Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
PENGKAJIAN SISTEM USAHA PERTANIAN (SUP) BERBASIS SAPI POTONG DI BALI I WAYAN ALIT ARTHA WIGUNA
dan SUPRAPTG
Instalasi Penelitiatt don Pengkajian Teloiologi Perianian Denpasar Bali
RINGKASAN Pertambahan berat badan sapi dengan teknologi Starbio berkisar antara 313,31 - 959,15 gr/ekor/hari (tergantung bobot badan sapi saat dimulainya introduksi teknologi) dan nampak lebih baik dan lebih stabil dibandingkan dengan teknologi Bioplus yang mencapai antara 215,63-775,00 gr/ekor/hari. Pakan tambahan diberikan sebesar 0,8% dari berat badan per ekor per hari atau berkisar antara 213,60 kg - 404,96 kg per ekor untuk teknologi Bioplus selama 148 hari pengkajian, sedangkan untuk teknologi Starbio berkisar antara 197,81 kg - 478,94 kg per ekor. Selanjutnya konsumsi hijauan rata-rata 60% dari kebutuhan atau rata-rata 29 kg per ekor per hari dengan kisaran antara 11-39 kg/ekor/liari, dan hal ini sangat tergantung dari bobot badan sapi . Produksi limbah (feces sapi dan sisa pakan) berkisar antara 6,00-31,00 kg/ekor per hari atau ratarata 5,5% dari bobot badan sapi dengan kisaran antara 4,010-7,75% per ekor per hari. Penerapan teknologi Starbio memberikan keuntungan sebesar Rp 387 .400,- per ekor dalam waktu lima bulan, sedangkan teknologi Bioplus sebesar Rp 365.219,- per ekor dalam kurun waktu yang sama. Kata kunci : SUP, sapi potong, bioplus PENDAHULUAN Latar belakang Bali dengan luas wilayah 5 .632 .86 klu' dan jumlah peududuknya 2,9 juta jiwa memiliki populasi sapi Bali pada talittln 1995 sebanyak 486.916 ekor atau dengan kepadatan rata-rata 86 ekor per km' . Populasi ini diharapkan meningkat rata-rata 0,95"/0 per tahun selama Repelita VI (BUKU III REPELITADA BALI, 1996). Jika 49,43% penduduk Bali sebagaimana disebutkan dalam Buku Repelita VI Sub Sektor Peternakan Propinsi Bali adalah bermata pencaharian pokok di sektor pertanian dengan sub sektor petemakannya, maka rata-rata pemilikan sapi Bali baru hanya 0,34 ekor per orang . Oleh karena itu sasaran pemerintah daerah Bali untuk ineningkatkan populasi sapi Bali sebanyak 0,95%/tahun selama Repelita VI bukanlah hal yang mustahil untuk bisa dicapai apabila penerapan budidaya sapi potong dapat ditingkatkan . Dengan memperhatikan tingkat kepadatan sapi Bali dan days dukung ternak serta penyedian teknologi khususnya untuk sapi potong di Bali, maka Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Sapi Potong di Bali sangat tepat untuk dilaksanakan, dalam upaya mencapai sasaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Bali. Dasar pertimbangan Sebagian besar peternakan sapi potong yang ada di Bali, masih dilaksanakan secara tradisional dan lebih dikenal dengan tipologi usaha sambilan, sehingga produktivitas usaha menjadi sangat rendah dimana pendapatan keluarga yang berasal dari ternak masih di bawah 30%. Sebagai usaha sambilan, menyebabkan produktivitas yang rendah, sehingga perkembangan sapi 909
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997
potong di Bali relatif lambat. Pemerintah melakukan beberapa strategi pendekatan untuk mempercepat perkembangan sapi potong di Bali dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan keluarga tani dari sub sektor peternakan. Salah satu strategi yang dilaksanakan pemerintah adalah pendekatant terpadu yang mencakup tiga aspek yaitu produksi, ekonomi, dan sosial. Salah satu aspek produksi adalah perbaikan pakan (SOEHADJI, 1995), dengan tujuan meningkatkan efisiensi usahatani . Hasil penelitian dari beberapa lembaga penelitian menunjukkan bahwa pertambahan berat badan sapi Bali yang dipelihara secara baik oleh petani dengan memanfaatkan limbah pettanian akan mampu menghasilkan pertambahan berat badan tidak kurang dari 750 grant/ekor/hari . Selanjutnya hasil kajian yang dilaksanakan tahun pertama (1996/1997) ini temyata diterima dengan baik oleh petani karena diperkirakan mampu meningkatkan pertambahan berat badan sapi rata-rata 200-400 gram/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dengan cara pemeliharaan yang dilaksanakan oleh petani saat ini . Disamping itu petenakan yang bersifat tradisional di Bali temyata belum banyak memperhatikan masalah limbah yang sering menimbulkan pencemaran lingkungan. HASIL PENGKAJIAN Aspek produksi 1. Berat sapi Selama 148 hari pengkajian berat badan sapi meningkat antara 57,34 sampai 99,10 kg/ekor untuk teknologi Bioplus dan antara 72,38 sampai 107,00 kg/ekor untuk teknologi Starbio (Tabel 1) . Tabel 1. Berat sapi dan pertambahannya selama 148 hari pengkajian No
1 2 3 4 5 6
Teknologi Introduksi
Bioplus Bioplus Bioplus Starbio Starbio Starbio
Berat Sapi (kg/ekor) & Waktu Penimbangan Total Jenis Perlakuan 8 Oki . 8 Nop. I8 Des . Man . 14 Peb . PBB Kelamui dan 15 Sept . (kg/ ekor) 1313 Awal (kg / ek) 1996 1996 1996 1996 1997 1997 Selama Hari ke 148 hari BB Awal 23 54 94 128 148 (BP-Betina-164,41) 164,41 174,44 187,69 203,19 217,44 221,75 57,34 (BP-Jantan-53,75) 153,75 163,88 177,88 197,00 213,50 229,25 75,50 (BP-Jantan-304,50) 304,50 320,80 335,00 366,00 391,40 403,60 99,10 (StB-Jantan-141,69) 141,69 152,74 62,45 182,94 200,75 217,08 72,38 (StB-Jantan-263,31) 263,31 277,25 290,00 318,13 343,25 361,00 97,69 (StB-Jantan-36 8,40) 368,40 - 383,10 398,40 426,00 454,90 475,40 107,00
Pertambahan bobot badan sapi dengan teknologi Starbio yang berkisar antara 72,38-107,00 kg/ekor selama 148 hari pengkajian nampak lebili tinggi dibandingkan dengan sapi dengan teknologi Bioplus yang berkisar antara 75,50 - 99,10 kg/ekor . Sapi jantan dengan teknologi Bioplus bobot akhir yang dapat dicapai adalah 229,25 dan 403,60 kg/ekor dan ini sangat tergantung dari bobot awal saat pengkajian. Untuk sapi dengan bobot akhir 403,60 yang diawali dengan bobot badan 91 0
Seminar NasionalPeternakan dan Peteriner 1997
kemungkinan besar akan memberikan tingkat keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan sapi yang belum mencapai bobot akhir minimal 400 kg/ekor. Hal ini erat kaitannya-dengan adanya perbedaan harga sapi per kilogramnya antara sapi dengan berat kurang dari 400 kg/ekor dengan sapi yang berbobot diatas 400 kg/ekor. 304,50
