36. OPINI Dan dengan “ demikian mendidik
perempuanperempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang. Titus 2:1-5
Apa arti menurut kamu?
IBU
Lawrence - OMK Stefanus, Laudamuste choir
“Ibu adalah seorang malaikat yang diturunkan ke bumi untuk mengandung, melahirkan, mendidik dan merawat kita hingga kita siap untuk dilepaskan, sebagai penjaga, tempat curhat, tempat cerita, dan tempat berteduh.”
Mario Valentino Adi Nugroho - Paroki Ratu Rosari
“Ibu adalah sosok yang bisa jadi apapun di dalam hidup kita. Dia bisa tahu segala apapun yang sedang kita hadapi, misalnya kalau kita sedang dalam kesusahan. Beliau adalah sosok malaikat dalam bentuk nyata, selalu memberi tanpa meminta kembali. Dan satu kalimat yang memprestasikan beliau adalah she is everything.”
Bastian- OMK Stefanus, Basket
“Makna seorang ibu memang sangat luas, kehadirannya penuh arti dan ketika kita sedang terpisah pun maka ibu adalah orang yang paling kita rindukan, semasa kita kecil pun lebih banyak menyebut nama ibu, daripada nama ayah, ketika kita baru bermain terus pulang ke rumah, maka ibulah orang pertama yang kita tanyakan, ibu itu orang yang bisa menggantikan peran banyak orang, tetapi tidak bisa di gantikan dengan orang lain. Sosok orang yang menjadi faktor utama dari kita lahir sampai kita dewasa di perjalanan hidup dan membentuk jati diri.”
Endah - OMK Stefanus
“Arti seorang ibu untuk saya itu bukan cuma seseorang yang melahirkan, menjaga dan membimbing, tapi ibu itu adalah perempuan yang istimewa, perempuan yang selalu ada bagi kita dalam kondisi apapun. Ibu bisa menjadi sahabat, teman, guru, kakak, dan segalanya”.
Lusi -Seraphim choir, OMK Stefanus
“Ibu bagiku adalah batas logikaku, buku kehidupanku, cawan cinta yang tak habis kureguk. Ibu adalah dia tidak terdefinisikan.”
Maria Goretty - Paroki St. Stefanus, Wilayah VIII, Lingkungan Sta. Veronica
“Mama itu adalah segalanya bagi gue. Mama yang sudah mengandung dan melahirkan gue, kemudian mau merawat gue dari bayi sampai besar seperti sekarang ini. Mama selalu berusaha dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mama itu pemberi saran dan dukungan terbaik dalam setiap hal apapun yang dilakukan. Buat gue mama itu adalah segalanya.”
Dimitria - PPA Stefanus
“Ibu itu salah satu orang di hidupku yang paling sulit untuk dijauhi. Seberapa jengkelnya aku terhadap ibu, pasti selalu ada jalan yang bikin aku kembali ke dia. Ibu itu orang yang paling enggak bisa aku liat airmata nya. Dan menurutku sebagai perempuan, cara kita memperlakukan ibu itu akan dirasakan kembali saat kita menjadi ibu nanti.”.
39. PROFIL
Komunikasi Kunci dari Keharmonisan Keluarga Menuk/Tyo
P
ada edisi spesial kali ini, kita akan berkenalan dengan sosok keluarga muda sederhana yang dapat dikatakan harmonis meskipun mereka berbeda keyakinan. Mereka adalah Irene Setianing Pudjorini yang biasa disapa Menuk (43) dan Aswindar Djoko Djoyo Kusumo atau biasa dipanggil Windar (43). Mereka dikarunia 5 orang anak, Nikolas (10), Marcel (8) dan Gabriella (4). Si kembar adiknya Gabriella, keguguran saat berusia 4 bulan di kandungan. Sebelum menikah, Menuk bertemu dengan Windar ketika mereka sama sama kuliah di Yogya. Pertama kali bertemu, entah bagaimana rasanya, Menuk merasa sudah yakin kalau Windar adalah jodohnya. Ketika Menuk tahu bahwa Windar bukan katolik, Menuk juga cuek. “Karena sudah yakin nantinya dia akan jadi suami saya, saya pikir jalani saja, Iman saya kuat kok” cerita Menuk. Iman di sini yang dimaksudkan, bahwa Menuk yakin tidak akan berpindah keyakinan jika mereka menikah, karena Menuk selalu setia kepada Yesus. Inilah yang disampaikan Menuk di rumahnya di komplek Baliview Cirendeu. Ketika masuk dalam tahap pacaran pun Menuk makin tidak ragu, karena Windar mau ikut ke gereja, ikut mengantarkan berziarah ke berbagai Sendang dan ikut mengantar Menuk dalam kegiatan Gereja.
“Saya datang ke pemakaman Leo Sukoto, ke pemakaman Romo Mangun, dia juga ikutan. Ada Romo favorit kita di Yogya dulu Romo Tom Yakob SJ, di gereja Kota Baru. Dan hampir semua gereja kita sudah masuki untuk mengikuti Misa Kudus, karena dulu saya juga membantu menjadi organis di GerejaGereja”, papar Menuk. Suara hatinya mengatakan dia harus selalu dekat dengan kegiatan gereja, sebagai modal utama perkawinan dia dan Windar. Maka ketika dia lulus kuliah dan pulang ke Jakarta, Menuk kembali aktif sebagai organis di Gereja St. Stefanus, dan gereja lain yang membutuhkan. Menuk juga terlibat dalam kegiatan di perkumpulan
KSM (Kontak Suara Muda) dan tidak sungkan-sungkan membawa Windar ikut di dalam perkumpulan KSM. Dalam perjalanannya sebelum menikah, Menuk sempat ragu, “ Saya ragu ketika saya mau menikah. Bukan ragu karena Windar nya, tapi saya kasihan sama Ibu dan keluarga besar saya. Apa iya saya mau menikah dengan pria beda agama?Apalagi, adik saya Menul, yang menikah 4 thn lebih dulu dari saya, masuk Islam hanya karena alasan menikah. Itu yang membuat saya ragu. Gimana perasaan Ibu saya ya? Punya anak perempuan 2, satunya masuk Islam, satunya suaminya Islam” cerita menuk.
40
Bagi Menuk, untuk menentukan apakah akan menikah dengan Windar adalah keputusan yang sangat berat. Bukan sanksi dengan toleransi calon pasangannya, tapi lebih dia ingin memberikan contoh kepada adik cowok semata wayangnya, Didot dan sepupu sepupu dia di keluarga besarnya. Karena Menuk sangat sayang dengan keluarga besarnya, sangat merasakan kehangatan, keakraban dan cinta kasih keluarga besar sejak kecil. Semasa Menuk kecil, dia aktif PPA, semasa remaja dia aktif di Mudika (OMK pada waktu itu). Pengalaman itu yang membuat Menuk berpikir berulang kali sebelum mengambil keputusan. “Ibu saya, Bu Pujo juga cukup aktif di Lingkungan, Wilayah dan Gereja, saya pasti membuat ibu malu” jelas Menuk. Sebelum mengambil keputusan akhir, Menuk sempat berbincangbincang dengan Mayong Suryolaksono, teman kantornya saat itu di Gramedia. Dari perbincangan itu Menuk mendapatkan kesimpulan bahwa jika seandainya kita dan pasangan kita tidak punya toleransi yang luar biasa, kita JANGAN menikah beda agama. Guna lebih menguatkan komitmennya, Menuk juga
berkonsultasi dengan Romo Dwijo, SCJ. Beliau mengatakan kepada Menuk, “untuk kasus kamu ini, jangan lihat merknya, tp lihat kualitasnya. Saya yakin. Saya kenal Windar dan kamu”. Pendapat inilah, yang menurut Menuk dapat menguatkan Ibunya. “Tuhan, saya bersyukur sejak pacaran Windar mau menemani Misa. Semoga dia nggak berubah ketika kami sudah menikah nanti. Biar Ibuku nggak sedih sedih amat Tuhan”, begitulah doa yang disampaikan kepada Tuhan setiap malam sampai hari pernikahan tiba. Puji Tuhan, akhirmya Menuk dan Windar menikah secara Katolik di Gereja St. Stefanus tanggal 31 Juli 2004 yang dipimpin oleh Romo Dwijo, SCJ. Bagaikan mulusnya jalan tol, kedua orang tua Windar dan keluarga besarnya pun hadir di Gereja. Mayong dan alm. Bapak Hadiwarman menjadi saksi pernikahan suci mereka. “Sampai usia pernikahan 11 tahun, Tuhan terus mengabulkan doa saya, Windar tidak berubah mau menemani Misa” cerita Menuk berbinar. Keluarga utuh bagian dari keharmonisan Menurut pandangan Menuk,
bahwa keluarga utuh terdiri dari orang tua –suami istri dan anak. Kemudian kelurga itu keluarga yang tertib dalam hal apapun, yang selalu taat berdoa, yang beriman, yang saling mendoakan selalu, saling menguatkan, berkomunikasi baik, anak-anak tidak pernah bertengkar, bapak ibunya selalu rukun, pokoknya sempurna deh... dan tidak ada cacatnya. Sempurna dilihat orang lain dan sungguh sempurna di mata Tuhan. “Keluarga Saya belum bisa disebut keluarga utuh lah…masih jauh dari keluarga utuh gereja…karena secara kasat mata, kalau komuni saja, Windar masih duduk di tempat duduk..Kalau Jumat Agung aja, Windar juga masih duduk.. kita juga bukan keluarga yang religious” katanya sambil guyon. Tetapi Menuk merasakan suaminya ikut berperan dalam menerapkan arti keluarga utuh itu dari sikap toleransinya, menjalankan komitmen perkawinan mereka yaitu mau mendidik anak anak secara Katolik. Tiga anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka pun dibaptis dan disekolahkan di sekolah Katolik Pangudi Luhur. Nikolas putera pertama mereka juga didorong Windar untuk mengikuti Putera Puteri Altar, dan ikut sembayangan di Lingkungan. “Tuhan Mahabaik, saya beruntung sekali, karena saya sering mendengar dari teman teman saya yang menikah beda agama, sulit sekali mendapat ijin itu semua dari suaminya”, kata menuk Sementara sikap toleransi Menuk kepada suaminya ketika Idul Fitri tiba, Menuk dan ketiga anaknya dengan sukacita juga ikut sibuk menyiapkan kebutuhan Lebaran di rumah sendiri, dan membantu di rumah ibu mertuanya, dan menjalin hubungan baik dengan keluarga besar Windar. “Kita sungkeman di rumah ibu mertua setelah beliau Sholat Ied, keluarga besar saya dan teman teman lingkungan Katolik Baliview juga datang ke rumah kita untuk
41
berkumpul dan makan bersama” tuturnya. Menurut menuk ini juga kebiasaan yang membuat mereka bahagia juga, pasti suami saya juga senang, dia diperhatikan warga lingkungan juga. Ada obrolan dengan suaminya yang sempat membuatnya ketar-ketir sekaligus terharu. “Nuk, sekarang kita sudah membaptis anak-anak, berusaha mendidik anak anak jadi Katolik yang baik, tapi kalo mereka besar nanti melenceng, kamu harus siap juga ya. Makanya banyak doa minta pendampingan Tuhan terus, Banyak disekitar kita, anak yang aktif, tapi akhirnya melenceng, bapak ibunya aktif di gereja, tetapi anak melenceng juga. Godaan makin keras nantinya. Harus banyak doa” tutur menuk meniru ucapan suaminya. Tantangan hidup berkeluarga tidak berhenti di dalam mendidik anak-anak. Banyak godaan di luar sana. Salah satunya godaan tidak tertib berkomunikasi juga yang dihindari keluarga Menuk dan Windar. Komunikasi mengajarkan keterbukaan, sehingga jika ada masalah bisa dirembug bersama. Dalam kehidupan sehari-hari di keluarganya, mereka berusaha untuk tidak lupa saling memberi kabar. “Pekerjaan Windar suka menuntut pulang malam, sementara pekerjaan saya bisa pulang pagi, saya bilang ke mereka, jadi mereka tahu kenapa”, jelas Menuk. Komunikasi itu hal sepele, tapi efeknya luar biasa. Anak-anak jadi merasa lebih diperhatikan dan dibutuhkan. Suami dan istri juga tidak merasa disepelekan. Menghindari rasa curiga. Akhirnya anak anak mereka pun jadi terbiasa. “Mau main sepeda atau main bola di sekitar rumah pun mereka pamitan walau cuma ada mbak di rumah” kata menuk. “Saya agak aneh, saya gak mau telfon kalau lagi di luar kota, padahal dibayari kantor juga. Karena takut tambah kangen anak anak, kalo
