis pengeringan tentunya berpengaruh terhadap mutu fisik dan kimia dari bahan pangan. Olehnya itu, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait metode pengeringan yang tepat yang dapat mempertahankan nilai gizi tepung kulit pisang yang dihasilkan, serta kualitasnya dilihat dari segi cemaran mikrobiologi serta uji organoleptiknya. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Jenis penelitian Penelitian pembuatan tepung kulit pisang dilakukan di Laboratorium Kimia UIN Alauddin Makassar, untuk penelitian penentuan kandungan zat gizi dilakukan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, uji cemaran mikroba bakteri dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan uji cemaran mikroba kapang di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar sedangkan uji daya terima untuk tepung kulit pisang dilaksanakan di Universitas Negeri Makassar. Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif lapangan dengan pendekatan preekspremintatif dengan menggunakan rancangan One-Shot Case Study yaitu terdapat suatu kelompok diberi perlakuan/treatment dan selanjutnya diobservasi hasilnya (Sugiyono, 2007: 83). Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kulit pisang raja yang terdapat di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa. Sampel dalam penelitian ini adalah 1 kg kulit pisang raja Teknik pengambilan sampelnya dilakukan secara purposive sampling artinya pengambilan sampel tersebut berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu kulit pisang telah matang dan tidak menggunakan karbit pada proses pematangannya. Kulit pisang raja kemudian dijadikan tepung dengan metode 0 0 pengeringan matahari suhu berkisar 29 - 34 C selama 12 jam dan pengeringan oven dengan 0 suhu 60 C selama 12 jam Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kulit pisang dipotong kecil kemudian direndam dengan Natrium metabisulfit selama 15 menit, setelah itu ditiriskan. Dalam pembuatan tepung kulit pisang digunakan dua metode pengeringan yang berbeda yaitu pengeringan dengan sinar matahari, dan oven. Pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu ±12 jam selama dua hari 0 dengan suhu berkisar 29-34 C, sementara pengeringan dengan oven menggunakan suhu
117
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
0
60 C selama ±12 jam. Kulit pisang yang telah ditiriskan kemudian dikeringkan dengan metode pengeringan di atas. Setelah kering kemudian digiling dengan menggunakan blender dan terakhir diayak dengan ayakan 80 mesh hingga menghasilkan tepung yang halus, tepung yang telah jadi disimpan dalam plastik tertutup, kemudian dilakukan pengamatan terhadap kandungan zat gizi, cemaran mikroba serta daya terima produk. Pengumpulan Data Pengumpulan data melalui dokumentasi, yaitu penulis mencari data dengan menghimpun dan menganalisis dokumendokumen berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, jurnal penelitian, dan sebagainya serta pengujian laboratorium yaitu memperoleh data tentang jumlah kadar total kandungan zat gizi (air, serat, karbohidrat, protein, lemak) dalam tepung kulit pisang raja, cemaran mikroba yaitu bakteri dan kapang serta uji organoleptik melalui daya terima dengan menggunakan panelis ahli berjumlah 5 orang tenaga pengajar berasal dari Universitas Negeri Makassar . Analisis Data Data dianalisis menggunakan komputerisasi dengan menggunakan program Microsoft Excel, selanjutnya data yang telah di analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi kemudian dibandingkan dengan teori yang terkait dengan perundang-undangan yang berlaku. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Zat Gizi Tepung Kulit Pisang Raja Dengan Metode Pengeringan Matahari dan Oven Zat Gizi (%) Jenis Pengeri ngan Sinar Matahari ± 12 jam Oven 0 60 C ± 12 jam
Ser at Ka sar
Karboh idrat
13, 63
16, 11
58,43
5,15
12,7 1
14, 08
16, 02
57,62
5,14
11,5 0
Air
Prot ein
Lem ak
Tabel 1 menunjukkan bahwa zat gizi pada tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan sinar matahari menghasilkan air 13,61%, serat kasar 16,11%, karbohidrat 58,43%, dan lemak 12,71%, sementara zat gizi pada tepung kulit pisang raja dengan metode
118
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
pengeringan oven menghasilkan air 14,08%, serat kasar 16,02%, karbohidrat 57,62%, protein 5,14% dan lemak 11,50%. Tabel 2 Total Bakteri Tepung Kulit Pisang Raja dengan Metode Pengeringan Matahari Dan Oven Jenis Pengeringan Sinar Matahari ± 12 jam Oven ± 12 jam
