IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI FUNGI PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.)
LIANY ANNA RAHAYU
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/ 1436 H
IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI FUNGI PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: LIANY ANNA RAHAYU 1110095000044
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/ 1436 H
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Januari 2015
Liany Anna Rahayu 1110095000044
ABSTRAK
LIANY ANNA RAHAYU. Identifikasi dan Deskripsi Fungi Penyebab Penyakit pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditi usaha tani karena merupakan sumber protein nabati yang baik bagi manusia. Produksi sayuran kacang panjang dari tahun 2010–2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan yang salah satunya disebabkan oleh penyakit tanaman yang disebabkan oleh organisme patogen yaitu fungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, marga dan deskripsi dari fungi penyebab penyakit tanaman kacang panjang serta mengetahui gejala penyakit yang ditimbulkan. Metode yang digunakan untuk pengamatan gejala adalah metode survei dan metode yang digunakan untuk isolasi adalah metode inokulasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 jenis dari 6 marga yaitu Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Penicillium, Trichoderma dan Fusarium pada kedua ketinggian. Fungi yang terdapat di ketinggian 85 m dpl adalah Aspergillus sp., Fusarium sporotrichioides, Mucor sp., Penicillium sp.1, Penicillium sp.2, R. oryzae dan Trichoderma harzianum. fungi yang terdapat pada ketinggian 373 m dpl adalah A. flavus, A. niger, A. tamarii, Mucor racemosus, R. oryzae dan R. stolonifer. Fungi yang ditemukan hampir semua menyerang bagian daun dengan gejala yang tampak adalah bercak-bercak, terdapat miselium berwarna hitam dan kelayuan pada daun. Kata kunci : Jenis, Marga, Gejala, Ketinggian Tempat.
i
ABSTRACT LIANY ANNA RAHAYU. Identification and Description of Fungi which Cause Disease in Long Bean (Vigna sinensis L.). Undergraduated Thesis. Biology Department, Faculty of Science and Technology, State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015. Bean plant (Vigna sinensis L.) were potentially developed as a agriculture comodity because it is one of a good source of vegetable protein for human.The production of long bean from 2010 to 2013 was decreased significantly. The decline was caused by plant disease which caused by fungi. This research aimed to find out the kind of fungi which cause a disease in long bean. Survey method was used in symptom observation while direct inoculation was used in isolation. The results showed that there are 12 species from 6 genera such as Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Penicillium, Trichoderma dan Fusarium. There are 6 species in the 85 m above sea level area and 6 species from genus Apergillus, Rhizopus and Mucor in the 373 m above sea level area. Almost all of the fungi was found in leaves with the symptom such as spots, black patches of mycelium and wilted. Keyword: Species, Genus, Symptom, Altitude.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh hamba-Nya. Penulis juga menyampaikan shalawat dan salam kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun seluruh umat menuju jalan yang penuh kemuliaan. Dengan rasa syukur atas nikmat iman dan Islam serta nikmat sehat wal’afiat, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI FUNGI PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.). Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan inilah penulis mengucapkan terimakasih dengan rasa hormat kepada : 1.
Kedua Orang tua, Anggi Pratama Putra, S.E. yang senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun materil atas segala doa dan keikhlasannya serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3.
Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi serta selaku dosen penguji I dalam seminar hasil penelitian yang telah memberikan izin dan memberikan masukan dalam melaksanakan penelitian ini.
4.
Priyanti, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia membimbing dan memotivasi serta memberi saran kepada penulis.
iii
5.
Ir. Armaeni Dwi Humaerah, M.Si selaku pembimbing II yang telah membantu dan membimbing penulis melaksanakan penelitian ini.
6.
Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji II dalam seminar hasil penelitian yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
7.
Dr. Fahma Wijayanti, M.Si dan Etyn Yunita, M.Si selaku penguji dalam sidang munaqosyah yang telah memberi bimbingan dan masukkan saat penyusunan skripsi.
8.
Seluruh dosen Biologi dan staf Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9.
Muhamad Aziz Akbar, Muhammad Fikki Windra, Jane Ratini Putri, Siti Laila Lestari Rusma, Remila Selvany yang telah membantu, dan menyemangati penulis selama pembuatan skripsi ini semoga kebaikan kalian mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
10. Teman-teman Biologi angkatan 2010 yang sama-sama saling mendoakan dan memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada Allah SWT, semoga semua pihak yang telah membantu penulis atas penyelesaian skripsi ini dapat diberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin.
Jakarta, Januari 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i iii v vii viii ix
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
1 1 3 3 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Tanaman Kacang Panjang (V. sinensis L.) .............................. 2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Panjang .............................. 2.2.1 Iklim ............................................................................... 2.2.2 Tanah ............................................................................... 2.3 Penyakit Tanaman ................................................................... 2.3.1 Tanda-Tanda Tanaman Sakit ........................................... 2.4 Fungi ........................................................................................ 2.4.1 Pertumbuhan Fungi ........................................................ 2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi ................................................................................ 2.4.3 Reproduksi Fungi ........................................................... 2.4.4 Klasifikasi fungi ............................................................. 2.4.5 Fungi Patogen .................................................................
4 4 6 6 7 7 8 11 11 12 13 15 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 3.3 Cara kerja.................................................................................. 3.3.1 Pengambilan Sampel ....................................................... 3.3.2 Pengukuran Parameter Fisik ............................................ 3.3.3 Identifikasi Fungi............................................................. 3.3.3.1 Pembuatan Media Tanam Fungi .......................... 3.3.3.2 Isolasi Fungi ........................................................ 3.3.3.3 Pengamatan Fungi ............................................... 3.4 Analisis Data ...........................................................................
20 20 20 21 21 21 21 21 22 22 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 4.1 Faktor Fisik Lokasi Penelitian ..................................................
24 24
v
4.2 Pengamatan Gejala Serangan Penyakit Pada Tanaman Kacang Panjang ..................................................................................... 4.3 Jenis-Jenis Fungi dan Organ Tanaman Kacang Panjang Yang Diserang .................................................................................... 4.4 Deskripsi Jenis-Jenis Fungi ...................................................... BAB V
26 32 35
PENUTUP ...................................................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 5.2 Saran .........................................................................................
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
48 51
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29.
Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis) ................................. Konidi Fungi Deuteromycetes. ........................................................ Siklus Hidup Fungi Phytophthora .............................................. Daun yang terserang Trichoderma harzianum. .......................... Daun yang terserang Fusarium sporotrichioides........................ Gejala serangan fungi. ............................................................... Gejala serangan Penicillium sp. .................................................. Makroskopis A. niger .................................................................. Mikroskopis A. niger .................................................................. Makroskopis A. flavus................................................................. Mikroskopis A. flavus ................................................................. Makroskopis A. tamarii . ............................................................ Mikroskopis A. tamarii. ............................................................. Makroskopis Aspergillus sp. ....................................................... Mikroskopis Aspergillus sp. ....................................................... Makroskopis Fusarium sporotrichioides .................................. Mikroskopis Fusarium sporotrichioides .................................... Makroskopis Mucor racemosus ................................................. Mikroskopis Mucor racemosus ................................................. Makroskopis Mucor sp. ............................................................. Mikroskopis Mucor sp. ............................................................... Makroskopis Penicillium ........................................................... Mikroskopis Penicillium ............................................................ Makroskopis R. oryzae .............................................................. Mikroskopis R. oryzae ............................................................... Makroskopis R. stolonifer .......................................................... Mikroskopis R. stolonifer .......................................................... Makroskopis Trichoderma harzianum........................................ Mikroskopis Trichoderma harzianum ........................................
vii
4 14 14 29 30 32 32 36 36 37 37 37 38 38 39 39 40 40 41 41 42 42 43 44 44 45 45 46 46
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3.
Data Faktor Fisik Ketinggian 85 m dpl dan ketinggian 373 m dpl .......................................................................................... Gejala Serangan yang Disebabkan oleh Fungi .......................... Fungi yang Ditemukan pada Tanaman Kacang Panjang ...........
viii
25 28 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.
Kondisi Kebun Kacang Panjang di Ketinggian 373 m dpl ...... Perhitungan Suhu Rata-Rata di Kedua Ketinggian ................. Mikroskopis A. niger Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) ...................................................................................... Lampiran 4. Mikroskopis A. flavus Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) ........................................................................................ Lampiran 5. Mikroskopis A. tamarii Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) ........................................................................................ Lampiran 6. Mikroskopis Mucor racemosus Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) .................................................................. Lampiran 7. Mikroskopis R. oryzae Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) ......................................................................................... Lampiran 8. Mikroskopis R. stolonifer Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) .............................................................................. Lampiran 9. Mikroskopis Trichoderma harzianum Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) .................................................................. Lampiran 10. Mikroskopis Fusarium sporotrichioides Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999) ...............................................
