EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
75
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KIMIA JENIS-JENIS PAKAN RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR BROOKEI) DI AREAL PENANGKARAN RUSA KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Identification and Chemical Analysis of Sambar Deer’s (Cervus unicolor Brookei) Fodder in the Center of Deer Breeding, Pasir Regency, East Kalimantan 1)
2)
ENOS BALEBU , CHANDRADEWANA BOER DAN 3) EDI SUKATON ABSTRACT This research was aimed at identification of vegetation species of Sambar Deer’s fodder to find out potential value of nutrient in the fodder, productivity, palatability and grazing area capability. Results of this research hopely to be an important information source in the management effort of Sambar Deer and also as a consideration for management application of ecology through domestication effort, breeding, hunting area and cultivation. This research was undertaken at the Center of Deer Breeding, Pasir Regency, East Kalimantan from April to July 2001, while the chemical analysis of deer’s fodder was conducted in the Laboratory of Chemistry and Livestock Fodder, Division of Livestock Nutrient, Faculty of Animal Husbandry, Hasanuddin University, Makassar. The data of deer’s fodder diversity were obtained in the field as primary data, while the secondary data were obtained from the deer breeders. The research resulted that among 30 species of vegetation, there were 19 species identified as the deer’s fodder consisted of 6 species of tree foliages, 1 species of shrub, 1 species _______ 1) Fakultas Peternakan Unsimar, Poso 2) Laboratorium Satwa Liar Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Kimia Kayu Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
76
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
of bush, 1 species of climber, 7 species of Graminae, 1 species of Leguminosae and 2 species of wood bark. The 9 species of deer’s fodder belonged to the group of moderate to high quality green vegetation. Based on the level of palatability, the following vegetation present in the grazing area were identified as the most preferred by the deers with the relative value of 80 to 100 %, they were Paspalum dilatatum, Setaria sphacelata, Brachiaria decumbens, B. brizantha, B. humidicola, Acacia mangium, Merremia peltata, Vitex pubescens, Paraserianthes falcataria and various kinds of grasses. Ficus septica, Fragraea lanceolata, Melastoma malabatricum, Gliricidia sepium and Eugenia sp. belonged to the vegetation of moderately prefered by the deers with the relative value of 75.0 to 78.2 %. The productivity and capability of grazing area in the Center of Deer Breeding (7.82 ha) were very low (46 individual of deers, 6 individual/ha) compared to the amount of deer’s population. Kata kunci: jenis vegetasi, nilai gizi, palatabilitas, produktivitas, daya dukung.
I. PENDAHULUAN Rusa (Cervus sp.) merupakan hewan yang dilindungi menurut Undang-undang Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar nomor 134 dan 266 tahun 1931. Undang-undang tersebut dikeluarkan karena penurunan populasi rusa sudah dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Undangundang nomor 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga memasukkan rusa sebagai satwa langka yang perlu dilindungi. Untuk mendukung Undang-undang tersebut, Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor 362/Kpts/TN.120/5/90 pada tanggal 20 Mei 1990. Isinya antara lain rusa dimasukkan ke dalam kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan sebagaimana ternak lainnya, termasuk di dalamnya tentang pengeluaran izin usaha (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Indonesia dengan populasi rusanya merupakan potensi sumber daging cukup besar yang sampai saat sekarang ini belum dikelola secara optimal. Kekayaan alam dan keanekaragaman fauna (satwaliar) merupakan asset yang besar artinya dalam era pembangunan di masa mendatang. Selama ini pemanfaatan daging rusa baru dilakukan dengan cara perburuan di hutan-hutan. Bila perburuan satwaliar ini baik sebagai usaha pengamanan terhadap tanaman pertanian maupun sekedar pemenuhan kebutuhan pangan dan kesenangan menjadi tidak terkendali, maka dapat mengakibatkan punahnya satwaliar tersebut.
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
77
Jika ditinjau dari segi ilmu pengetahuan, satwaliar dapat dijadikan objek penelitian dari berbagai cabang ilmu seperti ekologi, biologi, fisiologi ataupun taksonomi. Salah satu fungsi satwaliar dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu untuk kepentingan manusia adalah untuk melengkapi kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat, sehingga perlu juga dipikirkan cara pemanfaatan hewan-hewan seperti rusa, kerbau liar ataupun banteng untuk dijadikan ternak potong melalui upaya penangkaran. Penelitian kadar protein dari daging satwaliar, kebutuhan makanan, perilaku atau dinamika populasi dipakai sebagai pengetahuan dasar untuk usaha pendayagunaannya (Alikodra, 1988). Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan perlu diberi perhatian khusus dalam pemeliharaan ternak rusa. Hal ini penting untuk kelangsungan hidup, karena pakan diperlukan untuk membangun tubuh. Ternak rusa dalam keadaan liar di hutan memakan berbagai jenis makanan terutama daun-daunan, rumput, buah-buahan serta umbi-umbian (Anonim, 2000). Kualitas dan kuantitas makanan yang diperlukan oleh satwaliar bervariasi di antara jenis, perbedaan kelamin, kelas umur, fungsi fisiologis, musim, cuaca dan kondisi geografis. Problema gizi pada herbivora terutama disebabkan karena keadaan kualitas makanan yang kurang baik. Karena herbivora mempunyai kebiasaan untuk mengenali makanan kesukaannya, maka kebiasaan makannya akan ditunjukkan dalam hirarki kelas-kelas makanan. Jenis-jenis makanan satwaliar dapat dibagi menjadi golongan utama dengan kualitas yang tinggi, dan lainnya merupakan golongan cadangan (biasanya mempunyai kualitas yang lebih rendah). Kualitas makanan herbivora sangat bervariasi menurut bagian dan jenis tumbuhannya, sehingga kualitas gizi satwaliar sangat dipengaruhi oleh genetika tumbuhan, faktor musim/cuaca dan bagian tumbuhan yang dimakan (Alikodra, 1988). Rusa memerlukan makanan untuk proses pertumbuhan, reproduksi dan pemeliharaan tubuhnya. Makanan yang diperlukan harus mengandung zat-zat gizi seperti protein, energi, mineral, vitamin dan air. Bahan makanan yang diberikan kepada ternak harus dapat dimakan, mengandung gizi yang diperlukan, dapat dicerna dan tidak mengandung racun yang berbahaya (Jacob dan Wiryosuhanto, 1994). Selanjutnya Tillman dkk. (1986) menyatakan, bahwa pengurangan makanan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan makanan sangat parah bahkan akan menyebabkan hewan kehilangan beratnya. Pemeliharaan rusa di Penangkaran Rusa Desa Api-Api dilakukan secara semi intensif. Rusa dipelihara pada lahan terkurung. Pakan pokok yang biasa diberikan berupa hijauan jenis Brachiaria decumbens, Paspalum dilatatum dan hijauan lainnya. Hijauan yang diberikan pada siang hari dan sore hari rataan sebanyak 5-6 kg/ekor/hari. Pemberian pakan hijauan dilakukan melalui dua sistem yaitu diaritkan (cutting) dan digembalakan (grazzing). Selain hijauan, ternak rusa juga diberikan pakan tambahan
78
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
berupa dedak, ampas tahu dan konsentrat rataan per ekor / hari sebanyak 1,5 kg. Dengan perlakuan tersebut di atas, pertambahan bobot badan ternak rusa di Pusat Penangkaran rusa tercatat sebesar 205 gram/ekor/hari. Badan rusa sampai pada umur 1 tahun bisa mencapai berat 50 kg (Anonim, 2000). Namun hal ini masih merupakan suatu data yang didapat dari hasil pemberian pakan dengan memperhitungkan nilai kandungan zat-zat makanan yang telah ada (analisis bahan makanan untuk ternak herbivora) tanpa dilakukan analisis terlebih dahulu termasuk pakan yang didapat secara alami di areal penangkaran tersebut. Untuk menyusun ransum ternak yang baik, perlu diketahui kandungan zat-zat makanan dan jumlah energi yang terdapat di dalam bahan tersebut (Jacob dan Wiryosuhanto, 1994 ). Apabila hal ini tidak diketahui, maka kemungkinan dapat terjadi kekurangan atau kelebihan zatzat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh ternak yang bersangkutan, baik untuk keperluan pertumbuhan, produksi maupun reproduksinya. Miskinnya informasi tentang jenis-jenis vegetasi pakan alami rusa sambar serta nilai gizi yang dikandungnya merupakan faktor yang perlu diperhatikan di dalam pengelolaan satwaliar rusa sambar. Sehubungan dengan itu, maka dirasakan perlu untuk melaksanakan penelitian tentang identifikasi dan analisis kimia jenis-jenis vegetasi pakan rusa (Cervus unicolor) di areal Penangkaran Rusa Kabupaten Pasir guna meningkatkan pengetahuan tentang jenis-jenis pakan di dalam habitat rusa untuk menunjang keberhasilan tujuan konservasi baik in situ maupun ex situ. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis vegetasi pakan rusa sambar, mengetahui nilai gizi potensial dari zat-zat penyusun pakan rusa sambar serta mengetahui palatabilitas, produktivitas dan daya dukung lahan penggembalaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dalam usaha pengelolaan satwaliar rusa dan dapat pula digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk aplikasi pengelolaan ekologi rusa melalui proses-proses domestikasi, penangkaran maupun taman buru.
II. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Agustus 2001 di 3 tempat yaitu: untuk analisis jenis vegetasi pakan rusa sambar, palatabilitas, produktivitas hijauan dan daya dukung padang penggembalaan dilaksanakan di areal Penangkaran Rusa Desa Api-api Kecamatan Waru Kabupaten Pasir Kalimantan Timur, identifikasi jenis vegetasi dilaksanakan di Laboratorium Dendrologi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
79
dan analisis kimia jenis pakan rusa sambar dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
B. BAHAN DAN ALAT 1. Kegiatan Lapangan Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian di lapangan antara lain: gunting stek, kantong plastik, timbangan gantung, karung plastik, parang, tali rafia, kertas koran, label nama, kamera, meteran dan buku catatan.
2. Kegiatan Laboratorium Bahan dan alat yang digunakan di laboratorium merupakan bahanbahan dan alat yang sudah standar untuk keperluan analisis makanan hewan tertentu antara lain: alat destilasi, timbangan analitik, magnetik stirrer, alat titrasi, H2SO4 pekat, H3PO3, NaOH dan tablet Kjeldhal, timbangan analitik, alat destilasi dan alat titrasi.
C. PROSEDUR PENELITIAN 1. Kegiatan Lapangan a. Keanekaragaman jenis vegetasi Untuk mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi pakan rusa sambar di lokasi penangkaran dilakukan analisis vegetasi. Dalam penelitian ini analisis vegetasi dilakukan di dalam “padock” (petak penggembalaan) yang masih ditumbuhi oleh vegetasi alami. Padock yang dimaksud ada 1 buah dengan luas sekitar 1 ha. Di dalam padock tersebut dibuat plot-plot contoh yang dipilih secara “purposive” dengan observasi langsung ke lapangan mencari vegetasi yang terdapat bekas-bekas gigitan rusa. Semua jenis vegetasi dalam plot contoh diidentifikasi (sensus). Jumlah plot-plot contoh di dalam padock dibuat 6 buah masing-masing seluas 5 x 5 m (pancang), 2 x 2 m (anakan) dan 1 x 1 m (tumbuhan bawah, semak, perdu). Setiap individu vegetasi dalam plot contoh dicatat jenisnya, jumlah serta persen penutupannya. b. Jenis pakan rusa dan palatabilitas Jenis-jenis pakan rusa sambar yang ada di lokasi penelitian diketahui melalui wawancara dengan petugas penangkar, lalu dengan menggunakan beberapa ekor rusa dilakukan percobaan pemberian makanan dan ditentukan kebutuhan makanan rusa per ekor per hari dan jumlah relatif dari masing-
80
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
masing jenis hijauan yang dimakan rusa/ekor/hari. Selain itu, pengamatan langsung tentang pakan rusa dilakukan di lapangan. Pemberian makanan dilakukan setiap hari dengan porsi 2 kg dari masing-masing jenis yang diduga disukai maupun jenis yang tidak disukai (berdasarkan hasil wawancara). Kemudian makanan yang tersisa setelah dimakan rusa selama satu hari ditimbang beratnya, baik berat untuk tiap jenis maupun berat dari seluruh jenis. c. Produktivitas Penentuan produktivitas pakan rusa dilakukan melalui pemangkasan dan penimbangan terhadap setiap jenis vegetasi pakan rusa yang terdapat pada petak-petak contoh. Penimbangan ini dilakukan 3 kali dengan interval waktu pemangkasan selama 40 hari. Hasil penimbangan ini kemudian dirata-ratakan dan dikonversi ke dalam satuan kg/ha/hari. d. Daya dukung Untuk penentuan daya dukung dilakukan pengukuran faktor habitat meliputi produktivitas hijauan, “proper use” dan luas padang penggembalaan. Hasil pengukuran faktor-faktor ini kemudian dibagi dengan kebutuhan makan rusa/ekor/hari.
2. Kegiatan Laboratorium Untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi dalam plot pengamatan dilakukan identifikasi di Laboratorium Dendrologi Fakultas Kehutanan Unmul dan untuk mengetahui nilai gizi pakan rusa sambar dilakukan analisis dengan menggunakan Metode Weende (proximate analysis).
D. ANALISIS DATA 1. Data Lapangan a. Keanekaragaman jenis vegetasi tingkat pancang dihitung menurut Curtis (1959) sebagai berikut: NPJ = KN + FN + DoN yang mana: NPJ = nilai penting dari suatu jenis (%) KN (kerapatan nisbi dari suatu jenis) = (Jumlah individu suatu jenis : Jumlah individu seluruh jenis) x 100 % FN (frekuensi nisbi dari suatu jenis) = (Frekuensi dari suatu jenis : Jumlah frekuensi dari seluruh jenis) x 100 % DoN (dominasi relatif dari suatu jenis) = (Luas bidang dasar suatu jenis : Jumlah luas bidang dasar seluruh jenis) x 100 % b. Jumlah anakan dan tumbuhan bawah dihitung menurut Numata dan Suzuki (1958) sebagai berikut: SDRn (Sum of Dominance Ratio) dari beberapa faktor (n) SDRn = (D’ + F’ + H’ + C”) : n
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
81
yang mana: D’= Density ratio. F’ = Frequency ratio. H’ = High (tinggi rataan). C” = Cover (penutupan lahan). n = Faktor SDRn c. Analisis vegetasi tingkat anakan dan tumbuhan bawah menggunakan 4 faktor sehingga rumus SDR menjadi: SDR4 (%) = (D’+ F’+ H’ + C”) : 4 yang mana: D’ = (Kerapatan satu jenis tertentu : Kerapatan jenis yang terbanyak) x 100 % F’ = (Frekuensi satu jenis tertentu : Frekuensi jenis yang terbanyak) x 100 % H’ = (Tinggi rataan satu jenis tertentu : Tinggi rataan jenis yang tertinggi) x 100 % C” = (Besarnya penutupan satu jenis tertentu : Besarnya penutupan jenis yang terbesar) x 100 % d. Tingkat kesukaan rusa terhadap jenis-jenis vegetasi ditentukan dengan menghitung jumlah relatif dari setiap jenis dengan menggunakan persamaan menurut Susanto (1977) sebagai berikut: % g = {(go - g1) : go} x 100 % yang mana: go = berat suatu jenis hijauan mula-mula (kg) g1 = berat sisa suatu jenis setelah dimakan rusa/ekor/hari (kg) % g = jumlah relatif dari suatu jenis yang dimakan rusa/ekor/hari e. Daya dukung padang penggembalaan ditentukan dengan menggunakan persamaan menurut Susetyo (1980) sebagai berikut: (Produktivitas hijauan makanan rusa/hari x proper use x luas padock) : (Kebutuhan makan rusa/ekor/hari) Penentuan daya dukung untuk rusa di padang penggembalaan penangkaran rusa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Menghitung produktivitas hijauan makanan rusa yang ada di padang penggembalaan. Menentukan keadaan topografi padang penggembalaan rusa dan dengan menggunakan kriteria Susetyo (1980), besarnya nilai proper use padang penggembalaan penangkaran rusa adalah 50 %. Melakukan pengukuran luas padang penggembalaan. Penentuan besarnya kebutuhan makan rusa/ekor/hari digunakan nilai dari hasil penelitian Hambali (1983) yaitu sebesar 5,966 kg/ekor/hari. Dengan memasukkan nilai-nilai yang terdapat dalam butir 1 sampai 4 ke dalam rumus daya dukung, maka akan diperoleh besarnya daya dukung padang penggembalaan untuk rusa sambar. Nilai pada butir 4 adalah nilai daya dukung pada waktu musim penghujan. Menurut Syarief (1974), produksi hijauan pada musim kemarau adalah setengah dari besarnya produksi musim penghujan
2. Data Laboratorium Data ini diperoleh berdasarkan hasil analisis laboratorium menurut prosedur kerja Proximate Analysis sebagai berikut:
82
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