dengar suara mereka yang lucu. Paling wasap saling kirim foto” kata Menuk yang karena pekerjaan harus bolak balik keluar kota/ luar negri urusan shooting atau editing TVC. Dia juga membawa baju-baju anaknya jika pergi sebagai obat kangen. Saat ini Menuk bekerja sebagai Ex. Producer TVC dan Windar bekerja di Deutche Bank Usaha lain Menuk dan Windar dalam mewujudkan keharmonisan rumah tangganya bersama anak anak mereka adalah mengkampanyekan terus Toleransi. Toleransi disini maksudnya adanya hubungan saling, supaya tidak gengsi untuk saling minta maaf, saling
menghargai, saling menyadari, saling support kegiatan anggota keluarga dan menguatkan dalam kesempatan apapun. Selalu punya hati, selalu ada cinta kasih diantara anggota keluarga, dan punya kesabaran yang luas. Namun gesekan-gesekan kecil lain di dalam rumah tangga mereka pun diakui tetap ada. Gesekan suami istri, gesekan anak terhadap kakak adiknya, atau anak ke orang tua. “Sering lah..tp nggak sampai lima menit dah saling ngomong baik lagi. Tapi anehnya nggak pernah soal agama”, jelasnya. Saat ini menuk dan suaminya juga sedang berniat untuk lebih sabar
kepada anak anaknya jika sedang menjengkelkan. Belajar memberitahu mereka tanpa marah. “Saya dan suami tidak ingin anak anak kami luka batin”, ungkap Menuk serius. Doa bersama secara Katolik juga sudah dibiasakan Menuk dan Windar sejak Nikolas (10), Marcel (8) dan Gabriella (4) masih kecil. “Kalau mau tidur, kita doa bareng, penutup doa selalu ada penyebutan nama nama baptis kita. Anak anak saya selalu menyebut nama bapaknya. “ Santo Aswindar, doakanlah kami”, cerita Menuk Utuh, harmonis, toleransi, bagian dari sejumlah cita cita setiap keluarga. Terlebih bagi keluarga yang berbeda keyakinan, kondisi itu sangat dirindukan, sehingga dapat terwujud keluarga yang harmonis. Moment indah Natal dan Tahun Baru Sama seperti keluarga-keluarga lain, mereka sangat gembira menyambut hari Natal. Mereka juga mempunyai kegiatan berulang setiap tahun. Sebagai kegiatan persiapan, Nikolas, Marcell dan Gabriella yang sudah semakin besar, semangat memasang pohon Natal, mulai putar lagu-lagu Natal di rumah dan mobil, atau mengajak Nikolas dan Marcel memainkan piano lagu-lagu Natal. Lalu bongkar lemari. mengumpulkan barang layak pakai untuk yang membutuhkan. Biasanya mereka memberikan kepada orang-orang sekitar mereka atau mengirim ke kampung Banjarnegara desa asal “mbak mbak” yang bekerja dengan keluarga mereka. Tidak jarang Menuk juga dihubungi oleh teman temannya yang sudah menjadi Romo atau Suster untuk membantu kegiatannya. Jika ada permintaan barang layak pakai, Menuk langsung menghubungi
teman temannya untuk ikut berbagi. “Nanti kita kirim ke tempat permintaan Romo, untuk umat disana”, kata Menuk. Kemudian pada hari H, Misa Malam Natal bersama keluarga besar di Gereja St Stefanus. “Sodara sodara saya senang Misa di Stefanus kalau hari besar. Padahal mereka umat paroki Blok B, Cinere, Bintaro. Mungkin karena pengen kumpul dengan Ibu saya ya. Seneng rasanya…Tapi tetep saja kalau nyanyi Malam Kudus saya menangis lho. Sedih rasanya, ngga tahu kenapa” tutur Menuk Nyekar di pemakaman bapaknya dan kumpul keluarga juga termasuk agenda wajib setelah pulang dari Misa Natal anak anak. “Saya kagum dengan ibu saya, meski sudah ditinggal 15 tahun lebih, tapi Ibu masih rajin nyekar bapak”. Menurutnya ini juga menggambarkan keharmonisan orang tuanya meski alamnya sudah berbeda. Tetapi hatinya tetap setia. Selain itu Menuk menambahkan agenda persiapan Natal Tahun ini. “ Saya harus mengajak Nikolas untuk selalu mengaku dosa setiap menyambut hari besar, karena Niko-
las sudah komuni. ngajari anak anak saya nyanyi lagu lagu misa malam natal, biar pas Misa tau lagunya. Pasti mereka lebih senang. Gak cuma bengong” tambahnya sembari tersenyum Apa harapan Natal dan Tahun Baru Keluarga Menuk dan windar? Menuk berharap keluarga dan teman teman di sekitarnya mau mendoakan keluarga kecilnya, supaya bisa menjadi “keluarga utuh.” Lainnya, Menuk hanya mau menuliskan 3 harapan sebagai permohonan dan janjinya kepada Tuhan. Alasannya biar biasa selalu dibaca dan diingat. “Semoga Roh Kudus selalu hadir di keluarga kecil saya dan di keluarga besar saya sehingga perjalanan hidup berkeluarga semakin mapan dalam segala hal, bisa selalu menyerahkan segala kekawatiran keluarga saya ke dalam tangan Tuhan. Semoga saya dan suami bisa mendampingi dan melayani Nikolas, marcel dan Gabriella dengan pikiran, perkatan dan perbuatan baik” tulisnya di selembar kertas. Selamat Natal 2015 & Tahun Baru 2016 Tuhan Yesus Memberkati…
44. ORBITAN UTAMA
PENGASUHAN ANAK: CUKUP OLEH IBU? “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh (Lukas 11: 17)” Dr. M.M. Nilam Widyarini, Psikolog, CCH (Koordinator tim konseling AGAPE)
A
dven 2015 merupakan Bulan Keluarga (Arah dasar KAJ). Bagaimana kita memaknai hal ini? “Keluarga Katolik sejati” layak dicita-citakan yaitu keadaan keluarga yang mengalami sukacita karena mengalami persatuan dengan Yesus Kristus yang senantiasa hadir dan mendapatkan tempat di hati tiap anggota keluarga.
Foto FEFE dok MP Melihat kekaca
Ciri khas perkawinan maupun keluarga Katolik sejati adalah adanya penghayatan bahwa persatuan antar pribadi dalam keluarga merupakan simbol persatuan dengan Kristus sendiri yang hadir penuh kasih dalam tiap-tiap pribadi. Oleh sebab itu membangun keluarga Katolik sejati berarti mengupayakan agar tiap-tiap anggota keluarga mengalami kehadiran Kristus melalui relasi dalam keluarga. Dalam keluarga, cinta harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan antar pribadi yang tak terceraikan. Yang utama adalah kesatuan suami-isteri karena sebagai lambang kesatuan Kristus dengan Gereja, sebagai dasar kesatuan keluarga. Orang tua dan anak saling menerima keberadaan dirinya. Orang tua hendaknya menjadi tanda Allah yang hadir dengan cinta abadi sehingga terbentuk persatuan lahirbatin (meneladani keluarga kudus Nasaret). Dengan arah yang diberikan oleh gereja, kita membangun kehidupan keluarga yang sehat secara fisik,
psikologis dan spiritual yang kita dambakan.
Menyoal Kesehatan Keluarga
Berbeda dengan kesehatan fisik yang lebih mungkin berubah-ubah dari waktu ke waktu, kesehatan psikis bersifat lebih permanen (meski juga dapat berubah). Hal ini sering
kali dipengaruhi oleh kekompakan dan keharmonisan ayah dan ibu dalam mengasuh anak. Kesehatan psikis (kognisi, emosi, dan perilaku) lebih permanen karena faktor-faktor yang mempengaruhinya banyak terjadi melalui pengalaman atau proses
45
pembelajaran dalam menghadapi berbagai keadaan sejak masa kecil. Pembelajaran yang negatif, yang menghasilkan perasaan-perasaan negatif (takut, marah, benci, tertekan, terluka) menghasilkan keadaan psikis yang tidak sehat/ sejahtera. Sebaliknya, pembelajaran yang positif, yang menghasilkan perasaan-perasaan positif (gembira, puas, optimis, rasa berharga, cinta, dsb), membentuk keadaan psikis yang sehat/sejahtera. Berbagai keadaan jiwa yang labil, tidak seimbang, tidak terkendali, gagal berkembang (fiksasi, narsistis), dsb, mudah kita jumpai dalam lingkungan sosial kita karena berbagai situasi penyebab. Tidak jarang penyebab itu justru datang dari dalam keluarganya sendiri karena karakteristik orang tua. Misalnya, pola asuh orang tua yang otoriter, menyebabkan anak menjadi pribadi pencemas dan tidak percaya diri. Ibu yang terlalu melindungi (over protective), menyebabkan anak mengalami dependensi (tidak dapat mandiri), kurang berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Orang tua yang tidak menerima anak secara apa adanya, memberikan penilaian berdasarkan prestasi, kecerdasan dan sebagainya, cenderung membanding-bandingkan anak, akan menimbulkan luka batin pada anak yang merasa direndahkan. Demikian pula anaka-anak yang kurang menerima kehangatan dari orang tua (merasa diabaikan), juga dapat mengalami luka batin dan merasa diri kurang berharga. Luka batin yang sangat besar sangat mungkin dialami oleh anak yang menjadi korban kekerasan rumah tangga.
Masih banyak lagi kemungkinan terjadinya keadaan psikis yang kurang sehat karena perlakuan orang tua kepada anak. Sebaliknya, pribadi-pribadi yang lain perkembangan jiwanya sehat, biasanya tidak lepas dari pengaruh orang tua atau pengganti orang tua yang bijaksana.
mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial dan permainan di lapangan bila dibanding anakanak yang lain. Sebaliknya, orang tua yang bekerja sama dan hangat, anak-anaknya menunjukkan perilaku suka menolong dan lebih mampu (kompeten) dalam hubungan dengan teman sebaya.
Selain pola-pola pengasuhan orang tua seperti yang disebutkan di atas, satu hal lain mengenai pengasuhan orang tua yang seringkali dirasa ”bukan masalah” namun sebenarnya bukan kondisi ideal adalah bila dalam keluarga terdapat anggapan bahwa pengasuhan anak hanya merupakan tanggung jawab ibu. Anggapan seperti ini cukup lumrah di masa lalu, saat pembagian peran ayah dan ibu secara tradisional benar-benar dibedakan dimana ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai pengelola rumah tangga. Namun dengan berjalannya waktu, hasil-hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa kekompakan ibu dan ayah dalam mengasuh anak, ternyata memberikan hasil yang sangat optimal bagi perkembangan jiwa anak.
