IDENTIFIKASI KARAKTER TANAMAN DAN KADAR MINYAK ATSIRI BEBERAPA AKSESI KEMANGI (Ocimum canum sims)
EMILIA TRI WIDYASTUTI A24080122
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak atisir beberapa Aksesi Kemangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Emilia Tri Widyastuti NIM A24080122
ABSTRAK EMILIA TRI WIDYASTUTI. Identfikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims). Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI. Penelitian dilaksanakan di lahan Serikat Petani Indonesia (SPI), Dramaga, Bogor pada bulan Oktober-Januari 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter agronomi, agronomi,fisiologi dan kadar minyak atsiri beberapa aksesi kemangi. Aksesi yang digunakan yaitu aksesi Cilengar dan Cipancar, Sumedang, Bojong, Sukabumi, dan Situgede, Bogor. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal. Faktor perlakuan berupa beberapa aksesi kemangi dengan lima pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi tidak mempengaruhi karakter agronomi, fisologi dan kadar minyak atsiri. Identifikasi karakter morfologi menghasilkan tiga kelompok. Aksesi Cilengar merupakan aksesi terpisah dari aksesi lain. Aksesi Cipancar menghasilkan kadar minyak atsiri tertinggi dibandingkan dengan aksesi lain. Kata kunci : agronomi, fisiologi, kemangi, morfologi, kadar minyak atsiri
ABSTRACT EMLIA TRI WIDYASTUTI. Identification Character’s Plant and Content of Essential Oil from some Kemangi Accessions. Supervised by ANI KURNIAWATI. The research was conducted at Serikat Petani Indonesia (SPI)’s field, Dramaga, Bogor on Oktober 2012 until January 2013. The aim of this research was find of character agronomy, morphology, physiology, and content of essential oil from some kemangi accessions. The accessions were used from Cilengar and Cipancar, Sumedang, Bojong, Sukabumi, and Situgede, Bogor. The experiment was arranged in Completely Randomized Block Design with single treatment. The treatment was some accessions with five replication. The results of this research was the accessions were not significant for character agronomy. Identification character morphology in this research produced three groups. Cilengar was accession that seperate with other accession. Cipancar produced the highest content of essential oil than other accessions. Key word : agronomy, content of essential oil, kemangi, morphology, physiology
IDENTIFIKASI KARAKTER TANAMAN DAN KADAR MINYAK ATSIRI BEBERAPA AKSESI KEMANGI (Ocimum canum sims)
EMILIA TRI WIDYASTUTI A24080122 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims) : Emilia Tri Widyastuti Nama : A24080122 NIM
Disetujui oleh
Dr
LtisP.
MSi
Pembimbing
MSc.A r
Tanggal Lulus: ,.,
~
L
.
i·
Judul Skripsi : Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims) Nama : Emilia Tri Widyastuti NIM : A24080122
Disetujui oleh
Dr Ani Kurniawati, SP. MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala nikmat sehat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri Beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Ani Kurniawati SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Dr Heny Purnamawati dan Dr Ir Ade Wachtjar MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. Ibu Nurhayati dan Ayah Tamdjid yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materil. Kedua kakak Isnaeni Ramdan dan Kiki Oktaviani serta adik Agung Sesar Pamungkas yang telah memberikan semangat kepada penulis. Lilik Arwanto yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Teman- teman AGH 45 khususnya Rezki, Niken, Lidya, Novita, Anita, Rachel, Rani atas bantuan, kerjasama, dukungan dan kebersamaannya selama ini. Ika, Manda, dan Fika serta semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2013 Emilia Tri Widyastuti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
1
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi Kemangi
2
Habitat dan Penyebaran Kemangi
2
Kandungan Kimia
3
Minyak Atsiri Kemangi
3
Keragaman Ocimum spp
4
Koleksi dan Karakterisasi
5
Panen
5
Ekstraksi Minyak Atsiri
5
BAHAN DAN METODE
5
Tempat dan Waktu
5
Bahan dan Alat
5
Metode Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Kondisi Umum
10
Karakter Agronomi
11
Karakter Fisiologi
19
Karater Morfologi
22
KESIMPULAN DAN SARAN
26
Kesimpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
DAFTAR TABEL 1 2 3
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi Karakter Agronomi Karakter morfologi empat aksesi
11 18 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hama dan Penyakit Grafik Tinggi Tanaman Tiap Aksesi Tinggi Tanaman Tiap Aksesi Grafik Jumlah Cabang Primer Grafik Jumlah Cabang Sekunder Grafik panjang dan Lebar daun Pengukuran Panjang dan Lebar Daun Grafik Bobot Brangkasan Total tiap Aksesi Grafik Jumlah Tandan Bunga Jumlah Tandan Bunga Grafik Rata-Rata Bobot 100 Biji Bobot 100 Biji Grafik Minyak Atsiri Grafik Kadar Klorofil a dan Klorofil b Penampakan Trikoma Bagian Bawah Penampakan Trikoma Bagian Atas Dendrogram karakter morfologi Jumlah Batang yang Berbunga Warna Rangkaian Bunga Warna Putik Bunga Bentuk Daun
10 12 12 13 14 14 15 15 16 16 17 17 18 20 21 21 23 24 24 25 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Data Ketinggian Keempat Aksesi Data Iklim Analisis Ragam Tinggi Tanaman Analisis Ragam Jumlah Cabang Primer Analisis Ragam Jumlah Cabang Sekunder Analisis Ragam Tandan Bunga Analisis Ragam Bobot 100 Biji Rata-rata kadar Minyak Atsiri Analisis Kadar Klorofil a dan b Riwayat Hidup
31 31 31 32 33 34 34 34 34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tinggi di dunia. Ratusan hingga ribuan jenis tumbuhan sudah dikenal oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat (Heyne 1987) tetapi baru sekitar 17% yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional secara komersial (Hamid et al. 1991). Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional diperkirakan akan terus meningkat, karena adanya kecenderungan masyarakat untuk kembali ke produk-produk dari bahan alami dan karena banyaknya keterkaitan bangsa Indonesia dalam mengkonsumsi obat tradisional. Tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah (Hobir et al. 2003), untuk mendapatkan minyak atsiri yang bermutu tinggi dengan harga pokok relatif rendah (rendemen tinggi misalnya untuk nilam > 2.00%) antara lain harus menggunakan alat penyuling yang efektif dan efisien. Ekspor produk minyak atsiri Indonesia selama ini masih dalam bentuk setengah jadi. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam deptan menunjukkan, nilai ekspor minyak atsiri pada Januari-Maret 2011 sebesar USS 135 362 814. Nilai ini melonjak 32. 26% dibandingkan nilai ekspor tiga bulan pertama tahun lalu yang mencapai USS 102 348 956. Kemangi merupakan salah satu jenis tanaman terna yang merupakan jenis tanaman obat, selain itu tanaman kemangi juga merupakan salah satu tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri. Bagian kemangi yang paling banyak mengandung minyak atsiri ini ialah daun dan bunganya. Minyak esensial ini biasanya digunakan dalam bidang kecantikan sebagai campuran pembuatan obat ataupun untuk bahan perawatan tubuh seperti sabun mandi, biang parfum, pelembab tubuh, dan minyak aroma terapi. Jika dicampur dengan lulur, kemangi dapat merangsang peredaran darah di tubuh sehingga kulit lebih halus dan berkilau, serta mengatasi masalah jerawat dan kerontokan rambut (Kompas 2011). Untuk meningkatkan nilai tambah tanaman obat, penelitian mengenai kegunaan, mutu dan kandungan kimia tanaman obat perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan selain untuk mencari peluang ditemukannya kerabat tanaman yang bersangkutan yang mungkin lebih baik dari tanaman yang sudah diketahui manfaatnya. Langkah awal dari kegiatan tersebut dilakukan karakterisasi dari tanaman hasil eksplorasi dan tanaman yang ada dalam kebun pelestarian. Hanarida (2005) menyebutkan istilah karakterisasi digunakan untuk identifikasi sifat morfo-agronomi. Kandungan fisiko kimia dalam identifikasi sifat-sifat dapat digunakan dalam membedakan aksesi/nomor yang dimiliki.
Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui beberapa karakter tanaman dan kadar minyak atsiri dari beberapa aksesi kemangi.
2 Hipotesis 1. Terdapat perbedaan karakter tanaman pada masing-masing aksesi kemangi. 2. Perbedaan aksesi akan mempengaruhi kadar minyak atsiri.
