IDENTIFIKASI CACING ENDOPARASIT PADA FESES SAPI POTONG SEBELUM DAN SESUDAH PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS DIGESTER FIXED-DOME IDENTIFICATION OF ENDOPARASITE HELMINTHS IN BEEF CATTLE FECES AT BEFORE AND AFTER BIOGAS PROSESSING IN FIXED-DOME DIGESTER Novalyta Nugraheni*, Eulis Tanti Marlina**, Yuli Astuti Hidayati**. Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran **Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Fesessapipotongmerupakanbahan yang potensialuntukdijadikanbahanbakupembuatan biogas. Fesessapipotongdapatmengandungmikroorganismeendoparasitseperticacing yang dapatmenyebabkangangguansistemekologis.Penelitianinibertujuanuntukmengetahuijeni sdanjumlahcacingendoparasitsebelumdansesudah proses pembentukan biogas digester fixeddome.Penelitianinimenggunakanmetodedeskriptif.Identifikasidilakukanpadafesessapipot ongsegardansludgehasilikutan pembentukan biogas. Terdapat 4 jeniscacingendoparasit yang teridentifikasisebelumpembentukan biogas digester fixed-domeyaituStrongylussp, Fasciolasp, ParamphistomumspdanMonieziaspsedangkanjeniscacingendoparasit yang teridentifikasisetelahpembentukan biogas digester fixed-domeadalahStrongylus sp.Jumlahtelurcacingsesudah proses pembentukan biogas mengalamipenurunan. Strongylusspmengalamipenurunansebesar 77,5% sedangkanFasciolasp, ParamphistomumspdanMonieziaspmengalamipenurunansebesar 100%. Kata Kunci : Feses sapi potong, Biogas, Digester Fixed-dome, CacingEndoparasit
ABSTRACT Beef cattle feces is a potential material to be used as raw material for biogas. Beef cattle feces can contain microorganismsendoparasites like helminth that can cause ecological system. This study was aimed to determine the type and number of endoparasithelminthbefore and after the formation of fixed-dome biogas digester. This research used descriptive method. Identification was done on fresh feces beef cattle and sludge of biogas prosessing. Endoparasiteshelminth were identified before biogas prosessing is Strongylussp, Fasciolasp, Paramphistomumsp and Monieziasp and type endoparasiteshelmintidentified after biogas prosessing is Strongylus sp. The number of worm eggs after the process of biogas prossingdecreased. Strongylussp decreased by 77.5% while Fasciolasp, Paramphistomumspand Monieziasp decreased by 100%. Keywords : Beef cattle feces, Biogas, Digester Fixed-dome, Endoparasiteshelminth FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 1
PENDAHULUAN Tingginya permintaan terhadap produk peternakan khususnya daging menyebabkan prospek usaha peternakan sapi potong menjadi lebih baik. Hal tersebut mendorong berkembangnya sistem usaha penggemukan (feedlot) sapi potong. Sistem pemeliharaan feedlot sapi potong yang intensif menyebabkan limbah yang dihasilkan terkonsentrasi di satu tempat. Limbah sapi potong terutama feses merupakan hasil buangan dari usaha peternakan sapi potong yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan. Feses sapi potong masih mengandung nutrien atau bahan organik yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah feses ternak yang selama ini dianggap mengganggu perlu ditangani dengan cara yang tepat. Salah satu solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah feses sapi potong adalah dengan mengubahnya menjadi biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme melalui fermentasi secara anaerob dari bahanbahan organik diantaranya limbah feses sapi potong. Feses sapi potong yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas dapat mengandung mikroorganisme endoparasit seperti cacing yang dapat menyebabkan gangguan sistem ekologis diantaranya penyebaran penyakit terhadap ternak maupun manusia. Telur dan larva cacing endoparasit ini dapat masuk ke dalam tubuh sapi dengan mengkonsumsi rumput dan air yang
