I.
PENDAHULUAN
Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan Waduk Panglima Besar Soedirman
terletak
di
Kecamatan
Bawang
dan
Wanadadi,
Kabupaten
Banjarnegara. Penggenangan waduk ini dimulai pada bulan April 1988 dan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 957,01 km2 dan luas genangan 8.258.253 m2. Ketinggian muka air 231 m di atas permukaan air laut dengan kapasitas tampungan 83.945.901 m3. Wibowo (2004) juga menyatakan waduk ini telah mengalami perubahan ekologis yang menyebabkan kondisi waduk sudah berbeda dengan kondisi awal. Setyawan (2012) menambahkan selain terjadi eutrofikasi,
saat
ini
waduk
mengalami
masalah
sedimentasi
sehingga
menyebabkan perubahan kondisi populasi organisme perairan seperti ikan dan perubahan kualitas perairan. Populasi memiliki sifat-sifat tertentu seperti kelimpahan (densitas), laju atau tingkat kelahiran (natalitas), tingkat kematian (mortalitas), sebaran ukuran dan rasio kelamin. Sifat-sifat ini dapat dijadikan parameter untuk mengetahui kondisi populasi secara alami maupun perubahan populasi karena perubahan lingkungan (Syahailatua, 1993). Menurut Tyler dan Galucci (1980) istilah populasi digunakan dalam kaitan dengan aspek biologi. Syahailatua (1993) menambahkan populasi dapat menggambarkan kelimpahan ikan di suatu perairan tertentu dan bagaimana pengendaliannya.
2
Studi mengenai rasio kelamin dan hubungan panjang berat merupakan dasar biologi populasi yang berkaitan dengan kelimpahan. Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dengan perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan populasi. Perbandingan rasio kelamin dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Rahman et al., 2013). Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Hubungan antara panjang total ikan dengan berat dapat digunakan persamaan
eksponensial
(Effendi,
1997).
Fafioye
dan
Oluajo
(2005)
menambahkan pengukuran panjang dan berat berhubungan dengan data umur dapat memberikan informasi tentang komposisi stok, umur matang gonad, mortalitas, siklus hidup pertumbuhan dan produksi. Widiyati dan Prihadi (2007) menyatakan populasi jenis ikan air tawar telah menurun. Menurut Wargsasasmita (2005) ada 6 kategori utama penyebab menurunnya keanekaragaman ikan air tawar antara lain perubahan habitat, eksplorasi yang berlebihan, introduksi ikan asing, pencemaran, perubahan kualitas air, dan pemanasan global. Perubahan habitat (25%) dan introduksi ikan asing (30%) menjadi penyebab utama menurunnya populasi ikan air tawar. Asyari (2012) menambahkan sampai saat ini ada sekitar 24 jenis spesies asing yang telah diintroduksi ke perairan Indonesia termasuk ikan betutu.
3
Introduksi ikan asing baik disengaja atau tidak, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap spesies ikan asli antara lain, ikan introduksi yang omnivora dapat menjadi predator ikan asli, terjadi kompetisi pakan, membawa penyakit dan parasit ikan asli, serta masalah ekonomi bagi masyarakat nelayan sekitar (Wargasasmita, 2005). Asyari (2012) menambahkan dampak hadirnya ikan introduksi dapat mengancam populasi dari ikan spesies asli serta dapat menggeser relung/niche ikan asli sehingga komunitas ikan di perairan menjadi homogen. Upaya pengendalian invasi ikan asing perlu dilakukan dengan cara pengawasan, pencegahan, perbaikan lahan, dan pengurangan dampak dari invasi spesies asing. Ikan betutu berasal dari China dan masuk ke Indonesia pada tahun 1927. Ikan ini disukai sebagai ikan konsumsi karena memiliki kandungan protein dan ekonomi yang tinggi menyebabkan ikan betutu diintroduksi. Ikan betutu yang dikenal juga dengan sebutan ikan malas atau sleeper fish banyak terdapat di perairan umum air tawar dan estuari di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Astuty et al. (2000) menyatakan ikan ini hidup di perairan dangkal dan berlumpur seperti muara sungai, waduk, atau situ yang berarus tenang. Ikan betutu senang berlindung di bawah tumbuhan air. Ikan betutu memiliki ciri-ciri yaitu tubuhnya memanjang bagian depan silindris dan bagian belakang pipih. Tubuh ikan betutu berwana kecoklatan sampai gelap dengan bercak hitam menyebar. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah, sirip perut sepasang, bentuk membulat dan terletak berdekatan. Mempunyai sepasang sirip dada yang bentuknya membulat serta sebuah sirip ekor dengan ujung membulat. Tubuh ikan jantan umumnya lebih gelap dari ikan betina (Lubis, 2000).
