Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
Identifikasi Guru Pendidikan Jasmani Terhadap Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Kemampuan Gerak Dasar Pada Siswa Sekolah Dasar Kelas Bawah 1
Dadan Mulyana1 (FPOK Universitas Pendidikan Indonesia)
Abstrak Penelitian ini mencoba mengungkapkan hasil identifi-kasi guru terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar kemampuan gerak pada siswa Sekolah Dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi dengan pendekatan teknik survey. Sampel penelitian adalah para guru pendidikan jasmani dengan pengalaman mengajar minimal 6 tahun di wilayah Kota Bandung. Instrumen penelitian menggunakan angket dan wawancara. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel pengalaman belajar (metode dan tugas) yang disajikan oleh guru pendidikan jasmani berpengaruh lebih besar pada terjadinya kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar bila dibandingkan dengan variabel lingkungan belajar. Kata Kunci: Kesulitan belajar, kemampuan gerak dasar
PENDAHULUAN Salah satu keunikan pendidikan jasmani adalah menjadikan gerak sebagai media atau wahana belajar siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang bersifat menyeluruh. Melalui aktivitas jasmani atau gerak tubuh, pendidikan jasmani berupaya menumbuhkembangkan seluruh aspek yang dimiliki siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di lapangan, pendidikan jasmani semakin unik untuk diamati. Menurut Lutan (2001), uniknya adalah proses berlangsung dalam sebuah variasi, bukan seperti proses yang sudah dilaksanakan, persis seperti skenario dalam persiapan mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas atau kegiatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani tidak selalu sama meski dengan materi atau pokok bahasan yang sama, tujuan yang sama, dan tingkatan kelas yang sama pula dengan karakter siswa yang mirip pula. Ini pulalah yang menjadi tantangan dan tuntutan kompetensi guru yang harus memiliki kinerja yang baik dalam rangka menciptakan lingkungan belajar yang 1
Penulis adalah Dosen tetap di Jurusan Pendidikan Kepelatihan Fakultas Pendidikan Olahraga Universitas Pendidikan Indonesia. Saat ini sedang menyelesaikan program magister di Program Studi Pendidikan Olahraga Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Hp: 08122194780
45
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
kondusif bagi seluruh siswa. Apabila tantangan tersebut hanya dibiarkan saja tanpa ada upaya untuk lebih mengembangkan kompetensi mengajar maka yang terjadi adalah kemerosotan kualitas pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan sangat sulit untuk dicapai. Untuk itu perlu adanya upaya yang dilakukan sendiri oleh para guru pendidikan jasmani dalam rangka terus berupaya meningkatkan kompetensi mengajar. Salah satu upayanya adalah dengan semakin memahami konsep, makna, dan hakikat belajar dan mengajar. Konsep belajar telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Ma’mun dan Mahendra (1998) sebagai hasil analisis dari beberapa pernyatan para ahli. Diungkapkannya bahwa makna belajar itu memiliki dua aspek, yaitu: (1) adanya perubahan dalam perilaku dan (2) perubahan perilaku harus bersifat relatif permanen. Perilaku yang dimaksud adalah mencakup keseluruhan domain yang dimiliki siswa yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif. Misalnya dalam hal kemampuan melempar bola. Anak yang semula memiliki gerakan melempar yang asal saja mengalami perubahan gerakannya menjadi semakin baik dan sempurna setelah teridentifikasi penyebab kesulitan belajar gerakan melempar tersebut. Perubahan kemampuan melempar yang dimiliki anak (perubahan perilaku) bersifat relatif permanen. Ini maksudnya bahwa kemampuan itu melekat pada anak dalam waktu yang cukup lama, anak tidak cepat lupa pada kemampuan melempar yang dimilikinya bahkan pada tataran lebih lanjut kemampuan melempar terus meningkat hingga menjadi suatu keterampilan yang tinggi. Perubahan perilaku yang bersifat menetap sebagai hasil belajar tidak dapat langsung diperoleh siswa. Ada tahapan yang sistematis yang harus dilewati terlebih dulu. Dalam konsep belajar gerak terdiri dari tiga tahapan sebagaimana dikemukakan oleh Fitts and Posner (dalam Schmidt, 1991), yaitu (1) tahap verbal-cognitive, berisikan tugas yang harus dipelajari benar-benar merupakan tugas baru untuk pemula; (2) tahap motorik, berisikan tugas yang fokusnya berpindah pada pengorganisasian pola-pola gerakan yang lebih efektif untuk menghasilkan aksi; (3) tahap otonomi, berisikan tugas yang melibatkan perkembangan aksi otomatis yang tidak memerlukan adanya perhatian. Kemampuan guru untuk mampu memahami setiap tahapan yang harus dilalui selama siswa belajar gerak akan memudahkan guru mengidentifikasi kesulitan belajar gerak yang sedang dilakukan oleh siswa. Masalahnya, tantangan mengajar pendidikan jasmani tidak terbatas hanya kepada itu saja. Masih banyak hal yang menyebabkan siswa 46