Total Bakteri (Koloni/gram) 67.500 22.200
Keterangan : Aman : Jika Kumannya ≤ 1.000.000 koloni/gram Tidak Aman : Jika Kumannya > 1.000.000 koloni/gram
Tabel 2 menunjukkan bahwa total mikroba dari dua jenis pengeringan tepung kulit pisang raja yang telah diperiksa, yaitu tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari dan oven semua berada dikategori aman yaitu ≤ 1.000.000 koloni/gram (SNI 7388:2009). Tabel 3 Hasil Analisis Kapang Tepung Kulit Pisang Raja dengan Metode Pengeringan Matahari Dan Oven
Jenis Pengeringan Sinar Matahari ± 12 jam Oven ± 12 jam
Cemaran Kapang (Koloni/gram) 62.000 2.500
Keterangan : Aman : Jika Cemaran Kapang ≤10.000 koloni/gram Tidak Aman : Jika Cemaran Kapang >10.000 koloni/gram
Tabel 3 menunjukkan bahwa mikroba dari dua jenis pengeringan tepung kulit pisang raja yang telah diperiksa, untuk tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan oven, total kapang berjumlah 2.500 koloni/gram dan tergolong aman, sementara untuk tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan oven total kapang berjumlah 62.000 koloni/gram
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
tergolong tidak aman karena telah melebihi ambang batas. Tabel 4 Daya Terima Tepung Kulit Pisang Raja Dengan Metode Pengeringan Matahari dan Oven
Skala Sangat Suka Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka Total Rerata (%)
Tepung Kulit Pisang Raja Metode Pengeringan Metode Pengeringan Matahari (%) Oven (%) Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur 0 0 0 20 20 0 60 60 75 45 45 75 10 10 0 10 10 0 0 0 0 0 0 0 70 70 75 75 75 75 71,6 75
Tabel 4 menunjukkan bahwa dalam uji daya terima tepung kulit pisang raja baik dengan metode pengeringan matahari maupun oven terhadap warna, aroma dan tekstur berada dalam kategori suka dengan rentangan persentase 61-80%. Tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan oven lebih disukai dengan rata-rata 75%, sementara pada tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari memiliki rata-rata 71,6%. PEMBAHASAN Dalam pembuatan tepung kulit pisang raja dibutuhkan perlakuan pengeringan. Pengeringan dalam penelitian ini adalah pengeringan menggunakan sinar matahari dan pengeringan menggunakan oven. Berbeda perlakuan pengeringan, maka berbeda pula zat gizi dan kualitas tepung yang dihasilkan. Adapun parameter pengamatan zat gizi dalam penelitian ini yaitu terdiri dari air, serat kasar, karbohidrat, protein, lemak dan untuk kualitas tepung terdiri dari cemaran mikroba yakni bakteri dan kapang serta uji organoleptik melalui uji daya terima. Mengenai kandungan zat gizi di dalam makanan, al-Qur‟an memberi kita petunjuk untuk mengkaji atau memperhatikan tentang kandungan zat gizi dalam makanan, Allah berfirman dalam QS „Abasa/80 : 24, yang terjemahnya : Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya (Kemenag RI, 2010: 585). Berdasarkan hasil penelitian, untuk parameter zat gizi antara tepung kulit pisang
raja dengan metode pengeringan matahari dengan oven tidak berbeda jauh. Untuk nilai kadar air dengan metode pengeringan matahari yaitu 13,63% sementara untuk pengeringan oven kadar airnya yaitu 14,08% lebih tinggi dibanding pengeringan matahari. Tingginya kadar air pengeringan dalam oven disebabkan karena sampel berada dalam kondisi tertutup dan air yang menguap dari sampel tetap ada di dalam oven sehingga adanya kemungkinan bahwa uap air tersebut dapat masuk kembali ke dalam sampel, sedangkan pada tepung pengeringan dengan sinar matahari memiliki kadar air lebih rendah disebabkan karena sampel berada pada keadaan terbuka sehingga air yang menguap dari sampel dapat berkurang dengan adanya angin dan sinar matahari langsung. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryanti dan Hidajati, (2013: 74) dalam penelitiannya pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas tepung cacing sutra menyatakan bahwa uap air pada pengeringan oven dimungkinkan masuk kembali ke dalam sampel karena sampel berada dalam ruang tertutup sementara dalam pengeringan matahari berada di tempat terbuka dan uap air tertiup oleh udara dan panas matahari. Kadar air untuk kedua jenis pengeringan tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 tepung terigu dan telah layak dijadikan subtitusi tepung terigu. Untuk kadar serat kasar, tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari yaitu 16,11% lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengeringan oven yaitu 16.02%. Hal ini disebabkan karena pada pengeringan oven menggunakan suhu 0 yang lebih tinggi yaitu 60 C dibandingkan
