Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
IDENTIFIKASI GEN PENCIRI RESISTENSI GENETIK TERHADAP FLU BURUNG PADA AYAM SENTUL (Identification of Marker Gene for Resistance to Avian Influenza in Sentul Chicken) T. SARTIKA, S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Mx gene is a marker genes of avian influenza in chicken, that is a candidate gene located on chromosome 1, with a fragment length of 20,767 base pairs (bp), consists of 13 exon, the coding region for proteins of 2115 bp and the remaining 705 bp amino acids. Resistance of avian influenza was found in exon 13 nucleotide number 631 of the base transition mutations (single mutation). Point mutations occurring bases are GC to AT base pairs, causing changes in the amino acid serine to asparagine. The presence of the amino acid asparagine at nucleotide number 631of exon 13 indicates the chicken is resistant to avian influenza, is marked by the gene Mx++. When that happens is a base mutation into the amino acid serine, the chickens are vulnerable to avian influenza, marked by the gene Mx--. This study aimed to identify Mx++ gene of Sentul chicken in order to produce avian influenza resistant breed of local chickens in order to revitalize the poultry farming sector IV. The use of molecular techniques to select candidate genes genotype Mx++, is expected to accelerate the development of local chicken breed that are resistant to avian influenza. The study was conducted at IRIAP. As many as 90 hen of Sentul chickens and 20 Sentul cocks were used as research material to extract DNA in order to find the frequency of gene Mx++, Mx+- and Mx--. PCR-RFLP method (Polymesase Chain Reaction-Restriction Fragment length Polymorphism) with acrylamide gel electrophoresis was used to detect Mx gene. The results showed that hen of Sentul chicken in all samples (n = 90) was genotype AG or obtained Mx+- gene equal to 100%. Thus the frequency of allele Mx+ and Mx- 50% respectively. However, for the cocks showed a genotype variation, although in limited numbers, so that gene frequencies obtained by 55% Mx+ and Mx- genes of 45%. There were no differences between genotype Mx genes with a titer of antibody against the AI (Avian Influenza). Key Words: Sentul Chicken, Breeding, Avian Influenza, Mx Gene ABSTRAK Gen penciri resistensi flu burung pada ayam yaitu Gen Mx, merupakan gen kandidat yang terletak pada kromosom 1, dengan panjang fragmen 20.767 pasang basa (pb), terdiri atas 13 exon, daerah yang mengkode protein (coding region) sebanyak 2.115 pb dan sisanya 705 pb asam amino. Resistensi flu burung ditemukan pada exon 13 nukleotida nomor 631 yaitu adanya mutasi basa transisi (single mutation). Poin mutasi basa yang terjadi adalah pasangan basa GC menjadi AT (purin menjadi purin), sehingga menyebabkan perubahan asam amino serin menjadi asparagin. Adanya asam amino asparagin pada nukleotida nomor 631 exon 13 menandakan ayam tahan terhadap flu Burung, ditandai dengan gen Mx++. Apabila yang terjadi adalah mutasi basa menjadi asam amino serin maka ayam rentan terhadap flu burung, ditandai dengan gen Mx--. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi ayam Sentul pembawa gen Mx++ guna menghasilkan bibit ayam lokal tahan flu burung dalam rangka revitalisasi peternakan unggas sektor IV. Penggunaan teknik molekuler dengan memilih genotipe gen kandidat Mx++, diharapkan dapat mempercepat pembentukan jenis ayam lokal yang resisten/tahan terhadap flu burung. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak. Sebanyak 90 ekor ayam Sentul betina fase produksi dan 20 ekor pejantan Sentul umur dewasa digunakan sebagai materi penelitian untuk di ekstrak DNAnya guna mencari frekuensi gen Mx++, Mx+- dan Mx--. Metode PCR-RFLP (Polymesase Chain Reaction-Restriction Fragment length Polymorphism) dengan elektroforesis gel akrilamid digunakan untuk mendeteksi Gen Mx. Hasil penelitian menunjukkan ayam Sentul betina pada semua sampel (n = 90) diperoleh genotipe AG atau genotipe gen Mx+- sebesar 100%. Dengan demikian frekuensi alel Mx+ dan Mx– masing-masing 50%. Namun pada ayam jantan terlihat adanya variasi genotipe walaupun dalam
724
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
jumlah terbatas, sehingga diperoleh frekuensi gen Mx+ sebesar 55% dan gen Mx– sebesar 45%. Tidak ada perbedaan antara genotype gen Mx dengan titer antibody terhadap AI (Avian Influenza). Kata Kunci: Ayam Sentul, Breeding, Flu Burung, Gen Mx.
