I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan dengan pola tanam padi-padi-palawija. Penanaman kedelai setelah penanaman padi di lahan sawah mempunyai keuntungan teknis, yaitu: (1) menekan populasi beberapa macam hama dan penyakit, (2) pemanfaatan air menjelang musim kemarau lebih efisien, (3) memelihara kesuburan tanah, karena penanaman monokultur padi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadi defisiensi nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K) dan timbulnya zat-zat beracun bagi tanaman antara lain besi (Fe), mangan (Mn), aluminium (Al), boron (B) dan lain-lain (yang dapat menyebabkan kondisi tanah dengan aerasi jelek, padat dan keras kalau mengering) (Yoshida, 1978), dan (4) meningkatkan intensitas tanam/produktivitas lahan karena pada saat musim kemarau lahan tidak dibiarkan bero. Penanaman kedelai di lahan sawah juga menguntungkan karena tidak memerlukan pengolahan tanah sehingga dapat mempercepat waktu tanam dan menghemat biaya. Penanaman kedelai di lahan sawah selain memiliki banyak keuntungan juga mempunyai kendala disebabkan perbedaan kebutuhan kondisi lahan antara padi dengan kedelai. Tanaman padi membutuhkan kondisi lahan yang jenuh air, tetapi pada kondisi demikian tanaman kedelai akan terganggu pertumbuhannya. Tanaman kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia karena merupakan tanaman aerob, yang akarnya memerlukan oksigen untuk bernafas. Oksigen ini juga diperlukan oleh organisme dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman. Oleh karena itu, pemberian air pada tanaman kedelai diusahakan pada
2 kondisi kapasitas lapangan (field capacity). Pada kondisi ini tersedia komponen air dan udara yang optimum untuk pertumbuhan tanaman (Harsono, 1982). Penanaman kedelai di lahan sawah setelah penanaman padi, khususnya di tanah lempung berat, sering dihadapkan pada persoalan waktu tunggu tanam yang cukup lama. Hal ini disebabkan pada waktu tanaman padi dipanen, kadar lengas tanah sawah biasanya masih terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman kedelai, sedangkan laju penurunan lengas tanah biasanya rendah. Penanaman kedelai yang dipaksakan dalam kondisi ini tidak akan memberikan hasil karena benih kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik di tanah dengan kadar lengas terlalu tinggi. Persoalan lain yang dihadapi adalah kondisi curah hujan yang tidak pasti karena di daerah muson seperti di Indonesia batas antara musim kemarau dan musim penghujan tidak jelas. Hujan yang turun pada saat benih sudah ditanam dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena biji kedelai yang baru tumbuh dapat busuk atau mati jika terjadi genangan air. Pengunduran waktu tanam kedelai dapat mengakibatkan resiko kekurangan air di musim kemarau dan meningkatnya kebutuhan air di akhir periode pertumbuhan tanaman. Menurut Adisarwanto (2007) hasil penelitian pada penanaman kedelai di lahan sawah menunjukkan bahwa penanaman harus dilakukan paling lambat 7 hari setelah padi dipanen. Penundaan penanaman dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai 50%. Oleh karena itu, perlu rekayasa yang dapat membantu meningkatkan laju penurunan lengas tanah, terutama pada lapisan olah. Dari rekayasa tersebut diharapkan segera tercipta kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan awal tanaman kedelai. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pengatusan yang sesuai.