Terjadi hat yang sama pada sapi dengan teknologi Starbio, dimana sapi dengan bobot awal diatas 300 kg/ekor nampak lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan sapi dengan bobot awal kurang dari 300 kg/ekor, serta pada akhir pengkajian (selama 148 hari) sapi dengan bobot badan minimal 300 kg/ekor sudah mampu mencapai berat di atas 400 kg/ekor . Sapi dengan bobot badan awal lebih dari 300 kg/ekor cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sapi dengan bobot badan awal kurang dari 300 kg/ekor . 2. Pertambahan bobot badan harian Sapi dengan bobot badan diatas 300 kg/ekor, pertambahan bobot badan harian rata-rata secara umum mencapai diatas (600-700) gram per ekor per hari (Tabel 2) . Pertambahan bobot badan harian pada sapi dengan teknologi Starbio berkisar antara 493,55 - 959,15 gram/ekor/hari atau rata-rata 729,37 gram/ekor per hari pada sapi dengan bobot badan awal 368,40 kg/ekor dan rata-rata 657,67 gram/ekor/hari pada dengan bobot awal rata-rata 263,31 kg/ekor. Sedangkan untuk sapi dengan bobot awal di bawah 200 kg/ekor pertambahan bobot badan hariannya rata-rata dibawah 500 gram/ekor/hari baik untuk teknologi Starbio inaupun untuk teknologi Bioplus. Pada sapi dengan teknologi Bioplus pertambahan bobot badan harian rata-rata paling tinggi adalah 775,00 gram/ekor/hari sedangkan untuk teknologi Starbio adalah 959,15 gram/ekor/hari . Tabel 2. Pertambahan bobot badan harian sapi selama pengkajian No
Teknologi (Jenis BB Awal Kelamin) (kg/ekor)
Pertambahan Bobot Badan Sapi (gram/ekor/hari) 0
23
54
Hari ke
PBB Selama 148 hari (gram/ekor)
94
128
148
164,41
-
436,14
427,42
387,50
419,12
215,63
377,16
153,75
-
440,22
451,61
478,13
485,29
587,56
488,56
3
Bioplus(Betina) Bioplus (Jantan) Bioplus (Jantan)
304,50
-
708,70
458,06
775,00
747,06
610,00
659,76
4
Starbio (Jantan)
141,69
-
480,43
313,31
512,19
523,90
585,54
483,07
5
Starbio (Jantan) Starbio (Jantan)
263,31
-
605,98
411,29
675,00
785,77
810,29
657,67
368,40
-
639,13
493,55
690,00
865,00
959,15
729,37
1 2
6
3. Pakan tambahan dan hijauan Pakan tambahan diberikan sebesar 0,8% dari berat badan per ekor per hari. Jumlah pakan tambahan yang dihabiskan untuk sapi dengan teknologi Bioplus berkisar antara 223,63-404,96 kg/ekor selama 148 hari pengkajian. Sedangkan untuk sapi dengan teknologi Starbio berkisar antara 197,81-478,94 kg/ekor dalam kurun waktu yang sama. Hijauan diberikan sesuai dengan kebiasaan petani, namun sedapat mungkin diupayakan agar komposisi rumput dan leguminosa adalah 70 : 30 serta diberikan juga mengikuti kebiasaan petemak. Jenis rumput yang diberikan
SeminarNasional Peternakan don tieteriner 1997
antara lain rumput gajah, rumput raja serta rumput lapangan yang diberikan dengan cara dipotongpotong berukuran antara 10-20 cm dengan menggunakan sabit dan demikian pula halnya untuk jenis leguminosa . Cara pemberian semacam ini ternyata mengakibatkan banyak rumput yang terbuang .yang tidak bisa dan tidak mau dimakan oleh ternak, sehingga merupakan pemborosan . Tingkat efisiensi hijauan yang diberikan dengan cara ini berkisar antara 68,75 sampai 75,68% . Dengan teknologi grass chooper maka tingkat efisiensi penggunaan rumput dapat mecapai 100%. Tabel 3. Kebutuhan pakan tambahan selama pengkajian No
Nam Petani No Kooperator Sapi Hari ke
BB Awal (kglek) 0
Kebutuhan pakan (kg) 23
54
94
128
148
Total Selama 148 hari
1
Bioplus
Betina
164,41
30,25
43,26
60,06
55,27
34,79
223,63
2
Bioplus
Jantan
153,75
28,29
40,64
6,92
53,58
34,16
213,60
3
Bioplus
Jantan
304,50
56,03
79,56
107,20
99,55
62,62
404,96
4
Starbio
Jantan
141,69
26,07
37,88
51,98
49,76
32,12
197,81
5
Starbio
Jantan
263,31
48,45
68,76
92,80
86,22
54,92
351,15
6
Starbio
Jantan
368,40
67,79
95,01
127,49
115,87
72,78
478,94
Jumlah hijauan yang diliabiskan Web seekor sapi sangat tergantung pada bobot sapi yaitu kurang lebih sekitar 10% dari bobot sapi per ekor per hari . Namun kebutuhan ini cenderung berkurang pada sapi yang diberikan pakan tambahan . Sedangkan jenis leguminosa yang diberikan antara lain : kaliandra, gamal, lamtoro, daun dadap dan lain-lain sesuai dengan kebiasaan setempat . Kebiasaan peternak lainnya dalam pemberian hijauan ini adalah pemberian daun nangka, bunut, daun pisang, daun ketela rambat, serta tidak jarang juga memberikan daun bambu untuk ternak sapinya. 4. Penggunnan pakan tambahan kaitannya dengan hertambahan bobot badan sapi Hasil pengkajian selama 148 hari menunjukkan bahwa jumlah pakan tambahan yang dibutuhkan umuk menghasilkan satu kilogram tambahan bobot badan untuk sapi dengan teknologi Bioplus rata-rata lebili tinggi dibandingkan dengan sapi dengan teknologi Starbio. Jumlah pakan tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sate kilogram tambahan bobot badan sapi yang berbobot awal rata-rata 304,50 kg/ekor dengan teknologi Bioplus adalah 5,02 selama 148 hari pengkajian, sedangan sapi dengan teknologi Starbio adalah 4,76 untuk sapi dengan bobot awal rata-rata 368,40 kg/ekor. Untuk sapi jantan yang berbobot awal rata-rata 141,69 clan 263,31 kg/ekor dengan teknologi Starbio rata-rata junilah pakan tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram tambahan bobot badan masing-masing 3,05 kg clan 3,83 kg. Sedangkan sapi dengan teknologi Bioplus yang berbobot awal 153,75 jumlah pakan tambbahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram tambahan bobot badan sebesar 3,29 kg .
91 2
Seminar Nasional Perernakan don Veiertner 1997
Tabel 4. Kebutuhan pakan tambahan untuk mengltasilkan tambahan sate kg bobot badan sapi selama 148 hari pengkajian No Teknologi Ha,! Bioplus Bioplus Bioplus Starbio Starbio Starbio
1
2 3 4 5 6
Jenis BB Awal Kelamin (kg/ekor) ke -
Betina Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan
0
164,41 153,75 304,50 141,69 263,31 368,40
Kebutuhan pakan tambahan (kg/ek) untuk menaikan bobot badan sebesar satu kg 23
6,37 5,71 3,87 2,81 3,42 5,18
54
94
4,18 2,98 5,67 3,74 5,02 5,76
4,63 3,64 4,09 2,70 3,56 4,32
148
128
4,78 4,40 4,13 2,81 3,44 4,15
4,46 3,83 7,37 3,22 3,72 4,42
Rata-Rata kebutuhan pakan untuk 1 kg BB selama 148 hari 4,88 3,29 5,02 3,05 3,83 4,76
5. Efisiensi penggunaan hijauan
Hijauan sebagai pakan utama yang diberikan antara lain rumput gajah, rumput raja, serta rumput lapangan . Disamping itu hijauan ini juga dicampur dengan beberapa jenis leguminosa yang terdiri dari kaliandra, gamal, lamtoro sesuai dengan apa yang dimiliki oleh petani . Berbagai jenis daun-daunan seperti daun nangka, daun pisang juga merupakan jenis hijauan yang biasa diberikan oleh petani . Pada prinsipnya penggunaan hijauan ini disesuaikan dengan apa yang tersedia di lapangan, akan tetapi sedapat mungkin diupayakan jumlah rumput yang diberikan rata-rata 70% dan leguminosa sekitar 30%. Tabel 5. Efisiensi penggunaan rumput yang dipotong dengan grass chooper No 1
Bobot Sapi (kg/ek) >400
3
>100
2
>300
Diberikan (kg/ek/hr)
Termakan (kg/ek/hr)
Sisa (kg/ek/hr)
Efisiensi (%)
42,00 37,00 16,00
29,00 28,00 11,00
13,00 9,00 5,00
69,05 75,68 68,75
Tingkat efisiensi penggunaan rumput ditttnjukkan dalam Tabcl 5 clan 6. Dari kedua tabel tersebut nampak bahwa penggmaan grass chooper ternyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan rumput berkisar antara (95,35-10(1)% sedangkan tanpa grass chooper efisiensi penggunaan rumput maksimal 75,680/o atau berkisar antara (68,75-75,68)%i. lni berarti bahwa penggunaan grass chooper sederhana akan memberikan peluang untuk bertambalinya days tampung ternak persatuan luas lahan hijauan makanan ternak . Tabel 6. Efisiensi penggunaan rumput yang dipotong dengan grass chooper No 1
