I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Tata Air Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Universitas Andalas.
Kegiatan ini
dilakukan untuk penyempurnaan ilmu yang didapat dibangku kuliah. Selain itu kegiatan PKPM juga menambah wawasan dari lapangan dan dunia kerja yang tidak ditemui dibangku perkuliahan. Kegiatan PKPM ini dilakukan selama 1,5 bulan di Balai Pegelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan (BPDAS Agam Kuantan) Padang. BPDAS Agam Kuantan adalah suatu instansi yang bergerak di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, BPDAS Agam Kuantan berada di bawah Direktorat Pengelolaan DAS (Dearah Aliran Sungai), Direktorat Jenderal Penglolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan. Menurut
Lillesand dan Kiefer, (1994) “Penutup lahan merupakan
perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Klasifikasi penutup lahan atau penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan atau penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu.” Klasifikasi penutup lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan. Teknologi penginderaan jauh berbasis satelit sumberdaya alam seperti Landsat, ASTER, SPOT sudah lazim digunakan untuk memantau perubahan penggunaan lahan. Untuk mengetahui informasi tematik penggunaan lahan dapat digunakan teknik klasifikasi secara digital yang bersifat parametrik. Klasifikasi digital 1
merupakan salah satu metode yang sering digunakan pada ekstraksi informasi yang terkait dengan sumberdaya alam misalnya penutup lahan dan penggunaan lahan. Klasifikasi digital yang sudah sangat lazim digunakan antara lain adalah klasifikasi terselia (supervised) dan klasifikasi tak terselia (unsupervised). Sumberdaya alam yang berupa hutan (vegetasi) tanah dan air mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup sehingga dalam pemanfaatanya perlu dilakukan secara optimal dan lestari. Kerusakan Sumberdaya Alam Hutan (SDH) yang terjadi saat ini telah menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup DAS dapat dilihat sering terjadinya erosi, banjir, kekeringan dan pendangkalan sungai. Tekanan terhadap sumberdaya alam oleh aktivitas manusia dapat ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang begitu cepat. Penulis menjadikan citra aster untuk interpretasi citra tutupan lahan, karena dapat diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan. Dan untuk studi kasus DAS Kuranji dikarenakan di DAS Kuranji tersebut sering terjadi banjir. Perlu dilakukan pemantauan secara periodik untuk kelestarian dan pembangunan yang berkelanjutan di kecamatan Kuranji tersebut. Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menulis laporan dengan judul “Citra Aster Untuk Klasifikasi Penutupan Lahan DAS Kuranji Tahun 2011”. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari PKPM ini antara lain : 1.
Dapat
memperdalam
mengaplikasikan
pengetahuan
software
mengenai
pegindraan
penutupan lahan. 2
jauh
ilmu dalam
pemetaan
dan
pengklasifikasian
2.
Dapat
melakukan interpretasi citra dalam tutupan lahan sebuah Daerah
Aliran Sungai. 3.
Mengetahui klasifikasi tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Kuranji tahun 2011.
4.
Mengetahui luasan tutupan lahan DAS Kuranji dari masisng-masing klasifikasi tahun 2011.
1.3 Manfaat Adapun manfaat Pembuatan Laporan PKPM ini adalah : 1.
Menghasilkan informasi terkait DAS Kuranji tahun 2011.
2.
Menghasilkan informasi klasifikasi tutupan lahan di DAS Kuranji terkait dalam hal permukaan yang diperkeras, vegetasi kerapatan rendan, sedang, tinggi, tubuh air dan lahan terbuka.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Citra Aster ASTER (Advanced Space Borne Thermal Emission and Reflection Radiometer) merupakan salah satu instrumen observasi yang ada pada satelit Terra.
Satelit yang diluncurkan pada 18 Desember 1999.
Sinkron dengan
matahari (Sunsynchronous) dengan waktu orbit 30 menit di belakang satelit Landsat. Proyek ASTER dilakukan dibawah payung EOS (Earth Observing System) bertujuan untuk melakukan observasi permukaan bumi dalam rangka monitoring lingkungan hidup secara global dan penginderaan sumberdaya alam. Satelit Terra merupakan kerjasama internasional antara NASA, Kanada dan Jepang (Lillesand, 1990). Sensor ASTER merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang pada satelit generasi sebelumnya yaitu JERS-1. Sensor ini terdiri dari Visible and NearInfrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit, dan Master Power Unit. VNIR merupakan high performance dan high resolution optical instrument yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya permukaan bumi dengan range dari level visible hingga infrared (520-860 nanometer) dengan 3 band, dimana band nomor 3 ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopis. Digital Elevation Model (DEM) dapat diperoleh juga dengan mengaplikasikan data ini, sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi juga dapat digunakan untuk peta stereo (Anonim, 2011).
4
SWIR merupakan High resolution optical instrument dengan 6 band yang dapat digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan short wavelength infrared range (1,6-2,43 nanometer).
Penggunaan radiometer
ini memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung api yang masih aktif. TIR adalah High accuracy instrument yang digunakan untuk observasi thermal infrared radiation (800-1200 nanometer) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 band. Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah, dan batuan dipermukaan bumi. Multi-band thermal infrared 18 sensor dalam satelit ini adalah pertama kali di dunia, dengan ukuran citra adalah 60 km dengan ground resolution adalah 90 m. Karakteristik utama dari sensor ASTER adalah : a.
Observasi pada 3 VNIR, 6 SWIR, 5 TIR band atau bekerja dengan 14 band atau dapat merekam data citra permukaan bumi dari panjang gelombang daerah visible (sinar tampak) ke daerah thermal infrared.
b.
Kemampuan menghasilkan data dengan nilai resolusi spektral yang tinggi yaitu 15 m pada citra VNIR.
c.
Memiliki kemampuan stereoskopik sepanjang garis perekaman (single orbit)
d.
Vertical pointing function : ± 24 derajat untuk VNIR, ± 8,55 derajat untuk SWIR, ± 8,55 derajat untuk TIR.
e.