a. Kadar Air sampel Menimbang botol timbang yang bersih dan kering, lalu diisi dengan sampel secukupnya, botol timbang yang sudah berisi sampel kemudian ditimbang lagi. Dikeringkan dalam oven dengan temperatur 100 5 0C selama 2 jam. Setelah 2 jam diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang beratnya. Pengeringan di oven dilakukan kembali selama 2 jam, kemudian pendinginan dan penimbangan diulangi. Pengeringan dan penimbangan diulangi, hingga beratnya konstan. Perhitungan: Kadar air (moisture content) = {(Wo – Wi) : Wi} x 100 % Kandungan air (water content) = {(Wo – Wi) : Wo} x 100 % Faktor kelembapan (moisture factor) = Wi : Wo yang mana: Wo = Berat sampel mula-mula (gr). Wi = Berat sampai kering tanur (gr) b. Kadar Protein Kasar (KPK) Kadar protein kasar dari contoh dianalisis dengan cara Kjeldahl dan yang dihitung adalah kadar nitrogennya. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus: KPK = [{(Y – Z) x titar x 0,014 x 6,25} : X] x 100 % yang mana: X = Berat contoh (gram) Y = Titar blanko (ml) Z = NaOH (ml) 0,014 = Faktor dari 1 ml larutan alkali ekuivalen dengan 1 ml larutan nitrogen yang mengandung 0,014 gr nitrogen 6,25 = Faktor protein untuk meghitung nitrogen ke dalam protein c. Kadar Lemak (KL) Kadar lemak dihitung dengan rumus: KL = {(b – a) : X} x 100 % yang mana: a = Berat labu penyaring kering tanur (100 – 110 oC) dengan satuan gram b = Berat konstan selongsong penyaring setelah perlakuan berkali-kali (gram) X = Berat contoh (gram) d. Kadar Serat Kasar (KSK) Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus: KSK = {(Y – Z – a) : X} x 100 % yang mana: a = Berat kertas saring yang telah dikeringkan (gram)
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
83
Y = Berat kertas saring dan isi yang dimasukkan dalam cawan porselin dan dikeringkan selama 1 jam pada suhu 105–110 oC (gram) Z = Berat kertas saring dan isi yang dimasukkan ke dalam cawan porselen setelah dipijarkan (gram) X = Berat contoh (gram) e. Kadar Kalsium (Ca) Analisis kalsium digunakan cara Chapman. Kadar kalsium dihitung dengan menggunakan rumus: % Ca = [{(ml pen – ml bl) x titar x KmnO4 x C x 28} : mg zat] x 100 % yang mana: ml pen = ml KmnO4 terpakai untuk mentitar contoh ml bl = ml KmnO4 terpakai untuk mentitar blanko C = Pengenceran (ml) 28 = Bobot molekul mg zat = Berat contoh. f. Kadar Fosfor (P) Kadar fosfor dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus: % P = {(F/V x T x 0,1349) : BK} x 100 % yang mana: F = Jumlah filtrat contoh (ml) V = Volume contoh (ml) T = ml NaOH N yang terpakai BK = Berat kering contoh (gram) g. Kandungan Energi Jumlah energi (gross energy) makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan. Energi ini ditentukan dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang dihasilkan. Konversinya dijalankan dengan membakar contoh makanan dan mengukur panas yang terjadi. Panas ini diketahui sebagai jumlah energi atau panas pembakaran dari makanan. Bomb-calorimeter digunakan untuk menentukan jumlah energi dan sampel makanan. Alat tersebut terdiri atas ruangan logam yang kuat, yang mana di dalamnya diisi dengan sampel-sampel makanan yang sudah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian oksigen dimasukkan dengan tekanan dan bomb dibenamkan ke dalam ruangan tertutup yang mengandung sejumlah air yang diketahui beratnya. Temperatur air tersebut dicatat dan sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Panas yang dihasilkan diabsorbsi oleh bomb dan air, setelah terjadi keseimbangan temperatur air dicatat lagi. Jumlah panas yang dihasilkan dihitung dengan memakai kenaikan temperatur air dan berat serta panas spesifik dari alat bomb dan air.
84
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
h. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Penentuan BETN dilakukan dengan cara pengurangan berat contoh diambil dengan persen air, kadar lemak, serat kasar, abu dan protein.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. RISALAH UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Letak dan Luas Areal penangkaran rusa berlokasi di desa Api-api, Kecamatan Waru, Kabupaten Pasir dengan jarak kira-kira 150 km dari ibukota propinsi Kalimantan Timur (Samarinda) atau kira-kira 4 jam perjalanan darat, sedangkan dari ibukota Kabupaten Pasir (Tanah Grogot) berjarak kira-kira 140 km atau kira-kira 2 jam perjalanan darat dan berjarak kira-kira 4 km dari ibukota Kecamatan (Waru). Lokasi yang dicadangkan untuk penangkaran adalah seluas 1000 ha sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur nomor 14/BPN-16/UM-05/III-1990. Areal yang telah dipagar adalah seluas 50 ha (sudah bersertifikat). Tempat penangkaran rusa berada di dalam pagar yang dibentuk menjadi padockpadock dengan luas masing-masing 4 ha. Di setiap padock dihubungkan dengan pintu untuk memudahkan perpindahan rusa dari satu padock ke padock lainnya (Anonim, 1994).
2. Fisiografi Topografi lokasi penelitian sebagian besar bergelombang ringan sampai sedang dengan kemiringan 5–10 % yang merupakan alur perbukitan rendah dengan altitude 8–50 mdpl. Kecenderungan terjadi erosi tanah diduga sangat kecil, hal ini disebabkan kondisi lereng yang tidak begitu curam dan lereng yang cukup baik tertutup oleh vegetasi alami. Dari sifat fisik tanah, terlihat bahwa tekstur tanah umumnya liat berpasir, drainase tergolong sedang dan kekentalan agak pekat (Anonim, 1994).
3. Hidrologi Lembah-lembah yang lebar ditumbuhi komunitas vegetasi hutan sekunder dan semak belukar banyak terbentuk oleh alur-alur perbukitan. Lembah-lembah ini dapat ditingkatkan manfaatnya sebagai tempat persediaan air dengan membuat bendungan-bendungan kecil penangkap air (embung-embung) dan juga sebagai tempat bernaung alami (shade) bagi
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
85
rusa yang memang sangat menyenangi tempat-tempat yang basah dan lembap. Air yang tersedia di lokasi penangkaran agak keruh sebagai akibat serasah daun-daunan dan pelapukan bahan organik yang dialirkan dari zona vegetasi hutan dan dapat digunakan sebagai air minum (Anonim, 1994).
4. Klimatologi Jarak antara Kecamatan Penajam dengan Kecamatan Waru hanya berkisar 30 km, maka tipe iklim, suhu udara, kelembapan udara, curah hujan, distribusi hujan, penyinaran matahari dan angin diperkirakan tidak jauh berbeda, sebagaimana iklim di kota Balikpapan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, daerah tapak lokasi termasuk tipe iklim A dengan nilai Q = 0,143. Dengan nilai ini dapat diketahui, bahwa hampir sepanjang tahun tapak lokasi merupakan daerah basah dengan batas yang tidak tegas antara musim hujan dan musim kemarau. Suhu udara antara 20,2–33 0C, suhu rataan bulanan antara 26,6–27,2 0 C dengan fluktuasi yang tidak mencolok antara temperatur malam dan siang. Curah hujan tahunan berkisar antara 2177–2855 mm, sedangkan curah hujan bulanan antara 197,9–238 mm dengan jumlah hari hujan 11–15 hari setiap bulan. Perbedaan bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering hampir tidak terdapat, kecuali pada tahun 1981 dan 1992 pernah mengalami bulan-bulan kering yang sangat panjang. Penyinaran matahari rataan bulanan berkisar antara 55,8–64,0 %. Penyinaran yang paling banyak biasanya terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober. Penyinaran paling sedikit terjadi pada bulan-bulan November dan Desember. Kelembapan udara rataan bulanan berkisar antara 83,0–85,0 % (Anonim, 1994).
5. Lingkungan Biologi Flora di daerah tapak lokasi merupakan jenis vegetasi terestrial yang terdiri atas komunitas alang-alang, semak belukar serta komunitas pohonpohon dalam bentuk hutan sekunder muda. Berbagai jenis tanaman budidaya yang terdapat di sekitar tapak lokasi antara lain, durian (Durio zibethinus), pisang (Musa paradisiaca), singkong (Manihot utilissima) dan kelapa (Cocos nucifera). Sebegitu jauh tidak ditemui spesies flora langka atau spesies pohon yang dilindungi di lokasi penelitian (Anonim, 1994). Menurut laporan penduduk serta pengamatan langsung yang dilakukan, babi hutan (Sus sp.) sangat banyak dijumpai, selain dari itu satwa yang banyak terlihat adalah burung dan tupai.