Bobot Sapi (kg/ek) >400
3
>100
2
>300
Diberikan (kg/ek/hr) 43,00 37,00 11,00
Termakan (kg/ek/hr) 41,00 37,00 11,00
Sisa (kg/ek/hr)
Efisiensi (%)
-
100,00
2,00
95,35 100,00
913
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997
Di satu sisi penggunan grass chooper ini akan menekan penggunaan tenaga kerja untuk memotong rumput . namun di lain piliak ternyata penggiuiaan grass chopper ini disamping
menambah investasi untuk pengadaan grass choopernya sendiri juga membutuhkan biaya operasional benipa biaya listrik karena inesin ini menggimakan tenaga listrik dalam operasionalnya . Jumlah biaya yang dibutulikan untuk mencacah satu kg rumput sebesar Rp . 0,74 atau sekitar Rp .22 .06,- per ekor sapi per hari (Tabel 7 dan Tabel 8) . Oleh karena itu nampaknya perlu adanya pengkajian yang lebih mendalam tentang penggunaan grass chooper ini di tingkat petani . Tabel 7 . Waktu dan biaya untuk memotong rumput dengan grass chooper No
Waktu (Menit)
Kapasitas (kg/9 mt)
Listrik (Kwh/91nt)
Kapasitas (kg/jam)
1
9,00
51,00
0,50
340,00
Tabel 8 . Kebutulian tenaga listrik untuk grass chooper No
Listrik (Kwh~jatn)
Biaya Listrik (Rp/jam)
Biaya Listrik (Rp/kg)
Biaya Listrik (Rp/ek/hr)
1
3,33
250,0(1
0,74
22,06
6 . Produksi limbah Diketahui bahwa jumlah nunput yang terbuang apabila tidak menggiinakan grass chooper dapat mencapai 3()% lebili . sedangkan apabila menggunakan grass chooper ini, maka jumlah pakan yang terbuang maksimal 5'Yo . bahkan sama sekali tidak ada hijauan yang terbuang . Itu berard bahwa limbah vang dihasilkan dari pelemakan sapi ini hanya benipa kotoran saja . Tabel 9 menunjukan bahwa jumlah kotoran yang dihasilkan oleh sapi-sapi yang dikgji berkisa antara 4,(X) % sampai 7,75% dari bobot badan sapi per harinya atau rata-rata 5,52% . lni berarti bahwa seekor sapi dengan bobot badan 300 kg/ekor akan menghasilkan kotoran sebanvak 15 kg/ekor/hari . Tabe 9, Jumlah kotoran yang dihasilkan oleh seekor sapi setiap harinya No
Berat sapi Rata-rata Berat Prosentase Faeces Jumlah Kotoran pe Prosentase Faeces per Faeces (kg/kah) per kali terhadap hari (kg) dg . rata- hari terhadap BB Sapi BB Sapi rata 10 x buang
1
150,00
0,6(1
0,40
2
6,00
4,00
250,00
1,15
0,46
11,50
4,60
3
350,00
2,110
0,57
2(1,00
5,71
4
40(1,00
3,10
-0,78
31,00
7,75
Rata-2
1,71
0,55
17,13
5,52
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
7. Curahan tenaga kerja dan waktu
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh seorang peternak untuk memelihara seekor sapi adalah berkisar antara 1,63-1 .75 jam/ekor/hari atau berkisar antara 0,20-0,22 HOK. Itu berarti bahwa seorang petani akan mampu memelihara sapi berkisar antara 4,57-4,92 ekor atau sekitar 5 ekor. Hal ini nampak sesuai dengan anjuran yang diberikan dalam pelaksanaan Sistem Usaha Pertanian (SUP) bahwa ukuran usahatani (farm size) suatu keluarga tani untuk usahatani berbasis sapi potong adalah 4-5 ekor, sehingga pendapatan keluarga terbesar akan terdapat atau bersumber dari komoditas sapi potong ini, clan ternyata kemungkinan besar hal ini akan dapat dilaksanakan yang sudah tentu selalu memperhatikan faktor-faktor lain yang juga ikut menentukan dalam sistem usahatani tersebut . Aspek distribusi dan pemasaran
Sistem clan distribusi margin pemasaran yang dilakukan adalah melalui jasa pengepul (perantara), dimana petani memanfaatkan jasa perantara atau pedagang pengepul, dimana ternak milik petani akan dibawa ke pasar oleh pedagang pengepul ke pasar hewan di Beringkit, Badung, dengan frekuensinya mencapai dua kali seminggu . Sistem pemasaran lainnya adalah pemasaran melalui saudagar, dimana dalam sistem pemasaran ini dilakukan dengan jalan petani menjual ternaknya kepada para saudagar; kemudian saudagar itu sendiri akan menjuainya kembali ke pasar Kayuambua (pasar hewan setempat) . Jumlah saudagar di kgcamatan Susut saat ini mencapai enam orang dengan kapasistas dua ton clan frekuensi 6 kali seminggu . Saudagar ini pads umumnya mencari langsung sapi-sapi milik petani ke nimahnya masing-masing . Tabel 10. Kebutuhan tenaga clan waktu dalain usalia pemeliliaraan sapi potong No
Kegiatan
I Menyabit nimput dan langsung meberikannya pada sapi (pagi hari) 2 Menyabit rumput din langsung meberikannya pada sapi (sore hari) 3 Memberikan pakan 4 Memotong rumput 5 Memberi minum sapi . 6 Memberihakan kandang Jumlah Rata-rata (jam/ek/hari) Biaya (Rp/hari/ekor)* Biaya selama 5 Bulan (148 hr/ek sapi) Biaya listrik selama 148 hari/ek sapi
Jumlah sapi (ekor) 2
Waktu yang digunakan (tnenit) 5 orang sampel Purna Artha Rena Totok Botol 60,00
60 .00
60,00
60,00
60,00 611,00 60,00 60,00 15,00 15,()0 15,00 15;00 30,00 20,00 15,00 30,00 30,00 30,00 30,00 15,00 15,00 15,00 15,00 210,00 195,00 210,00 200,00 1,75 1,75 1,67 1,63 1 .042 1 .094 1 .016 1 .094 161 .875 150 .313 161 .875 154 .167 3.265 3 .265 3.265 3 .265 Total biaya (Rp/ek/148 hr) 165 .140 53.577 65.140 157 .432 sl Biaya tenaga kerja adalah Rp.5.000,-/orang/hari, Rata-rata biaya per ekor per 148 hari Rp 155 .708 2 2 2 2 2 2
50,00 60,00 15,00 25,00 30,00 15,00 195,00 1,63 1 .016 50.313 3.265 153 .577
Seminar Nastonal Peternakan don Vetertner 1997
ANALISIS KELAYAKAN Analisis tenaga kerja Pemdliharaan ternak sapi selama 148 hari atau sekitar lima bulan ternyata membutuhkan biaya tenaga kerja yang hampir sama pada setiap aplikasi paket teknologi baik teknologi Starbio maupun teknologi Bioplus pada setiap jenis dan berat sapi yang dikaji . Biaya yang dibutuhkan tersebut rata-rata sebesar Rp 155 .708,- per ekor sapi (Tabel 10), dengan jumlah Hari Orang Kerja (HOK) sebanyak 31,68 HOK dan total kerja per hari adalah 7 jam, dengan demikian jumlah jam kerja yang dibutuhkan sebanyak 221,76 Jam Orang Kerja (JOK). RUKASAH (1974) dikutip SUPRAPTO (1996) mengatakan bahwa seorang pria akan bekerja selama 300 hari kerja pertahun (300 HOK/tahun), sedangkan wanita sebanyak 226 HOK per tahun. Selanjutnya berdasarkan standar Food Agricultural Organization (FAO) bahwa setiap orang memiliki potensi hari kerja sebesar 250 HOK, sehingga setiap keluarga dengan lima orang anggota (sebagaimana halnya dengan keluarga tani kooperator) akan memiliki potensi hari kerja sebesar 1 .250 HOK per tahun . Jika diperhatikan penggunaan tenaga kerja petani kooperator, maka dapat disebutkan bahwa potensi tenaga kerja tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, karena sekitar 1 .218,32 HOK belum dimanfaatkan kliususnya untuk pemeliharaan sapi potong. Akan tetapi hal ini tidak sepenuhnya benar di tingkat lapangan, karena keluarga tani selain memelihara sapi mereka sebagian besar memanfaatkan tenaga untuk usahatani lainnya seperti memelihara jeruh, ayam, babi dan berbagai jenis tanaman pangan lainnya .