Gelombang elektromagnetik yang dipakai adalah inframerah dekat dan inframerah thermal untuk menghasilkan data dengan resolusi spektral yang tinggi.
5
f.
Sensor optik dengan resolusi geometrik dan radiometrik yang tinggi pada semua frekuensi kanal. ASTER merupakan satelit dengan orbit yang selaras dengan matahari (sun
synchronous) dan memiliki kemampuan liputan yang sama yaitu setiap 16 hari pada ketinggian 700-737 km (707 km di khatulistiwa). Pengambilan sampel piksel dilakukan dengan cara memilih area yang diketahui secara pasti jenisnya dilapangan, dalam bentuk region of interest (ROI). Setiap ROI yang ditampilkan pada layar monitor merupakan poligon yang secara otomatis digunakan sebagai acuan oleh perangkat lunak ENVI untuk mengambil dan menghitung statistik piksel pada seluruh saluran yang digunakan sebagai masukan. Setiap jenis objek sampel terdiri atas 3-5 ROI dengan ukuran kumulatif minimum 100 piksel. Penempatan titik sampel dilakukan secara Purposive Random Sampling menurut distribusi masing-masing kelas penutup lahan. Prosedur ini dilakukan dengan melihat rona atau warna yang terlihat pada citra, serta mempertimbangkan pengenalan wilayah penelitian (local knowledge) (Anonim, 2011). Aster adalah: Citra ASTER diproses dari hasil observasi yang dilakukan oleh ASTER yang dioperasikan oleh satelit observasi bumi bernama TERRA. Citra ASTER mempunyai format yaitu HDF (Hierarchical Data Format) yang direkomendasikan oleh NASA.
Konversi citra ASTER format HDF ke citra
format standar, seperti tiff, jpeg, BSQ, dapat dilakukan dengan menggunakan software processing citra (Josaphat, 2010).
6
Tabel 1. Jumlah pixel dalam citra ASTER
L1A
L1B
VNIR(1,2,3N) VNIR(3B) SWIR TIR VNIR(1,2,3N) VNIR(3B) SWIR TIR
4100 5000 2048 700 4980 4980 2490 830
HDF (Image size) pixel line 4200 4600 2100 700 4200 4600 2100 700
Josaphat, (2012) mengklasifikasikan jumlah piksel citra Aster dapat dilihat pada tabel di atas. Nilai dalam kolom HDF (Image size) adalah besar citra (image size). Citra TIR mempunyai nilai unsigned 16-bit integer, sehingga actual record length adalah double. Citra ASTER biasanya disiapkan dalam format HDF-EOS. Dalam contoh citra dalam CD-ROM berisi berbagai macam data, didalamnya file dengan extension (.dat) berisi citra satelit ASTER.
Kemudian file dengan
extension (.jpg) berisi citra browse dari tiap instrumen. CD-ROM ini berisi citra dengan full-mode (tiga-sensor).
Kode (1) dinama file sebelum extension
menunjukkan citra VNIR, lalu (2) adalah SWIR, dan (3) adalah TIR. Karakteristik Utama dari sensor ASTER ini adalah Observasi pada 3 VNIR, 6 SWIR, 5 TIR band atau bekerja dengan 14 band atau dapat merekam data citra permukaan bumi dari panjang gelombang daerah visible (sinar tampak) ke daerah thermal infrared. Space resolutions: 15m untuk VNIR, 30m untuk SWIR dan 90m untuk TIR. Vertical pointing function: + 24 derajat untuk VNIR, + 8.55 derajat untuk SWIR, + 8.55 derajat untuk TIR (Janssen dan Hurneeman, 2001).
7
Tabel 2. Karakteristik Citra Satelit ASTER Sistem Orbit Crossing, Rotasi Sensor Swath Width Off-track viewing Revisit Time Resolusi spasial Band Spektral (µm)
TERRA 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 10:30 AM 16 hari (repeat cycle) ASTER 60 km Tersedia ± 8,5o SWIR dan ± 24o VWIR 5 hari 15 m (VNIR), 30 m (SWIR), 90 m (TIR) VNIR 0,056 (1); 0,66 (2); 0,81 (3); SWIR 1,65 (1); 2,17 (2); 2,21 (3); 2,26 (4); 2,33 (5); 2,40 (6); TIR 8,3 (1); 8,65 (2); 9,10 (3); 10,6 (4); 11,3 (5)
Resolusi spasial MODIS berkisar dari 250-1000 m dan karakteristik citra Aster yang dikemukakan oleh Janssen dan Hurneeman, (2001) dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3. Karakteristik Band ASTER Instrument Bands Spatial Resolution Swath Width Cross Track Pointing Quantisation (bits)
VNIR 1-3 15 m 60 km ± 318 km (± 24 deg) 8
SWIR TIR 4-9 10-14 30 m 90 m 60 km 60 km ± 116 km (± 8,55 ± 116 km (± 8,55 deg) deg) 8 12
Karakteristik dari band Aster yang dikemukakan Anonim, (2012) dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 1. Panjang Gelombang (Sumber : Ford, 1979 dalam Sutanto, 1992) 8
Gambar 2. Reflektansi objek pada berbagai panjang gelombang Puntodewo, (2003) Reflektansi objek pada berbagai panjang gelombang untuk vegetasi, air, tanah kering, tanah basah dapat dilihat pada gambar di atas. ASTER, Advanced Spaceborn Thermal Emission and Reflectance Radiometer adalah sebuah spektrometer citra beresolusi tinggi. Instrumen ASTER didesain dengan 3 band pada range spektral visible dan near-infrared (VNIR) dengan resolusi 15 m, 6 band pada spektral short-wave infrared (SWIR ) dengan resolusi 30 m dan 5 band pada thermal infrared dengan resolusi 90 m. Band VNIR dan SWIR mempunyai lebar band spektral pada orde 10 (Sanjaya, 2010). ASTER terdiri dari 3 sistem teleskop terpisah, dimana masing-masing dapat dibidikkan pada target terpilih. Dengan penempatan (pointing) pada target yang sama dua kali, ASTER dapat mendapatkan citra stereo beresolusi tinggi. Cakupan scan atau penyiaman dari citra adalah 60 km dan revisit time sekitar 5 hari. Tipe koordinat citra Aster ada 2 yaitu L- 1A dan L-1B dimana citra yang sudah terkoreksi secara geometrik atau radio metrik adalah data citra L-1B dengan ciri-ciri apabila diinputkan data ke dalamnya data tersebut, sudah menempel dan biasanya citra yang digunakan sudah banyak terkoreksi. 9
2.2 Interpretasi Foto atau Citra Interpretasi foto adalah tindakan memeriksa gambar foto untuk tujuan mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka. Prinsip-prinsip interpretasi citra telah dikembangkan secara empiris lebih dari 150 tahun. Dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya : lokasi, ukuran, bentuk, bayangan, rona atau warna, tekstur, pola, tinggi atau kedalaman dan situs atau situasi atau asosiasi (Colwell, 1997). 2.2.1 Rona dan Warna Rona (color tone atau grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi objek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4-0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Interpretasi foto udara merupakan kegiatan menganalisa citra foto udara dengan maksud untuk mengidentifikasi dan menilai objek pada citra tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip interpretasi (Rindi, 2011). Warna merupakan ujud yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak. Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral. Sebagai contoh, objek tampak biru, hijau atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang 10
gelombang (0,4-0,5) μm, (0,5-0,6) μm atau (0,6-0,7) μm. Sebaliknya bila objek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka objek akan tampak dengan warna kuning (Sutanto, 1986). Rona dan warna disebut unsur dasar.
Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya rona dan warna dalam pengenalan objek. Tiap objek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar. 2.2.2 Bentuk Bentuk berkaitan dengan bentuk umum, konfigurasi atau kerangka suatu objek individual. Bentuk agaknya merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam pengenalan objek pada citrta foto (Rindi, 2011). Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. Bentuk, ukuran dan tekstur pada gambar dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Oleh karena itu bentuk, ukuran dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona dikelompokkan susunan rona sekunder. Contoh pengenalan objek berdasarkan bentuk: 1.
Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang.
11
2.
Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu.
3.
Gunung api berbentuk kerucut sedang, bentuk kipas.
2.2.3 Ukuran Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume (Sutanto, 1986). Contoh pengenalan objek berdasarkan ukuran: 1.
Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.
2.
Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tenis dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
2.2.4 Tekstur Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar, halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Tekstur adalah pengulangan rona kelompok objek yang terlau kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dihasilkan oleh susunan satuan kenampakan yang mungkin terlalu kecil untuk dikenali secara individual dengan jelas pada foto. (Masya, 2013).
12
Contoh pengenalan objek berdasarkan tekstur: 1.
Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
2.
Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.
2.2.5 Pola Pola berkaitan susunan keruangan objek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau keterkaitan merupakan karakteristik banyak objek, baik alamiah maupun buatan manusia, dan membentuk pola objek yang dapat membantu penafsir foto dalam mengenalinya (Rindi, 2011). Pola, tinggi dan bayangan pada peta dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tersier. Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh pengenalan objek berdasarkan pola: 1. Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. 2. Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan. 3. Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
13
2.2.6 Bayangan Bayangan penting bagi penafsir foto karena bentuk atau kerangka bayangan menghasilkan suatu profil pandangan objek yang dapat membantu dalam interpretasi, tetapi objek dalam bayangan memantulkan sinar sedikit dan sukar untuk dikenali pada foto, yang bersifat menyulitkan dalam interpretasi (Rindi, 2011). Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Contoh pengenalan objek berdasarkan bayangan: 1.
Cerobong asap, menara, tangki minyak dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.
2.
Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
2.2.7 Situs Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya (Masya, 2013) Situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi. Situs bukan merupakan ciri objek secara langsung melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs seperti: a) beda tinggi; b) kecuraman lereng; c) keterbukaan terhadap sinar; d) keterbukaan terhadap angin; e) ketersediaan air 14
permukaan dan air tanah. Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses perujudan lainnya. Contoh pengenalan objek berdasarkan situs: 1.
Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.
2.
Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.
2.2.8 Asosiasi Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu objek pada citra merupakan petunjuk bagi adanya objek lain (Anonim, 2011). Asosiasi merupakan keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Contoh: Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relative besar serta bentuknya yang menyerupai I, L atau U juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olahraga di dekatnya (Masya, 2013) Teknik interpretasi citra menyajikan gambaran lengkap yang mirip ujud dan letak sebenarnya. Kemiripan ujud ini memudahkan pengenalannya pada citra sedang kelengkapan gambarannya memungkinkan penggunaannya oleh beragam pakar untuk beragam keperluan. Meskipun demikian masih diperlukan data lain untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi dan untuk menambah data yang diperlukan tetapi tidak diperoleh dari citra.
