EKPLORASI CENDAWAN ENDOFIT PADA KACANG PANJANG (VIGNA SINENSIS (L.) SAVI EX HAS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
NURUL RIKMAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK
NURUL RIKMAWATI. Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna Sinensis (L) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman. Dibimbing oleh WIDODO. Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang mampu memacu pertumbuhan tanaman yang berasal dari kacang panjang dari 3 lokasi serta mempelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kacang panjang. Penelitian ini dilaksanakan sejak Maret 2009 hingga Maret 2010 di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan menggunakan cendawan endofit yang diisolasi dari daun dan tangkai daun dari kebun kacang panjang yang terserang virus mosaik kacang panjang, kebun kacang panjang sehat, serta dari benih komersial yang ditanam terlebih dahulu. Hasil dari penelitian ini adalah isolasi cendawan endofit dari 3 lokasi menghasilkan jumlah dan jenis yang beragam. Cendawan endofit paling banyak didapatkan dari lahan yang terserang virus mosaik kacang panjang dengan persentase 79,17% cendawan patogenik dan 20,83% cendawan non-patogenik. Dari ketiga lokasi didapatkan 11 isolat cendawan endofit non-patogenik yang digunakan untuk pengamatan perkecambahan benih serta pertumbuhan tanaman. Aplikasi perendaman benih kacang panjang dengan cendawan endofit nonpatogenik memberikan pengaruh yang lebih baik pada perkecambahan benih dibandingkan dengan kontrol. Isolat Trichoderma sp. IIb1 serta Phoma sp. Ia3 memberikan nilai tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun tidak memberikan perbedaan yang nyata pada pengamatan diameter batang dan jumlah daun.
EKPLORASI CENDAWAN ENDOFIT PADA KACANG PANJANG (VIGNA SINENSIS (L.) SAVI EX HAS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
NURUL RIKMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa NIM
: Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna Sinensis (L.) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman : Nurul Rikmawati : A34051837
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Widodo, M.S NIP. 19591115 198503 1003
Mengetahui Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP. 19640204 199002 1002
Tanggal lulus: .......................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 02 November 1987 di Sukabumi, Jawa Barat sebagai putri keempat dari enam bersaudara dari Ayah bernama H. Eman Sulaeman dan Ibu bernama Hj. Iis Aisyah. Pada tahun 2002 penulis diterima di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi. Setelah lulus SMA pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikkan di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan satu tahun berikutnya penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menempuh pendidikkan di IPB, penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman pada tahun 2009, serta Asisten Pendidikkan Agama Islam pada tahun 2008 sampai dengan 2009. Selain itu, penulis terlibat dalam beberapa organisasi yaitu menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), Badan Pengawas HIMASITA, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD), Ikatan KeluargaMuslim TPB (IKMT). Beberapa kepanitiaan yang penulis ikuti antara lain Insect Conference 2007, Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional HMPTI, Masa Pengenalan Kampus Mahasisa Baru (MPKMB), Masa Pengenalan Fakultas Saung Tani, dan lain-lain. Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dengan predikat “didanai” untuk PKM Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Cabai Jawa (Piper retrofractum) dan Kacang Babi (Tephrosia vogelli) untuk Penanggulangan Spodoptera litura pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)” serta PKM Pengabdian Masyarakat dengan judul “Penyuluhan dan Demplot Penanggulangan Sampah untuk Produksi Pupuk Organik di Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kab. Kuningan, Jawa Barat”.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah sehingga skripsi dengan judul “Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna sinensis) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai bulan Maret 2010 di Laboraturium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan Dr.Ir. Widodo MS. selaku pembimbing yang telah memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini. Dra. Dewi Sartiami, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran. Dr. Ir. Giyanto, M.Sc dan Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen komisi pendidikkan yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. Apa dan Mamah, saudara-saudaraku Teh Ina, Teh Eel, a’Uman, Asti, Maul, Ahmad Alam dan keluarga besar Garut yang dengan penuh harap mengiringi penulis dengan do’a, kasih sayang serta motivasi yang tidak pernah putus. Pak Dadang Surachman, Mba Ita, Kak Weni, Mba Nazly, Kak Dian, Pak Topiq, Pak Fajar, dan seluruh crew lab mikologi 42, 43, 44, 45 atas bantuan, kebersamaan, motivasi serta keceriaan yang mengiringi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik sangat diharapkan dari pembaca agar laporan ini menjadi lebih baik. Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat menambah ilmu dan wacana bagi penulis serta pembaca.
Bogor, November 2011
Nurul Rikmawati
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Tujuan Penelitian .............................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has ............................ Potensi Cendawan Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati .......... Perkembangan Aplikasi Cendawan Endofit sebagai Agen Pengendali Hayati .................................................................... BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ Bahan dan Alat ................................................................................... Metode Penelitian Pengambilan Sampel ................................................................ Isolasi Cendawan Endofit ......................................................... Pemurnian ................................................................................. Seleksi Cendawan Endofit pada Benih Kacang Panjang .......... Uji Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang ................................................................. Parameter Pengamatan Viabilitas Benih ........................................................................ Pertumbuhan Tanaman ............................................................. Analisis Data ............................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Endofit ............................................................ Seleksi Cendawan Endofit ................................................................. Viabilitas Benih Persentase Perkecambahan (Daya Berkecambah) ≤ 7 HST...... Persentase Pertumbuhan Benih ................................................. Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman ........................................................................ Diameter Batang ....................................................................... Jumlah Daun ............................................................................. Deskripsi Cendawan Endofit Trichoderma sp. ........................................................................ Hifa Steril Hitam ....................................................................... Phoma sp. ................................................................................. Fusarium sp. ............................................................................
4 5 6 7 7 7 8 9 9 10 11 11 12 13 14 17 18 20 24 25 29 30 31 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ Saran ..................................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
34
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Pemberian kode cendawan endofit hasil eksplorasi .........................
10
2.
Jumlah isolat cendawan patogenik dan non-patogenik pada kacang panjang dari berbagai sumber ..............................................
13
3.
Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman .....
23
4.
Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap diameter batang tanaman ................................................................................
26
Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap jumlah daun kacang panjang ............................................................
28
5.
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Perendaman benih dalam suspensi isolat cendawan endofit .............
10
2.
Seleksi cendawan endofit pada benih kacang panjang ........................
15
3.
Isolat-isolat cendawan endofit non-patogenik .....................................
16
4.
Daya berkecambah kacang panjang ≤ 7 HST .....................................
17
5.
19
6.
Persentase pertumbuhan benih kacang panjang sampai umur 21 HST ………………………………………………………………. Tinggi tanaman kacang panjang ……………………………………..
7.
Diameter batang tanaman kacang panjang ..........................................
24
8.
Jumlah daun kacang panjang ………………………………………...
25
9.
Trichoderma sp. ..................................................................................
30
10. Hifa steril hitam ...................................................................................
30
11. Phoma sp. ............................................................................................
31
12. Fusarium sp. ........................................................................................
32
21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has) merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia sebagai tanaman sayuran. Kacang panjang memiliki beberapa keunggulan yaitu harganya terjangkau, dapat dimakan mentah maupun matang, mudah dibudidayakan, serta memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap seperti protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, B2, B3, dan air (Pitojo 2006; Haryanto et al. 2010). Keunggulan diatas menjadikan kacang panjang menjadi salah satu tanaman sayuran yang dikonsumsi masyarakat, akan tetapi pada kenyataannya tingkat produksi kacang panjang mengalami penurunan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Kariada et al. (2003) bahwa produktivitas kacang panjang di tingkat petani sangat rendah yaitu 2-3 ton/ha. Hal ini diperkuat data BPS pada tahun 2009, yang menunjukan bahwa produksi kacang panjang di Indonesia dari tahun 2006 ke tahun 2007 hanya mengalami kenaikan sebesar 5,91%, sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 6,75%. Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang panjang adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), salah satunya dari golongan penyakit. Beberapa penyakit yang dominan menyerang kacang panjang yaitu virus mosaik kacang panjang yang disebabkan oleh bean common mosaic virus (Hidayah et al. 2010), layu yang disebabkan oleh Sclerotium roflsii, karat daun yang disebabkan oleh Uromyces phaseoli, penyakit sapu yang disebabkan oleh mikoplasma (Haryanto et al. 2010). Penyebab penyakit utama pada kacang panjang berasal dari golongan virus. Serangan virus dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas kacang panjang. Virus mosaik kacang panjang (VMKP) merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang dan menyebabkan kerugian sebesar 65,87% (Prabaningrum 1996 dalam Kuswanto 2007). Beberapa upaya pengendalian VMKP yaitu pengendalian vektor virus, penggunaan benih
yang sehat
dan penggunaan bahan-bahan antiviral.