Namun apabila diperhatikan dari segi penggunaan tenaga kerja untuk keperluan pemeliharaan sapi raja, maka peluang pemanfaatan tenaga kerja untuk memelihara sapi masih sangat besar, yaitu mencapai rata-rata 5-8 ekor sapi per orang atau sekitar 25-40 ekor sapi per keluarga . Kelayakan finansial Aspek Finansial yang dimaksudkan dalam Pengkajian Sistem Usahatani Sapi Potong ini adalah adanya pertambahan berat badan sapi yang lebilt cepat serta penggunaan pupuk kandang atau nilai jual dari sapi dan basil ikutannya serta adanya sistem usahatani yang bersifat integratif antara ternak sapi dengan usahatani lainnya sepeni tanaman jeruk, pisang, sayuran, jagung dan sebagainya . Namun analisis kelayakan finansialnya yang hanya ditinjau dari usahatani sapi potong. Pertambahan berat badan sapi dengan Teknologi Starbio maupun Bioplus cukup baik yang berkisar antara 215,63-775,00 gr/ekor/hari (Bioplus) dan 313,31-959,15 gram/ekor/hari unttilc teknologi Starbio sebagaimana terlihat dalam Tabel 18 dan Grafik 2, sedangkan dengan cara petani tambahan bobot badan rata-rata hanya 333 gram ekor per hari. Kedua teknologi ini (Bioplus dan Starbio) secara finansial memberikan keuntungan yang cukup baik, kecuali teknologi Bioplus untuk sapi betina yang mengalanti kertigian, namun teknologi Starbio masih lebih baik daripada Bioplus, disamping keuntungannya lebih tinggi juga aplikasinya sangat mudah (jauh lebih gampang daripada Teknologi Bioplus) serta barangnya mudah didapat karena sudah dijual di pasaran unumt .
916
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Tabel 11 .
Analisis
No A
financial
Uraian
usahatani sapi
Bioplus (Betina)
selama 148
Bioplus (Jantan)
hari
(5
bulan) pengkajian
Teknologi dan Jenis Kelamin Sapi Bioplus Starbio Starbio (Jantan) (Jantan) (Jantan)
Starbio (Jantan)
Care Petani (Jwttan)
Input (Rplekor) 1 BB Awal (Kg/ekor)
885.102
840.338
1 .490 .307
790.949
1 .317 .257
1 .770 .181
1 .395 .208
2 Sapi
575.422
538 .125
1 .065 .750
495.906
921 .594
1 .289 .400
1 .050.000
3 Kw>dong
12.500
12 .500
12 .500
12 .500
12 .500
12.500
20.000
4 Obabobst
3.000
3:000
3.000
3.000
3.000
3.000
3.000
5 Pakan Tambahan
77.641
74.117
140.684
71 .410
127.029
173.265
-
6 Pakan Hijatan
60.830
56.888
112.665
52 .424
97 .426
136.308
166.500
155.708
155.708
155.708
155.708
155.708
155.708
155.708
Jtffalah
885.102
840.338
1.490.307
790.949
1 .317.257
1.770.181
1.395.208
Output (Rp)
823.056
850.893
1.780 .538
805.704
1.339.902
2.097.294
1.296 .416
221,75
229,25
403,60
217,08
361,00
475,40
349,28
164,41
7 Teratp V da
8 1
BB AkhirSapi(Kg/ekor)
2 TamWmtt BB (Kg/ekor) 3 Nilaijual sapi (Rp(ekor) 4 Junlah Kotoran (Kg/ekor) 5 Nilai Jual Kotontn(Rp/ekor) Jumiah(Rp/ekor) C
153,75
304,50
141,69
263,31
368,40
300,00
57,34
75,50
99,10
75,39
97,69
107,00
49,28
776.125
802.375
1.695 .120
759.763
1.263 .500
1.996 .680
1.222 .494
1 .905
1.866
3.285
.1 .767
2.939
3.870
2.843
45 .126
46 .652
82 .133
44.175
73 .464
96 .744
71 .079
823.056
850.893
1 .780 .538
805 .704
1 .339 .902
2.097 .294
1 .296 .416
(62.046)
10 .556
290.231
14 .755
22 .645
327.112
(98.792)
93 .663
166.264
445.939
170.463
178.354
482.820
56.916
(310 .229)
52 .778
1 .451 .155
73 .775
113 .227
1 .635 .561
(493 .959)
468.313
831 .320
2 .229 .697
852.317
891 .768
2.414 .102
284.582
1,01
1,19
1,02
1 .02
1,18
0,93
1 .24
1,33
1,27
1,15
1,30
1,05
Keunpmpt 1 (RpUor/5 bin). Dengan Tanaga Kerja') 2 (Rp/dcor/ 5bin) Tanpa Tenaga Kerja") 3 (Rp/ 5 Ekor/ 5 Bin) Datgan Temp Kerja') 4 (Rp/ 5 Ekor/ 5 Bin) Tanpa Tawga Kaja') 5 6
R/C Ratio 0g. Tamp Kerja ")
R/C Ratio Tanpa Temp Ker)a ")
Keterangan
0 .93 1,13
Jika tenaga kerja dihitung dengan nilai Rp 6.000. /HOK (I HOK=8 Jam Keda) ")
Jika tenaga kerjan tidak dihitung, karena kenyataamiya petani menggunakan tenaga kevja keluarga yang tidak pernah diupah dalam mengerjakan usahatani keluarga
CATATAN 1.
2. 3.
4.
Harga sapi dengan bobot badan kurang dari 400 kg/ekor adalah Rp 3 .500,/kg berat hidup, sedangkan dengan bobot badan 400 kglekor atau lebih adalah Rp .4 .200,-/kg berat hidup. Kebutuhan hijauan adalah sebesar 10% dari bobot hidup per ekor per hari, dengan harga hijattan adalah
Rp 25, per kg .
Penyusutan kandang cistern feedlot sebesar Rp 2.500, per bulan atau Rp 12 .500; per 5 bulan. Produksi limbah bentpa faeces (kotoran sapi) rata-rata sebesar 5,5% dari bobot badan per ekor per hari, dengan harga jual rata-rata Rp 25, per kg .