ix
51 53 55 56 57 58 59 60 61 62
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tanaman Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan komoditas sayuran yang sudah lama dikenal dan digemari banyak orang. Kacang panjang sangat penting sebagai sumber vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral terutama pada polong yang muda. Biji kacang panjang mengandung protein, lemak, dan karbohidrat sehingga kacang panjang merupakan sumber protein nabati yang baik bagi manusia (Haryanto et al., 2008). Tanaman kacang panjang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditi usaha tani karena selain mudah dibudidayakan, pangsa pasarnya juga cukup tinggi. Pada tahun 2010 produksi rata-rata hasil pertanian kacang panjang di Indonesia sebesar 489.449 ton sedangkan pada tahun 2013 produksi rata-rata kacang panjang menurun menjadi 218.948 ton (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013). Penurunan produksi tersebut salah satunya disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman. Penyebab rendahnya produksi kacang panjang adalah penyakit mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). Virus mosaik dan hama aphid merupakan penyakit dan hama utama pada kacang panjang dan dapat menurunkan produksi sampai 60% (Kuswanto et al., 2005) Sel dan jaringan tanaman yang tidak dapat berfungsi secara normal karena adanya gangguan secara terus-menerus oleh gen patogen (biotik) atau faktor lingkungan (abiotik) disebut penyakit tanaman (Pracaya, 2008). Berdasarkan hasil
1
2
penelitian Sutrisni dan Widodo (2012) dari 4 jenis Fusarium yang teridentifikasi yaitu F. oxysporum, F. semitectum, F. longipes, F. solani, diketahui bahwa F. oxysporum yang menyebabkan gejala kelayuan sebesar 50% pada tanaman kacang panjang dan bersifat merugikan. Fungi adalah mikroorganisme eukariotik, mempunyai dinding sel, tidak mempunyai klorofil, dan bereproduksi secara seksual dan aseksual (Gandjar et al., 1999). Fungi juga merupakan salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang hampir semua bagian tanaman, seperti akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Permukaan daun yang terserang fungi akan menyebabkan bercak–bercak kecokelatan, muncul miselium berwarna putih atau jingga yang dapat meluas ke seluruh permukaan, sehingga daun menjadi kering dan rontok atau busuk (Robinson, 2001). Jika gejala ini dibiarkan akan mengakibatkan kematian, penurunan kualitas serta kuantitas hasil pertanian sehingga secara ekonomis dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Faktor lingkungan (abiotik) juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosioekonomi (Zahara dan Harahap, 2007). Pola tanam dari beberapa tanaman yang ditanam secara terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan serangan hama dan penyakit tanaman serta mempengaruhi keberadaan mikroorganisme patogen seperti fungi. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih dua lokasi yang berdeda, yaitu di Desa Patrasana, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang dengan ketinggian 85 m dpl dan di Desa Cimayang, Kecamatan
3
Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 373 m dpl. Kedua lokasi tersebut dipilih karena memiliki ketinggian dan faktor lingkungan yang berbeda sehingga keberadaan mikroorganisme patogen juga berbeda. Fungi yang merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman pada komoditi pertanian dipengaruhi oleh keadaan ekologi. Kondisi lingkungan ekologi yang berbeda, pergeseran keragaman dan kelimpahan akibat perbedaan ekosistem serta kurangnya informasi tentang fungi yang menyerang tanaman kacang panjang, untuk itu perlu dilakukan identifikasi organisme patogen pada tanaman kacang panjang. 1.2 Rumusan masalah Apa saja jenis-jenis dan deskripsi fungi penyebab penyakit serta gejala penyakit pada tanaman kacang panjang di masing-masing lokasi ? 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui jenis, marga dan deskripsi dari fungi penyebab penyakit tanaman kacang panjang serta mengetahui gejala penyakit yang ditimbulkan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat/petani tentang jenis-jenis fungi yang menyerang tanaman kacang panjang. 2. Memberikan informasi deskripsi fungi penyebab penyakit pada tanaman kacang panjang agar dapat ditanggulangi lebih dini sehingga dapat meningkatkan produksi kacang panjang. 3. Memberikan informasi mengenai gejala penyakit yang ditimbulkan oleh fungi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran matang maupun sebagai lalapan. Kacang panjang merupakan anggota famili Fabaceae yang termasuk golongan sayuran. Selain itu, kacang panjang juga merupakan salah satu tanaman sebagai sumber vitamin dan mineral. Fungsinya adalah sebagai pengatur metabolisme tubuh, meningkatkan kecerdasan dan ketahanan tubuh serta memperlancar proses pencernaan karena kandungan serat yang tinggi (Zaevie et al., 2014).
Gambar 1. Tanaman kacang panjang (V. sinensis L.) Kacang panjang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok merambat dan tidak merambat. Kelompok kacang panjang yang banyak dibudidayakan adalah jenis kacang panjang yang merambat, ciri-cirinya adalah tanaman membelit pada turus dan memiliki buah dengan panjang ± 40-70 cm, berwarna hijau atau putih kehijauan (Zaevie et al., 2014).
4
5
Tanaman kacang panjang memiliki akar dengan sistem perakaran tunggang. Sistem perakaran tanaman kacang panjang dapat menembus lapisan tanah pada kedalaman hingga ± 60 cm. Akar tanaman kacang Panjang dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. yang berperan mengikat nitrogen di udara. Ciri adanya simbiosis tersebut yaitu terdapat bintil-bintil akar di sekitar pangkal akar. Aktivitas bintil akar ditandai oleh warna bintil akar sewaktu dibelah. Jika bintil akar berwarna merah cerah, menandakan bintil akar tersebut efektif menambat nitrogen, sedangkan jika bintil akar berwarna merah pucat menandakan penambatan nitrogen kurang efektif (Pitojo, 2006). Batang tanaman kacang panjang memiliki ciri-ciri tidak berambut, berbentuk bulat, panjang, bersifat keras, dan berukuran kecil dengan diameter sekitar 0,6–1 cm. Tanaman yang pertumbuhannya bagus, diameter batangnya dapat mencapai 1,2 cm lebih. Batang tanaman berwarna hijau tua dan bercabang banyak yang menyebar rata sehingga tanaman rindang. Pada bagian percabangan, batang mengalami penebalan (Pitojo, 2006). Daun kacang panjang merupakan daun majemuk yang bersusun tiga helai. Daun berbentuk lonjong dengan ujung daun runcing. Tepi daun rata dan memiliki tulang daun yang menyirip. Kedudukan daun tegak agak mendatar dan memiliki tangkai utama. Panjang daun antara 9–13 cm dan panjang tangkai daun 0,6 cm. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna lebih muda (Pitojo, 2006). Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, memiliki tangkai silindris dengan panjang ± 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, memiliki mahkota
6
berbentuk kupu-kupu berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai dengan panjang ± 2 cm berwarna putih. Bunga tanaman kacang panjang tergolong bunga sempurna, yakni dalam satu bunga terdapat alat kelamin betina (putik) yang berwarna kuning dan alat kelamin jantan (benang sari) dengan kepala sari berwarna kuning, (Hutapea, 1994). Buah kacang panjang berbentuk polong, bulat, dan ramping, dengan ukuran panjang sekitar 10-80 cm. Polong muda berwarna hijau sampai keputihputihan, sedangkan polong yang telah tua berwarna kekuning-kuningan. Setiap polong berisi 8-20 biji (Samadi, 2003). Biji kacang panjang berbentuk bulat panjang dan agak pipih, tetapi kadang–kadang juga sedikit melengkung. Biji yang telah tua memiliki warna yang beragam, yaitu kuning, coklat, kuning kemerah-merahan, putih, hitam, merah, dan putih bercak merah (merah putih), bergantung pada jenis dan varietasnya. Biji memiliki ukuran besar (panjang x lebar), yaitu 8-9 mm x 5-6 mm (Cahyono, 1998). 2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Panjang (V. sinensis) 2.2.1 Iklim Suhu rata-rata harian agar tanaman kacang panjang dapat beradaptasi baik adalah 20-30 0C dengan suhu optimum 25 0C. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari. Tempat yang terlindung (teduh) menyebabkan pertumbuhan kacang panjang agak terlambat, kurus dan berbuah jarang/sedikit, sedangkan curah hujan yang dibutuhkan adalah antara 600-1500 mm/tahun (Rukmana, 1995).
7
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang antara 60-80%. Kelembaban udara yang sangat tinggi akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu pertumbuhan tanaman tidak subur, kurus, produksi dan kualitas polong rendah, sehingga apabila penanaman ditunjukan untuk pembenihan maka produksi biji rendah (Cahyono, 1998). 2.2.2 Tanah Tanaman kacang panjang dapat diusahakan hampir pada semua jenis tanah. Hasil panen optimal dapat diperoleh jika tanaman ditanam pada tanah yang subur. Jenis tanah yang paling cocok bagi pertumbuhan tanaman kacang panjang adalah tanah berstruktur liat dan berpasir dengan derajat keasaman (pH) tanah yang dibutuhkan adalah 5,5-6,5 (Rukmana, 1995). Ketinggian tempat juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini disebabkan ketinggian tempat sangat berhubungan erat dengan kondisi iklim (suhu, udara, kelembaban, udara curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari) (Cahyono, 1998). Ketinggian tempat yang ideal untuk tempat pembudidayaan tanaman kacang panjang adalah daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 800 m dpl (Kuswanto et al., 2005). 2.3 Penyakit Tanaman Ilmu yang mempelajari penyakit tanaman disebut Phytopathology. Kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno yaitu Phyton (tanaman), pathos yang berasal dari pathein (menderita sakit atau penyakit), serta logos (ilmu) (Pracaya, 2008). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari sejak benih, pembibitan, pemanenan, hingga penyimpanan digudang selalu tidak luput dari gangguan
8
hama, patogen, gulma atau karena faktor-faktor lingkungan yang tidak sesuai bagi tanaman (Tjahjadi, 1989). Tanaman dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman dapat menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologis sehari-hari (Pracaya, 2008). 2.3.1 Tanda-Tanda Tanaman Sakit Tanaman yang menderita sakit sudah akan tampak tanda-tanda atau gejalanya dari luar. Simptom adalah tanda-tanda atau gejala penyakit. Tandatanda ini masih sulit untuk dijadikan pedoman guna menentukan apakah penyakit itu disebabkan oleh parasit atau nonparasit atau mungkin akibat gangguan hama. Untuk mengetahui penyebab penyakit dengan jelas, harus diteliti keadaan tubuh tanaman atau keadaan tanah. Gejala sebenarnya adalah masuknya benda asing seperti cendawan, bakteri, virus, atau akibat kekurangan unsur-unsur hara (Pracaya, 2008). Gejala penyakit tanaman bermacam-macam, diantaranya sebagai berikut (Pracaya, 2008) : 1. Layu Kelayuan pada tanaman yang diakibatkan terserang penyakit parasit yaitu, tanaman tidak mau tegar lagi walaupun disiram dengan air. Penyebabnya adalah perakaran tanaman atau jaringan dalam batang tanaman telah rusak diserang cendawan atau bakteri sehingga pengangkutan air dari dalam tanah tidak lancar.