Pengendalian vektor virus dapat dilakukan dengan kultur teknis yaitu dengan sanitasi lahan dan membersihkan gulma yang dapat menjadi inang alternatif
2
vektor serta penggunaan insektisida. Sedangkan untuk mendapatkan benih yang sehat, dilakukan dengan perlakuan benih yaitu perlakuan panas, sinar UV dan lain-lain (CABI 2005). Upaya pengendalian virus tanaman yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan varietas yang tahan. Namun tidak banyak tersedia kultivar yang tahan dengan VMKP. Setyastuti (2008) melaporkan bahwa dari 9 kultivar kacang panjang (Bogor Hijau I, asparagus, KP 888, Asri II, Sakura, KP 777, Dondot, Iguma dan Landung) yang banyak ditanam oleh petani rentan terhadap VMKP. Pengendalian lain yang menjadi alternatif yaitu pengendalian hayati dengan penggunaan agens pengendali hayati. Teknik pengendalian hayati akhir-akhir ini berkembang dengan pesat karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik pengendalian yang lainnya yaitu berbasis sumber daya hayati dan ramah lingkungan. Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan tanaman adalah cendawan endofit yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Potensi penggunaan cendawan endofit cukup besar untuk dikembangkan sebagai agens pengendali hayati, karena cendawan ini hidup dalam jaringan tanaman sehingga dapat berperan langsung dalam menghambat perkembangan patogen tanaman (Niere 2002). Cendawan endofit merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam pengendalian hayati. Secara harfiah, endofit berarti suatu organisme yang hidup dalam tubuh organisme lain (Doss & Welty 1995). Menurut Faeth (2002), keberadaan endofit sangat melimpah dan beragam, serta dapat ditemukan di seluruh famili tanaman pertanian maupun rumput-rumputan. Cendawan endofit adalah cendawan yang dapat menginfeksi jaringan tanaman tanpa menyebabkan penyakit (Durham 2004). Cendawan endofit hidup di antar jaringan dan tidak hidup pada jaringan angkut. Selain itu, cendawan endofit dapat bersimbiosis mutualisme dengan tanaman inang (Caroll 1988; Clay 1988) dan dapat menghasilkan berbagai hormon yang berperan dalam menginduksi ketahanan tanaman seperti IAA, sitokinin, etilen, giberelin (Obura 2010). Dari penelitian yang telah dilaporkan di atas, maka dapat dijadikan acuan untuk mengeksplorasi serta menguji lebih banyak cendawan endofit yang berasal
3
dari tanaman kacang panjang sebagai bahan induksi ketahanan untuk pengendalian penyakit pada tanaman kacang panjang.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang mampu memacu pertumbuhan tanaman yang berasal dari kacang panjang (Vigna sinensis) di 3 lokasi serta mempelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kacang panjang.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengendalian terpadu terhadap penyakit tanaman kacang panjang.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has) Kacang panjang termasuk kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Rosidae, ordo Fabales, famili Fabaceae, genus Vigna, species Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has (Plantamor 2008). Kacang panjang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang dikonsumsi oleh masyarakat dan lebih sering dipanen polongnya secara keseluruhan sebagai sayur. Habitat kacang panjang adalah tanaman semak, menjalar, semusim, dan tingginya ± 2,5 m (Pitojo 2006). Batang tanaman berukuran panjang, bertekstur liat, dan sedikit berbulu. Daun tanaman merupakan daun majemuk yang tersusun atas tiga helai dan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bunga berbentuk kupu-kupu, terletak pada ujung tangkai yang panjang. Warna bunga bervariasi yakni putih, kuning, atau biru. Bunga muncul dari ketiak daun dan setiap tangkai bunga mempunyai tiga sampai lima bunga. Buah kacang panjang berbentuk polong, bulat, ramping, dengan ukuran panjang sekitar 10-80 cm. Polong muda berwarna hijau sampai hijau keputih-putihan, sedangkan polong yang telah tua berwarna putih kekuning-kuningan. Setiap polong berisi 8-20 biji (Samadi 2003). Kacang panjang tumbuh baik pada tanah latosol ataupun lempung berpasir, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik. Bila tidak, ketika diolah dapat ditambahkan pupuk kandang. Kacang panjang dapat tumbuh pada drainase yang baik, pH sekitar 5,5-6,5 serta suhu antara 20-30 ˚C, iklimnya kering, curah hujan antara 600-1500 mm/tahun dan ketinggian optimum kurang dari 800 m dpl. Sebaiknya kacang panjang ditanam di awal atau di akhir musim hujan. Lahan terbuka di dataran rendah sangat disukai tanaman panjang. Benih kacang panjang diperbanyak dengan biji. Biji hendaknya diambil dari buah yang masak di pohon hingga kulit luarnya mengering. Polong yang diambil adalah polong yang sehat dan mulus dari tanaman yang tumbuh sehat. Untuk satu hektar lahan, dibutuhkan benih sekitar 15-20 kg (Prabowo 2007).
5
Potensi Cendawan Endofit Sebagai Agen Pengendali Hayati Penelitian terhadap cendawan endofit sudah dimulai sejak awal 1980-an. Hal ini terjadi karena keberadaan cendawan endofit mudah ditemukan pada tanaman (Dighton 2003). Sebagaimana yang diungkapkan Faeth (2002) bahwa cendawan endofit mendapat perhatian besar antara lain karena keberadaannya melimpah dan beragam, serta ditemukan dalam seluruh famili tanaman, baik tanaman budidaya maupun rumput-rumputan. Cendawan endofit adalah cendawan yang menginfeksi jaringan tanaman tanpa menyebabkan penyakit (Durham 2004). Secara harfiah endofit berarti suatu organisme yang hidup dalam tubuh organisme lain (Doss & Welty 1995). Endofit terdapat dalam substrat jaringan tanaman yang mungkin bersifat parasitik atau simbiotik, asimtomatik dan mutualistik (Clay 2004) Cendawan endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui 2 cara yaitu, secara vertikal dan horizontal (Doss & Welty 1995). Cendawan endofit yang masuk secara transmisi vertikal, masuk dari generasi ke generasi tanaman melalui benih. Menurut Clay (2004) umumnya cendawan berada pada tanaman yang termasuk golongan rumput-rumputan dimana terjadi interaksi simbiosis mutualisme karena persistensi yang tinggi. Spora cendawan endofit yang ada di udara masuk ke dalam jaringan tanaman dan hidup di antara sel secara transmisi horizontal pada tanaman berkayu (Durham 2004). Menurut Clay (2004), transmisi ini juga dapat terjadi melalui air. Petrini et al. (1992) menggolongkan cendawan endofit dalam divisi Ascomycotina
dan
Deuteromycotina.