119
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
dengan sinar matahari dengan suhu berkisar 0 0 29 C-34 C yang dapat mnyebabkan kerusakan struktur dinding sel pada kulit pisang. Nilai serat kasar yang dihasilkan dari kedua pengeringan tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini menggunakan satu sampel yang sama yaitu kulit pisang raja dan melalui proses pengolahan yang sama. Dewi dan Susanto (2013: 110) dalam penelitiannya menyatakan pemanasan akan membantu degradasi dinding sel pisang dan membuat pektin larut air dan menurunkan serat kasar bahan baku. Untuk kadar karbohidrat, tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari yaitu 58,43% lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengeringan oven yaitu 57,62%. Jika dibandingkan dengan karbohidrat dalam kulit pisang raja segar pada penelitian yang dilakukan oleh anhwange, dkk. (2009) mencapai 59,00%, terlihat adanya penurunan kadar karbohidrat setelah menjadi tepung. Hal ini sesuai dengan pendapat Martunis (2012: 28) bahwa semakin tinggi suhu, kadar karbohidrat (pati) akan semakin menurun. Hal ini diduga karena perlakuan suhu yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya sebagian molekul karbohidrat pada saat pengeringan. Untuk kadar protein, antara tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari dan oven kadar protein yang dihasilkan tidak berbeda jauh namun untuk metode pengeringan matahari nilainya masih lebih tinggi dibanding dengan metode pengeringan oven yaitu masing-masing 5,15% dan 5,14%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 tepung terigu, standar minimal untuk protein yaitu 7%. Meskipun belum memenuhi standar, tepung kulit pisang raja mengandung nilai gizi yang cukup tinggi termasuk protein. Untuk kadar lemak, tepung kulit pisang dengan metode pengeringan matahari lebih tinggi yaitu 12,71% dibanding dengan metode pengeringan oven yaitu 11,50%. Perbedaan suhu pengeringan dan lama pengeringan menyebabkan tingkat kerusakan lemak yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Juliana dan Somnaikubun (2007: 54), bahwa lemak akan mencair sehingga kadar lemak akan berkurang pada suhu pengeringan yang tinggi. Lemak akan mengalami kerusakan o pada suhu di atas 200 C dengan pemanasan yang cukup lama. Dari segi kualitas tepung kulit pisang raja yakni dilihat dari cemaran mikroba bakteri, tepung kulit pisang raja dengan metode
120
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
pengeringan matahari dan oven masih berada dalam kategori aman untuk dikonsumsi yaitu tidak melebihi Standar Nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 tepung terigu tentang cemaran bakteri yaitu maksimal 1.000.000 koloni/gram, sementara untuk cemaran kapang pada tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari berada dalam kategori tidak aman karena melebihi ambang batas yang ditentukan oleh SNI 7388:2009 tentang tepung terigu yaitu maksimal 10.000 koloni/gram sehingga belum layak untuk dikonsumsi. Uji organoleptik melalui uji daya terima terhadap warna, aroma dan tekstur, tepung yang dihasilkan dari kedua metode pengeringan tersebut disukai para panelis. Hal ini disebabkan karena pada pengeringan matahari, suhu yang digunakan tidak terkontrol, sanitasi kurang terjaga sehingga memungkinkan pertumbuhan bakteri dan kapang di dalam bahan pangan, berbeda dengan pengeringan oven, penggunaan suhu yang konstan dan sanitasi yang terjaga dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme dalam bahan pangan. Dengan demikian, tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan oven telah layak dan aman dikonsumsi bagi masyarakat, sementara untuk tepung kulit pisang raja pengeringan matahari masih belum layak dan tidak aman untuk dikonsumsi karena tingginya angka cemaran mikrobanya. Dari segi kualitas daya terima tepung kulit pisang raja baik dengan metode pengeringan matahari maupun oven, persentase tingkat kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma dan tekstur semuanya berada pada kategori suka. Dari