Seminar Nasional Peiernakan don t'ereriner 1997
Secara makro dari segi pendapatan wilayah dapat diprediksi bahwa apabila jumlah sapi yang ada di Kecamatan Susut data tahun 1995 tercatat sebanyak 11 .291 ekor, Jika 50% adalah jantan dengan berat badan rata-rata 300 kg/ekor maka pendapatan wilayah akibat adanya perbaikan teknologi ini akan menjadi Rp 2 .099.940.000,- (2 milyar lebih dalam 5 bulan) atau sekitar 4,1 milyar lebih dalam setahun untuk Kecamatan Susut saja. Secara lebihh terinci perbandingan tingkat pendapatan dan keuntungan dari setiap paket teknologi ditunjukkan dalam Tabel 11 . 1. Teknologi bioplus untuk sapi betina dengan bobot awal 164,41 kg per ekor Biaya yang dib tul kan selama lima bulan pemeliharaan ad" sebesar Rp.885.102, per ekor sapi, jika tenaga kerja yang digunakan dihitung sebesar Rp 155 .708,- (sesuai dengan Tabel-11 tentang curahan tenaga kerja dan waktu), selanjutnya out put yang dapat dihasilkan sebesar Rp. 823 .056,- per ekor dalam kurun waktu yang sama. Itu berarti bahwa R/C rationya sebesar 0,93 (dengan tenaga kerja) atau 1,13 tanpa tenaga kerja dihitung . Jika dilihat tingkat keuntungan yang diperoleh untuk satu ekor sapi dalam wakw lima bulan (148 hari) adalah sebesar minus Rp 62.046,- (dengan tenaga kerja) atau minus Rp 310 .229,- untuk lima ekor sapi . Akan tetapi bila tenaga kerja keluarga yang digunakan tidak diperhitungkan maka oilcan terdapat keuntungan sebesar Rp 93 .663,- untuk seekor sapi dalam kunm waktu yang sama atau sebesar Rp 468.313,- untuk lima ekor sapi . Dalam suatu usaha yang bersifat agribisnis tentu teknologi Bioplus untuk sapi betina dengan bobot awal rata-rata 164,41 kg per ekor tidak layak untuk dilaksanakan, karena bagaimanapun murahnya tenaga kerja hams selalu diperhitungkan dengan seksama . 2. Teknologi hioplus untuk sapi jantan dengan bobot awal 153,75 kg her ekor Dengan cars yang sama didapatkan bahwa biaya yang dibutuhkan selama lima bulan pemeliharaan adalah sebesar Rp 840 .338,- per ekor sapi, jika tenaga kerja yang digunakan dihitung sebesar Rp 155 .708,- (sesuai Tabel-I I tentang curalian tenaga kerja clan waktu), selanjutnya out put yang dapat dihasilkan adalah sebesar Rp 850 .893.- per ekor dalam kunm waktu yang sama. Itu berarti bahwa R/C rationya sebesar 1,01 (dengan tenaga kerja) atau 1,24 tanpa tenaga kerja dihitung. Jika difliat tingkat keuntungan yang diperoleh untuk satu ekor sapi dalam waktu lima bulan (148 hari) adalah sebesar Rp 10.556,- (dengan tenaga kerja) atau sebesar Rp 52.778,- untuk lima ekor sapi . Akan tetapi bila tenaga kerja keluarga yang digunakan juga tidak diperhitungkan maka akan terdapat keuntungan sebesar Rp166.264,- untuk seekor sapi dalam kurun waktu yang lima bulan atau sebesar Rp. 831 .320,- untiilc lima ekor sapi sesuai dengan farm size yang dianjurkan dalam SUP Sapi Potong . Dalam suatu usaha yang bersifat agribisnis tentu teknologi Bioplus untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 153,75 kg per ekor walaupun sudah memberikan keuntungan namun nampaknya belum cukup menwaskan sehingga sapi jantan dengan bobot badan ini sebaiknya belum diusaliakan secara intensif dengan poly agribisnis, lebih-lebih jika tenaga kerja itu dihitung secara seksama . 3. Teknologi bioplus untuk sapi jantan dengan bobot awal 304 50 kg per ekor Sapi jantan dengan teknologi Bioplus dengan bobot bobot awal yang lebih besar ternyata juga membutulilcan yang lebih besar. Untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 304,50 kg per ekor ternyata, biaya yang dibutuhkan selama lima bulan pemeliharaan adalah sebesar Rp 1 .490 .309,- per ekor 91 8
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
sapi, juga jika tenaga kerja yang digunakan dihitung sebesar Rp 155 .708,- (sesuai dengan Tabel I1 tentang curahan tenaga kerja clan waktu), selanjutnya out put yang dapat dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan sapi jantan dengan bobot badan awal lebih rendah .
Out put untuk sapi jantan dengan bobot badan awal rata-rata 304,50 kg/ekor adalah sebesar Rp 1 .780.538,- per ekor dalam kurun waktu lima bulan pengkajian . Itu berarti bahwa RIC rationya sebesar 1,19 (dengan tenaga kerja) atau 1,33 jika tenaga kerja keluarga yang digunakan tidak diperhitungkan . Selanjutnya apabila dilihat tingkat keuntungan yang diperoleh untuk satu ekor sapi dalam waktu lima bulan (148 hari) adalah sebesar Rp 290 .231,- (dengan tenaga kerja) atau sebesar Rp.1 .451 .155,- untuk lima ekor sapi . Akan tetapi bila tenaga kerja keluarga yang digunakan juga tidak diperhitungkan maka akan terdapat keuntungan sebesar Rp 445 .939,- untuk seekor sapi dalam kurun waktu yang lima bulan atau sebesar Rp 2 .229 .697,- untuk lima ekor sapi sesuai dengan farm size yang dianjurkan dalam SUP Sapi Potong. Dalam suatu usaha yang bersifat agribisnis tentu teknologi bioplus untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 304,50 kg per ekor cukup layak untuk diusahakan, karena telah mampu memberikan keuntungan yang cukup memadai, walaupun tenaga kerja keluarga tetap diperhitungkan sebagai biaya usahatani . 4. Teknologi starbio untuk sapi jantan dengan bobot. awal 141,69 kg per ekor Sebagaimana halnya dengan teknologi bioplus, maka penerapan teknologi starbio pada sapi jantan dengan bobot bobot awal rata-rata 141,69 kg per ekor ternyata juga membutuhkan biaya sebanyak Rp 790 .494,- selama lima bulan pemeliharaan per ekor sapi, jika tenaga kerja yang digunakan dihitung sebesar Rp 155 .708,- (sesuai dengan Tabel-l I tentang curahan tenaga kerja clan waktu), selanjutnya out put yang dapat dihasilkan sebesar Rp 805 .704,- per ekor dalam kurun waktu yang sama. Itu berarti bahwa R/C rationya sebesar 1,02 (dengan tenaga kerja) atau 1,27 jika tenaga kerja keluarga yang digunakan tidak diperhitungkan, clan angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 153,75 kg/ekor . Ini berarti bahwa penggunaan teknologi Starbio akan dapat memeberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi Bioplus pads sapi dengan bobot badan yang sama. Hal ini akin lebih jelas apabila dilihat tingkat keuntungan yang diperoleh untuk sate ekor sapi dalam waktu lima bulan (148 hari) adalah sebesar Rp 14.755,- (dengan tenaga kerja) atau sebesar Rp 73 .775,- untuk lima ekor sapi dengan teknologi Starbio. Akan tetapi bila tenaga kerja keluarga yang digunakan juga tidak diperhitungkan maka keuntungan yang diperoleh akan Icbih besar yaitu mencapai sebesar Rpl70.463,- untuk seekor sapi dalam kunn waktu yang lima bulan atau sebesar Rp 852.317,untuk lima ekor sapi sesuai dengan farm size yang dianiurkan dalam SUP Sapi Potong . Dilihat dari suatu usahatani yang bersifat agribisnis tentu teknologi Starbio untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 141,69 kg per ekor belum cukup layak untuk diusahakan, karena belum mampu memeerkan keuntungan yang cukup memadai, teriebilu lagi apabila tenaga kerja keluarga tetap diperhitungkan sebagai biaya usahatani . 5. Teknologi starbio untuk sapi jantan dengan bobot awal 263,31 kg per ekor Penerapan teknologi Starbio pads sapi jantan dengan bobot bobot awal rata-rata 263,31 kg per ekor ternyata jugs membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibadingkan dengan teknologi Starbio pada sapi dengan bobot badan awal yang lebih rendah yaitu sebanyak Rp 1 .317.257,- selama lima bulan pemelihaman per ekor sapi, jika tenaga kerja yang digunakan juga dihitung sebesar Rp 155 .708,919
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
(sesuai dengan Tabel-11 tentang curahan tenaga kerja dan waktu), selanjutnya out put yang dapat dihasilkan sebesar Rp 1 .339:902,- per ekor dalam kurun waktu yang sama, dan out put ini jugs lebih tinggi dibandingkan out put yang diperoleh dari sapi dengan teknologi yang lama namun bobot badan yang lebih rendah. Dengan in put clan out seperti itu maka R/C rationya sebesar 1,18 (dengan tenaga kerja) atau 1,15 jika tenaga kerja keluarga yang digunakan tidak diperhitungkan, dan angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 141,69 kg/ekor . Ini berarti bahwa penggunaan teknologi Starbio pada sapi dengan bobot awal 263,31 kg/ekor tern yata akan dapat memberikan keuntungan yang lebih kecil per satuan modal usaha bila dibandingkan dengan teknologi Starbio pada sapi dengan bobot badan awal sebesar 141,69 kg/ekor, walaupun secara riil tingkat keuntungannya lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 22.645,jika tenaga kerja tetap diperhitungkan untuk satu ekor sapi dalam waktu lima bulan (148 hari) adalah sebesar Rp 14.755,- atau sebesar Rp 178 .354,- untuk lima ekor sapi apabila tenaga kerja tidak diperhitungkan . Selanjutnya dengan selalu menghitung biaya tenaga kerja keluarga yang digunakan maka untuk lima ekor sapi akan memberikan keuntungan sebesar Rp 113 .227,- dalam -kurun waktu yang lima bulan atau sebesar Rp 891 .768,- tanpa menghitung tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk lima ekor sapi sesuai dengan farm size yang dianjurkan dalam SUP Sapi Potong . Dilihat dari suatu usahatani yang bersifat agribisnis tentu teknologi Starbio untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 263,31 kg per ekor juga belum cukup layak untuk diusahakan, karena belum mampu memberikan keuntungan yang cukup memadai . 6. Teknologi starbio untuk sapi jantan dengan bobot awal 368,40 kg per ekor Dari semua teknologi yang dikkii ternyata penerapan teknologi Starbio pads sapi jantan dengan bobot bobot awal rata-rata 368,40 kg per ekor ternyata membutulikan biaya yang paling tinggi dibadingkan dengan teknologi yang lainnya baik teknologi Starbio maupun teknologi Bioplus . Penerapan teknologi Starbio pada sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 368,40 kg/ekor mebutuhkan modal sebesar Rp 1 .770 .181,- dengan output yang bisa dihasilkan sebanyak Rp 2.097.294,- per ekor sapi selama lima bulan. Dengan input dan output seperti itu maka R/C rationya sebesar 1,18 (dengan tenaga kerja) atau 1,30 jika tenaga kerja keluarga yang digunakan tidak diperhitungkan, dan angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan dengan teknologi Bioplus yang berbobot awal rata-rata 304,50 kg/ekor . Ini berarti bahwa penggunaan teknologi Starbio pada sapi dengan bobot awal 368,40 kg/ekor ternyata akan memberikan keuntungan yang lebih kecil per satuan modal usaha bila dibandingkan dengan teknologi Bioplus pada sapi dengan bobot badan awal sebesar 304,50 kg/ekor, walaupun secara riil tingkat keuntungannya lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 327.112,- jika tenaga kerja tetap diperhitungkan untuk satu ekor sapi dalam waktu lima bulan (148 hari) atau sebesar Rp 482 .820,- untuk seekor sapi apabila tenaga kerja tidak diperhitungkan. Selanjutnya dengan selalu menghitung biaya tenaga kerja keluarga yang digunakan maka pemeliharaan lima ekor sapi akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.635.561,- dalam kunut waktu yang lima bulan atau sebesar Rp 2.414.102; tanpa menghitung tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk lima ekor sapi sesuai dengan farm size yang dianjurkan dalam SUP Sapi Potong . Dilihat dari suatu usahatani yang bersifat agribisnis tentu teknologi Starbio untuk sapi jantan dengan bobot awal rata-rata 368,40 kg per ekor juga cukup layak untuk diusahakan, karena sudah mampu memberikan keuntungan yang cukup memadai, walaupun dengan selalu memperhitungkan tenaga kerja yang digunakan .