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kemangi Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuhnya tegak dengan cabang yang banyak. Tanaman ini berbentuk perdu, dengan tinggi 0.3 hingga 1.0 meter. Daun-daunnya hijau dan berbau harum. Bagian tangkai daun mempunyai panjang 2.5 cm, luas daun berbentuk elips dengan ukuran 2.5-5 cm x 1-2.5 cm (Siemonsma dan Pileuk 1994). Kemangi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 dpl (diatas permukaan laut) dan tumbuh baik pada tanah terbuka maupun agak teduh dan tidak tahan terhadap kekeringan. Kemangi merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak, mempunyai banyak cabang dan tingginya berkisar antara 0.3-1 m. Batang dan cabang kemangi berwarna hijau kekuningan (Van den Bergh 1994). Tangkai daun dan kelopak kemangi berwarna hijau, sedangkan mahkotanya berwarna putih (Heyne 1987). Tanaman kemangi mempunyai bentuk batang bulat jika masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kecokelatan dan berkayu, mempunyai cabang banyak. Daun berwarna hijau berbentuk elips, terkadang agak bergelombang, pinggiran daun bergerigi. Bunga terbentuk pada ujung cabang, warna rangkaian bunga hijau, bunga mekar di pagi hari, mahkota bunga berwarna putih, bagian luar berbulu halus. Biji kemangi berbentuk bulat kecil dan berwarna hitam. Varietas kemangi yang ada di Israel ada 3 yaitu Perrie, Nirit dan Hagar. Ketiga varietas ini mempunyai ketahanan terhadap layu fusarium. Masing-masing varietas memiliki kandungan aromatik yang berbeda. Kandungan paling utama linalool, methyl chavicol, eugenol dan methyl eugenol (Christopher 2002). Habitat dan Penyebaran Kemangi Menurut Van den Bergh (1994), tanaman kemangi tidak diketahui berasal dari mana, namun tanaman ini banyak ditemukan di Afrika dan Asia serta telah diintroduksi ke Amerika. Kemangi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 dpl, banyak ditemukan di daerah tropis sampai sub tropis dan diduga berasal dari Afrika. Kemangi juga ditemukan di Thailand (disebut manglok), Mediterania/Italia (disebut genovese), dan India (disebut holy basil atau tulsi). Spesies yang berbeda menyebar luas ke beberapa negara tropika. Di negara Perancis, Italia, Mesir dan beberapa negara lainnya kemangi dibudidayakan untuk disuling minyaknya (Skaria et al. 2007). Tanaman kemangi ditemukan di seluruh pulau Jawa dari daratan rendah hingga kurang lebih 450 m di atas permukaan laut, bahkan dibudidayakan hingga 1 100 m. Kemangi tumbuh pada tepi-tepi jalan dan tepi-tepi ladang, pada sawah-
3 sawah kering dan dalam hutan-hutan jati seringkali disemaikan di kebun-kebun dan pekarangan rumah (Heyne 1987). Kandungan Kimia Simon (1992) menyatakan bahwa kemangi mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai parfum, farmasi, dan industri makanan. Kandungan minyak atsiri kemangi meliputi methyl cavicol, linalool, camphor, sitral, dan eugenol. Menurut Ketaren (1985) hasil penyulingan kemangi menghasilkan rendemen minyak atsiri sekitar 0.2% dengan kandungan yang terdiri atas sineol, metil chavicol, dan hidrokarbon bertitik rendah. Menurut Skaria (2007) komponen utama minyak atsiri terdiri atas linalool dan camphor. Berdasarkan penelitian (Sulianti 2008) perbedaan tempat tumbuh Ocimum spp. sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia minyak atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri kemangi dari Cianjur, Jawa Barat menghasilkan komponen kimia minyak utama seperi terpineol sebesar 1.32% sedangkan minyak astiri dari Kenya, Afrika, dan Togo menghasilkan senyawa terpeniol 40% (Matasyoh et al. 2006). Menurut (Silva et al. 2003) minyak atsiri dari kemangi yang tumbuh di Brazil dilaporkan memiliki metil sinamat (>80%) sebagai komponen utama. El Aziz (2007) mengemukakan bahwa minyak atsiri kemangi yang berasal dari Mesir memiliki komponen utama eugenol dengan kandungan 28.46% dan metil kavikol sebesar 17.34%. Minyak Atsiri Kemangi Minyak atsiri mudah menguap dan mempunyai aktivitas biologis sebagai antimikroba. Minyak atsiri dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen hidrokarbon dan komponen hidrokarbon teroksigenasi atau fenol. Fenol memiliki sifat antimikroba sangat kuat. Minyak atsiri dapat mencegah pertumbuhan mikroba penyebab penyakit, seperti Staphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, dan Escherichia coli. Minyak atsiri juga dapat menangkal infeksi akibat virus Basillus subtilis, Salmonella paratyphi, dan Proteus vulgaris. Kandungan utama minyak atsiri O. canum adalah sitral (43.5%) dan geraniol (21.23%) (Balittro 2008). Kandungan sitral kemangi Balittro hampir sama dengan kandungan citral koleksi kemangi di Indiana (Morales et al. 1993). Standar mutu minyak O. basilicum berdasar EOA yaitu: warna minyak kuning muda, BJ 0.952-0.973, putaran optik 0◦-2◦, indeks bias 1.512-1.5190, bilangan asam <1 dan kelarutan alkohol 4:1. Minyak atsiri O. basilicum bersifat anti jamur (Dube et al. 1989 ) dan senyawa kimia seperti ocimen, eugenol, linalool dan sitral bersifat anti bakteri (Knobloch et al. 1989), methyl cavicol dan linalool dapat digunakan untuk pengendali hama gudang Callosobrucus sp. (Villalobos dan Acosta 2003), methyl eugenol dapat digunakan untuk pengendali hama gudang beras Sitophilus oryzae dan Criptolestes pusillus (Lopez et al. 2008). Menurut hasil penelitian De Villera (2008) rendemen minyak atisiri yang dihasilkan dari aksesi Bogor dan Karawang mempunyai rendemen yang berbeda dengan perlakuan pemupukan. Pada aksesi Bogor rendemen yang dihasilkan
4 sebesar 0.1% sedangkan aksesi Karawang menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 0.20%. Keragaman Ocimum spp Di Indonesia genus Ocimum yang dikenal adalah O. gratissimum (O. viridiflorum, Roth) atau dengan bahasa daerah Selasih Mekah, Selasih Jambi, ruku-ruku rimba, O. canum Sims (O. africanum Lour, O. americanum L., O. brachiatum Blume ) yang dikenal dengan kemangi, O. basilicum(selasih) dan O. teniflorum (O. sanctum L) atau ruku-ruku (Oyen dan Dung 1999). Kemangi digunakan untuk sayuran (lalap), ruku-ruku untuk penyedap masakan, O. basilicum, O. minimum O. gratisimum sebagai penghasil minyak atsiri yang dapat digunakan untuk pestisida nabati. Di dunia ini berbagai varietas selasih telah banyak dikenal, biasanya diseleksi didasarkan pada aroma dan warna tanaman. Ocimum spp. Secara komersial banyak dibudidayakan di Eropa bagian Selatan, Mesir, Maroko, Indonesia dan California (Simon et al.1990). Tanaman diperbanyak dengan biji, dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 m dpl, tumbuh baik pada tanah yang terbuka, maupun agak teduh dan tidak tahan terhadap kekeringan. Menurut (Heyne 1987) dan (Burkill 1935) tanaman kemangi berasal dari Asia Tropis. Keragaman kemangi tiap daerah kemungkinan berbeda. Pada penelitian Balittro 2008 menyebutkan bahwa dua kemangi yang berasal dari Bogor mempunyai warna daun yang berbeda yaitu daun hijau dan daun keunguan. Pada penelitian Sulianti (2008) minyak atsiri kemangi dari Cianjur, Jawa Barat menghasilkan komponen kimia utama seperti terpineol sebesar 1.32 % sedangkan minyak atsiri dari Kenya, Afrika, dan Togo menghasilkan senyawa terpineol di atas 40 %. Menurut hasil penelitian De Villera (2008) aksesi kemangi yang berasal dari Bogor daunnya lebih lebar dibanding dengan kemangi aksesi Karawang. Koleksi dan Karakterisasi Altoverus dan Engle (1999) mengemukakan bahwa mengkoleksi plasma nutfah sayuran bertujuan untuk konservasi dan pemanfaatan plasma nutfah sayuran. Penentuan spesies yang akan dikoleksi berdasarkan pada alasan, yaitu spesies mengalami ancaman erosi genetik, memiliki potensi ekonomi tinggi statusnya langka karena populasinya sedikit, penyebarannya terbatas dan dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Engle (1992) menyatakan bahwa koleksi bertujuan untuk menyediakan bahan genetik secara luas yang dapat memenuhi keinginan para pemulia akan genotipe-genotipe yang diinginkan sebagai bahan persilangan. Untuk itu, bahan-bahan yang tersedia dalam gen bank dapat digunakan oleh pemulia, sehingga data karakterisasi dan evaluasi dapat tersedia. Karakterisasi merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi sifat-sifat tanaman yang berbeda. Ciri morfologi dari satu jenis tanaman obat yang berasal dari satu daerah berbeda dengan daerah lain namun adapula yang sama, sehingga setelah dikarakterisasi diperoleh suatu kejelasan perbedaan antar aksesi. Menurut Somantri et al. (2005), karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis atau yang merupakan
5 penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakterisasi hampir sama dengan evaluasi yaitu digunakan untuk mengidentifikasi sifat morfologi dan agronomi sebuah tanaman. Kandungan fisiko kimia dalam identifikasi sifat-sifat dapat digunakan dalam membedakan aksesi atau nomor aksesi yang dimiliki (Hanarida 2005). Panen Panen ialah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari budidaya pertanian. Pemanenan dilakukan ketika tanaman sudah memasuki masak fisiologis. Tanaman kemangi dipanen untuk pengambilan kadar minyak atsiri pada umur 6 MST ketika tanaman mulai mengalami pembentukan biji penuh dan daun bagian bawah berwarna kuning (Balittro 2008). Menurut Sunarto (1994), panen kemangi pertama bisa dilakukan saat tanaman sudah berumur 2–3 bulan setelah pindah tanam, namun menurut Nazarudin (1995), panen pertama sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 50 hari. Menurut Sunarto (1994), pemanenan dilakukan dengan memetik pucuk muda dengan panjang sekitar 10 cm. Pemangkasan tanaman dapat dilakukan untuk memicu tunas-tunas baru tumbuh dan mencegah munculnya bunga, namun untuk tanaman yang diperuntukkan untuk diambil benihnya sebaiknya tidak dipangkas. Ekstraksi Minyak Atsiri Penyulingan terna dilakukan dengan sistem kukus untuk mendapatkan minyak atsiri (Balittro 2008). Sebelum dilakukan penyulingan bahan segar dikeringanginkan di dalam ruangan sekitar 3 hari. Ekstraksi minyak kemangi biasanya dilakukan dengan destilasi (penyulingan). Penyulingan yang biasa dilakukan dengan cara penyulingan uap dan air. Namun, waktu yang diperlukan cukup lama karena minyak kemangi memiliki titik didih yang tinggi. Penyulingan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ikut tersulingnya senyawa-senyawa yng tidak diinginkan (fosfor, besi dan belerang) yang bisa mempengaruhi aroma minyak atsiri yang dihasilkan. Destilasi uap dan air mempunyai kelemahan dalam prosesnya, yaitu waktu yang dibutuhkan dalam pemisahan campuran relatif lama, temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai titik didih campuran relatif lama.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - Januari 2013 di lahan Serikat Petani Indonesia, Dramaga Bogor. Pengujian kadar minyak atsiri dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Bogor .