Keragaman
cukup
besar
pada
Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996) mengemukakan
bahwa
cendawan
endofit
meliputi
genus
Pestalotia,
Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Clay (1988) melaporkan, cendawan endofit rumput dimasukkan ke dalam family Balansie yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan inang. Hubungan simbiosis mutualisme cendawan endofit dengan inang yaitu membantu inang dalam proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta
6
melindungi inang dari serangan penyakit, dan hasil fotosintatnya dapat digunakan cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Petrini et al. 1992). Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia inang (Clay 1988), sehingga keberadaan endofit dalam jaringan tanaman dapat berperan langsung dalam menghambat perkembangan patogen dalam tanaman (Niere et al. 2002). Di samping itu, cendawan endofit berpotensi melindungi inang terhadap patogen maupun hama melalui mekanisme kompetisi, induksi resistensi, antagonisme, dan mikoparasitisasi (CABI 2004).
Perkembangan Aplikasi Cendawan Endofit sebagai Agen Pengendali Hayati Menurut
Dingle
&
McGee
(2003)
menyebutkan
bahwa
Genus
Neotyphodium (Balansiae, Clavicipitacea) melindungi inang dengan melawan patogen, hama dan kekeringan, menstimulasi perkecambahan benih, pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan ketahanan tanaman dalam berkompetisi. Selain itu, Chaetomium globosum mampu melawan patogen kudis apel Venturia inaequalis. C. globosum harus mengkolonisasi bagian dalam daun agar efektif bertahan dalam periode panjang. Hasil penelitian McGee et al. (2006) cendawan endofit mengkolonisasi
tanaman
sejak
perkecambahan
sampai
fase
matang.
Pengaplikasian Phomopsis sp pada tanaman kapas telah menjadikan ukuran dan jumlah larva Heliothis armigera menjadi lebih kecil, sehingga efek kerusakan dapat ditekan. Selain itu, pada tanaman gandum, ekskresi metabolit Chaetomium sp. dapat menghambat pertumbuhan cendawan karat Puccinia triticina. Penelitian FAO (2009) cendawan Gliocladium catenulatum mengurangi kejadian penyakit sapu pada tanaman kakao dengan menekan pertumbuhan patogen Crinipellis perniciosa. Asniah (2009) berhasil mengisolasi Nigrospora sp. dari akar tanaman brokoli, rumput dan teki, dimana cendawan ini terbukti dapat menekan penyakit akar gada. Menurut Obura (2010) Nigrospora sp, Chrysosporium
sp,
Fusarium
oxysporum,
Fusarium
chlamydosporum,
Trichoderma hamatum, Trichoderma pseudokoningii efektif untuk menekan penyakit akar gada pada tanaman tomat. Sedangkan Wilia (2010) mengatakan bahwa Coniothyrium sp. mampu menekan penyakit antraknosa sebesar 29,18%.
7
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai Maret 2010 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman kacang panjang yang berasal dari kebun dengan serangan berat penyakit virus mosaik kacang panjang (VMKP), tanaman kacang panjang dari kebun tanpa serangan VMKP, serta bibit kacang panjang yang ditumbuhkan dari benih kacang panjang dengan merk dagang Long Silk. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kentang, agar-agar, alkohol 70%, asam laktat 20%, NaOCl komersial 5,25%, aquades, serta media tanam.
Alat Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, pinset, spatula, labu Erlenmeyer, gelas ukur, jarum okulasi, kompor gas, laminar air flow, microwave, boiling bath, autoclave, dan pot plastik berdiameter 12 cm.
Metode Pengambilan Sampel Sampel tanaman kacang panjang diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari kebun dengan serangan berat penyakit VMKP, kebun sehat dan bibit kacang panjang yang ditumbuhkan dari benih komersial. Sampel diambil sebanyak 10 helai daun dan 10 tangkai daun dari masing-masing sumber.
8
Sampel yang berasal dari lahan yang terkena serangan berat VMKP dan lahan sehat diambil dari pucuk daunnya serta tangkai daun yang muda. Sedangkan yang berasal dari bibit yang ditumbuhkan sendiri diambil dari daun trifoliat pertama dan kedua.
Isolasi Cendawan Endofit Sampel dari lapang. Cendawan endofit diisolasi dari bagian daun dan tangkai daun kacang panjang. Bagian daun dipotong berbentuk persegi dengan ukuran 0.5 cm x 0.5 cm, sedangkan tangkai daun dipotong dengan ukuran 0.5 cm. Masing-masing bagian kemudian didisinfeksi permukaan menggunakan alkohol 70 % selama 1 menit dan dibilas dengan aquades steril. Sterilisasi kedua dilakukan dengan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 1 menit dan dibilas menggunakan aquades steril sebanyak 3 kali. Sampel kemudian diletakkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ± 27 ˚C Hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan jika pada media uji kesterilan tumbuh cendawan. Uji kesterilan menggunakan air bilasan terakhir pencucian daun dan dioleskan pada media PDA. Jika pada cawan uji kesterilan tumbuh cendawan maka hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan karena dapat diasumsikan cendawan yang tumbuh adalah berasal dari permukaan daun. Jika pada cawan uji kesterilan tidak tumbuh apa pun, maka cendawan yang tumbuh pada isolasi tersebut berasal dari jaringan tanaman. Cendawan yang tumbuh dari dalam jaringan tanaman dan telah melalui uji kesterilan dimurnikan pada PDA dan dibuat koleksi biakan dalam agar miring.
Sampel dari bibit. Sampel tanaman diambil setelah daun trifoliat pertama dan kedua kacang panjang tumbuh. Metode pengambilan sampel sama seperti pengambilan sampel berasal dari sampel lapang.
9
Pemurnian Setelah tumbuh berbagai cendawan pada media PDA, cendawan dimurnikan dan yang memiliki bentuk dan warna yang sama dianggap satu jenis. Masing-masing jenis cendawan disimpan pada media agar miring untuk menumbuhkan sebagai bahan stok.
Seleksi Cendawan Endofit pada Benih Kacang Panjang Seleksi ini dilakukan sebagai skrining (penapisan) untuk memilih isolat cendawan endofit yang akan digunakan untuk uji pertumbuhan. Benih kacang panjang disterilisasi permukaannya dengan air hangat pada suhu 50 ˚C selama 20 menit selanjutnya dikecambahkan pada biakan murni isolat cendawan endofit yang pertumbuhannya telah memenuhi botol kultur jaringan (kira-kira berumur 7 - 14 hari). Jika benih yang ditanam tidak mampu berkecambah berarti cendawan tersebut bersifat patogen dan tidak digunakan dalam uji lanjutan, sedangkan benih yang berkecambah menandakan isolat cendawan endofit yang digunakan bersifat tidak membahayakan bagi tanaman serta berpotensi sebagai agens antagonis. Cendawan endofit yang dihasilkan pada tahap ini digunakan sebagai perlakuan pada pengamatan terhadap uji pertumbuhan vegetatif dari tanaman kacang panjang. Cendawan endofit yang didapatkan, dinamai dengan kode yang disesuaikan dengan sumber isolatnya. Cendawan endofit yang berasal dari benih komersial diberi kode I, cendawan endofit yang berasal dari lahan serangan berat virus kuning kacang panjang dinamai dengan kode II, sedangkan yang berasal dari lahan sehat dinamai dengan kode III. Cendawan endofit diambil dari 2 bagian tanaman, yaitu daun dan tangkai daun. Cendawan endofit yang berasal dari bagian daun diberi kode a, sedangkan yang berasal dari tangkai daun diberi kode b (Tabel 1).
