UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN TINJAUAN KHUSUS MENGENAI PROGRAM IDT
I.
Pendahuluan
Sejak awal, pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan tujuan nasional mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut
harus dilakukan dengan membangun kemampuan bangsa dan
se-
kaligus mengupayakan pemerataarulya.
oleh karena itu, sejak PIP I hingga kini memasuki PJP II, strategi pembangunan senantiasa bertumpu pada Trilogi Pembangunan. Dalam konsep pembangunan yang demikian, peftumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan diupayakan agar tersecara serasi. Dengan kemampuan nasional yang makin -selenggara /- meningkat, maka upaya pemerataan dapat makin ditingkatkan pula. I Upaya pemerataan adalah untuk mengatasi kesenjangan, terutama kesenjangan yang mencolok. Kesenjangan itupun tampil dalam berbagai wujud, antara lain kesenjangan antargolongan pendapatan (misahrya kaya-miskin), antardaerah (misalnya Jawa-luar Jawa, KBIKTI, kota-desa) dan antarsektor (industri-pertanian). Selain itu ada pula kesenjangan antarjender, yaitu antarpenduduk pria-wanita.
Kemiskinan adalah salah satu wujud kesenjangan. Kemiskinan itupun ada dua pengertian, yakni kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kondisi kemiskinan yang terburuk, dan diukur dari tingkat kemampuan keluarga untuk membiayai kebutuhan yang' paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan. Kemiskinan relatif adalah perbandingan antara suatu golongan pendapatan dengan golongan lainnya. Berbagai ukuran dapat digrrnakan r.rntuk mengukunya seperti antara lain rasio Gini.
.
Kemiskinan relatif selama manusia ada di dunia sulit dapat dihilangkan, karena ada saja orang yang merasa lebih miskin dari orang lain, sedangkan kemiskinan absolut dapat dihitangkan. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat pasal 27 ayat (2) UIID r94s, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bt$ kemanusiaan, upaya menghapuskan kemiskinan absolut ini diprioritaskan, tanpa mengabaikan upaya mengatasi bentukbentuk kesenjangan lainnya. Sejak Repelita I berbagai kebijaksanaan pembangunan telah diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan.
.L- II.
Kebijaksanaan Penanggulangan Kemiskinan
Pada dasarnya kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama, adalah kebijaksanaan yang bersifat
Kebijaksanaan
ini
tidak langsung. tidak langsung mengarah pada ris"turt
Penanggulangan kemiskinan, namun pada penciptaan kondisi yang mendukung uPaya Penanggulangan kemiskinan. Termasuk dalam kebijaksanaan ini, antara lain, stabilitas ekonomi melalui pengelolaan ekonomi makro yang berhati-hati, pengendalian pertumbuhan penduduk, dan pelestarian lingkungan hidup. Berbagai program dan proyek pembangunan jnga telah berpengaruh besir pada pengentasan masyarakat miskin, seperti pembangunan pertanian yang telah menciptakan swasembada pmgm, sekaligus peningkatan taraf hidup petani. Demikian pula program-program pembangunan di bidang industri, perdagangan, pariwisata, dan di berbagai sektor Prasarana. Pembangunan jalan serta prasarana dan sarana perhubungan lainnya, pengairan, listrik, bersih, telah meninglatkan "ir taraf hidup masyarakat. Demikian pula program-program ai uiaang pendidikan dan kesehatan, yang menghasilkan sumber d,ayamanusia yang makin sehat, cerdas, terampil, dan lebih tinggr produktivitasnya. Berbagai Program dan kebijaksanaan tadi memang tidak terbatas hanya untuk penduduk miskin, tetapi program-program tersebut besar perannya dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Kedua,kebijaksanaan y rrgbersifat langsung. Kebijaksanaan irri, berbeda dengan yang pertama, ditujukan pada kelompok masyarakat
tertenfu, yakni yang miskin dan terbatas kemampuannya, dan diarahkan untuk meningkatkan akses terhadap aset produktif seperti lahan, modal, sarana dan prasarana yang mendukung penyediaan kebutuhan dasar, serta untuk rneningkatkan produktivitas dan pendapatan. Di sini dapat dimasukkan program transmigrasi, jrrga berbagai program inti-plasma seperti PIR dan TIR (termasuk PIRtrans dan HTl-trans), serta berbagai fasilitas (skim) perkreditan dan pembimbhg*, yang juga diselenggarakan oleh berbagai sektor seperti di sektor pertanian ada protmm P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), di sektor Kehutanan antara lain dengan program pembangunan hutan kemasyarakatan, BKKBN dengan UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera), dan sebagainya. Inpres Desa, dan berbagai Inpres lainnya dapat pula dikategorikan dalam kelompok kebijaksanaan ini. Program-program tersebut memang tidak disebut sebagai program mengatasi kemiskinan, tetapi tujuannya adalah ke arah itu. Ketiga, kebijaksanaan khusus, yang sejak rancangannya dan keseluruhan kegiatanrtya tertuju pada kelompok masyarakat miskin, dan diberi nama yang mencerminkan hal itu. program khusus ini
mengupayakan untuk memberdayakan penduduk miskin pada lapisan yang paling rendah kemampuannya, agar mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan. Di sini termasuk antara lain kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin, serta masyarakat suku terasing yang jelas dari segi sosial ekonomi tergolong miskin. Program-program ini telah berjatan sejak plp I.
Memasuki PIP II upaya menanggulans kemiskinan telah ditingkatkan lug. Dalam buku Repelita VI secara khusus ada Bab (Bab 9) yau;rg memuat lpaya penanggulangan kemiskinan dan masalah kesenjangan lainnya. Dalam buku Repelita VI yang juga memuat rencana dan sasaran pembangunan untuk seluruh plp II, tercantum sasaran r:ntuk menghapuskan kemiskinan pada akhir Repelita VII.
Pada awal Kabinet Pembangunan VI Bapak Presiden memberi petunjuk kepada para Menteri untuk dalam bidang masing-masing berupaya mengembangkan program-program dan kebijaksanaankebijaksanaan pembangunan untuk mengatasi masalah kesenjangan dan kemiskinan. Bapak Presiden juga memerintahkan untuk me-
ngembangkan suatu program khusus mengatasi kemiskinan di daerah-daerah yang dinilai sebagai kantung-kantung kemiskinan. Kantung-kantung kemiskinan ini diidentifikasi oleh BPS dengan kriteria tertentu, yang kemudian dinamakan desa tertinggal. Upaya Penanggulangan kemiskinan di desa-desa tersebut kemudian dijalankan dengan mekanisme Inpres, yang dinamakan Inpres Desa Tertinggal, yang dimulai sejak tahun pertama Repelita VI. Kemudian dalam tahun ketiga Repelita vI, upaya ini diperluas lagi mencakup pula desa-desa di luar desa IDT, namun dettgur, mekanisme lain, yaitu melalui program Takesra/Kukesra. Apabila program IDT sepenuhnya menggunakan dana APBN, maka program Takesra/Kukesra memanfaatkan dana dari masyarakat yang mampu, dengan dukungan APBN untuk kegiatan pembinaannya.
III.
Perkembangan TingkatKemiskinan
selama PIP l, berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan baik yang dilaksanakan melalui mekanisme sekJoral mauPun regional antara lain melalui Inpres-inpres seperti diutarakan di atas telah berhasil menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin, dari 70 juta jiwa atau 50 persen pada tahun lg70 menjadi 2d juta atau 14 persen pada tahr.ur 1993. Padahal dalam kurun waktu tersebut jumlah penduduk Indonesia meningkat 73 juta. Oleh karena itu, banyak lembaga internasional yang bergerak di bidang pemlangunan menilai bahwa pembangut un Indonesia sangat berirasil, bukan hanya dilihat dari segi pertumbuhan tetapi j"gi pemerataannya. Memasuki PIP II dalam Repelita VI antara tahun 1993-1996 telah terjadi lagi penurunan penduduk miskin yakni menjadi 22,s juta jiwa atau 1.1,3 persen (tabel 1).