4
Klasifikasi ikan betutu menurut Lubis (2002): Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Eleotridae
Genus
: Oxyeleotris
Spesies
: Oxyeleotris marmorata, Blkr.
Anwar et al. (1984) menyatakan komposisi dan distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh perubahan fisik, kimiawi, dan biologi perairan. Jubaedah (2006) menambahkan perubahan sistem tergenang diduga menyebabkan perubahan komposisi jenis dan populasi ikan. Siagian (2009) juga menyatakan ikan merupakan komponen biotik yang termasuk dalam organisme perairan yang rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga perlu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Hal tersebut juga dipertegas oleh Tejerina-Garro et al. (2005), kualitas air dapat mempengaruhi komposisi jenis ikan. Pemanfaatan waduk bagi berbagai aktivitas masyarakat tersebut juga memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air (Barus, 2004). Penurunan kualitas lingkungan perairan dapat diidentifikasi dari perubahan parameter fisik dan kimia air (Effendi, 2003). Parameter fisik perairan antara lain suhu, kecepatan arus, kedalaman, kekeruhan, warna, bau, dan rasa. Parameter kimia perairan seperti oksigen terlarut, karbondioksida bebas, dan pH.
5
Suhu air mempengaruhi pertukaran zat asam atau metabolisme dari makhluk hidup sehingga berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan organisme muda (Krebs, 1985). Astuty et al. (2000) menyatakan kisaran suhu untuk ikan betutu di Waduk Cirata sekitar 22 – 32,20C kemudian perubahan suhu perairan pada musim hujan terutama ikan betutu memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, dan mencari makan. Suhu juga mempengaruhi distribusi ikan dan kelimpahan makanan di suatu perairan. Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai guna suatu perairan karena pada umumnya derajat keasaman mempengaruhi tumbuhan dan hewan air agar dapat hidup dengan baik. Boyd (1986) menyatakan derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari ion hidrogen yang terlepas dari perairan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan air. Saeni (1989) menyatakan derajat keasaman yang optimal untuk proses reproduksi ikan betutu berkisar 6,7 – 8,2. Oksigen terlarut sangat penting bagi kehidupan organisme perairan, karena diperlukan untuk respirasi. Kandungan oksigen terlarut dapat berasal dari usaha melalui proses difusi, adanya aliran air masuk dan proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan air (Saeni, 1989). Salmin (2005) menambahkan oksigen merupakan gas yang terpenting untuk proses respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan. Konsentrasi oksigen dinyatakan dalam part per million (ppm). Konsentrasi oksigen yang optimal bagi kehidupan ikan adalah 5 ppm dan untuk ikan betutu sekitar 4-13,5 mg/L (Astuty et al., 2000).
6
Karbondioksida bebas dalam air dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan air untuk proses fotosintesis kadar karbondioksida yang terlalu tinggi dalam perairan akan merugikan ikan sebab apabila kadar karbondioksida air meningkat melebihi kadar karbondioksida dalam darah ikan menyebabkan ikan tidak dapat mengeluarkan karbodioksida dalam darahnya, sehingga banyaknya ion yang diikat hemoglobin akan berkurang (Wardoyo, 1981). Perairan yang diperuntukan bagi perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas kurang dari 15 mg/l, kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme perairan dengan syarat kadar oksigen terlarutnya cukup (Boyd, 1986). Dampak hadirnya ikan betutu sebagai ikan introduksi di Waduk P. B. Soedirman dapat mengancam populasi dari ikan spesies asli, sehingga diperlukan pengendalian terhadap ikan spesies introduksi ini. Informasi kualitatif mengenai populasi ikan betutu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya masih sangat sedikit, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai populasi ikan betutu serta pengaruh kondisi lingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: 1. Bagaimana populasi yang meliputi kelimpahan, distribusi ukuran, rasio kelamin, serta pola pertumbuhan yang dilihat dari hubungan panjang dan berat ikan betutu yang ada di waduk P. B. Soedirman, Banjarnegara? 2. Bagaimana hubungan sifat fisik dan kimia perairan dengan kelimpahan ikan betutu yang ada di waduk P. B. Soedirman, Banjarnegara?
7
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini: 1. Mengetahui populasi yang meliputi kelimpahan, distribusi ukuran, rasio kelamin, serta pola pertumbuhan yang dilihat dari hubungan panjang dan berat ikan betutu yang ada di waduk P. B. Soedirman, Banjarnegara? 2. Mengetahui hubungan sifat fisik dan kimia perairan dengan kelimpahan ikan betutu yang ada di waduk P. B. Soedirman, Banjarnegara. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi awal, dapat memperluas pengetahuan mengenai sumber daya alam yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan perairan terhadap populasi ikan betutu, sebagai acuan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, serta memberikan informasi tentang dampak masuknya ikan introduksi terhadap populasi spesies asli di suatu perairan.