6 Bahan dan Alat Alat yang digunakan adalah alat budidaya pertanian, penggaris, timbangan analitik, alat destilasi, alat tulis dan kamera, sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih kemangi keempat aksesi, diantaranya aksesi Cilengar dan aksesi Cipancar, Sumedang, aksesi Bojong, Sukabumi dan aksesi Situgede, Bogor serta pupuk kandang sekam. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode percobaan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal, yaitu empat aksesi kemangi (aksesi Cielngar, aksesi Cipancar, aksesi Bojong , dan aksesi Situgede). Setiap aksesi diulang 5 kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 54 tanaman. Adapun model linier RKLT adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan: Yij = Nilai pengamatan dari aksesi ke-i ulangan ke-j μ = Nilai rata-rata pengamatan αi = Pengaruh perlakuan ke-i ( 1, 2, 3,4) βj = Pengaruh ulangan ke-j ( 1, 2, 3) εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j. Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji dengan uji lanjut BNJ pada taraf nyata 5%, sedangkan data kualitatif diolah dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan analisis gerombol.
Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: Persemaian Benih-benih kemangi yang sudah disiapkan, disemai dalam bedengan ukuran 1 m x 1 m dengan cara disebar. Masing-masing aksesi disebar sebanyak 400 benih, setelah disemai ditutup dengan pupuk kandang sekam.
Transplanting Transplanting dilakukan ketika persemaian memasuki umur 3 MSS (Minggu Setelah Semai) dan tinggi tanaman berkisar antara 5 cm. Bibit dipindahkan dalam bedengan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan luas bedeng per aksesi 1 m x1.6 m. Pemeliharaan Pemeliharaan selama penelitian meliputi penyiraman, penyulaman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, ketika tidak turun hujan. Penyulaman dilakukan pada umur 1 MST ketika ada tanaman yang tidak tumbuh
7 atau mati. kemangi.
Penyiangan dilakukan ketika gulma tumbuh di sekitar tanaman
Pemanenan Pemanenan dilakukan dua kali. Pemanenan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 6 MST untuk diambil semua bagian tanaman kecuali akar untuk dilakukan destilasi sehingga menghasilkan minyak atsiri. Pada umur 8 MST pemanenan kedua dilakukan untuk panen benih. Kadar Minyak Atsiri (Destilasi air) Penentuan rendemen minyak atsiri dapat dilakukan dengan menggunakan metode destilasi air. Sampel kemangi basah komposit sebesar 2 kg masingmasing aksesi dengan pengulangan 2 kali dikeringanginkan selama 3 hari sampai kadar air 15-20 %. Sampel kemangi layu lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambah air (± 3 liter) sampai semua bahan terendam air kemudian disuling dengan uap selama 4-5 jam mulai dari mendidih. Minyak atsiri kemangi yang dihasilkan ditampung kemudian dibebas airkan dengan menambahkan larutan natrium sulfat (Na2SO4). Minyak atsiri yang bebas air lalu ditimbang beratnya untuk menentukan kadar minyak yang diperoleh (Balittro 2008). Rendemen minyak atsiri dihitung berdasarkan perbandingan volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan bahan dengan bobot sampel yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Penentuan rendemen minyak atsiri diperoleh dengan cara : Rendemen b/v (%) = x 100%
Pengamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh tiap aksesi per ulangan. Parameter karakter agronomi yang diamati diantaranya: Tinggi tanaman: diamati pada umur 1 MST-6 MST, diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tumbuh. Jumlah cabang primer diamati pada umur 2 MST-6 MST dan cabang sekunder diamati pada umur 5 MST-6 MST. Panjang dan lebar daun , diamati pada saat panen. Bobot brangkasan total tiap aksesi Jumlah tandan bunga Bobot 100 biji Kadar minyak atsiri Parameter karakter morfologi yang diamati, diantaranya: 1. Karakter batang (ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga) 2. Daun (warna, bentuk, ada/tidaknya bulu daun, ada/tidak adanya gerigi tepi daun, kedalaman gerigi) 3. Waktu berbunga 10% , diamati pada umur 3 MST 4. Warna rangkaian bunga, diamati pada umur 6 MST 5. Kepadatan tanaman, diamati pada umur 6 MST 6. Habitus tanaman, diamati pada umur 6 MST
8 Waktu pengamatan disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Pengelompokkan karakter tanaman pada penelitian merujuk pada International Union for the Protection of New Varieties of Plant (UPOV). 1. Ada/tidak adanya bulu batang, diamati pada umur 3 MST Skoring: 1 = ada, 9 = tidak ada 2. Batang : jumlah cabang yang berbunga, diamati pada umur 6 MST
3. Warna daun, diamati pada 6 MST Skoring : 1= hijau terang, 2= hijau, 3= hijau gelap 4. Ada/tidak adanya bulu daun, diamati pada 6 MST 1= ada, 9= tidak ada 5. Ada/tidak adanya gerigi daun, diamati pada 6 MST 1= ada, 9= tidak ada 6. Waktu berbunga 10% Skoring: 1= very early, 3= early, 5= medium, 7= late, 9= very late 7. Warna rangkaian bunga Skoring: 1= putih, 2= ungu terang 8. Kepadatan tanaman 3= loose, 5= medium, 7= dense 9. Plant : habit
9 10. Bentuk daun
11. Kedalaman gerigi tepi daun
Karakter fisiologi yang diamati: 1. Kadar klorofil Prosedur analisis klorofil mengacu pada Sims dan Gamon (2002): Bahan yang digunakan untuk kadar klorofil yaitu daun keenam masing-masing aksesi yang diambil pada pagi hari. Daun kemangi dimasukan ke dalam cool box agar daun tidak layu saat pengujian. Tahap pengujian klorofil dimulai dengan daun ditimbang masing-masing seberat 0.02 g. Daun diletakkan ke dalam mortal dan ditambahkan dengan larutan asetris sebanyak 1 ml digerus sampai halus, kemudian dimasukkan ke dalam microtube. Sisa sampel yang ada di mortal ditambahkan larutan aseton tris sampai tera 2 ml pada microtube, kemudian disentrifus ±10’, setelah itu mengambil 1 ml supernatan ke dalam tabung reaksi. Tahap selanjutnya, menambahkan 3 ml asetris dalam tabung reaksi. Vortex tabung reaksi lalu dimasukan ke spektrophotometer. 2. Jumlah trikoma daun Pengamatan trikoma daun diamati dengan metode pembersihan pembuluh daun. Trikoma yang diamati adalah trikoma bagian atas dan bawah. Karakter panjang dan lebar daun diamati dari sampel daun yang telah berkembang penuh, sampel daun diambil dari daun ke-6 dihitung dari ujung tanaman.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum Aksesi-aksesi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ketinggian tempat yang berbeda-beda. Aksesi Cilengar memiliki ketinggian 25-500 m dpl, aksesi Cipancar 600-700 m dpl, aksesi Bojong 510 m dpl, dan aksesi Situgede 250 m dpl (lampiran 1). Menurut data BMKG 2012 (lampiran 2) curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober - Januari 2013 berturut-turut sebesar 539.5 mm, 548.9 mm, 358.8 mm, dan 509.8 mm. Pada saat pelaksanaan penelitian, gulma yang tumbuh ialah gulma berjenis daun lebar dan berjenis rumput akan tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak sebab penyiangan dilakukan seminggu sekali untuk mencegah adanya gulma yang menghambat pertumbuhan tanaman kemangi. Cara pengendalian gulma yaitu dengan mencabut gulma di sekitar kemangi.