3 Sistem pengatusan yang biasa digunakan dalam penanaman kedelai di lahan sawah adalah pembuatan saluran terbuka dengan jarak 3 – 5 m. Saluran biasanya dibuat dengan kedalaman 25 – 30 cm dengan lebar 20 – 25 cm (Adisarwanto, 2007). Pada tanah sawah yang memiliki kandungan lempung tinggi dengan permeabilitas rendah/sangat rendah, sistem pengatusan dengan saluran terbuka saja belum cukup untuk mempercepat laju penurunan kadar lengas tanah. Penggunaan sistem pengatusan lorong (mole drainage) merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk kondisi tanah seperti ini. Lorong pengatus (mole drain) biasanya dibuat di daerah sub tropis yang merupakan lahan kering pada kedalaman lebih dari 60 cm. Pada kedalaman ini pembuatan lorong umumnya tidak mengalami kesulitan karena kondisi permukaan tanah cukup kuat untuk menyangga traktor dan lebih mudah menghasilkan lorong yang stabil. Lorong pengatus di lahan sawah yang akan ditanami kedelai tidak dapat dibuat seperti yang biasa dibuat di daerah sub tropis karena dapat merusak lapisan kedap (hard pan) yang biasanya berada pada kedalaman 20 – 40 cm. Pengatusan dapat dilakukan dengan membuat lorong-lorong pengatus yang lebih dangkal, yaitu tepat di atas lapisan hardpan. Lorong yang dibuat diharapkan dapat berfungsi untuk mempercepat laju penurunan lengas lapisan tanah di atasnya (lapisan olah). Jika laju penurunan lengas meningkat, kondisi kapasitas lapangan lebih cepat tercapai sehingga penanaman kedelai dapat segera dilakukan. Lorong pengatus juga diharapkan dapat menampung air yang diatuskan untuk beberapa waktu sehingga ada kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan awal kedelai. Pembuatan lorong pengatus pada posisi yang relatif dangkal, yaitu kurang dari 40 cm (lorong pengatus dangkal), secara teoritis, resiko terolahnya lapisan di
4 atas lorong sangat tinggi. Oleh karena itu untuk pembuatan lorong pengatus dangkal harus memperhitungkan perbandingan antara kedalaman lorong dan lebar kerja alat pembuat lorong. Menurut Bennet dkk. (2004), kedalaman kritis lorong pengatus sekurang-kurangnya adalah 6 kali diameter pembuat lorong. Di atas kedalaman kritis, alat akan cenderung menggemburkan tanah. Di bawah kedalaman kritis, alat akan memadatkan tanah (Godwin dkk., 1981). Hal ini disebabkan semakin dalam lorong pengatus, kecenderungan alat untuk menggemburkan tanah di atas lorong semakin kecil (Muller, 1988). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengatusan lahan sawah untuk persiapan penanaman palawija/kedelai dengan menggunakan bajak lorong (mole plow). Sebuah prototipe alat mekanis pembuat lorong pengatus untuk lahan sawah beririgasi (bajak lorong/mole plow) dengan sumber daya penggerak traktor mini telah dibuat oleh Rozaq dkk. (1993). Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa pembuatan lorong pengatus dengan kedalaman 15 cm pada tanah bertekstur geluh pasiran, dengan jarak antar lorong 75 cm, dapat mencapai laju penurunan kadar lengas tanah 3 kali dari petak kontrol. Penelitian yang berkaitan dengan lorong pengatus dangkal di lahan sawah untuk persiapan penanaman palawija/kedelai juga dilakukan oleh Purwantana (1993, 1994), Waluyo (1996), dan Puspito (1997). Purwantana (1993) meneliti tentang rancang bangun kaki bajak lorong dan pengaruhnya terhadap laju penurunan lengas tanah. Hasil penelitian menyatakan bahwa kaki bajak dengan lebar 10 mm menghasilkan celah lorong yang relatif stabil dengan retakan yang cukup untuk lahan dengan kadar lempung ringan, sedang dan berat. Retakan-retakan yang terbentuk akan berpengaruh terhadap laju penurunan lengas tanah. Purwantana (1994) juga meneliti pengaruh kandungan
5 lempung terhadap stabilitas lorong pengatus. Hasil penelitian menyatakan bahwa stabilitas lorong pengatus dipengaruhi oleh kandungan lempung. Berdasarkan karakteristik laju perubahan geometri celah alur dan lorong pengatus, kandungan lempung antara 20% sampai 50% merupakan kondisi yang cukup baik untuk pembuatan lorong pengatus. Waluyo (1996) meneliti tentang kinerja lubang penyimpan air pada sistem pengatusan lorong dalam menjaga kelengasan untuk budidaya palawija di lahan sawah. Dalam penelitiannya, bajak lorong dilengkapi dengan bor yang berfungsi untuk membuat lubang penyimpan di sepanjang lorong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pola distribusi lengas tanah, semakin