86
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
B. KEADAAN VEGETASI Dari hasil identifikasi ditemukan 30 jenis vegetasi yang termasuk ke dalam 20 suku dengan perincian sebagai berikut: Famili Graminae (5 jenis), Verbenaceae dan Mimosaceae masing-masing (3 jenis), Arecaceae (2 jenis) serta Myrtaceae, Euphorbiaceae, Melastomataceae, Loganiaceae, Moraceae, Smilacaceae, Vitaceae, Papilionaceae, Compositae, Pandanaceae, Marantaceae, Cyperaceae, Leguminosae, Piperaceae, Commelinaceae dan Annonaceae masing-masing (1 jenis). Urutan dominasi yang berdasarkan nilai penting dari masing-masing jenis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 1. .Jenis Vitex pubescens (laban) merupakan jenis yang paling dominan di lokasi penelitian dengan nilai penting jenis 49,74 % dan yang tidak dominan (NPJ terendah) adalah Cananga odorata (kenanga) serta Pithecellobium ellipticum (jengkol hutan) dengan masing-masing NPJ yang sama, yaitu sebesar 10,12 %. Besar kecilnya nilai dominasi suatu jenis sangat dipengaruhi oleh jumlah individu, penyebaran serta besar kecilnya luas bidang dasar. Nilai dominasi diperoleh dari hasil penjumlahan kerapatan nisbi, frekuensi nisbi dan dominasi nisbi. Besarnya nilai dominasi jenis V. pubescens (laban) tingkat pancang disebabkan oleh banyaknya jumlah individu yang ditemukan pada setiap petak pengamatan, di mana pada 6 petak pengamatan yang dibuat ditemukan 5 individu laban dengan frekuensi kehadiran 3. Selain jumlah individu, luas bidang dasar juga mempengaruhi nilai dominasi V. pubescens, yang mana rataan nilai luas bidang dasar dari ke-5 individu adalah sebesar 0,008 m2. Jadi besarnya nilai dominasi V. pubescens tingkat pancang menunjukkan bahwa jenis ini cukup dominan pada lokasi pengamatan dan cukup potensial secara kuantitatif untuk dijadikan sebagai sumber pakan rusa sambar. Tabel 1. Nilai penting jenis untuk tingkat pancang di lokasi penelitian No.
Nama jenis
3 4 5 6
Vitex pubescens *) Paraserianthes falcataria*) Gliricidia sepium *) Peronema canescens Acacia mangium*) Ficus septic*)
7
Fragraea lanceolat *)
1 2
Laban
KN FN (%) (%) 17,24 12,50
DoN NPJ (%) (%) 20,00 49,74
Sengon
13,79 12,50
15,00 41,29
Gamal Sungkai Akasia Awar-awar Tidak teridentifikasi
10,35 12,50 10,35 8,33 6,90 8,33 6,90 8,33
7,50 10,00 10,00 5,00
30,35 28,68 25,23 20,23
6,90
5,00
20,23
Nama lokal
8,33
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
87
Tabel 1 (Lanjutan) No. 8 9 10
Nama jenis Leea indica )
Nama lokal Tidak teridentifikasi Jambon Merkubung
KN (%)
FN (%)
6,90
4,17
DoN (%) 7,50
NPJ (%) 18,57
Eugenia sp.* 6,90 4,17 5,00 16,07 Macaranga gigantea 3,45 4,17 5,00 12,62 Pterospermum 11 Bayur 3,45 4,17 5,00 12,62 javanicum 12 Cananga odorata Kenanga 3,45 4,17 2,50 10,12 Pithecellobium 13 Jengkol hutan 3,45 4,17 2,50 10,12 ellipticum Jumlah 100 100 100 100 *) jenis makanan rusa. KN = kerapatan nisbi. FN = frekuensi nisbi. DoN = dominasi nisbi. NPJ = nilai penting jenis
Tabel 2. Nilai dominasi jenis untuk tingkat anakan dan tumbuhan bawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama jenis Imperata cylindrica*) Melastoma malabathricum*) Vitex pubescens*) Lantana camara Eupatorium palesceme Paraserianthes falcataria*)
Alang-alang
D’ F’ H’ C” SDR4 (%) (%) (%) (%) (%) 100 100 45,45 100 86,3
Rengganis
8,33
66,67 90,9
Laban Temblean Kreonan
4,76 3,57 5,95
50,00 100 53,85 52,15 66,67 87,88 38,46 49,15 50,00 84,85 30,77 42,89
Sengon
1,19
33,33 93,94 23,08 37,89
1,19
33,33 90,90 23,08 37,13
Nama lokal
Tdk teridentifikasi Gliricidia sepium*) Gamal Peronema canescens Sungkai Licuala spinosa Palas duri Merremia peltata*) Suluran Pandanus tectorius Pandan hutan Rumput Leersia hexandra*) kalamenta Eleusine indica*) Rumput belulang ) Rumput Aneilema malabaricum* brambangan Piper aduncum Pantong Andropogon aciculatus *) Rumput jarum Donax canniformis Bamban Axonopus compressus*) Jukut pahit Fragraea lanceolata*)
1,79 33,33 2,38 33,33 1,19 33,33 1,79 50,00 1,19 33,33
96,97 93,94 69,70 75,76 72,73
46,15 53,01
15,39 15,39 38,46 15,39 30,77
36,87 36,26 35,67 35,59 34,51
17,86 83,33 13,33 23,08 34,40 4,76
83,33 30,30 18,46 34,21
10,71 83,33 24,24 15,39 33,42 1,79 8,93 2,38 5,95
33,33 66,67 33,33 83,33
84,85 45,45 78,79 21,21
12,31 7,69 12,31 15,39
33,07 32,19 31,70 31,47
88
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
Tabel 2 (Lanjutan) No.
Nama jenis
20 Centrosema pubescens*) 21 Cyperus rotundus*) 22 Eugenia sp.*) 23 Calamus sp. *) jenis makanan rusa
Nama lokal Kacang kupu Rumput teki Jambon Rotan
D’ (%) 1,79 10,12 0,60 0,60
F’ (%) 33,33 66,67 16,67 16,67
H’ (%) 60,61 24,24 63,64 60,61
C” (%) 15,39 7,69 15,39 15,39
SDR4 (%) 27,78 27,18 24,08 23,32
Pada Tabel 2 ditampilkan, bahwa nilai dominasi yang ditunjukkan oleh nilai SDR dari terendah sampai tertinggi berkisar antara 23,32–86,36 %. Analisis vegetasi yang dilakukan padatingkat anakan dan tumbuhan bawah memperlihatkan, bahwa Imperata cylindrica (alang-alang) merupakan vegetasi yang paling dominan dengan nilai SDR 86,36 % dan yang memiliki nilai terendah adalah Calamus sp. (rotan) dengan nilai SDR 23,32 %. Dominasi kehadiran I. cylindrica di lokasi penelitian menurut informasi petugas penangkaran disebabkan karena seringnya dilakukan pembakaran terkendali yang bertujuan untuk membersihkan lahan dan diharapkan setelah itu akan tumbuh alang-alang muda yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan rusa. Hasil identifikasi yang dilakukan menggambarkan bahwa lokasi padang penggembalaan penangkaran rusa termasuk ke dalam tipe hutan sekunder semak belukar. Seperti yang dilaporkan oleh Bratawinata (1991), bahwa dominasi vegetasi di hutan sekunder semak belukar Kalimantan Timur antara lain Pternandra azurae, Piper aduncum, Vitex pubescens, Nauclea spp., Saccharum spp., Melastoma malabathricum, Milletia sericea, Imperata cylindrica, Solanum spp. dan Eupatorium spp. Dilihat dari kondisi habitat yang ada terutama kehadiran jenis-jenis vegetasi sebagai makanan rusa, maka lokasi penangkaran rusa ini cukup ideal untuk tempat hidup bagi rusa sambar. Menurut van Bemmel (1949), habitat rusa sambar sangat bervariasi yaitu mulai dari hutan pantai, hutan sekunder, hutan rawa, padang alang-alang dan daerah pegunungan, tetapi tidak pernah jauh dari sumber air. Sumber air di lokasi penelitian diperoleh dari aliran air yang ada di dalam lahan penggembalaan dan yang disediakan dengan menggunakan mesin pompa air oleh petugasnya. Hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan diperoleh informasi bahwa kehadiran beberapa jenis pohon seperti Akasia, Sengon, Gamal dan Sungkai merupakan jenis yang ditanam untuk dijadikan sebagai pohon pelindung atau tempat bernaung bagi rusa. Hingga penelitian ini dilakukan jenis-jenis ini sudah hampir mendominasi komunitas vegetasi yang ada di lokasi penangkaran.