10
Tabel 1 Pemberian kode cendawan endofit hasil eksplorasi Sumber isolat
Bagian tanaman Daun (a)
Tangkai bunga (b)
Benih komersial (I)
Ia
Ib
Lahan serangan berat (II)
II a
II b
Lahan sehat (III)
III a
III b
Uji Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang Benih yang akan diuji disterilisasi permukaan dengan melakukan perendaman menggunakan air panas selama 20 menit pada suhu 50˚C untuk menghilangkan mikroba terbawa benih. Benih kemudian direndam dalam larutan NaOCl 3% selama 1 menit. Benih yang telah disterilisasi permukaan direndam dalam suspensi cendawan endofit selama 15-20 menit. Suspensi cendawan dibuat dari cendawan endofit yang telah direisolasi dan memenuhi permukaan cawan kemudian ditambahkan aquades sebanyak 100 ml (Gambar 1). Benih kacang panjang kemudian ditanam pada media tanam yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang perbandingan 1 : 1 (b/b).
Gambar 1 Perendaman benih dalam suspensi isolat cendawan endofit
11
Parameter Pengamatan
Viabilitas Benih Persentase perkecambahan (daya berkecambah) ≤ 7 HST. Daya berkecambah adalah pengamatan benih yang berkecambah pada jangka waktu tertentu, pengamatan dilakukan setiap hari hingga 7 HST. Persentase perkecambahan ≤ 7 HST diperoleh dari rumus sebagai berikut : DB ≤ 7 HST =
Jumlah benih yang berkecambah ≤ 7 HST
x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
Persentase pertumbuhan benih. Pengamatan persentase pertumbuhan benih juga dilakukan terhadap seluruh benih yang berkecambah dan tumbuh baik. Pengamatan dilakukan setiap hari sejak 1 HST sampai dengan 21 HST. Persentase pertumbuhan benih diperoleh dari rumus sebagai berikut : jumlah benih yang tumbuh
x 100%
jumlah benih yang ditumbuhkan
Pertumbuhan Tanaman Pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kacang panjang dilakukan 1 minggu sekali pada umur 1 hingga 5 minggu setelah tanam (MST). Parameter yang diamati adalah sebagai berikut, 1. Tinggi tanaman Kacang panjang uji diamati tingginya setiap minggu. Pengamatan tinggi dilakukan menggunakan penggaris, yang dimulai dari minggu pertama hingga minggu ke-lima. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan tanah dalam polybag hingga daun tertinggi dari kacang panjang uji. 2. Diameter batang Kacang panjang uji diamati diameternya setiap minggu. Pengamatan diameter dilakukan menggunakan penggaris, yang dimulai dari minggu pertama hingga
12
minggu ke-lima. Diameter batang tanaman dihitung pada diameter kacang panjang uji yang terbesar. 3. Jumlah daun. Kacang panjang uji diamati jumlah daunnya setiap minggu hingga minggu kelima. Setiap 1 daun yang berbentuk trifoliat dihitung sebagai 1 daun.
Analisis Data Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor. Faktor tersebut adalah jenis isolat cendawan non-patogenik dengan 12 perlakuan, yaitu IIa5, Penicillium sp. IIIa2, Ia8, Ia7, Fusarium sp. IIIa19, kontrol, IIa1, IIa12, Ia3, Fusarium sp. IIb8, Trichoderma sp. IIb1 serta hifa steril IIIa3. Penamaan perlakuan didasarkan pada ketentuan Tabel 1. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga menghasilkan 60 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + αi +βj + εij dimana : Yij
: nilai
pengamatan pada perlakuan
µ
: nilai rataan umum
αi
: pengaruh
perlakuan ke-i
βj
: pengaruh
ulangan
εij
: pengaruh
galat percobaan
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
j = 1, 2, 3, 4, 5
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Statistical Analisys System (SAS) versi 9.13. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) Tukey pada taraf nyata α = 5%.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Cendawan Endofit Cendawan endofit dapat diisolasi dari semua bagian dari tumbuhan, baik akar, batang, cabang, tangkai, daun bahkan bunga. Pada penelitian ini tangkai daun dan daun yang menjadi objek pengamatan dan eksplorasi cendawan endofit. Tiga lokasi yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel, masing-masing menghasilkan jumlah dan isolat yang beragam (Tabel 2). Tabel 2
Jumlah isolat cendawan patogenik dan non-patogenik pada kacang panjang dari berbagai sumber Komposisi
Sumber isolat
Jumlah isolat
Cendawan patogenik
Cendawan non-patogenik
Benih komersial
7
4
(57,14)
3
(42,86)
Lahan serangan berat
24
19
(79,17)
5
(20,83)
Lahan sehat
5
2
(40)
3
(60)
Keterangan
: angka dalam kurung menunjukkan persentase
Cendawan endofit hasil eksplorasi memberikan hasil yang beragam jumlah dan jenisnya. Cendawan endofit yang didapatkan dari lahan serangan berat menempati peringkat tertinggi sebanyak 24 isolat dengan presentase 79,17% cendawan patogenik dan 20,83% cendawan non-patogenik. Cendawan endofit dari benih komersial didapatkan sebanyak 7 isolat dengan presentase cendawan patogenik sebanyak 57,14% dan presentase cendawan non-patogenik 42,86%. Sedangkan pada lahan sehat, mendapatkan hasil ekplorasi yang terkecil yakni sebanyak 5 isolat, dengan komposisi 40% cendawan patogenik dan 60% cendawan non-patogenik. Isolat cendawan endofit yang ditemukan dari eksplorasi ini sejumlah 36 isolat cendawan yang bersifat patogenik serta non-patogenik. Hasil eksplorasi yang beragam jenis dan jumlahnya diduga karena perbedaan varietas yang
14
digunakan serta terdapat perbedaan usia tanaman sampel. Usia sampel yang diambil dari lahan yang berpenyakit virus mosaik kacang panjang (VMKP) lebih tua dibandingkan dengan sampel yang diambil dari lahan sehat maupun yang ditumbuhkan dari benih komersial. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Stone et al. (2004) bahwa frekuensi infeksi serta keragaman cendawan endofit meningkat seiring dengan bertambahnya usia organ atau jaringan tanaman inang. Selain itu diduga karena perbedaan kondisi lingkungan serta pengolahan lahan. Pada lahan yang berpenyakit VMKP, kondisi lingkungan serta interaksi dengan tanaman lain lebih heterogen dibandingkan dengan lahan sehat serta benih komersial. Data hasil ekplorasi cendawan endofit juga memperlihatkan bahwa kelimpahan cendawan endofit patogenik pada lahan yang terkena serangan berat VMKP lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan cendawan endofit patogenik pada lahan sehat. Hal ini dapat menjadi petunjuk awal bahwa terdapat korelasi antara kelimpahan cendawan endofit patogenik dengan kejadian penyakit VMKP di lapang.
Seleksi Cendawan Endofit Seleksi cendawan endofit hasil eksplorasi bertujuan memilih isolat cendawan yang berpotensi sebagai agen hayati atau bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Pada tahap ini dipilih isolat-isolat yang tidak menyebabkan kematian atau penghambatan pertumbuhan benih kacang panjang, hal ini menunjukkan bahwa isolat tersebut tidak berpotensi sebagai cendawan patogenik yang pada umumnya mematikan pertumbuhan benih. Karakteristik cendawan patogenik pada seleksi cendawan endofit ini antara lain benih tidak berkembang; pertumbuhan benih lambat jika dibandingkan dengan isolat cendawan lainnya; benih mampu berkecambah dan tumbuh namun pada akhirnya mengalami kematian, sedangkan karakteristik cendawan nonpatogenik antara lain benih mampu berkecambah dengan baik serta akar dan batang kacang panjang tumbuh dengan baik (Gambar 2). Sedangkan yang digunakan sebagai pembanding adalah kontrol, yaitu media PDA yang ditanamkan benih kacang panjang tanpa ditumbuhkan isolat cendawan terlebih dahulu.
15
Gambar 2 Seleksi cendawan endofit pada benih kacang panjang. Kiri: cendawan non-patogenik; kanan: cendawan patogenik.