telah terkontaminasi oleh telur dan larva cacing parasit. Selain itu, telur dan larva cacing juga dapat mengurangi kualiatas lumpur sisa biogas (sludge), yang biasa digunakan sebagai pupuk organik. Pupuk organik yang mengandung telur dan larva cacing apabila digunakan pada tanaman dapat mengkontaminasi tanaman dan air, yang pada akhirnya dikonsumsi manusia atau digunakan sebagai pakan ternak sehingga siklus hidup telur cacing terus berlanjut. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan yang digunakandalampenelitianiniadalahfeses sapipotong, larutangulajenuh BJ 1,2, methylen blue 5%, larutan eosin 1%, dan aquadest. Peralatan yang digunakandalampenelitianiniadalahRan gkaian biogas tipe fixed-dome, mikroskop, pipet, botol plastik, cawan petri, gelas ukur, object glass, cover glass, lemari pendingin, timbangan, kamar hitung whitlock (counting chamber whitlock), cooling box, saringan, dan corong. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metodekuantitatifdengananalisislaborato rium, ditabulasi dalam bentuk tabel disertai dengan persentase penurunan. Uji yang dilakukan pada sampel adalah sebagai berikut: Identifikasi Cacing Endoparasit Pengujianbertujuanuntukmengetahuiada tidaknyatelurcacingendoparasit.Dilakuk anidentifikasitelurcacingendoparasitber dasarkanmorfologi, struktur, danukurandarihasilpengamatan yang disesuaikandenganliteratur.Diambilsam pelfesessapipotongsebanyak 10 gram.Timbangfesesseberat 4 gram,
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 2
tambahkanlarutangulajenuh 60 ml, diadukhinggalarut.Masukkanpadabotols ampeldengancorongdansaringan.Masuk kanpadakamarhitung Whitlock menggunakan pipet duakamarhitung per sampel, kemudiandicaritelurcacing di dalamsampellaludiidentifikasidenganme mbandingkandanmengacupadaliteratur yang adasertadilakukanperhitungan EPG (Egg Per Gram). Pengujianinidilakukan di LaboratoriumParasitologiBalaiPengujia ndanPenyidikanPenyakitHewandanKese hatanMasyarakatVeterinerCikoleLemba ngJawa Barat. Hasil pengamatan terhadap identifikasi telur cacing endoparasit pada sampel feses sapi potong sebelum dan sesudah
Pemeriksaan Kuantitas Cacing Endoparasit Pemeriksaan kuantitatif dilakukan untuk menentukan jumlah telur per gram feses atau Egg Per Gram (EPG). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Cikole Lembang Jawa Barat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembentukan biogas digester fixed-dome disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Telur Cacing Endoparasit Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas Digester Fixed-dome Identifikasi Telur Cacing Nematoda Trematoda Cestoda
Jenis Telur Cacing Sebelum Strongylus sp Fasciola sp, dan Paramphistomum sp Moniezia sp
Sesudah Strongylus sp -
Infeksi cacing dari kelas nematoda yang teridentikasi adalah Strongylus sp. Cacing Strongylus sp dapat masuk kedalam tubuh sapi melalui infeksi pada rumput yang umumnya dijadikan pakan sapi. Telur nematoda keluar bersama feses, mengkontaminasi hijauan pakan, air minum serta lantai kandang yang tidak bersih. Peternak umumnya mencari rumput untuk pakan ternak pada waktu pagi hari, hal tersebut menurut Kusumamihardja (1992), merupakan waktu larva cacing bereaksi menginfeksi inangnya. Faktor suhu juga mempengaruhi infeksi cacing Strongylus sp. Sampel feses sapi potong diambil dari peternakan rakyat Dusun Cinengang Desa Cileles Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan data Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2009, Kecamatan Jatinangor beriklim tropis dengan suhu 15oC-26oC. Menurut Levine (1990), iklim tropis yang bersuhu 26oC-30oC merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur Strongylus sp. Dari kelas Trematoda cacing yang teridentifikasi adalah Fasciola sp, dan Paramphistomum sp. Kedua cacing ini memerlukan siput sebagai hospes perantara. Infeksi pada hospes definitif terjadi pada saat ternak memakan rumput atau meminum air yang mengandung metaserkaria kedua cacing ini. Infeksi cacing dari kelas cestoda yang ditemukan adalah Moniezia sp. Hasil penelitian diketahui bahwa telur
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 3