Di lain pihak, kalau kita mengamati
secara seksama baik perkembangan persentase maupun jumlah penduduk miskin selama PIP I, maka terlihat bahwa meskipun pengurangan persentase dan
iumlah penduduk miskin terus berlanjut, namun penurunannya
.
makin mengecit (tabel 2). Bahkan pada akhir PJP I, atau dalam kurun waktu 7990-1993, penurunan ini berkurang menjadi hanya L,4 persen atau 1,3 juta jiwa. ]ika diikuti kecenderungan ini, maka masalah kemiskinan hanya dapat dituntaskan dalam kurun sekitar 60 tahun. Tabel 1 Perkembangan Persentase dan ]umlah Penduduk Miskin Selama PJP Proporsi Penduduk Miskin (%) Tahun
Kota Desa
(a)
(b)
Desa (c)
Kota +
|
I
Jumlah Penduduk Miskin (juta iiwa) Kota Desa Kota + Desa
(d)
(e)
(O
1970
dta
dta
50,0
dta
dta
1975
38,8 30,9
40,4 33,4
40,7
44,2
54,2
38,9
47,2
28,4
32,9
26,5
26,9
)1
42,3 40,6
1984
29,0 28,1 23,7
33,3 28,6
zJ,/
1987
20,'J.
'1.6,4
21,6 17,4
10,0 8,3 9,5 9,3 9,3
9,7
20,3
7990 7993 7996
76,9 13,5 9,7
1,4,3
15,1
13,8 12,3
1.3,7
9,4 8,7 7,2
17,9 17,2 15,3
7978 1980 1981
'.)
11,3
31,3
70,0
35,0 30,0 27,2 25,9
))4
Sumber: BPS
dta = data tidak tersedia
Tabel 2 Pengurangan Penduduk Miskin Proporsi Penduduk Miskin (%)
Kota Desa 1976 - 7978
8,0
- 7980 1980 - 1981 1981 - 1984 7984-1987 1.987 - 1,990 7990 -7993
1,8 1,0 3,0 3,4 3,3
- 1996
3,7
1,978
7993
4,9
6,8 4,8
5,3 4,7
5,2 4,2 2,3
1.,5
lumlah Penduduk Miskin (juta jiwa)
Kota + Desa
7,0 5,0 7,9
2,7 0,5
|
7,7
7,4 2,3
Desa
Kota + Desa
1,7
5,3
7,0
-1,2
6,1
0,2 0,0
1.,5
5,6
4,9 1,7 5,6
-0,4
5,4
0,3 0,7
2,5 0,6
1.,5
7,9
5,0 2,8 7,3 3,4
Catatan: Angka positif berarti terdapat penumnan proporsi maupun iumlah penduduk miskin, sedangkan angka negatif berarti terdapat kenaikan.
sebabnya antara lain adalah, penduduk miskin yang tersisa adalah yang paling kurang keberdayaannya, atau sering disebut sebagai core pooerty. Program-program pembangunan yang berlaku buat semua dan selama ini terbukti efektif pula mengatasi kemiskinan, tidak memadai lagi untuk memecahkan masalah kemiskinan yang melingkari mereka yang masih tersisa dalam perangkap kemiskinan. Oleh karena itu, di samping terus meningkatkan berbagai program sektoral dan Lrpres, diperlukan upaya tambahan yang khusus tertuju dan terarah hanya bagi kelompok masyarakat miskin. Berbagai Program pembangunan nasional tersebut ternyata telah berhasil mengubah kecenderungan pengurangan penduduk miskin yang melambat tersebut, dan mempercepatrya, seperti dapat dilihat pada tabel 2 di atas. Jumlah penduduk miskin diukur atas dasar garis kemiskinan yang mencerminkan kebutuhan hidup minimal atau hidup layak sesuai martabat kemanusiaan yang mencakup kebutuhan pangan dan non-pangan. Juga dibedakan garis kemiskinan untuk wilayah perkotaan dan perdesaan. Garis kemiskinan inipun tidak statis tetapi setiap 3 tahun, diperbaharui untuk mengukur jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil susenas yang kriteria dan nilainya disesuaikan. Seperti dapat dilihat pada tabel 3, garis kemiskinan di perkotaan dalam kurun waktu 1990-1993 dan lggg-rgg6 telah meningkat masing-masing 35,4 persen (33 persen untuk pangan dan 4g,7 persen untuk non-pangan) dan 37,'1, persen (27,4 persen untuk pangan dan 86,1 persen untuk non-pangan), sedangkan di perdesaan dalam kedua kurun waktu tersebut telah meningkat masing-masing 37,2 persen (23,4 persen untuk pangan dan 293,5 persen untuk non-pangan) dan 50,3 persen (48,9 persen untuk pangan dan 5g,0 persen untuk nonpangan).
itu angka Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan 27 kota dalam kedua kurun waktu menrrnjukkan kenaikan masingsementara
masing 30,8 persen (28,2 persen pangan) dan 30,3 persen (47,8 persen pangan). Kenaikan angka indelcs harga 9 bahan pokok di perdesaan (Jawa dan Luar Jawa) dari tahun L990 ke tahun 1993 telah meningkat masing-masing '14,7 persen (7,6 persen berupa kenaikan harga beras)
dan 2'l',5 persen (17,'l' persen berupa kenaikan harga beras), sedangkan dari tahun 1993 ke tahun 1996 telah meningkat masingmastng 49,2 persen (64,1. persen kenaikan harga beras) dan 42,9 Persen (49,3 persen kenaikan harga beras). Dari gambaran tersebut terlihat adanya hubungan searah antara kenaikan angka IHK dengan kenaikan garis kemiskinan di perkotaan, serta antara kenaikan angka indeks harga 9 bahan pokok dengan kenaikan garis kemiskinan di perdesaan.
Tabel 3 Perkembangan Garis Kemiskinan (Nasional) L990 - 1996, Rupiah/kapita/bulan 1.990
Pangan Kota Kenaikan (persen) Desa
17.520
Desa
23.303 33.01
12.617
Kenaikan (persen) Non Pangan Kota Kenaikan (persen)
t993
3.094 678
Kenaikan (persen)
15.576 23.45 4.6A2 48.74 2.668 293.s
r
r996
29.68r 27.37 23.t97 48.93 8.565 86.1
1
4.2t6 58.02
Total Kota Kenaikan (persen)
20.6t4
Desa
13.678
Kenaikan (persen)
Sumber: BPS
27.90s 35.37
t8.244 37.22
38.246 37.06 27.413 50.26
Hal tersebut j,rgu menjelaskan mengapa pengurangan jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahr:n 1993-1996, meskipun lebih tinggi baik persentase maupun jumlahnya dibandingkan dengan kurun waktu 1990-1993, lebih rendah dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Oleh karena itu, di samping pengendalian laju inflasi seperti tercermin dalam IHK di kota-kota, laju inflasi di perdesaan sudah harus merupakan faktor yang patut diperhatikan, agar supaya peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan terutama yang tergolong miskin tidak ditelan habis oleh inflasi sehingga menghambat peningkatan pendapatannya secara nyata. (Uraian lebih jelas dapat dilihat pada lampiran). Pada tahun-tahun terakhir Repelita vI, dan diharapkan akan dilanjutkan dalam Repelita vII, upaya penghapusan kemiskinan itu
akan ditingkatkan lagi, baik melalui program-program sektoral seperti irigasi perdesaan, pembukaan lahan pertanian baru di luar Jawa, berupa sawah seperti di Kalteng, untuk tanaman tebu, kelapa sawit, j,rgu hutan tanaman industri, yang kesemuanya itu disertai dengan transmigrasi, dan lainlain. Iuga akan ditingkatkan dengan program khusus terutama Takesra/Kukesra, yang akan menangani masalah kemiskinan masyarakat di desa non-IDT. Di desa IDT sendiri pada akhir Repelita VI telah tuntas seluruh desa memperoleh bantuan, sehingga upaya selanjutrya adalah pembinaan terhadap kelompok-kelompok masyarakat serta usaha ekonominya, dan pengguliran dana, yang diharapkan dapat menjadi sumber lembaga keuangan perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat sendiri.
selain itu, jrgu telah dimulai berjalan program prasarana perdesaan di desa-desa IDT, yang ketiadaannya menjadi penyebab mengapa desa tersebut menjadi tertinggal. Dengan pembanguran Prasarana perdesaan tersebut diharapkan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin di desa-desa IDT dapat lebih dipercepat.
