1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten
menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan), pro-job (pro penciptaan lapangan kerja), dan pro-poor (pro kemiskinan). Track pertama, dilakukan dengan meningkatan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Pembangunan nasional terus diarahkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, guna menurunkan tingkat kemiskinan dan menciptakan kesempatan kerja (RPJM Nasional, 2010). Program pembangunan pro-growth, pro-job, dan pro-poor
ini
memerlukan biaya yang sangat besar. Kebijakan pembiayaan diarahkan pada penggunaan
sumber-sumber
pembiayaan yang stabil
serta beban dan risiko seminimal
dan
berkelanjutan,
mungkin. Sumber pembiayaan domestik
relatif aman terhadap resiko fluktuasi perekonomian global, dibandingkan dengan sumber pembiayaan luar negeri. Salah satu sumber pembiayaan domestik berasal dari tabungan nasional atau disingkat dengan tabungan. Tabungan terdiri dari tabungan
pemerintah
dan
tabungan
swasta/masyarakat.
Tabungan
swasta/masyarakat dapat dibagi menjadi tabungan perusahaan (swasta dan pemerintah) dan tabungan rumah tangga.
2
Menurut data BPS bahwa selama kurun waktu 2004-2009 total tabungan bruto cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata setahun sebesar 26,62 persen. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 53,25 persen. Pada tahun 2008 tabungan bruto perusahaan tumbuh sebesar 53,25 persen, rumah tangga sebesar 40,52 persen dan pemerintah 36,05 persen. Sedangkan, pada tahun 2009 terjadi penurunan pertumbuhan pada masing-masing sub sektor, pertumbuhan perusahaan sebesar 25,64 persen, rumah tangga 17,60 persen dan pemerintah minus 32,25 pesen. Kondisi ini disebabkan oleh adanya krisis global yang melanda hampir di seluruh kawasan dunia termasuk Indonesia. Penurunan pertumbuhan pada sub sektor pemerintah pada tahun 2009 disebabkan karena adanya peningkatan pengeluaran rutin pemerintah.
Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009 Gambar 1.1. Pertumbuhan tabungan bruto menurut sub sektor, 2004-2009 (persen)
3
Demikian pula bila dilihat secara level, tabungan bruto selama periode 2004-2009 tabungan bruto terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 total tabungan bruto mengalami peningkatan hingga 1.738,24 triliun rupiah. Sedangkan jika dilihat secara sektoral, tabungan perusahaan (swasta dan perusahaan pemerintah) merupakan level paling tinggi, yaitu sebesar 1.025,85 triliun rupiah kemudian diikuti rumah tangga sebesar 398,81 triliun dan pemerintah sebesar 155,24 triliun dan sisanya tabungan sektor keuangan. Tabel 1.1. Tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (triliun rupiah) Sektor
Tahun 2006 2007
2004 2005 2008*) A. BUKAN 505,63 737,22 832,94 953,15 1.385,07 KEUANGAN 1. Pemerintah 101,8 108,81 181,08 168,66 229,47 2. Perusahaan 265,16 436,64 471,60 543,14 816,47 - Pemerintah 83,93 3,83 3,71 40,59 64,48 - Swasta +) 181,22 432,80 467,89 502,55 751,99 3. Rumah Tangga 138,61 191,77 180,26 241,34 339,13 B. KEUANGAN 74,05 73,45 53,68 28,64 87,38 4. Bank ++) 70,59 62,65 44,87 9,26 68,77 5. Bukan Bank 3,46 10,80 8,82 19,39 18,61 C. LUAR NEGERI (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 6. Luar Negeri (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 JUMLAH 552,29 738,73 848,17 984,57 1.508,83 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009 *) angka sementara **) angka sangat sementara
2009**) 1.579,89 155,24 1.025,85 52,35 973,49 398,81 119,15 78,45 40,69 39,19 39,19 1.738,24
+) terdiri dari perusahaan swasta non finansial ++) termasuk Bank Sentral
Peranan sub sektor perusahaan terhadap total tabungan bruto merupakan yang terbesar dibandingkan lainnya. Kontribusi tabungan sub sektor perusahaan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar 59,11 persen. Namun selama periode 2006-2008 peranan sub sektor perusahaan terhadap pembentukan tabungan bruto mengalami penurunan, dan kembali meningkat di tahun 2009. Sedangkan, peranan tabungan bruto sub sektor pemerintah terus mengalami
4
penurunan, tahun 2007 sebesar 17,13 persen, 15,21 persen (2008), dan 8,93 persen (2009). Penurunan pada tahun 2007-2008 disebabkan oleh adanya percepatan pembayaran utang pemerintah ke IMF, sedangkan penurunan pada tahun 2009 lebih disebabkan karena adanya peningkatan pengeluaran rutin pemerintah. Tabel 1.2. Struktur tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (persen) Sektor