15
Meskipun citra menyajikan gambaran lengkap pada umumnya, masih diperlukan pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk menguji atau meyakinkan kebenaran hasil interpretasi citra bagi objek yang perlu diuji. Pekerjaan ini disebut uji medan (field check) yang terutama digunakan di beberapa tempat yang interpretasinya meragukan. Kunci interpretasi citra pada umumnya berupa potongan citra yang telah diinterpretasi serta diyakinkan kebenarannya dan diberi keterangan seperlunya. Keterangan ini meliputi jenis objek yang digambarkan, unsur interpretasinya dan keterangan tentang citra yang menyangkut jenis, skala, saat perekaman dan lokasi daerahnya (Anonim, 2011). Kunci interpretasi citra sebaiknya digunakan untuk daerah tertentu saja, yaitu yang dibuat untuk daerah A tidak seyogyanya diterapkan begitu saja untuk daerah B kecuali untuk kunci analog. 2.3 Penutupan Lahan Penutupan lahan (land cover) adalah objek fisik yang menutup permukaan tanah yang meliputi vegetasi (alami maupun tanaman), bangunan buatan manusia, tubuh air, es, batuan dan permukaan pasir (padang pasir) (Berrios, 2004). Penggunaan lahan (land use) adalah pemanfaatan lahan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Perubahan penggunaan lahan selalu berhubungan dengan aktivitas (campur tangan) manusia. Tipe penutupan lahan yang berbeda dapat digunakan untuk kegiatan yang sama atau tipe penutupan lahan yang hampir sama dapat dirancang untuk penggunaan lahan yang berbeda (Berrios, 2004). Penggunaan Lahan adalah bagaimana suatu lahan tersebut dikelaskan berdasarkan aktifitas manusia, sedangkan Penutupan Lahan adalah properti alamiah dari lahan tersebut (Raharjo, 2011). 16
Kondisi tutupan hutan dapat menjadi tolok ukur dalam melihat tingkat deforestasi dan degradasi lahan di suatu daerah. Melalui analisis citra satelit yang kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sekaligus ground check pada berbagai tipe tutupan lahan maka dapat diperoleh data kondisi tutupan lahan yang terkini. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan akurasi dan analisis data yang dilakukan. Dengan mengetahui informasi tutupan lahan terkini maka dapat menjadi dasar analisis perubahan tutupan lahan berdasarkan data-data pada kurun waktu sebelumnya (Anonim, 2011). Penutup lahan (land cover) bisa diartikan sebagai apa saja yang berada di permukaan atau menutupi permukaan tanah. Penutup lahan bisa dikenali dengan teknik penginderaan jauh. Penutup lahan memiliki atribut yang spesifik, yaitu vegetasi, cadangan karbon dan unsur hara, serta habitat untuk tumbuhan, hewan dan manusia. Jadi, padang rumput, pepohonan, hutan, padang pasir, lahan pertanian, bangunan, dsb merupakan elemenelemen penutup lahan. Penggunaan lahan (landuse) adalah tindakan manusia terhadap lahan dalam upaya untuk mencapai satu atau lebih tujuan. Jadi, pengertian penggunaan lahan berbeda dari penutupan lahan. Namun, pada suatu ketika kedua kata itu bisa memiliki pengertian yang sama, misalnya padang rumput penggembalaan (Didik Suprayogo, Widianto dan Kurniatun Hairiah, 2011). 2.4 Klasifikasi Terbimbing dan Klasifikasi tak Terbimbing Klasifikasi terbimbing (supervised) didasarkan pada pengguna dapat memilih sampel piksel-piksel dalam suatu citra yang mempresentasikan klas-klas kusus dan kemudian mengarahkan perangkat lunak pengolahan citra untuk
17
menggunakan
pilihan-pilihan
tersebut
sebagi
dasar
referensi
untuk
pengelompokan pixel-pixel lainya dalam citra tersebut (Murinto, 2009). Keakuratan klasifikasi terbimbing lebih baik dari pada klasifikasi tak terbimbing, tetapi juga bergantung pada kualitas gambar atau citra. Pada penggunaan dalam bidang tata guna lahan, pengelompokan secara terbimbing sangat bagus digunakan karena dengan ini kita dapat mengelompokkan klasklasnya sesuai dengan yang kita inginkan (Fardani, 2010). Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi
terhadap
kenampakan-kenampakan
yang
homogen
dengan
menggunakan teknik kuantitatif. Klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya disebut klasifikasi terbimbing atau klasifikasi terselia (supervised classification), dalam klasifikasi ini ada tiga tahap yaitu: a)
tahap penentuan sampling (training area), yang digunakan untuk menyusun kunci interpretasi dan mengembangkan nilai spektral setiap objek berdasarkan numerik spektral,
b) tahap klasifikasi adalah tahap pengelompokan pixel pada citra yang dibandingkan terhadap setiap kategori pada kunci interpretasi numerik, c)
tahap keluaran biasanya berupa peta tematik. Klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai
spektralnya disebut klasifikasi tak-terbimbing atau klasifikasi tak-terselia (unsupervised classification), dikenal dengan proses pengelompokan data menjadi sejumlah kelompok atau kelas (Miqdad. A, 2009).
18
2.5 DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah Aliran Sungai adalah suatu kawasan (daratan) yang mampu menampung, menyimpan air dan dialirkan ke sub-sub DAS, sungai utama dan akhirnya sampai ke laut.
Gambar 3. Macam-macam Bentuk Aliran Sungai Bentuk bulu burung disebut jalur anak sungai di kiri dan kanan sungai utama langsung mengalir ke sungai utama. DAS yang seperti ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil, namun banjir berlangsung lama. Bentuk melebar (radial) dimana anak-anak sungai terkosentrasi pada suatu titik secara radial. DAS yang karakteristik demikian berpotensi untuk terjadinya banjir besar didekat pertemuan anak sungai. Berbentuk sejajar (paralel) dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu dibagian hilir, apabila terjadi banjir maka akan terjadi di bagian hilir titiktitik pertemuan sungai tersebut (Widianto dan Hairiah, 2011).
19
Gambar 4. Cakupan kawasan DAS Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan
kehutanan
yang
bertujuan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional. Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. (Kaban, 2009) Penentuan batas suatu DAS dilakukan dengan delineasi igir. Delineasi merupakan kegiatan dalam pemisahan objek yang saling terpisah, yang masing memiliki kekhasan/karakteristik dalam hal rona da tekstur, dan untuk mengetahui batas atau tepi dari area yag saling terpisah. (Iswari, 2010)
20
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Pelaksanaan kegiatan PKPM dilakukan lebih kurang satu Enam Minggu yakni dari tanggal 29 April 2013 sampai dengan 18 Juni 2013. 3.1.2 Tempat Pelaksanaan PKPM dilaksanakan di Balai Pegelolaan daerah Aliran Sungai (BPDAS Agam Kuantan) Padang. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Adapun Alat yang digunakan dalam pembuatan PKPM adalah: 1) unit Laptop; 2) Software ENVI 4.5; 3) Software Arc Gis 3.2.2 Bahan Adapun Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan PKPM di BPDAS Agam Kuantan adalah: 1.
Citra Aster Kota Padang tahun 2011, band 1, band 2 dan band 3.
2.
Kertas
3.
