IDENTIFIKASI KAPANG PADA FESES SAPI POTONG SEBELUM DAN SESUDAH PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PADA DIGESTER FIXED-DOME IDENTIFICATION OF MOLDS IN BEEF CATTLE FECES BEFORE AND AFTER THE FORMATION PROCESS OF BIOGAS IN FIXED-DOME DIGESTER Ade Fitri Damayanti*, Tb. Benito A. Kurnani, Deden Zamzam Badruzzaman. Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian mengenai “Identifikasi Kapang pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-dome“ dilaksanakan pada bulan Maret 2015. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah dan jenis kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode kuantitatif dengan analisis laboratorium. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah kapang mengalami penurunan berkisar antara 60,43%83,70%. Hasil identifikasi jenis kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome diantaranya yaitu Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aureobasidian pullulans, Monilia sitophila, Mucor plumbeus. Kata kunci : Feses sapi potong, Biogas, Jumlah kapang, Jenis kapang
ABSTRACT Research on “identification of molds in beef cattle feces before and after the process of formation biogas in fixed-dome digester” was carried out in the month of March 2015. This research aims to understand the number and species of molds in beef cattle feces before and after the process of making biogas in fixed-dome digester. This study used microbial analysis methods. The research results showed that the molds number in the feces were decline in the range of 60,43%-83,70%. The results of identification species of molds in beef cattle feces before and after the process of making biogas with fixed-dome digester are Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aureobasidian pullulans, Monilia sitophila, Mucor plumbeus. Keyword : Beef cattle feces, Biogas, the number of molds, a species of molds
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1
PENDAHULUAN Limbah ternak merupakan sisa buangan dari kegiatan peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan pengolahan produk ternak. Seperti halnya sampah domestik, limbah berupa feses sapi juga mengandung bahan organik (Insani, 2013). Feses sapi potong ini dapat dimanfaatkan sebagai biogas untuk pengganti bahan bakar fosil, juga untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Namun demikian karena biogas tersebut berasal dari feses ternak salah satunya feses sapi potong, banyak mikrooganisme yang terkandung di dalamnya, seperti bakteri, protozoa, dan kapang. Pembentukan biogas meliputi tiga tahap, diantaranya yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahapan-tahapan ini terjadi aktvitas perkembangan mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, dan kapang. Mikroorganisme jenis kapang merupakan mikroorganisme yang sebagian besar bersifat aerob dikarenakan perkembangan kapang dipengaruhi oleh oksigen dan kadar air. Peran kapang dalam pembentukan biogas terjadi pada tahap hidrolisis yang merupakan proses penguraian zat-zat kompleks menjadi sederhana. Selain itu, pada tahap hidrolisis ini juga masih terkandung oksigen sehingga perkembangan kapang pada tahap ini masih stabil. Berbeda halnya pada tahap pengasaman dan tahap metanogenik, pada tahap ini keberadaan oksigen sangat kecil dikarenakan pada proses tersebut berada dalam keadaan anaerob, maka hal ini pun dapat mempengaruhi keberadaan kapang. Proses digesti anaerob untuk pengolahan limbah peternakan pada biogas akan memberikan dampak
terhadap keberadaan kapang menurunkan populasi kapang.