Isolat cendawan endofit non-patogenik yang dihasilkan dari eksplorasi ini antara lain Phoma sp. Ia3, Fusarium sp. Ia7, isolat Ia8, Fusarium sp. IIa1, isolat IIa5, Fusarium sp. IIa12, Trichoderma sp. IIb1, Fusarium sp. IIb8, Penicillium sp. IIIa2, hifa steril IIIa3, Fusarium sp. IIIa19 (Domsch et al. 1980; Watanabe 1994) koloni cendawan tertera pada Gambar 3. Untuk bahan stok, isolat yang diperoleh disimpan pada tabung reaksi. Isolat cendawan yang telah didapatkan digunakan untuk pengamatan viabilitas benih serta pengujian pertumbuhannya pada media tanam dengan menggunakan benih kacang panjang. Cendawan endofit non-patogenik yang didapatkan sejalan dengan cendawan endofit yang didapatkan pula oleh Niere et al. (2002) bahwa hasil eksplorasi cendawan endofit dari tanaman Pisang Awak di Uganda didapatkan genus Fusarium non-patogenik, Penicillium, serta Trichoderma. Pada isolat IIIa3 diidentifikasi sebagai hifa steril karena hasil identifikasi mikroskopik hanya terdapat hifa steril, tanpa adanya struktur reproduktif, seperti spora atau sporangium. Hal ini umum terjadi pada cendawan, karena tidak semua cendawan memiliki struktur reproduktif (Anonim 2011). Macarthur & McGee (2000) menyebutkan bahwa hasil eksplorasi cendawan endofit pada Banksia integrifolia di 3 tempat, beberapa diantaranya ditemukan hifa miselium steril.
16
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
Gambar 3 Isolat-isolat cendawan endofit non-patogenik. a. Phoma sp. Ia3; b. isolat IIa5; c. Fusarium sp. IIa1; d. Trichoderma sp. IIb1; e. Fusarium sp. IIa12; f. Penicillium sp. IIIa2; g. Fusarium sp.IIb8; h. hifa steril IIIa3; i. Fusarium sp. Ia7; j. isolat Ia8; k. Fusarium sp. IIIa19
17
Viabilitas Benih
j Persentase Perkecambahan (Daya Berkecambah) ≤ 7 HST Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan oleh gejala pertumbuhan dan atau gejala metabolismenya. Umumnya sebagai parameter viabilitas benih digunakan persentase perkecambahan. Persentase perkecambahan menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Sutopo 2004). Pada penelitian ini jangka waktu yang dibatasi pada pengamatan persentase perkecambahan adalah ≤7 HST. Presentase terbesar diperoleh pada pengaplikasikan isolat Trichoderma sp. IIb1 sebanyak 85%, dan presentase perkecambahan sebanyak 80% diperoleh pada pengaplikasian hifa steril IIIa3 dan isolat Ia3 sedangkan presentase isolat yang lain beragam yaitu 65%, 40%, 30%, 25%, 15%, 10% hingga 5% (Gambar 4). Hasil yang tidak merata ini diduga disebabkan oleh adanya cendawan patogen terbawa benih (seed-borne pathogen) yang terdapat pada benih kacang panjang yang digunakan dalam pengujian viabilitas benih ini. Cendawan patogen terbawa benih tidak dapat didegradasi oleh perlakuan sterilisasi permukaan yang telah sebelumnya dilakukan, karena cendawan patogen terbawa benih kemungkinan terletak di dalam jaringan benih.
Gambar 4 Daya berkecambah kacang panjang ≤7 HST
18
Perlakuan isolat Trichoderma sp. IIb1, hifa steril IIIa3 dan Phoma sp. Ia3 mendapatkan hasil yang tinggi, hal ini diduga karena isolat-isolat tersebut bersifat antagonistik yang tinggi sehingga mampu menekan dengan efektif pertumbuhan cendawan patogenik terbawa benih yang ada dalam benih kacang panjang uji. Sedangkan cendawan endofit lainnya kemampuan antagonistiknya rendah, sehingga kemampuan menghambat cendawan patogenik terbawa benih ada dalam benih kacang panjang tidak terlalu efektif. Selain itu, isolat Trichoderma sp. IIb1, hifa steril IIIa3 dan Phoma sp. Ia3 diduga menghasilkan hormon yang memacu perkecambahan benih serta mampu melakukan penetrasi yang baik ke dalam benih, sehingga perkecambahan benih dapat terjadi lebih cepat dibandingkan benih-benih dengan perlakuan isolat lainnya. Dighton (2003) melaporkan bahwa cendawan menginfeksi benih ketika perikarpnya hilang atau rusak dan kebugaran tanaman inang meningkat dengan adanya cendawan endofit di benih inang. Selain itu cendawan endofit dapat mengkolonisasi daun, tangkai daun serta akar jaringan rumput-rumputan pada musim dingin dan menyebar pada benih inang. Pada fase perkecambahan, inang dan cendawan endofit saling bekerja sama menjadi satu kesatuan yang saling mendukung pertumbuhan masing-masing (Stone et al. 2004).
Persentase Pertumbuhan Benih Berdasarkan pengamatan persentase pertumbuhan benih kacang panjang, dengan penanaman 20 tanaman pada setiap isolat, menghasilkan persentase pertumbuhan benih yang beragam. Isolat yang memiliki persentase pertumbuhan paling tinggi dicapai oleh isolat hifa steril IIIa3 dan Trichoderma sp. IIb1 sebesar 85% dan diikuti oleh Phoma sp. Ia3 sebesar 80%. Benih tanpa perlakuan perendaman suspensi cendawan memiliki persentase pertumbuhan benih sebesar 20% (Gambar 5).
19
Gambar 5 Persentase pertumbuhan benih kacang panjang sampai umur 21 HST
Pemberian aplikasi perendaman suspensi cendawan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan benih. Meskipun hasilnya beragam, namun seluruh perlakuan yang diberikan aplikasi perendaman suspensi cendawan memiliki persentase perkecambahan yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Benih kacang panjang yang baik dan bermutu memiliki penampilan bernas/kusam, daya kecambah tinggi di atas 85%, tidak rusak/cacat, tidak mengandung hama dan patogen (Haryanto et al. 2010). Presentase daya tumbuh benih kontrol memiliki nilai yang rendah yaitu sebesar 20%. Hal ini diduga dikarenakan cendawan patogen terbawa benih yang ada pada kacang panjang uji menghambat pertumbuhan sehingga benih tidak mampu tumbuh dengan normal. Sedangkan kacang panjang yang sebelumnya diberi perlakuan isolat cendawan
20
hasil ekplorasi, mampu menekan pengaruh cendawan patogen terbawa benih, meskipun hasilnya beragam sesuai dengan pengaruh antagonistiknya terhadap cendawan patogen terbawa benih. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Clay (1990) dalam Dighton (2003) dalam bahwa adanya cendawan endofit berada dalam benih, maka level perkecambahan akan normal. Tingkat perkembangan cendawan endofit pada tanaman inang dan proporsi benih yang terinfeksi cendawan endofit dapat menjadi aspek yang penting dalam kemampuan kompetisi tanaman. Lebih lanjut Purwanti (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan.
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman Pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 mengalami pertumbuhan tinggi tanaman tercepat, sejak minggu ke-dua hingga minggu ke-lima, pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan isolat yang lainnya, pada minggu ke-lima tingginya mencapai 35,35 cm. Berbeda sedikit dengan tinggi dari Phoma sp. Ia3 yang mencapai 32,35 cm. Sedangkan isolat yang paling rendah pertumbuhannya adalah kacang panjang tanpa pengaplikasian cendawan endofit (kontrol) hanya mencapai 3,05 cm pada minggu terakhir pengamatan (Gambar 6).