PENDAHULUAN Penanganan kasus flu burung selama ini belum pernah ditinjau dari segi genetik ayamnya yaitu dari bibit ayam yang tahan terhadap flu burung. Penanggulangan yang telah dilakukan adalah membasmi virusnya dengan penerapan biosekuriti serta vaksinasi, namun demikian virus mudah sekali bermutasi sehingga vaksinasi kadangkala tidak efektif. Penerapan biosekuriti serta vaksinasi, pada perusahaan breeding farm komersil tidak menjadi masalah dan kasus flu burung dapat diatasi dengan cepat. Selanjutnya masalah yang timbul adalah pada peternakan rakyat kecil terutama pada pemeliharaan ayam Lokal dengan cara diumbar, penanganan biosekuriti maupun vaksinasi sangat sulit dilakukan. Padahal sebagian besar (80%) peternakan ayam Lokal di Indonesia adalah peternak kecil. Oleh karena itu perlu dicarikan alternatif dengan menyediakan bibit ayam lokal yang tahan/resisten terhadap flu burung. Dengan berkembangnya IPTEK saat ini, seleksi secara molekuler menjadi topik yang menarik untuk dicoba, karena respons seleksi akan lebih cepat dan akurat (MEUWISSEN, 2003). Penggunaan gen kandidat yang dipilih sebagai marker akan tepat karena merupakan blue print hasil riset genom yang keakuratannya terjamin dan terdaftar pada database Assession number bank DNA. Oleh karena itu, apabila metodologi penentuan gen tersebut dikuasai, aplikasi untuk menghasilkan bibit dengan seleksi molekuler dan kriteria seleksi yang diinginkan akan lebih mudah tercapai. Ayam Sentul merupakan plasma nutfah ayam lokal unggulan daerah Ciamis. Keunggulan ayam Sentul performa fenotipenya yang khas yaitu mempunyai bulu penutup dengan warna bulu dasar abu-abu, mulai dari abu-abu keputihan (Sentul Debu), abu-abu (Sentul Kelabu), abu-abu kehitaman (Sentul Batu), abu-abu kemerahan (Sentul Geni), abuabu kekuningan (Sentul Emas) dan abu-abu merah jingga (Sentul Jambe). Bobot dewasa jantan sebesar 2,6 kg, bobot dewasa betina sebesar 1,7 kg. Produksi telur sebesar 114 butir
per tahun dan bobot telur sebesar 44,1 gram (SARTIKA dan ISKANDAR, 2007; SARTIKA et al., 2008). Berdasarkan penelusuran secara genetik berdasarkan teknologi mutakhir yaitu menggunakan penanda genetik mitokondria DNA, dari 48 sampel ayam Sentul yang diambil dari Jatiwangi sebanyak 31 sampel dan dari Ciulu Banjarsari-Ciamis sebanyak 17 sampel, diperoleh hasil bahwa 92,86% termasuk clade II yaitu kelompok yang menjadi ciri ayam asli Indonesia dan hanya 0,05% yang termasuk clade III yaitu kelompok yang mencirikan ayam yang berasal dari China (SULANDARI et al., 2007). Kemudian diperoleh bahwa sebagian besar ayam lokal Indonesia masuk ke dalam clade II yang berbeda dengan ayam lokal di negara Asia lainnya, sehingga diakui bahwa Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam didunia setelah China (Sungai Henan) dan India (lembah Hindus) (SULANDARI et al., 2007; SULANDARI et al.,2008). Oleh karena itu ayam Sentul merupakan sumberdaya genetik ayam asli Indonesia yang sangat menarik untuk dikembangkan lebih lanjut termasuk bagaimana ketahanannya terhadap flu burung. Tujuan penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mengidentifikasi genotipe alel Mx++ (tahan/resisten), genotipe alel heterosigot Mx+-(tahan dan sensitif) dan genotipe alel Mx-(rentan/sensitif) terhadap Flu burung yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar untuk dilakukan seleksi. MATERI DAN METODE Sebanyak 110 ekor ayam Sentul terdiri dari 90 ekor induk dan 20 ekor pejantan hasil koleksi plasma nutfah di Balai Penelitian Ternak diambil sampel darahnya. Pada semua sampel darah (110 sampel) dilakukan ekstraksi DNA, amplifikasi gen Mx dan identifikasi untuk mendapatkan gen Mx++, Mx+- dan Mx--. Setelah teridentifikasi, populasi ayam dibagi 3 kelompok berdasarkan genotipenya Mx++ (tahan/resisten flu burung), Mx+- (tahan dan