920
Seminar National Peternakan dan Veteriner 1997
7. Teknologi cara petani untuk sapi jantan dengan bobot awal 300 kg per ekor Dengan-perhitungan pertambahan bobot badan harian sebesar 333 gramlekor/hari yang-bisa dicapai dengan-penerapan teknologi cara..petani, maka biaya yang dibutuhkan untuk satu ekor:;sapi selama lima bulan pemeliharaan -adalah -sebesar -Rp 1.395:208,- sedangkan out put yang : dapat dihasilkan adalah -sebesar Rp 1:296:416,- . Dengan demikian R/C rationya akan menjadi -sebesar 0,93 jika tenaga kerja tetap :dihitung dan ini berarti petani akan mengalami-kerugian sebesar Rp 98.792,- selama lima-bulan untuk-satu ekor sapi atau sebesar kerugian sebesar Rp 493 .959,-,untuk lima ekor sapi dalam kurun waktu lima bulan . Namun apabila tenaga kerja tidak diperhitungkan make tingkat keuntungan -untuk satu-moor sapi jantan dengan bobot badan awal 300,00 kg/ekor adalah sebesar Rp 56:91,6,-=selama ;lima bulan pemeliharaan atau sebesar Rp 284 :582; untuk 5"ekor sapi dengan R/C ratiosebesar 1,05.
Cara ini tentu tidak dapat dianjurkan kepada petani karena sudah jelas petani akan mengalami kerugian. Selama ini ada kemungkinan petani tidak merasakan kerugian tersebut karena mereka sama sekali tidak pernah memperhitungkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama mereka memelihara sapi. KENDALA DAN UPAVA PENANGGULANGAN Aspek pra produksi Kendala yang muncul dalam pengembangan Sistem Usaha Tani Berbasis Sapi Potong di Bali adalah masalah bibit. Ditinjau dari aspek ekonomis nampaknya petani akan cenderung untuk mengusahakan ternak sapi kereman karena usaha ini kelihatannya memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan dalam usaha pembibitan (perlu dikaji lebih lanjut) . Kondisi semacam ini tentu kurang menguntungkan bagi usaha peternakan sapi potong untuk tujuan penggemukan (sapi kereman), karena cenderung bibit akan menjadi semakin langka sehingga akan dapat ntenyebabkan harga bibit akan semakin mahal. Mahalnya harga bibit akan menyebabkan petani kurang selektif dalam memilih bibit atau sapi bakalan yang akan digemukkan. Hal ini akan berakibat kurang baik terhadap daya tumbuh daripada ternak tersebut, sehingga akan memerlukan biaya yang lebih tinggi yang menyebabkan tingkat keuntungan akan semakin kecil. Untuk itu agar dikaji lebih jauh sistem pengadaan bibit ternak yang bermutu dengan harga yang relatif murah, namun disisi lain peternak sapi bibit juga bisa menikmati keuntungan yang sama dengan peternak sapi potong ditinjau dari segi modal yang dikeluarkan . Upaya ini mungkin dapat dilakukan misalnya dengan mengarahkan peternakan sapi bibit atau pembibitan pada daerah-daerah yang memiliki padang penggembalaan yang relatif masih lebih luas seperti daerah kabupaten Jembrana, yang dapat ditumpang sarikan dengan komoditas tanaman kelapa . Aspek pra produksi lainnya yang menjadi kendala adalah penyediaan pakan dimusim kering akan mengalami kesulitan apabila jumlah sapi yang dipelihara petani bertambah dengan rata-rata 4-5 ekor atau lebih . Untuk itu make sistem penyediaan pakan hijauan dengan sistem tiga strata yang sudah cukup baik di kecamatan Susut perlu terus dikembangkan. Atau hal ini dapat pula diatasi dengan jalan mencari teknologi trobosan lainnya seperti penyediaan hijauan dengan jerami padi yang diamoniasi dengan starbio yang menurut hasil penelitian kualitas lebih baik dari numput gajah dan dapat diberikan sampai 100% dari kebutuhan sapi, namun hal ini perlu dikaji lebih lanjut, untuk mendapatkan pola yang jelas dan lebih terarah . 921'
SeminarNasional Peternakan don Metertner 1997
Aspek produksi Pertantbahan bobot badan sapi memasuki musim hujan tidak sesuai dengan harapan . Hal ini disebabkan karenan ternyata perubahan musim nampaknya berpengaruh terhadap tingkat kesehatan ternak, terlihat dari nafsu makan sapi semakin berkurang, bulu sapi nampak kusut, serta temperamen ternak nampak agak lemah. Kondisi seperti ini menyebabkan ternak rentan terhadap serangan penyakit . Hal semacam ini nampaknya lebih diperburuk dengan sikap petani yang cenderung menjadi agak malas untuk memperhatikan kernaknya, karena turunnya hujan setiap hari, serta ternak selalu mendapatkan makanan hijauan dalam keadaan basah. Untuk itu beberapa hal perlu dilakukan antara lain dengan memberikan vitamin B-oomplek untuk menghindari ternak dari stress akibat perubahan musim, serta selalu mengusahakan hijauan yang diberikan dalam keadaan kering dengan jalan rumput yang disabit pada pagi hari hendaknya disimpan di tempat yang teduh untuk diberikan pads siang harinya, serta rumput yang disabit pada siang hari jugs disimpan dengan cara yang sama untuk diberikan pads malam hari, demikian juga untuk pakan pagi hari kendaknya nunput sudah disabit pada sore hari juga disimpan di tetnpat yang teduh . Disamping itu perhatian peternak terhadap ternaknya jangan sampai berkurang, sehingga kemungkinan timbulnya gejala penyakit tertentu dapat dilihat atau dideteksi lebih dini. Aspek penanganan dan pengolahan hasil Aspek ini belum mendapat perhatian yatrg memadai di tingkat peternak, padahal telah diketahui dalam suatu usahatani keuntungan yang paling besar disinyalir terdapat pada aspek ini . Untuk itu aspek ini perlu mendapat perhatian yang balk tidak hanya oleh petard tetapi jugs olell petugas yang terkait dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh petani menjadi semakin tinggi. Dengan demikian ada baiknva mulai sekarang peternak khususnya peternak Budi Sentana telah berpikir ke arah itu, misalnya dengan jalan bahwa peternak bisa menjual hasil usahatani tidak dalam bentuk hidup tapi dalam bentuk daging, sehingga beberapa komoditas ikutannya juga akan dapat dijual dengan harga yang baik. Hal ini memiliki peluang yang cukup besar terlebih lagi dengan adanya perbaikan teknologi ada kecenderungan kualitas daging sapi yang dihasilkan juga semakin baik, sehingga kebutuhan konsumen khususnya konsumen di sektor pariwisata yang selalu memperhatikan kualitas daging ini akan dapat dilayani oleh petani clan bukan oleh pedagangpedagang besar saja. Pada dasarnya saat ini peternak sapi potong umumnya dan kelompok peternak Budi Sentana khususnya belum melakukan usaha yang sifatnya diversifikasi vertikal melalui kegiatan agroindustri atau pengolahan hasil seperti usaha perdagangan karkas, penyamakan kulit, industri dendeng, abon, daging asap clan sebagainya . Hal ini belum dapat dilaksanakan karena petard masili menjual sapinya dalam kondisi hidup. Aspek distribusi dan pemasaran Distribusi clan pemasaran suatu produk sangat-mempengaruhi tingkat harga yang dinikmati baik oleh konsumen maupun oleh petard itu. sendiri . Senkakin panjang rantai pemasaran suatu produk cendenmg akan menyebabkan semakin tingginya harga yang hares dibayar oleh konsumen dan tidak menutup kemungkinan harga jual di tingkat petard akan semakin rendah . Hal semacam ini akan diperbuntk lagi dengan bargaining position atau daya tawar petard yang semakin lemah. Khusus untuk distribusi sapi potong yang dipelihara olelt peternak di kabupaten Bangli. khususnya peternak kelompok Budi Sentana adalah melalui dua jalur antara lain lewat perantara ataupun langsung diansarkan sendiri baik di rumah maupun diantarkan ke pasar hewan sebagirnana telah dijelaskan sebelumnya. Ada 922