a
b
c
d
Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang kemangi: a. Ulat yang menyerang kemangi; b. Walang sangit (Laptocorisa acuta thunberg); c. gejala penyakit yang menyerang daun muda; d. Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum) Hama yang menyerang kemangi selama penelitian ialah ulat (Gambar 1a) dan walang sangit (Gambar 1b). Ulat menyerang hanya pada beberapa tanaman kemangi dari 1 080 populasi, sehingga persentase gejala serangan tidak terlalu parah. Cara menanggulanginya dengan mengambil bagian tanaman yang terserang. Dalam penelitian ini tidak digunakan zat kimia karena sistem pertanaman kemangi ini menggunakan sistem organik. Pada umur 4 – 5 MST terjadi serangan layu (Gambar 1d). Gejala penyakit ini sama seperti gejala penyakit layu bakteri yang dikemukakan Simanjuntak (2003) yaitu gejala awal serangan penyakit layu bakteri berupa daun muda tampak layu, diikuti dengan daun-daun yang lain sehingga akhirnya seluruh tanaman
11 menjadi layu. Serangan yang parah mengakibatkan tanaman mati. Penyakit layu bakteri tersebut disebabkan oleh patogen Ralstonia solanacearum. Total intensitas tanaman yang terserang penyakit sebesar 1.08 %. Tanaman yang terserang penyakit tersebut dicabut, agar tidak menyebar ke tanaman yang masih sehat dan segar. Menurut PPDL (2004) gejala suatu infeksi yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum sering disalah diagnosakan sebagai stres air karena gejala keduanya sangatlah serupa, yaitu layu pada satu atau lebih batang yang kemudian terjadi pengeringan secara cepat dan pada akhirnya tanaman mengalami kematian. Rekapitulasi Sidik Ragam Tabel 1 rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa karakter-karakter agronomi yang dimiliki oleh keempat aksesi sama. Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam No. 1
Peubah Pertumbuhan Tinggi tanaman (cm)
2
Jumlah Cabang Primer
3
Jumlah Cabang Sekunder
4 5
Produksi Bobot Brangkasan Biji 100 butir
Waktu MST 1
A1 tn
Uji F A2 tn
KK % A3 tn
A4 tn
14.44
2 3 4 5 6 2 3 4 5 6 5 6
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
10.48 7.83 6.64 6.69 13.84 24.95 5.72 5.47 34.83 5.48 29.89 39.32
6 8
tn tn
tn tn
tn tn
tn tn
20.40 14.97
Keterangan : A1= Cilengar, A2= Cipancar, A3= Bojong, A4= Situgede
Berdasarkan Tabel 1 karakter-karakter yang diamati tidak berbeda terhadap keempat aksesi. Menurut Hartati (2007), pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.
Karakter Agronomi Tinggi Tanaman Pola pertumbuhan semua aksesi jika dilihat dari grafik (Gambar 2) menunjukkan bahwa semua aksesi mempunyai pola pertumbuhan yang sama.
12 Setiap aksesi mengalami peningkatan tinggi tanaman setiap minggunya. Pada akhir pengamatan yakni 6 MST aksesi Cipancar tetap mengalami peningkatan sedangkan aksesi Cilengar, aksesi Bojong dan aksesi Situgede mengalami penurunan. Pola pertumbuhan aksesi kemangi merupakan pola intermediet dimana tanaman masih mengalami peningkatan tinggi dari fase vegetatif sampai fase generatif.
Gambar 2 Pertumbuhan kemangi empat aksesi Menurut Frank et al. (1995) pertumbuhan ialah pertambahan ukuran, arena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel,banyaknya protoplasma dan tingkat kerumitan. Berdasarkan data Gambar 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi dari minggu ke minggu mengalami pertambahan. Namun ketika memasuki 6 MST aksesi Cilengar, Bojong dan Situgede pertumbuhannya menurun. Pada akhir pengamatan (6 MST) tinggi tanaman aksesi Cilengar mencapai 35.67 ± 4.66 Cipancar 36.79 ± 5.43, Bojong 33.15 ± 3.59 dan Situgede 36.57 ± 3.88 (Gambar 3). Penurunan tinggi tanaman pada ketiga aksesi diduga karena batang utama yang diamati pada akhir pengamatan mengalami layu di titik tumbuh, sehingga pengukuran hanya dilakukan sampai ke batang utama yang masih segar. Dalam penelitian ini keempat aksesi tidak memiliki keragaman terhadap tinggi tanaman (lampiran 3).
situgede cilengar cipancar Allah Allah bojong Allah Maha ga Allah Maha Gambar 3 Tinggi tanaman beberapa aksesi kemangi Tahu pernah Maha Tahu yang tidur Tahu yang terbaik kok yang terbaik uat kita Allah terbaik uat kita lengar Maha uat kita lengar Tahu lengar yang terbaik
13 Jumlah Cabang Primer Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada akumulasi berat kering (Gardner et al. 1991). Salah satu ciri berkembangnya suatu tanaman adalah tumbuhnya cabang pada batang utama. Faktor-faktor yang mempengaruhi percabangan diantaranya genotipe, hormon pertumbuhan, cahaya dan kerapatan tanam dan lain sebagainya. Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa pada umur 3 MST pertambahan jumlah cabang primer mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Pada 4 – 6 MST pertambahan jumlah cabang primer tidak terlalu signifikan. Pada aksesi Cipancar ketika 5 MST jumlah cabang menurun dari minggu sebelumnya diduga karena cabang primer pada aksesi Cipancar ada yang mengalami kematian (lampiran 4).
Gambar 4 Rata-rata jumlah cabang primer Pada akhir pengamatan, yakni 6 MST jumlah cabang primer yang dihasilkan oleh aksesi Cilengar sebanyak 15.68, aksesi Cipancar 15.59, aksesi Bojong 14.88, dan aksesi Situgede sebanyak 15.24. Banyaknya jumlah cabang primer dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal dalam perkembangan tanaman ini ialah ketersediaan karbohidrat dalam suatu tanaman yang dapat mempengaruhi banyak atau sedikitnya cabang yang dihasilkan. Data pada Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah cabang yang dihasilkan masingmasing aksesi tidak berbeda nyata secara statistik sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah cabang primer yang dihasilkan keempat aksesi tidak ada keragaman (lampiran 4). Jumlah Cabang Sekunder Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa jumlah cabang sekunder mengalami kenaikan sampai pada minggu terakhir pengukuran yaitu pada saat 6 MST. Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan jumlah cabang sekunder meskipun meningkat namun secara statistik tidak berbeda nyata (lampiran 5).
rata-rata jumlah cabang sekunder
14 80 70 60 50 40
Umur 5 MST
30
Umur 6 MST
20 10 0 Cilengar
Cipancar
Bojong
Situgede
aksesi
Gambar 5 Rata-rata jumlah cabang sekunder Gambar 5 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah cabang sekunder meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, namun jika dilihat dari angka yang diperoleh pada Situgede merupakan aksesi yang mempunyai jumlah cabang sekunder terbanyak dibandingkan dengan aksesi lain yakni sebesar 68.64. Aksesi Cilengar merupakan aksesi yang memiliki rata-rata jumlah cabang yang terendah sebesar 60.97. Jumlah cabang sekunder yang dihasilkan keempat aksesi ini tidak ada keragaman yang signifikan. Panjang dan lebar daun Daun adalah organ utama untuk fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Panjang dan lebar daun diamati pada daun yang telah dewasa. Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa panjang dan lebar daun tiap aksesi berbeda. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
7.8 6.7
6.2
3.4 2.5
Cilengar
Cipancar Panjang (cm)
6
3.1
Bojong
2.8
Situgede
Lebar (cm)
Gambar 6 Panjang dan lebar daun empat aksesi kemangi Empat aksesi yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya aksesi Cilengar, Cipancar, Bojong, dan Situgede memiliki panjang daun dan lebar daun yang berbeda. Pada Cipancar memiliki panjang dan lebar daun yang tinggi
15 dibanding dengan aksesi yang lainnya yakni dengan panjang 7.8 cm dan lebar 3.8 cm. Pada aksesi Cipancar, daun kemangi lebih cocok untuk dikonsumsi karena mempunya daun yang lebih lebar dibanding dengan aksesi lain. Keragaan ukuran daun dapat dilihat pada Gambar 7.