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
89
C. JENIS PAKAN RUSA DAN PALATABILITAS Hasil identifikasi di tempat penelitian ditemukan 30 jenis vegetasi, yang mana sebanyak 17 jenis termasuk jenis pakan rusa, sedangkan 13 jenis lainnya bukan merupakan pakan rusa. Hal ini berarti jenis pakan rusa sambar pada lokasi penelitian secara kuantitatif sebesar 56,57 % dan yang bukan pakan 43,33 %. Dari hasil wawancara diperoleh 9 jenis vegetasi yang termasuk pakan rusa sambar, yang meliputi: Ficus benjamina, Paspalum dilatatum, Setaria sphacelata, Brachiaria decumbens, B. brizantha, B. humidicola varietas “Yanero”, B. humidicola var. “Tully”, Digitaria decumbens dan Stylosanthes guianensis. Secara keseluruhan jumlah jenis vegetasi pakan rusa di areal penangkaran ini ada 26 jenis. Jenis-jenis pakan rusa sambar di areal penangkaran dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis vegetasi diperoleh 7 jenis rumput alam yang semuanya termasuk pakan rusa sambar, terdiri atas Graminae (6 jenis) dan Leguminosae (1 jenis) yaitu: Andropogon aciculatus (rumput jarum), Aneilema malabaricum (Brambangan), Leersia hexandra (Kalamenta), Cyperus rotundus (rumput teki), Saccharum spontaneum (Glagah), Axonopus compressus (Juku pahit) dan Centrosema pubescens (Kacang kupu). Tabel 3. Jenis-jenis pakan rusa sambar di areal penangkaran rusa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama jenis
Suku
Laban (Vitex pubescens) Sengon (Paraserianthes falcataria) Akasia (Acacia mangium) Gamal (Gliricidia sepium) Jabon (Eugenia sp.) Awar-awar (Ficus septica) Fragraea lanceolata Suluran (Merremia peltata) Rengganis (Melastoma malabathricum) Beringin (Ficus benyamina) Rumput jarum (Andropogon aciculatus) Brambangan (Aneilema malabaricum) Kalamenta (Leersia hexandra) Rumput teki (Cyperus rotundus) Glagah (Saccharum spontaneum) Juku pahit (Axonopus compressus) Kacang kupu (Centrosema pubescens) Alang-alang (Imperata cylindrica) Paspalum dilatatum (rumput Australia) Setaria sphacelata Brachiaria decumbens
Verbenaceae Leguminosae Mimosaceae Leguminosae Myrtaceae Moraceae Loganniaceae Smilacaceae Melastomataceae Moraceae Graminae Commelinaceae Graminae Cyperaceae Graminae Graminae Leguminosae Graminae Graminae Graminae Graminae
Bagian yang dimakan D D D, B D D D D D D, B D D D D D D D D D D D D
Ket P P P P P P Pd L S P RA RA RA RA RA RA RA RB RB RB RB
90
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
Tabel 3 (Lanjutan) Bagian yang Ket dimakan 22 Brachiaria brizantha Graminae D RB 23 Brachiaria humidicola “Yanero” Graminae D RB 24 Brachiaria humidicola “Tully” Graminae D RB 25 Digitaria decumbens (rumput pangola) Graminae D RB 26 Stylosanthes guianensis Leguminosae D RB D = daun. B = bunga. P = pohon. Pd = perdu. L = liana. S = semak. RA = rumput alam. RB = rumput budidaya No.
Nama jenis
Suku
Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ada 8 jenis rumput unggulan yang dibudidayakan sebagai sumber pakan utama yaitu: Paspalum dilatatum (rumput Australia), Setaria sphacelata (rumput Golden Bristle), Brachiaria decumbens (rumput Bede), B. brizantha (rumput Koronikia), B. humidicola “Yanero”, B. humidicola “Tully”, Digitaria decumbens (rumput Pangola) dan Stylosanthes guianensis. Dari ke-8 jenis rumput unggulan tersebut, ada 2 jenis yang kurang baik perkembangannya yaitu Digitaria decumbens dan Stylosanthes guianensis. Bila dibedakan menurut sukunya, jenis-jenis pakan rusa tersebut termasuk ke dalam 11 suku dengan rincian: Graminae (12 jenis), yaitu Andropogon aciculatus, Leersia hexandra, Saccharum spontaneum, Axonopus compressus, Imperata cylindrica, Paspalum dilatatum, Setaria sphacelata, Brachiaria decumbens, B. brizantha, B. humidicola “Tully”, B. humidicola “Yanero” dan Digitaria decumbens. Leguminosae (4 jenis), masing-masing Paraserianthes falcataria, Gliricidia sepium, Centrosema pubescens dan Stylosanthes guianensis; Moraceae (2 jenis), yaitu Ficus septica dan F. benyamina; sedangkan suku lainnya masing-masing diwakili oleh 1 jenis yaitu Verbenaceae oleh Vitex pubescens; Mimosaceae oleh Acacia mangium; Myrtaceae oleh Eugenia sp.; Loganniaceae oleh Fragraea lanceolata; Melastomataceae oleh Melastoma malabathricum; Commelinaceae oleh Aneilema malabaricum; Cyperaceae oleh Cyperus rotundus; dan Smilacaceae oleh Merremia peltata. Berdasarkan jumlah relatif dari setiap jenis hijauan yang dimakan per hari, jenis-jenis tersebut dibagi menjadi 3 tingkat kesukaan menurut Susanto (1977), yaitu: i) jenis-jenis yang dimakan dengan jumlah relatif dari 80–100 % digolongkan ke dalam kelompok “paling disukai”, ii) jenis-jenis yang dimakan dengan jumlah relatif dari 50–79 % digolongkan ke dalam kelompok “disukai sedang”, iii) jenis-jenis yang dimakan dengan jumlah relatif kurang dari 50 % digolongkan ke dalam golongan “kurang disukai”. Jenis-jenis makanan rusa sambar serta tingkat kesukaannya dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan, bahwa jenis-jenis hijauan yang dibudidayakan termasuk dalam kelompok paling disukai dengan nilai relatif 80–100 %.
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
91
Tabel 4. Jenis-jenis hijauan makanan rusa sambar serta palatabilitasnya untuk rumput budidaya dan jenis vegetasi alami No. 1 2 3 4 5
Nama jenis
Suku
Jumlah relatif Bagian KelomBentuk yang dimakan yang dimapok hidup rusa/ekor/hari kan rusa jenis 100 D R PS 100 D R PS 95,00 D R PS 95,00 D R PS 95,00 D R PS
Paspalum dilatatum Graminae Setaria anceps Graminae Brachiaria decumbens Graminae B. brizantha Graminae B. humidicola “Tully” Graminae B. humidicola 6 Graminae 95,00 D “Yanero” 7 Acacia mangium Mimosaceae 100 DM 8 Merremia peltata Smilacaceae 100 D 9 Vitex pubescens Verbenaceae 92,00 DM Paraserianthes 10 Leguminosae 90,00 DM falcataria Rumput Graminae/ 11 86,25 DM alam/campuran Leguminosae 12 Gliricidia sepium Leguminosae 78,50 DM 13 Ficus septica Moraceae 78,20 DM 14 Fragraea lanceolata Loganiaceae 78,00 DM Melastoma Melastoma15 78,00 DM malabathricum taceae 16 Eugenia sp. Myrtaceae 75,50 DM D = daun. DM = daun muda. R = rumput. P = pohon. L = liana. Pd semak. PS = paling disukai. DS = disukai sedang
R
PS
P L P
PS PS PS
P
PS
R
PS
P P Pd
DS DS DS
S
DS
P DS = perdu. S =
Demikian juga jenis rumput alam/campuran dan jenis-jenis daun dari beberapa vegetasi serta liana termasuk ke dalam kelompok jenis paling disukai. Jenis-jenis yang tergolong kelompok disukai sedang terdiri atas 5 jenis, yaitu Gliricidia sepium, Ficus septica, Fragraea lanceolata, Melastoma malabathricum dan Eugenia sp. dengan jumlah relatif yang dimakan antara 75,0–78,5 %. Menurut Kartadisastra (1997), palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit) dan tekstur. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa ternak ruminansia lebih menyukai pakan yang memiliki rasa manis dan hambar dari pada rasa asin atau pahit. Disamping itu, mereka juga lebih menyukai jenis rumput yang segar dengan tekstur yang baik dan yang mengandung unsur nitrogen (N) serta fosfor (P) yang lebih tinggi.