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
mengalami kesulitan dalam belajar gerak, termasuk diantaranya adalah aktivitas pengajaran di sekolah yang masih bersifat tradisional. Masih dapat kita lihat bahwa pengajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar pada umumnya masih dilaksanakan secara tradisional, yakni kegiatan yang dilakukan oleh siswa sama dengan apa yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa melakukan modifikasi (Cholik dan Lutan, 1996/1997). Contohnya pada saat siswa SD baru pertama kali belajar bermain bola voli, maka hampir semua sarana dan prasarana yang dipakainya sangat identik dengan sarana dan prasarana yang dipakai oleh orang dewasa. Peristiwa itu pulalah yang dijadikan alasan sebagian guru pendidikan jasmani untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagai aktivitas rutin dengan tujuan agar para siswa sekedar aktif bergerak tanpa berupaya lebih jauh untuk mengembangkan seluruh potensi yang sebenarnya harus ditumbuhkembangkan. Untuk itu perlu kiranya menjadi bahan kajian agar kesulitan belajar siswa dapat diminimalisisr sehingga efektivitas belajar akan semakin mudah untuk dicapai. Faktor yang mempengaruhi keefektifan perilaku belajar menurut Dollar and Miller (dalam Makmun, 2004) yaitu motivasi (drives), perhatian dan mengetahui sasaran, usaha (respons), evaluasi dan pemantapan hasil. Jika ke empat faktor itu dianalisis, maka sesungguhnya guru memiliki peran yang pertama dan utama dalam upayanya mencapai efetivitas perilaku belajar siswa. Sebab semua itu sangat tergantung dari setiap upaya guru untuk memberikan stimulus belajar hingga mampu direspons dengan benar oleh siswa. Jika tidak terjadi kesesuaian antara stimulus dari guru dengan respons yang ditunjukkan siswa, ini menandakan terjadinya kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar mengajar sendiri. Sedangkan variabel yang mempengaruhi proses belajar mengajar menurut Loree (1970 dalam Makmun, 2004:323) yaitu: (1) stimulus atau learning variabel, (2) organismic variabel, dan (3) response variabel. Variabel stimulus merupakan faktor pertama yang menyebabkan terjadi interaksi proses belajar mengajar antara guru dengan siswa. Variabel belajar pada faktor stimulus secara umum terbagi lagi menjadi dua aspek. Kedua aspek tersebut yakni learning experience variable dan environmental contects variable. Experience variable berkenaan dengan metode mengajar dan tugas-tugas ajar, sedang environmental variable menyangkut iklim belajar yang bergantung pada faktor tempat dan ruang belajar, waktu, fasilitas, dan hubungan sosial. Dalam peristiwa belajar 47
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
gerak, faktor yang menentukan keberhasilan menguasai suatu kete rampilan yaitu faktor proses belajar (learning process), faktor pribadi (personal factors), dan faktor situasional (situational factors). Efektivitas pembelajaran dapat diidentifikasi dari jumlah waktu aktif belajar atau berlatih (JWAB) (Suherman, 1998). Untuk mengetahui JWAB banyak faktor yang mempengaruhinya. Selain ketersediaan media dan fasilitas pembelajaran, kompetensi guru merupakan faktor yang utama dan dominan yang menentukan keberhasilan belajar siswa. Guru sering kurang peduli untuk menganalisis kesulitan belajar yang dialami siswa. Guru cenderung menyampaikan materi sesuai dengan tuntutan kurikulum, kurang berimprovisasi dan memodifikasi lingkungan belajar. Pada akhirnya kegiatan belajar mengajar menjadi kaku dan hanya sebagian yang aktif. Ini bisa diantisipasi dengan mengidentifikasi kesulitan belajar yang sering terjadi pada siswa kemudian menyesuaikan dengan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kompetensi guru terkait dengan kemampuan menerapkan metode mengajar, merumuskan tujuan, dan menetapkan cara-cara untuk mengevaluasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ketiga aspek tersebut adalah kemampuan guru dalam mengidentifikasi kesulitan belajar pada aspek stimulus atau learning variable. Aspek ini akan dapat menentukan metode, tujuan, dan evaluasi yang harus ditentukan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Seperti diketahui ada dua faktor pokok yang mempengaruhi kesulitan belajar pada variabel stimulus, seperti dijelaskan oleh Loree (1970 dalam Makmun, 2004) sebagai berikut: (1) Variabel pengalaman belajar, antara lain terdiri atas: (a) Variabel metode, yang antara lain menyangkut masalah kuat lemahnya motivasi siswa untuk belajar, intensif tidaknya bimbingan guru, ada tidaknya kesempatan berlatih atau berpraktik, dan adanya tidaknya upaya dan kesempatan penguatan hasil belajar; (b) Variabel tugas ajar yang mencakup menarik tidaknya apa yang harus dipelajari dan dilakukan, bermakna tidaknya apa yang dipelajari dan dilakukan, dan sesuai tidaknya, panjang atau luasnya serta tingkat kesukaran apa yang harus dipelajari dan dikerjakan (2) Variabel lingkungan, menyangkut iklim belajar yang bergantung pada faktor-faktor: (a) tersedia tidaknya tempat atau ruangan yang memadai, (b) cukup tidaknya waktu, serta tepat tidaknya penggunaan waktu tersebut untuk belajar, (c) tersedia tidaknya fasilitas belajar yang 48
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
memadai, dan (d) harmonis tidaknya hubungan manusiawi baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Seorang siswa dianggap mengalamai mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton (1952 dalam Makmun, 2004) sebagai berikut: (1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu. (2) Siswa dikatakan gagal apabila tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (Berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya; intelegensi, bakat). (3) Siswa dikatakan gagal apabila tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (lingkungan sosialnya) pada fase perkembangan tertentu. (4) Siswa dikatakan gagal kalau tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya. Sesuai dengan semua uraian di atas, pengetahuan dan pemahaman guru pendidikan jasmani terhadap faktor-faktor penyebab kesulitan belajar gerak menjadi sesuatu yang penting, dan untuk alasan itulah penelitian ini menjadi penting pula baik dari aspek teoritis mamupun praktis, dengan focus masalah pada identifikasi guru pendidikan jasmani terhadap faktorfaktor penyebab kesulitan belajar gerak siswa Sekolah dasar, baik pada variabel pengalaman belajar maupun variabel lingkungan. METODE Penelitian menggunakan metode deskriptif komparatif (Arikunto, 1993; Sudjana dan Ibrahim, 2001) karena bermaksud untuk memban dingkan upaya dan hasil identifikasi yang dilakukan oleh para guru pendidikan jasmani untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar gerak pada siswa Sekolah Dasar. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah para guru pendidikan jasmani yang bertugas di Kota Bandung. Adapun sampel penelitian adalah 40 orang guru pendidikan jasmani yang diambil secara acak (random) berdasarkan proporsi wilayah yang terbagi ke dalam empat kategori yaitu bagian Bandung Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Jumlah sampel setiap wilayah 49
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
terdiri dari 10 orang guru pendidikan jasmani dan diupayakan ada penyetaraan antara jumlah guru laki-laki dengan guru perempuan. Waktu dan Lokasi
Waktu penelitian kurang lebih dua bulan. Minggu pertama dan ke dua dilakukan untuk proses penyebaran angket ke sampel penelitian. Minggu ke tiga dan ke empat untuk mengumpulkan angket. Minggu ke lima sampai selesai dipakai untuk mengolah dan menganalisis data untuk memperoleh jawaban atas semua masalah dan pertanyaan penelitian. Instrumen
Instrumen penelitian yang digunakan berupa angket kesulitan belajar pada variabel stimulus atau variabel belajar, terdiri dari dua sub variabel yaitu sub variabel pengalaman belajar dan sub variabel lingkungan (Loree,1970 dalam Makmun, 2004). Instrumen terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas sehingga mampu menggambarkan informasi yang diperlukan untuk kebutuhan menjawab petanyaan-petanyaan penelitian. Angket yang digunakan adalah model skala Likert. Teknik Analisis Data