a
b
e
f
c
d
g
h
Gambar 7 Keragaan ukuran daun: a. Panjang daun aksesi Cilengar; b. Lebar daun aksesi Cilengar; c. Panjang daun aksesi Cipancar; d. Lebar daun aksesi Cipancar; e. Panjang daun aksesi Bojong; f. lebar daun aksesi Bojong; g. Panjang daun aksesi Situgede; h. Lebar daun aksesi Situgede Bobot Brangkasan Total per Aksesi Tanaman kemangi dipanen untuk pengambilan kadar minyak atsiri pada umur 6 MST ketika tanaman telah mengalami pembentukan biji penuh serta daun bawah berwarna kekuningan (Balittro 2008). Gambar 8 merupakan data bobot brangkasan yang dihasilkan tiap aksesi. 28.65
29
27.63
28 27 26
26.1
25.75
25 24 Cilengar
Cipancar
Bojong
Total brangkasan (kg)
Gambar 8 Bobot brangkasan per aksesi
Situgede
16 Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa aksesi Cilengar memiliki bobot brangkasan total sebesar 25.75 kg. Aksesi Cipancar memiliki bobot sebesar 28.65 kg. Bojong memiliki bobot sebesar 26.1 kg. Aksesi Situgede memiliki bobot sebesar 27.63 kg. Aksesi kemangi tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan total, hal ini diduga faktor lingkungan selama penelitian tidak terlalu mempengaruhi bobot brangkasan total karena lingkungan penelitian sama dengan habitat asalnya sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada keragaman bobot brangkasan total yang dihasilkan oleh keempat aksesi tersebut. Jumlah Tandan Bunga Tandan bunga diamati ketika panen benih. Gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah tandan bunga tiap aksesi bervariasi. Namun dari hasil analisis statistik, jumlah rata-rata tandan berbunga tidak berbeda antar aksesi. 17
16.48
16.5 16
16.28
15.52
15.5 14.76
15 14.5 14 13.5 Cilengar
Cipancar
Bojong
Situgede
Rata-rata tandan bunga (tandan)
Gambar 9 Rata-rata tandan bunga tiap aksesi
a
b
c
d
Gambar 10 Tandan bunga tiap aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede Gambar 9 menunjukkan bahwa aksesi Cilengar memiliki rata-rata jumlah tandan bunga sebanyak 15.52 tandan, tetapi perbedaan jumlah tandan tiap aksesi ini secara statistik tidak nyata (lampiran 6). Jumlah tandan bunga tiap aksesi dalam penelitian ini mempunyai jumah yang relatif tak berbeda sehingga diduga memiliki kemampuan menghasilkan biji yang relatif sama.
17 Bobot 100 Biji Biji berasal dari hasil mikrosporogenesis dan megagametogenesis, yaitu berturut-turut pembentukan butik serbuk sari (gametofit jantan) dan pembentukan embrio (gametofit betina). Berikut adalah data bobot biji 100 butir yang dihasilkan untuk mengetahui bobot biji tiap aksesi (Gambar 11). 0.10
0.10
0.10 0.10 0.10 0.09 0.09
0.09
0.09
0.09
Bojong
Situgede
0.09 0.09 0.09 0.08 Cilengar
Cipancar
Rata-rata bobot 100 butir (g)
Gambar 11 Rata-rata bobot 100 butir tiap aksesi
a
c
b
d
Gambar 12 Bobot 100 biji: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede Gambar 12 menunjukkan bahwa bobot yang dihasilkan tiap aksesi berbedabeda meski tidak berbeda nyata secara statistik (lampiran 7). Bobot biji tertinggi dihasilkan oleh aksesi Cipancar dengan bobot 0.1 g, sedangkan bobot biji rendah
18 dihasilkan oleh ketiga aksesi lainnya yakni aksesi Cilengar, aksesi Bojong, dan aksesi Situgede yang memiliki bobot yang sama yaitu 0.09 g. Rekapitulasi Karakter Agronomi Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa aksesi Cipancar merupakan aksesi yang memiliki tinggi tanaman, bobot brangkasan total, jumlah tandan bunga dan bobot 100 biji tertinggi dibanding dengan aksesi yang lainnya. Aksesi Cilengar merupakan aksesi yang memiliki jumlah cabang primer tertinggi dibanding dengan yang lain. Aksesi Situgede merupakan aksesi yang memiliki jumlah cabang sekunder tertinggi. Tabel 2 Rekapitulasi karakter agronomi Aksesi Cipancar Cilengar Bojong Situgede
TT 36.79tn 35.69tn 33.15tn 36.57tn
JCP 15.59tn 15.68tn 14.88tn 15.24tn
JCS 64.94tn 60.97tn 67.34tn 68.64tn
BBT 28.65tn 25.75tn 26.10tn 27.63tn
JTB 16.48tn 15.52tn 14.76tn 16.28tn
100 biji 1.0 tn 0.09tn 0.09tn 0.09tn
Keterangan: TT: Tinggi Tanaman; JCP: Jumlah cabang primer; JCS: Jumlah cabang sekunder; BBT: Bobot brangkasan total; JTB: Jumlah tandan bunga
Perbedaan karakter-karakter yang terdapat pada keempat aksesi ini secara statistik tidak nyata atau dapat dikatakan bahwa keempat aksesi tidak memiliki keragaman pada karakter agronomi. Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehinga memberikan aroma yang khas. Bagian kemangi yang paling banyak mengandung minyak atsiri yaitu pada bagian bunga dan daun. Rasio kandungan minyak atsiri pada daun dan batang sebesar 2:1 (Balittro 2008). Minyak atsiri dihasilkan dari proses penyulingan bahan tanam baik itu berupa simplisia maupun bahan segar. Menurut Guenther (1947) penyulingan merupakan proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0.31 0.27
Cilengar
0.28 0.24
Cipancar
Bojong
Situgede
Kadar minyak atsiri
Gambar 13 Kadar minyak atsiri yang dihasilkan
19 Menurut Ketaren (1985) sistem penyulingan dalam industri pengolahan minyak atsiri terdiri dari 3 jenis yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) serta penyulingan dengan uap (steam distillation). Pada penyulingan kemangi ini menggunakan metode penguapan langsung. Ketaren (1985) serta Wahyuni dan Hadipoentyanti (2006) menyatakan bahwa tanaman kemangi jika disuling menghasilkan rendemen sekitar 0.2 %. Balittro (2008) menyebutkan bahwa komposisi utama yang ada pada minyak kemangi yaitu sitral 43.45% dan geraniol 21.23%. Kandungan citral kemangi ini hampir sama dengan kandungan citral koleksi kemangi di India (Morales et al. 1993). Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa rata-rata minyak atsiri yang dihasilkan dari keempat aksesi berbeda-beda. Aksesi Cilengar mempunyai kadar minyak atsiri sebesar 0.27%, aksesi Cipancar 0.31%, aksesi Bojong 0.24% dan aksesi Situgede sebesar 0.28% (lampiran 8). Hal-hal yang mempengaruhi rendemen minyak salah satunya yaitu pengaruh iklim. Trikoma yang dihasilkan juga mempunyai pengaruh terhadap kadar minyak atsiri yang dihasilkan, seperti pada aksesi Cipancar yang mempunyai trikoma paling banyak juga mempunyai kadar minyak atsiri yang tinggi. Menurut Wiroatmodjo et al. (1990) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah trikoma dan kadar minyak . Faktor-faktor yang mempengaruhi rendeman minyak atsiri diantaranya yaitu pengaruh lingkungan, pengaruh waktu panen, dan pengaruh pasca panen (Nurjannah dan Ma’mun 1996). Mutu minyak dipengaruhi oleh letak geografis tanaman ditanam (berkaitan dengan tanah, iklim, suhu, penyinaran), varietas dan prosesing bahan sebelum penyulingan (Ketaren 1987). Menurut Skaria et al. (2007) menyatakan bahwa pemanenan biasanya dilakukan pada siang hari ketika matahari bersinar untuk mendapatkan kualitas minyak yang tinggi dengan hasil yang maksimum. Karakter Fisiologi Kadar Klorofil a dan Klorofil b Klorofil merupakan faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses perubahan senyawa anorganik (CO2 dan H2O) menjadi senyawa organik (karbohidrat) dan O2 dengan bantuan cahaya matahari. Klorofil merupakan pigmen utama yang terdapat dalam kloroplas. Fotosintesis berlangsung terutama dengan kehadiran dua pigmen, yaitu klorofil a dan klorofil b dan hanya berlangsung di dalam kloroplas dalam sel hidup. Kadar klorofil a dan klorofil b diamati untuk mengetahui kadar klorofil yang dihasilkan masingmasing aksesi. Kadar klorofil terdapat pada gambar 14.