Program menanggul*s kemiskinan ini diperkuat pula oleh program makanan tambahan untuk anak sekolah dasar (PMT-AS), yang bahan makanannya harus menggunakan hasil produksi pangan setempat. Sementara ini PMT-AS tersebut masih terbatas di desa IDT,
namun secara bertahap akan mencakup semua anak SD di seluruh Indonesia.
Dengan berbagai program tersebut, yang terus ditingkatkan cakupan dan kualitasnya serta didukung oleh kebijaksanaan dan program-program lairutya baik yang bersifat makro, sektoral maupun regional, diharapkan sasaran penghapusan kemiskinan sebagai masalah nasional pada akhir Repelita VII diharapkan dapat tercapai.
IV.
Pelaksanaan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)
setelah 3 tahun anggaran 1994/95, 199s/96, dan 1996/97, program IDT telah menjangkau 28.223 desa atau M persen dari seluruh desa di Indonesia, yang meliputi 6.440 desa di Jawa-Bali dan 21.783 desa di luar ]awa-Bali. Anggaran program IDT yang disediakan dalam APBN berupa modal kerja dan hibah bergulir mencapai Rp L,29 triliun. Modal kerja ini diberikan maksimum Rp 50 juta per desa yang dicairkan dalam periode 3 tahun.
Di samping bantuan modal kerja, program IDT menekankan adanya pendampingan, yaitu sebagai pemberi motivasi (motivator), Penggerak dinamika masyarakat (dinamisator), pemelancar (fasilitator), dan penghubung kelompok masyarakat miskin dengan pihak luar (komunikator). Penyediaan tenaga pendamping ini pada dasarnya adalah tanggr,urg jawab pemerintah daerah. program IDT mewajibkan penduduk miskin membentuk kelompok masyarakat (pokmas) terdiri atas 20-30 KK. Kegiatan ekonomi yar:lgakan memanfaatkan program IDT dapat diselenggarakkan secara berkelompok maupun perorangan sebagai anggota kelompok. semua kegiatan tersebut diharuskan dibicarakan secara kelompok, sehingga meskip.ro berupa kegiatan perorangan kelompok ikut membantu dan memikul tanggung jawab. Para pendampir,g yang mendampingi pokmas ini adalah mitra kerja para anggota kelompok. Di samping pendamping dari warga desa yang telah lebih dahulu maju, banyak penyuluh/ pefugas sektoral (Pertanian, Perindustrian dan perdagemgan, Tenaga Kerja, Sosial, para guru, dokter, bidan, petugas Keluarga Berencana, dan lain-lain) juga ditugasi bertindak sebagai pendamping teknis.
untuk pendampi.g* masyarakat di desa tertinggal
parah,
Pemerintah merekrut 3.942 sarjana yaurrg bekerja secara penuh selama 3 tahun (Sarjana Pendamping Purna waktu, sp2w) di 3.942 desa tertinggal parah di seluruh lndonesia, yaitu 790 orang di ]awa-Bali, dan 3.152 orang di luar Jawa-Bali, di antaranya 1.007 orang alumni penerima beasiswa Supersemar. sejak awal dimulainya program IDT mendapat perhatian yang luas dan sorotan yang tajam dari masyarakat. Sebagai program baru pada awahrya tenfu banyak masalah, namun karena besamya perhatian masyarakat maka masalah-masalah tersebut cepat terungkap sehingga cepat dapat diselesaikan. Sebagai hikmah keterbukaan dan sikap kritis masyarakat terhadap program ini, maka kasus kegagalan atau penyimpangan dapat diketahui secara luas dan dijadikan pelajaran bagi Pokmas dari wilayah lainnya. Karena baru saja berjalan, belum dapat dilakukan evaluasi yang menyeluruh. Namun, Departemen Dalam Negeri beserta aparatrya mengikuti dengan cermat pelaksanaan program di daerah. Kami dari Bappenas pun mengikuti secara uii petik dengan pengamatanpengamatan di lapangan bagaimana program ini dilaksanakan. Selain itu, hampir setiap pejabat pusat yang datang ke daerah, sering dihadapkan pada masalah IDT. Misahrya, safari Menteri Penerangdn,
memberi masukan yang cukup banyak mengenai program IDT. Demikian pula, para anggota DpR yang ke daerah baik dalam kunjungan kerja komisi maupun penugasan fraksi masing-masing ataupun dalam rangka kembali ke daerah daram masa reses, banyak meninjau dan mengamati pelaksanaan program IDT.
Meskipun di sana sini ada saja masalah, namun secara keseluruhan kesimpulan berbagai pengamatan itu menunjukkan bahwa Program ini berjalan cukup baik dan telah berhasil memberi
jalan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin di desa-desa tertinggal.
selanjutnya untuk memperoleh masukan yang objektif dan itmiah mengenai dampak program IDT terhadap pokitu, penerimanya, telah dijalin kerja sama dengan 26 rJn.ersitas di 26 propinsi,
untuk mengadakan penelitian yang disebut kaji tindak. Selain itu, sebuah lembaga yang dipimpin oleh Prof. Sajogjo (Yayasan Agto Ekonomika), juga telah diminta r-urtuk turut mengadakan pengkajian. Demikian pula sebuah tim dari LIPI telah terjr:n ke lapangan untuk mengadakan penelitian. Baik laporan kaji tindak ke-26 perguruan
tirgg tersebut, maupun
laporan penelitian Prof. Sajogjo dan kawankawan, dan laporan tim LIPI menyimpulkan bahwa dengan tidak menutupi adanya berbagai masalah dalam pelaksanaannya, perkembangan kegiatan ekonomi penerima program IDT pada umumnya sangat menggembirakan.
Salah satu ukuran pula adalah kemampuan mereka yang memperoleh dana IDT untuk mengembangkannya sehingga dapat digulirkan kembali. Dari laporan Departemen Dalam Negeri, pada tahtrn 1,994/95 dari dana bantuan modal yang dicairkan sebesar Rp 410 miliar, Rp 216 miliar (52 persen) di antaranya telah "kembali" kepada pokmas, dan Rp 62 miliar telah bergulir. Untuk tahun 1995/96 dari dana Rp 425,9 miliar yang telah dicairkan, Rp 105 miliar (24 persen) di antaranya telah kembali dan Rp 22 miliar telah bergulir.
V.