pendek
jarak
antar
lubang,
semakin
besar
kemampuan
tanah
mempertahankan lengas. Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada kemungkinan penggunaan sistem pengatusan lorong untuk mengatasi masalah pengatusan di lahan sawah yang akan digunakan untuk budidaya tanaman selain padi. Namun untuk dapat mengembangkan sistem pengatus ini, masih banyak masalah yang memerlukan penelitian lebih lanjut seperti: hubungan rancang bangun bajak lorong dengan deformasi tanah dan kualitas lorong yang terbentuk, hubungan sifat fisik mekanik tanah dengan sumber daya tarik bajak lorong, hubungan sifat fisik mekanik tanah dengan deformasi tanah dan kualitas lorong yang terbentuk, hubungan deformasi dan kualitas lorong pengatus dengan proses pengatusan, penentuan jarak optimum lorong pengatus, kemungkinan penyimpanan air yang diatuskan di dalam lorong, dan lain-lain. Tujuan utama pembuatan lorong pengatus dangkal di lahan sawah yang akan ditanami kedelai adalah meningkatkan laju penurunan lengas tanah di lapisan
6 olah sehingga kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan awal tanaman kedelai dapat segera tercapai. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju penurunan lengas tanah adalah deformasi tanah yang terjadi akibat pembentukan lorong pengatus. Deformasi tanah menyebabkan terjadi perubahan kondisi fisik tanah seperti perubahan porositas tanah, kekuatan tanah, serta terbentuknya saluran di dalam tanah. Perubahan kondisi tanah ini akan menyebabkan perubahan potensial tekanan lengas tanah karena porositas tanah perpengaruh terhadap potensial matriks tanah. Terbentuknya saluran di dalam tanah berpengaruh terhadap beda potensial tekanan lengas. Perubahan potensial tekanan lengas tanah akan berpengaruh terhadap gerakan lengas tanah. Penelitian ini difokuskan pada deformasi tanah yang terjadi akibat interaksi antara bajak lorong dengan tanah pada saat pembentukan lorong pengatus dangkal dan pengaruhnya terhadap dinamika lengas tanah dalam kaitannya dengan percepatan jadwal tanam kedelai. Penelitian juga diharapkan dapat melihat potensi lorong pengatus dalam menyimpan dan menyediakan lengas tanah untuk pertumbuhan awal tanaman kedelai. Gerakan lengas tanah, terutama gerakan lengas tanah kondisi tak jenuh (unsaturated) sangat kompleks karena tanah merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, dan sangat rumit untuk memisahkan variabel yang saling berpengaruh dalam sistem tersebut. Gerakan lengas tanah dipengaruhi oleh banyak variabel yang berkaitan dengan energi potensial lengas (soil water potential). lapangan akan sulit mengontrol variabel-variabel tersebut. Untuk
Pengujian di mengetahui
pengaruh keberadaan lorong pengatus terhadap gerakan lengas tanah dan mengeliminir pengaruh variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap gerakan lengas tanah, penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan
7 model fisik bajak lorong (mole plow). Lorong pengatus dibuat pada tanah sawah yang dijaga homogenitasnya dan dikondisikan agar menyerupai kondisi di lapangan. 1.2 Perumusan Masalah Kondisi tanah sawah setelah panen padi biasanya masih jenuh air sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan benih kedelai karena genangan air dapat menyebabkan benih kedelai busuk atau mati. Tanah sawah dengan kandungan lempung tinggi biasanya memiliki permeabilitas rendah sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan awal tanaman kedelai. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
laju
penurunan
kadar
lengas
tanah
pada
lapisan
tempat