20 1.2
kadar klorofil
1 0.8 0.6
Klorofil a
0.4
Klorofil b
0.2 0 Cilengar
Cipancar
Bojong
Situgede
Aksesi
Gambar 14 Kadar klorofil a dan b yang dihasilkan tiap aksesi Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa kadar klorofil a yang tinggi pada aksesi Bojong dan kadar klorofil a terendah dimiliki oleh Situgede, sedangkan aksesi yang memiliki kadar klorofil b tertinggi juga terdapat pada aksesi Bojong dan kadar klorofil b terendah dimiliki oleh aksesi Situgede. Kadar klorofil a dan b yang dimiliki Bojong berturut-turut sebesar 0.39 dan 1.0, sedangkan kadar klorofil a dan b yang dihasilkan aksesi Situgede sebesar 0.31 dan 0.74. Semakin hijau warna daun semakin tinggi pula kadar klorofil yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wayan (2010) yang menyebutkan bahwa hubungan antara tingkat warna daun dan kadar klorofil mempunyai korelasi positif. Walaupun pada grafik menunjukkan perbedaan kadar klorofil namun secara statistik perbedaan itu tidak nyata (lampiran 9). Hal ini diduga karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar klorofil tiap aksesi yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis klorofil diantaranya cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik dan unsur-unsur nitrogen, magnesium, besi, mangan, Cu, Zn, sulfur, dan oksigen (Curtis dan Clark 1950) . Jumlah Trikoma Trikoma merupakan semua tambahan uniselular maupun multiselular pada epidermis (Fahn 1982). Menurut Johnson (1975) trikoma berasal dari jaringan epidermal yang kemudian di dalam pertumbuhannya mengalami proses diferensiasi atau pembagian sel sehingga dihasilkan perpanjangan rambut.Bagian daun yang diamati ialah tulang daun dengan sisi bawah dan atas. Luas bidang pandang yang digunakan sebesar 0.196 mm2 . Trikoma setiap aksesi mempunyai jumlah yang berbeda. Pada bagian atas daun Cilengar hanya mempunyai trikoma 1 per luas bidang pandang. Pada Cipancar mempunyai 2 trikoma per luas bidang pandang, Bojong mempunyai 2 per luas bidang pandang, sedangkan Situgede hanya mempunyai 1 trikoma per luas bidang pandang seperti Cilengar (Gambar 15). Pada daun bagian bawah, aksesi Cilengar, Bojong dan Situgede tidak mempunyai kelenjar trikoma, sedangkan pada Cipancar memiliki kelenjar trikoma 1 per luas bidang pandang (Gambar 16). Pada penelitian nilam banyaknya kelenjar trikoma mempunyai kolerasi positif dengan konsentrasi total sesquiterpen (total senyawa-senyawa komponen
21 minyak nilam). Hal ini berarti semakin banyak kelenjar trikoma atau rambut pada permukaan tanaman nilam khususnya pada daun, maka kandungan minyaknya akan tinggi (Henderson et al. 1970). Trikoma juga merupakan bentuk adaptasi struktural tumbuhan terhadap kekeringan, berfungsi juga sebagai pelindung fisik dan reflektor cahaya, oleh sebab itu terdapat hubungan positif antara jumlah trikoma dan kadar minyak (Wiroatmodjo et al. 1990).
Gambar 15
a
b
c
d
Penampakan trikoma bagian bawah: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede
a
b
c
d
Gambar 16 Penampakan trikoma bagian atas: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede Tipe trikoma pada tanaman kemangi mirip dengan tanaman nilam yaitu termasuk ke dalam golongan non glandural (tidak berkelenjar). Umumnya bentuk trikoma tanaman nilam seperti duri dan runcing pada bagian ujungnya, terdiri atas dua sel atau lebih.
22 Identifikasi Karakter Morfologi Karakterisasi merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi sifat-sifat tanaman yang berbeda. Ciri morfologi dari satu jenis tanaman obat yang berasal dari satu daerah berbeda dengan daerah lain namun adapula yang sama, sehingga setelah dikarakterisasi diperoleh suatu kejelasan perbedaan antar aksesi. Menurut Somantri et al. (2005), karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Analisis gerombol adalah analisis yang digunakan untuk mengelompokkan objek yang diamati berdasarkan peubah-peubah antar karakter yang diamati. Ukuran yang digunakan dalam analisis ini adalah kemiripan atau ketidakmiripan. Karakter-karakter yang digunakan sangat menentukan hasil penggerombolan. Hasil penggerombolan ditampilkan dalam bentuk dendrogram melalui metode penggerombolan berhirarki pautan rataan (Gomez dan Gomez 1995). Karakter morfologi tanaman yang diamati meliputi 12 karakter kualitatif antara lain habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidaknya bulu batang, jumlah batang yang berbunga, warna daun, bentuk daun, ada/tidaknya bulu daun, kegerigian tepi daun, kedalaman gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga, putik bunga dan persentase bunga 10% (Tabel 3). Hasil karakter morfologi disajikan dalam bentuk dendrogram yang menunjukkan tingkat kedekatan dan keragaman antar aksesi yang diuji (Gambar 17). Metode analisis untuk menggerombolkan aksesi diamati berdasarkan tingkat kemiripan dengan metode ini dapat dilihat keragaman aksesi berdasarkan seluruh peubah yang diamati. Hasil analisis dapat menampilkan jarak kesamaan dan perbedaan beberapa aksesi dalam bentuk dendrogram yang disajikan pada gambar 17. Tabel 3 Karakter morfologi empat aksesi Karakter morfologi Habitus tanaman Kepadatan tanaman Ada/tidak adanya bulu batang Jumlah batang yang berbunga Warna daun Bentuk daun Ada/tidak adanya bulu daun Ada/tidak adanya gerigi tepi daun Kedalaman gerigi tepi daun Warna rangkaian bunga Warna putik bunga Bunga 10%
Cilengar erect medium Ada >3 hijau elips Ada Ada medium putih putih early
Cipancar Erect medium Ada >3 hijau terang Elips ada ada shallow putih putih early
Bojong erect medium ada >3 hijau elips ada ada shallow putih putih early
Situgede erect medium Ada >3 hijau terang elips ada ada shallow putih putih early
Berdasarkan hasil dendrogram yang dihasilkan, terdapat 3 kelompok yang terbentuk. Pengelompokkan 1 terdiri dari dua gerombol utama diantaranya aksesi Cipancar, Bojong, Situgede dengan gerombol terpisah yaitu aksesi Cilengar dengan koefisian kimiripan sebesar 9.76%. Pengelompokan II terdiri dari dua gerombol diantaranya aksesi Cipancar, Situgede dan Bojong dengan koefisien
23 kemiripan sebesar 24.8%. Pengelompokan III merupakan gerombol yang memiliki koefisien kemiripan paling tinggi yaitu sebesar 100%. Gerombol pada kelompok ini terdiri atas aksesi Cipancar dan aksesi Situgede.