92
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
D. PRODUKTIVITAS DAN DAYA DUKUNG Penelitian tentang produktivitas dan daya dukung areal penangkaran hanya dilakukan terhadap komponen vegetasi rumput budidaya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: i) pakan utama rusa di penangkaran adalah rumput budidaya, ii) jenis-jenis rumput memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain, iii) terdapat jenis rumput yang tumbuh secara alami dengan luasan yang terbatas. Hasil pemotongan dan penimbangan yang dilakukan terhadap jenisjenis hijauan budidaya yang terdapat di padang penggembalaan rusa menunjukkan, bahwa produktivitas padang penggembalaan penangkaran rusa pada saat penelitian, yaitu 69,36 kg/ha/hari. Produktivitas dari setiap jenis hijauan budidaya yang terdapat di lokasi padang penggembalaan dapat dilihat pada Tabel 5. Jenis hijauan yang produksinya paling tinggi adalah Brachiaria brizantha, B. decumbens, Setaria anceps dan Paspalum dilatatum dengan produktivitas masing-masing adalah 10,937 kg/ha/hari, 10,243 kg/ha/hari, 10,052 kg/ha/hari dan 10,035 kg/ha/hari, sedangkan B. humidicola “Tully”, B. humidicola “Yanero” dan rumput alam masing-masing memiliki produktivitas 9,722 kg/ha/hari; 9,514 kg/ha/hari dan 8,854 ka/ha/hari . Pada Tabel 5 juga ditampilkan, bahwa pada setiap jenis rumput dari masing-masing interval waktu pemotongan 40 hari mengalami penurunan produksi. Tabel 5. Produktivitas rumput budidaya di padang penggembalaan penangkaran rusa pada 24 petak contoh ukuran 1 x 1 m2 dengan interval waktu pemangkasan 40 hari Produksi rumput (gram) pada 24 Produktivitas petak contoh ukuran 1 x 1 m2 (kg/ha/hari) I II III Rataan 1 Brachiaria brizantha 1200 1080 900 1050,0 10,937 2 B. decumbens 1150 1000 800 983,33 10,243 3 Setaria anceps 1100 995 800 965,00 10,052 4 Paspalum dilatatum 1100 990 800 963,33 10,035 5 B. humidicola “Tully” 1100 900 800 933,33 9,722 5 B. humidicola “Yanero” 1050 900 790 893,33 9,514 6 Rumput alam*) 1000 800 750 850,00 8,854 Jumlah 7700 6665 5640 6638,32 69,360 I = interval pemangkasan I. II = interval pemangkasan II. III = lnterval pemangkasan III. *) = Andropogon aciculatus, Aneilema malabaricum, Leersia hexandra, Cyperus rotundus, Saccharum spontaneum, Axonopus compressus dan Centrosema pubescens No.
Jenis
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
93
Seperti yang dikemukakan oleh McIlroy (1977), bahwa produktivitas rumput tergantung pada persistensi (daya tahan) yaitu kemampuan bertahan untuk hidup dan berkembang biak secara vegetatif, agresivitas (daya saing) yaitu kemampuan memenangkan persaingan dengan spesies lain yang tumbuh bersama, kemampuan tumbuh kembali setelah injakan dan penggembalaan berat, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kemampuan menghasilkan cukup banyak biji yang dapat tumbuh baik atau dapat dikembangkan secara vegetatif dengan murah, kesuburan tanah (terutama kandungan nitrogen) dan iklim. Pada Tabel 5 juga ditampilkan, bahwa pada setiap jenis rumput dari masing-masing interval waktu pemotongan 40 hari mengalami penurunan produksi. Seperti yang dikemukakan oleh McIlroy (1977), bahwa produktivitas rumput tergantung pada persistensi (daya tahan) yaitu kemampuan bertahan untuk hidup dan berkembang biak secara vegetatif, agresivitas (daya saing) yaitu kemampuan memenangkan persaingan dengan spesies lain yang tumbuh bersama, kemampuan tumbuh kembali setelah injakan dan penggembalaan berat, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kemampuan menghasilkan cukup banyak biji yang dapat tumbuh baik atau dapat dikembangkan secara vegetatif dengan murah, kesuburan tanah (terutama kandungan nitrogen) dan iklim. Produktivitas hijauan makanan rusa sambar di padang penggembalaan penangkaran rusa menurut hasil penelitian ini adalah 69,36 kg/ha/hari dalam bentuk hijauan segar. “Proper use” padang penggembalaan penangkaran rusa bila ditentukan berdasarkan kriteria Susetyo (1980) adalah 50 % dengan kondisi topografinya yang bergelombang dan berbukit (kemiringan antara 5–230) adalah 40–50 %, sedangkan kebutuhan makan rusa dalam bentuk hijauan segar menurut Hambali (1983) adalah 5,966 kg/ekor/hari. Dengan demikian padang pengembalaan penangkaran rusa Desa Api-api dengan luas 7,82 ha pada waktu penelitian seharusnya hanya memiliki daya dukung untuk rusa 45,5 ekor (5,8 ekor/ha). Melihat jumlah populasi rusa yang ada pada bulan Juni 2001 sebanyak 112 ekor, maka jumlah populasi ini tentunya telah melampaui batas daya dukung lahan yang diperkenankan sesuai hitungan di atas. Pada tingkat ini, keadaan pertumbuhan populasi rusa menjadi tidak optimal karena adanya persaingan dalam memperebutkan ruang, makanan dan faktor lainnya. Hasil perhitungan ini bila dibandingkan dengan jumlah populasi rusa yang ada (112 ekor), maka diperoleh kelebihan populasi 66,5 ekor. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: i). menambah luas areal padang penggembalaan, ii). mengurangi populasi rusa yang ada dengan cara membaginya kepada masyarakat sekitar untuk dipelihara sebagai ternak potong, iii). melepas kembali ke habitatnya. Hal ini dapat dilakukan bila tujuan dari penangkaran
94
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
itu adalah untuk budidaya, sehingga usaha penangkaran itu sendiri dapat bersifat sebagai bank gen atau sebagai penyedia bibit.
E. NILAI GIZI Dalam penelitian ini analisis gizi hanya dilakukan terhadap vegetasi yang merupakan pakan rusa yaitu: Acacia mangium, Merremia peltata, Vitex pubescens, Paraserianthes falcataria, Gliricidia sepium, Fragraea lanceolata, Ficus septica, Eugenia sp. dan Melastoma malabathricum dengan pertimbangan bahwa ke-9 jenis tersebut merupakan vegetasi alami yang termasuk paling disukai dan disukai sedang oleh rusa. Berikut ini disampaikan hasil analisis dari komponen pakan rusa (Tabel 6). Tabel 6. Nilai gizi pakan rusa sambar di padang penggembalaan penangkaran rusa Kabupaten Pasir
No
Jenis
1 2 3 4 5
Acacia mangium Gliricidia sepium Fragraea lanceolata Merremia peltata Vitex pubescens Melastoma 6 malabathricum 7 Eugenia sp. 8 Ficus septica Paraserianthes 9 falcataria Kecuali air, semua fraksi Tanpa Nitrogen
Komposisi ( % ) Le mak Serat BETN ka- kasar sar 5,84 48,45 23,47 5,98 41,68 21,49 4,76 40.69 42,97 3,79 38,57 42,14 4,29 28,53 50.68
Abu
Ca
P
7,72 8,03 2,99 6,17 3,19
0,97 1,99 0,69 1,19 0,59
0,19 0,32 0,16 0,22 0,28
8,59
1,99 0,17 4127
Energi (kkal)
Air
Protein kasar
72,35 76,83 65,16 70,12 63,36
14,52 22,82 8,59 9,33 13,31
61,60
11,39 3,85 42,39 33,78
79,74 79,74
8,08 5,69 22,25 61,13 2,84 0,79 0,34 4075 11,06 4,68 37,01 33,09 14,16 2,30 0,29 3982
64,86
18,74 5,54 22,20 47,36
6,16
4739 4424 4305 4278 4373
0,80 0,18 3859
dinyatakan dalam bahan kering. BETN = Bahan Ekstrak
1. Kadar Air Pada Tabel 6 tampak bahwa ke-9 jenis daun yang dianalisis memiliki kadar air yang berbeda. Jenis daun yang mengandung kadar air paling besar adalah Ficus septica (awar-awar) dengan kadar air 79,74 % dan yang terendah adalah daun Eugenia sp. (jambu-jambuan) dengan kadar air 49,11 %. Seperti yang dikemukakan oleh Anggorodi (1979), bahwa perbedaan kadar air dari masing-masing hijauan adalah sesuatu hal yang wajar, karena tumbuhan baik dalam satu spesies maupun antar spesies memperlihatkan sifat biologis yang sangat berbeda. Lubis (1952) menyatakan, bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan makanan mempengaruhi kebutuhan
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
95
hewan akan air minum. Jika bahan makanan hanya sedikit mengandung air, maka akan lebih banyak air minum yang diperlukan oleh hewan itu. Hewan yang menyukai daerah berawa atau basah, seperti rusa sambar, cenderung memerlukan air yang banyak untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya (Semiadi, 1998). Selanjutnya dinyatakan, bahwa bila hewan lebih banyak mengonsumsi hijauan segar, maka kebutuhan airnya akan lebih rendah dibandingkan hewan yang memakan hijauan kering.