Semua data yang terkumpul di dianalisis dengan teknik prosentase, prosedurnya adalah: (1) melakukan seleksi data untuk mengetahui data yang memenuhi syarat untuk diolah dan dianalisis; (2) mentabulasi data untuk kepentingan pengelompokkan data berdasarkan kebutuhan masalah penelitian; (3) menghitung prosentase dari setiap kategori untuk setiap butir. HASIL Berdasarkan pengolahan dan analisis data pada setiap butir pernyataan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1: Skor Faktual dan Taraf Serap Faktor Penyebab Kesulitan Belajar pada Variabel Stimulus Sub variabel Variabel Metode Variabel Tugas Ajar Variabel Lingkungan Jumlah Rata-rata
Skor Faktual 1791 1525 1948 5264 1754,67
50
Taraf Serap 81,41 % 84,72 % 81,17 % 247,3 % 82,43 %
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar sebagai hasil identifikasi guru pendidikan jasmani pada setiap sub variabelnya adalah: 1. Variabel metode dengan skor faktual sebesar 1791 dan taraf serap 81,41 %. , ini mengandung arti bahwa variabel metode menjadi faktor yang besar sebagai penyebab kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. 2. Variabel Tugas Ajar dengan skor faktual sebesar 1525 dan taraf serap sebesar 84,72 %, ini mengandung arti bahwa variabel tugas ajar menjadi faktor yang besar sebagai penyebab kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. 3. Variabel Lingkungan dengan skor faktual 1948 dan taraf serap sebesar 81,17 %, ini mengandung arti bahwa variabel lingkungan menjadi faktor yang besar sebagai penyebab kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. Dari ketiga sub variabel di atas, diketahui bahwa variabel tugas ajar menjadi faktor terbesar yang menjadi faktor penyebab kesulitan belajar gerak pada siswa Sekolah Dasar sebagai hasil identifikasi guru pendidikan jasmani di Kota Bandung. Sedangkan secara umum, dari keseluruhan butir pernyataan pada variabel stimulus yang menjadi faktor penyebab kesulitan belajar gerak pada siswa Sekolah Dasar diketahui rata-ratanya adalah 82,43 %, hal ini mengandung arti bahwa hasil identifikasi guru pendidikan jasmani terhadap stimulus atau variabel belajar memiliki pengaruh yang besar sebagai faktor penyebab kesulitan belajar gerak pada siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. PEMBAHASAN Sesuai dengan hasil diatas, diketahui bahwa variabel metode mengajar yang dipergunakan oleh guru menjadi faktor penyebab utama kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. Hasil ini menguatkan hasil penelitian lain yang dilakukan terhadap guru-guru di Kabupaten Sumedang. Terbukti bahwa keterbatasan waktu dan kesesuaian waktu belajar tidak menjadi kendala utama yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar gerak, seperti yang sering dikeluhkan selama ini, atau jam pelajaran pendidikan jasmani yang dilaksanakan pada siang hari sehingga para siswa tidak bersemangat lagi melaksanakan tugas gerak karena suasana dan lingkungan 51
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
pembelajaran terlalu panas. Bagi mereka yang terpenting adalah cara atau teknik menyajikan materi pembelajaran harus dalam bentuk-bentuk bermain. Hal ini dimaksudkan untuk menye-suaikan dunia anak-anak yaitu dunia bermaiin, sebab bermain bagi anak-anak adalah pekerjaan (Soemitro, 1992; Sukintaka, 1992). Penyajian materi atau tugas gerak melalui bermain diyakini akan lebih mampu memperoleh hasil yang baik karena bermain juga diyakini sebagai salah satu alat pendidikan yang efektif untuk menumbuh kembangkan potensi anak didik (Lutan, 2002). Selain cara penyajian pembelajaran yang sesuai, yang terpenting bagi guru pendidikan jasmani adalah memahami kesesuaian antara tingkat kesulitan dengan kemampuan siswa. Berdasarkan hasil identifikasi para guru pendidikan jasmani di Kabupaten Sumedang, hal ini menjadi penyebab terbesar siswa Sekolah Dasar mengalami kesulitan belajar gerak. Variabel lain yang ditenggarai sebagai penyebab kesulitan belajar gerak berdasarkan hasil penelitian ini adalah ketidaksesuaian tugas gerak dengan kemampuan siswa. Ketidaksesuain tugas gerak yang dimaksud adalah pada tingkat kesulitan atau jenis tugas gerak yang baru. Terkadang guru sering lupa mengenai kemampuan siswanya. Misalnya guru pendidikan jasmani memberikan tugas gerak dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi pada salah seorang siswa yang dianggapnya mampu, sementara kemampuan siswa belum mencapai ke arah itu. Ini bisa terjadi karena guru