9
2. Rontok Tanaman yang terkena penyakit memperlihatkan gejala lainnya berupa rontoknya daun, ranting, bunga, atau buah secara berlebihan. Kerontokan tersebut disebabkan oleh parasit, nonparasit, atau hama. 3. Perubahan warna Daun yang mula-mula berwarna hijau cerah berubah menjadi kuning, hijau redup atau hijau pucat gejala seperti ini disebut dengan klorosis. Perubahan warna ini disebabkan oleh rusak atau tidak berfungsinya klorofil. Penyebabnya mungkin kekurangan cahaya matahari atau serangan penyakit. Perubahan warna juga terjadi dalam bentuk bercak-bercak cokelat karat, ungu, hitam, kelabu, keputihan atau gabungan warna tersebut. 4. Roset Tanaman yang mula-mula ruasnya panjang menjadi pendek sehingga buku yang satu dengan lainnya bersingguhan sampai terbentuk roset. Jika pada roset ini tumbuh tunas akan timbul banyak tunas dalam satu ujung sehingga menyerupai sapu. Ada yang menyebut gejala ini sebagai sapu setan, misalnya pada tanaman kacang panjang yang terserang virus. 5. Nekrosis Nekrosis terjadi jika sekelompok sel pada suatu bagian tanaman mati dan warnanya berubah menjadi cokelat sehingga timbul bercak cokelat. Jika awalnya terjadi di beberapa tempat, akhirnya bercak ini merata di seluruh permukaan bagian tanaman, misalnya pada daun, umbi, cabang, ranting, kuncup, bunga, dan buah.
10
6. Kerdil (Atrofi) Daun kadang menjadi kecil, demikian juga buah atau bagian tanaman lainnya. Bahkan, seluruh tubuh tanaman dapat menjadi kerdil, misalnya pada tanaman padi yang diserang wereng, kemudian terkena virus sehingga tanaman menjadi kerdil seperti rumput. Penyakit itu disebut penyakit kerdil rumput. 7. Etiolasi Pertumbuhan tanaman memanjang kecil, pucat, dan lemah karena kekurangan sinar matahari, seperti pada semai kol yang ternaungi. Gejala ini disebut etiolasi. Tanaman yang terkena etiolasi mudah terserang penyakit semai roboh. 8. Daun berlubang-lubang Bercak berbentuk lingkaran pada tanaman. Bercak tersebut dapat menjadi kering dan rontok sehingga terjadi lubang yang disebut perforasi atau lubang peluru. 9. Kanker Luka setempat pada batang berkayu sering mengakibatkan kulit menjadi rapuh dan mudah lepas. Selain itu, luka menjadi terbuka sehingga terlihat kayunya. Kanker bisa berjangkit semusim atau tahunan sehingga dari musim ke musim semakin bertambah besar. 10. Eksudasi Eksudasi terjadi pada tanaman sakit yang mengeluarkan cairan. Bentuk dan warna cairan berbeda-beda, tergantung tanaman dan penyakitnya. Jika yang
11
dikeluarkan cairan resin, penyakit ini disebut resinosis. Jika yang dikeluarkan getah atau lateks, penyakit ini disebut lateksosis. 11. Mumifikasi Buah menjadi kering mengerut seperti mumi. Mula-mula buah menjadi busuk basah, lalu terisi benang-benang cendawan parasit hingga mulai mengerut dan kering. Mumi biasanya tetap tergantung di pohon atau bisa juga rontok. Selanjutnya mumi menghasilkan spora yang bisa tersebar ke mana-mana. 12. Kudis Daun, ranting, cabang, dan kulit buah jika terserang kudis, maka akan berupa bintik-bintik berwarna kecoklatan dan bergabus. 2.4 Fungi Fungi sangat berperan dalam kelangsungan hidup manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme lainnya, karena fungi merupakan agen utama dalam mengurai suatu bahan organik yang ada di alam menjadi unsur-unsur sederhana. Bagian penting dari tubuh fungi adalah hifa, karena hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan serta membentuk struktur untuk reproduksi (Gandjar et al., 2006). 2.4.1 Pertumbuhan Fungi Definisi pertumbuhan dalam mikrobiologi adalah pertambahan volume sel, karena adanya pertambahan protoplasma dan senyawa asam nukleat yang melibatkan sistesis DNA dan pembelahan mitosis. Fungi hidup sebagai saprofit, parasit dan simbiont. Sebagai saprofit aktivitas fungi berperan dalam siklus nutrien di tanah, sebagai parasit fungi tumbuh pada organisme hidup yang lain dan
12
sebagai simbion fungi dapat mempengaruhi kehidupan tanaman tertentu (Gandjar et al., 2006). 2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi adalah : 1. Substrat Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Fungi yang tidak dapat menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat memanfaatkan nutrin-nutrien dalam substrat tersebut. 2. Kelembaban Pada umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hypomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. Dengan mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan bahan pangan dan materi dapat dicegah kerusakannya. 3. Suhu Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 0-30 0C, mesofil yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 25-37 0
C, dan termofil yang mampu tumbuh pada kisaran suhu 40-74 0C.
13
4. Derajat keasaman (pH) pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi , karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi dapat hidup dengan pH dibawah 7.0 (Gandjar et al., 2006). 2.4.3 Reproduksi Fungi Fungi mempunyai alat reproduksi yang berfungsi untuk berkembang biak, reproduksi fungi berlangsung melalui dua cara, bergantung pada jenis dan keadaan lingkungan dimana fungi berada. Dua cara umum yang diketahui adalah cara aseksual dan cara seksual (Hadiastono, 2006). 1. Reproduksi Aseksual Reproduksi aseksual hampir dilakukan oleh semua klas fungi, walaupun caranya berbeda-beda bergantung pada klasnya. Pada Phycomycetes pembiakan seksual terjadi diawali dengan pembentukan sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk dalam kantong yang disebut sporangium (kotak spora). Pada ordo tingkat rendah sporangiospora tidak berdinding. Pada golongan fungi yang tingkatannya lebih tinggi lagi akan membentuk konidia (Gambar 2), ini adalah spora yang dibentuk melalui frakmentasi ujung hifa. Pada umumnya konidia pada ujung-ujung hifa tertentu yang disebut konidiofor atau tangkai konidi. Konidi ada yang bersel satu ada pula yang bersel lebih dari satu, dan bahkan memanjang hampir menyerupai miselium. Konidiofor mempunyai bentuk yang berbeda-beda, dari yang paling sederhana sampai ke yang kompleks.
14
Gambar 2. Konidi Fungi Deuteromycetes (Hadiastono, 2006) 2. Reproduksi Seksual Reproduksi ini berlangsung dengan bermacam cara bergantung dari kelasnya, khusus untuk Deuteromycetes (fungi imperfek), pembiakan seksual belum diketahui. Pada Phycomycetes yang paling sederhana, pembiakannya dengan persatuan antara dua gamet yang sama dalam sifat morfologi dan disebut isogamet (Gambar 3). Proses persatuannya disebut isogami. Pada fungi yang lebih tinggi tingkatannya terjadi persatuan antara dua sel kelamin yang tidak sama morfologinya dan ini disebut heterogamet. Proses pertemuannya disebut heterogami atau anisogami. Gamet-gamet yang berukuran kecil adalah sel jantan disebut antheridium dan yang betina berukuran lebih besar disebut oogonium.
Gambar 3. Siklus Hidup Fungi Phytophthora (Hadiastono, 2006)
15
2.4.4 Klasifikasi Fungi Berdasarkan kenampakannya fungi dikelompokkan menjadi 3 yaitu, kapang (molds), khamir (yeast) dan cendawan (mushrooms). Kapang merupakan kelompok fungi yang memiliki miselium yang terbentuk dari kumpulan hifa yang umumnya berwarna putih, sedangkan khamir merupakan kelompok fungi uniseluler dan cendawan adalah kelompok fungi makroskopis yang memiliki tubuh buah yang mencolok (Vidiana, 2012). Menurut Gandjar et al. (2006) klasifikasi organisme berdasarkan kekerabatannya diawali oleh Whittaker (1969) yang memperkenalkan sistem 5 kingdom. 20 tahun terakhir terjadi revolusi biologi molekuler yang banyak mempengaruhi aspek sistematika dan evolusi fungi. Oomycota yang dahulunya dianggap sebagai fungi karena memiliki cara hidup seperti fungi, secara filogenik ternyata berada jauh dari kelompok Eumycota (true fungi) sehingga menjadi 4 kingdom. Berdasarkan analisis molekuler Eumycota (true fungi) diklasifikasikan menjadi 4 filum, yakni: Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. 1. Chytridiomycota Golongan Chytridiomycota bersifat uniseluler, berkoloni dan memiliki alat gerak yang terletak pada bagian posterior. Hifa Chytridiomycota senositik, septum akan mulai dibentuk apabila fungi akan membuat alat reproduksi sporangium. Reproduksi
seksual berlangsung dengan cara kopulasi.