2004 2005 A. BUKAN 91,55 99,80 KEUANGAN 1. Pemerintah 18,44 14,73 2. Perusahaan 48,01 59,11 - Pemerintah 15,20 0,52 - Swasta +) 32,81 58,59 3. Rumah Tangga 25,10 25,96 B. KEUANGAN 13,41 9,94 4. Bank ++) 12,78 8,48 5. Bukan Bank 0,63 1,46 C. LUAR NEGERI (4,96) (9,74) 6. Luar Negeri (4,96) (9,74) JUMLAH 100,00 100,00 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009 *) angka sementara **) angka sangat sementara
Tahun 2006 2007
2008*)
2009**)
98,21
91,80
90,89
15,21 54,11 4,27 49,84 22,48 5,79 4,56 1,23 2,41 2,41 100,00
8,93 59,02 3,01 56,00 22,94 6,85 4,51 2,34 2,25 2,25 100,00
96,81
21,35 15,21 55,60 55,17 0,44 4,12 55,17 51,04 21,25 24,51 6,33 2,91 5,29 0,94 1,04 1,97 (4,53) 0,28 (4,53) 0,28 100,00 100,00
+) terdiri dari perusahaan swasta non finansial ++) termasuk Bank Sentral
Peranan tabungan rumah tangga terhadap total tabungan bruto selama periode 2004-2009 cenderung bergerak stabil dikisaran angka 21-26 persen. Pada tahun 2004 peranan tabungan rumah tangga mencapai 25,10 persen dan meningkat menjadi 25,96 persen di tahun 2005. Namun peranannya kembali menurun pada tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Namun setahun kemudian di tahun 2007 peranan tersebut kembali mengalami peningkatan dengan
5
capaian sebesar 24,51 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 secara nominal, tabungan rumah tangga mengalami kenaikan, namun berdasarkan kontribusinya terjadi penurunan. Hal ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada tahuntahun tersebut mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi sub sektor rumah tangga mengalami penurunan. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai potensi menghimpun dana masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat disebut juga dana pihak ketiga. Menurut data Bank Indonesia tahun 2010 bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR paling tinggi diantara 33 provinsi yaitu sebesar 895,98 triliun rupiah (posisi Desember 2010). Tabel 1.3. menunjukkan lima provinsi yang memiliki proporsi simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR terhadap total simpanan masyarakat terbesar. Proporsi simpanan masyarakat DKI Jakarta yang paling tinggi sebesar 44,73 persen tahun 2010 diikuti Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Tabel 1.3. Proporsi simpanan masyarakat terhadap total simpanan masyarakat, 2005 – 2010 Tahun Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta 45,65 43,48 42,43 42,16 42,77 44,73 Jawa Timur 11,00 10,82 10,59 10,62 10,98 10,30 Jawa Barat 9,44 9,39 9,14 9,13 9,10 9,01 Jawa Tengah 5,76 5,76 5,77 5,74 5,69 5,42 Sumatera Utara 5,07 5,04 5,14 5,28 5,31 5,08 Sumber: Bank Indonesia, 2010 Menurut hasil survei BPS yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010, proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga hanya sebesar
6
13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR sebesar 15,59 persen). Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari pendapatan rumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah besarnya biaya hidup di Jakarta. Kecilnya proporsi tabungan rumah tangga terhadap pendapatan menunjukkan berarti ada indikasi bahwa simpanan masyarakat tersebut didominasi oleh perusahaan swasta (Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga, 2010). Masih rendahnya proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi tabungan rumah tangga. Penelitian ini juga perlu dilakukan karena sampai saat ini perilaku dan model tabungan rumah tangga relatif sulit untuk diketahui, karena selalu mengalami perubahan. Menurut Keynes (1936), pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan tabungan domestik maupun tabungan rumah tangga. Modigliani dan Brumberg (1954) dengan life cycle hypothesis, menyebutkan bahwa tabungan akan dipengaruhi siklus umur manusia. Pada masa usia dibawah 15 tahun, karena tidak ada pendapatan, tingkat tabungan akan negatif. Dalam periode produktif (15-65 tahun), orang berpotensi memiliki tabungan karena pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan konsumsinya. Sedangkan pada kelompok usia lanjut (65 tahun ke atas) tabungan yang ada akan digunakan untuk masa pensiun. Oleh karena itu, tabungan akan dipengaruhi oleh faktor demografi dan sosial ekonomi. Berbagai studi mengenai pengaruh demografi dan kondisi sosial ekonomi terhadap tabungan rumah tangga menunjukkan hasil yang sama maupun berbeda.