terlalu berpatokan kepada tuntuan kurikulum tanpa melihat dan mempertimbangkan lingkungan pembelajaran yang sesungguhnya yang sedang dihadapi. Hal ini pula yang sering menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar gerak. Kesulitan belajar gerak pada siswa akan dapat diminimalisir atau dihindarkan apabila guru mampu manyajikan materi yang sesuai dengan kemampuan siswa (Husdarta dan Saputra, 2000). Variabel terkahir yang menjadi penyebab kesulitan belajar gerak yang dihadapi oleh siswa sekolah dasar adalah variabel lingkungan, yang terdiri atas fasilitas dan sarana pendukung pembelajaran. Selama ini fasilitas dan sarana pendukung pembelajaran pendidikan jasmani sering dikeluhkan oleh para guru pendidikan jasmani karena tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian terhadap para guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Sumedang yang menunjukkan bahwa alat dan media pembelajaran tidak menjadi faktor utama yang 52
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar gerak. Meski demikian mereka tetap berpegang pada pernyataan bahwa ketersediaan fasilitas pendukung pembelajaran sangat diperlukan agar penyajiannya jelas dan utuh (Husdarta dan Saputra, 2000). Yang terpenting adalah tersedianya lapangan yang cukup luas yang dapat menjadi stimulus bagi siswa untuk mengekplorasi kemampuan geraknya dalam ruang atau lapangan yang tersedia. Bagi sebagian besar guru pendidiakan jasmani, alat pembelajaran dapat direkayasa atau diganti dengan alat bantu yang menyerupai alat sesungguhnya. Ini dimungkinkan karena di sebagian besar sekolah dasar tersedia sumber-sumber penunjang seperi bahanbahan yang dapat dijadikan alat peraga untuk pembelajaran penjas. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel pengalaman belajar (metode belajar dan tugas ajar) dapat menjadi faktor penyebab pokok terjadinya kesulitan belajar gerak pada siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. Demikian juga dengan variabel lingkungan belajar. Dari kedua variabel yang berhasil diidentifikasi terbukti bahwa variabel pengalaman belajar memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan variabel lingkungan belajar sebagai faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar gerak siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Arma dan Manadji, Agus (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Jakarta. Cholik M., Toho dan Lutan, Rusli ,(1996/1997), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan Penidikan Guru Sekolah Dasar. Husdarta dan Saputra, M. Yudha (2000) Kiram, Yanuar, (1992), Belajar Motorik, Depdiknas Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
53
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
Lutan, Rusli (1988). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Lutan, Rusli (2002) Ma’mun, Amung dan Mahendra, Agus (1998). Teori Belajar dan Pembelajaran Motorik. Bandung: IKIP Bandung Press. Makmun, Syamsuddin (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Natawidjaya, Rochman (1997). Profil Kemampuan Guru Sekolah Dasar. Depdikbud Konsorsium Ilmu Pendidikan. Jakarta. Schmidt, Richard A. (1991). Motor Learning and Performanca From Principles to Practice. Illionis: Human Kinetics Books. Soemitro, (1992) Sudjana, Nana dan Ibrahim (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Sukintaka, (1992) Supandi, (1992). Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pmbinaan Tenaga Kependidikan. Suharsimi, Arikunto (1993), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta. Suherman, Adang, (1998), Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani, Bandung : IKIP Bandung Press.
54
Journal of Physical Education and Sport Volume 1 Nomor 1
Sugiyanto dan Sudjarwo, (1991). Materi Pokok Perkembangan Dan Belajar Gerak Buku I Modul 1-6. Jakarta: Depdikbud Proyek Penataran Guru SD setara D-II Bagian Proyek Penataran Guru Penjas SD setara D-II. Surakhmad, Winarno. (1998). Pengantar Metodologi Ilmiah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Syarifuddin, A., Muhadi. (1992/1993). Pandidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Research Journal of Physical Education Departemen Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudi Nomor 229 Bandung. Hp. 081321994631; 081395402906. e-mail:
[email protected] atau ke Dadan Mulyana Hp. 08122194780.
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia
55