I
II
III
Keterangan: 1. Aksesi Cilengar 2. Aksesi Cipancar
3. Aksesi Bojong 4. Aksesi Situgede
Gambar 17 Dendrogram karakter morfologi Pengelompokan 1 yang terdiri dari aksesi Cipancar, Situgede, Bojong dan Cilengar mempunyai koefisien kemiripan sebesar 9.76%. Koefisien kemiripan tersebut diperoleh dari persamaan karakter yang dimiliki, diantaranya pada habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 18), bentuk daun, ada/tidak adanya bulu daun, ada/tidak adanya gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga (Gambar 19), warna putik bunga (Gambar 20) dan waktu berbunga 10%. Koefisien kemiripan sebesar 9.76% mempunyai arti dimana dua gerombol utama memiliki kemiripan sebesar 9.76%, artinya dari keempat aksesi (aksesi Cilengar, Cipancar, Bojong dan Situgede) hanya memiliki kemiripan sebesar 9.76%. Pengelompokan II yang terdiri dari dua gerombol yaitu aksesi Cipancar Situgede dan Bojong dengan koefisien kemiripan 24.8%. Hal ini berarti karakterkarakter kualitatif yang dimiliki ketiga aksesi ini mempu nyai kemiripan sebesar 24.8%. Kemiripan karakter-karakter tersebut diantaranya dilihat dari habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 18), ada/tidak adanya bulu daun, daun bergerigi/tidak, kedalaman gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga (Gambar 19), warna putik bunga (Gambar 20), bentuk daun (Gambar 21) dan waktu berbunga 10%. Pengelompokan III merupakan gerombol yang memiliki koefisien kemiripan paling tinggi yaitu sebesar 100%. Gerombol tersebut terdiri dari aksesi Cipancar dan aksesi Situgede. Koefisien kemiripan tersebut dilihat dari kemiripan karakter-karakter yang diamati diantaranya kemiripan pada karakter habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 17), warna rangkaian bunga (Gambar 18), warna putik bunga (Gambar 19), warna daun, bentuk daun (Gambar 20), ada/tidak adanya bulu daun,
24 ada/tidak adanya gerigi tepi daun, kedalaman gerigi tepi daun, dan waktu berbunga 10%. Kemiripan karakter yang tinggi akan ditandai dengan semakin tingginya koefisien kemiripan yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat pada pengelompokan III yakni aksesi Cipancar dan Situgede. Kedua aksesi tersebut sangat mirip dalam karakter-karakter yang sudah diamati seperti pada karakter habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidaknya bulu batang, jumlah batang yang berbunga, warna rangkaian bunga, warna putik bunga, bentuk daun, ada/tidaknya gerigi tepi daun dan waktu berbunga 10%. Pada penelitian ini perbedaan yang terdapat pada aksesi Cilengar merupakan salah satu keragaman genetik. Adanya perbedaan antar aksesi yang diteliti pada percobaan ini menunjukkan adanya keragaman pada tanaman kemangi. Menurut Oktaviadiati (2012) hal ini dapat terjadi karena adanya mutasi spontan dan seleksi alam yang terjadi sehingga timbul perbedaan genetik. c
b
a
d
Gambar 18 Jumlah batang yang berbunga: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede
a
b
c
d
Gambar 19 Warna rangkaian bunga keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede
25 a
b
c
d
Gambar 20 Putik bunga keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede
a
b
c
d
Gambar 21 Bentuk daun keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede Perbedaan kelompok aksesi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kesamaan dan kekerabatan antar aksesi. Hal ini didukung oleh penelitian (Faiza 2010) yang menyatakan bahwa genotipe yang berada pada kelompok yang sama, memiliki kesamaan dan tingkat kekerabatan yang dekat. Berdasarkan hasil dendrogram aksesi Cilengar merupakan aksesi yang terpisah diantara aksesi yang lain dengan nilai koefisien kemiripan sebesar 9.67%. Semakin rendah nilai koefisien kemiripan yang dihasilkan semakin jauh pula perbedaan kekerabatan yang diperoleh. Aksesi Cilengar terpisah dengan yang lain disebabkan perbedaan kekerabatan yang jauh. Hal ini dapat dilihat dari karakter kedalaman gerigi tepi daun yang mempunyai skor yang berbeda dibanding dengan aksesi lain. Pada aksesi Cilengar kedalaman gerigi tepi daun termasuk medium, sedangkan aksesi lainnya termasuk ke dalam shallow.
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada keempat aksesi, identifikasi karakter agronomi dan fisiologi tidak memiliki keragaman. Identifikasi karakter morfologi pada penelitian ini menghasilkan 3 kelompok. Pengelompokan 1 terdiri dari akesi Cilengar, Cipancar, Bojong dan Situgede dengan koefisien kemiripan sebesar 9.76%. Pengelompokan II terdiri dari aksesi Cipancar, Bojong dan Situgede dengan aksesi terpisah yaitu aksesi Cilengar dengan koefisien kemiripan sebesar 24.8%. Pengelompokan III terdiri dari aksesi Cipancar dan Situgede dengan koefisien kemiripan sebesar 100%. Semakin tinggi koefisien kemiripan suatu aksesi semakin dekat pula tingkat kemiripannya, hal ini terjadi pada pengelompokan III. Aksesi Cilengar merupakan aksesi terpisah dari aksesi lain. Perbedaaan yang terdapat pada aksesi Cilengar merupakan menunjukkan adanya salah satu keragaman genetik. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan keempat aksesi tidak berbeda. Saran Perlu dilakukan penelitian karakterisasi lanjutan tentang komposisi kimia minyak atsiri yang dihasilkan oleh keempat aksesi tersebut.
27
DAFTAR PUSTAKA Altoveros NC, Engel LM. 1999. Strategy for collecting germplasm of indigenous vegetables in Bangladesh, Indonesia, Philippines, Thailand, Vietnam, p.100135, In; L, M. Engle and N, C. Altoveros (Eds) Collection, Conservations and Utilizationof Indigenous Vegetables. AVRDC. Tinan. Asep C. 2011. Memetik daun kemangi. Kompas. Balittro. 2008. Keragaman selasih (Ocimum spp.) berdasarkan karakter morfologi, produksi, dan mutu herba. Jurnal Littri 14(4):141–148. Behboudian HM, Anderson DR. 1990. Effect of potassium deficiency on water relations and photosynthesis of tomato plant. Plant and soil 127:137-139. Burkill IH. 1935. A dictionary of the economic products of the Malay Peninsula Vol.II. London (GB): London Univ Pr. 2402 p. Christoper BJ, Chlowding F. 2002. Breading research on aromatic and medicinal plants. Curtis OF, Clark GC. 1950. An introduction to plant physiology. McGraw Hill Book Compant. Inc. [DEPTAN] Departemen Pertanian. [tidak ada tahun]. Perkembangan ekspor minyak atsiri Indonesia. [internet]. [diunduh 13 Desember 2013]. Tesedia pada http://www.pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1290/perkembangan_e kspor_minyak_atsiri_indonesia.html. De Villera S. 2010. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi daun segar, dan kandungan minyak atsiri dari dua aksesi kemangi (Ocimum basilicum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dube S, Upadhyay PD, Tripathi SC. 1989. Antifungal, physico-chemical, and insect-repelling activity of the essential oil of Ocimum basilicum. Canadian Journal of Botany 67(7):2085-2087. El-Aziz SEA, Omer EA, Sabra AS. 2007. Chemical composition of Ocimum americanum essential oil and its biological effects againts, Agroti ipsilon, (Lepidoptera: Noctuidae). Res. Jour. Agri. Biol. Sci. 3(6). 740-747p. Fahn A. 1982. Anatomi tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. 943 hal. Faiza R. 2010. Karakterisasi Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum spp.) Dan Mekanisme Ketahanannya Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 127 hal. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke-1. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. Jakarta (ID): UI Pr. 424 hal. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Statistical Procedures for Agriculture Research. 2th edition. Jhon Wiley and Sons, Inc. 680 p. Guenther E. 1947. The Essential Oils Vol. I. New York (NY): Krieger Publishing Company. Hanarida IS. 2005. Evaluasi plasma nutfah tanaman. Plasma nutfah perkebunan. Buku Pedoman Pengelolaan. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 5358 hal. Hartati D, Rimbawanto A, Sulistyaningsih E, Taryono, Widyatmoko. 2007. Pendugaan keragaman genetik di dalam dan antar proven pulai (Alstonia
28 scholaris (L) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Tananaman Hutan 1(2):1-9. Henderson W, Hart JW, How P, Judge J. 1970. Chemical and morphological studies on sites of sesquiterpene accumulation in Pogestemon cablin (patchouli). Phytochemistry 9:1219-1228. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta (ID): Badan Litbang Kehutanan 1249-1852 p. Hobir Y. Nuryani, Emmyzar, Anggraeni, 2003. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas dan teknik pengolahan. Laporan Hasil Penelitian. Balittro, Bogor (tidak dipublikasikan). 8 hal. Johnson HB. 1975. Plant pubescene: an Ecological Perspektive. The Botanical Review vol. 41. The New York Botanical Garden. New York (US). 13 p. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka. 426 hal. Ketaren S. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. UI Press. 492 hal. Knobloch K, Pauli A, Iberl B Iberl, Weigland H, Weis N. 1989. Antibacterial and antifungal properties of essential oil components. J. Essential Oil Research I:119-128. Lopez MD, Jordan MJ, Villalobos JP. 2008. Toxic compounds in essential oils of coriander, caraway and basil active againts stored rice pest. Journal of stored product research (in-press) 6 p. Matasyaroh JC, Bendera MM, Ogendo JO, Omolo EO, Deng AL. 2006. Volatile leaf oil constituent of Ocimum americanum L. occuring in Western Kenya. Bull. Chem. Soc. Ethiopia 20(1). 177-180p. Morales MR, DJ Charles, JE Simon. 1993. New aromatic lemon basil germplasm, p.632-635. In J. Janick, JE Simon (Eds), New Crops. Wiley, New York. Nazaruddin. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.142 hal. Nurjannah N, Ma’mun. 1996. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan Karakteristik minyak serai dapur. Bul. Littro. Oktavidiati E. 2012. Kajian beberapa aspek agronomi tanaman obat meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 167 hal. Oyen LPA, NX Dung.1999. Plant resources of south east Asia No. 189 (Essential Oil Plants). Prosea-Bogor-Indonesia. 227p. [PPDL] Plant and Pest Diagnostic Laboratory. 2004. Ralstonia solanacearum. PPDL [Internet]. [diunduh 22 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.ppdl.purdue.edu/ppdl/hot04/1-8.html. Siemonsma JS, K Piluek. 1994. PROSEA : Vegetables. Prosea, Bogor. Silva MGDV, Santos RND, Matos FJA, Machado MIL. 2003. Volatile constituents from leaf, inflorescence and root oils of Ocimum americanum L. grown in north-eastern Brazil. Flavor and Fregrance Jour. 18(4). 303-304p. Simanjuntak, F. N. 2003. Karakterisasi Keragaman Fenotipik Tanaman Terung (Solanum melongena L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simon JE, J Quinn, RG Murray.1990. basil : A sources of essential oils. p.464469. In Janick, JE Simon (Ed). Advance in new crops. Portland (OR): Timber Press.