21
Gambar 6 Tinggi tanaman kacang panjang
Tinggi tanaman kacang panjang pada minggu pertama, benih yang diaplikasikan Phoma sp. Ia3 mencapai nilai paling tinggi sebesar 17,15 cm, namun secara statistik perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat Trichoderma sp. IIb1, hifa steril hitam IIIa3, Fusarium sp. IIb8. Pada minggu kedua, Phoma sp. Ia3 dan Trichoderma sp. IIb1 memiliki nilai yang tinggi dibanding isolat lainnya sebesar 25,25 cm dan 25,23 cm, namun tidak berbeda nyata dengan isolat Fusarium sp. IIb8 dan hifa steril hitam IIIa3, sedangkan dengan isolat lain berbeda nyata. Pada minggu ke-tiga, meski secara statistik tidak berbeda nyata dengan Phoma sp. Ia3 dan Fusarium sp. IIb8, namun pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 meraih nilai tertinggi sebesar 27,65 cm.
22
Pada minggu ke-empat pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 meraih nilai yang tinggi, masing-masing 30,85 cm dan 29,70 cm, meski keduanya secara statistik tidak berbeda nyata. Sedangkan pada minggu ke-lima isolat Trichoderma sp. IIb1 memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 3). Aplikasi perendaman benih dengan suspensi isolat cendawan endofit pada minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-5 menunjukkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Isolat Trichoderma sp IIb1 dan Phoma sp. Ia3 secara keseluruhan memperlihatkan nilai tinggi tanaman lebih baik. Hal ini diduga karena Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 menghasilkan hormon tumbuh dan berperan sebagai plant growth promoting fungi (cendawan pemacu pertumbuhan tanaman). Hasil penelitian
lain menyebutkan bahwa cendawan
endofit dapat berperan sebagai hormon tanaman sehingga pertumbuhan tanaman lebih bugar (Obura 2010). Hormon adalah zat kimia yang dalam kadar sangat rendah menunjukkan pengaruh pengaturan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pada suatu jarak tertentu dari tempat sintesisnya. Pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel bergantung pada hormon (Hanafiah et al. 2005). Hormon yang dihasilkan oleh Trichoderma sp.dan Phoma sp. Ia3 diduga adalah hormon auksin. Auksin adalah hormon yang berperan pada fase vegetatif, memacu pertumbuhan dan bergerak dengan polaritas yang nyata secara basipetal dalam tunas dan akropetal dalam akar (Hanafiah et al. 2005). Selain itu, terdapat hormon pertumbuhan lain diantaranya giberelin yang berperan pada daun muda yang sedang berkembang dan bergerak ke seluruh tubuh tanaman, berperan dalam pemanjangan batang dan perluasan daun. Asam absisat yaitu hormon penghambat ketika terkena cekaman lingkungan. Selain itu, hormon lainnya yaitu sitokinin yang merangsang pembelahan sel dan berperan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan pertumbuhan.
23
Tabel 3 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman Tinggi tanaman (cm) pada umur (MST)
Jenis isolat
1
2
3
4
5
Trichoderma sp. IIb1
10.33
ab
25.23
a
27.65
a
30.85
a
35.35
a
Phoma sp. Ia3
17.15
a
25.25
a
27.18
ab
29.70
a
32.35
ab
Hifa steril hitam IIIa3
9.43
abc
15.30
abc
15.50
abcd
15.85
abc
17.85
bcd
Fusarium sp. IIa1
6.93
bcd
11.18
bcd
11.65
cd
12.15
bc
13.78
cd
Fusarium sp. IIb8
6.78
bcd
19.03
ab
20.35
abcd
23.55
ab
26.38
abc
Fusarium sp. Ia7
3.35
bcd
5.78
cd
12.23
cd
14.18
bc
16.10
bcd
isolat Ia8
1.80
cd
3.50
cd
4.95
d
5.18
c
5.40
d
isolat IIa5
0.93
d
1.95
d
5.25
d
5.65
c
6.25
d
Penicillium sp. IIIa2
0.88
d
8.08
bcd
12.90
bcd
13.73
bc
14.80
cd
Fusarium sp. IIIa19
0.30
d
3.28
cd
5.70
d
6.73
c
7.45
d
Fusarium sp. IIa12
0.00
d
10.25
bcd
12.08
cd
13.75
bc
15.65
bcd
kontrol
0.00
d
0.60
d
2.88
d
2.95
c
3.05
d
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%). MST = minggu setelah tanam
24
Stone et al. (2004) menyatakan bahwa cendawan endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder, antibiotik, dan antifungi patogen. Mekanisme kerja cendawan endofit dalam memberikan keuntungan untuk inangnya adalah dengan meningkatkan resistensi tanaman dengan menghasilkan toksin dan mikotoksin, meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, serta merangsang tanaman untuk mampu hidup di tempat kering dengan mengatur membuka dan menutup stomata.
Diameter Batang Tanaman Diameter batang kacang panjang yang diberi pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 serta Phoma sp. Ia3 sejak minggu pertama sampai minggu ke-5 tidak memiliki perbedaan yang besar. Pada minggu ke-lima diameter batang aplikasi Trichoderma sp. IIb1 mencapai 0,235 cm, Ia3 mencapai 0,225 cm, serta hifa steril hitam IIIa3 0,185 cm. Kacang panjang tanpa pengaplikasian cendawan endofit (kontrol) menunjukkan diameter terkecil yaitu sebesar 0,04 cm (Gambar 7).
Gambar 7 Diameter batang tanaman kacang panjang
25
Aplikasi perendaman benih dengan isolat Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 memiliki nilai diameter batang yang paling besar, namun secara keseluruhan pada minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-5 nilai diameter batang ada dalam kondisi yang homogen. Hal ini diduga karena umur tanaman yang masih muda, belum memungkinkan adanya pertumbuhan dan perkembangan sel batang yang sempurna. Sehingga perngaruh aplikasi cendawan endofit tidak terlihat secara nyata terhadap diameter batang (Tabel 4).