Penutup
Demikian laporan mengenai upaya mengatasi masalah kemiskinan yang telah dilakukan secara sistematis dan terprogram sejak awal PJP I, dan telah ditingkatkan memasuki PIP II, dengan memperluas dan meningkatkan proram-program yang telah dilakukan serta dengan program-program baru, baik untuk mengganti program yang lama maupun sebagai program-program tambahan dan bersifat khusus yang tertuju bagi masyarakat miskin Dengan memelihara momenfum pemerataan pembangunan dan Penanggulangan kemiskinan ini, dan meningkatkan serta menginten-
sifkarurya di masa yang akan datang, diharapkan sasarErn untuk menghapuskan kemiskinan sebagai masalah nasional yang besar pada akhir Repelita VII akan dapat diwujudkan. Jakarta, 22 AprII1997
Lampiran Perhitungan Indikator Kemiskinan dan Perkembangan Indikator Kemiskinan 1 ggg-1 996
Laporan pada Sidang Kabinet Terbatas Untuk Peningkatan Pemerataan pembangunan Tanggat 22 Aprit 1997
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Jakarta 1
997
I. Perhitungan Indikator Kemiskinan oleh BpS
1'
Pada dasamya dalam menghitung indikator kemiskinan terdapat 2 kegiatan yang dilakukan,
yaitu: Dertama, perhitungan garis kemiskinan (absolut), dan kedua, perhirungan indikator kemiskinan, mencakup proporsi danjumlah penduduk miskin serta indeks kesenjangan kemiskinan (indeks Poverty GaplPG)t. Dalam menghitung indikator kemiskinan, BpS menggunakan data Susenas, khususnya modul Pendapatan/Pengeluaran Rumahtangga. perhitungan indikator kemiskinan pertama kali dilakukan oleh BPS menggunakan data Susenas tahun 1976. Sementara itu metodaperhitungan yang digunakan adalah metoda ene4'i makanan (food energ/ method)z.
2.
BPS mendefinisikan ba-
tas garis kemiskinan
Tabel 1 Garis Kemiskinan Absolut 1976 - 1996, Rupiah/ka
absolut
sebagai tingkatpengeluaran (sebagai
proksi tingkat pendapatan) untuk
Garis Kemiskinan
memenuhi kebutuhan 2.100 kilokalori per kapita per hari
Pangan
Tahun
Kota
ditambah pemenuhan minimal untuk kebutuhan bukan pangan
seperti perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan barang-barang tahan lama. BPS
membedakan garis kemiskinan
untuk daeratr perkotaan perdesaan. Tabel
1980
r98l 1987 1990
Kota
Desa
tt.527
7.239
dta t7.520
r2.6t7
Total
Kota
4.522 2.U9 4.969 2.98r 6.831 4.49 9.777 5.877
164
t76 270 360 507
Desa
13.731
7.746
dta dta 3.094 678
dta
dan
1993
23.303
15.576
I menunjukkan
1996
29.681
23.1971
perkembangan garis kemiskinan
Desa
621 685 950 r.489 2.2M
3.901 2.685 4.284 2.805 5.881 4.t79 8.288 5.517
t976 t978
1984
Non Pangan
i
17.381 t0.294 20.614 13.295 4.602 2.668 27.905 t8.24 8.565 4.2t6 38.246 27.4t3)
dta tidak tsrscdia Sumbec BPS
trovlU
Gap Induatau indeks PG merupakan ukuran kemiskinan yang dapat mencerminkan 'kedalaman' (depth) dari suanr kemiskinan. Secara matematis indeks pG dapat dinrliskan sebagai berikut: Indeks PG= l/n.I (l'Yitz), di mana i =1, ..., q, dan q=jumlatr penduduk miskin, yimerupakan pendapatan dari penduduk miskin ke i, garis kemiskinan, serta n=jumlah penduduk total. Indeks ini iierupakan penjumlahan dari poverty gap (perbedaan antara garis kemiskinan dan pendapatan penduduk miskin sebagai proporsi dari garis kemiskinan) dibagi dengan jumlatr penduduk torat. lengan demikian, indeks ini merepresentasikan rata-rata kesenjangan kemiskinan dari suatu poputasi, kirena p"nauau[ f"ng tidak miskin mempunyaipoverty gap sama dengan 0.
r
zseberulnya
.. enerji makanan
terdapat dua pendekatan atau metoda perhitungan garis kemiskinan absolug yaitu metoda p"ogetua; makanan Qfoocl share method).Metoda enedi makanan didasarkan pada kebunrhan minimal pangan yang harus dipenuhi seseorang untuk tetap hidup, biasanya dinyaakan dalam besaran kalori. Memperhatikan bahwa seseorang (yang paling miskrn sekalipun) dapat hidup bukan hanya dengan terpenuhinya klbunrhan pangan saja, maka r"t.r-"rr rn.riJp", garis kemiskinan pangan' dihitung keburuhan minimal non pangan yang sesuai dengan pola konsumsi t.rompor< pendapatan minimal tersebut di atas. Dalam metoda pangsa p"rrg.1*on batas kemiskinan ditenrukan berdasarkan rasio pengeluaran makanan terhadap pengeluaran total kelompok populasi yang dianggap
(food energ, methott) dan metoda pangsa
-ut*n,
miskin.
yang digunakan oleh BpS selama kurun waktu 1976
-
1996.
3'
Dalamperhinrnganindikatorkemiskinanselamatahun 1976-lgg0,BpSmenghirungbatas kemiskinan minimum 2.100 kkal tersebut dalam besaran rupiah. Unruk melakukan perhitungan
itu, diperlukan data rinci mengenai konsumsi kalori dan harga kalori tiap jenis makanan. Selain itu perlu ditegaskan bahwa harga kalori yang dikonsumsi oleh golongan penduduk berpenghasilan tinggi berbeda dengan yang dikonsumsi oleh penduduk berpenghasilan rendah.
4'
sej$
tatrun 1993, digunakan metoda banr yang tidak memerlukan data harga kalori tiap jenis makanan, karena batas kecukupan makanan dihitung dengan menghitung nilai rupiah dari beberapa komoditi yang tercakup dalam paket komoditi makanan, yang selayaknya dikonsumsi seseorang agar bisa hidup sehat, dan denga kandungan kalori sebesar 2.100 kkal. perhitungan indikator kemiskinan nasional (desa dan kota) menggunakan data nasional, sedangkan perhitungan
angka propinsi menggunakan data propinsi. Dengan perkataan lain, indikator kemiskinan pada tingkat nasional tidak otomatis sama dengan penjumlatran indikator kemiskinan seluruh propinsi.
5'
Berikut ini dijelaskan Proses perhitungan indikator kerniskinan tahun 1996 dengan
menggunakan data Susenas. Perhitungan batas kecukupan makanan dihinrng dengan menggrurakan
paket komoditi makanan (52 komoditi, baik untuk daeratr perkotaan maupun perdesaan), yeg jenisnya telah ditetapkan pada tahun 1994 berdasarkan Susenas 1993. pola konsumsi makanan yang dijadikan acuan adalah pola konsumsi dari kelompok pengeluaran Rp. 40 ribu-60 ribu di perkotaan, dan kelompok pengeluaran Rp. 30 ribu-40 ribu di perdesaan. Kelas pengeluaran
ini
lebih tinggi dibandingkan dengan yang digunakan pada tahun 1993, yaitu kelompok pengeluaran Rp. 30 ribu-40ribu untuk perkotaan, dan Rp. 20 ribu-30 ribu untuk perdesaan.
6'
Batas kecukupan non pangan dihitung dengan menggunakan paket Komoditi Kebutuhan Dasar (PKKD) 1995, yang mencerminkan pola konsumsi dari kelompok pengeluaran seperti yang
dinaikan di atas.
'
Dengan menggunakan pola konsumsi kelompok pengeluaran yang lebih tinggi, dibandingkan dengan perhitungan tatllr 1993, maka secara implisit garis kemiskinan tatrun 1996, selain memperhitungkan kenaikan harga, juga tercakup adanya peningkatan kualitas dari 7
pangan dan non-pangan yang dikonsumsi oreh penduduk miskin.
ienis
II. Perkembangan Indikator Kemiskinan 1993 - 1996
8.