16
Chytridiomycota banyak terdapat di tanah sebagai saprofit yang hidup pada bahan organik (Gandjar et al., 2006). 2. Zygomycota Fungi ini hidup sebagai saprofit dan parasit. Hifa yang menyusun fungi ini bersifat senositik (tidak bersekat) sedangkan dindingnya tersusun atas kitin. Contoh fungi Zygomycetina antara lain adala Rhizopus sp. (Vidiana, 2012). 3. Ascomycota Fungi ini hidup sebagai saprofit dan parasit. Ascomycota memiliki hifa yang bersekat-sekat dan bercabang-cabang. Contoh fungi Ascomycota adalah Saccharomyces sp., Penicillium sp., Aspergillus sp, dan Neurospora sp. (Vidiana, 2012). 4. Basidiomycota Fungi ini memiliki bentuk uniseluler dan multiseluler. Basidiomycota memiliki hifa yang bersepta. Spora seksualnya adalah basidium sedangkan spora aseksualnya adalah konidia (Gandjar et al., 2006). 2.4.5 Fungi Patogen Fungi yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman sering disebut sebagai fungi patogen. Penyakit akan timbul apabila fungi patogen berhubungan dengan jaringan tanaman yang hidup dan berkembang di dalamnya. Fungi patogen dalam tubuh tanaman mengeluarkan enzim dan toksin yang dapat menimbulkan penyakit. Terdapat 2 rangkai kejadian yaitu siklus hidup patogen dan siklus penyakit. Siklus hidup patogen dimulai dari patogen tumbuh sampai menghasilkan alat reproduksi. Siklus penyakit merupakan proses perubahan
17
patogen dalam tubuh tanaman dan keberadaan patogen (siklus hidup patogen) dalam waktu tertentu. Menurut (Vidiana, 2012 dan Chakraborty, 1990) Siklus penyakit meliputi: a. Inokulasi Inokulasi atau penularan merupakan kontak pertama kali antara patogen dengan tanaman. Patogen terbawa agen penularan (air hujan, angin, serangga, dan sebagainya) dan menempel pada bagian tanaman. Bagian patogen yang mengadakan kontak dengan tanaman disebut inokulum. Spora merupakan inokulum dari fungi, karena spora memiliki ukuran yang sangat kecil, jumlah yang sangat banyak, dan dapat disebarluaskan dengan cepat oleh air, ataupun angin setelah terbentuk. b. Penetrasi Penetrasi merupakan proses masuknya patogen atau bagian dari patogen ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang. Patogen melalukan penetrasi ke permukaan tanaman, ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang melalui lubang-lubang alami (stomata), melalui luka, langsung menembus permukaan tubuh tanaman, atau melalui perantara (pembawa). c. Infeksi infeksi merupakan suatu proses dimulainya patogen memanfaatkan nutrien dari tanaman. Patogen akan tumbuh dan berkembang di dalam jaringan tanaman selama proses infeksi. Setelah patogen menembus ke dalam tubuh tanaman atau menembus epidermis tanaman, ujung pembuluh kecambah fungi patogen membesar dan membentuk apresorium. Apresorium membentuk hifa
18
infeksi yang berbentuk tonjolan kecil yang kemudian berkembang ke semua arah dan membentuk haustorium yang menghisap makanan dari sel tumbuhan. d. Periode Inkubasi Periode Inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan patogen dari mulai inokulasi sampai timbul gejala. Lamanya periode inkubasi berbagai penyakit tumbuhan tergantung dari hubungan patigen dengan inang dan tingkat perkembangan inang dengan faktor lingkungan. Bila gejala penyakit telah terbentuk, artinya patogen telah melakukan reproduksi inokulum sekunder. e. Invasi Invasi merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah terjadi infeksi. Fungi patogen umumnya melakukan invasi pada tanaman dimulai sejak proses infeksi dengan cara tumbuh di dalam jaringan tanaman inang, sehingga tanaman inang selain kehilangan nutrien juga mengalami kerusakan pada sel atau jaringannya. Kerusakan pada sel atau jaringan tanaman ini dapat dilihat secara visual sebagai gejala serangan penyakit pada tanaman. f. Reproduksi Tahap reproduksi adalah tahap patogen secara terus menerus tumbuh dan berkembang serta memperbanyak diri dengan intensif di dalam tanaman dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Tingkat reproduksi patogen berbeda, tergantung pada jenis patogen dan keadaan lingkungan. Sebagai contoh, fungi dapat memproduksi jutaan spora dalam 1 cm2 pada jaringan yang terinfeksi fungi.
19
g. Penyebaran Penyebaran merupakan perpindahan inokulum dari sumber ke tempat lainnya. Penyebaran patogen dapat terjadi secara aktif yaitu spora mampu berpindah dalam jarak yang relatif pendek dan secara pasif melalui perantara angin, air, serangga, dan manusia.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2014 di dua lokasi. Lokasi pengambilan sampel dengan ketinggian 85 m dpl di Desa Patrasana, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Sedangkan lokasi pengambilan sampel untuk ketinggian 373 m dpl di Desa Cimayang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu peralatan lapangan dan peralatan laboratorium. Peralatan lapangan adalah kamera, alat tulis, plastik kiloan ukuran ½ kg, termometer, GPS (Global Positioning System), soil tester, hygrometer dan peralatan yang digunakan di laboratorium, yaitu cawan petri, pinset, pisau, gelas ukur, scalpel, mikroskop flouerescens, bunsen, inkubator, autoklaf, ose, Erlenmeyer, magnetic stirrer, gelas beaker, hot plate dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bagian tanaman yang terserang penyakit, medium potato dextrose agar (PDA), alkohol 70%, akuades, akuabides steril, shear, kertas saring dan tisu.
20
21
3.3 Cara Kerja 3.3.1 Pengamatan Gejala Penyakit Proses pengamatan gejala penyakit pada tanaman kacang panjang dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan 15 hari dengan menggunakan metode survey yaitu dengan melihat secara langsung kondisi tanaman berdasarkan gejala umum yang tampak seperti layu, kekuningan, batang berwarna kecoklatan, bercak daun, karat dan busuk. Berdasarkan informasi dari pemilik kebun, luas kebun di ketinggian 85 m dpl sebesar 800 m dengan jarak tanam 40x40 cm sedangkan luas kebun di ketinggian 373 m dpl sebesar 4500 m dengan jarak tanam 50x40 cm. Teknik pengambilan sampel tanaman dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan mengambil bagian tanaman yang bergejala saja (daun dan bunga) pada setiap kebun. Sampel tanaman yang terserang penyakit diamati lebih lanjut di laboratorium. 3.3.2 Pengambilan Data Fisik Suhu udara, kelembaban udara, pH tanah dan kelembaban tanah diukur pada saat pengambilan sampel dengan menggunakan thermometer, hygrometer dan soil tester. Ketinggian tempat diukur menggunakan GPS. Pengukuran suhu udara dilakukan dua kali dalam seminggu selama satu bulan agar diketahui nilai rata-rata suhu udara di setiap ketinggian. 3.3.3 Identifikasi fungi 3.3.3.1 Pembuatan Media Tanam Fungi Media yang digunakan dalam menumbuhkan fungi yaitu PDA. Media PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20%
22
ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan fungi. Media tanam fungi dibuat dengan cara serbuk PDA ditimbang 9,75 g lalu dididihkan dengan akuades 250 ml selama 1 menit untuk melarutkan media hingga homogen. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit, setelah itu media didinginkan hingga suhu 40-45 °C dan dituang ke dalam cawan petri sebanyak 15 ml dengan pH akhir 5,6. Medium dapat ditanami fungi setelah didinginkan (Schegel, 1993). 3.3.3.2 Isolasi Fungi Isolasi fungi dilakukan dengan metode inokulasi langsung (direct innoculation). Pada ketinggian 85 m dpl ditemukan 10 tanaman yang bergejala sakit sedangkan pada ketinggian 373 m dpl ditemukan 16 tanaman yang bergejala sakit. Bagian tanaman yang sakit terlebih dahulu dicuci dengan akuades untuk membersihkan debu dan kotoran-kotoran lain yang menempel. Kemudian dipotong sepanjang 1x1 cm menggunakan scalpel steril. Potongan tersebut selanjutnya dicuci secara aseptik dengan akuabides steril. Kemudian potongan diletakkan di atas tisu dan dikeringkan. Potongan yang sudah kering dimasukkan langsung dengan menggunakan pinset ke dalam cawan petri yang telah berisi media kultur PDA, lalu diinkubasi selama 4-5 hari pada suhu 27 0C (Agrios, 1996). 3.3.3.3 Pengamatan Fungi Identifikasi fungi mengacu pada Barnett and Hunter (1972), Gandjar et al. (1999) dan Gandjar et al. (2006). dan Pengamatan fungi dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun
23
mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, tepung, menggunung atau licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garisgaris radial dan konsentris, warna balik koloni dan tetes eksudat. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat. Biakan murni sel jamur dipulaskan secara aseptis menggunakan jarum ose ke atas permukaan gelas benda yang telah ditetesi larutan shear. Setelah itu, preparat ditutup dengan gelas penutup dan diamati dengan perbesaran terkecil sampai terbesar menggunakan mikroskop flouerescens (Ningsih et al., 2012). Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi pada hifa, hubungan ketam, bentuk dan ornamentasi spora (vegetatif dan generatif), serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora. 3.4 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap jenis-jenis fungi yang menyebabkan penyakit melalui pengamatan gejala pada tanaman kacang panjang. Data diidentifikasi yang mengacu pada buku identifikasi Barnett and Hunter (1972), Gandjar et al. (1999) dan Gandjar et al. (2006).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Fisik Lokasi Penelitian Faktor fisik yang diamati pada ketinggian 85 m dpl dan 373 m dpl dapat disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Data faktor fisik ketinggian 85 m dpl dan ketinggian 373 m dpl Faktor fisik Suhu* Kelembaban udara pH tanah Kelembaban tanah Curah hujan
Ketinggian (m dpl) 85
373
27,68 0C 84 % 5,4 70% 443 mm
26,53 0C 52 % 6,6 30% 964 mm
Keterangan : * = Hasil rata-rata Perbedaan faktor fisik pada kedua lokasi mempengaruhi keberadaan fungi penyebab penyakit, di daerah tropis perbedaan suhu ditentukan oleh tinggi tempat. Perbedaan suhu yang kecil hanya menimbulkan perbedaan-perbedaan kecil dalam tekanan udara (Zahara dan Harahap, 2007). Suhu di lokasi penelitian merupakan suhu yang cukup optimal untuk pertumbuhan tanaman kacang panjang. Suhu berpengaruh terhadap kegiatan mikroorganisme tanah dan berhubungan dengan proses pembentukan bahan organik. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman kacang panjang adalah 20-30 0C (Rukmana, 1995). Ketinggian tempat sangat berhubungan erat dengan kondisi iklim (suhu, udara, kelembaban udara, curah hujan, dan intensitas cahaya matahari). Ketinggian tempat yang ideal untuk pembudidayaan tanaman kacang panjang
24
25
adalah daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 800 m dpl (Kuswanto et al., 2005). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada Tabel 1 bahwa kedua ketinggian tersebut merupakan daerah yang cocok untuk pembudidayaan tanaman kacang panjang. Kelembaban udara pada ketinggian 85 m dpl lebih tinggi yaitu sebesar 84% dibandingkan dengan daerah dengan ketinggian 373 m dpl yaitu 52% (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun di ketinggian 85 m dpl dikelilingi oleh banyak pohon pelindung yang besar dan rindang, berbeda dengan kondisi kebun di ketinggian 373 m dpl yang lebih terbuka sehingga lebih banyak cahaya yang masuk (Lampiran 1). Semakin tinggi persentase naungan maka berpengaruh terhadap suhu, kelembaban udara dan intensitas cahaya. Semakin banyaknya naungan menyebabkan intensitas matahari yang masuk semakin rendah sehingga kelembaban udara semakin tinggi (Widiastuti et al., 2004). Pada ketinggian 85 m dpl memiliki tingkat kelembaban tanah sebesar 70% sedangkan pada ketinggian 373 m dpl memiliki tingkat kelembaban tanah sebesar 30% (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh teknik pengairan kebun kacang panjang yang berbeda pada setiap ketinggian. Perbedaan teknik pengairan disebabkan oleh perbedaan tingkat kemiringan pada masing-masing lokasi. Pada ketinggian 85 m dpl memiliki tanah yang datar sehingga teknik pengairannya menggunakan metode genangan yaitu dengan menggenangkan air di sela-sela bedengan sehingga kondisi tanah menjadi sangat lembab, basah, berair dan sedikit berlumpur sedangkan pada ketinggian 373 m dpl memiliki tanah yang miring sehingga teknik pengairannya menggunakan metode tadah hujan yaitu hanya
26
dengan mengandalkan air hujan yang turun (Lampiran 1). Kelembaban tanah yang rendah berakibat pada penurunan produktivitas tanaman. Tanaman yang memiliki kelembaban tanah rendah umumnya terlihat kerdil, hijau pucat sampai kuning terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut tanaman menjadi layu dan mati (Yunasfi, 2002). Derajat keasaman (pH) pada ketinggian 85 m dpl yaitu 5,4 lebih rendah dibandingkan pada ketinggian 373 m dpl yaitu 6,6. pH sangat penting untuk pertumbuhan fungi karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Fungi umumnya menyukai pH kurang dari 7,0 namun beberapa fungi mampu tumbuh pada pH cukup rendah yaitu pH 4,5-5,5 (Gandjar et al., 2006). 4.2 Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Kacang Panjang Pengamatan gejala penyakit pada tanaman kacang panjang dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan 15 hari dengan mengamati secara visual. Luas kebun kacang panjang pada ketinggian 85 m dpl adalah 800 m, sedangkan luas kebun kacang panjang pada ketinggian 373 m dpl adalah 4500 m. Berdasarkan luas kedua lokasi tersebut, tanaman kacang panjang yang bergejala sakit sangat rendah. Pada ketinggian 85 m dpl ditemukan 10 tanaman yang bergejala sakit dan setelah diisolasi hanya diperoleh 7 jenis fungi penyebab penyakit. Pada ketinggian 373 m dpl ditemukan 16 tanaman yang bergejala sakit dan setelah diisolasi hanya ditemukan 6 jenis fungi penyebab penyakit. Sedikitnya gejala penyakit pada tanaman kacang panjang disebabkan oleh petani yang menggunakan pestisida pada masing-masing kebun yang dapat mencegah serangan penyakit. Selain itu
27
diduga sistem rotasi tanam yang diterapkan petani pada masing-masing ketinggian dapat memutus siklus penyakit sehingga serangan penyakit menjadi rendah. Tabel 2. Gejala Serangan yang Disebabkan oleh Fungi Ketinggian
Gejala serangan
85 m dpl
Daun berwarna kuning, terdapat bercak-bercak kecil seperti karat Daun berwarna kuning, terdapat bercak besar seperti karat dan pada bunga terdapat miselium berwarna hitam seperti pentul Daun berwarna kekuningan dengan bercak yang tidak beraturan Mula-mula daun berwarna hijau dengan bercak kuning, setelah itu bercak berubah menjadi coklat tua seperti busuk Daun terlihat menguning dan memiliki bercakbercak kecil Daun tidak layu tetapi terdapat bercak-bercak kuning yang hampir menutupi bagian daun (Gambar 4) Daun berwarna kekuningan, layu dan terdapat
Bentuk bercak
Warna bercak
Jenis
Bulat
Coklat
Aspergillus sp.
Bulat
Coklat
Rhizopus oryzae
Tidak beraturan
keemasan
Mucor sp.
Tidak beraturan
Coklat tua
Penicillium sp.1
Bulat
Coklat
Penicillium sp.2
Tidak beraturan
kuning
Trichoderma harzianum
Bulat
Coklat
Fusarium sporotrichioides
28
373 m dpl
bercak coklat seperti membusuk Daun terlihat layu dari bagian akar sampai atas, daun terlihat memudar dan bagian akar mengering (Gambar 6) Daun terlihat layu dan menguning Daun terlihat layu, ada bagian daun yang menguning dan kering Daun terlihat layu dari bagian akar sampai atas, ada beberapa daun yang terdapat bercak kuning kecoklatan dan terdapat miselium berwarna putih dan diujung miselium berwarna hitam Daun terlihat layu kekuningan dan terdapat bercakbercak Daun terlihat layu dan menguning (Gambar 6)
Merata diseluruh permukaan daun
Hijau pudar
Aspergillus flavus
Merata
Kuning
A. niger
Tidak beraturan
Kuning
A. tamarii
Tidak beraturan
coklat
Rhizopus oryzae
Tidak beraturan
Coklat
R. stolonifer
Tidak beraturan
Kuning
Mucor racemosus
Berdasarkan hasil pengamatan gejala pada tanaman kacang panjang yang disebabkan oleh fungi di ketinggian 85 m dpl dan 373 m dpl (Tabel 2) gejala yang paling mendominasi pada ketinggian 85 m dpl ialah dengan ciri-ciri daun tidak layu namun terdapat bercak-bercak kuning yang lama-kelamaan akan menutupi permukaan daun. Bercak-bercak kuning tersebut mula-mula berbentuk bulat dan
29
lama-kelamaan melebar sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan (Gambar 4). Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi gejala tersebut disebabkan oleh Trichoderma harzianum yang termasuk kelas Deuteromycetes, ordo Moniliales, family Moniliaceae (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
1:2,5 Gambar 4. Daun yang terserang Trichoderma harzianum (Dokumentasi pribadi) Gejala yang ditimbulkan pada serangan Fusarium sporotrichioides yaitu layu kekuningan yang dapat disebut sebagai penyakit layu Fusarium. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit tanaman ini adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi kekuningan dan seringkali perubahan tersebut terjadi pada satu sisi tanaman atau pada daun yang sejajar dengan tangkai daun. Daun yang terinfeksi akan layu dan mengering bahkan ada sebagian daun yang memiliki bercak-bercak kecoklatan dan lama-kelamaan daun akan terlihat seperti membusuk (Gambar 5). Gejala layu Fusarium ini disebabkan patogen menginfeksi tanaman melalui luka pada akar dan masuk ke dalam jaringan xilem melalui aktivitas air sehingga merusak dan menghambat proses menyebarnya air dan unsur hara keseluruh bagian tanaman terutama pada bagian daun yang tua (Huda, 2010). Fusarium menghasilkan tiga macam toksin yang menyerang pembuluh xilem yaitu asam fusaric, asam dehydrofusaric, dan lycomarasmin. Toksin-toksin tersebut akan mengubah permeabilitas membran plasma dari sel tanaman inang sehingga
30
mengakibatkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air dari pada tanaman yang sehat (Nugraheni, 2010).