Tinta Printer
21
3.3
Pelaksanaan
Alat dan Bahan
Identifikasi tata letak DAS Kuranji
Software ENVI 4.5 Software Arc Gis Komposit Band Pemotongan (Clip)
Pengambilan (ROI)
Pengelompokan data atribut
Klasifikasi (Supervised maximum likelihood) Trasver raster to vecor
Layout
Gambar 5. Skema Pelaksanaan interpretasi dan klasifikasi citra 1. Penyiapan Citra Penyiapan citra dilakukan dengan pemanggilan data citra aster (Vnir), pemaduan antara tiga band (merah, hijau dan biru) dan data citra tersebut akan tampil dengan kombinasi dari ketiga band tersebut. 2. Pengambilan Sampel ROI Sampel ROI atau pengambilan titik sampel dilakukan, dalam satu klas diambil titik sampel sebanyak empat titik, yang dilakukan secara acak, dengan memperhatikan delapan prinsip interpretasi citra.
22
3. Klasifikasi Klasifikasi dilakukan setelah semua pengambilan sapel (ROI) selesai, klasifikasi yang di lakukan sebanyak tujuh klas, dimana untuk klasifikasinya: 1) permukaan yang diperkeras itu masuk didalamnya: jalan, bangunan; 2) tubuh air: sungai, danau, laut; 3) lahan terbuka adalalah lahan yang tidak ditumbuhi apapun masuk didalamnya batu-batuan; 4) vegetasi kerapatan rendah berupa rerumputan; 5) vegetasi kerapatan sedang masuk didalamnya bunga dan tanaman semusim biasanya banyak ditemui di pekarangan rumah dan dipinggir bukit dan pegunungan; 6) vegetasi kerapatan tinggi didominasi oleh tanaman tahunan banyak terdapat di perbukitan dan pegunungan; 7) awan dari citra aster yang disaat pengambilan data citranya tutupan lahanya ternaungi oleh awan. 4. Pemotongan (Clip) Pemotongan dilakukan pada software pengolah data spasial, pemotongan data untuk memudahkan pada proses pengelompokan data atribut dari hasil klasifikasi citra. . 5. Pengelompokan Data Atribut Data atribut dikelompokkan dalam satu file, untuk memudahkan dalam perhitungan luas dan penggantian warna. 6. Layout Hasil akhir dari interpretasi citra aster adalah layout klasifikasi tutupan lahan DAS Kuranji tahun 2011. Menngambarkan klasifikasi tututupan lahan dan luasan dari masing-masing klasifikasi tutupan lahan tersebut.
23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pada Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa di BPDAS Agam Kuantan mempelajari tentang. 4.1.1 Gambaran Umum Instansi A. Sejarah Pada awal berdirinya Kementerian Kehutanan tahun 1972, ada Proyek yang bernama P2RPDAS (Proyek Perencanaan Reboisasi dan Penghijauan Daerah Aliran Sungai), selanjutnya pada tahun 1978 menjadi P3RPDAS (Proyek Perencanaan dan Pembinaan Reboisasi dan Penghijauan Daerah Aliran Sungai) yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, berkedudukan di Bukittinggi, dengan wilayah kerja meliputi Propinsi Sumatera Barat, itulah cikal bakal dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan. Kemudian pada Tahun 1983 berdirilah Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Wilayah II yang berkedudukan di Padang, dengan Sub Balai RLKT di Bukittinggi, Riau dan Jambi, yang merupakan penggantian dari P3RPDAS tersebut. Pada tahun 1998, berganti nama menjadi Balai RLKT Agam Kuantan, berkedudukan di Padang, dengan wilayah kerja meliputi Propinsi Sumatera Barat, dan Tahun 2002 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan. Kenapa dipilih nama Agam Kuantan, karena biasanya nama BPDAS diambil dari nama DAS yang terbesar di daerah yang bersangkutan.
24
Karena di Sumatera Barat, DAS yang besar adalah DAS Agam dan Kuantan, maka digabungkan menjadi BPDAS Agam Kuantan. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan berada di bawah Direktorat Pengelolaan DAS dan Direktorat Jenderal Penglolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan. Kantor Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan berada di Kota Padang, tepatnya adalah Jl. Khatib Sulaiamn no.46 Padang, Sumatera Barat. B. Visi dan Misi Instansi Visi Balai Pengeloaan DAS Agam Kuantan, yaitu:“Terwujudnya Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan sebagai pusat perencanaan dan pelayanan informasi pengelolaan DAS yang handal dan terpercaya.” Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, Misi Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan adalah: a.
Menyediakan informasi Pengelolaan DAS melalui mengembangan sistem informasi pengelolaan DAS.
b.
Melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi secara partisipatif, lebih terarah, efektif, efisien dan transparan
c.
Mengembangkan
kelembagaan
Pengelolaan
DAS
bagi
peningkatan
kesejahteraan masyarakat pada DAS. d.
Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan partisipasi masyarakat dalam Pengelolaan DAS.
e.
Kantor Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan menetapkan dan menguraikan tugas dari masing-masing Seksi seperti program pengelolaan DAS secara akurat yang disusun secara partisipatif. 25
f.
Melaksanakan pengembangan model pengelolaan DAS yang sesuai dengan kondisi setiap DAS.
C. Tugas dan Tanggung Jawab (Perusahaan) a.
Sub Bagian Tata Usaha Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bagian Tata Usaha Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 665 / Kpts - II / 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yaitu: melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan, perlengkapan, dan rumah tangga balai. Untuk mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bagian Tata Usaha tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.355/Menhut-II/2004 tanggal 28 September 2004 tentang Nama Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Kehutanan. Maka Susunannya adalah sebagai berikut : a. Penata Usaha Keuangan
g. Pemverifikasi Keuangan
b. Penata Usaha Pengembangan Kepegawaian
h. Penata Usaha Perlengkapan
c. Penata Usaha Mutasi Kepegawaian
i. Operator Radio Komunikasi
d. Penata Usaha Umum
j. Pengetik
e. Penata Usaha Pustaka
k. Caraka
f. Penata Usaha Keuangan
l. Pramu Kantor
b.