Pada tahun 1993 jumlah penduduk miskin di Kawasan Barat Indonesia
(I(BI)
sebesar l9,g
juta jiwa atau 12,8 persen. Propinsi yang mempunyai persentase penduduk miskin terbesar adalah Jawa Tengah (15,8 persen), sedangkan yang terkecil adalah DKI Jakarta(5,6 persen). Dilihat dari jurnlah penduduk miskin, yang terbesar jumlahnya terdapat di Jawa Tengah (4,6 juta jiwa), sedangkan yang terkecil terdapat di Benglulu. Jika dibedakan menjadi daerah perkotaan dan perdesaan, jumlah penduduk miskin terbesar berdomisili di daerah perdesaan Jawa Tengah (3,1 juta jiwa),.sedangkan di daeratr perkotaan Bengkulu memiliki jumlatr penduduk miskin terkecil (32,1 ribujiwa)
9.
Persentase penduduk miskin di Kawasan
Timur Indonesia (KTI) pada tahun 1993 sekitar 17,2 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan KBI. Namun, jumlatr penduduk miskinnya lebih kecil, atau sejumlatr sekitar 6 juta. Timor Timur mencatat persentase penduduk miskin terbesar (35,2 persen), dan yang terkecil adalah Sulawesi Selaun (8,7 persen).
Dilihat dari jumlatr penduduk miskin, yang terbanyak terdapat di Kalimantan Barat (874,5 ribu jiwa), dan yang terkecil ada di Sulawesi Tenggara (162,3 ribu jiwa). Jika dibedakan menjadi daeratr perkotaan dan perdesaan, maka daerah perdesaan Timor Timur mencatat persentase penduduk miskin paling besar (37,7 persen atau sekitar 278 ribu jiwa), sedangkan daeratr perdesaan Kalimantan Barat mencatat jumlah penduduk miskin yang paling besar (743,7 ribu
10.
Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin di
KBI
jiwa).
sebesar 17,1 juta
jiwa atau
10,6 persen.
Propinsi yang mempunyai persentase penduduk miskin terbesar masih tetap Jawa Tengafr (13,9 persen), dan yang te*ecil adalair DKI Jakarta (2,5 persen). Dilihat dari jumlatr penduduk miskin, juga yang terbesar masih tetap terdapat di Jawa Tengatr (4,2 juta jiwa), sedangkan yang terkecil terdapat di Bengkulu (137,2 ribu). Jika dibedakan menjadi daerah perkotaan dan perdesaan, maka jumlah penduduk miskin terbesar berdomisili di daeratr perdesaan Jawa Teng ah (Z,gjuta jiwa), sedangkan di daerah perkotaan Bengkulu menriliki jumlah penduduk miskin terkecil (25,3 ribu
jiwa) I
1.
Persentase penduduk miskin
di Kawasan Timur Indonesia KTD pada tahun 1996 adalatr sekitar 14,5 persen,'atau lebih tinggi dibandingkan dengan KBI. Namun, jumlah penduduk miskinnya lebih kecil, yaitu sekitar 5,4 juta. Timor Timur masih tercatat dengan persentase penduduk miskin terbesar (31,2 persen), dan yang terkecil adalah sulawesi Selatan (g,0 persen). Dilihat dari jumlah penduduk miskin; juga yang terbanyak masih berada di Kalimantan Barat (820,5 ribu jiwa), dan yang terkecil ada di Sulawesi Tenggara (l3g,2ribu jiwa). Daerah perdesaan Timor Timur mencatat persentase penduduk miskin paling besar (33,1 persen), sedangkan daerah
perdesaan Kalimantan Barat mencatat jumlah penduduk miskin yang paling besar (725,9 ribu
jiwa).
12'
Dalam kurun waktu 1993
-
1996 penurunan persentase dan jumlah penduduk miskin terjadi di selumh propinsi, baik di daerah perdesaan maupun daerah perkotaan. penurunan terbesar dalam persentese penduduk miskin tedadi di Katimantan Tengah, yakni dari 20,g5 persen menjadi I1,24 persen atau secara absolut menumn 132 ribu jiwa.Sedangkan Sulawesi Selatan mencatat penunrnan Persent'se penduduk miskin terendah, yakni sekitar 0,95 persen atau dari g,97 persen menjadi 8,02 persen (sekitar 42 ribu jiwa). Perlu dinyatakan di sini bahwa persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan merupakan sarah satu yang terendah.
l3'
Satu hal yang penting pula adalah pangsa atau konrribusi suatu propinsi kepada jumlah penduduk miskin nasional. Propinsi-propinsi di KBI, dengan jumlatr penduduk yang besar, mempunyai kontribusi terbesarterhadap jumlah penduduk miskin nasional. Pada tatrun 1993,
KBI
'menyumbang' lebih dari tiga perempat dari jumlatr penduduk miskin nasional, dan pada tahun 1996 kontribusinya menumn sedikit menjadi 75,9 persen (lihat Tabel ?? terlampir). penurunan kontribusi yang kecil ini mencerminkan bahwa penunrnan tingkat kemiskinan di Jawa dan Bali hampir sama dengan Penurunan penduduk miskin nasional. Sejalan dengan itu, propinsi-propinsi di Jawa dan Bali juga mempunyai kontribusi terbesar, atau lebih dari setengah dari jumlah penduduk miskin nasional. Kontribtsi terbesar kedua berasal dari pulau Sumater4 sedangkan Irian Jaya Maluku' Nusa Tenggara dan Timor Timur mempunyai konribusi yang terkecil, sekitar 10,6 persen pada tahun 1993, dan I 1,4 pada tahun 1996.
14'
Dari kajian di atas terdapat gejala yang menarik, sebagai berikut: (a) KTI, yang berpenduduk relatif sedikit, mempunyai persentase penduduk miskin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan I(E!I, namun (b) KTI mempunyai kontribusi yang relatif sangat kecil 1s*lnrhp jumlah penduduk miskin nasional dibandingkan d.engan I(BI, karena jumlah penduduk miskin di KTI relatif sangat kecil. Implikasi pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan adalatr sebagai berikut (i) pelaksanaan di propinsi dengan jumlatr penduduk miskin besar tetapi dengan persentase penduduk miskin rendah memerlukan cara pencap aian (targeting) yang jelas, sedangkan (ii) pelaksanaannya di propinsi dengan jumlarr penduduk miskin sedikit tetapi dengan persentase penduduk miskin tinggi tidak terlalu memerlukan cara pencapaian yang tepat' Bukti empiris menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang mengacu kepada seluruh penduduk di suatu daerah menunjukkan hasil guna yang relatif baik. Itulatr sebabnya untuk 4 propinsi di KTI, yaitu Maluku, Irian Jaya, Timor Timur dan Nusa Tenggara Timur, pelaksanaan program IDT mencakup seluruh desa yang ada.
4
Tabef 2:Daftar Komoditi Makanan Paket 1996
JENIS ltln'Cl;ur-
s-,\'l
l',\\
\'()l-t h(.)
. I l. B.ras lokrl Dorrr.:itic ricc
I l. Daging
sapi - Bec.f
| 4. Daging babi - Porl: 6. Daging ayau karrrpung | | 3. Tetelan - Boncs rvith I lril nr..lr I L T"lu. ru.,u ra'
t. Tetur iriVrnanila
I | 9. Susu kental nrarris | 10. Susu bubuk
I l. B.y-t I
- Spirraclr
Z. Kangkung. Srvarnp cabb:rge
7. Kacang prnjug.Srrilg bc:u | 8. Tornrt $yur - Torrrrlo | I
t
l. Daun ketela
pohon
123. Barvang nrerah - Orrion 125. Cabc nrcnh. Chiltic.s 127. Cabc rawit-Cayaure pqrper
I l. Kar:ang Tarrah ranpa kulir
I 7. Tafiu - Soya bcrrscrrnds
'
Tcmpe . Fcnrrented soyhcnl cak,i 5. R:nrbutan - Rantbutan
t.