Seminar Nasional Peternakan don Veienner 1997
dua pasar hewan yang biasa digunakan sebagai tempat pernasaran temaknya yaitu pasar hewan Kayuambua, desa Tiga, kecamatan Susut, Bangli dan pasar hewan Beringkit, kabupaten Badung. Dari hasil wawancara dengan beberapa pedagang dan peternak diketahui bahwa apabila petani memasarkan langsung sapi ke pasar biasanya mereka dikenakan biaya pemeriksaan kesehatan hewan sebesar Rp 150,- per ekor, serta kena kena biaya karcis masuk sebesar Rp 250, per ekor clan surat jual beli sebesar Rp 1 :000,- per ekor, sehingga total biaya yang diperlukan sebanyak Rp 1.400,- per ekor sapi. Sedangkan apabila petani memanfaatkan jasa pengepul, maka biaya yang dikeluarkan antara lain biaya surat jual beli sebanyak Rp 1 .000,- per ekor, biaya transportasi untuk ke pasar hewan Beringkit sebanyak Rp 15.000,- per ekor, distribusi Rp. 10 .000,dan karcis masuk Rp 2.000,- serta biaya batik nama sebesar Rp 3 .000,- per ekor sapi . Dengan demikian total biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 31 .000,- per ekor sapi. Perbedaan harga yang diterima oleh pedagang pengumpul biasanya sekitar Rp 150,- per kg berat sapi atau sekitar Rp 60.000,- per ekor sapi, sehingga bila dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan akan terdapat selisih sebesar Rp 29.000,- per ekor sapi yang merupakan keuntungan bagi pedagang pengepul . Di sisi lain apabila peternak memanfaatkan saudagar untuk memasarkan sapinya, maka biaya yang diperlukan adalah sebesar Rp 5.000,- untuk transportasi ke pasar Kayuambua, distribusi ternak sebesar Rp 5.000,- serta karcis masuk sebesar Rp500,- clan biaya surat jual beli sebesar Rp 2.000,- per ekor sapi, sehingga total biayanya adalah sebesar Rp 12 .500,- per ekor. Sedangkan selisih harga di pasar Kayuantxm dengan harga .di tingkat petanj adalah Rp 1(X),- kg berat sapi atau sekitar Rp 40.000,- per ekorsapi. Dengan denukim tingkat ketmningan yang didapat oleh mudagar adalah sebemr Rp 27.500; per ekor sapi. Untuk itu ada baiknya apabila peternak sapi khususnya peternak kelompok Budi Sentana, sudah melaksanakan pemasaran ternaknya langsung oleh kelornpok sehingga tingkat keuntungan yang tadinya dinikmati oleh pedagang pengepul maupun oleh saudagar akan langsung menjadi milik petani itu sendiri . Untuk hat ini maka telah dilatih oleh Fakultas Peternakan Universitas Udayana sebanyak dua orang anggota kelompok ternak Budi Sentana khsusus menangani masalah pemasaran ini selama dua minggu melalui pola Inkubator Peternakan. Aspek kelembagaan SOEHADJI (1995) mengatakan bahwa untuk mengantisipasi lernahnya bargaining position petard serta untuk meningkatkan kerjasanta, efisiensi clan diversifikasi usaha dan untuk memperoleh kemudahan-kemudahan dalam pengembangan usaha maka perlu adanya upaya-upaya pemantapan kelembagaan peternak baik secara internal maupun secara eksternal, sehingga hat ini akan sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetalwan dan Teknologi (IPTEK), kebijakan serta integrasi ekonomi global .
Sejalan dengan hat tersebut, maka dalam pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Sapi Potong di kabupaten Bangli kali ini, selain dilakukan introduksi teknologi budidaya sapi potong juga mulai dirintis beberapa hat dalam rangka memantapkan kelembagaan tarsi tersebut baik secara internal maupun secara ekrernal . Secara internal antara lain dilaksanakan dengan jalan meningkatkan peran clan fungsi tugas setiap anggota kelompok, sehingga diantara anggota kelompok diharapkan ada hubungan kerja yang harmonis sate sama lainnya . Dengan demikian setiap anggota kelompok akan merasa sating ketergantungan namun tetap memiliki kebebasan dalam mengembangkan fungsi dan tugas mereka masing-masing .
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN Kesimpulan Sistem Usahatani Berbasis Sapi Potong di desa Kayuambua, desa Tiga, kecamatan Susut, kabupaten Bangli dengan spesifikasi lokasi lahan kering beriklim basah, terletak pada ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut, memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan agribisnis sapi potong dengan suatu Sistem Usaha Pertanian Sapi Potong yang ke depannya barangkali dapat disebut sebagai Sentra Pengembangan Agribisnis Sapi Potong . Dengan introduksi teknologi Starbio dalam Pengkajian Sistem Usahatani Berbasisis Sapi Potong ini ternyata mampu memacu pertambahan bobot badan sapi jauh lebih cepat dibandingkan dengan teknologi yang diterapkan oleh petani selama ini, demikian pula halnya dengan penerapan teknologi Bioplus . Akan tetapi dalam aplikasinya ternyata teknologi Bioplus masih menemui berbagai kendala antara lain dalam pengadaan bioplus serta dalam pembefannya pada sapi clan adanya keraguan akan terjangkitnya suatu penyakit berbahaya pada ternak akibat penerapan teknologi tersebut, karena sebagaimana telah disebutkan bahwa bioplus yang diaplikasi dalam pengakjian ini adalah bioplus yang bersumber dari isi rumen sapi Bali di NTl" dimana penyakit antrax masih berkembang, sedangkan Bali telah dinyatakan bebas penyakit tersebut . Sedangkan untuk teknologi Starbio merupakan teknologi baru yang sangat mudah untuk diaplikasikan clan ramah lingkungan sehingga sangat mudall untuk diadopsi oleh petani, sehingga mendapat sambutan yang cukup besar dari para pengguna. Teknologi Bioplus maupun teknologi Starbio untuk sapi kereman dengan bobot badan minimal 300 kg per ekor yang dipelihara selama lima bulan akan mampu memberikan keuntungan yang cukup tinggi pada peternak, oleh karena itu teknologi ini dapat direkomendasikan menjadi satu rakitan paket teknologi ramah lingkungan untuk usahatani sapi potong di Bali umumnya clan di kabupaten Bangh klmsusnya . Kandang yang digaakkan adalah kandang dengan sistem Feedlot atau kandang tetap. Kandang ini memberikan beberapa keuntungan, sehingga menclapat sambutan yang sangat positif dari peternak terbukti dari semakin banyaknya peternak yang membangun kandang sistem feedlot ini . Teknologi Mesin Pencacah Rumput Sederhana (Grass Chooper) yang untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada kelompok tani Budi Sentana, walaupun masih memerlukan beberapa penyempurnaan ternyata juga sudah medapat respon yang positif tidak hanya dari petani kooperator, tetapi juga dari petani lain di sekitar kelompok . Aplikasi obat cacing perlu terus digalakkan, karena hal ini ternyata dapat memberikan respon positif bagi ternak sapi, namun pengkajian yang mendalam tentang pemberian obat cacing tidak dilakukan, sehingga tidak ada data kualitatif yang bisa mendukung pernyataan ini, demikian pula halnya dengan pelaksanaan vaksinasi SE . Teknologi penanganan limbah masih perlu dilakukan beberapa penyempurnaan, karena nampaknya petam belum sepenuhnya menerpan teknologi secara baik. Hal ini erat kaitannya dengan kebiasaan petani sebelumnya serta respon dari teknologi iiu masih cukup lambat bisa dilihat .