Seksi Program DAS Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Program DAS di Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Agam Kuantan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri
26
Kehutanan Nomor : 665 / Kpts - II / 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yaitu: melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, serta penyusunan program dan rencana pengelolaan daerah aliran sungai. Untuk mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bagian Tata Usaha tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.355/Menhut-II/2004 tanggal 28 September 2004 tentang Nama Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Kehutanan. Maka Susunannya adalah sebagai berikut : a.
Pengumpul Data Rencana dan Program Pengelolaan DAS
b.
Pengumpul dan Pengolah Data Potensi dan Kerusakan DAS
c.
Pengolah Data Rancangan Model Pengelolaan DAS
d.
Penelaah Data Rencana dan Program Pengelolaan DAS
e.
Penelaah dan Penyusun Data Potensi dan Kerusakan DAS
f.
Penelaah dan Penyusun Data Rancangan Model Pengelolaan DAS
c.
Seksi Kelembagaan DAS Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Kelembagaan DAS di Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 665 / Kpts - II / 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yaitu : melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi sistem kelembagaan masyarakat, pengembagaan model kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai. Untuk mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bagian Tata Usaha tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.355/Menhut-II/2004 27
tanggal 28 September 2004 tentang Nama Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Kehutanan. Maka Susunannya adalah sebagai berikut : a. Pengumpul dan Pengolah Data Pengembangan Kelembagaan DAS b. Penelaah dan Penyusun Data Kelembagaan DAS d.
Seksi Evaluasi DAS Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Seksi Evaluasi DAS di Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 665 / Kpts - II / 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yaitu : melakukan penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi, kelembagaan dan pengelolaan sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai. Untuk mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Sub Bagian Tata Usaha tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.355/Menhut-II/2004 tanggal 28 September 2004 tentang Nama Jabatan dan Uraian Jabatan Struktural dan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Kehutanan. Maka Susunannya adalah sebagai berikut : a. Pengumpul dan Pengolah Data Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan DAS b. Pengumpul dan Pengolah Data Sistem Informasi DAS c. Pengumpul dan Pengolah Data dan Statistik Pengelolaan DAS d. Penelaah dan Penyusun Bahan Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Lahan e. Penelaah dan Penyusun Bahan Pemantauan dan Evaluasi Sosial Ekonomi DAS f. Penelaah dan Penyusun Bahan Pemantauan dan Evaluasi Kelembagaan DAS g. Penelaah dan Penyusun Bahan Sistem Informasi DAS 28
h. Penelaah dan Penyusun Data dan Statistik Pengelolaan DAS i. Pengukur dan Pemetaan j. Operator GIS D. Kelompok Jabatan Fungsional Tugas Pokok Kelompok Jabatab Fungsional di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 665 / Kpts - II / 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yaitu : a.
Pengendali Ekosistem Hutan Tingkat Ahli
b.
Pengendali Ekosistem Hutan Tingkat Terampil
E. Struktur Organisasi Struktur organisasi mempunyai peranan penting untuk menjamin manajemen yang efektif pada perusahaan, struktur organisasi dihasilkan dari keputusan yang penting dalam organisasi, pembagian kinerja dan dasar perusahaan tersebut untuk mendelegasikan wewenang yang dimilikinya dan kepada siapa harus bertanggung jawab atas tugas yang dilimpahkan kepadanya. Pada struktur organisasi menunjukkan suatu posisi di atas lebih penting dan berpengaruh dibanding posisi yang dibawah.
Menurut Massie (1964)
organisasi adalah “Organisasi yang dirumuskan sebagai struktur dalam proses kelompok orang yang bekerjasama yang membagi tugas-tugasnya, menetapkan hubungan-hubungan
dan
menyatukan
aktifitas-aktifitasnya
kearah
tujuan
bersama”. Suatu dasar yang harus ada dalam menyusun struktur organisasi suatu instansi, organisasi tersebut harus flexible dan dapat menunjukkan garis 29
wewenang serta tanggung jawab secara jelas. Untuk dapat memenuhi adanya pengendalian dan pengawasan yang baik, hendaknya struktur organisasi dapat memisahkan fungsi operasional penyimpanan dan penataan instansi ini, gunanya untuk mencegah penyelewangan dan penggelapan. Adapun bentuk dari struktur organisasi menurut Stephen P Robbins (2001), dapat dibagi dalam beberapa bentuk yaitu :
Organisasi garis (Line Organization), yaitu struktur organisasi dimana suatu perintah dan tanggung jawab berasal dari seseorang atasan atau beberapa orang tertentu, dan tiap atasan ini mempunyai jumlah bawahan yang masing-masing bertanggung jawab kepada satu atasan.
Organisasi Fungsional (Fungsional Organization), yaitu suatu organisasi yang terdiri dati beberapa departemen dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda serta dikepalai oleh seorang manager yang mempunyai wewenang pada departemen yang dibawahnya.
Organisasi Garis dan Staf (Line and staff Organization), yaitu merupakan perpaduan dari sistem organisasi garis dan fungsional, bentuk organisasi ini didampingi oleh staf yang bertugas memberikan bantuan pemikiran dan sarasaran demi kelancaran tugas dari pimpinan dalam mencapai suatu tujuan. Kantor Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan
dipimpin oleh seorang Kepala Balai yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh para Seksi masing-masing bagian dan pegawai lainnya. Struktur organisasi yang dimiliki kantor BPDAS Agam Kuantan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Struktur Organisasi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan.