8. Salak - Zalaccr 10. Pisang Arnbon - Arrborr barrrna 13. Pcpaya. Papayr
l. Mirryali kelapa,Coconur oil 4. Kelapl - Coconut l. Gula posir - Cane sugar 2. Gula mcralr . Brorrn sugar
3.Tch-Tca 4. Kopi bubuk l. Gararn. Salt 2. Karriri.Carrdlenus 8. Tcrasi/pctis
- Fish prsre
l. Kerupuk - Crips {. Mic illst"rll- lnstlnt Noodlcs nunis l. Kue keriug-Dried bread 2. Roti
l. Kue bas.'rlr. Cookies l. Rokok kretek filter
Kg Kg
(
Kg
II
| ().0 z0 | 0.0. 12 | )6 | 0. l: i6 I 0.0( )-s I o.o, i I 0.1: llJ I o.r: t-r | (r.(!: 6 | tt.:l-i o ().() :)e
lis
. ll0. Tcpung tcrigu Whsnt llour polron. l. Kctele C:rrsavr I | 2. Ketcla rilubat
rio
I
i.2 72
I(g
7. Jagung pocclary'pipilarr
I S. Captet - DricrJ cassava S. Sagu - Sago llour I 2. TongkoUTuua,/CaLrlerrg | | 5. K.nrbung - lndiur l{:rckcrcl 7. Bandeng. Milk lislr | | 4. Teri - Anchovics
.i.
Kg Kg
| 4. Beras Kctur. Clutinous ric.. |
I I 0.I i.i I
Ks
| 2. B.rrs kualitas trng]gtrl l. zu'r.t irnpor. lrrrport..rt rir'c I
'\lI
Krl
Ks I K'r | xg I II Ks | Orrs I Kg | K_* | Kg I Kg I
t..'i
'
| 0.02 l I
I r).oi I I o.ort 7 | Kg | 0..'i:i I I {).2.1 j errrir | | Kg | Kq I
o.(x) .5
|
,
|I Ki I o.:i:: ; II K! | o.z.; t |
.ieigr
Ons
I Kg | Orrs I Orts | Ons I Ks I Kg | K'r |
K; I 'KI
I
Kg | Kg | Litcr | Butir | O"s I Orr | Ons I
t2 ().0I .) tt.29.I 0.
o.s7:
' |I
0.161 t
l.i7- ll
I Ons I Btr:rfr | It) bt.g |
Potorrgl
0.0$ 0.02
0.+s 0.00
o.0t 0.0+ r).(x)
0.201J
0.691 6.39-3
0.673
II
I
|
|
o.+Y+
o .577 l..l0S 1.2 l-5
o.2iti 3.229 2. 19.'i
I | |
I | | I
I
;j I
tos
r
0..i1| (J.{.I'i
t.22(
0.5lu 0.$69
0.026
0.i2i o.ilo
|
'?;l .;.'is
I
orrl
ifil
o. t-; t
II |
r.us.; .5.860 0.77 5
o..rzo 0.15()
l.-51l
II
u. r+o ().:i1 I 0..101
0.60-t
I 0 ri6 I
2.4e2
;e8l le3l
'3:l ;31
jiil tsrl
ilJl 29-i
I
I
l8e4l
2961t I
52
e.i2.i$
I 272.73 721 i6-i.iri ss
K.-\L( )Rl
K(tl'A I 6 t6.r j .l(x).lJ_j
Ili.70 l.
l{
2.
1i
i.65
5i6..j9 I
900.90 S09.52
2.7 |
3{.91 37.23
6.-i2
I
621.36 169.9t) t9. l9
1.6(t
0.51 t..r9
2.j9.5. r6
l)t:sA
t7.26
i2u.00
I .100.00 1{l -53S..16 2lI| 23s2.8r
9.31t 10.
l7
9.29
3.3r
3.86 3.40
2.30 0.89
691 3 r2.i.00
265i.Si
ls r r6s.-i7 561 97.50.(x)
1.94
i 77.0s
2.6'
3.6e
1.61
0.47
|
861 .i100.(x)
$000.00 1777.75
0.67
|
20.51 +.illJ..'i9 5l 471+.2e
2.51
1270.Si
3.
5(X)0.00
0..:i0
0.0,
15.J9
7.55
l
I
73lt ts.i2.7t
l6l ,-l(x;.ix) r57f 660.e6
l39l
I
|
I
-5-r:i.28
|
1961 71r.00
681
|
137.1{
t62l 4-52.3s 3381 286.03 2s5l 6t4.2e
';31
lill
.i0().0()
.r9{l 21ilJ.Slt (,1J 2.r.r..i7
iliril
|I I ;
I ei7. il I to.li.rs I l2r).7i II000.()0 I 22().{0
e.'i.5.llJ
r111 1t l.J!.4:
I
'.'lt te3l
I
| i3l is
l52l
$2ol .i7l 2:iel
Il;lll
o.:zy
l.170
ioll
20+95
AI(A Z IOO KALORI UMLAH KOMODITI
)E, I
l.\li(;..\
3rJ
ii"l I j'il rI il,iil |
I
0.07i
0.s-l
'tr
;
o.ze', I 0.:i t:
0.i0r
ar t
l0
[ll
II o.oii I I o.(xr: I I 0.2rJ.
tl
I
0.l(r t
u.17$
().i7-5
l0
0.01i 0.1 I ?
o.o.ls
0.:10,1
I lit) gr
o.22
o.0t
ll9l r.rl
H.i
0.0: i.'i o.$:
0.1-i7
II
I
I I r$|
o. t. ;e (,.(l: !_r r).3:
|| O.C.it | | o.():il | {)..t{)2 l 0..5.t0 I o.rz-; | o.tor 0.70(
I Orrs I o.-;tts | orrs I r.:+z I Orrs I o.zz+ I Orrs I
Orrs
.\"11..\l
l)l:S\ | K(,1.\ | l)l:.S,\ | K()t.,\ I tlLsr I Je't2 .i.2 t7 | l75rJl e_ie.s.i I e06.s0 i.s 16 I .'ir.'r7 .'il.i7l f .is.7J I e0l.:()
2161
30e.52
531 2212.t2
2is7.ss ?1r' Oi --,'. ..' re2l.0.i
121 tose.Jt
++1.09
|
|
l2_i.69
I
i62.{2
I
27s.6e
I
558.S2
|
28:i.0s
|
2038.16
| I
| I I
I
5rJl
|
|
:isl.l I
|
r63.5.26
|
|
I
|
iie.3t
156.31
|
r1l.e1 i59.52
|
.i75.56 60.89
| |
i
), l.!O I
I
2S+.16
|
210.20
|
rof r.ir..56 r5ll 3e1.71 zsel 611.73 ezl 62.-re I
.i.tl .101.79 97l. :i09.2 t e3 | 26s.t6 l8-rl itl.08 r r6l l.rs.e7 sef r7s.ee rsrl e 1.36 rJ85 | 86.r.66 17207 23 t1)7 52
tl
| | I
| |
I | |
I
|
|
i0l.6r
I
1ii.s2
I
ri7.e3
?;;
ii
|
|
r.6l
25.73
|
I
| | I
0.621 1.8{ |
I
875.00
|
l.ss 2.31 0.55 3.56
5.03
-ise.s9
151.73
9t6l
|
I
I
r3.3s
I
5381 1656.00 3581 4J2.8{
t.66
I
I
I
l.