parameter warna tepung kulit pisang raja, pengeringan oven lebih disukai oleh panelis, Warna tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan oven lebih disukai oleh panelis karena warna yang dihasilkan adalah coklat tua dengan persebaran warna yang seragam, sementara warna yang dihasilkan oleh tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari berwarna coklat tua pekat. Untuk aroma, pengeringan oven juga lebih disukai oleh panelis karena aroma yang dihasilkan lebih harum dibanding dengan metode pengeringan matahari. Hal ini sejalan dengan penelitian hidayat, dkk. (2009), bahwa daya terima ubi kayu metode pragelatinisasi parsial (penggunaan oven) lebih disukai dibanding dengan metode sawut (pengeringan dengan matahari). Untuk parameter tekstur tepung kulit pisang raja, antara pengeringan matahari dan oven tidak terdapat perbedaan,
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
seluruh panelis menyukai teksturnya yang halus yaitu 80 mesh. Hal ini telah sesuai SNI 7388:2009 tentang tepung terigu tingkat kehalusan minimal 80 mesh. KESIMPULAN Berdasarakan hasil penelitian, dapat disumpulkan bahwa kandungan zat gizi tepung kulit pisang raja mempunyai gizi yang cukup tinggi yaitu karobihidrat, protein, lemak, air dan serat kasar. Namun kandungan gizi tepung kulit pisang raja yang dihasilkan dari metode pengeringan matahari lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengeringan oven. Segi kualitas, cemaran bakteri dan kapang pada tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari lebih tinggi daripada metode pengeringan oven. Cemaran kapang pada tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan matahari berada dalam kategori tidak aman karena melebihi ambang batas yang ditentukan oleh SNI 7388:2009 tentang tepung terigu sehingga belum layak untuk dikonsumsi. Uji organoleptik melalui uji daya terima terhadap warna, aroma dan tekstur, tepung yang dihasilkan dari kedua metode pengeringan tersebut disukai para panelis. SARAN Berdasarakan hasil tersebut, disarankan kepada industri terkait dapat membuat tepung kulit pisang raja dengan menggunakan metode pengeringan oven, karena selain kaya akan zat gizi, dari segi cemaran mikroba telah aman untuk dikonsumsi serta memiliki warna, aroma dan tekstur yang menarik sehingga layak untuk diterima di pasaran. Untuk masyarakat, dapat membuat tepung kulit pisang raja dengan pengeringan matahari, namun sebelum diolah menjadi suatu produk terlebih dahulu disarankan untuk menyangrainya sehingga mikroorganisme yang ada didalamnya berkurang dan mati.
Zat Gizi, Kualitas Tepung Kulit Pisang
http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/vi ewFile/10/14 Haryanti, Novi Dyas dan Hidayati, Nurul. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Tepung Cacing Sutra (Tubifex sp). UNESA Journal of Chemistry vol. 2, no. 3 (September 2013). http://www.scribd.com/doc/171112916/ (Diakses 17 Juni 2014). Hidayat, Beni dkk. Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi Yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian vol. 14, no 2, (September 2009). Juliana Dan G.B.A. Somnaikubun. “Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Siput Laut (Littoraria scabra")”. Ichthyos, vol. 7, no. 1 (Januari 2008). http://ichthyos.web.id/jurnal/4JULIANA%20DAN%20G.B.A.%20SOM NAIK UBUN-EDIT.pdf (Diakses 1 Maret 2014). Kementerian Agama Republik Indonesia. AlQur‟an dan Terjemahan Untuk Wanita. Jakarta: Wali, 2010. Martunis. “Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Pati Kentang Varietas Granola”. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, vol. 4 no. 3 (2012). http://jurnal.unsyiah.ac.id/TIPI/article/do wload/740/649 (Diakses 2 Maret 2014). SNI (Standar Nasional Indonesia). Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional SNI 3751, 2009. Sugiyono. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta, 2007 Suyanti dan Ahmad Supriyadi. Pisang, Budi Daya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya, 2008.
DAFTAR PUSTAKA Anhwange, B.A. “Chemical Composition Of Musa Sapientum (Banana) Peels”. Journal of Food Technology 6 (6): 263266 (2008), Medwell Journals, Benue State University, Nigeria. Dewi, R.D Ardhia dan Susanto, H. Wahono. “Pembuatan Lempok Pisang (Kajian Jenis Pisang Dan Konsentrasi Madu)”. Jurnal Pangan dan Agroindustri vol. 1 no.1 (Oktober 2013).
121