1:2,5 Gambar 5. Daun yang terserang Fusarium sporotrichioides (Dokumentasi pribadi) Fusarium dapat bertahan dalam tanah sebagai miselium atau spora tanpa adanya inang. Jika terdapat inang akan menginfeksi akar, masuk ke jaringan vaskular (xilem) menyebar serta memperbanyak diri, dan menyebabkan inang mengalami kelayuan yang dikarenakan sistem pembuluh pada tanaman inang tersebut tersumbat (Agrios, 1996). Penyakit yang ditimbulkan oleh Rhizopus oryzae yang ditemukan dikedua ketinggian adalah busuk lunak yang memiliki gejala pada daun seperti mengalami kelayuan dan memiliki bercak yang mula-mula berwarna kuning. Bercak tersebut kemudian menjadi kecoklatan dan bercak ini tidak mempunyai halo atau pusat bercak sehingga bentuknya tidak berarturan serta terdapat miselium putih dengan ujung miselium berwarna hitam seperti pentul yang menutupi permukaan daun. Gejala yang ditimbulkan oleh R. stolonifer adalah daun layu, berwarna kuning dan terdapat bercak-bercak yang tidak beraturan berwarna coklat. Spora dari Rhizopus dapat menyebar dengan bantuan udara dan memiliki hifa yang menghasilkan enzim pectinolytic yang merusak lamela tengah, menginfeksi jaringan dan
31
menjadikan tanaman tersebut lunak, busuk dan lama-kelamaan mengering dan berwarna hitam (Samosir 2007). Gejala penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus flavus adalah terjadi perubahan warna pada bagian daun. Mula-mula daun berwarna hijau kemudian berubah menjadi hijau pucat hingga memudar. Daun yang sudah memudar seluruhnya akan menjadi kering dan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman. Gejala seperti ini disebut klorosis (Pracaya, 2008) yang disebabkan oleh serangan penyakit dari A. flavus (Gambar 6). Gejala yang ditimbulkan dari serangan A. niger dan A. tamarii hampir memiliki kesamaan yaitu daun menguning dan mengalami kelayuan yang lama-kelamaan daun akan menajdi kering. A. flavus umum ditemukan pada kacang-kacangan, sedangkan A. niger dan A. tamarii merupakan jenis yang kosmopolit di daerah tropis dan subtropis dan mudah diisolasi dari tanah, air, buah-buahan serta serasah (Gandjar et al., 1999). Gejala penyakit yang disebabkan oleh Mucor racemosus adalah daun mengalami kelayuan dari bagian akar sampai bagian pucuk serta daun mengalami perubahan warna dari yang mula-mula berwarna hijau menjadi kekuningan (Gambar 6). Aspergillus, Rhizopus, dan Mucor merupakan fungi yang banyak menyerang tumbuhan tingkat tinggi (parasit) dan banyak ditemukan pada produkproduk pasca panen karena pertumbuhan koloninya yang sangat cepat (Susilowati dan Listyawati, 2001).
32
A 1:1,5 B 1:4 1:5 C Gambar 6. Gejala serangan fungi. A. Gejala serangan Rhizopus oryzae; B. Gejala serangan Aspergillus flavus; C. Gejala serangan Mucor racemosus (Dokumentasi pribadi) Gejala serangan berikutnya yaitu dari marga Penicillium. Berdasarkan identifikasi, marga ini belum diketahui jenisnya karena hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis yang tidak mendukung. Berdasarkan hasil pengamatan, gejala yang ditimbulkan dari Penicillium sp. adalah mula-mula daun berwarna hijau dengan bercak kuning, setelah itu bercak berubah menjadi coklat tua seperti busuk (Gambar 7). Marga ini merupakan penghuni tanah dan merusak aneka macam buah-buahan terutama buah berdaging lunak, serta dapat diisolasi dari kacang-kacangan (Gandjar et al., 1999).
1:1,5 Gambar 7. Gejala serangan Penicillium sp. (Dokumentasi pribadi) 4.3 Jenis-Jenis Fungi dan Organ Tanaman Kacang Panjang yang Diserang Untuk mengetahui fungi penyebab penyakit pada tanaman kacang panjang perlu dilakukan isolasi dari bagian tanaman yang sakit dan dibiakkan pada media PDA. Fungi yang tumbuh diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Pada
33
penelitian ini diperoleh hasil pengamatan fungi penyebab penyakit tanaman kacang panjang yang disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Fungi yang Ditemukan pada Tanaman Kacang Panjang Ketinggian (m dpl) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Aspergillus niger A. flavus A. tamarii Aspergillus sp. Fusarium sporotrichioides Mucor racemosus Mucor sp. Penicillium sp.1 Penicillium sp.2 Rhizopus oryzae R. stolonifer Trichoderma harzianum
Jumlah koloni 1
85 Organ yang diseramg Daun
373 Jumlah Organ yang koloni diserang 1 Daun 1 Daun 1 Daun -
1
Daun
-
-
1 1 1 2 -
Daun Daun Daun Daun dan bunga -
2 1 1
Daun Daun Daun
1
Daun
-
-
Berdasarkan hasil pada tabel 3 menunjukan bahwa terdapat 12 jenis dari 6 marga fungi penyebab penyakit pada tanaman kacang panjang. Pada daerah dengan ketinggian 85 m dpl keragaman fungi penyebab penyakit lebih banyak dibandingkan dengan ketinggian 373 m dpl. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat kelembaban tanah di ketinggian 85 m dpl lebih tinggi (Tabel 1). Kelembaban tanah yang tinggi mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme yang selama proses hidupnya membentuk substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tanaman (Yunasfi, 2002).
34
Marga yang paling banyak ditemukan adalah Aspergillus. Pada ketinggian 85 m dpl ditemukan 1 jenis yaitu Aspergillus sp. sedangkan dari ketinggian 373 m dpl ditemukan 3 jenis yaitu A. niger, A. flavus, dan A. tamarii (Tabel 3). Aspergillus merupakan fungi yang bersifat antagonis dan paling mendominasi dikedua daerah karena mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman. Aspergillus mempunyai pengaruh terhadap mikroorganisme patogen tanaman karena dapat mengeluarkan aflatoksin (C12H12O6) yang bersifat karsinogenik bagi manusia. Ketahanan tanaman meningkat karena jalinan hifa Aspergillus dapat menjadi penghalang bagi serangan fungi lainnya. Hal ini yang menyebabkan Aspergillus dapat ditemukan di kedua daerah baik di ketinggian 85 m dpl maupun ketinggian 373 m dpl disamping habitat dari Aspergillus yang kosmopolit (Zahara dan Harahap, 2007). Aflatoksin adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh metabolit sekunder fungi A. flavus yang sangat mematikan dan tidak dapat dinetralisir sampai pemasakan buah (Hutasoit et al., 2013). Marga yang paling sedikit ditemukan adalah Fusarium dan Trichoderma. Kedua marga ini masing-masing hanya ditemukan satu jenis. Fusarium merupakan fungi yang sangat umum dikenal sebagai organisme penyebab penyakit pada tanaman. Pada penelitian ini Fusarium hanya ditemukan pada ketinggian 85 m dpl. Fusarium cepat berkembang pada tanah yang terlalu basah, kelembaban udara yang tinggi, dan pH tanah yang rendah dengan kisaran kisaran pH 4,5-6,0 (Nugraheni, 2010). Hal ini sesuai dengan kondisi fisik pada daerah ketinggian 85 m dpl yang memiliki kelembaban udara sebesar 84% lebih tinggi
35
dibandingkan dengan ketinggian 373 m dpl dan memiliki pH tanah sebesar 5,2 (Tabel 1) sehingga pada daerah tersebut cocok untuk pertumbuhan Fusarium. Marga lain yang juga teridentifikasi yaitu Mucor, Trichoderma, dan Penicillium. Ketiga fungi tersebut merupakan fungi saprofit yang umum ditemukan di dalam tanah (Purwantisari dan Hastuti, 2009). Pada kondisi normal ketiga fungi tersebut tidak bersifat patogen terhadap tanaman, akan tetapi bila akar tanaman tersebut terinfeksi oleh nematode puru akar, jenis fungi ini akan mampu menginvasi akar sehingga tanaman menjadi sakit (Yudiarti, 2007). Marga Trichoderma merupakan kapang umum terutama di tanah dan kayu yang membusuk. Marga kapang tersebut juga dapat diisolasi dari tanaman tomat, kacang-kacangan, kentang serta rumput-rumputan seperti jagung dan gandum (Ilyas, 2006). 4.4 Deskripsi Jenis-Jenis Fungi a.
Aspergillus niger Ciri makroskopis A. niger terdiri dari suatu lapisan basal yang berwarna
putih hingga kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam, permukaan koloni A. niger terlihat seperti kapas, tidak ditemukan gari-garis kosentris atau radial dan tidak ditemukan adanya tetes eksudat. Hasil pengamatan ini sesuai dengan ciri yang dikemukakan oleh Samson dan van Reenen-Hoekstra (1988) bahwa koloni A. niger memiliki karakteristik yang khas yaitu adanya lapisan konidiofor yang rapat dan padat berwarna coklat gelap hingga kehitaman dengan daerah basal berwarna putih atau kuning.