|
I
8s-i.35 185.58
l.0l 5.7.i r
| I | I
t.6r
4.5+ I 3.37 | 2.3e I 86.90 | 30.76 | 77.s7 | 8.45 |
t.16
| | | I
r.43
|
0.45 | 2.s4 | 3.e6 | 8.62 t
r8.8e
I
0.68 2.11 3.82
| | I
t.73
76.2r 46.95
I I
7l.l
I e.74
| I
5.e6
|
5.28 -tI
3.lo 2.81
6.l0 7.16 4.53
l.e3
tt.12
I
1450.05
I
|
2.83 0.34 e.16
1.85
| 8.7t | 16.7 r | 6.51 | i.is I 14.80 |
|
t.r3
|
-l 4.':a |
I
1.70 0.3rr
2.t7
2.53
I
|
r.is
I
I
6i6.i6
4.1'
I
s000.00 | 52s.62 |
337t tt7t.'tl t roli.il {3.i1 I ti t.4s I ro9S.ls 7(rl 12l t.Ji I l0.l l. l0
lo5|
l
l5
i
t557.72
Tabel 3:
Daftar Komoditi Non Makanan 1996 Nasional dan Daerah perdesaan
JENIS PENCELUARAN
NILAI
(t)
(l)
I l. Miul'ak tlrr:rh
950
| 2. Lisrrik 3. Pak:ri:ur j:rdi uuluk pcrcrnpri:tn dcrllrs:r | 4. S:rbrrrr rrurrrdi. p:rsr:r d:rrr sik:rr gigi | | 5. P:rkrti:rn j:rdi uuluk l:rki-l:rki dcrvtrs:l
.j65
I C. e:rfuirrnl:rdi urrruk rrrr:rk-rrrr:rli
{-55
7. Silbun cuci buriillgrl[ 8. Sabun bubuk d:rrr s:rburr krirrr | e. PBB I l0. Perkir:ran scrr':l nrrn:rlr scndiri f l t. Fasiliras nruurh l:rrrgg:r lrrinrr.r,;r
f
l2.
Pcr:r1:r:rn
lnri
652
5r0
lie
|
f
8${
(liliu. korck npi)
ra1,:r
f
f
22s r5e
I
l6. Al:rs krki tlki-l:rki dcrr:rs:r ll7. Ahs klki pcr,-rrrpu:rrr dcrr.lrsu l8. Kalrr b:rklr dlrr blh:rrr b:rkrr lrrirrrr.t':r 19. Bia.va kcsclurr:rrr
I I
I |
| I I
I
256
120. Alas kaki urrtuk Arr:rk-:rn:rk
|
i2s 32i 303 301 276
I
lls I
eerf:*:rs nrruilh r:lngg:l 123. Pemrratln kulit. rutrku. r.:rrrrbut
r00
lzz.
kopcr d:rrr pcrtlikilrr 25. Alirt-aht dlpur/unklu 26. Ongkos pc.ug:rrrgkut:rrr 2-1. Pavuug. t:rs.
27. L:rirrrr.r,u (h:rrrduk. ikur pirrg.glrng 29. Pos. telcgr:rrrr. lcl;1. rrrrrrrrrr
I
377 32e
j 13. oili'lr scxol:rlvKursus l-1. B:rnrng kcqrrrtikrrr
|
l
16e
dll)
JLII\4LAH
I
e7t 82
1
?jl r2s
rr ,rl
20 8565
I I
I
Daftar Komoditi Non Makanan 1996 Nasional dan Daerah Perkotaan
Tabel 4:
JENIS PENGELIJAP.AN
(t) l. K;n'u b:rkur
cl:rn b:rlu,rn
b:rk:tr l:rirrrr.r'lr
70-5
2. Min.r':rk tirrurlr
122
3. S:rburr-ur:rrtdi. p:rstrt d:rrr sili:rr g,igi 4. Pukitilru j;rdi urrtrrk ilrurk-r:r,;rlr 5. P:tkti:rn jldi untuk l:rki-l:rt:i jcrr':rs:r 6. S:rbun bubuk dtrrt s:rbrrn krirrr 7. P:tkrti:rrr jldi urttuk pcrcnrpr,:rn dcu:rs:r 8. F:tsilit:rs nrnnh t:urgl:ir l:rirrrrl':r 9. Listrik
3is
10. Pcrll':uru I
l. Bill':t
lnri
r:r1':r
216
22ll
)71 t95 t78 163
sckolrrl/Kursrrs
17.5
12. Kcsclurtltr 13.
JJO
116
Blntng kcqrnlik:rrt
108
l.l. Alas k:tki l;tki-l:rki dcu:rs:r
lt8
15. S:rburr cuci b:rtlrng:rn I6. Al:tl-ll:tt dupur/nr:tk;rrr
il4 37
I7. PBB i8. Alits ktki urrtuk arurk-:rrrirk 19. Ahs knki pcrcnrpuau dcu:rs:t 21. Pcratntlrt kulit, ruuk:r. rir:rrnul 22. Perkl*:ts nrrrr:llt tilrrgg:l 23. L:tirrrr1,;t (lutrrdrrk. iklt piirgg,:rng dll) 2{. Ongkos pcrtg:rngkut:rrr 25. Pos. tclcgrilru. lcl1l. urrrrrnr 26. Pcnururlnrr
JUMLAH
Perkem b"
nn
ntil",l
i,", *",
" 1993-1996
is ki
na
n
Perkotaan + Perdesaan Perkembangan (1993-1 996) Proporsi
Penduduk Miskin
11. Dista Aceh 12. Sumatera Utara. 13. Sumatera Barat 14. Riau 15. Jambi 16. Sumatera Selatan 17. Bengkulu
18 Lampung
3
KlJakarta
32. Jawa Barat 33. Jawa Tengah 34. DlYogyakarta
. Nusa Tenggara Barat 53. Nusa Tenggara Timur 54. Timor.Timur 1. Kalimantan Barat 62. Kalimantan Tengah 63. Kalimantan Selatan 64. Kalimantan Timur 71. Sulawesi Utara 72. Sulawesi Tengah . SulawesiSelatan 74. SulawesiTenggara 81. Maluku
Inc-..esia (Nasional)
Kalimantan Sulawesi lrian Jaya, Maluku, NTT, TB, & Timor Timur
496,7 1.331,6 566,1
13,46 12,32 13,47
410,9 299,4
'11,20
1.023,9
13,38 14,89
173,1
13,11
751,8
11,64
497,1
c,oc
4.612,4 4.618,7 343,5 4.423,7
12,20 15,78 '11,77
0,0185 0,0202 0,0176 0,0145 0,0195
0,0211 0,0168 0,0153 0,0098 0,0192
0,0229 0,0177 0,0191 0,0168
756,4 293,0
13,25 9,46 19,52 21,84 36,24
874,5 321,6
25,05 20,85
517,8 294,9 304,7
18,62 13,7s 11,79 10,48
6s9,2
8,97
4,a122
162,3 478,9 441,9
10,84
270,2 692,4
193,9
23,93
25.900,0
5.0s3,6
12,87
14.765,6
't2,84
2.008,8
4,0292
425,6 1.234,2
384,6
'
322,0 222,9
794,9 't37,2 724,9 231,3 3.962,1
8,76 7,94 9,06 10,72
9,37 10,65
2,48 g,g7
4.157.3 303,8 4.046,5
10,42 1 1,96
125,6
4,30
653,0 749,0
13,91
17,62
0,0164 0,0166 0,0127 0,0115 0,0145 0,0139 0,0146 0,0147 0,0035 0,0157 0,0215 0,0141
0,0170 0,0058 0,0270
-71,1
-2,68
-97,5 -181,6 -88,8
,1,40
-/o,c -229,0 -35,9 -27,0 -265,8 -650,2