30
4.1.2 Letak Geografis Kota Padang Secara geografi kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatera dengan garis pantai sepanjang 84 km. Luas keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 km². Dan lebih dari 60% dari luas tersebut sekitar ± 434,63 km². Merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sementara selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Sedangkan keadaan topografi kota ini bervariasi, 49,48% luas wilayah daratan Kota Padang berada pada wilayah kemiringan lebih dari 40% dan 23,57% berada pada wilayah kemiringan landai. Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar maupun kecil yang terbagi dalam 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu : DAS Air Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Batang Arau, DAS Batang Kandis, DAS Batang Kuranji dan DAS Sungai Pisang. Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Padang dengan total panjang mencapai 155,40 km (10 sungai besar dan 13 sungai kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap banjir atau genangan. 4.1.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji Batang Kuranji merupakan nama sungai yang membelah kota Padang di Provinsi Sumatera Barat. Sungai ini berhulu pada sekitar Bukit Barisan antara kabupaten Solok dengan kota Padang dan bermuara di Samudera Hindia. Tingginya curah hujan serta faktor manusia yang menyebabkan perubahan karakteristik terutama pada daerah hulu menjadikan air dari aliran Batang Kuranji
31
ini pada musim hujan sering meluap dan menyebabkan banjir pada kawasan sekitarnya. Batang Kuranji memiliki aliran sungai sepanjang 17 km yang melintasi 3 kecamatan di kota Padang. Kecamatan Kuranji berada dalam jarak 5 km dari pusat kota. Batas administrasi DAS kuranji adalah : Utara Kecamatan Koto Tangah, Selatan Kecamatan Padang Timur, Barat Kecamatan Nanggalo dan Timur Kecamatan Pauh.
Gambar 19. Batas Administrasi Kota Padang Gambar 6. Batas Administrasi Kota Padang 4.1.4 Klasifikasi Tutupan Lahan DAS Kuranji Tutupan lahan DAS Kuranji diklasifikasikan kedalam tujuh klas yaitunya: Awan, Permukaan yang diperkeras, Lahan terbuka, Tubuh air, Vegetasi kerapatan rendah, sedang dan tinggi. Untuk klasifikasi permukaan yang diperkeras masuk didalamnya buatan manuasia (jalan raya, bangunan).
32
Dengan tujuh klasifikasi ini dapat mewakili tutupan lahan, disamping itu juga memepertimbangkan data citra Aster yang digunakan dalam interpretasi tersebut. Semakin banyak klasifikasi yang dilakukan maka hasil interpretasinya semakin bagus. Untuk membedakanya juga menjadi mudah, serta kenampakannya juga sangat jelas. Layout peta tutupan lahan DAS Kuranji dapat dilihat pada Gambar 7.
33
34
4.1.5 Persentase hasil klasifikasi dan luasan masing-masing dari klasifikasi tutupan lahan Hasil klasifikasi terdiri atas lahan terbuka, permukaan diperkeras, tubuh air, vegetasi kerapatan rendah, sedang dan tinggi, dimana semuanya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Luasan tutupan lahan DAS Kuranji No 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan Lahan terbuka Permukaan yang diperkeras Tubuh air Vegetasi kerapatan rendah Vegetasi kerapatan sedang Vegetasi kerapatan tinggi Awan
% 3 2 1 21 22 41 10
Luas (ha) 655 385 169 4.059 4.134 7.822 1.804
Grafik Luasan Tutupan Lahan DAS Kuranji Keterangan Lahan Terbuka 22%
41%
Permukaan yang diperkeras Tubuh air
21%
10%
Vegetasi kerapatan rendan Vegetasi kerapatan sedang
1% 2% 3%
Vegetasi kerapatan Tinggi Awan
Gambar 8. Grafik persentase tutupan lahan DAS Kuranji
35
4.2 Pembahasan 4.2.1 Klasifikasi Tutupan Lahan DAS Kuranji Tahun 2011 Klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan dengan klasifikasi terbimbing (supervised) untuk keakuratan klasifikasi terbimbing ini lebih baik dari pada klasifikasi tak terbimbing, tetapi juga bergantung pada kualitas gambar atau citra yang digunakan (Fardani, 2010). Tutupan lahan DAS Kuranji diklasifikasikan kedalam enam klas. pengelompokan dilakukan sebagai berikut : Permukaan yang diperkeras ditampilkan dengan warna merah jambu, lahan terbuka ditampilkan dengan warna abu-abu, tubuh air ditampilkan dengan warna biru, vegetasi kerapatan rendah ditampilkan dengan warna hijau muda, vegetasi kerapatan sedang ditampilkan dengan warna hijau dan vegetasi kerapatan tinggi ditampilkan dengan warna hijau tua dan informasi tambahan yaitu awan ditampilkan dengan warna putih, karena terlihat saat pengambilan data citra. Untuk klasifikasi permukaan yang diperkeras yang di tampilkan dengan warna merah jambu masuk didalamnya buatan manuasia (jalan raya, bangunan). Klasifikasi tubuh air yang ditampilkan dengan warna biru masuk di dalamnya sungai, danau, laut dan sebagainya.
36
4.2.2 Luasan Tutupan Lahan DAS Kuranji Dari hasil perhitungan luas tutupan lahan DAS Kuranji
tahun 2011.
Persentase tutupan lahan yang paling dominan adalah vegetasi kerapatan tinggi mencapai 41% dengan luasan 7.822 ha. Untuk vegetasi kerapatan sedang 22% luas 4.134 ha, vegetasi kerapatan rendah dengan persentase luasan 21% dengan luas 4.059 ha, lahan terbuka 3% dengan luasan 655 ha. Untuk Permukaan yang diperkeras mencapai 2% dengan luas 385 ha. Tubuh air hanya 1% dengan luas 169 ha. Dan lahan terbuka 655 ha. Dan untuk informasi tambahan yang tertutup awan mencapai 10 % dengan luasannya 1.804 ha. Berdasarkan Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, untuk meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS. Jadi untuk DAS kuranji ini kawasan hutanya tergolong baik, karena masih melebihi 30%. Dan perlu ditinjau lagi dari aspek lahan kritis dan penggunaan lahanya.