berkecambahnya biji kedelai. Meningkatnya laju penurunan lengas tanah akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan benih kedelai, sehingga dapat membuka peluang untuk mempercepat penanaman kedelai di lahan sawah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju penurunan lengas tanah adalah dengan membuat lorong pengatus di atas hardpan. Selain untuk menurunkan kadar lengas lapisan tanah di atasnya. Terdapatnya hardpan pada lapisan tanah di bawah lorong, diharapkan dapat menahan lengas tanah yang diatuskan dari lapisan tanah di atasnya. Pengaruh pembuatan lorong pengatus terhadap laju penurunan lengas tanah dan potensi lorong pengatus dalam menyimpan air dapat diketahui jika gerakan lengas tanah setelah pembentukan lorong pengatus telah diketahui. Gerakan lengas tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah yang berkaitan dengan kemampuan tanah
8 meloloskan air, serta kualitas lorong yang berkaitan dengan fungsinya untuk mengatuskan. Kualitas lorong yang terbentuk dipengaruhi oleh deformasi tanah yang terjadi pada saat pembentukan lorong pengatus. Deformasi tanah akibat interaksi antara bajak lorong dengan tanah akan berpengaruh terhadap gerakan lengas tanah karena deformasi tanah dapat merubah kondisi fisik tanah yang berkaitan dengan kemampuan tanah meloloskan air (lengas). Hubungan antara deformasi tanah pada pembentukan lorong pengatus dan gerakan lengas tanah penting untuk mengetahui kualitas lorong pengatus yang terbentuk berkaitan dengan fungsinya untuk meningkatkan laju penurunan lengas tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendeskripsikan karakteristik deformasi tanah akibat pembentukan lorong pengatus dan gerakan lengas tanah setelah pembentukan lorong pengatus. Berdasarkan karakteristik deformasi dan gerakan lengas tanah, dapat dianalisis pengaruh deformasi tanah terhadap gerakan lengas tanah. Gerakan lengas tanah setelah pembentukan lorong pengatus, dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh lorong pengatus terhadap peluang percepatan jadwal tanam palawija, serta potensi lorong pengatus dalam menyimpan air. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan karakteristik deformasi tanah yang terjadi sebagai akibat interaksi bajak lorong dan tanah pada saat pembentukan lorong pengatus. 2. Mendeskripsikan pengaruh deformasi tanah terhadap gerakan lengas tanah setelah pembentukan lorong pengatus.
9 3. Mengetahui pengaruh lorong pengatus terhadap peluang percepatan jadwal tanam kedelai. 4. Mengetahui potensi lorong pengatus dalam menyimpan dan menyediakan lengas tanah. 1.4. Batasan Penelitian Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Deformasi tanah dipandang sebagai dampak interaksi antara bajak lorong dengan tanah pada saat pembentukan lorong pengatus tanpa melihat proses yang terjadi. 2. Penelitian difokuskan pada gerakan lengas tanah sebagai akibat terjadinya deformasi tanah. 3. Gerakan lengas tanah dilihat dari perbedaan kadar lengas satu titik terhadap titik yang lain pada jarak atau kedalaman yang berbeda, atau perbedaan kadar lengas suatu titik pada waktu yang berbeda. 4. Kadar lengas tanah yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan waktu penanaman kedelai adalah kadar lengas tanah pada kondisi kapasitas lapangan. 5. Potensi lorong dalam menyimpan lengas tanah dilihat dari pola perubahan kadar lengas. 1.5 Kebaruan Beberapa penelitian yang berkaitan dengan lorong pengatus (mole drainage) dan lorong pengatus dangkal di lahan sawah untuk persiapan penanaman kedelai telah dilakukan. Demikian juga penelitian tentang deformasi dan gerakan lengas tanah yang berkaitan dengan sistem lorong pengatus telah dilakukan, diantaranya dilakukan oleh Godwin dkk. (1981), Leeds-Harrison dkk. (1982), Spoor dkk. (1982),
10 Goss dkk. (1983), Spoor dan Ford (1987), Muller (1988), Davies dan Adey (1991), Rozaq (1992), Rozaq dkk. (1993), Purwantana (1993), Purwantana (1994), Waluyo (1996), Puspito (1997), Christen dan Spoor (2001), Rodgers dkk. (2003), Karmakar dan Kuswaha (2006), James dkk. (2007), Suleiman (2008), Quan-Jiu dkk. (2009), serta Schwen dkk. (2009). Hasil-hasil penelitian mereka disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan lorong pengatus dan gerakan lengas tanah. No.