461,4 -39,7 -377,2 -144,6 -39,4 -7,5 -25,2 -54,0 -132,2 -93,5 -70,4
0,0377 0,0741 0,0447 0,0299 0,0300
820,5
20,57 31,15 21,99
189,4 424,3
11,24 14,33
0,0264
224,6
9,24
0,0191 0,0154
10,60
0,0172
-20,1
8,18 9,02 8,49
0,0109
-30,5
0,0147 0,0502 0,0525
284,6 163,4 617,1 139,4 417,0
19,47
427,8
21,17
0,0209
22.493,7
4.246,1 12.826,6 1.659,7 1.204,5
10,15 10,75 15,35
8,59
0,0122
-1 15,5
2.514,7
20,33
0,0357
-147,8
10,59 14,46
0,0155
-2746,4
0,0232
€13,4
267,9
1.320,',1
20,17 9,94
2.662,5
22,86
0,0168 0,0188 0,0344 0,0143 0,0417
19.819,1
12,85 17,17
0,0183
17.072,8
0,0292
5.378,0
5.991,4
10,78 10,91
0,0341
0,0654 0,0331
0,0165 0,0210 0,0143
(o/g)
4,71 -3,26
4,32 4,17 -3,74
-0,99 -3,17
-2,33 -1 ,87
-1,35
-0,0022 -0,0036 -0,0049 -0,0030 -0,0050 -0,0072 -0,0022 -0,0006 -0.0052
{,0035 -0,0013 -0,0036
-1,39 -5,16 -1,90 -1,27 -5,10 -3,06
4,0116
-9,61
-0,0135
4,29 4,51 -1,19 -2,30 -0,95
4,0021 -0,0111
4,0013 -0,0035 -0,0097
4,0090 -0,0120 -0,0019 -0,0045 -0,0014 -0,0024
0,0'l0g
42,0
0,0123 0,0374 0,0403
-22,9 -61,8 -14,0
4,0129 4,0122
0,0121
-3406,3
-0,0088
0,0134 0,0162 0,0230
-1939,0 -350,0
-807,4
-2,72 -2,09
-0,0034
4,82
-0,0114
-1,35 -2,53
-0,0060
-2,25 -2,72
-0,0028 -0,0060
{,0026 -0,0021
Tabel 6
Perkembangan kondisi kemiskinan 1993-1996 Perkotaan 1993 .Propinsi
1996
Perkembangan
( 1 993-1
996)
Penduduk
Proporsi
Indeks
Penduduk
Proporsi
Indeks
Penduduk
Proporsi
Indeks
Miskin
Penduduk
Poverty
Miskin
Penduduk
Poverty
Miskin
Penduduk
Povedy
(ribu jiwa)
Miskin (7o)
Gap (PG)
(ribu jiwa)
Miskin (7o)
Gap (PG)
(ribu iiwa)
Miskin (%)
69,9 494,5
10,13 11,72
84,1
8,63
91,6 57,0
o,oc
Gae
eG)
I
It t. Dista Acen
It2. Sumatera Utara f
tS. SumateraBarat
114. Riau
Its..lamoi
116. Sumatera Selatan Bengkulu 117. 118. Lampung
DKI Jakarta 132. Jawa Barat 133. Jawa Tengah 131.
fS+. OtYogyakarta
397,9 32,1
107,4
10,22 19,32 10,26 11,62
0,0191
67,6
7,96
-2,27
-0,0151
457,0
u,4
9,51
0,0040 0,0033
-2,:
0,0160 0,0099 0,0089 0,0135 0,0360
-37,t
-2,21
5,59
0,0422
-la
72,3
5,10
co,c
8,04
267,6
11,81
-9,: -0,: -130,:
25,3 105,2
6,40 9,32 2,48
0,0015 0,0020 0,0039 0,0020
-3,05 -1,55 -2,18
-0,0128 .0,0076
0,0031
-2,1
0,0009 0,0056 0,0053 0,0038 0,0045 0,0016
-265,€
0,0131
497,1
s,65
0,0178 0,0088
2.327,1 1.525,9
15,55
0,0274
231,3 1.879,7
'17,36
0,0281
1.283,1
222,3
4,0245
207,9
0,0286 0,0215
1.520,9
10,50 12,97 11,66 13,43
t
-6,t
447,!
-2,691
3,421
106,1
61,0
5,75
141,8
21,99
0,0431
136,3
19,11
0,0081
-5,5
73,3
16,37
0,0270
72,7
154. Timor Timur 16t. Kalimantan Barat 162. Kalimantan Tengah 63. Kalimantan Selatan 64. Kalimantan Timur 71. SulawesiUtara 72. SulawesiTengah 73. SulawesiSelatan
20,78
0,0430 0,0350
{,6
17,U
13,73 13,60 11,49
0,0059
14,8 130,8 51,8 113,9 116,7 52,3
16,36
0,0229
14,11
0,0200 0,0208 0,0102
151. Bali
74. SulawesiTenggara
1.704,4
27,8 257,2 26,6
10,93
8,10 7,63 13,04
11,6
94,6 26,4
0,0101
0,0226 0,0114
10,75
6,80 6,17 9,27
36,1
8,75 8,06
56,7
12,31
0,0118 0,0222
26,5 34,3 4g,g
8.700,0
13,45
0,0228
7.150,7
Sumatera Jawa + Bali Kalimantan Sulawesi lrian Jaya, Maluku, NTT, NTB, & Timor Timur
1.324,4 6.383,0
0,0186 0,0235
413,2
12,08 14,15 14,13
363,8
1',|,07
322,6
15,57
0,0177 0,0283
KBI KTI
t.tot,+
13,74 13,28
81. Maluku 82. lrian Jaya
6,62
100,7 64,2 44,7 21,2 241,2
10,99 5,22
6,12 4,58
{,0.
-183.s
Nusa Tenggara Barat 152. Nusa Tenggarra Timur 153.
Jawa Timur
-0,0111
4,0147 -0,0r
-242,e -14,4
14,35 16,85 1 1,88
135.
-7,51
-3,86 -2,30 -3,17 -5,05 -4,39
45,1
0,0081
-3,2
0,0066 0,0037 0,0043 0,0019 0,0023 0,0015 0,0040 0,0088 0,0019 0,0032
-36,2 -25,4
{,0074 -0,0115 -0,0322
-0,02071 -0.02411
€,131 {,01981 -2,87l| -0,0350 -2,441 -7,18
|
4,02121
-0,03491 -0,0284 | -9,74t -0,01901 |
€,351
-13,2
4,12l| -0,0157f
-52,4 -7,6 -o,o -15,9 -0,0 -1,8 -7,9
-s,711 -1,99 | -3,05 |
-0,0199 -0,0079 -0,0086 -2,2s1 -0,0186 -1,s5 | -0,0026 -1,8e I -0,00es -3,04 -0,018s |
Indonesia (Nasional)
1.099,7
0,0244
0,0225 0,0227
)
9,71
0,0041
1.116,0
8,28
5.183,8 286,0 333,6 303,7
9,95 8,74
0,0028 0,0042 0,0039 0,0038
12,65
0,0051
9,62
9,64
6.299,9 923,3
8,50
-
4,0228
-1549,3
-3,741 -0,01
-2A8,4
-3,80
4,20
-127,2 -18,9
-5,63 -2,33 -2,92
0,0039
-1407,6
4,12
0,0042
-176,4
-3,64
-30,2
| | |
| I
I
I
-1 199,2
|
-0,0158 -0,0192 -0,0205 -0,0139
4,0232 -0,0186 -0,0186