Model/pendekatan pengasuhan anak yang baru, kedua orang tua menempatkan diri sebagai figur kelekatan anak dan menjadi pendukung anak dalam melakukan eksplorasi dunia sosial yang kompleks dan luas. Keluarga dengan model pengasuhan yang baru ini menunjukkan adanya tingkat konflik yang sedang (normal) dalam hubungan antara remaja dengan orang tua. Dalam hubungan ini remaja terbantu untuk mengalami fungsi perkembangan yang positif dan mengalami transisi dari masamasa ketergantungan sebagai anak-anak menjadi mandiri sebagai remaja.
Pengasuhan Bersama
Dalam dunia psikologi, khususnya psikologi perkembangan, diketahui bahwa dalam duapuluhan tahun terakhir ini terdapat peningkatan secara drastis penelitian mengenai pengasuhan bersama (coparenting) antara ayah dan ibu. Seperti yang dikemukakan oleh Santrock (2006), hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi antara ayah dan ibu, kurang berperannya salah satu orang tua, kurangnya kerjasama dan kehangatan, dan tiadanya hubungan dengan salah satu orang tua, semuanya merupakan kondisi yang menyebabkan anak berada dalam risiko masalah. Misalnya, penelitian terhadap anak-anak berusia 4 tahun dari keluarga yang kurang mendukung pengasuhan bersama, menunjukkan bahwa anak-anak tersebut lebih
Dalam penelitian yang lain, ditemukan bahwa bila kedua orang tua berperan aktif memonitor dan memberikan bimbingan dalam perkembangan anak remajanya, lebih memungkinkan anaknya memiliki hubungan yang positif dengan teman sebaya dan tidak menjadi pemakai obat-obatan terlarang bila dibanding remajaremaja lain yang kedua orang tuanya kurang berperan. Remaja lebih mungkin berkembang menjadi pribadi yang berkompeten bila memiliki orang tua yang: 1) menunjukkan kehangatan dan respek; 2) menunjukkan perkembangan minat-minat dalam hidupnya; 3) mengakui dan beradaptasi dengan perkembangan berpikir (kognisi) dan sosioemosional anaknya; 4) menunjukkan cara yang konstruktif dalam menghadapi masalah dan konflik.
Peran Gender Tradisional?
Gambaran di atas memperkuat
46
Foto DANNY dok MP Mengantri
gambaran bahwa pengasuhan bersama yang harmonis oleh ayah dan ibu dalam mendukung perkembangan anak benar-benar diperlukan untuk menghasilkan generasi muda yang sehat. Namun, untuk melayani kebutuhan perkembangan psikis anak yang sehat sesuai hasil-hasil penelitian di atas, tentu saja diperlukan waktu dan usaha orang tua yang tidak sedikit. Yang menjadi persoalan, seberapa besar kesediaan orang tua untuk itu? Kita dapat melihat bahwa model pengasuhan tradisional yang mengandalkan peran ibu saja dalam pengasuhan anak seperti yang biasa terjadi pada masa lalu, relatif tidak menimbulkan persoalan-persoalan dalam perkembangan anak. Namun kehidupan sosial telah jauh berubah, sehingga sebagai orang tua kita perlu memiliki kerelaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial yang terjadi.
Meski sudah banyak pasangan yang menerapkan model pengasuhan bersama yang lebih sesuai dengan kebutuhan anak pada masa kini, namun sebagian dari kita masih senang berlindung di balik nilainilai tradisional untuk dapat membebaskan diri dari kerepotan menjadi pendamping yang baik bagi perkembangan anak, khususnya para ayah.
Sayang sekali, masih banyak ibu yang mengalami hambatan untuk mengungkapkan kebutuhannya untuk dapat mengasuh anak secara bersama-sama dengan suami. Hal ini memerlukan kemampuan komunikasi secara asertif, mengurai hambatan budaya yang sudah sangat melekat, serta keterbukaan pasangan (suami) untuk memahami pentingnya pengasuhan bersama.
Pembagian peran gender jelas sudah bergeser dengan kenyataan bahwa para ibu pada masa kini juga bekerja mencari nafkah. Namun demikian, peran pengasuhan anak bagaimanapun juga seringkali masih menjadi beban tanggung jawab ibu. Hal ini tentu saja sangat mungkin menimbulkan tekanan tersendiri bagi para ibu karena peran gandanya, terutama bila kurang memiliki akses dukungan sosial dari pihak lain yang ikut membantu mengasuh anak.
Indahnya Kebersamaan
St. Lukas tidak sekedar menakutnakuti ketika mengungkapkan “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh (Lukas 11: 17).” Uraian di atas mengenai pengasuhan yang utuh, kompak antara orang tua sangat dibutuhkan oleh anak. Anak kita benar-benar akan menjadi salah satu sumber kebahagiaan kita yang penting bila setiap anggota keluarga menghadirkan wajah Kristus di dalam keluarga.***
48. PESONA SABDA
KELUARGAKU ISTANAKU Pengantar Ketika saya masih kecil, saya suka sekali melihat sebuah drama televisi yang berjudul “Keluargaku Istanaku.” Drama ini menggambarkan sebuah keluarga ideal yang menjadi idaman bagi setiap orang, termasuk kita semua. Maka pertanyaannya bagi kita sekarang, “Seperti apakah keluarga idaman itu?” Mungkin kita sebagai orang Kristiani, langsung mengarahkan pandangan pada keluarga Nazareth sebagai keluarga idaman atau contoh bagi kita semua. Mungkin kita, khususnya yang suka menonton sinetron, langsung berpikir bahwa keluarga idaman hanya ada dalam sinetron, bukan dalam realitas kehidupan kita. Melalui tulisan ini kita diundang untuk berefleksi, supaya kita dimampukan untuk memanfaatkan kesempatan secara maksimal, mengisi “ruang” dalam kehidupan keluarga. Harapannya, keluarga kita yang tidak sempurna ini, jauh dari kata idaman ini, bisa menjadi “istana” bagi seluruh anggota keluarga. Membeli Waktu Tidak seperti biasanya dan cukup mengagetkan, Justin yang baru duduk di kelas satu SD, membukakan pintu bagi ayahnya, Fanddy, ketika pulang kerja pada pukul 9:00 malam. Fanddy, sebagai Kepala Cabang sebuah perusahaan terkemuka di Jakarta, memang super sibuk dan terbiasa pergi pagi dan pulang malam di saat anaknya, Justin, terlelap dalam tidur. “Nak, mengapa belum tidur?” Fanddy menyapa anaknya sambil mencium kepalanya. “Justin menunggu papa pulang. Papa, Justin mau tanya, berapa sih gaji papa?” tanya Justin. Fanddy tersenyum dan menjawab per-
tanyaan anaknya dengan pertanyaan balik, “Kenapa nak, kok malam-malam tanya gaji ayah? Mau minta uang untuk beli mainan lagi ya?” “Enggak kok pa, cuma pingin tau saja!” jawab Justin dengan penuh kepolosan. Dengan kesabaran, Fanddy mencoba membeli penjelasan, “Baiklah nak, sekarang coba hitung sendiri ya! Papa bekerja sehari 10 jam dan digaji Rp 1.000.000 sehari, setiap bulan rata-rata 25 hari. Jadi berapa nak gaji ayah?” Justin segera berlari untuk mengambil kertas dan pensil dari meja belajar, sementara papanya melepaskan sepatu dan menyalakan televisi. Justin dengan tergesagesa mendekati papanya dan berkata, “Pa, jika papa sehari dibayar 1.000.000 juta sehari untuk 10 jam, berarti satu jam papa digaji 100.000.” “Pa, Justin pinjam uang papa 10.000 ya pa. Nanti uangnya akan Justin kembalikan kalau Justin sudah ada,” pinta Justin kepada papanya. Merasa anaknya mulai meminta yang aneh-aneh, Fanddy mulai kehilangan kesabaran dan segera menyuruh anaknya dengan nada tinggi, “Sudah, sekarang tidur. Papa capai, besok harus kerja lagi. Sekarang Justin tidur!!!” Mendengar kata-kata papanya yang meninggi, Justin segera berlari ke kamarnya sambil menangis. Setelah mandi Fanddy datang ke kamar Justin, yang masih terisak dengan wajah ditutupi bantal, di tangannya memegang uang 40.000. Fanddy duduk di tepi tempat tidur
sambil membuka bantal yang menutupi wajah anaknya. Fanddy tampak menyesal atas perkataan yang menyakiti anaknya. Sambil membelai, Fanddy berkata, “Justin, maafkan papa ya. Papa sayang Justin. Justin, untuk apa malam-malam minta uang 10.000? Kalau mau beli mainan besok saja mintanya pada mama. Jangankan 10.000, yang lebih besarpun Justin boleh minta.” “Papa, Justin tidak mau minta uang pa. Justin cuma mau pinjam, nanti Justin kembalikan. Justin mau menabung dengan tidak jajan untuk kembalikan uang pinjaman kepada papa,” kata Justin sesenggukan. “Justin, untuk apa uang yang Justin ingin pinjam dari papa?” tanya Fanddy keheranan. Sambil mengusap air mata dan penuh kepolosan, Justin menjawab, “Justin menunggu papa dari jam 8. Justin mau ajak papa main ular tangga 30 menit saja. Mama pernah bicara kalau waktu papa itu sangat mahal dan tadi papa bilang satu jam papa dibayar 100.000. Lalu tadi Justin memecah tabungan ayam Justin, ada uang 40.000, jadi Justin masih kurang 10.000 untuk beli waktunya papa selama 30 menit, makanya Justin mau pinjam uang pada papa dulu.” Fanddy terdiam. Matanya berkaca-kaca. Hatinya tersentuh dan tergugah. Ia memeluk Justin anaknya dengan cinta. Yang Dirindukan Mungkin kita berpikir, kisah di atas hanyalah cerita belaka. Memang benar, namun baiklah jika kita melihat insight dari kisah tersebut. Perkembangan dunia era post-modern ini, menjadikan orang
49
Orang dimanjakan dengan banyak kemudahan dan situasi yang nyaman. Orang akan dengan mudah meng-akses “dunia luar” tanpa harus menunggu berlama-lama. Banyak hal bisa dilakukan dalam gengaman melalui alat komunikasi pintar, entah dinamakan Android, Blackberry, Iphone, dan lain sebagainya. Bahkan bisnis besar pun dapat dilakukan sambil ‘ngopi’ di tempat santai, dalam hitungan detik, walau jaraknya relatif jauh.
semakin berjuang dan berlomba untuk meraih keberhasilan dalam hidup. Hal ini seperti halnya dua sisi mata pisau. Di satu sisi, usaha keras yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang diidam-idamkan, terutama keberhasilan meraih atau merengkuh materi (hal-hal duniawi). Di sisi lain, ada bagian yang hilang karena kesibukan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Seluruh waktu dicurahkan ke dalam pekerjaan, karir dan materi, sehingga waktu untuk keluarga (khususnya untuk anak-anak) dan bahkan untuk diri sendiri tidak lagi mendapatkan tempat. Setiap anggota keluarga, khususnya anak-anak, tentu mempunyai kerinduan akan adanya waktu kebersamaan dalam keluarga. Banyak ditemui anak-anak dari “orang-orang sibuk” (orang kantoran maupun wiraswasta), merasa “kesepian” dan “disingkirkan.” Perasaan sebagai anak yang berharga dan dicintai menjadi luntur, karena tiadanya waktu orang tua, yang seringkali waktu mereka diwakilkan kepada peranan suster, pembantu maupun sopir. Secara materi, anak-anak dari “orang-orang sibuk” tentu saja tidak kekurangan, namun tidak jarang mereka merasa ada sesuatu yang tidak dipenuhi dalam kehidupan mereka, lebih sekedar materi. Sesuatu itu tidak lain tidak
bukan adalah perhatian dan kasih sayang. Itulah sesuatu yang hilang yang sangat dirindukan anak-anak. Apakah berlebihan jika seorang anak merindukan sentuhan kasih dari orang yang dicintainya? Tentu saja, dengan berbagai pertimbangan, orang akan berusaha agar kesejahteraan keluarga sungguh dapat dicapai dan digapai, meskipun usaha yang dilakukan bukannya tanpa resiko. Pembagian waktu yang tidak seimbang menjadikan keterputusan hubungan, yang akibatnya menjauhkan orang tua dengan anak-anak mereka. Hal ini seringkali juga melibatkan peranan seorang ibu yang mendukung suaminya dengan berkarir. Mereka sangat menikmati emansipasinya dalam pengembangan dan memperjuangkan kesejahteraan, dengan resiko bahwa anak-anak mereka menjadi lebih dekat dengan suster atau sopir atau pembantu daripada dengan ibunya, yang adalah wanita yang melahirkannya. Inilah fenomena yang memprihatinkan, yang menjauhkan keluarga dari cita-cita menjadi keluarga idaman. Yang Jauh Jadi Dekat, Yang Dekat Jadi Jauh Pada era post-modern ini, harus diakui perkembangan komunikasi, teknologi dan informasi berkembang dengan sangat luar biasa.