Peneliti
1.
Godwin dkk. (1981)
2.
Leeds-Harrison dkk. (1982)
3.
Spoor dkk. (1982a)
4.
Spoor dkk. 1982b
5.
Goss dkk. (1983)
6.
Spoor dan Ford (1987)
7.
Muller (1988)
Hasil Penelitian Mengemukakan konsep kedalaman kritis untuk peralatan yang memiliki perbandingan yang besar antara kedalaman dan lebar kerja. Di atas kedalaman kritis, alat akan cenderung menggemburkan tanah. Di bawah kedalaman kritis, alat akan memadatkan tanah Pada tanah liat dengan struktur yang baik, secara signifikan lorong pengatus dengan celah yang sangat besar merespon pengatusan lebih cepat terhadap curah hujan. Penelitian ini mengemukakan pentingnya retakan di atas lorong dalam mempercepat laju pengatusan lengas tanah di atas lorong. Ada beberapa mekanisme keruntuhan lorong pada sistem lorong pengatus. Kemampuan memperkirakan mekanisme keruntuhan lorong sangat penting untuk menilai sesuai tidaknya suatu tanah untuk menerima sistem pengatusan lorong. Mekanisme keruntuhan suatu lorong dipengaruhi oleh geseran, pengembang-pengkerutan dan sifat viscositas tanah. Sementara itu, keruntuhannya sendiri tergantung pada berat volume tanah dan jenis mineral lempungnya Pada tanah lempung berat, air hujan dominan mengalir secara langsung melalui retakan pada plot yang dibuat lorong pengatus. Meneliti tentang mekanika kerusakan lorong pengatus Ketahanan lorong sangat tergantung pada konsistensi tanah dan kedalaman lorong.
11
8.
Davies dan Adey (1991)
9.
Rozaq (1992)
10.
Rozaq dkk. (1993)
11.
Purwantana (1993)
12.
Purwantana (1994)
13.
Waluyo (1996)
Pembuatan lorong yang dilakukan pada tanah yang mengandung air bebas (free water) cenderung tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Dalam hubungannya dengan kedalaman, semakin dalam lorong pengatusan, tingkat ketahanan lorong semakin meningkat. Penggunaan polyacrylamide pada lorong menghasilkan dinding yang lebih halus dan menghasilkan sedimen yang lebih sedikit. Model ini juga dapat digunakan untuk meneliti manfaat polyacrylamide pada stabilitas saluran lorong serta aspek-aspek lain. Penelitian ini berhasil mengidentifiksi beberapa pola patahan tanah yang disebabkan pembuatan lorong pengatus. Pola patahan yang dominan adalah patahan lokal di bagian atas dinding lorong. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa faktor rancang bangun alat berpengaruh terhadap pola patahan tanah di atas permukaan tanah dan kebutuhan tenaga pemotongan. Penelitian menghasilkan prototype alat mekanis pembuat lorong pengatus lengas tanah untuk lahan beririgasi dengan sumber daya penggerak traktor mini. Alat yang dihasilkan dapat meningkatkan laju penurunan kadar lengas tanah pada kedalaman 10 cm Kaki bajak dengan lebar 10 mm mengasilkan celah lorong yang relative stabil dengan retakan yang cukup untuk lahan dengan kadar lempung ringan, sedang dan berat. Berdasarkan karakteristik laju perubahan geometri celah alur dan lorong pengatus, kandungan lempung antara 20% sampai 50% merupakan kondisi yang cukup baik untuk pembuatan lorong pengatus. Pembuatan lorong pengatus pada tanah dengan kadar lempung lebih dari 60% tidak efektif karena terjadi penyempitan celah lorong yang berlebih sehingga secara fungsional kurang membantu proses percepatan penurunan kadar lengas. Pembuatan lorong pengatus pada tanah dengan kadar lempung kurang dari 15% tidak efektif karena terjadi proses keruntuhan yang berlebih sehingga fungsi lorong tidak optimal. Berdasarkan pola distribusi lengas tanah, semakin pendek jarak antar lubang, semakin besar kemampuan tanah mempertahankan
12 14. 15. 16.