7
Brata (1999) menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga pada industri kecil di Bantul pada tahun 1996. Hasil analisis menunjukkan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah tangga, pendidikan, jenis kelamin dan tipe industri. Touhami et al (2009) juga meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga rural dan urban di Morocco. Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja, jenis kelamin kepala rumah tangga, hanya signifikan di daerah urban. Sedangkan di daerah rural hanya variabel pendapatan berdampak pada tabungan. Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian yang menganalisis variabelvariabel yang memengaruhi tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara dan provinsi yang memiliki potensi tabungan yang cukup besar karena jumlah penduduknya yang besar. Analisis determinan tabungan rumah tangga ini diharapkan dapat berguna untuk keperluan kebijakan di masa yang akan datang, sebagai upaya untuk mengintensifkan tabungan rumah tangga dan memobilisasikannya ke dunia perbankan (sebagai fungsi intermediasi), kemudian disalurkan ke sektor investasi dalam meningkatkan output perekonomian nasional.
1.2.
Perumusan Masalah Pertumbuhan tabungan rumah tangga selama tahun 2004-2009 cenderung
bergerak fluktuasi dikisaran angka minus 6 sampai 41 persen. Pada tahun 2005 pertumbuhan tabungan sub sektor rumah tangga mencapai 38,35 persen dan
8
menurun tajam sebesar minus 6 persen di tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Namun setahun kemudian di tahun 2007 tabungan rumah tangga kembali mengalami peningkatan sebesar 33,88 persen. Pada tahun 2008 tabungan bruto sub sektor rumah tangga mengalami kenaikan, namun tahun 2009 mengalami penurunan. Tabungan rumah tangga mengalami kenaikan secara nominal, tetapi pada tahun 2008 dan 2009 kontribusinya terhadap total tabungan bruto menurun. Hal ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada tahun-tahun tersebut mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi rumah tangga mengalami penurunan. Dana yang terhimpun oleh lembaga keuangan berupa simpanan masyarakat (perusahaan dan rumah tangga) Provinsi DKI Jakarta di BPR dan bank umum cukup besar yaitu 895,98 triliun (posisi Desember 2010). Namun, survei BPS menunjukkan bahwa proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah, hanya sebesar 13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR 2010 sebesar 15,59 persen). Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari pendapatan rumah tangga. Tabungan rumah tangga merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga, atau bagian pendapatan rumah tangga yang tidak digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tabungan yang
9
dimaksud adalah dalam bentuk uang (rupiah) dan tidak termasuk aset, karena aset diasumsikan tetap. Menurut Modigliani dan Brumberg (1963) pendapatan bukan merupakan satu-satunya variabel penentu utama tabungan rumah tangga. Variabel lain yang ikut menentukan besarnya tabungan rumah tangga antara lain adalah demografi dan kondisi sosial ekonomi. Variabel demografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dependency ratio. Variabel sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, sumber pendapatan utama rumah tangga. Dengan demikian, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga DKI Jakarta tahun 2010 ? 2. Apakah pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama rumah tangga akan berpengaruh signifikan terhadap tabungan rumah tangga ?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Memberikan gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010.
10
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah untuk : 1.
Memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan sumbangan
pemikiran
kepada
pengambil
keputusan
dalam
usaha
memobilisasi tabungan yang berkaitan dengan pola tabungan rumah tangga. 2.
Memperkaya penelitian, khususnya tentang perilaku dan model tabungan rumah tangga di Indonesia khususnya Provinsi DKI Jakarta.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data primer Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) 2010. Data yang digunakan meliputi pendapatan rumah tangga yang merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan anggota rumah tangga dalam setahun, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dependency ratio rumah tangga dan sumber pendapatan utama rumah tangga yang dilihat dari kontribusi terbesar terhadap total pendapatan rumah tangga.