yaitu
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel feses sapi potong dari substrat biogas dan sludge sisa pembentukan biogas, PDA (Potato Dextrose Agar), aquades, antibiotik, spirtus, NaCl fisiologis Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol plastik, timbangan analitik, gelas ukur, kompor, batang pengaduk, erlenmeyer, auto clave, bunsen, korek api, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas label, pipet ,bulp pipet, cawan petri, inkubator, kertas, dan pulpen. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis laboratorium, ditabulasi dalam bentuk tabel disertai dengan persentase penurunan. Uji yang dilakukan pada sampel adalah sebagai berikut: Perhitungan Jumlah Kapang. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kapang yang berasal dari feses sapi potong pada substrat biogas serta mengetahui masih ada atau tidaknya kapang pada sludge sisa pembentukan biogas. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor dengan menggunakan perhitungan pada cawan (total plate count/TPC). Identifikasi Jenis Kapang. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui jenis kapang yang berasal dari feses sapi potong pada substrat biogas serta pada sludge sisa pembentukan biogas jika masih ada. Identifikasi ini perlu dilakukan agar mengetahui jenis kapang
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2
yang ditemukan merupakan jenis kapang yang memberikan dampak negatif atau positif bagi lingkungan. Pengujian ini dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor Jawa Barat. Perhitungan Jumlah Kapang Perhitungan jumlah kapang dilakukan melalui pengenceran terlebih dahulu, setelah itu sampel dari masingmasing tabung reaksi yang menjadi media pengenceran dimasukan kurang lebih 1 ml dari setiap tabung reaksi 10-110-3 ke dalam media agar, kemudian dimasukan ke dalam inkubator sampai kurang lebih 4 hari dengan suhu 370C. Setelah kurang lebih 4 hari maka dapat dilihat hasilnya atau dapat diperiksa setiap hari, lalu dilakukan perhitungan jumlah kapang dengan ciri-ciri memiliki bulu halus atau berhifa yang terdapat pada sampel dengan menggunakan perhitungan pada cawan (total plate
count/TPC). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan metode triple. Identifikasi Jenis Kapang Setelah menghitung jumlah kapang, lalu dilakukan identifikasi jenis kapang dengan mengirimkan ke Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor Jawa Barat untuk di identifikasi jenis kapang tesebut. Setelah teridentifikasi, maka jenis kapang ini di analisis agar diketahui jenis tersebut memberikan dampak negatif atau positif bagi lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Kapang Sebelum dan Sesudah Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome. Sampel 1 2 3
Sebelum Sesudah -----CFU/ml----2768 752 1635 647 2360 361
Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah kapang pada sampel 1, 2, dan 3 mengalami penurunan berturut-turut sebanyak 72,83%, 60,43%, dan 83,70%. Penurunan jumlah kapang yang berkisar antara 60,43%-84,70% pada sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas ini dipengaruhi oleh penurunan jumlah oksigen karena pembentukan biogas merupakan proses anaerobik, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Buckle, dkk (1987) dan Fardiaz (1992), bahwa penurunan total kapang bisa juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
Persentase penurunan -----%----72,83% 60,43% 84,70%
pertumbuhannya selama fermentasi biogas, selain itu kapang umumnya tumbuh dalam kondisi aerobik. Persentase penurunan yang berkisar antara 60,43%-84,70% pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas selain dipengaruhi oleh penurunan oksigen, juga dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri, seperti diketahui bahwa peran bakteri sangat mendominasi terhadap pembentukan biogas, hal ini pun sejalan dengan penyataan Fardiaz (1992) bahwa apabila kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroba untuk
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3
tumbuh, kapang biasanya kalah dalam berkompetisi dengan bakteri. Proses pembentukan biogas pada dasarnya merupakan proses anaerob hal ini berbanding terbalik dengan proses hidup kapang yang sebagian besar hidup pada kondisi aerob, walaupun demikian kapang masih tetap ada pada sisa pembentukan biogas, hal ini karena pada proses pembentukan biogas walaupun dalam kondisi anaerob namun masih terdapat sedikit kandungan oksigen di dalamnya, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Setiawan (2008) bahwa pada komposisi biogas masih terdapat kandungan oksigen dalam jumlah sangat kecil yaitu sekitar 0,1-0,5%. Kadar air juga merupakan salah satu alasan masih adanya kapang pada sisa pembentukan biogas, sebagaimana diketahui bahwa pada sisa pembentukan
biogas masih adanya kandungan kadar air walaupun tidak sebanyak pada proses sebelum pembentukan biogas. Hal ini pun sejalan dengan yang dikemukakan oleh Masyhuri dkk (2013) yang menyatakan bahwa hasil dari biogas berupa gas campuran CH4, CO2, air, dan sedikit beberapa unsur seperti nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen dan hidrogen sulfida. Hasil isolasi dan identifikasi kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Identifikasi kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome. Sampel I.
II.
III.