725
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
sensitif flu burung) dan Mx--(sensitif/rentan flu burung). Dari ketiga kelompok genotipe tersebut dilakukan titer antibodi terhadap AI. Ekstraksi DNA Material DNA yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa darah. Darah diambil sebanyak 0,1 – 0,3 ml pada setiap individu ayam. Darah yang telah dikoleksi kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml yang telah diisi terlebih dahulu dengan EDTA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan mengikuti metoda yang dikembangkan oleh SAMBROOK et al. (1989). Hasil ekstraksi berupa DNA total diamati secara kualitatif dengan proses elektroforesis pada gel agarose 1%. Sedangkan untuk pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung konsentrasi DNA total dengan mesin spektrofotometer. Identifikasi gen Mx Identifikasi genotipe gen Mx dilakukan berdasarkan metode PCR - RFLP (Polymerase Chain Reaction-Rectriction Fragment lengh polymorphism) menurut KO et a.l. (2002); MAEDA (2005) dan SULANDARI et al. (2007). Primer spesifik untuk mengamplifikasi gen Mx berdasarkan SEYAMA et al., (2006) adalah primer Foward NE-F2 (5’CCTTCAGCCTGTTTTTCTCCTTTTAGG AA3’) dan primer Reverse NE-R2/R (5’CAGAGGAATCTGATTGCTCAGGCGTG TA3). Untuk amplifikasi fragmen DNA gen Mx digunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Komposisi coctail PCR dalam volume 25µl adalah primer forward 1µl, primer reverse 1µl, DNA template (50 ng) 2 µl, PCR mix 12,5 µl dan pure water 8,5 µl. Kondisi PCR yang digunakan yaitu pre denaturasi 94oC selama 5 menit, kemudian denaturasi 94oC selama 60 detik, annealing pada temperatur 60oC selama 60 detik dan elongasi pada temperatur 72oC selama 60 detik, dengan siklus sebanyak 35 kali, dan final extention 72oC selama 5 menit. Produk PCR disegregasikan dengan alat elektroforesis gel agarose 1,2% dalam buffer TBE 0,5x selama
726
60 menit dengan voltage 90 volt konstan, kemudian diwarnai dengan ethidium bromide dan dilihat memakai alat Ultra Violet. Dokumentasi dilakukan dengan memotret hasil elektroforesis tersebut menggunakan alat gel document (Gel doc), kemudian disimpan pada file flash disk. Penentuan gen Mx++. Mx+- dan Mx-Untuk menentukan genotipe Mx++, Mx+dan Mx-- digunakan metode PCR RFLP yaitu hasil PCR dari fragmen gen Mx dipotong oleh enzim restriksi yang dapat memotong situs 631 yaitu enzim restriksi Rsa1(MAEDA, 2005; KO et al., 2002). Komposisi pemotongan enzim restriksi sebagai berikut: fragment gen Mx (hasil PCR) sebanyak 10 µl ditambah 1 unit enzim restriksi Rsa1 (0,1 µl), ditambah buffer 2 µl dan pure water 7,9 µl, total volume 20 µl dilakukan inkubasi pada temperatur 37oC selama 16 jam (overnight), keesokan harinya setelah inkubasi selesai diinaktif pada temperatur 65oC selama 10 menit. Hasil pemotongan dengan enzim restriksi dapat diketahui dengan memigrasikan DNA tersebut, menggunakan elektroforesis gel agarose SFR (fine resolution) 3% dalam buffer TBE 0,5% dengan voltage 90 volt konstan, serta menggunakan pewarnaan ethidium bromide kemudian didokumentasikan dengan