36
1:3 Gambar 8. Makroskopis A. niger (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis Koloni A. niger memiliki vesikula berbentuk bulat hingga semibulat, konidia berbentuk bulat hingga semibulat dan memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan, kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom. Ciri-ciri seperti ini sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) dan Barnett and Hunter (1972) (Lampiran 3).
2 1
A B C Gambar 9. Mikroskopis A. niger. A. spora A. niger, 1. vesikel, 2. Konidiofor; B. kepala konidia; C. Konidia (Dokumentasi pribadi) b. Aspergillus flavus Ciri makroskopis A. flavus memiliki karakteristik warna hijau kekuningan, permukaan seperti kapas, tidak terdapat garis-garis radial atau kosentris dan tidak terdapat tetes eksudat.
37
1:3 Gambar 10. Makroskopis A. flavus (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis menunjukkan bahwa koloni A. flavus memiliki kepala konidia bulat yang merekah menjadi beberapa kolom, konidiofor berwarna hialin dan kasar, vesikula berbentuk bulat, konidia berbentuk bulat dan berduri. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis koloni A. flavus sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) (Lampiran 4). 1
2
A B C Gambar 11. Mikroskopis A. flavus; A. spora A. flavus 1. Konidiofor, 2. vesikula; B. kepala konidia; C. konidia (Dokumentasi pribadi) c. Aspergillus tamarii Ciri makroskopis A. tamarii memiliki karakteristik yaitu warna koloni coklat kehijauan, permukaan koloni seperti tepung, tidak ada garis-garis radial dan tidak terdapat tetes eksudat.
1:2,5 Gambar 12. Makroskopis A. tamarii (Dokumentasi pribadi)
38
Ciri mikroskopis Koloni A. tamarii memiliki tangkai konidiofor berwarna hialin, kepala konidia berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi kolom-kolom yang terpisah. Vesikula dan konidia berbentuk bulat hingga semibulat. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis A. tamarii sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) (Lampiran 5).
A B C Gambar 13. Mikroskopis A. tamarii, A. vesikel; B. konidia; C. konidiofor (Dokumentasi pribadi) d. Aspergillus sp. Ciri makroskopis Aspergillus sp. yang tumbuh pada media PDA memiliki karakteristik yaitu warna koloni putih dan dibagian pusat berwarna abu-abu gelap, permukaan koloni terlihat seperti kapas, tidak ditemukan gari-garis kosentris atau radial dan tidak ditemukan adanya tetes eksudat.
1:2 Gambar 14. Makroskopis Aspergillus sp. (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis dari koloni ini hanya terdapat hifa seperti benang-benang panjang yang berwarna hialin sampai kecoklatan, memiliki dinding yang agak kasar, bersepta dan ada beberapa hifa yang bercabang. Berdasarkan hasil
39
pengamatan data yang diperoleh tidak lengkap sehingga pada marga Aspergillus ini belum diketahui jenisnya.
1
2
Gambar 15. Mikroskopis Aspergillus sp.; 1. septa; 2. hifa (Dokumentasi pribadi) e.
Fusarium sporotrichioides Koloni dari Fusarium sporotrichioides memiliki karakteristik warna
koloni putih dan dibagian pusat berwarna hijau kemerahan, memiliki permukaan seperti kapas dibagian tepi, tetapi dibagian pusat seperti beludru, menggunung, tidak terdapat garis-garis radial dan konsentris, tidak terdapat tetes eksudat. Menurut Gandjar et al. (1999) Fusarium sporotrichioides memiliki miselium banyak seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru berwarna putih dan biasanya agak kemerahan.
1:2,5 Gambar 16. Makroskopis Fusarium sporotrichioides (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis koloni dari Fusarium sporotrichioides memiliki konidiofor yang bercabang, mikrokonidia berbentuk ovoid dan berdinding halus. Fungi ini bersifat kosmopolit dan dapat diisolasi dari tanah, aneka tumbuhan
40
khususnya serelia serta biji ketimun (Gandjar et al. 1999 ; barnett and hunter 1972) (Lampiran 10).
A B Gambar 17. Mikroskopis Fusarium sporotrichioides; A. konidiofor; B. mikrokonidia (Dokumentasi pribadi) f.
Mucor racemosus Berdasarkan hasil penelitian terdapat 2 koloni Mucor racemosus. Ciri
makroskopis 2 koloni ini memiliki warna permukaan putih, lebih putih dari koloni Rhizopus, memiliki permukaan koloni seperti kapas, tidak memiliki garis-garis radial dan konsentris dan tidak memiliki tetes eksudat. Hasil pengamatan ini sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999).
1:2,5 1:2,5 Gambar 18. Makroskopis Mucor racemosus (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis M. racemosus memiliki kolumela berbentuk ovoid dan berwarna hialin hingga coklat muda. Sporangiospora berbentuk elips yang lebar hingga semibulat dan berdinding halus. Khlamidospora banyak terdapat dalam sporangiofor dan berwarna kuning. Hasil pengamatan ini sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) (Lampiran 6). Jenis ini bersifat kosmopolit
41
dalam tanah dan seringkali ditemukan pada kacang-kacangan, biji-biji gandum, beras, dan tomat (Gandjar et al., 1999).
3
1
2
A B Gambar 19. Mikroskopis Mucor racemosus ; A. , 1. Kolumela, 2. sporangiofor; 3. Khlamidospora; B. sporangiospora (Dokumentasi pribadi) g.
Mucor sp. Koloni dari marga Mucor belum dapat teridentifikasi karena hasil
pengamatan mikroskopis dari marga ini tidak mendukung. Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis koloni Mucor sp. hampir memiliki karakteristik yang sama dengan koloni Mucor racemosus yaitu, memiliki warna koloni putih, permukaan berbentuk seperti kapas, tidak terdapat garis-garis radial dan tidak terdapat tetes eksudat.
1:2,5 Gambar 20. Makroskopis Mucor sp. (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis koloni dari Mucor sp. hanya terlihat miselium dan khlamidospora yang berwarna hialin keabu-abuan. Fungi ini bersifat kosmopolit
42
dalam tanah dan seringkali ditemukan pada kacang-kacangan, biji-biji gandum, beras, dan tomat (Gandjar et al., 1999). 2 1
Gambar 21. Mikroskopis Mucor sp; 1. Miselium, 2. khlamidosopra (Dokumentasi pribadi) h. Penicillium sp.1 dan Penicillium sp.2 Koloni dari marga Penicillium yang tumbuh terdapat 2 koloni yang diduga dari jenis yang berbeda. Hal ini disebabkan kedua koloni Penicillium memiliki karakteristik yang berbeda, namun jenisnya belum teridentifikasi karena hasil pengamatan dari makroskopis dan mikroskopisnya tidak menunjukkan hasil yang mendukung. Berdasarkan hasil pengamatan Penicillium sp1 memiliki karakteristik warna koloni hijau kebiruan, permukaan koloni seperti tepung, tidak terdapat garis-garis radial dan tidak terdapat tetes eksudat. Sedangkan Penicillium sp2 memiliki karakteristik warna hijau kekuningan, permukaan seperti beludru, tidak terdapat garis-garis radial dan kosentris dan tidak terdapat tetes eksudat.
(A) 1:2,2 (B) 1:2,2 Gambar 22. Makroskopis Penicillium; (A) Penicillium sp1; (B) Penicillium sp2 (Dokumentasi pribadi)
43
Hasil pengamatan mikroskopis kedua koloni tersebut hanya terdapat konidia saja. Oleh karena itu kedua koloni tersebut belum bisa diketahui jenisnya. Karakteristik dari konidia Penicillium sp1 adalah berbentuk bulat hingga semibulat, memiliki warna hialin dan sedikit kehijauan dan berdinding halus. Sedangkan karakteristik konidia Penicillium sp2 adalah berbentuk ovoid hingga bulat, memiliki warna hijau redup dan berdinding halus.
A B Gambar 23. Mikroskopis Penicillium; A. Penicillium sp1; B Penicillium sp2 (Dokumentasi pribadi) i.
Rhizopus oryzae Ciri makroskopis Rhizopus oryzae yaitu memiliki warna koloni putih
pucat, permukaan koloni seperti kapas, sedikit granular dan terdapat bintik-bintik hitam, tidak memiliki garis-garis radial dan konsentris dan tidak ditemukan adanya tetes eksudat. Hasil pengamatan ini sesuai dengan penelitian Susilowati dan Listyawati (2001), Ciri morfologi koloni Rhizopus adalah hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabu hitam, bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiofora berupa titik-titik hitam seperti jarum pentul.
44
1:2 A 1:2,5 B Gambar 24. Makroskopis R. Oryzae; A. sampel bunga; B. sampel daun (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis koloni R. oryzae memiliki sporangiofor tunggal dan berkelompok yang berdinding halus, kolumela berbentuk ovoid atau bulat dan berdinding halus, sporangiospora berbentuk bulat atau poliginal dan bergaris-garis pada permukaannya, khlamidospora berbentuk bulat dan silindris (Lampiran 5). Hasil pengamatan ini sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) (Lampiran 7).
A
B
C D Gambar 25. Mikroskopis R. oryzae; A. Sporangium,; B. Kolumela; C. Khlamidosopra; D. Sporangiospora (Dokumentasi pribadi) j.
Rhizopus stolonifer Ciri makroskopis Rhizopus stolonifer ini memiliki karakteristik warna
koloni keputihan kemudian menjadi coklat keabu-abuan, permukaan koloni
45
terlihat seperti kapas, tidak terdapat garis-garis radial dan konsentris dan tidak terdapat tetes eksudat.