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpuan Dari Pelaksanaan Pengalaman Keja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Klasifikasi tutupan lahan DAS Kuranji dilakukan sebanyak enam klas yaitu : vegetasi kerapatan tinggi, vegetasi kerapatan sedang, vegetasi kerapatan rendah, permukaan yang diperkeras, tubuh air dan lahan terbuka. 2. Dari identifikasi yang dilakukan terhadap tutupan lahan DAS Kuranji diperoleh hasil untuk vegetasi kerapatan tinggi mencapai 41% luasan 7.822 ha, vegetasi kerapatan sedang dan rendah 22%, luasan vegetasi kerapatan sedang 4.134 ha dan untuk vegetasi kerapatan rendah 4.059 ha, permukaan yang diperkeras 2% luasan 385 ha, tubuh air 1% luasan 169 ha, dan lahan terbuka 655 ha 3%. Untuk informasi tambahan yang tidak digolongkan pada tutupan lahan adalah awan dengan luasan 1.804 mencapai 10%. 5.2 Saran 1. Sebaiknya digunakan citra dengan tutupan awan yang lebih kecil agar semua kenanpakan dari tutupan lahan tersebut terlihat jelas.
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Survey Lapangan tutupan Lahan 2011 di kabupaten Berau http://www.karbonhutanberau.org/id/2011/11/survey-lapangan-tutupanlahan-2011-di-kabupaten-berau/html. (1 juni 2013). Anonim, 2012. Karakteristik Citra Aster. http://geodatamap.blogspot.com/p/aster.html. (1 juni 2013). Berrios, P.H., 2004.Spatial Analysis of The Differences Between Forest Land Use and Forest Cover Using GIS and RS. A case study in Telake Watershed, Pasir district, East Kalimantan.MSc Thesis. ITC The Netherlands Brooks, K. N., P. F. Folliott, H. M. Gregersen, and J.L Thames, 1992. Hydrology and the Management of Watersheds. Iowa State University Press, Ames. USA. Colwell, 1997. Inter Pretasi foto atau citra. Malang. (13 juli 2013). Fardani, Irland, 2010. Klasifikasi Supervise dan Unsupervise http://irland.gisoption.com/index.html (13 juli 2013.)
.
ITB,
Iswari, 2010. Interpretasi Citra Pegindraan Jauh. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Jensen, John R. 2000. Remote Sensing of the Environment, Prentice Hall, (24 Juli 2013) Janssen, L.F.L and Huurneman C.G. 2001. Principles of Remote Sensing. ITC Educational Texbooks Series. ITC, Enshede, Netherlands. Kaban, 2009.Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Depertemen Kehutanan Repoblik Indonesia. Jakarta. Lillesand and Kiefer, 1994. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan penutupan Lahan. Yogyakarta. Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon Villey and Sons, New York. Lillesand, Thomas M. ( Penerjemah Dulbhri, Suharsono P, Suharyadi S). 1990. Remote Sensing and Image Interpretation Diterjemahkan Dalam bahasa Indonesia : Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: gadjah mada University Press.
39
Masya, 2013. Unsur Interpretasi citra. http://masyaclick.blogspot.com/2013/01/unsur-interpretasi-citra.html Miqdad Anwarie, 2009. Tutorial Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Metode Segmentasi Murinto, Kasno. 2009. Diference Unsupervised dan Supervised Image Clustering. http://blog.uad.ac.id/murinto (13 juli 2013). Pandhito, Panji 2012. Contoh Penerapan Citra Aster Untuk Monitoring Permukaan Bumi. www.pandhitopanji_F.org/rsrc/asterindex.html. (13 Juli 2013) Puntodewo, 2003. Reflektansi objek pada Berbagai Panjang Gelombang (24 Juli 2013) Raharjo, 2011. Penutupan dan Penggunaan Lahan http://www.raharjo.org/nature/penutupan-dan-penggunaan-lahan.html (24 Juli 2013 Rindi, 2011. Interpretasi Foto Udara. http://interpretsifotoudara.blogspot.com/2011/11/interpretasi-foto-udaraifu.html (24 Juli 2013). Sanjaya, Hartanto. 2010. Image Fusion Trik Mengatasi Keterbatasan Citra. (24 Juli 2013) Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widianto dan Hairiah. 2011. Pengertian Pengelolaan DAS, Malang. (26 juli 2013) Wikipedia, 2013. Daerah Aliran Sungai. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_aliran_sungai (24 Juli 2013)
40
Lampiran 1. Struktur Organisasi Instansi BPDAS Agam Kuantan
Struktur Organisasi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan
KEPALA BALAI (Ir. Heru Biakto, MM) SUB BAGIAN TATA USAHA (Ahmanuddin Bayer, SP)
SEKSI PROGRAM DAS (Ir. Indra Suherman)
SEKSI KELEMBAGAAN DAS (Ir. H. Yeni Fetra)
SEKSI EVALUASI DAS (Ronnald Luhulima, S.Hut.T)
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKSI EVALUASI DAS
SEKSI KELEMBAGAAN DAS
SEKSI PROGRAM DAS
Sumber : Kantor BPDAS Agam Kuantan Tahun 2013 41
SUB BAGIAN TATA USAHA
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan PKPM, Instansi BPDAS Agam Kuantan
42
http://geomatika07.wordpress.com/2009/02/16/interpretasi-foto-udara/
Agustina, Gina D.F.2008. Pemrosesan Citra Digital Multispketral (Aster) untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Daerah Yogyakarta. Laporan Studi Kasus I. Yogyakarta
http://www.pandhitopanji-f.org/rsrc/aster/index.html
Sitorus, 2006. Klasivikasi penutupan lahan
(Ford, 1979 in Sutanto, 1992)
http://geodatamap.blogspot.com/p/aster.html http://id.wikipedia.org/wiki/Kuranji,_Padang
http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_Kota_Padang 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Citra 30 mei 2012 4 TUTORIAL KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN METODESEGMENTASI – ENVI ZOOM 4.5 Miqdad Anwarie, 0906515004Geografi UI (http://www.academia.edu/2968404/Klasifikasi_Tutupan_Lahan_Menggunakan_Metode_Seg mentasi) 5 (http://id.wikipedia.org/wiki/Fotografi_Udara_dan_Interpretasi_Citra_Satelit
6 http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/teknik-interpretasi-citra-data acuan.html
43
7 http://id.wikipedia.org/wiki/Batang_Kuranji 8 http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:WilayahPadang.jpg&filetimesta mp=20100723190756 http://id.wikipedia.org/wiki/Peta (Lillesand dan Kiefer, 1994) Menurut (Miqdad Anwarie 2013)
44