alat Gel doc. Untuk lebih memperjelas hasil pemotongan dengan enzim restriksi, dilakukan migrasi DNA hasil pemotongan menggunakan vertikal elektroforesis akrilamid dengan pewarnaan perak nitrat. Prosedur pewarnaan perak nitrat berdasarkan SULANDARI dan ZEIN (2003). Peubah yang diukur adalah frekuensi genotipe Mx++, Mx+- dan Mx-- dan titer antibodi dari masing-masing genotipe. Data disajikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA telah dilakukan pada semua sampel yaitu sebanyak 110 sampel yang terdiri 90 sampel ayam Sentul betina dan 20 sampel ayam Sentul jantan. Molekul DNA teramat kecil, apabila jumlahnya sangat banyak hanya terlihat seperti serat benang putih. Untuk
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
mengetahui keberhasilan ekstraksi DNA diperlukan visualisasi DNA dengan elektroforesis gel agarose. Hasil visualisasi DNA total disajikan pada Gambar 1. 1 2 3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Gambar 1. DNA total ayam Sentul
Hasil visualisasi DNA total tersebut terlihat sangat beragam, padahal metode yang digunakan adalah sama. Hal tersebut menunjukkan masing-masing individu ayam mempunyai karakteristik DNA yang berbeda-
beda. Hal tersebut terbukti dari hasil perhitungan konsentrasi DNA pada masingmasing individu pun sangat beragam. Oleh karena itu diperlukan pengenceran untuk membuat konsentrasi DNA yang seragam/sama yaitu sebesar 50 ng. Hal tersebut diperlukan agar amplifikasi fragmen DNA selanjutnya yaitu untuk mendapatkan gen Mx diperlukan konsentrasi DNA template yang sama sebesar 50 ng. Perhitungan sebagian sampel konsentrasi DNA pada ayam Sentul disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1, terlihat kemurnian DNA kurang memadai yaitu mempunyai nilai kemurnian dibawah dan diatas 1,8. Jika nilai kemurnian DNA dibawah nilai 1,8 artinya masih terkontaminasi protein atau phenol di dalam larutan dan harus dibersihkan dengan proteinase K. Apabila nilai kemurnian DNA di atas 1,8 maka sebaiknya dimurnikan ulang dengan penambahan Rnase (SULANDARI dan ZEIN, 2003).
Tabel 1. Perhitungan Konsentrasi DNA ayam Sentul dan pengenceran No.
λ 260
λ 280
Cons μg/ml
Kemurnian λ 260 : λ 280
1
0,039
0,025
193.1469
2
0,052
0,037
3
0,037
4
Pengenceran DNA (50 ng) DNA
PW
1.56
12,9
37,1
261.5453
1.4325
9,6
40,4
0,028
184.7466
1.3149
13,5
36,5
0,045
0,040
222.8065
1.1086
11,2
38,8
5
0,030
0,044
148.3728
0.6759
16,8
33,2
6
0,320
0,281
1601.9905
1.1422
1,6
48,4
7
0,015
0,017
74.4129
0.8810
33,6
16,4
8
0,211
0,222
1055.5305
0.9509
2,4
47,6
9
0,034
0,043
169.0832
0.7862
14,8
35,2
12
0,201
0,212
1006.7833
0.9504
2,5
47,5
14
0,047
0,06
236.7159
0.7911
10,6
39,4
15
0,181
0,198
902.9511
0.9131
2,8
47,2
16
0,201
0,214
1002.9610
0.9357
2,5
47,5
17
0,067
0,08
335.1617
0.8338
7,5
42,5
18
0,149
0,152
747.0004
0.9860
3,3
46,7
20
0,362
0,312
1808.793
1.1592
1,4
48,6
727
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PCR (polymerase chain reaction) PCR merupakan suatu teknik perbanyakan molekul DNA dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu. Dalam hal ini, PCR diperlukan untuk mengamplifikasi fragmen DNA gen Mx menggunakan primer spesifik, dengan kata lain merupakan perbanyakan fragmen DNA gen Mx secara invitro. Dari 110 sampel DNA telah berhasil dilakukan amplifikasi fragmen DNA gen Mx sebesar 100 pb, sesuai dengan hasil Maeda, (2005); Seyama et al (2006). Hasil PCR pada sebagian sampel ayam Sentul dapat dilihat pada Gambar 2.