Pertanyaannya, apakah semua hal yang serba mudah itu baik adanya? Kenyataannya, sering dalam kebersamaan dengan orang lain, seorang justru asyik dengan dirinya sendiri. Walaupun tidak semua, kita dapat melihat fenomena ini, misalnya saat makan bersama atau dalam pertemuan, masingmasing memegang “alat narcis” pribadi dan dengan memperhatikan alat tersebut seringkali tampak ia senyum sendiri atau justru wajahnya berubah muram. Ia tidak lagi fokus dengan lingkungan sekitarnya, melainkan berkonsentrasi pada alat yang dipegangnya. Tidak jarang, saat orang ber-Ekaristi pun asyik dengan dirinya dan dengan “mainannya” sendiri. Seorang yang kecanduan alat-alat modern dan tidak tahu diri dengan situasi akan kehilangan saatsaat indah atau bermakna yang semestinya dialami. Ia akan berpikir dengan orang yang nan jauh di sana, sementara yang ada di dekat-nya dianggap “benda mati’ yang kurang berarti. Tidak mengherankan, seorang yang melewatkan dirinya dengan kesibukan diri sering merasa tidak berkesan dan berjalan dengan begitu saja. Hal ini seringkali tampak dalam berbagai ungkapan, “Keluarga hampa,” “Ke gereja tidak mendapat apa-apa,” dan “Kebersamaan hanya buangbuang waktu saja.” Jika demikian, di manakah kesalahannya? Kiranya kita perlu berefleksi diri guna membangun kehidupan lebih baik dan bermakna. Jangan sampai terjadi, di saat anggota keluarga
50
mestinya dapat membangun kebersamaan justru “ditinggalkan” dan “bertemu” dengan orang lain dalam “dunia” yang berbeda. Bertumbuh dan Berbuah Subur “Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya! Apabila engkau memakan hasil jerih tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling menjamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu, dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Dan damai sejahtera atas Israel.” (Mazmur 128) Mazmur diatas merupakan sajak kebijaksanaan yang dengan sederhana mengajarkan sesuai dengan tradisi bahwa kesejahteraan manusia bergantung pada sikap takwa dan takut akan Tuhan. Kebahagiaan orang benar yang diganjar Tuhan ialah kemujuran segala usahanya, keluarganya besar dan hidup panjang. Dalam kaitan orang Yahudi, rasanya tidak lengkap tanpa kesejahteraaan Yerusalem. Secara baru, Yerusalem yang dimaksud adalah kebahagiaan sejati. Demikianlah, segala sesuatu yang dilakukan seseorang hendaknya tercermin pada hidup dan penyerahan diri kepada Allah serta mewujudkan hidup penuh kasih bersama orang-orang tercinta. Dalam kaitan dengan relasi suamiisteri, St. Paulus secara khusus menyatakan hubungan kasih suami-isteri menjadi gambaran kasih antara Kristus dan Gereja (Umat). Hubungan kasih tersebut menjadi hubungan timbal-balik yang saling menguatkan dan menyempurnakan antara satu dengan yang lain. Hubungan suami-istri ini tetap
menjadi “rahasia besar,” di mana akan disempurnakan oleh Tuhan sendiri. Untuk itulah, suami-istri sedapat mungkin memberi waktu satu sama lain dengan saling memperhatikan dan bukan justru asyik dengan dirinya sendiri. Suka Cita Injili Paus Yohanes Paulus II, pernah mengeluarkan sebuah dokumen Familiaris Consortio, yakni sebuah pernyataan bagi keluarga Kristiani dalam dunia modern. Keluarga dalam dunia modern berhadapan dengan perubahan yang begitu cepat dan mendalam, yang berdampak pada masyarakat dan kebudayaan. Meskipun tetap banyak keluarga yang tetap setia dan berpegang pada nilai-nilai yang menjadi landasan keluarga, tidak jarang keluarga bingung dan bimbang tentang peran mereka. Berkaitan dengan peran di atas, Paus menyampaikan tugas suamiisteri dan orang tua Kristiani yakni supaya memberi sumbangan yang berarti dengan mengembangkan sikap kritis Injili. Sikap kritis ini hendaknya dihayati dalam situasi masyarakat dan kebudayaan, yakni tempat mereka menghayati perkawinan dan berkeluarga. Suami-isteri hendaknya mampu menjalankan peranan itu berkat karisma atau karunia khusus, karunia sakramen perkawinan. Senada dengan yang disampaikan Paus Yohanes Paulus II, Paus Fransiskus menyampaikan tentang peranan keluarga dalam dunia dewasa ini. Keluarga hendaknya menjadi oase yang memberi kesejukan bagi seluruh anggotanya dan bagi lingkungan di sekitarnya. Demikianlah, keluarga menjadi satu bagian terpenting dalam suka-cita Injili, dan keluarga menjadi oase yang memenuhi kerinduan setiap orang akan cinta. Begitu berharganya sebuah keluarga, Gereja menjunjung keluarga sebagai tema besar dalam pewartaan kabar suka-cita. Untuk itu, berkaitan
dengan peran keluarga ini, Gereja mengangkatnya sebagai tema Natal 2015: “Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah.”
Anakmu bukanlah milikmu. Mereka putera-puteri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri. Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau. Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu. Berilah mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri. Kaulah busur dan anakanakmulah anak panah yang meluncur. Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian. (Khalil Gibran)
Puisi ini seakan menjauhkan kita dari anak, karena ditekankan bahwa anak bukanlah milik kita. Namun tanggung-jawabnya mengundang kita untuk “pulang” ke rumah untuk memeluk anak dan keluarga, memberikan waktu dan segalagalanya bagi keluarga dan menjadikan keluarga sebagai “istana” bagi kita. Oleh karenanya, saya bahagia dengan jawaban umat atas beberapa kali pertanyaan yang saya ajukan dalam kesempatan berkotbah, “Apa yang paling berharga dalam hidup?” Sebagian umat memberi jawaban: keluarga. Meskipun setiap orang berjuang untuk mendapatkannya, mereka tidak memberi jawaban bahwa yang terpenting adalah harta atau keberhasilan, melain-kan keluarga. Keluarga adalah harta paling berharga dalam hidup, maka janganlah disia-siakan. Kebahagiaan dalam keluarga tidak datang begitu saja tetapi harus diusahakan. Tidak ada seorangpun yang mampu menciptakan jika bukan keluarga itu sendiri. Untuk itu ciptakanlah keluarga yang bahagia dengan membangun komunikasi dan memaknai cinta secara lebih hidup.***
52. ORBITAN LEPAS
Rm. Martin van Ooij, SCJ
Berdiri Tegap di Atas Tumpahan Darah Para Martir
S
etiap tanggal 26 November, Konggregasi SCJ mempunyai tradisi Memorial Day untuk mengenang dan mendoakan semua misionaris dan martir SCJ. Untuk SCJ Indonesia, perayaan ini selalu menyentuh dan penting, karena ada 11 misionaris SCJ dari Belanda yang menjadi korban pada masa pendudukan Jepang. Sebelas misionaris itu meninggal dunia di dalam pengasingan di Pulau Muntok dan saat ini, dimakamkan di Cimahi, Jawa Barat. Komunitas SCJ Jakarta, seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini kembali mengadakan acara Memorial Day di Cimahi, di makam para misionaris tersebut. Selain para SCJ, ada juga beberapa umat yang ikut bersama berziarah ke Cimahi. Acara Memorial Day diawali dengan perayaan Ekaristi pada pukul 10:00 yang langsung dipimpin oleh Rm. Superior, Rm. Kusmartono SCJ, dengan homili dibawakan oleh Rm. Martin van Ooij SCJ.
Berikut ini kami sampaikan isi homili Rm. Martin. Mengawali homilinya, Rm. Martin mengajak para SCJ untuk mencontoh dua konggregasi FMA dan SDB yang mengadakan peringatan arwah untuk orang tua anggota konggregasi mereka, pada tanggal 25 November. Betapa peristiwa ini penuh arti bagi mereka dan mungkin juga bisa di contoh oleh para SCJ. Karena bagaimanapun para SCJ dilahirkan dan menjadi besar dari kedua orang tua mereka sebelum menjadi SCJ. Kemudian Rm. Martin mulai menyinggung intensi mereka berada di Cimahi. Mereka berkumpul di Kerkhof – Cimahi untuk memperingati para arwah suster, bruder dan romo, yang menjadi korban di Kamp Tahanan Muntok. Mereka ditahan oleh tentara Jepang yang bergabung dengan gerakan di Itali (Mussolini) dan di Jerman (Hitler). Sebelum ditahan di Kamp Tahanan Muntok, para suster, bruder dan romo lebih dahulu ditahan di Tanjung Karang.