Jenis Kapang Sebelum Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Aspergillus niger Aspergillus fumigatus Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Aspergillus niger Monilia sitophila Aspergillus fumigatus Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Monilia sitophila Aspergillus niger Aspergillus fumigatus
Sesudah Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Aspergillus niger Aspergillus fumigatus Monilia sitophila Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Aspergillus niger Monilia sitophila Aspergillus flavus Mucor plumbeus Aureobasidian pullulans Monilia sitophila
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4
Jenis kapang pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama walaupun pada sampel sesudah pembentukan biogas jumlah jenis kapang berkurang bahkan ada yang hilang, hal ini disebabkan karena pada tahap sebelum pembentukan biogas seperti diketahui proses pembentukan masih memerlukan oksigen yaitu pada tahap hidrolisis dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya hal yang sangat menentukan perkembangan kapang yaitu oksigen dan kadar air karena itu pada tahap hidrolisis ini kapang tumbuh dengan baik. Sesudah pembentukan biogas, kapang masih tumbuh walaupun dalam jumlah lebih sedikit mengingat pada komposisi biogas masih terdapat kandungan oksigen dalam jumlah sangat kecil yaitu sekitar 0,1-0,5% (Setiawan, 2008), namun hal ini dapat mempengaruhi keberadaan kapang. Kadar air berpengaruh pula pada pertumbuhan kapang, pada tahap sebelum pembentukan biogas kadar air pada feses sangat mendukung pada pertumbuhan kapang, begitupun setelah proses pembentukan biogas masih adanya kadar air yang mendukung keberadaan kapang meskipun jumlah kadar air tidak sebanyak pada proses hidrolisis. Hasil identifikasi jenis kapang yang terdapat pada feses sapi potong sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas dengan digester fixed-dome diantaranya yaitu Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aureobasidian pullulans, Monilia sitophila, Mucor plumbeus. Aspergillus niger ini berperan pada tahap hidrolisis karena memiliki enzim selulosa yang dapat menguraikan lignoselulosa Hal ini pun sesuai dengan yang dikemukakan Narasimha dkk (2006), bahwa Jenis fungi yang biasa
digunakan dalam produksi selulase adalah Aspergillus niger, karena itu kapang ini berperan dalam tahap hidrolisis. Setelah pembentukan biogas kapang ini masih tetap ada maka tidak akan berdampak negatif baik untuk tumbuhan, manusia, dan hewan ternak. Bahkan jika terdapat pada tanaman untuk bahan pakan kapang Aspergillus niger ini dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lain-lain, hal ini sesuai dengan pernyataan Hutajulu (2007), bahwa fermentasi substrat padat menggunakan jamur Aspergillus niger dapat menurunkan kandungan serat kasar, meningkatkan kadar protein dan daya cerna secara in vitro. Kapang jenis Aspergillus flavus sangat banyak menyerang bahan makanan pasca panen karena kapang tersebut dapat menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun bagi konsumen (Hutasoit dkk, 2013). Serangan Aspergillus flavus pada berbagai jenis pangan (jagung, gandum, dan beras) mengakibatkan berbagai kerusakan meliputi kerusakan fisik, kimia, bau, warna, tekstur, dan nilai nutrisi, serta berakibat pada kesehatan manusia dan hewan, oleh karena itu lumpur sisa pembentukan biogas yang masih banyak mengandung Aspergillus flavus kurang baik untuk dijadikan pupuk sebagai tanaman sebab pupuk tersebut akan menjadi kontaminasi pada tanaman tesebut (jagung, gandum, dan beras), mengingat jagung, gandum, dan beras merupakan bahan pangan untuk manusia serta merupakan bahan pakan untuk hewan ternak karena Bahan pakan yang telah tercemar Aspergillus flavus berbau busuk, berubah warna, dan menghasilkan racun aflatoksin sehingga apabila bahan yang tercemar itu termakan maka akan menimbulkan gejala keracunan pada ternak yang disebut mikotoksikosis (Winarno, dkk 1974 dan Fardiaz 1992). Banyak cara
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5
untuk dapat mengurangi keberadaan Aspergillus flavus serta kandungan aflatoksin pada kapang tersebut diantaranya Radiasi sinar matahari sangat membantu dalam upaya menekan perkembangan Aspergillus flavus, suhu juga merupakan salah satu faktor penentu dalam pertumbuhan dan perkembangan cendawan Aspergillus flavus, sehingga pada kondisi diluar suhu optimal maka Aspergillus flavus itu sulit berkembang (Talanca dkk, 2009), selain itu penggunaan mikoroba antagonis dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus sekaligus mengurangi kandungan aflatoksin. Dharmaputra (2000) melaporkan bahwa Neurospora sp. dan Rhizopus sp. dapat menurunkan kandungan aflatoksin masing-masing 50 – 79%. Aspergillus fumigatus yang terkandung