AA dengan besaran fragmen DNA (alel) 100 pb menunujukkan gen Mx++, genotipe AG dengan besaran fragmen DNA 100 pb dan 73 pb menunjukkan gen Mx+-, dan genotipe GG dengan besaran fragmen DNA 73 pb menunjukkan gen Mx--(SEYAMA et al., 2006). Identifikasi alel hasil pemotongan enzim tersebut dapat divisualisasi dengan memigrasikan fragmen DNA gen Mx pada agarose gel SFR seperti Gambar 3 maupun pada akrilamid gel seperti tertera pada Gambar 4
100 pb
AG/Mx+-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 M
50 pb
1 – 12: genotipe AG atau Mx +M: DNA ladder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Gambar 2. Fragmen DNA gen Mx hasil PCR
Hasil PCR ini sudah sesuai dengan target, kemudian untuk identifikasi alel guna mengetahui genotipe gen Mx++, Mx+- dan Mx-diperlukan pemotongan enzim restriksi (restriction endonuclease) menggunakan enzim Rsa1(5’GT AC3’). Identifikasi alel Resistensi flu burung ditemukan pada exon 13 nukleotida nomor 631 yaitu adanya mutasi basa transisi (single mutation). Poin mutasi basa yang terjadi adalah pasangan basa GC menjadi AT (purin menjadi purin), sehingga menyebabkan perubahan asam amino serin menjadi asparagin. Adanya asam amino asparagin pada nukleotida nomor 631 exon 13 menandakan ayam tahan terhadap flu Burung, ditandai dengan gen Mx++. Apabila yang terjadi adalah mutasi basa menjadi asam amino serin maka ayam rentan terhadap flu burung, ditandai dengan gen Mx--. Pada penelitian ini digunakan mismatch primer dengan PCR RFLP untuk mengetahui individu ayam pembawa gen Mx positif atau negatif dengan pemotongan enzim restriksi Rsa1. Genotipe
728
Gambar 3. Genotipe gen Mx pada ayam Sentul betina
Hasil dari pemotongan enzim restriksi ayam Sentul betina pada semua sampel (n = 90) diperoleh genotipe AG atau genotipe gen Mx+- sebesar 100%. Dengan demikian frekuensi alel gen Mx+ dan Gen Mx– masing masing 50%. Namun pada ayam jantan terlihat adanya variasi genotipe walaupun dalam jumlah terbatas. Terlihat pada Gambar 4. terdapat genotipe AA (Mx++) sebanyak 3 sampel yaitu pada ternak no 106, 102 dan 98, genotipe GG (Mx--) pada no sample 92 dan sample lainnya bergenotipe AG (Mx+-). Secara keseluruhan genotipe gen Mx dapat disajikan pada Tabel 2.