2. Kadar BETN dan Serat Kasar Analisis proximat membagi karbohidrat menjadi 2 (dua) komponen, yaitu serat kasar dan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) (Tillman dkk., 1986). Pada Tabel 6 tampak, bahwa Eugenia sp. (jambu-jambuan) mengandung kadar BETN tertinggi, yaitu 61,14 % dan yang terendah adalah Gliricidia sepium (gamal) dengan kadar BETN 21,49 %. Hasil analisis proximat menunjukkan, bahwa kadar serat kasar dari masing-masing daun pakan rusa sambar berkisar antara 22,20–48,45 %. Kadar serat kasar tertinggi dikandung oleh daun Acacia mangium (48,45 %) dan yang terendah adalah daun Paraserianthes falcataria (sengon) dengan kadar serat kasar 22,20. Bila dilihat dari jumlah kadar BETN dan serat kasar tampak bahwa kadar kedua komponen ini cukup tinggi, berkisar antara 63,17–83,66 %. Anggorodi (1979) menyatakan, bahwa hal ini wajar karena karbohidrat merupakan zat organik utama yang terdapat dalam tumbuhan. Tillman dkk. (1986) menyatakan, bahwa kandungan karbohidrat (jumlah BETN dan serat kasar) dari beberapa tanaman dan bagian-bagiannya berkisar antara 30,5–85,2 %. Kadar karbohidrat (jumlah BETN dan serat kasar) dari hasil analisis proximat menunjukkan, bahwa daun Fragraea lanceolata memiliki kadar karbohidrat tertinggi yaitu 83,66 % dan yang terendah adalah daun Gliricidia sepium (gamal) sebesar 63,17 %. Hasil analisis karbohidrat di atas sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997), bahwa karbohidrat merupakan unsur nutrisi yang sebagian besar (50–80 %) mengisi konsentrasi bahan kering tanaman makanan ternak. Strukturnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Tillman dkk. (1986) menyatakan, bahwa karbohidrat adalah sumber energi bagi hampir semua hewan dan tiap konsumsi karbohidrat yang lebih tinggi dari kebutuhan tubuh akan segera diubah menjadi lemak yang berfungsi sebagai cadangan energi dalam tubuh semua hewan.
3. Kadar Protein Kasar Nilai potensial bahan makanan rusa sambar yang diperoleh melalui analisis gizi seperti terlihat pada Tabel 6 menunjukkan, bahwa kadar protein kasar dari masing-masing bahan berbeda-beda. Pada gambar tersebut tampak, bahwa kadar protein kasar dari 9 jenis vegetasi pakan rusa berkisar
96
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
antara 8,08–22,82 %. Kadar protein tertinggi dikandung oleh Gliricidia sepium (gamal) sebesar 22,82 % dan yang terendah adalah Eugenia sp. (jambu-jambuan) dengan kadar protein kasar 8,08 %. Ditinjau dari kualitasnya, maka ke-9 jenis pakan rusa sambar yang ditemukan termasuk ke dalam kelompok hijauan berkualitas sedang sampai tinggi dengan kisaran protein kasar 8,08–22,82 % dan kadar kalsium antara 0,59–2,30 %. Menurut Siregar (1997), bahwa berdasarkan kualitasnya, hijauan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: a) Kelompok hijauan yang berkualitas rendah: Protein kasar di bawah 4 % dari bahan kering Energi di bawah 40 % TDN (Total Digestible Nutrient) dari bahan kering Sedikit atau tidak ada vitamin Hijauan yang termasuk kelompok ini antara lain jerami padi, jerami daun jagung dan pucuk tebu. b) Kelompok hijauan yang berkualitas sedang: Protein kasar berkisar antara 5–10 % dari bahan kering Energi berkisar antara 41–50 % TDN dari bahan kering Kalsium (Ca) berkisar 0,3 % dari bahan kering Hijauan yang termasuk kelompok ini antara lain rumput alam ataupun rumput lapangan, rumput gajah, rumput raja, rumput setaria, rumput Brachiaria brizantha dan rumput kultur lainnya. c) Kelompok hijauan yang berkualitas tinggi: Protein kasar di atas 10 % dari bahan kering Energi di atas 50 % TDN dari bahan kering Kalsium di atas 1,0 % dari bahan kering Kandungan vitamin A tinggi. Hijauan yang termasuk kelompok ini antara lain Leguminosae (lamtoro, kaliandra, gliricidia), alfafa dan daun umbi-umbian. Menurut Halls (1970) dalam Lubis (1985), untuk hidup pokok, rusa membutuhkan protein kasar sebesar 6–7 %, sedangkan untuk pertumbuhan optimal membutuhkan 13–16 % dari bahan kering makanannya. Kadar protein kasar hijauan yang diteliti berkisar antara 8,08–22,82 % dan berarti hijauan tersebut dapat memenuhi kebutuhan protein rusa, baik untuk pemeliharaan tubuh maupun untuk pertumbuhan optimalnya. Bila kandungan protein ini dibandingkan dengan kualitas hijauan menurut Siregar (1997), maka jenis yang diteliti tersebut termasuk ke dalam kelompok hijauan yang berkualitas sedang sampai tinggi.
4. Kadar Lemak Kasar Terlihat pada Tabel 6, bahwa kadar lemak kasar dari ke-9 jenis vegetasi pakan rusa sambar bervariasi antara 3,79–5,98 %. Kadar lemak tertinggi terdapat pada daun Gliricidia sepium (gamal) sebesar 5,98 % dan yang terendah adalah daun Merremia peltata (suluran) dengan kadar lemak
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
97
kasar 3,79 %. Tillman dkk. (1986) menyatakan bahwa kebanyakan ransum hewan kadar lemaknya rendah dan pengaruhnya pada pemberian makan secara praktis sangat kecil, akan tetapi memegang peranan yang sangat penting dalam tubuh hewan terutama bagi yang berproduksi tinggi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa komposisi yang mendekati nilai sebenarnya untuk kandungan lemak dari beberapa tanaman dan bagian-bagiannya berkisar antara 1,1–20,1 %.
5. Kadar Abu Kadar abu dari ke-9 jenis daun bervariasi antara 2,84–14,16 %. Kadar abu tertinggi dikandung oleh daun Ficus septica (awar-awar) sebesar 14,16 % dan yang terendah adalah daun Eugenia sp. (jambu-jambuan) dengan kadar abu 2,84 % (Tabel 6). Tillman dkk. (1986) menyatakan, bahwa kadar abu dalam tumbuhan sangat bervariasi tergantung spesies tumbuhan dan bagian tumbuhan. Persentase komposisi abu dari beberapa tanaman dan bagian-bagiannya atas dasar bahan kering berkisar antara 2,0– 16,1 %. Komposisi abu pada analisis proximat dilakukan hanya untuk menentukan perhitungan BETN.
6. Kadar Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Kadar kalsium (Ca) dari ke-9 jenis daun pakan rusa sambar berkisar antara 0,59–2,30 %. Kadar kalsium tertinggi dikandung oleh daun Ficus septica (awar-awar) sebesar 2,30 % dan yang terendah adalah daun Vitex pubescens (laban) dengan kadar kalsium sebesar 0,59 % (Tabel 6). Kadar fosfor (P) dari ke-9 jenis daun pakan rusa sambar berkisar antara 0,16–0,34 %. Kadar fosfor tertinggi dikandung oleh jenis Eugenia sp. (jambu-jambuan) sebesar 0,34 % dan yang terendah adalah daun Fragraea lanceolata dengan kadar fosfor 0,16 %. Menurut Tillman dkk. (1986), bahwa persentase komposisi dari beberapa tanaman dan bagian-bagiannya berkisar antara 0,04–1,63 % untuk kalsium dan 0,10–0,96 % untuk fosfor. Magruder dkk. (1957) dalam Parakkasi (1993) menyatakan, bahwa kadar kalsium sebanyak 0,64 % dan kadar fosfor 0,25 % adalah level minimum untuk dapat mendukung pertambahan berat badan, kerangka dan antler secara maksimum. Semiadi (1998) menyatakan, bahwa mineral merupakan unsur organik yang umumnya dibutuhkan dalam jumlah kecil dibanding kebutuhan protein, lemak dan air, tetapi mempunyai fungsi yang sangat berarti di dalam jaringan tubuh sebagai pembentuk tulang, gigi, rambut, kuku dan ranggah. Tinggi rendahnya kadar kalsium dan fosfor dari masing-masing jenis pakan rusa tergantung dari faktor jenis tumbuhan itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Anggorodi (1979), bahwa baik kadar kalsium maupun kadar fosfor dari suatu hijauan, besarnya ditentukan oleh faktor genetis dari hijauan itu sendiri.