17.
18. 19. 20. 21. 22. 23.
lengas. Puspito (1997) Mengembangkan persamaan matematis untuk memprediksi besarnya gaya penarikan bajak lorong. Christen dan Spoor Membandingkan berbagai metode untuk (1999) mengurangi tingkat aliran air irigasi ke saluran mole dan pengaruhnya terhadap stabilitas mol. Christen dan Spoor Dalam kondisi basah saluran lorong pengatus (2001) dengan menggunakan bajak berkaki sudut membuktikan lebih stabil dibanding menggunakan bajak berkaki lurus pada tanah yang tidak stabil. Rodgers dkk. (2003) Model menunjukkan bahwa jarak lorong 1,075 m dapat mengontrol watertable dengan baik, sedangkan jarak lorong 2 m gagal mengontrol kejenuhan topsoil pada kondisi curah hujan stabil 5 mm/hari. Haws dkk. (2005) Mengajukan model single-porosity dan dualporosity aliran air pada pengatus bawah permukaan lahan Karmakar dan Kuswaha Mengajukan model dinamika interaksi alat-tanah (2006) ditinjau dari perspektif aliran fluida. James dkk. (2007) Lebar celah yang terbentuk pada pembentukan lorong pengatus merupakan fungsi lebar kaki bajak dan jarak lorong pengatus. Suleiman (2008) Menghasilkan model dinamika lengas tanah harian selama pengatusan vertikal dengan menggunakan konsep aliran masuk. Quan-Jiu dkk. (2009) Menggunakan persamaan Richards untuk menganalisis infiltrasi dan redistribusi air pada tanah tak jenuh Schwen dkk. (2009) Mengajukan model dinamika lengas tanah dengan sifat-sifat hidrolik tanah sebagai variabel waktu Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sudah menganalisis tentang
bentuk, stabilitas dan keruntuhan lorong, kondisi tanah yang sesuai, geometri dan stabilitas lorong, gaya mekanis dan deformasi tanah terjadi pada pembentukan lorong, serta proses pengatusan akibat pembentukan lorong pengatus, tetapi belum ada yang menganalisis hubungan antara deformasi tanah akibat pembentukan lorong pengatus dengan gerakan lengas tanah, serta hubungannya dengan kemungkinan
13 percepatan jadwal tanam. Penelitian ini merupakan analisis untuk mendeskripsikan deformasi tanah yang terjadi sebagai akibat interaksi tanah dan alat pada saat pembentukan lorong pengatus dan pengaruhnya terhadap gerakan lengas tanah setelah pembentukan lorong. Penelitian juga melakukan analisis untuk melihat pengaruh keberadaan lorong pengatus terhadap kemungkinan percepatan jadwal tanam kedelai serta melihat potensi lorong pengatus dalam menyimpan dan menyediakan lengas tanah untuk pertumbuhan awal tanaman kedelai. Sumbangan baru yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah menambah khasanah ilmu dalam bidang fisika dan mekanika tanah, melalui pengetahuan tentang karakteristik deformasi tanah sebagai dampak interaksi antara bajak lorong dengan tanah (tanah sawah) pada pembentukan lorong pengatus, serta pengaruh deformasi tanah terhadap gerakan lengas tanah pada sistem lorong pengatus dangkal di tanah sawah dalam kaitannya dengan peluang percepatan jadwal tanam kedelai. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1.
Sebagai
dasar
pengembangan
sistem lorong pengatus dangkal untuk
mempercepat penanaman kedelai di lahan sawah, terutama untuk tanah sawah dengan permeabilitas sangat lambat. 2.
Sebagai salah satu metode alternatif untuk mempercepat penurunan kadar lengas pada tanah sawah, terutama tanah-tanah dengan permeabilitas rendah/sangat rendah, yang digunakan untuk budidaya tanaman yang tidak tahan terhadap kelebihan air.
3.
Sebagai dasar pengembangan penelitian yang berkaitan dengan masalah pengatusan dalam (internal drainage).