Selama dalam tahanan di Tanjung Karang, ada sebuah kisah yang sungguh menyentuh. Saat itu ada seorang suster bernama Sr. Clara FSGM, yang ikut berjuang membantu pelayanan rohani bagi umat yang sangat merindukan menyambut Sakramen Ekaristi, selama para romo di tahan oleh tentara Jepang. Salah satu cara efektif yang dipakai suster tersebut untuk menerobos penjagaan tentara Jepang yang begitu ketat dan bersenjata lengkap adalah dengan menyamar menjadi orang gila. Tampaknya tentara Jepang sangat takut dengan orang gila, sehingga suster itu dengan mudah menerobos penjagaan tentara Jepang. Mereka membiarkan “orang gila” itu untuk bebas keluar-masuk dan berkeliaran bahkan sampai ditempat tahanan. Di tempat tahanan, Sr. Clara mengantarkan anggur dan hosti kepada romo untuk diberkati dalam misa di penjara. Setelah itu, suster membawa kembali hosti yang sudah menjadi Tubuh Kristus keluar pen-
53
jara untuk dibagikan kepada umat Allah dan para suster yang lain. Berkaitan dengan para misionaris yang ditahan, Rm. Martin menjelaskan bahwa mereka meninggal dunia umumnya karena sakit typhus, colera dan malaria, kekurangan makanan dan obatobatan. Dari antara para romo yang ditahan, ada dari beberapa yang selamat dari kamp ini; mereka adalah Mgr. Hermeling (Uskup Tanjung Karang), Romo Borst, Rm. Elling, Rm. Tromp dan Rm. Boeren. Mereka yang selamat dari kamp ini tampaknya tidak suka bercerita tentang pengalaman mereka selama berada di Kamp Tahanan Muntok, sehingga tidak banyak kisah yang bisa dibagikan. Tetapi ada satudua kisah yang kiranya menarik untuk direnungkan. Selama dalam tahanan, Rm. Boeren bekerja di dapur dan kerap kali secara sembunyi-sembunyi membawa sedikit makanan dan dibagikan kepada Mgr. Hermelink. Bisa dibayangkan, betapa berat situasi
mereka bahwa untuk makan pun mereka tidak mendapatkan yang sewajarnya. Kisah yang tidak kalah menyentuhnya adalah saat para tahanan mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan ditinggalkan oleh Rm. Borst, karena saat itu ia sudah berada dalam sakratul maut; kondisinya sangat panas dan mengigil sehingga segera diberikan Sakramen Minyak Suci. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Pagi harinya, ia masih hidup dan panasnya mulai turun. Kisah-kisah ini sudah dituliskan oleh Rm. Kees Van Paassen dalam buku Sejarah SCJ Indonesia. Semua peristiwa di atas terjadi sekitar tahun 1943-1944. Ketika itu usia para misionaris masih sangat muda, sekitar umur 40an tahun. Dalam sejarah perkembangan misi SCJ di seluruh dunia, ada banyak romo dan bruder SCJ dari negara lain yang juga menjadi martir, meninggal di daerah misi karena iman dan korban perang. Berdasarkan catatan Pastor Bo-
ten SCJ dari Propinsi German, ada 49 (misionaris) SCJ yang menjadi martir. Paling banyak terjadi di Congo, Afrika; ada 28 yang dibunuh, termasuk ada Mgr. Wiitebols dari Keuskupan Wamba, yang saat itu dibunuh dengan sangat keji bersama dengan 27 SCJ lainnya pada tanggal 26 November. Tubuh Mgr. Wiitebols dicacah dan dimakan, serta diminum darahnya oleh oleh para pembunuh yang saat itu diperkirakan masih usia remaja dan sekaligus ada kepercayaan di antara mereka bahwa dengan melakukan hal itu mereka bisa menyerap atau mengambil kekuatan dari orang-orang yang mereka bunuh. Itulah mengapa kongregasi SCJ memilih tanggal tersebut sebagai kesempatan bagi para SCJ untuk mengadakan Memorial Day. Dengan iman, kita meyakini bahwa mereka menjadi perantara bagi kita di Surga. Mereka sudah bangkit dan kita menerima warisannya. Darah mereka tidak
54
terbuang percuma. Terbukti! Di tempat dimana darah mereka ditumpahkan, justru panggilan tumbuh subur. Kita berdiri tegap di atas tumpahan darah para Martir. Patut kita menyadari bahwa para pendahulu kita memberi darahnya untuk panggilan kita sekarang ini. Dengan Memorial Day ini, para SCJ diundang mendoakan para pendahulu untuk istirahat kekal di surga. Namun juga ditantang untuk mengikuti teladan para SCJ Martir yang taat dan total dalam menjalani tugas dan panggilan hidup.
Mengakhiri homilinya, Rm. Martin menegaskan keyakinannya. Melihat situasi dan jumlah salib di makam Kerkhof – Cimahi tersebut, dimana banyak korban perang dimakamkan, Rm. Martin hanya ada satu pernyataan, “Setiap perang selalu merupakan kebodohan yang lahir dari egoisme!” Dan ini berlangsung sampai sekarang, seperti munculnya ISIS, ALqaeda, Boko Haram, dan lain sebagainya. Bersama semua orang yang berkehendak baik, kita harus selalu menolak setiap gejolak perang yang bahkan masih terjadi hingga hari ini.
Kembali ke Memorial Day, Rm. Martin mengundang kita untuk meneruskan peringatan arwah ini dengan hati penuh syukur dan bangga atas kehidupan, kesetiaan, dan pelayanan, para pendahulu kita dengan berdoa, “Tuhan, berilah ganjaran dan kebahagiaan kekal bagi mereka di surga dan berilah semangat mereka ke dalam hati dan hidup kami yang masih berziarah di bumi ini.” Sesudah perayaan Ekaristi, acara Memorial Day dilanjutkan dengan rekreasi ke tempat permandian air panas Ciater, makan malam bersama dan kemudian pulang ke masing-masing komunitas.***
56. ORBITAN LEPAS
KERAHIMAN ILAHI Apa itu “Kerahiman ilahi”?
Kerahiman Ilahi secara sederhana adalah sebuah devosi kepada cinta dan belas kasih Allah serta keinginan untuk membiarkan cinta dan rahmat tersebut mengalir melalui hati seseorang kepada sesama dan semestanya. Ingatlah: kata “Kerahiman”, jika “IMAN”- nya hilang maka yang tinggal hanya “KERAH” (Jawa: berantem, cekcok). Jadi kerahiman ilahi ini harus dilihat dan dialami, dibuat dan dimaknai dalam kacamata iman.
Apa dasar biblisnya?
Dalam Perjanjian Baru, Allah sendiri lewat Yesus hadir sebagai Allah yang rahim, lewat “KUD”: Karya yang nyata, Ucapan yang penuh cinta dan Doa untuk sesama dan semesta. Dalam Perjanjian Lama, Allah juga sering digambarkan sebagai “Dia yang sabar dan yang murah hati”. Ciri-ciri Allah ini terbukti kebenarannya dalam berbagai peristiwa sejarah penyelamatan dunia, ketika cinta lebih kuat daripada derita, kebaikan Allah ternyata lebih kuat daripada hukuman dan malapetaka. Secara khusus, Kerahiman Allah dimuliakan dalam kitab Mazmur. Contohnya: a. Mzm 103:3-4: “Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat.”
b. Mzm 146:7-9: “TUHAN membebaskan orangorang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. T U H A N m e n j a g a orang-orang asing, anak yatim dan janda d i t e g a k k a n N y a kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya”. c. Mzm 136: “Sebab untuk selama-lamanya kasih setia-Nya/kerahiman-Nya”.
Apa yang dilakukan dalam komunitas Kerahiman Ilahi?
Bermula dari tiga langkah “ABC”: A: Awali dari apa yang ada B: Bagikan dengan penuh sukacita C: Cinta Tuhan yang akan menyempurnakannya, maka kami belajar mewartakan pengajaran tentang Kerahiman Allah agar menjadi dorongan kuat bagi semua anggota Gereja supaya bertobat dan diliputi kerahiman Allah, sambil belajar hidup berbelas kasih kepada setiap sesama.
Apa pentingnya berdevosi kepada Kerahiman Ilahi?
Manusia seharusnya belajar berdevosi - menatap dan merenungkan Kerahiman Allah karena: - kerahiman menyatakan Allah Tritunggal; - kerahiman-Nya, Allah selalu mencari manusia untuk bertemu denganNya; - kerahiman adalah sumber
Hasil dari pengajaran seminar kerahiman Ilahi penulis adalah tim panitia
sukacita, kelegaan, dan damai bagi manusia; - kerahiman adalah hukum dasar yang tertanam dalam hati manusia, dengan membuka diri memandang setiap orang dengan mata tulus sebagai saudara; - kerahiman adalah jalan yang menghubungkan Allah dengan manusia, membuka hati akan keyakinan bahwa ia selalu dikasihi-Nya, biarpun ia sangat berdosa.
Hal apa yang telah terjadi dengan mereka yang bergabung dalam Kerahiman Ilahi?
Belas kasih! Belas kasih menjadikan manusia bahagia, penuh sukacita, dan damai. Pengalaman dan kesadaran akan belas kasihan Allah kemudian pula menuntut perilaku belas kasihan secara nyata kepada sesama. Manusia wajib berbelas kasihan karena Sang Penciptanya tak per-nah lelah dalam belas kasih-Nya.
Apa yang mendasari ketergabungan para devosan dalam Komunitas Kerahiman Ilahi? Seringkali, kesadaran akan kasih Allah yang telah diterima dan keinginan untuk menyebarkan kasih itu kepada orang lain. Kita merasakan hasrat untuk ber-“3M”: MenjumpaiNya,MencintaiNya dan semakin MengimaniNya.
58. KESEHATAN
GEREJA PEDULI DUNIA DENGAN HIVAIDS Rm. La Edi Teodorus, MSC
Pengantar
Sejak pertama kali ditemukan para tahun 1981 di Amerika, sampai sekarang HIV/AIDS masih menjadi momok yang menakutkan di seluruh dunia. Virus yang belum ada obat ini telah menyebabkan banyak penderitaan tak terperikan serta kematian. Namun jumlah penderita yang terinfeksi terus bertambah. Pemahaman tentang bahaya dan penularan HIV/ AIDS kiranya mendorong kita sebagai anggota Gereja agar se-makin banyak yang peduli terhadap masalah ini. Pengantar Sejak pertama kali ditemukan para tahun 1981 di Amerika, sampai sekarang HIV/AIDS masih menjadi momok yang menakutkan di seluruh dunia. Virus yang belum ada obat ini telah menyebabkan banyak penderitaan tak terperikan serta kematian. Namun jumlah penderita yang terinfeksi terus bertambah. Pemahaman tentang bahaya dan penularan HIV/AIDS kiranya mendorong kita sebagai
anggota Gereja agar semakin ba-nyak yang peduli terhadap masalah ini.
parasit yang menyebabkan infeksi, sehingga berbagai penyakit akan muncul dan merajalela.
Apa Itu HIV/AIDS HIV/AIDS merupakan singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus / Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti virus yang hanya menyerang manusia (human), ditularkan dari manusia lain (acquired) dan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh kehilangan kemampuan untuk melawan infeksi. Sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi ialah sel darah putih dimana limfosit memegang peranan penting. Salah satu bentuk dari limfosit ialah CD4 yang berperang melawan HIV. Semakin tinggi kandungan CD4 dalam darah, tubuh semakin
Di Indonesia, para penderita disebut ODHA (Orang yang hidup dengan HIV/AIDS). Kata “ORANG” menggarisbawahi kesamaan martabat sebagai manusia, sama seperti “ORANG” dalam “Orang Muda Katolik”. Kita mendiami dunia yang sama. Dengan sendirinya dunia kita juga menjadi dunia yang hidup dengan HIV/AIDS. Seturut pesan Ensiklik Gaudium Et Spes, semua anggota Gereja dipanggil untuk merangkul dunia, dengan iman akan Kristus, Gereja turut berbagi derita, kegembiraan dan harapan dengan dunia yang hidup dengan HIV/ AIDS. Bagaimana Gereja dapat menghadirkan Kristus dalam dunia dengan HIV/AIDS? Badan dunia penanggulangan AIDS (UNAID) memilih tema GETTING TO ZERO untuk peringatan Hari AIDS Sedunia setiap 1 Desember untuk jangka waktu Tahun 2011 – 2015. Tema ini dijabarkan dalam tiga bagian: Zero discrimination, Zero New HIV Infections dan Zero AIDS related deaths. Sesungguhnya tema ini dengan penjabarannya menjadi panduan bagi Gereja bagaimana berbagi penderitaan, kegembiraan, kecemasan dan harapan dengan dunia yang hidup dengan HIV/ AIDS.