100 pb 73 pb Ladder 50pb
106 105 104 103 102 101 100 99 98 97 96 92 Gambar 4. Genotipe gen Mx pada ayam sentul jantan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Frekuensi Genotipe Gen Mx ayam Sentul betina dan jantan dalam penelitian ini Jumlah ayam Betina (90)
Genotipe AA/Mx 0
++
AG/Mx+-
GG/Mx--
Frekuensi alel
90
0
f (A/Mx+) = 0,50 f (G/Mx-) = 0,50
Jantan (20)
3
16
1
f (A/Mx+) = 0,55 f (G/Mx-) = 0,45
Hasil Identifikasi genotipe gen Mx pada ayam Sentul betina diperoleh hasil pada semua ayam bergenotipe heterosigot AG, artinya pada semua ayam betina Sentul bisa tahan dan bisa tidak. Akan tetapi untuk generasi berikutnya induk betina heterosigot (AG) bila dikawinkan dengan pejantan heterosigot (AG) akan diperoleh turunan dengan genotipe AA : AG : GG sebanyak 25 : 50 : 25%, sedangkan bila induk betina dikawinkan dengan pejantan genotipe AA, akan diperoleh turunan 75% AA dan 25% AG. Oleh karena itu seleksi baru dapat dilakukan pada hasil keturunannya. Identifikasi gen Mx pada 15 rumpun ayam lokal telah dilakukan SULANDARI et al. (2009) dan diperoleh hasil frekuensi alel A (resistant) yang paling tinggi (87,14%) adalah ayam Cemani dan paling rendah (38,33%) adalah ayam Kapas. Pada populasi ayam Sentul di Ciamis diperoleh frekuensi alel A sebesar 62,77%, lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan ayam Sentul pada penelitian ini merupakan ayam Sentul pada populasi terbatas yang ada di Balitnak dengan sistem perkawinan IB hanya menggunakan pejantan yang terbatas pula, sehingga genotipe gen Mxnya hampir sama. Penelitian lainnya yang mengidentifikasi gen Mx pada ayam telah banyak dilakukan (KO et al., 2002; KO et al.,
2004; WATANABE, 2003; MAEDA, 2005; LI et al., 2006; SEYAMA et al., 2006; BALKISSON et al., 2007; SULANDARI et al., 2009 dan SARTIKA et al., 2010). Pengukuran titer anti body terhadap AI (Avian Influenza) Pengukuran titer antibodi AI, diperlukan untuk mengetahui apakah ada keragaman dari titer antibodi ayam berdasarkan genotipe ketahanannya terhadap flu burung dan juga untuk mengetahui karakter ketahanan terhadap flu burung bila dilakukan dengan pengamatan fenotifik yang dapat dikuantifikasi. Hal tersebut dilakukan karena analisis secara genetik dengan identifikasi fragmen DNA gen Mx memerlukan waktu dan bahan yang mahal, apabila dapat dikuantifikasi secara fenotipe akan lebih memudahkan untuk diterapkan pada peternak. Namun demikian hasil yang diperoleh dari titer antibodi terhadap AI (Avian Influenza) tidak diperoleh perbedaan pada semua individu ayam. Semua ayam dinyatakan negatif terhadap AI, sehingga berdasarkan genotipenya tidak ada perbedaan. Hasil titer antibodi pada sebagian sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
729
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 3. HASIL HI test Avian Influenza (AI) pada ayam Sentul Jumlah contoh dengan titer (log 2)
No. contoh
Genotipe
87
AG
1
- ve
88
AG
1
- ve
89
AG
1
- ve
90
AG
1
- ve
91
AG
1
- ve
92
GG
1
- ve
93
AG
1
- ve
94
AG
1
- ve
95
AG
1
- ve
96
AG
1
- ve
97
AG
1
- ve
98
AA
1
- ve
99
AG
1
- ve
100
AG
1
- ve
101
AG
1
- ve
102
AA
1
- ve
103
AG
1
- ve
104
AG
1
- ve
105
AG
1
- ve
-Ve
1
2
3
KESIMPULAN 1.
2.
3.
730
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa identifikasi genotipe gen Mx pada ayam Sentul betina diperoleh hasil monomorfik dengan genotipe AG, artinya ayam tersebut ketahanannya terhadap flu burung bisa tahan dan bisa tidak. Frekuensi alel A/Mx+ sebesar 50% dan alel G/ Mx− sebesar 50%. Identifikasi genotipe ayam Sentul jantan diperoleh Genotipe yang tahan terhadap flu burung (AA) sebanyak 3 ekor, yang tidak tahan (GG) sebanyak 1 ekor dan yang bisa tahan bisa tidak sebesar 16 ekor. Frekuensi alel A/Mx+ sebesar 55% dan Mx− sebesar 45%. Tidak ada perbedaan antara genotipe gen Mx dengan titer antibodi terhadap AI (Avian influenza).