SeminarNasionalPeternakan don Vetenner1997 Implikasi kebijaksanaan Dengan cukup berhasilnya pengkajian ini maka Implikasi kebijaksanaannya perlu dilakukan untuk mendukung transfer teknologi ini lebih cepat kepada pihak pengguna khususnya peternak sapi potong . Upaya ini dapat dilaksanakan dengan jalan keluarnya suatu rekomendasi berupa paket teknologi usahatani sapi potong oleh Komisi Teknologi pertanian Bali yang telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor : 184 tanggal : 24 Mei 1996 . Dengan adanya upaya tersebut diharapkan transfer teknologi ini kepada pengguna akan menjadi lebih cepat, karena adanya suatu pedoman dalam pelaksanaan paket teknologi tersebut di tingkat lapangan . Implikasi kebijaksanaan lainnya adalah masih perlunya dilakukan kajian-kajian yang lebih jauh tentang aplikasi teknologi Starbio ini tidak hanya dari segi pertumbuhan sapi, akan tetapi juga dari aspek kualitas daging yang dihasilkan, karena ada kemungkinan bahwa dengan penerapan teknologi ini peluang adanya perbaikan mutu daging menjadi lebih besar . Hal ini, sangat penting artinya karena selama ini kebutuhan daging sapi . untuk keperluan sektor panwisata khususnya untuk touris asing masih dipenuhi dari daging sapi import . Disamping itu sistem pengembangan agribisnis sapi potong ini masih perlu untuk dikaji lebih jauh, sehingga setiap petani yang akan berusaha di sektor ini, seperd apakah dalam bidang pembibitan ataupun dalam bidang penggemukan akan tetap mendapat keuntungan yang layak clan selalu mampu untuk mengembangkan usahanya.
DAFTAR PUSTAKA ANoNnVtous . 1995 . Penggunaan Starbio untuk Meningkatkan Produksi Ternak . CV . Lembah Hijau Multifarm, Solo, Jawa Tengah . BANGLI DALAM ANGKA . 1994 . Kantor Statistik Kabupaten Bangli . DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, DEPARTENIEN . PERTANIAN . 1996 . Petuiliuk Teknis Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Sapi di Prop . Aceh (Kab. Acell Besar), Prop . Bali (Kab . Bangli), Prop . NTT (Kab . Kupang) . Dir . Bina Penyebaran clan Pengembangan Peternakan, Jakarta . DiNAs PETERNAKAN PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI . 1992 . Rancangan Repelita VI Sub Sektor Peternakan Prop . Dati I Bali (Tahun 1994/1995-1998/1999). EFFSNDI PAsANDARAN . 1996 . Keterkaitan Kerja Balai Penelitian clan Balai Pengkajian dalam Rangka Desentralisasi Pengembangan Pertanian. Pusat Penyiapan Program Penelitian . Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian . GuNAwAN clan UUM UMIYASIH. 1995 . Paket Teknologi Pengembangan Sapi Kereman . Balai Pengkajian Teknologi Karangploso, Malang, Jawa Timur. MUCHn MARTAWIDJAJA, BAMBANG SETIADI, clan ABDUL ADJID . 1996 . Sistem Usaha Pertanian Berbasisis Ternak (SUP-Nak) Komoditas Kambing Etawah . Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor. Pusat Penelitian clan Pengembangan Peternakan . OKA ADNYANA MD . 1995 . Pengkajian clan Alih Teknologi Pertanian Tepat Guna Spesifik Wilayah . Makalah Seminar Pra-FS PAATP . PEMERmTAH PROPINSI DATI I BALI . Rencana Petnbangunan Lima Talrwi Keenain, Daerah Tingkat I Prop. Bali Buku Ul . (1994/1995-1999/1999) .
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1997
1996. Tingkat Keuntungan Usaliatani Ternak Sapi dengan Penggunaan Probiotik Starbio dan Bioplus. Makalah Review dan Pemasyarakatan Hasil Pengkajian Sapi Potong, pada tanggal 29 Maret 1997 di IP2TP Denpasar .
SOPRAPTO .
SoEHADii .
1995 . Paradigma Pembangunan Peternakan . Direktorat Pembangunan Peternakan Jakarta .
and F. PARK . 1994. Beneficial and Effective Microorganism for a Sustainable Agriculture and Environment . International Nature Fanning Research Centre, Atami, Japan.
TERuo RIGA
dan (EM).
WiDIDANA
WmisoNO. (-).
Pertanian Akrab Lingkiutgan, Kyusei dengan Teknologi Efective Microorganism
WJNumoxd, M., WIDIAWATI, Y., dan AD. SUJANA . (-). Penggunaan Probiotik untuk Meningkatkan Efrsiensi Produksi Sapi Potong di Indonesia, BPT. Ciawi, Bogor.
TANYA JAWAB Zulbardi : Apa komposisi mikroba dari Bioplus sehingga PBB-nya lebih baik ? I Wayan Alit A.W. : Seharusnya penanya lebih mengetahiiinya dari pembawa makalah. Mikroba yang tersedia di Bioplus adalah mikroba yang bersifat antara lain lignolitik, selulotik sehingga dapat meningkatkan kecernaan selulosa dan lignin . Dengan demikian nilai cerna dapat ditingkatkan. Bambang Sudaryanto : Bagaimana menghilangkan faklor berat awal yang bervariasi tinggi ? I Wayan Alit A.W. : Karena pengkajian ini memakai ternak sesuai yang ada di lapangan sehingga untuk mendapatkan berat awal yang sama susah . Aryogi : Di Jawa Timur dicoba pemberian Bioplus, hanya menggunakan pola peternakan tanpa perbaikan pakan (misalnya penambahan dedak). Bagaimana pendapat saudara ? I Wayan Alit A.W. : Terns terang Bioplus belum diterima di lapangan karena pemberiannya ke ternak sulit. Seandainya didapat bentuk yang lebih praktis, sehingga pemberiannya ke ternak lebih mudah, akan lebih mudah diterima oleh masyarakat peternak . Thamrin D. Chaniago : Mengapa dalam judul tertulis berbasis sapi potong; Berapa pendapatan petani dari usaha sapi potong dan berapa jumlah ternaknya . Bagaimana analisa ekonominya ? Masalah penggunaan chopper di lapangan ? I Wayan Alit A.W. : Sebenarnya tidak berbasis sapi potong, tetapi pengkajian ini disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Tidak ada di Bali daerah yang berbasis sapi potong. Sehingga hanya peternak yang meinpunyai 4-6 ternak saja sebagai dasar . Analisa ekonomi sudah dilakukan, dapat dilihat di makalah. Dengan digunakan chopper, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan rumput, karena dengan chopper, batang-batang rumput dapat dimakan oleh ternak . Sehingga tidak ada bagian rumput yang terbuang. A.R. Siregar : Bila daerah disebut sebagai basis sapi potong untuk yang pendapatannya 51% dari ternak tersebut. Di Indonesia kemungkinan masih menunggu 2-3 tahun lagi baru ada daerah yang berbasis sapi potong. Untuk itu sebelum berbasis dibuat "Pra Pengkajian" .
926