baik melawan infeksi. Dalam kondisi normal, jumlah limfosit CD4 adalah 600 sampai 1.500 per mililiter kubik darah. Ketika HIV menyerang tubuh sehingga CD4 di bawah 200/ml2, maka menurut standar KEMENKES RI, orang tersebut sudah masuk tahap AIDS. Pada tahap ini tubuh sudah tidak dapat melawan virus, bakteri atau
59
Apapun bentuk perhatian untuk masalah HIV/AIDS, hal yang paling mendasar ialah SIKAP terhadap para ODHA itu sendiri. Sikap yang paling bertentangan dengan kepedulian terhadap ODHA ialah sikap diskriminatif dalam berbagi bentuknya, baik pada tataran masyarakat maupun sikap pribadi. Pada tataran masyarakat, banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan setelah positif mengidap HIV. Pada tataran pribadi sikap diskrimanatif nampak dari sikap acuh tak acuh, menjauhi bahkan memusuhi. Sikap diskirminatif ini kadang diperkuat oleh penghakiman: “itu karena kesalahan sendiri”. Sikap yang justru bertentangan dengan ajaran sang Guru: “1 Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan
diukurkan kepadamu.” (Mt 7:1-2). Sikap diskriminatif juga dapat muncul karena ketakutan yang muncul dari ketidaktahuan tentang penularan HIV/AIDS. Sebenarnya penularan HIV/AIDS tidak semudah yang ditakutkan. Orang tidak terinfeksi hanya karena kontak sosial dengan ODHA seperti berpelukkan, berjabat tangan, penggunaan alat makan bersama, mandi di kolam renang yang sama, berdekatan dengan ODHA yang bersin atau batuk atau karena gigitan nyamuk. HIV/ AIDS ada dalam darah, cairan sperma/vagina dan air susu ibu, sehingga penularan kebanyakan
terjadi melalui hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum suntik secara bergantian, transfusi darah, pemberian ASI dan lain lain. Sedangkan cairan tubuh seperti air ludah, air mata, keringat, tinja dan air seni tidak menularkan HIV. Maka sebenarnya tidak ada alasan untuk menjauhi para ODHA, apalagi mereka yang menjalani terapi obat-obatan. Zero New HIV Infection mengandung gerakan penyadaran agar tidak ada lagi orang yang terinfeksi oleh HIV/AIDS. Data penularan HIV di Indonesia dari KEMENKES RI menunjukkan grafik yang meningkat dari tahun ke tahun. Sejak ditemukannya kasus HIV di Indonesia pada tahun 1987 sampai tahun 2014 tercatat 150.296 kasus dan 55.799 kasus AIDS dengan penyebaran yang sudah merata di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi. Dalam kunjungan di beberapa desa terpencil, secara pribadi saya hampir tidak percaya ketika menemukan banyaknya kasus kematian karena HIV/AIDS. Dengan melihat berbagai pola penularan HIV maka kita dapat mendeteksi berbagai gaya hidup yang rentan terhadap penularan HIV misalnya, kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan PSK, hubungan sejenis (homoseksualitas), dan penyalahgunaan narkoba. Mengenai penyalahgunaan narkoba, resiko tertinggi ialah penyalahgunaan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian. Namun berbagai jenis penyalahgunaan narkoba lain juga mengandung resiko tinggi karena narkoba menyebabkan orang kehilangan kontrol, termasuk terhadap perilaku seksual beresiko. Gaya hidup tersebut tidak hanya membuat pribadi rentan terhadap penularan HIV, tetapi juga orang-orang yang tinggal serumah, teristimewa pasangan hidup. Sebuah data yang mencengangkan dari KEMENKES RI ialah bahwa menurut jenis pe-
kerjaan, kasus AIDS paling banyak justru dari kalangan ibu rumah tangga. Sekarang ditawarkan berbagai solusi untuk menurunkan penularan HIV/AIDS. Pada level periferal ada kelompok orang yang mengkampanyekan aktivitas seks yang aman dengan penggunaan kondom atau bahkan kelompok yang menawarkan jarum suntik steril untuk negara-negara yang mentolerir penyalahgunaan narkoba dengan alasan hak asasi manusia. Namun sebagai orang beriman, kita dapat melihat HIV/AIDS sebagai sebuah teguran untuk menghentikan penularan dengan menjalani dan mengkampanyekan pola hidup yang benar. Dengan cara ini kita memberi makna pada penderitaan para ODHA baik mereka yang masih berjuang maupun sudah meninggal. Penderitaan mereka telah memberkati banyak orang karena penderitaan mereka memberikan pelajaran bagi banyak orang sehingga tidak jatuh pada jurang yang sama. Zero AIDS Related Deaths merupakan ajakan kepada semua pihak untuk mengusahakan agar para ODHA dapat menjangkau berbagai layanan perawatan seperti konseling, terapi Antiretrovital (ART), dan berbagai terapi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Bahkan mereka yang sudah pada tahap AIDS, dengan terapi ART kondisi tubuh dapat dipulihkan, CD4 meningkat, jumlah virus semakin sedikit, potensi menularkan se-
60 makin berkurang dan dapat beraktivitas secara normal. Namun semua ini tidak akan terjadi jika, ada ketidaktahuan dari para penderita, kurangnya semangat hidup (pesimisme) atau sulitnya mendapatkan layanan. Ternyata bahwa domba yang hilang tak cukup ditemukan, kadang ada domba yang terjangkit penyakit menular selama dalam pengembaraannya. Untuk membawanya kembali ke dalam kawanan, domba itu memerlukan perawatan secara fisik agar sehat, percaya diri dan menjadi bagian utuh dari kawanan. Dalam cahaya iman, Zero AIDS Related Death bukan hanya usaha agar tidak ada lagi orang yang meninggal karena AIDS tetapi mengusahakan agar para ODHA mengalami hidup berkelimpahan. Betapa terharu dan tersentuh oleh kebesaran Tu-
han setiap kali bertemu dengan ODHA yang aktif memberikan penyuluhan, edukasi, informasi bagi masyarakat luas, bahkan layanan bagi para ODHA lain. Mereka mampu mensyukuri hidupnya sebagai ODHA karena merasa dapat bermakna dan dipakai oleh Tuhan. Betapa nyatanya kasih Tuhan dalam diri ODHA yang dengan mempertahankan terapinya dapat berkeluarga dan melahirkan anak-anak yang tidak terjangkit penyakit. Gereja dipanggil untuk menghadirkan Yesus bagi para ODHA: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Kesimpulan Kepedulian kita sebagai anggota Gereja terhadap masalah HIV/AIDS bersumber dari pengakuan akan martabat manusia sebagai anak-
anak Allah. Yesus adalah Allah yang HIDUP dalam GerejaNya, terus berjuang memulihkan martabat manusia yang terpuruk karena dosa, penderitaan dan penyakit. Gereja dapat terus mempromosikan cara hidup yang sehat dan benar. Gereja dapat terus memberikan pendampingan dan harapan bagi para ODHA. Gereja terus dapat menghadirkan wajah Kristus dalam dunia yang hidup dengan HIV/AIDS dengan cita-cita bersama, mewujudkan dunia tanpa diskriminasi terhadap ODHA, dunia tanpa pernularan baru HIV, dunia tanpa ada satu ODHA pun yang meninggal tanpa mendapatkan kasih sayang dan pertolongan. Selamat menyongsong hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2015. penulis adalah Pembina Pusat Rehabilitasi Ketergantungan Terhadap Narkoba, Kedhaton Parahita, Sentul City
Santa Lusia (13 Desember) Santa yang dikagumi ini hidup di Syracuse, Sisilia. Ia dilahirkan pada akhir abad ketiga. Orangtuanya adalah bangsawan yang kaya raya serta terhormat. Ayahnya meninggal ketika Lusia masih kecil. Lusia secara diam-diam berjanji kepada Yesus bahwa ia tidak akan pernah menikah agar ia dapat menjadi milik-Nya saja. Lusia seorang gadis yang jelita dengan sepasang mata yang indah. Para pemuda bangsawan jatuh hati kepadanya. Ibunya mendesaknya untuk menikah dengan salah seorang dari mereka yang telah dipilihnya bagi Lusia. Tetapi Lusia tidak tertarik. Ia kemudian memikirkan suatu rencana untuk melunakkan hati ibunya. Ia tahu bahwa ibunya menderita sakit pendarahan. Lusia membujuknya untuk pergi ke gereja St. Agatha dan berdoa mohon kesembuhan. Lusia pergi menemaninya dan mereka berdoa bersama. Ketika Tuhan mendengar doa mereka serta menyembuhkan ibunya, Lusia mengatakan kepada ibunya tentang ikrarnya untuk menjadi pengantin Kristus. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesembuhannya, ibunya mengijinkan Lusia memenuhi panggilan hidupnya. Tetapi pemuda kepada siapa ibunya telah menjanjikan Lusia, amat marah karena kehilangan Lusia. Dalam puncak kemarahannya, ia melaporkan Lusia sebagai seorang pengikut Kristus. Ia mengancam hendak membutakan kedua mata Lusia. Tetapi, Lusia bahkan rela kehilangan kedua matanya daripada tidak menjadi pengantin Kristus. Dan itulah yang terjadi. Banyak patung yang kelak dibuat menggambarkan St. Lusia dengan matanya yang indah di telapak tangannya. Yesus membalas cinta Lusia yang gagah berani. Ia melakukan mukjizat dengan memulihkan mata Lusia kembali, bahkan jauh lebih indah dari sebelumnya. Hakim yang kafir berusaha mengirim Lusia ke rumah wanita pendosa. Ia berharap agar Lusia dapat dibujuk untuk mengingkari Kristus. Tetapi ketika mereka berusaha membawanya ke sana, Tuhan menjadikan tubuh Lusia demikian berat sehingga mereka tidak dapat mengangkatnya. Pada akhirnya, Lusia ditikam dan menjadi martir bagi Yesus pada tahun 304. “Bertautlah kepada-Nya, kepada Dia yang engkau cari, berpalinglah kepada-Nya dan temukanlah kebenaran; berpegangteguhlah kepada-Nya, mohon kepada-Nya untuk tidak bergegas pergi, mohon kepada-Nya untuk tidak meninggalkanmu.” St. Ambrosius
61. PERNIKAHAN
Halangan dan Larangan Nikah dalam Perkawinan Katolik Pengantar Setiap Minggu, dalam pengumuman mimbar sebelum misa berakhir, diumumkan juga pasangan-pasangan warga paroki yang merencanakan perkawinan. Pengumuman rencana perkawinan ini diakhiri dengan kalimat, “ Bagi umat yang mengetahui halangan rencana perkawinan mereka, wajib memberitahukannya kepada pastor Paroki”. Seperti tercermin dari judulnya, tulisan ini ingin menyajikan uraian seputar halangan dan larangan dalam Perkawinan Katolik (PK) menurut Hukum Gereja Katolik. Diharapkan, tulisan ringkas ini bisa membantu umat untuk sedikit memahami hukum perkawinan dalam Gereja Katolik (GK), khususnya yang mengatur perihal halangan dan larangan perkawinan. Pemahaman seputar hukum PK secara lebih dalam dan menyeluruh bisa diperoleh dari buku-buku yang pada masa kini sudah banyak tersedia di toko-toko buku Katolik. Kitab Hukum Kanonik (KHK) Berbeda dengan Kitab Hukum Kanon yang lama (KHK 1917) yang mengenal halangan yang bersifat melarang (impedimenta prohibentes), KHK 1983 hanya mengenal halangan yang sifatnya menggagalkan (impedimenta dirimentes). KHK 1983 tidak lagi memakai jenis halangan impedimenta prohibentes ini melainkan menyebutnya “larangan” begitu saja dan tidak
ditempatkan di bawah judul “halangan”, melainkan tersebar di berbagai tempat dalam Kitab Hukum Kanonik. Larangan tidak menggagalkan PK tetapi membuatnya tidak layak (illicit). Perlu diketahui, selain sah (valid), sebuah PK juga harus layak (licit). Ada 3 syarat bagi sahnya sebuah PK, yaitu : (1) tidak adanya halangan nikah pada calon, (2) adanya kesepakatan nikah yang sungguh-sungguh, penuh dan bebas, dan (3) terpenuhinya tata peneguhan kanonik. Apabila terkena halangan, maka demi sahnya tata peneguhan PK, seseorang harus meminta dispensasi dari Ordinaris wilayah (Uskup, Vikaris Jendral, Vikaris Episkopal); untuk halangan tertentu dispensasi dari Otoritas Gereja yang tertinggi yaitu Sri Paus. Apabila terkena larangan, maka demi layaknya tata peneguhan PK, seseorang harus meminta ijin dari Ordinaris wilayah. Halangan – halangan nikah Ditinjau dari sumber hukumnya, dibedakan halangan yang diakibatkan oleh hukum ilahi dan halangan yang diakibatkan oleh hukum gerejawi. Halangan dikatakan berasal dari hukum ilahi apabila halangan itu bersumber dari hukum kodrat yang diatur oleh Allah sendiri dalam tata ciptaan, atau ditetapkan oleh Allah melalui pewahyuan. Kuasa