4
5
6
7
8
9
10
11
Rataan
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Penelitian Ternak yang telah membiayai penelitian ini dengan no Protokol: NR/Biotek/L-01/Breed/2009. Kepada rekan sekerja terutama Laboran yang mengerjakan penelitan ini diucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA BALKISSON, D., K. STAINES, J. MCCAULEY, J. WOOD, .YOUNG, J. KAUFMAN and C. BUTTER.2007. Low frequency of the Mx allele for viral resistance predates recent intensive selection in domestic chicken. Immunogenetics , 59: 687 – 691.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
KO, J.H., H.K. JIN, A. ASANO, A. TAKADA, A. NINOMIYA, H. KIDA, H. HOKIYAMA, M. OHARA, M. TSUZUKI, M. NISHIBORI, M. MIZUTANI and T. WATANABE. 2002. Polymorphisms and the differential antiviral activity of the chicken Mx gene. Genome Research 12 (4): 595 – 601. KO, J.H., A. TAKADA, T. MITSUHASHI, T. AGUI and T. Watanabe. 2004. Native antiviral specificity of chicken Mx protein depends on amino acid variation at position 631. Animal genetic 35 (2): 119 – 122. MAEDA. 2005. Polymorphism of Mx Gene in Asian Indigenous chicken poplation. Makalah Dipresentasikan pada Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal III, Universitas Diponegoro, 25 Agustus 2005. MEUWISSEN, T. 2003. Genomic selection: The future of marker assisted selection and animal breeding. Electronic forum on biotechnology in food and agriculture. MAS a fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding, session II, MAS in animals. FAO, Conference 10. http://www.fao.org./Torino [Juli 26, 2004] SAMBROOK, J., E.F. FRITSCH and T. MANIATIS. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory Manual. 2nd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. SARTIKA, T. dan S. ISKANDAR. 2007. Mengenal plasma nutfah ayam Indonesia dan pemanfaatannya. Buku. Edisi pertama. Balai Penelitian Ternak. 140 hal. SARTIKA, T., S. ISKANDAR, T. SUSANTI, S. SOPIYANA, D. ZAINUDDIN dan A. UDJIANTO. 2008. Karaktrisasi dan koleksi ayam lokal spesifik. Laporan Penelitian Balitnak No Protokol: UAT/BRE/D-03/APBN 2007. 47 hal.
SEYAMA, T., J. H. KO, M. OHE, N. SASAOKA, A. OKADA, H. GOMI, A. YONEDA, J. UEDA, M. NISHIBORI, S. OKAMOTO, Y. MAEDA and T. WATANABE. 2006. Population research of genetic polymorphism at amino Acid position 631 in chicken Mx protein with differential antiviral activity. Biochem. Genet. 44: 432 – 443. SULANDARI, S., M.S.A. ZEIN, D. ASTUTI And T. SARTIKA. 2007. Unblocking Indonesian Indigenous Chicken Genome to explore genetic resistance to avian influenza virus infection. Laporan Akhir, Program Insentif KNRT Tahun Anggaran 2007. SULANDARI, S., M.S.A. ZEIN and T. SARTIKA. 2008. Molecular characterization of Indonesian Indigenous chickens based on Mitochondrial DNA Displacement (D)-loop sequences. Hayati 15 (4): 145 – 154. SULANDARI, S. dan M,S.A. ZEIN. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Buku. Edisi pertama. Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI. 125 hal. SULANDARI, S., M.S.A. ZEIN, D. ASTUTI and T. SARTIKA. 2009. Genetic polymorphisms of the chicken antiviral Mx gene in a variety of Indonesian indigenous chicken breeds. J. Veteriner, 10 (2): 50 – 56. WATANABE, T. (2003). Genomic analysis of antiviral resistant Mx gene in the chicken. Lab. Animal Breeding and Reproduction, Hokkaido University, Sapporo, Japan. Paper Presented in International workshop on Animal Genome Analysis, KKR Hotel Tokyo, 6 November 2003.
SARTIKA, T., S. SULANDARI and M.S.A. ZEIN. 2010. Selection of Mx gene genotype as genetic marker for avian influenza resistance in Indonesian native chicken. Presented In: International Symposium Animal Genomics for Animal Health (AGAH), 31 May – 2 June 2010. Submit to BMC Proc.
731