1:2,5 Gambar 26. Makroskopis R. stolonifer (Dokumentasi pribadi) Ciri mikroskopis koloni R. stolonifer memiliki sporangiofor yang berdinding halus dan berlawanan arah dengan percabangan rhizoid, kolumela berbentuk bulat, sporangiospora berbentuk bulat dan sporangia berbentuk bulat. Hasil pengamatan koloni R. stolonifer baik secara makroskopis maupun mikriskopis sesuai dengan buku identifikasi Gandjar et al. (1999) (Lampiran 8).
A
B
C D Gambar 27. Mikroskopis R. stolonifer; A. kolumela; B. percabangan rhizoid; C. sporangiofor; D. sporangiospora (Dokumentasi pribadi) k. Trichoderma harzianum Koloni dari Trichoderma harzianum memiliki karakteristik berwarna hialin hingga kuning, permukaan koloni licin dan menggunung, tidak terdapat
46
garis-garis radial dan tidak terdapat tetes eksudat. Berdasarkan hasil pengamatan koloni Trichoderma harzianum memiliki pertumbuhan yang lambat. Menurut Gandjar et al. (1999), koloni Trichoderma harzianum dapat tumbuh sampai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari.
1:2,5 Gambar 28. Makroskopis Trichoderma harzianum (Dokumentasi pribadi) Ciri
mikroskopis
Trichoderma
harzianum
memiliki
karakteristik
konidiofor bercabang dan berwarna hialin, phialid tampak langsing dan panjang terutama pada apeks dari cabang. Konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek. Hasil pengamatan ini sesuai dengan penelitian Purwantisari dan Hastuti (2009); Gandjar dkk. (1999) (lampiran 9). 3 1
2
Gambar 29. Trichoderma harzianum; 1. konidiofor; 2. konidia; 3. phialid (Dokumentasi pribadi)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 1. Hasil isolasi dan identifikasi dari sampel tanaman kacang panjang (V. sinensis L.) di dua lokasi terdapat 12 jenis dari 6 marga fungi yang berasal dari marga Aspergillus, Fusarium, Mucor, Penicillium, Rhizopus, dan Trichoderma. Pada ketinggian 85 m dpl terdapat semua marga yang ditemukan. Sedangkan pada ketinggian 373 m dpl tidak ditemukan marga Fusarium, Penicillium, dan Trichoderma. 2. Fungi yang ditemukan hampir semua menyerang bagian daun dengan gejala yang tampak adalah bercak-bercak pada permukaan daun, terdapat miselium berwarna hitam dan kelayuan pada daun. 5.2 Saran Diperlukan penelitian dengan cakupan wilayah yang lebih luas dan waktu yang lebih lama serta perlu dilakukan identifikasi sampai tingkat molekuler untuk lebih memastikan spesies fungi yang telah ditemukan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penerjemah Munzir Busnia. Gajah Mada University Press. Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. Badan Pusat Statistik. 2013. Survey Pertanian, Produksi Sayuran di Indonesia. www.bps.go.id. Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Burges Publishing Company. USA Cahyono, B. 1998. Budidaya dan analisis usaha tani kacang panjang. Kanisius. Yogyakarta. Chakraborty, S., D. Ratccliff, and F. J. McKay. 1990. Effect of leaf Surface Wetness on Disease Severity. Plant Dis. 74: 379-384. Gandjar, I., Syamsuridzal, W, dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gandjar, I., R.A. Samson., K. van den Tweel-Vermeulen., A. Oetari dan I. Santoso. 1999. Pengenalan kapang tropik umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hadiastono, T. 2006. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Haryanto, E., Suhartini, T., dan Rahayu, E. 2008. Budidaya Kacang Panjang. Penebar Swadaya. Jakarta. Huda, M. 2010. Pengendalian Layu Fusarium pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.) secara Kultur Teknis dan Hayati. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hutapea, J.R. 1994, Inventaris tanaman obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta. Hutasoit, S., Suada, I. K dan Susrama, I. G. K. 2013. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Beberapa Jenis Biota Laut Terhadap Aspergillus falvus LINK dan Penicillium sp. LINK. E-jurnal Agroekoteknologi Tropika 2(1): 27-37.
48
49
Ilyas, M. 2006. Isolasi dan Identifikasi kapang pada Relung Rizosfir Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas 7(3): 216-220. Kuswanto., Astanto, K., Lita, S, dan Tutung, H. 2005. Perakitan Varietas Tanaman Kacang Panjang Tahan Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus Dan Berdaya Hasil Tinggi. Publikasi Penelitian Hibah Bersaing 11(3): 2-13. Ningsih, R., Mukarlina, dan R. Linda. 2012. Isolasi dan Identifikasi Jamur dari Organ Bergejala Sakit pada Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Protobiont 1(1): 1-7. Nugraheni, E.S. 2010. Karakterisasi Biologi Isolat-Isolat Fusarium sp pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Asal Boyolali. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Pitojo, S. 2006. Penangkaran Benih Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta. Pracaya. 2008. Hama & Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwantisari, S. dan Hastuti, R.B. 2009. Isolasi dan Identifikasi Jamur Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis, Magelang. Bioma 11(2): 45-53 Robinson, R. 2001. Biology Macmillan Science Library. Macmillan Reference. USA. Rukmana, R. 1995. Bertanam Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta. Samadi, B. 2003. Usaha Tani Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta. Samson, A. R. and E. S. van Reenen Hoekstra. 1988. Introduction to Food Borne Fungi. Centralbureau Voor Schimmelcultures. Baarn. Delpt. Samosir, J. 2007. Inventarisasi Jamur Penyebab Penyakit Pada Tanaman Stroberi (Fragaria vesca L.) Di Kecamatan Berastagi. Skripsi. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Sudantha I M. 2009. Karakterisasi Jamur Saprofit Dan Potensinya Untuk Pengendalian Jamur Fusarium Oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili. Agroteksos 19(3): 89-100. Sunaryono H., Ismunandar. 1981.Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung.
50
Susilowati, A. dan Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Biodiversitas 2(1): 110-114. Sutrisni, R. dan Widodo. 2012. Keragaman Fusarium pada Tanaman Kacang Panjang dan Peranannya bagi Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(5): 128-137. Vidiana, H. 2012. Keanekaragaman Kapang Penyebab Penyakit Tanaman Stroberi (Fragaria Holland Newton) pada Sistem Pengelolaan Tanah Di Padukuhan Soka Binangun, DesaMerdikorejo, Kec. Tempel, Kab. Sleman Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Widiastuti, L., Tohari, dan Endang, S. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar DaminosidaTerhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan dalam Pot. Ilmu Pertanian 11(2): 35-42. Wijayanto, N. dan Rhahmi, I. 2013. Panjang dan Kedalaman Akar Lateral Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Silvikultur Tropika. 04(1): 23-29 Yudiarti, T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Graha Ilmu. Yogyakarta Yunasfi. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Dan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara Zaevie, B., Marisi, N., Puji, A. 2014. Respon Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Terhadap Pemberian pupuk NPK Pelangi Dan Pupuk Organik Cair Nasa. Agrifor 12(1): 19-32 Zahara, H. dan Harahap, L.H., 2007. Identifikasi Jenis Cendawan Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Pada Topografi Yang Berbeda. Seminar Temu Teknis Pejabat Fungsional Non Peneliti. Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan
LAMPIRAN Lampiran 1. Kondisi Kebun Kacang Panjang pada Kedua Ketinggian A. Ketinggian 85 m dpl
Kondisi kebun yang banyak dikelilingi pohon pelindung
Sistem irigasi kebun yang menggunakan sistem genangan
51
52
B. Ketinggian 373 m dpl
Kondisi kebun pada ketinggian 373 m dpl
Sistem irigasi kebun yang menggunakan sistem tadah hujan
53
Lampiran 2. Perhitungan Suhu Rata-Rata di Kedua Ketinggian (
Ketinggian 85 m dpl Hari ke-1 = Hari ke-2 = Hari ke-3 = Hari ke-3 = Hari ke-5 = Hari ke-6 = Hari ke-7 = Hari ke-8 =
Rata-rata =
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)
54
Ketinggian 373 m dpl Hari ke-1 = Hari ke-2 = Hari ke-3 = Hari ke-4 = Hari ke-5 = Hari ke-6 = Hari ke-7 = Hari ke-8 = Rata-rata =
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
55
Lampiran 3. Mikroskopis A. niger Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999).
Konidia d
Vesikel
Konidia Fialid
Konidiofor
56
Lampiran 4. Mikroskopis A. flavus Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999). Konidia
Fialid
Kepala konidia Kepala uniseriate muda
konidiofor
Vesikel
57
Lampiran 5. Mikroskopis A. tamarii Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999).
Vesikel Konidia metula fialid
Konidiofor
58
Lampiran 6. Mikroskopis Mucor racemosus Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999).
kolumela khlamidospora sporangium sporangiofor
sporangiospora
59
Lampiran 7. Mikroskopis R. oryzae Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999).
Kolumela
Sporangiofor Sporangium Sporangiofor
Khlamidospora Sporangiospora
60
Lampiran 8. Mikroskopis R. stolonifer Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999). Sporangia
Kolumela
Sporangiofor
sporangiofor
sporangiospora
Zigospora
61
Lampiran 9. Mikroskopis Trichoderma harzianum Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999).
Konidia
Sel-sel pembentuk konidia Konidiofor
62
Lampiran 10. Mikroskopis Fusarium sporotrichioides Dalam Buku Identifikasi Gandjar et al. (1999). Makrokonidia
Konidiofor
Khlamidosopra Mikrokonidia