Jumlah Daun Jumlah daun memperlihatkan nilai yang beragam, jumlah daun paling besar diraih oleh kacang panjang yang diaplikasian Trichoderma sp. IIb1 sebanyak 3,75 buah pada minggu ke-5 pengamatan, diikuti oleh Phoma sp. Ia3 dengan jumlah daun 3,6 buah pada pengamatan minggu ke-5. Sedangkan jumlah daun paling kecil diperoleh kacang panjang tanpa aplikasi cendawan endofit (kontrol) dengan rata-rata jumlah daun 0,4 buah pada minggu ke-5 pengamatan (Gambar 8)
Gambar 8 Jumlah daun kacang panjang
26
Tabel 4 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap diameter batang tanaman Diameter batang kacang panjang (cm) pada umur (MST)
Jenis isolat 1
2
3
4
5
Phoma sp. Ia3
0.180
a
0.225
a
0.225
a
0.225
ab
0.225
ab
Hifa steril hitam IIIa3
0.160
ab
0.175
abc
0.185
ab
0.185
abc
0.185
abc
Trichoderma sp IIb1
0.150
abc
0.205
ab
0.230
a
0.235
a
0.235
a
Fusarium sp. IIa1
0.100
abcd
0.125
abcd
0.145
ab
0.145
abc
0.145
abc
Fusarium sp. IIb8
0.100
abcd
0.160
abc
0.160
ab
0.160
abc
0.160
abc
Fusarium sp. Ia7
0.065
abcd
0.075
bcd
0.105
ab
0.110
abc
0.110
abc
Isolat Ia8
0.040
bcd
0.040
cd
0.050
b
0.050
c
0.050
c
Penicillium sp. IIIa2
0.030
bcd
0.145
abcd
0.175
ab
0.175
abc
0.175
abc
Fusarium sp. IIIa19
0.025
cd
0.045
cd
0.070
b
0.070
bc
0.095
abc
Isolat IIa5
0.025
cd
0.045
cd
0.085
ab
0.095
abc
0.070
bc
Fusarium sp. IIa12
0.000
d
0.140
abcd
0.140
ab
0.150
abc
0.150
abc
kontrol
0.000
d
0.010
d
0.035
b
0.040
c
0.040
c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%). MST = minggu setelah tanam
27
Nilai rataan tertinggi jumlah daun kacang panjang pada minggu ke-4 dan minggu ke-5 ditunjukkan oleh aplikasi Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3. Aplikasi Trichoderma sp. IIb1 pada minggu ke-4 dan minggu ke-5 memperoleh rataan 3,15 dan 3,75 sedangkan untuk isolat Ia3 memperoleh rataan sebesar 3,25 dan 3,60. Hifa steril hitam IIIa3 pada minggu ke-5 memiliki rataan 3,35. Namun jika dibandingkan dengan perlakuan isolat lain, selang keragamannnya homogen serta secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 5). Aplikasi perendaman benih dengan suspensi cendawan endofit tidak berbeda nyata secara statistik diantara perlakuan satu isolat dengan isolat lainnya. Hal ini diduga karena umur kacang panjang pada saat pengamatan berlangsung masih muda. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan sel daun belum tumbuh dengan sempurna. Oleh karena itu, pada penelitian ini aplikasi perendaman benih dengan cendawan endofit tidak memperlihatkan perbedaan nyata terhadap banyaknya jumlah daun. Jumlah daun terutama pada fase bibit (vegetatif) sangat berpengaruh pada kecepatan tumbuh tanaman. Karena selain sebagai tempat asimilasi unsur hara, daun juga berperan sebagai tempat menyerap bahan asimilasi yang ada di udara antara lain CO2. Disamping itu, daun juga menjadi salah satu tempat hilangnya hara dari dalam tanaman. Kehilangan hara tersebut dapat terjadi karena pencucian, gutasi, ekskresi garam dan gugur daun (Sopandie 1993), sehingga tanaman pada fase bibit (vegetatif) dengan pengembangan jumlah daun yang kurang optimal akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan organ lain yang kurang optimal pula (Tjitrosoetomo 2007). Pada tiga parameter pertumbuhan tanaman, yaitu tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun, pertumbuhan kacang panjang yang paling konsisten adalah pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1. Hal ini diduga karena Trichoderma sp. dapat memproduksi senyawa penting bagi pertumbuhan tanaman. Widyastuti (2007) menyatakan bahwa Trichoderma spp memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Isolat Trichoderma telah digunakan untuk mengendalikan penyakit pada berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan maupun kehutanan yang disebabkan oleh patogen seperti Phytium, Phythopthora, Rhizoctonia, Sclerotinia, Botrytis, dan Fusarium.
28
Tabel 5 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap jumlah daun kacang panjang
Jumlah daun kacang panjang pada umur (MST) Jenis isolat
1
2
3
4
5
Phoma sp. Ia3
0.80 a
2.20 ab
2.60 a
3.25 a
3.60 a
Hifa steril hitam IIIa3
0.80 a
2.40 a
2.50 a
2.85 ab
3.35 ab
Trichoderma sp. IIb1
0.65 ab
2.20 ab
2.60 a
3.15 a
3.75 a
Fusarium sp. Ia7
0.50 ab
0.70 bcde
1.45 ab
1.65 abc
2.05 abc
Fusarium sp. IIa1
0.45 ab
1.90 abc
1.75 ab
1.95 abc
2.25 abc
Fusarium sp. IIb8
0.45 ab
1.70 abcd
2.15 ab
2.35 abc
2.80 abc
Isolat Ia8
0.40 ab
0.40 cde
0.60 b
0.60 c
0.65 c
Penicillium sp. IIIa2
0.20 ab
0.90 abcde
1.70 ab
1.85 abc
1.90 abc
Fusarium sp. IIIa19
0.10 ab
0.35 de
0.65 b
0.75 bc
0.95 bc
Isolat IIa5
0.10 ab
0.35 de
0.85 ab
1.00 bc
1.25 abc
Fusarium sp. IIa12
0.00 b
1.55 abcde
1.80 ab
1.95 abc
2.70 abc
kontrol
0.00 b
0.05 e
0.40 b
0.40 c
0.40 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%). MST = minggu setelah tanam
29
Pemacu pertumbuhan tanaman yang dihasilkan oleh Trichoderma harzianum akan membuat persentase perkecambahan benih bertambah, tanaman cepat berbunga, jumlah bunga bertambah, berat basah dan berat kering tanaman bertambah.
Mekanisme
Trichoderma
spp
dalam
memproduksi
pemacu
petumbuhan tanaman diantaranya (1) Pengaruh tidak langsung dengan cara mengendalikan patogen minor, (2) Pengaruh langsung dengan memacu pertumbuhan tanaman, (3) Pengaruh langsung dengan ketahanan terimbas. Ketahanan terimbas merupakan perangsangan sistem pertahanan tanaman dari patogen atau pengganggu lain (Widyastuti 2007).
Deskripsi Cendawan Endofit
Trichoderma sp. Trichoderma sp. merupakan salah satu cendawan yang masuk pada divisi Deuteromycota, secara makroskopis koloninya berwarna hijau, dengan warna putih kekuningan pada bagian bawahnya jika ditumbuhkan pada media PDA, cendawan ini tumbuh dengan cepat yang pada awalnya berwarna hyalin kemudian berubah menjadi hijau, fialidnya bercabang tiga, konidiofor hyalin berseptat, konidia hyalin atau berwarna hijau dengan bentuk silindris, khlamidospora biasanya terbentuk pada miselium yang sudah tua (Domsch et al. 1980). Penelitian tentang induksi ketahanan serta agens antagonis yang berasal dari Trichoderma sp. telah lama ditemukan baik di Indonesia maupun di luar negeri, Istikorini (2008) menyatakan bahwa cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. mampu menghambat cendawan secara langsung. Kemampuan dan mekanisme Trichoderma dalam menghambat pertumbuhan patogen secara rinci bervariasi pada setiap spesiesnya. Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh faktor ekologi yang membuat produksi bahan metabolit yang bervariasi pula. Trichoderma spp. memproduksi bermacam-macam bahan aktif yaitu glioviridin, sesquiterpenoids, trichothenes (trichodermin), cyclic peptides, dan kandungan metabolit isocyanide (trichoviridin). Trichoderma spp. memproduksi deretan dari senyawa penghambat volatil yang bisa membantu kolonisasi dalam
30
tanah. Trichoderma spp. memproduksi bermacam-macam metabolit sekunder, termasuk
pigmen
antharoquinone));
anthroquinone
(pachybasin-(1,8-dihydroxy-3-methyl-9,10-
emodin-(1,6,8-trihydroxy-3-methyl-9,10-anthra-quinone)),
cardinanes (avocettin), dan dihydrocoumarins (Widyastuti 2007).
b a Gambar 9 Trichoderma sp. a. Koloni pada media PDA, b. fialid bercabang tiga
Hifa Steril Hitam Pada umumnya cendawan memiliki struktur penyusun yang bersifat fertil dan steril. Namun tidak semua jenis cendawan memiliki struktur fertil atau struktur reproduktif, seperti spora, konidia, kotak spora, dan lain-lain. Cendawan jenis ini sulit untuk diidentifikasi, karena hanya tersedia hifa yang steril.
b
a
Gambar 10 Hifa steril hitam a. Koloni pada media PDA hifa steril hitam, b. miselia yang membengkak
31
Phoma sp. Phoma sp. merupakan cendawan yang termasuk pada divisi Deuteromycota, koloni makroskopisnya berwarna putih, permukaannya halus, dan pada umur yang sudah tua muncul lingkaran berwarna hitam yang merupakan tubuh buah dari cendawan. Spora Phoma sp. sangat kecil dengan ukuran berkisar 4,8–6,1x 2,1-2,7 µm. Piknidiumnya berbentuk globose, subglobose, atau tidak beraturan, berwarna hitam (Watanabe 1994). Piknidum adalah tubuh buah aseksual berbentuk kantung (bulat atau seperti labu) yang menghasilkan konidia (Gandjar et al. 2006).