pada sisa pembentukan biogas jika dijadikan pupuk untuk tanaman pangan baik tanaman pakan ternak akan berdampak negatif terutama bagi hewan ternak unggas akan menyebabkan penyakit Aspergillosis dan menyebabkan keguguran bagi sapi dan domba karena Aspergillus fumigatus menghasilkan racun yang dapat mengakibatkan pendarahan yang akut. Pencegahan pada bahan pakan tersebut dengan mencampurkan antimold ke dalam pakan agar kapang ini dapat musnah (Tyasningsih, 2010). Aureobasidian pullulans merupakan kapang patogen pada tanaman buah-buahan (apel) yang menyebabkan kering kecokelatan. Aureobasidian pullulans menyebabkan kerusakan pada jaringan buah yakni permukaan buah terlihat melepuh, berkerak, dan pada beberapa bagianbuah mengalami keretakan (Isnain dkk, 2014). Disisi lain Aureobasidian pullulans memiliki kelebihan yaitu dapat menurunkan
infeksi B.cinerea pada tanaman tomat (Rayati, 2010), sehingga kapang Aureobasidian pullulans yang masih terdapat pada lumpur sisa pembentukan biogas jika ingin dimanfaatkan sebagai pupuk maka pupuk tersebut hanya bisa diberikan pada tanaman tertentu seperti tanaman tomat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Jumlah kapang sebelum dan sesudah pembentukan biogas mengalami penurunan berkisar antara 60,43%84,70%. 2. Jenis kapang pada sampel sebelum dan sesudah proses pembentukan biogas pada digester fixed-dome diantaranya Aspergillus niger, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aureobasidian pullulans, Monilia sitophila, dan Mucor plumbeus. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., Edwar, R.A., Fleet, G.H. dan Woodon, M. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 365. Dharmaputra, O. S. 2000. Micotoxins in Indonesia Foods and Feeds. National Seminar, Current issues Food Safety and Risk Assesment. Organized by International Life Science Institute (ILSI) Southeast ILSI Science Institute, Manistry of Health-Indonesia, Bogor Agricultural Institute, In Collaboration with Food and Agricultre Organization of the United Nation. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6
1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.hal 283.
Dengan Menggunakan Larutan Ca(OH)2. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 1, Februari 2013, 1928.
Hutajulu, W.L. 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelapa Sawit yang Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Karkas Kelinci Lokal Jantan Umur 16 Minggu. Jurnal
Narasimha G, Sridevi A. Buddolia Viswanath, Subbosh Chandra M., Rajashekar Reddy B. 2006. Nutrien Effects on Production of Cellulolytic Enzymes by Aspergillus niger. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (5), pp. 472-476.
Hutasoit Sanggul, I Ketut Suada, I Gede Ketut Susrama.2013. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Beberapa Jenis Biota Laut terhadap Aspergillus flavus LINK dan Penicillium sp. LINK. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 2, No. 1, Januari 2013. Insani, Metri Dian. 2013. Degradasi Anaerob Sampah Organik dengan Bioaktivator Effective Microorganism-5 (EM-5) untuk Menghasilkan Biogas. Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1, Nomor 3, September 2013, Halaman 298-306. Isnain Ilham Rizqy, Suharjono. 2014. Prevalensi dan Identifikasi Berdasarkan Sekuen ITS Kapang Patogen Batang Tanaman Apel Var. Anna ( Malus sylvestris (L.) Mill.) di Kota Batu. Jurnal Biotropika Vol. 2 No. 5 2014. Masyhuri Aris Prasetya, Ary Mustofa Ahmad, Gunomo Djojowasito. 2013. Rancang Bangun Sistem Penyerap Karbon dioksida (CO2) Pada Aliran Biogas
Rayati.
Dini Jamia. 2010. Daya Antagonistik Jamur Filosfer Teh Terhadap Exobasidium vexans Massee, Jamur Penyebab Penyakit Cacar pada Tanaman Teh. Jurnal Penelitian The dan Kina 13(1-2) 2010: 29-36.
Setiawan, Ade Iwan. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 35-36. Talanca A.Haris, S. Mas’ud. 2009. Pengelolaan Cendawan Aspergillus Flavus pada Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9. Tyasningsih, Wiwiek. 2010. Potensi Pakan Sebagai Sumber Pencemaran Aspergillus spp Penyebab Aspergillosis pada Unggas. Veterinaria Medika, Vol. 3, No. 1, Pebruari 2010. Winarno, F.G, Laksmi, B.S. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. Bogor: Fatemeta Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama
: Ade Fitri Damayanti
NPM
: 200110110058
Judul Artikel
: Identifikasi Kapang pada Feses Sapi Potong Sebelum dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome.
Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.
Dibuat di Jatinangor, Juni 2015 Penulis,
(Ade Fitri Damayanti)
Mengetahui, Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Tb. Benito A. Kurnani., Dip.Est.) Pembimbing Anggota,
(Deden Zamzam Badruzzaman, S.Pt.,M.Si) Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8