29 Simon JE. 1992. Basil: promosing new essential oil crop. New Crop News 12(1): 458-462. Skaria BP, Joy PP, Mathew S, Mathew G, Joseph A, Joseph R. 2007. Aromatic plant. Pitampura (ND): New India Publishing Agency. Soewito DSM. 1988. Jaga Raga (Memanfaatkan khasiat flora),Stella Maris, Jakarta. Somantri IH, Hasanah M, Kurniawan H. 2005. Teknik Konservasi Ex-Situ, Rejuvenasi, Karakterisasi, Evaluasi, Dokumentasi, dan Pemanfaatan Plasma Nutfah. http//indoplasma.or.id. Sulianti SB. 2008. Studi fitokimia Ocimum spp. : komponen kimia minyak atsiri kemangi dan ruku-ruku. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati 9(3):237-241. Sunarto AT. 1994. Ocimum americanum L., p. 218-220. In : J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Vegetables. Bogor. [UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plants. 2003. Basil (Ocimum basilicum L.). Geneva. Van den Bergh MH. 1994. Cosmos caudatus Kunth. 152-153p. In : J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Vegetables. Bogor. Villalobos MJP, Acosta MCB. 2003. Chemical variation in ocimum basilicum germplasm collection and activity of the essensial oils on Callosobrucus maculatus. Biochemical Systematics and Ecology. 31:672-679. Wahyuni S, Hadipoentyanti E. 2006. Kemangi sebagai sumber minyak atsiri dan peluangnya sebagai bahan parfum. Jurnal Warta12(2):15-16. Wayan AI. 2010. The Use of Handphone Camera to Determine Paddy Leaf Color Level as a Reference for Fertilizing Dosage. Procceding of Asian Federation of Information Technology In Agriculture (AFITA) Conference, Bogor October 2010 : 105-108. Wiroatmodjo J, Utomo IH, Sulistyono E, Yani A, Martopo D. 1990. Pengaruh pemberian air, pemupukan, kerapatan gulma Boreria alata terhadap pertumbuhan dan berat kering nilam. Bul Agron 19:25-31.
30
LAMPIRAN
31 Lampiran 1 Data ketinggian tempat aksesi Aksesi Cilengar Cipancar Bojong Situgede
Kecamatan Tomo Sumedang Selatan Cikembar Situgede
Ketinggian tempat 25-500 m dpl 600-700 m dpl 510 m dpl 250 m dpl
Lampiran 2 Data iklim selama penelitian Bulan Oktober 2012 November 2012 Desember 2012 Januari 2013
Temperatur (oC) 26.3 25.0 26.0 25.1
Curah hujan (mm) 539.5 548.9 358.8 509.8
Hari hujan (hari) 31 27 26 29
Lampiran 3 Tinggi tanaman 1 MST Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 4 3 12 19 14.44418
JK 4.70777000 3.42292000
KT 1.17694250 1.14097333 0.87390250
F value 1.35 1.31
Pr > f 0.3090 0.3178
KT 20.19523250 0.79392000 2.7229658
F value 7.42 0.29
Pr > f 0.0030 0.8307
Tinggi tanaman 2 MST Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db JK 4 80.78093000 3 2.38176000 12 19 11.68159
Tinggi tanaman 3 MST Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 4 3 12 19 7.831066
JK 110.2498300 8.3588150
KT 27.5624575 2.7862717 50.7028100
F value 6.52 0.66
Pr > f 0.0050 0.5926
32 Tinggi tanaman 4 MST Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 4 3 12 19 6.641289
JK 48.46430000 5.96113500
KT 12.11607500 1.98704500 5.0785117
F value 2.39 0.39
Pr > f 0.1093 0.7615
Sumber ragam Db Ulangan 4 Aksesi 3 Galat 12 Galat total 19 KK 6.695217 Tinggi tanaman 6 MST
JK 7.93168000 7.34421500
KT 1.98292000 2.44807167 6.22104667
F value 0.32 0.39
Pr > f 0.8600 0.7600
Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
JK 26.48657000 1.79525500
KT 6.62164250 3.93175167 24.2005058
F value 0.27 0.58
Pr > f 0.8894 0.6419
Sumber ragam db JK KT Ulangan 4 58.61248000 14.65312000 Aksesi 3 7.42406000 2.47468667 Galat 12 2.02952000 Galat total 19 KK 24.95380 Jumlah cabang primer 3 MST
F value 7.22 1.22
Pr > f 0.0034 0.3451
Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
F value 13.22 0.25
Pr > f 0.0002 0.8584
Tinggi tanaman 5 MST
db 4 3 12 19 13.83623
Lampiran 4 Jumlah cabang primer 2 MST
db JK 4 28.60328000 3 0.40872000 12 19 24.95380
KT 7.15082000 0.13624000 0.54074000
33 Jumlah cabang primer 4 MST Sumber ragam db JK Ulangan 4 15.53988000 Aksesi 3 3.22776000 Galat 12 Galat total 19 KK 5.465078 Jumlah cabang primer 5 MST
F value 6.10 1.69
Pr > f 0.0065 0.2222
Sumber ragam db JK KT F value Ulangan 4 65.79450000 16.44862500 0.52 Aksesi 3 65.73833500 21.91277833 0.70 Galat 12 31.4119450 Galat total 19 KK 34.82763 Jumlah cabang primer 6 MST
Pr > f 0.7205 0.5712
Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
Db 4 3 12 19 5.481764
JK 7.78962000 2.01484000
KT 3.88497000 1.07592000 0.63717000
KT 1.89740500 0.67161333 0.70785500
F value 2.68 0.95
Pr > f 0.0831 0.4479
Lampiran 5 Jumlah cabang sekunder 5 MST Sumber ragam db JK KT F value Ulangan 4 4915.557180 1228.889295 4.91 Aksesi 3 216.799135 72.266378 0.29 Galat 12 250.354628 Galat total 19 KK 29.89711 Jumlah cabang sekunder 6 MST
Pr > f 0.0141 0.8328
Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
Pr>f 0.0455 0.7589
db JK KT 4 7965.412320 1991.353080 3 699.880095 233.293365 12 590.59217 19 39.31711
F value 3.37 0.40
34 Lampiran 6 Data tandan bunga Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 4 3 11 18 10.37102
JK 7.71407895 8.65607895
KT 1.92851974 2.88535965 2.65831100
F value 0.73 1.09
Pr>f 0.5927 0.3956
Lampiran 7 Data bobot biji Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 4 3 12 11 14.96918
JK 0.00127000 0.00002000
KT 0.00031750 0.00000667 0.00021083
F value 1.51 0.03
Pr>f 0.2618 0.9920
Lampiran 8 Hasil kadar minyak atsiri Kode
Rata-rata kadar minyak atsiri (%)
Metode
Cilengar
0.26
Destilasi
Cipancar
0.31
Bojong
0.23
Situgede
0.28
Lampiran 9 Kadar klorofil a Sumber ragam db Ulangan 2 Aksesi 3 Galat 6 Galat total 11 KK 39.31711 Kadar klorofil b Sumber ragam Ulangan Aksesi Galat Galat total KK
db 2 3 6 11 39.31711
JK 0.00086667 0.14336667
JK 0.00086667 0.14336667
KT 0.00043333 0.04778889 0.02898889
KT 0.00043333 0.04778889 0.02898889
F value 0.01 1.65
F value 0.01 1.65
Pr>f 0.9852 0.2754
Pr>f 0.9814 0.5751
35 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan ibu Nurhayati dan Bapak Tamdjid. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Indramayu. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SD Negeri III Gabuswetan. Tahun 2005 lulus dari SMP Negeri 1 Gabuswetan, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA Negeri I Kandanghaur. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Selama kuliah, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah IKADA (Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu), penulis mengikuti berbagai macam kepanitiaan yang diadakan oleh IKADA dan Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) yang diselenggarakan oleh BEM KM.