cacing Moniezia sp ditemukan dalam jumlah sedikit. Hal tersebut dikatakan baik mengingat infeksi cacing cestoda dapat bersifat zoonosis, sehingga keberadaannya dalam jumlah sedikit dalam feses sapi potong akan aman terhadap lingkungan. Musim kemarau dapat mengganggu perjalanan siklus hidup telur cacing pita seperti hal nya cacing trematoda, sehingga menyebabkan infeksinya rendah. Pada akhir pembentukan biogas masih ditemukan telur cacing Strongylus sp.Cacing Strongylus sp ditemukan pada sludge biogas dikarenakan siklus hidupnya yang dapat bertahan pada kondisi dan suhu yang sesuai dengan proses pembentukan biogas. Telur cacing Strongylus sp dapat bertahan pada suhu 8oC-38oC dengan kondisi aerob. Keberadaan cacing Strongylus sp dalam sludge pembentukan biogas dapat juga disebabkan kontaminasi dari faktor lingkungan sekitar. Faktor lingkungan juga mendukung ditemukannya cacing Strongylus sp. Salah satunya adalah
terdapatnya tumbuhan semak dan saluran air yang ada di sekitar kandang. Semak terlihat lebat sehingga dapat mendukung berkembangnya vektorvektor parasit. Ketiga cacing lainnya yaitu Fasciola sp, Paramphistonum sp, dan Moniezia sp yang teridentifikasi sebelum proses pembentukan biogas tidak ditemukan dalam sludge sisa pembentukan biogas. Hal tersebut dikarenakan kondisi dalam digester biogas yang tidak sesuai dengan lingkungan hidup cacing-cacing tersebut. Menurut Abbasi dkk (2012) umumnya digester anaerob bekerja pada suhu bakteri mesofilik dengan suhu antara 20ºC- 45ºC sedangkan cacing endoparasit tidak dapat bertahan hidup pada kondisi suhu melebihi 37ºC sehingga cacing tidak dapat bertahan hidup dan akhirnya mati. Hasil penelitian jumlah cacing endoparasit sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas digester disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Telur Cacing Endoparasit Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas Digester Fixed-dome Rata-rata Jumlah Telur (EPG) Persentase Penurunan Jenis Cacing (%) Sebelum Sesudah Strongylus sp 53,33 ±27,53 12±11,27 77,5 Fasciola sp 4,44±0,84 0 100 Paramphistonum sp 2,11±1,90 0 100 Moniezia sp 1,67±2,89 0 100 Infeksi Strongylus s, Fasciola sp, Paramphistonum sp, dan Moniezia sp pada sapi potong dapat dikatakan infeksi ringan. Menurut Herdayani (2011), infeksi telur pada sapi potong berkisar antara 0-240 EPG feses termasuk dalam derajat infeksi ringan. Jumlah telur cacing pada akhir pembentukan biogas (lumpur sisa biogas) dikatakan berkurang. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Ellin dkk (2009) dan Titus dkk (2013), fermentasi anaerobik dalam biogas mampu memperlambat atau menonaktifkan perkembangan telur endoparasit yang dapat diidentifikasi dari sludge. Terbentuknya gas metana pada proses pembentukan biogas menurut penelitian Ellin dkk (2009) juga dapat
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 4
menghambat pertumbuhan cacing parasit sehingga cacing tidak dapat hidup secara normal. Selain itu hasil penelitian Oropeza (2001) menambahkan bahwa penurunan jumlah telur cacing parasit disebabkan karena dalam keadaan anaerob telur cacing tidak dapat berkembang menjadi larva sehingga mereduksi jumlah telur dan larva cacing parasit. Penurunan jumlah telur dan larva pada proses pembentukan biogas terjadi pada fase asidogenik atau fase pengasaman dimana asam organik yang terdiri dari asam asetat dan asam propionat diproduksi. Proses pengasaman menghasilkan gas metana yang dapat meningkatkan temperatur dalam digester untuk mendorong telur dan larva cacing inaktivasi. Menurut Jimenez (2007) asam organik yang dihasilkan pada saat proses pembentukan biogas memiliki efek beracun untuk telur cacing parasit karena dapat mengganggu reaksi seluler sehingga merusak membran inti telur cacing parasit. Hays (1977) dalam Titus dkk (2013) mengungkapkan bahwa efektivitas fermentasi anaerob dalam menurunkan jumlah telur cacing parasit di pengaruhi oleh waktu proses pencernaan dalam digester (Hydraulic Retention Time) dan temperatur. Semakin lama waktu proses pencernaan dalam digester maka jumlah larva dan telur endoparasit semakin berkurang. Dalam