legislatif tertinggi Gereja Katolik memasukkannya ke dalam Kitab Hukum Kanon. Sedangkan halangan dari hukum gerejawi ialah halangan yang diciptakan oleh otoritas GK. Halangan yang bersumber dari hukum ilahi : (1). Impotensi seksual yang bersifat tetap (Kan. 1084) (2). Ikatan perkawinan sebelumnya (Kan. 1085) (3). Hubungan darah dalam garis lurus baik ke atas maupun ke bawah (Kan.1091) dan hubungan darah menyamping tingkat ke dua (Kan. 1091 ay.4) Halangan yang bersumber dari hukum ilahi berlaku bagi semua pihak, baik dibaptis maupun tidak dibaptis, dan tidak bisa didispensasi. Halangan yang bersumber dari hukum gerejawi : (1). Halangan hubungan darah garis menyamping (Kan. 1091 ayat 2) (2). Halangan umur (Kan.1083) (3). Halangan beda agama, disparitas cultus (Kan.1086) (4). Halangan tahbisan suci (Kan. 1087) (5). Halangan kaul kemurnian yang bersifat publik & kekal dalam tarekat religius (Kan. 1088) (6). Halangan penculikan (Kan. 1089) (7). Halangan kriminal (Kan.1090) (8). Halangan hubungan semenda (Kan. 1092)
62
(9). Halangan kelayakan publik (Kan. 1093) (10). Halangan pertalian hukum (Kan. 1094) Halangan yang bersumber dari hukum gerejawi berlaku bagi anggota GK atau yang telah diterima di dalamnya, bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi. 1. Halangan Impotensi Seksual Menurut Kan. 1084, impotensi merupakan halangan yang menyebabkan perkawinan tidak sah dari kodratnya sendiri, yakni jika impotensi ada sejak pra-nikah dan bersifat tetap, entah bersifat mutlak ataupun relatif. ( impotensi adalah ketidakmampuan untuk melakukan persetubuhan secara alamiah dan manusiawi; berlaku untuk pria dan wanita). Halangan ini bersumber dari hukum ilahi, berlaku baik bagi orang yang dibaptis maupun tidak dibaptis dan tidak dapat didispensasi. 2. Halangan Ikatan Perkawinan Sebelumnya Menurut Kan. 1085, tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang terikat perkawinan sebelumnya, meskipun perkawinan itu belum disempurnakan dengan persetubuhan. Halangan ini bersumber dari hukum ilahi, berlaku baik bagi orang yang dibaptis maupun tidak dibaptis dan tidak dapat didispensasi. 3. Halangan Hubungan Darah Menurut Kan. 1091 ay.1, perkawinan antara orang-orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik yang karena hukum maupun yang alami, tidak sah. Halangan ini bersumber dari hukum ilahi, berlaku untuk seluruh tingkatan baik bagi orang yang dibaptis maupun tidak dibaptis dan tidak dapat didispensasi.
4. Halangan Hubungan Darah Garis Menyamping Menurut Kan. 1091 ay.2, dalam garis keturunan menyamping, perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat ke-4. Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi.
lah menerima tahbisan suci. Mereka yang ditahbiskan juga terikat kewajiban untuk memelihara tarak sempurna dan seumur hidup demi Kerajaan Surga dan karena itu terikat selibat yang merupakan anugerah istimewa Allah (Kan. 277). Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi. Dispensasi direservasi oleh Paus pribadi.
5. Halangan Umur Menurut Kan. 1083, pria sebelum berumur genap 16 tahun dan wanita sebelum berumur genap 14 tahun, tidak dapat menikah secara sah. Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi.
8. Halangan Kaul Kemurnian dalam Tarekat Religius. Menurut Kan. 1088, perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang terikat kaul kekal publik kemurnian dalam suatu tarekat religius adalah tidak sah. Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi. Dalam keadaan biasa, dispensasi direservasi oleh Takhta Apostolik bagi anggota tarekat religius tingkat kepausan atau diberikan oleh Ordinaris wilayah bagi anggota tarekat religius tingkat keuskupan (Kan. 1078).
6. Halangan Beda Agama Menurut Kan. 1086, perkawinan antara dua orang, yang di antaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah. Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi. 7. Halangan Selibat dalam Tahbisan Suci Melalui tahbisan suci beberapa orang beriman memperoleh status kanonik khusus, yakni status klerikal, yang menjadikan mereka pelayan-pelayan rohani dalam Gereja. Mereka itu adalah Uskup, Imam dan Diakon. Bagi mereka ini, Kan. 1087 menetapkan demikian : adalah tidak sah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang te-
9. Halangan Penculikan Menurut Kan. 1089, antara pria dan wanita yang diculiknya, atau sekurang-kurangnya ditahan dengan maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah wantia itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan meredeka, secara bebas memilih perkawinan itu. Ada syarat – syarat agar terpenuhi halangan penculikan : a. Yang diculik atau ditahan haruslah pihak wanita bukan pihak pria b. Penculikan atau penahanan harus terjadi melawan kehendak pihak wanita c. Penculikan atau penahanan harus terjadi dengan maksud untuk menikahi pihak wanita, bukan dengan motif lain
63
Pada prinsipnya halangan ini bisa didispensasi, asalkan tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebebasan penuh pihak wanita dalam memberikan kesepakatan bebas atas perkawinan. Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi. 10. Halangan Kriminal Menurut Kan. 1090 ay. 1, perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau terhadap pasangannya sendiri adalah tidak sah. Dalam ayat 2 juga disebutkan, perkawinan yang dicoba dilangsungkan antara mereka yang dengan kerja sama fisik atau moril melakukan pembunuhan terhadap salah satu dari pasangan itu adalah tidak sah. Karena halangan kriminal merupakan norma yang sifatnya gerejawi, maka bisa di-dispensasi. Namun dispensasi direservasi oleh Takhta Apostolik yang diberikan atas alasan yang berat; bila dalam keadaan bahaya mati bisa diberikan oleh Ordinaris wilayah. 11. Halangan Hubungan Semenda Hubungan semenda tercipta ketika dua keluarga saling mendekatkan batas-batas hubungan kekeluargaan lewat perkawinan yang terjadi antar anggota dari dua keluarga itu. Jadi hubungan semenda muncul sebagai akibat dari faktor eksternal (=ikatan perkawinan), dan bukan faktor internal (=ikatan darah). Menurut Kan. 1092, hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun.
Halangan ini bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi. 12. Halangan Kelayakan Publik Dalam Kan. 1093 ditetapkan, halangan kelayakan publik timbul dari perkawinan tidak sah setelah terjadi hidup bersama (konkubinat) yang diketahui umum, dan menggagalkan perkawinan dalam garis lurus tingkat pertama antara pria dengan orang yang berhubungan darah dengan pihak wanita, dan sebaliknya. Halangan kelayakan publik dapat didispensasi oleh Ordinaris wilayah. Dispensasi dapat diberikan atas alasan yang berat, asalkan tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kemungkinan adanya *paternitas atau **maternitas yang sama antara dua orang yang akan menikah itu. (*ke-ayahan, ** ke-ibuan). Jika ada keraguan apakah pihakpihak yang bersangkutan masih berhubungan darah dalam salah satu garis lurus atau garis menyamping tingkat ke-2, perkawinan tidak akan pernah diijinkan. 13. Halangan Pertalian Hukum Kan. 1094 menetapkan bahwa, mereka yang mempunyai pertalian hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat ke-2 tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah. Halangan nikah ini berlaku untuk relasi garis lurus pada semua tingkat dan relasi garis menyamping hanya sampai tingkat ke dua. Secara konkret yang terhalang adalah : - Perkawinan antara bapak/ibu yang mengadopsi dengan anak yang diadopsinya (garis lurus tingkat ke satu);
- Perkawinan antara bapak/ibu yang mengadopsi dengan anak yang lahir dari anak adopsi (garis lurus tingkat ke dua dan seterusnya); - Perkawinan antara anak adopsi dengan anak kandung (garis menyamping tingkat ke-2); - Perkawinan antara 2 anak dari anak dari orangtua alamiah berbeda, yang sama-sama diadopsi oleh orang yang sama (garis menyimpang tingkat ke-2); - Perkawinan antara orang yang mengadopsi dan istri/suami dari yang diadopsi. Halangan pertalian hukum bersumber dari hukum gerejawi dan bisa didispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, dengan memenuhi ketentuan mengenai pemberian dispensasi. Ditulis oleh : Bonaventura Sutadi, Lingkungan Bonaventura, Wilayah IX. Sumber tulisan : 1. Kitab Hukum Kanon. Konferensi Waligereja Indonesia, 2006. 2. Halangan-halangan nikah menurut Hukum Gereja Katolik. Dr. Alf. Catur Raharso Pr. Dioma, Malang 2006. 3. Kupas Tuntas Perkawinan Katolik. Silvester Susianto Budi, MSF. Kanisius, Yogyakarta, 2015
64. PENDIDIKAN
Pendidikan Karakter dan Bela Negara 4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. 5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaikbaiknya.
P
endidikan karakter adalah suatu bentuk tindakan mendidik yang diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Nilai-nilai dalam pendidikan karakter ada 18 butir yaitu: 1.Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. 2.Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. 7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun
65
hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. 8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. 10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. 11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri. 12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi. 13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. 14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu. 15. Gemar membaca, yakni
kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. 17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya. 18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Sedangkan apa arti dari Bela Negara? Pada akhir-akhir ini Pemerintah Indonesia telah menetapkan wajib melaksanakan Bela Negara. Hal ini menjadi kontroversi di semua kalangan karena masih menggambarkan bahwa Bela Negara adalah bentuk seperti wajib militer yang dilakukan oleh semua masyarakat. Namun kita perlu gali terlebih dahulu makna dari kata Bela Negara.
Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Bela Negara juga dimaksudkan adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Di Indonesia proses pembelaan negara sudah diatur secara formal ke dalam Undang-undang. Diantaranya sudah tersebutkan ke dalam Pancasila serta Undangundang Dasar 1945, khususnya pasal 30. Di dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa membela bangsa merupakan kewajiban seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Dengan melaksanakan kewajiban bela bangsa tersebut, merupakan bukti dan proses bagi seluruh warga negara untuk menunjukkan kesediaan mereka dalam berbakti pada nusa dan bangsa, serta kesadaran untuk mengorbankan diri guna membela negara. Pemahaman bela negara itu sendiri demikian luas, mulai dari pemahaman yang halus hingga keras. Diantaranya dimulai dengan terbinanya hubungan baik antar sesama warga negara hingga proses kerjasama untuk menghadapi ancaman dari pihak asing secara nyata. Hal ini merupakan sebuah bukti adanya rasa nasionalisme yang diwujudkan ke dalam sebuah sikap dan perilaku warga negara dalam posisinya sebagai warga negara. Di dalam konsep pembelaan negara, terdapat falsafah mengenai cara bersikap dan bertindak yang terbaik untuk negara dan bangsa. Di dalam proses pembelaan bangsa, ada beberapa hal yang menjadi unsur penting, diantaranya adalah: 1. Cinta Tanah Air. 2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara. 3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi Negara. 4. Rela berkorban untuk bangsa dan Negara. 5. Memiliki kemampuan awal bela Negara.