98
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
7. Kadar Energi Hasil analisis kimia jenis-jenis daun pakan rusa sambar memperlihatkan kandungan energi yang berbeda-beda. Kadar energi tertinggi dikandung oleh jenis daun Acacia mangium (akasia) sebesar 4739 kkal dan yang terendah adalah daun Paraserianthes falcataria (sengon) sebesar 3859 kkal. Kadar energi ini merupakan suatu kadar energi total (gross energy) makanan yang diperoleh berdasarkan jumlah energi kimia yang ada dalam makanan. Kartadisastra (1997) menyatakan, bahwa kandungan energi di dalam bahan pakan sangat bervariasi, tergantung pada jenis, kematangan (umur saat dipanen), klasifikasi, bagian (batang, pucuk, kulit, biji, tulang) dan tempat tumbuh. French dkk. (1956) dalam Parakkasi (1993) menyatakan, bahwa sebanyak 0,9 kg (3600 kkal) bahan makanan kering udara berkualitas tinggi dibutuhkan oleh rusa dengan bobot badan 23–27 kg dan sekitar 9900 kkal untuk rusa dengan bobot badan 68 kg. Pada Tabel 7 ditampilkan, bahwa ada 4 jenis pakan rusa sambar yang tergolong ke dalam kelompok “paling disukai”. Tabel 7. Palatabilitas berdasarkan kandungan protein dan energi pakan rusa sambar No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Palatabilitas (jumlah relatif yang dimakan) ( %) Acacia mangium Paling disukai (100) Merremia peltata Paling disukai (100) Vitex pubescens Paling disukai (92,0) Paraserianthes falcataria Paling disukai (90,0) Gliricidia sepium Disukai sedang (78,5) Ficus septica Disukai sedang (78,2) Fragraea lanceolata Disukai sedang (78,0) Melastoma malabathricum Disukai sedang (78,0) Eugenia sp. Disukai sedang (75,5) Jenis pakan
Protein (%) 14,52 9,33 13,31 18,74 22,82 11,06 11,39 8,59 8,08
Energi (kkal) 4739 4278 4273 3859 4424 3982 4127 4305 4075
Jenis-jenis tersebut adalah Acacia mangium, Merremia peltata, Vitex pubescens dan Paraserianthes falcataria dengan kandungan protein berkisar 9,33–18,74 % dan nilai energi 3859–4739 kkal. Jenis lainnya yaitu Gliricidia sepium, Ficus septica, Fragraea lanceolata, Melastoma malabathricum dan Eugenia sp. tergolong ke dalam jenis “disukai sedang”, dengan kandungan protein berkisar 8,08–22,82 % dan nilai energi 3982–4424 kkal. Kelompok pakan rusa ini menurut kriteria Siregar (1997), termasuk ke dalam kelompok hijauan berkualitas sedang (kadar protein 5–10 %) sampai tinggi (kadar protein 10 %). Semiadi (1998) menyatakan, bahwa rusa sambar membutuhkan energi 474 kJ/kg berat badan atau sekitar 1983 kkal/kg berat badan.
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
99
Bila dibandingkan dengan hasil analisis kandungan protein dan energi 9 jenis pakan rusa yang diteliti, maka dapat dikatakan bahwa jenis pakan ini cukup potensial untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai sumber pakan alternatif. Tingkat palatabilitas yang digambarkan berdasarkan jumlah relatif yang dimakan rusa per ekor per hari menunjukkan perbedaan yang diduga bukan hanya disebabkan oleh kandungan gizi dari masing-masing jenis, tetapi juga kemungkinan dipengaruhi oleh bentuk fisik dari bahan pakan tersebut yang dapat menimbulkan daya tarik dan merangsang rusa untuk mengonsumsinya. Hal ini dapat dicontohkan dengan jenis Gliricidia sepium yang memiliki kandungan protein kasar tertinggi (22,82 %) tetapi dalam hal palatabilitas tergolong dalam kelompok pakan yang disukai “sedang” saja. Hal ini kemungkinan disebabkan daun Gliricidia sepium memiliki bau yang kurang disenangi oleh ternak. Horne dan Stur (1999) menyatakan, bahwa daun gamal merupakan pakan tambahan berkualitas tinggi yang disukai domba dan kambing. Ternak sapi dan kerbau seringkali perlu dibiasakan memakannya dan setelah terbiasa dengan baunya, mereka akan menyukainya. Ditegaskan pula oleh Karti (1999), bahwa tumbuhan ini banyak kegunaannya antara lain untuk pupuk hijau tanaman pangan, kayu bakar dan hijauan makanan ternak, tetapi merupakan racun untuk beberapa binatang misalnya kuda dan tikus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
2. 3.
Pakan rusa sambar yang diperoleh melalui analisis vegetasi ada 17 jenis, yang terdiri atas pohon (6 jenis), perdu (1 jenis), semak (1 jenis), liana (1 jenis) Graminae (7 jenis) dan Leguminosae (1 jenis); sedangkan jenis-jenis pakan rusa yang diperoleh berdasarkan wawancara ada 9 jenis, yang terdiri dari Graminae (7 jenis), Leguminosae (1 jenis) dan pohon (1 jenis). Hasil analisis kimia dari 9 jenis vegetasi pakan rusa sambar termasuk ke dalam kelompok hijauan berkualitas sedang sampai tinggi dengan kisaran protein kasar antara 8,08–22,82 %. Jenis-jenis pakan rusa sambar di padang penggembalaan berdasarkan tingkat palatabilitas adalah: Paspalum dilatatum, Setaria sphacelata, Brachiaria decumbens, B. brizantha, B. humidicola, Acacia mangium, Merremia peltata, Vitex pubescens, Gliricidia sepium, Paraserianthes falcataria, rumput alam/campuran yang tergolong ke dalam kelompok “paling disukai” dengan nilai relatif 80–100 %. Ficus septica, Fragraea lanceolata, Melastoma malabathricum dan Eugenia sp. tergolong ke dalam kelompok pakan “disukai sedang” dengan nilai relatif 75,0–78,2 %.
100 4.
Balebu dkk. (2002). Identifikasi dan Analisis Kimia Jenis-jenis Pakan
Padang penggembalaan rusa dengan luas 7,82 ha memiliki daya dukung untuk rusa 46 ekor atau 6 ekor/ha.
Saran 1. 2.
3.
Jenis-jenis vegetasi pakan rusa sambar yang ada di lokasi Penangkaran Rusa Kabupaten Pasir perlu dipertahankan keberadaannya dan diupayakan untuk dikembangkan sebagai sumber pakan alternatif. Agar perkembangan populasi rusa dapat dipertahankan, maka perlu adanya upaya perluasan dan pembinaan padang penggembalaan. Pembinaan padang penggembalan ini antara lain berupa sistim penggembalaan dan pemberian makanan, bentuk dan pemanfaatan padock, penanaman jenis-jenis tanaman pelindung yang bermanfaat secara langsung sebagai sumber bahan makanan alternatif, dan lainlain. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dari pakan rusa sambar yang tersedia di areal penangkaran terhadap pertumbuhan fisik individu rusa.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1988. Pengelolaan Populasi Satwaliar. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta. Anonim. 1994. Penangkaran dan Budidaya Rusa Sambar (Cervus unicolor Brookei). Sebuah Wawasan Mencegah Kepunahannya di HutanHutan Kalimantan Timur. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Anonim. 2000. Tata Laksana Pemeliharaan Rusa di Pusat Penangkaran Rusa Desa Api-Api Kecamatan Waru Kabupaten Pasir. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Bratawinata, A.A. 1991. Degradasi Jenis dan Individu serta Dominasi Vegetasi Hutan Akibat Perubahan Ekologi Primer Menjadi Hutan Sekunder di Hutan Tropika Basah Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. Curtis, J.T. 1959. The Vegetation of Wisconsin. An Ordination of Plant Communities Univ. of Wisconsin Press, Madison. Hambali. 1983. Studi Makanan Rusa (Cervus timorensis de Blainville) di Hutan Wisata Gunung Masigit Kareumbi, Khususnya di Blok Cigoler dan Cinini. Skripsi Akademi Ilmu Kehutanan Bandung.
EQUATOR 1 (2), Oktober 2002
101
Horne, M.P. dan W.W. Stur. 1999. Mengembangkan Teknologi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Bersama Petani Kecil. ACIAR dan CIAT. Jacob, T.N. dan S.D. Wiryosuhanto. 1994. Prospek Budidaya Hewan Rusa. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Kartadisastra, R.H. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Karti, H.M.D.P. 1999. Budidaya Hijauan dan Teknologi Pakan. Universitas Terbuka, Jakarta. Lubis, D.A. 1952. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan, Jakarta. Lubis. M.I. 1985. Pengaruh Level Protein Ransum terhadap Kecernaan Protein dan Neraca Nitrogen pada Rusa dan Kambing. Skripsi Sarjana Fakultas Peternakan IPB. Numata, M. and K. Suzuki. 1958. Experimental Studies in Early Stages of Secondary Succession III. Jap. Jour. Ecol. Vol. 8. Parakkasi, A. 1993. Manajemen Pemeliharaan Rusa. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semiadi, G. 1998. Budidaya Rusa Tropika Sebagai Hewan Ternak. Masyarakat Zoologi Indonesia, Bogor. Siregar, B.S. 1997. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanto, M. 1977. Analisa Vegetasi Makanan Rusa di Cagar Alam Pulau Peucang. Skripsi Sarjana, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian, Bogor. Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Syarief, A. 1974. Kemungkinan Pembinaan Pembiakan Rusa di Indonesia. Direktorat PPA, Bogor. Tillman, D.A; H. Hartadi; S. Reksohadiprodjo; S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. van Bemmel, A.C.V. 1949. Revision of the Russian Deer in Indo-Australian Archipelago. Treubia.