1
I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan air,berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara, naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dan mengancam kepunahan jenis dan ekosistem (Tuheteru et al., 2007).Peningkatan suhu global tersebut disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Salah satu GRK yang dominan adalah karbon dioksida (CO2). Sumber emisi CO2 yang paling utama adalah dari kegiatan manusia,yaitu penggunaan energi bahan bakar fosil untuk perindustrian serta alih guna lahan hutan menjadi tataguna lahan lain. Luas lahan hutan menurun drastis sehingga CO2tidak dapat diserap dengan baik melainkan menambah emisi CO2 dan memicu peningkatan suhu permukaan bumi (Soemarwoto, 1992). Saat ini luas kawasan hutan telah banyak berkurang disebabkanbanyaknya penebangan pohon secara berlebihan untuk mendapatkan kayu-kayu komersil dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian maupun bangunan-bangunan. Padahal hutan memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara lingkungan global seperti pencegahan banjir dan penyerapan serta fiksasi CO2. Menurut Purwaningsih (2007) hutan merupakan salah satu pengatur GRK. Hutan mampu mengurangi jumlah CO2 atmosfer dengan cara menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Karbon dioksida di udara yang diserap oleh tumbuhan akan diubah menjadi karbohidrat kemudian akan disimpan dalam organ tumbuhan seperti batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah.
2 Salah satu jenis hutan yang potensial membantu penyerapan CO2 atmosfer adalah hutan rakyat. Hutan rakyat adalah adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dikuasai oleh pemerintah (negara). Hutan rakyat tumbuh diatas tanah milik rakyat atau adat sehingga disebut juga dengan hutan milik (Hardjosoediro, 1980 dalam PKHR, 1999). Menurut Departemen Kehutanan (1999) tentang pendanaan dan usaha hutan rakyat, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar. Hutan rakyat biasanya ditanami berbagai pepohonan yang memiliki hasil utama yang beragam, untuk hasil kayu misalnya sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya. Oleh sebab itu guna menanggulangi permasalah pemanasan global diperlukan penanggulangan secara langsung diantaranya dengan membangun hutan rakyat (Karyadi, 2005). Memanfaatkan sifat alami pohon sebagai penyerap karbon dioksida merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal tersebut merupakan alasan ditanamnya jenis-jenis pohon cepat tumbuh pada lahan hutan rakyat seperti sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) karena dapat menyerap karbon lebih cepat dibandingkan jenis-jenis pohon yang lambat dalam pertumbuhannya (Murdiyarso, 2003). Salah satu pola hutan rakyat yang sudah marak dikembangkan adalah hutan rakyat berbasis pohon sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).Maraknya pengembangan hutan rakyat berbasis sengon disebabkan oleh daya adaptasi pohon sengon yang cukup baik serta memiliki batang kayu yang sesuai dengan persyaratan
3 industri pengolahan kayu.Daerah penyebaran sengon hampir di seluruh Jawa, Maluku dan Irian Jaya. Tegakan sengon dapat mencapai ketinggian 40 m dengan diameter sampai 80 cm sehingga sangat cocok untuk industri pengolahan kayu (Atmosuseno, 1998). Tanaman sengon dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan tingkat keasaman sekitar 6-7. Ketinggian tempat optimal untuk pertumbuhan tanaman sengon yaitu antara 0 sampai 800 m dpl. Tanaman sengon merupakan tanaman tropis yang tumbuhnya memerlukan suhu antara 18-27oC.Kelembaban optimal sekitar 50% - 75% (Martawijaya et al., 1989).Tanaman sengon juga termasuk kedalam tanaman C3 karena ditemukannya sel seludang pembuluh yang merupakan pembeda antara tanaman C3 dan C4. Menurut Salisbury dan Ross (1992) dalam Hidayat (1995) tanaman C3 sering memiliki sel seludang pembuluh yang tersamar, sel seludang pembuluh mengandung kloroplas agak kecil sehingga pada saat dilihat menggunakan mikroskop cahaya tampak seperti kosong.Menurut Winslow (2002), tanaman C3 dapat tumbuh dengan baik pada suhu rendah yaitu pada suhu kurang dari 22 derajat celcius. Tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Menurut Rachman (2009), pohon sengon termasuk kelompok pohon yang cepat tumbuh (fast growing species). Semakin cepat pertumbuhan pohon maka dapat diduga akan semakin banyak membutuhkan CO2 untuk proses fotosintesisnya. Namun demikian sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kemampuan pohon sengon dalam menyerap CO2. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai daya serap pohon sengon terhadap CO2. Dengan mengukur jumlah karbon yang diserap oleh suatu pohon maka dapat diperkirakan banyaknya karbon dioksida atmosfer yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam suatu kawasan tertentu.
4 Salah satu pola hutan rakyat berbasis sengon dapat ditemukan di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Kecamatan Baturraden memiliki luas wilayah 45,53 km2 yang terbagi ke dalam 12 desa. Desa tempat diadakannya peneitian ini berlokasi di Desa Kutasari dan Desa Pamijen, Kecamatan Baturraden yang memiliki ketinggian 150 - 500 m dpl, curah hujan 5820 mm/ tahun, dan suhu berkisar 18-25 derajat celcius (Haryono, 2006). Hal ini sesuai dengan pernyataan Martawijaya (1989), tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m dpl dengan suhu sekitar 18-27 derajat celcius. Tanaman sengon yang ada di Kecamatan Baturraden terdiri dari berbagai tegakan umur. Umur tegakan dapat mempengaruhi kemampuan tanaman sengon dalam menyerap CO2. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan atau efisiensi tumbuhan dalam menyerap karbon untuk fotosintesis adalah umur. Umur tegakan pohon berhubungan erat dengan jumlah daun. Jumlah daun pepohonan pada tegakan umur dewasa akan lebih banyak dibanding umur muda. Di lain pihak, jumlah CO2 yang dapat diserap oleh pepohonan tergantung pada luas daun persatuan lahan. Semakin besar luas daun tegakan persatuan lahan maka akan semakin banyak jumlah CO2 yang diserap oleh tegakan pohon tersebut. Atas dasar hal tersebut maka permasalahan yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hubungan antara umur tegakan sengon dengan daya serap karbon dioksida 2. Pada umur berapakah tegakan sengon yang paling optimal dalam menyerap karbon dioksida Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui hubungan antara umur tegakan sengon dengan daya serap karbon dioksida
5 2. Mengetahui umur tegakan sengon yang paling optimal dalam menyerap karbon dioksida Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ekologi hutan rakyat serta dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang daya serap karbon tegakan sengon sehingga dapat memacu masyarakat untuk menanam tanaman sengon sebagai upaya dalam mengurangi dampak dari pemanasan global.