a a
b
Gambar 11 Phoma sp. a. koloni pada media PDA, b. konidia dalam perbesaran 100x
Fusarium sp. Fusarium sp. merupakan salah satu cendawan yang masuk pada divisi Deuteromycota. Fusarium sp. tumbuh dengan cepat. Biasanya koloni berwarna putih, kekuningan, jingga, ungu, dapat terlihat berwarna pucat maupun terang. Fusarium sp. memiliki dua jenis spora yaitu makrokonidia dan mikrokonidia, makrokonidia adalah spora yang berukuran besar biasanya berbentuk bulan sabit, seperti kurva, seperti perahu dan silindris yang memiliki 2-6 sekat, ukuran makrokonidia yaitu 29,1-45 x 2,9-4,7 µm. Sedangkan mikrokonidia berukuran lebih kecil berbentuk silindris atau elips yang memiliki 1-2 sekat, ukuran mikrokonidia yaitu 6-15,8 x 1,9-3,7 µm. Spora bertahan yang disebut khlamidospora bisa terbentuk namun bisa juga tidak terbentuk. Permukaan miselium ada yang membentuk miselium udara (aerial mycelium) yang
32
menyebabkan permukaan terlihat lebih tebal (Domsch et al. 1980; Watanabe 1994).
b
c a
e
d
Gambar 12 Fusarium sp. a. koloni pada media PDA, b. makrokonidia, c. mikrokonidia, d. konidiofora dikotomi, e. pembengkakan hifa
33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Isolasi cendawan endofit dari tiga lokasi menghasilkan jumlah dan jenis yang beragam. Cendawan endofit paling banyak didapatkan dari lahan yang terserang virus mosaik kacang panjang yaitu sejumlah 24 isolat dengan persentase cendawan patogenik 79,17% dan cendawan non-patogenik 20,83%. Aplikasi perendaman benih kacang panjang dengan cendawan endofit non-patogenik memberikan pengaruh lebih baik pada perkecambahan benih dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 memberikan nilai yang konsisten untuk semua parameter pertumbuhan tanaman sehingga berpotensi sebagai cendawan agens hayati.
Saran Perlu penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 di lapangan untuk induksi ketahanan tanaman terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Selain itu, diperlukan penelitian tentang cara aplikasi dan dosis yang tepat untuk pemanfaatan isolat tersebut.
34
DAFTAR PUSTAKA
[CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2004. Crop Protection Compendium [CD-ROM]. Wallingford: CAB International. [CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2005. Crop Protection Compendium [CD-ROM]. Wallingford: CAB International. Anonim. 2011. Sterile mycelium. Sporometrics Inc. http://www.sporometrics.com resources/fungal-descriptions/sterile-mycelium/ [20 Agustus 2011]. Asniah. 2009. Potensi cendawan asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu untuk pengendalian penyakit akar gada pada tanaman brokoli [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. BPS. 2009. Produksi hortikultura di Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=55¬ab=15 [10 Februari 2011]. Carroll GC. 1988. Fungal endophytes in stems and leaves: From latent pathogen to mutualistic symbiont. Ecology 69:2–9. Clay K. 1988. Fungal endophytes on grasses: a defensive mutualism between plants and fungi. Ecology 69:10-16. Clay K. 2004. Fungi and the food of the gods. Nature 427:401-402. Dighton J. 2003. Endophyte and antiherbivore action. Di dalam: Bennet JW, editor. Fungi in Ecosystem Processes. USA: Marcel Dekker. hlm 274-281. Dingle J, McGee PA. 2003. Some endophytic fungi reduce the density of pustules of Puccinia recondita f. sp. tritici in wheat. Mycol. Res. 107(3): 310–316. Domsch KH, Gams W, Anderson TH. 1980. Compendium of Soil Fungi Vol 1. New York: Academic Press. Doss RP, Welty RE. 1995. A PCR-based procedure for detection of Acremonium coenophilum in tall fescue. Phytopathology 85:913-914. Durham NC. 2004. Armies of fighting fungi project chocolate trees. www.rpi.edu/ajayan/locker/publications/natureajayanjan202004.pdf[02 Februari 2011] . Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists? – Oikos 98:25– 36. FAO. 2009. Main functions and services provided by microorganism relevant to food and agriculture. Roma: Commission On Genetic Resources For Food And Agriculture. Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
35
Hanafiah KA, Napoleon A, Ghofar N. 2005. Biologi Tanah: Ekologi & Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 2010. Budi Daya Kacang Panjang. Jakarta: Penebar Swadaya. Hidayah N, Nurulita S, Putra MC, Israhayu R. 2010. Potensi beberapa ekstrak gulma untuk mengendalikan penyakit mosaik pada kacang [PKM]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Istikorini Y. 2008. Potensi cendawan endofit untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kariada IK, Kartini NL, Aribawa IB. 2003. Pengaruh pupuk organik kascing (POK) dan NPK terhadap sifat kimia tanah dan hasil kacang panjang di lahan kering Desa Pegok Kabupaten Badung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Macarthur D, McGee P. 2000. A comparison of the endophytic fungi from leaves of Banksia integrifolia at three sites on the east coast of Australia. Australasian Mycol. 19(3):80-83. McGee P, Dingle J, Macarthur D, Creighton N, Istifadah N. 2006. Endophytic fungi add to plant defences. Microb. Australia 24(3):42-43. Niere B, Gold C, Coyne D. 2002. Banana endophytes: Potential for pest biocontrol. Biocontrol News and Information 23:4. Obura BO. 2010. Root endophytic fungi of tomato and their role as biocontrol agents of root-knot nematodes Meloidogyne incognita (Kofoid and White) Chitwood and growth promotion in tomato plants (Lycopersicon esculentum Mill) [thesis]. Bogor: Graduate School, Bogor Agricultural University. Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1992. Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natur Toxins 1:185-196. Pitojo S. 2006. Penangkaran Benih Kacang Panjang. Yogyakarta: Kanisius. Plantamor. 2008. Kacang panjang (Vigna sinensis). http://www.plantamor.com/ /index.php?plant=1281 [01 Februari 2011]. Prabaningrum L. 1996. Kehilangan hasil panen kacang panjang (Vigna sinensis Stikm) akibat serangan kutu kacang panjang, Aphis craccivora Koch. Di dalam: Kuswanto, Waluyo B, Soetopo L, Afandi A. 2007. Evaluasi keragaman genetik toleransi kacang panjang (Vigna sesquipedalis (L). Fruwirth) terhadap hama aphid. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus (1):1925. Prabowo AY. 2007. Budidaya kacang budidaya.blogspot.com [01 Februari 2011].
panjang.
http://www.teknis-
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian 11(1):22-31. Samadi B. 2003. Usaha Tani Kacang Panjang. Yogyakarta: Kanisius.
36
Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap infeksi Bean Common Mosaic Virus (BCMV) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sopandie D. 1993. Penyerapan Hara, Angkutan Jarak dekat dan Jarak Jauh dalam Xilem dan Floem. Diktat Kuliah AGR 639 Interaksi antara Hara dan Tanaman. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Stone JK, Polishook JD, White JF. 2004. Endophytic Fungi. Di dalam: Mueller GM, Bills GF, Foster MS, editor. Biodiversity of Fungi: Inventory and Monitoring Methods. California: Elsevier Academic Press. hlm 241-270. Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS, Yang X. 1996. Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. J. Aquat Plant Manag. 40:76-78. Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Tjitrosoetomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Watanabe T. 1994. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi: Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. Tokyo: Lewis Publishers. Widyastuti SM. 2007. Peran Trichoderma spp. dalam Revitalisasi Kehutanan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wilia W. 2010. Potensi cendawan endofit dan khamir untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum accutatum L.) pada tanaman cabai [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.