66
Contoh-Contoh Bela Negara : 1. Melestarikan budaya. 2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar. 3. Taat akan hukum dan aturanaturan Negara. Ada beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara : 1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional. 2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat. 3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988. 4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI. 5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI. 6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3. 7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. 8. Undang-Undang No.56 tahun
1999 tentang Rakyat Terlatih Selain itu, dalam upaya menjaga kesadaran bela negara, dibuatlah sebuah momen untuk memperingatinya. Hari yang sudah ditetapkan sebagai hari Bela Negara dipilih tanggal 19 Desember. Penetapan ini dimulai tahun 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dituangkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 28 Tahun 2006. Lalu bagaimana dengan kita sendiri? Sebagai generasi penerus bangsa, apa yang harus kita lakukan untuk bangsa dan Negara ini? Untuk diri kita sendiri, marilah kita bangun dari rasa malas-malasan kita yang tidak mau bekerja keras, tidak mau bersemangat untuk menuju masa depan yang lebih cerah, cinta tanah air dan bangsa kita.(Tyo)***
“Tanyakan bukan apa yang negara Anda dapat lakukan untuk Anda, tapi tanyakan apa yang dapat Anda lakukan untuk negara Anda.” (John F. Kennedy)
67
68. POTRET GEREJA
Perpustakaan
St. Ignasius
atau yang lebih dikenal dengan perpustakaan Paroki St. Stefanus merupakan fasilitas gereja yang dipersembahkan khusus bagi umat. Perputakaan ini merupakan bagian dari seksi Pendidikan Paroki. Semua buku-buku yang ada merupakan pembelian pihak paroki dan sebagian lagi adalah sumbangan umat Paroki St. Stefanus atau umat paroki lain. Dengan demikian, kita tidak hanya boleh menyumbang, tetapi diundang untuk menyumbang buku, yang penting bukunya masih dalam kondisi yang bagus dan masih layak dibaca. Sebelum mengenal isi perpustakaan lebih jauh, mari sejenak kita menengok sejarah berdirinya perpustakaan ini. Berawal dari gagasan Romo Hendra Aswardani, SCJ dan Bapak Moeljoredjo, yang bermimpi agar Paroki St. Stefanus memiliki sumber pustaka mengenai agama dan pengetahuan umum, maka didirikanlah perpustakaan paroki pada tanggal 17 Agustus 1995. Perpustakaan berjalan terseok-seok nyaris tak terurus setelah Bapak Moeljoredjo meninggal dunia. Oleh karenanya, perpustakaan diserahkan pada seksi Komunikasi Sosial, lalu dialihkan ke seksi Pendidikan pada Bulan Oktober 2007. Atas prakarsa Romo Hadrianus Wardjito, SCJ, maka dimulailah revitalisasi perpustakaan pada awal tahun 2007. Untuk menangani kegiatan revitalisasi ini ditunjuk relawan Ibu Agnes Istinganah yang berpengalaman sebagai kepala perpustakaan Lembaga Indonesia-Amerika (LIA) dan Bapak B. Darwito. Mereka dibantu oleh Bapak Ledo dan lima tenaga kerja proyek perpustakaan (TKPP). Pembukaan kembali secara resmi bertepatan dengan hari ulang ta-
hun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 62 dan bersamaan dengan ulang tahun perpustakaan yang ke 12 yaitu tanggal 17 Agustus 2007. Pembukaan kembali perpustakaan dilakukan Romo Wardjito dengan mengundang seluruh anggota dewan paroki dan umat yang berminat. Pada acara pembukaan kembali ini diserahkan piagam penghargaan kepada almarhum Romo Hendra Aswardani, SCJ, dan almarhum Bapak Moeljoredjo untuk menghormati jasa mereka selaku penggagas dan pendiri perpustakaan.
Visi Menjadi pusat bacaan yang bermutu bagi umat/umum dengan layanan profesional.
Bila melihat tujuan dari didirikannya sebuah perpustakaan, akan tampak begitu besar manfaat yang dapat diambil. Adapun beberapa tujuannya adalah sebagai berikut: menimbulkan rasa cinta untuk membaca, memperluas dan memperdalam penguasaan ilmu pengetahuan, mengembangkan kemampuan belajar, membantu mengembangkan kemampuan bahasa dan daya pikir. Perpustakaan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia termasuk di dalamnya umat Katolik khususnya umat Katolik Paroki St. Stefanus yang siap dalam menghadapi persaingan hidup seperti yang sudah disebutkan terlebih dahulu, perpustakaan sebagai sumber informasi termasuk juga informasi pendidikan bagi masyarakat.
Misi Melengkapi sarana informasi dan dokumentasi bagi umat/umum agar dapat mengembangkan wawasan dan pengkajian mengenai agama dan ilmu pengetahuan yang diperlukan sehari-hari dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.
Perpustakaan kita ini menyuguhi berbagai macam buku bacaan, mulai dari buku yang berisi tentang karya-karya umum, buku rohani, ilmu-ilmu sosial, buku-buku fiksi, bacaan anak-anak dan masih banyak lagi. Untuk teman-teman yang masih sekolah atau kuliah bisa mendapatkan referensi dari sana. Sebagian besar buku boleh kita pinjam kecuali beberapa buku tertentu.
Moto CITRA - Cepat Informatif, Tepat, Ramah, Antusias.
Berkaitan dengan meminjam buku, kita diharuskan untuk menjadi anggota terlebih dahulu. Tidak perlu kuatir, karena syaratnya sangat mudah. Boleh kita banggakan, bahwa saat ini mulai banyak umat
69
Paroki St. Stefanus dan dari paroki lain yang berkunjung di perpustakaan kita ini dan memanfaatkan semua fasilitas dengan baik. Perpustakaan ini dibuka setiap hari, dari pukul 09.00 – 16.00 WIB, kecuali hari Selasa. Khusus pada hari Sabtu, dibuka dari pukul 09.00 – 13.00 WIB. Ruang perpustakaan terletak di lantai dasar gedung Leo Dehon dengan pintu besar menghadap ke lapangan parkir. Di dalam perpustakaan, para pengunjung akan kagum dengan tatanan apik rak-rak buku-buku dan tersedia meja kursi untuk membaca. Suasananya pun cukup nyaman. Ayo mampir! Mari kita manfaatkan perpustakaan St. Ignasius sebagai sarana untuk mendapatkan banyak pengetahuan dan informasi.
Kondisi kantin gereja saat ini sedang dalam perubahan. Lokasi yang berada di pojok area belakang Gereja sedang ada proyek untuk pembuatan area genset. Maka area kantin/tempat penjualan dipindah sementara di samping garasi gedung Pastoral. Pengerjaan proyek area genset akan berlangsung selama 2 bulan.
70. SEPUTAR PAROKI Dana Paroki St. Stefanus
Dana Paroki November 2015 NOVEMBER - 2015 No Wil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12
Lingkungan St.Hubertus St.Yoh.Pemandi St.Gregorius St.Yudas Tadeus Sta. Theresia Sta.M.Immaculata Sta.Maria Fatima Sta.M. Bernadette St.Markus St.Nicodemus St.Oktavianus St.Paulinus St.Quirinus St.Antonius St.Clementus Sta. Faustina Sta.Angela St.Bartholomeus Emmanuel Sta.Ursula St.M.Magdalena St.Aloysius St.Thomas Aquino Sta.Helena Romo Sanjoyo St.Simeon Sugiyopranoto St.Theodorus St.Paulus St.Timotius Sta.Veronica St.Bonaventura St.Bonifacius Keluarga Kudus St.Yoh Don Bosco St.Kristoforus Sta. Maria Goretti Sta.Maria B.Setia Sta.Felicitas Sta.Anastasia Maria Ratu Damai St.Bernardus St.Dionisius St.Elias
Kode HBS YPE GRR YTA THE MIM MFA BDE MKI NDS OTS PLN QRS ATS CLS FSA AGE BTS EML URS MMA ALS TAQ HLN RSO SMN SGO THO PLS TTS VRA BVA BFS KKS DBD CRS MGI MBS FSE ANS MRD BDS DNS ELS
Perhit. 9-Nov15
Amplop 6 2 3 2 5 5 6 6 6 2 4 10 14 5 2 2 6 8 3 5 5 3 10 5 4 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 1
Perhit. 16-Nov15
RP Amplop 420.000 4 150.000 4 87.000 6 200.000 9 115.000 5 2 352.000 1 525.000 13 320.000 5 380.000 4 150.000 3 220.000 2 520.000 2 760.000 2 2 420.000 4 800.000 2.600.000 10 700.000 2 130.000 8 60.000 8 380.000 3 1 3 135.000 24 32.000 16 158.000 7 350.000 1 60.000 2 30.000 4 200.000 2 15.000 1 40.000 4 30.000 7 100.000 1 400.000 150.000 8 50.000 3 200.000 6 100.000 -
Perhit. 23-Nov15
RP Amplop 310.000 2 440.000 4 230.000 3 165.000 3 65.000 8 100.000 1 20.000 2 654.000 5 280.000 7 1 350.000 7 200.000 3 300.000 4 40.000 1 150.000 6 120.000 28 350.000 3 5 1.090.000 2 300.000 8 265.000 5 675.000 90.000 3 5.000 1 30.000 6 189.000 12 136.000 5 23 82.000 3 100.000 1 60.000 9 142.000 3 170.000 2 50.000 1 50.000 465.000 2 100.000 3 5 400.000 1 14 200.000 4 350.000 3 -
Perhit. 30-Nov15
RP Amplop 100.000 1 220.000 2 30.000 11 180.000 2 100.000 3 50.000 1 200.000 1 150.000 4 270.000 5 145.000 1 295.000 2 125.000 1 420.000 3 200.000 3 390.000 8 1.320.000 3 120.000 3 700.000 11 300.000 4 2.150.000 220.000 5 1 170.000 4 5.000 3 47.000 2 2 134.000 6 50.000 3 880.000 14 45.000 13 100.000 7 400.000 7 220.000 150.000 4 5.000 1 1 15.000 3 150.000 1 305.000 8 100.000 3 400.000 1 320.000 5 300.000 -
RP 20.000 55.000 414.000 250.000 30.000 10.000 10.000 175.000 300.000 50.000 110.000 100.000 350.000 80.000 440.000 150.000 250.000 780.000 450.000 210.000 20.000 40.000 30.000 25.000 10.000 77.000 15.000 565.000 870.000 85.000 300.000 205.000 25.000 10.000 70.000 100.000 750.000 30.000 100.000 150.000 -
DONASI PENGGANTIAN BIAYA CETAK MAJALAH MEDIAPASS DESEMBER 2015 1
Lingk. Sta. Bernadette Total
500,000 500,000
Terima kasih atas donasi yang telah diberikan, kami menunggu kontribusi Anda di edisi-edisi berikutnya. Harap memberitahukan apabila donasi dikirim melalui transfer. Untuk setiap penerimaan donasi, akan diberikan bukti penerimaan resmi. Iklan & Donasi : Dian Wiardi (0818 183 419) No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso
72