penelitian yang dilakukan proses pembentukan biogas terjadi selama 4 minggu sehingga mempengaruhi pertumbuhan cacing parasit. Umumnya pada digester dapat tercapai suhu yang sesuai untuk hidup bakteri mesofilik yaitu antara 25ºC- 37ºC (Saragih, 2010). Sludge atau lumpur sisa pembentukan biogas yang merupakan hasil sampingan dari biogas banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Spesifikasi pupuk organik yang yang baik menurut Peraturan Menteri Pertanian omor 70/Permentan/SR.140/10/2010 negatif mengandung mikroorganisme parasit dan patogen sedangkan berdasarkan studi epidemiologi, WHO menetapkan batas jumlah telur cacing endoparasit dalam sludge pembentukan biogas adalah < 1 EPG. Berdasarkan pernyataan tersebut maka lumpur sisa pembentukan biogas (sludge) yang dihasilkan belum dapat dikatakan baik digunakan sebagai pupuk organik karena masih mengandung cacing parasit walapun jumlahnya sedikit. KESIMPULAN Berdasarkanhasilpenelitiandanpembaha sandapatdisimpulkanbahwa: 1. Terdapat 4 jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi sebelum pembentukan biogas digester fixed-dome yaitu Strongylus sp, Fasciola sp, Paramphistomum sp dan Moniezia sp sedangkan jenis cacing endoparasit yang teridentifikasi setelah pembentukan biogas digester fixed-dome adalah Strongylus sp. 2. Jumlahtelur cacing endoparasitsebelumdansesudahp embentukan biogas mengalamipenurunan. Strongylus sp mengalami penurunan sebesar 77,5% sedangkan Fasciola sp, Paramphistomum sp dan Moniezia sp mengalami penurunan sebesar 100%. DAFTAR PUSTAKA Abbasi, Tasnem. S.A. Abbasi, dan S.M. Tauseef. 2012. Biogas Energy. Springer New York Dordrecht Heidelberg. London
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 5
Ellin H, Yuli A, dan Denny S. 2009. Pengaruh Fermentasi Anaerob Berbagai Kotoran Ternak Terhadap Jumlah Telur dan Larva Cacing Infektif Dalam Lumpur Hasil Sampingan Pembuatan Gasbio. Indonesian Journal of Veterinary Science and Medicine. Vol. 1 No. 1, 17-20. Herdayani, F. Ratna. 2011. Prevalensi Helminthiasis Saluran Pencernaan pada Sapi Potong di Dukuh Jengglong Kecamatan Wangir Kabupaten Malang. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jimenez, K. 2007. Helminths (Worms) Eggs Control In Wastewater And Sludge. International Symposium on New Directions in Urban Water Management. UNESCO Paris Kusumamiharja S. 1992. Parasit Dan Parasitosis Pada Hewan Ternak Dan Hewan Piaraan Di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor Levine, Norman D. 1990. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Oropeza, M Rojas. N Cabirol, S. Ortega, L.P. Castro Ortiz dan A Noyola. 2001. Removal Of Fecal Indicator Organisms And Parasites (Fecal Coliforms And Helminth Eggs) From Municipal Biologic Sludge By Anaerobic Mesophilic And Thermophilic Digestion. Journal Water Science and Technology Vol. 44 No. 4 97-101 Saragih, Budiman R. 2010. Analisis Potensi Biogas Untuk Menghasilkan Energi Listrik dan Termal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan (Studi Kasus pada Mal Metropolitan Bekasi). Tesis, Program Magister Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok Titus AB Ogunniyi, Ifeolu Kehinde Adewumi, Albert Cosmas Achudume, dan Ayotunde Ade Folayanka. 2012. Parasite Count and Survival during Fecal Waste Fermentation in a Piggery. Journal of Tropical Medicine and Parasitology. Vol 35 No. 1. 6-13
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 6
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Novalyta Nugraheni
NPM
: 200110110284
JudulArtikel : Identifikasi Cacing Endoparasit pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas Digester Fixed-Dome Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyataan ini. Dibuat di Jatinangor, September 2015 Penulis,
(Novalyta Nugraheni) Mengetahui, Pembimbing Utama,
(Dr. Eulis Tanti Marlina, S.Pt., M.P.) PembimbingAnggota,
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 7
(Dr. Ir. YuliAstutiHidayati, M.P.)
FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran 8