I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial
masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan hutan lindung sekalipun. Pada sisi yang lain keberadaan kawasan baik kawasan hutan konservasi, hutan lindung, maupun hutan produksi harus tetap dipertahankan untuk menyediakan jasa lingkungan, perlindungan sistem penyangga kehidupan, estetika, berperan strategis sebagai sumber plasma nutfah, perlindungan
keanekaragaman
hayati
dan
segala
ekosistemnya,
menunjang
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya. Dalam upaya mempertahankan kelestarian potensi kawasan HL. Wosi Rendani dan kawasan hutan lainnya, maka beberapa konsep pengelolaan yang selama ini diterapkan berupa pemberikan peringatan seperti penyuluhan, pengamanan dan patroli kawasan, evakuasi masyarakat dan segala aktivitasnya dari dalam kawasan hutan, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil hutan dan penggunaan lahan hutan.
Konsep ini masih belum tepat dan bersifat sepihak, karena pada
dasarnya masyarakat di sekitar kawasan hutan selalu mengharapkan manfaat berupa jasa hutan dalam proses interaksi. Hal ini harus diakui bahwa, hutan merupakan suatu mata rantai dalam ekosistem yang merupakan fungsional dasar dalam ekologi, karena secara fungsional ekosistem,
(Odum, 1998), berperan sebagai ; 1) sirkuit-
sirkuit/aliran energi, 2) rantai-rantai makanan, 3) Pola-pola keanekaragaman dalam ruang dan waktu, 4) daur- daur makanan (daur biogeokimia), 5) perkembangan dan 6) Pengendalian serta pertahanan dalam keseimbangannya (homeostatis ecosystem).
1
Keberhasilan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani masih membutuhkan sebuah konsep yang sesuai dengan karakteristik masyarakat sekitar kawasan, kondisi sosial ekonominya dan adat istiadat (Hak Ulayat) serta budaya mereka sendiri. Masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagain besar dari pertanian dan perladangan yang berpindah-pindah, berburu dan meramu tetumbuhan (nabatah). Oleh kerenanya sebuah program hanya dapat berhasil apabila dapat menangani masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya yang merupakan faktor penentu. Dengan kata lain gangguan terhadap kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani hanya akan berkurang bila kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sudah dapat terpenuhi dari hasil usaha di luar pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi yang tepat tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap kawasan hutan, sebab masyarakat telah hidup dan berdiam di sekitar kawasan hutan tersebut jauh sebelum kawasan ini dijadikan sebagai kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Pemahaman terhadap kepentingan masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab masyarakat berpotensi sebagai pendukung upaya kelestarian hutan sekaligus ancaman terhadap upaya pelestarian hutan. Daerah kawasan hutan (baik konservasi, lindung dan taman hutan raya) bila dipandang belum memberikan kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya serta mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar kawasanlah yang akan menjadi ancamannya. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat pulalah yang menjadi pendukung dalam usaha pelestariannya.
Oleh
karenanya konsep pengelolaan dengan memanfaatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat sangat berarti dalam pengelolaan selanjutnya.
2
Kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) merupakan salah satu kawasan lindung yang ) memiliki potensi kawasan strategis bagi pembangunan daerah, nasional bahkan internasional kedepan terutama perlindungan Bandara Udara Rendani Manokwari dari ancaman banjir, perlindungan tata air dan jasa lingkungan untuk pengembangan ilmu pengetahuan Budidaya Ikan Air Tawar pada Balai Benih Ikan DKP Kabupaten Manokwari. Potensi biofisik kawasan berupa keanekaragaman flora dan fauna indemik Papua, mengandung aneka tumbuhan yang berkhasiat obat tradisional (herba) dan keunikkan fisik kawasan, memiliki Air Terjun dan Goa Alam yang Unik, sebagai areal edukasi lingkungan, serta potensi pemanfaatan Jasa Lingkungan sebagai sumber air bersih dan aliran air bersih dalam mendukung penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manokwari masa depan sektor kehutanan, sekaligus mengukuhkan Manokwari sebagai Kota Tiga Pilar Obyek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) penting yaitu Wisata Sejarah di TWA Gunung Meja, Wisata Religi di Pulau Mansinam dan Wisata Air Terjun dan Goa Alam Unik di Kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani. Hutan Lindung Wosi Rendani merupakan aset sekaligus merupakan kebanggaan daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis, sosial-ekonomis dan politik serta pemgembangan budaya setempat yang harus dikelola dengan baik untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani diharapkan mampu memberikan peran dan sebagai sumber pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) jika dikelola secara baik dengan tidak mengesampingkan manfaat dan nilai lain yang utama (perlindungan sistem penyangga kehidupan dan sumber plasma-nutfah). Namun saat ini kerusakan atau degradasi akibat salah pemanfaatan lahan di kawasan ini akan berdampak negatif pada sistem ekologis kawasan, yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai ekosistem hutan, keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya 3
masyarakat.
Keberadaan dan kelestarian kawsan Hutan Lindung Wosi Rendani
menjadi semakin penting mengingat Propinsi Papua Barat mencanangkan pengembangan usaha kepariwisataan pada tahun-tahun mendatang. Hutan Lindung Wosi Rendani sangat rentan dan labil akan perubahan kawasan karena luasnya hanya 300,65 Ha, terletak pada posisi 134ᵒ02 ’05” sampai dengan 134ᵒ02’47” BT dan 00ᵒ00’52” sampai dengan 00ᵒ00’53”
LS, dengan elevasi
antara 16 sampai dengan 212 meter dari permukaan laut. Kondisi iklim mikro selama 20 tahun terakhir dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.312,95 mm atau rerata intensitas hujan harian sebesar 12,86 mm/hh,
(Sinery dan Mahmud
2014). Daerah Manokwari yang menurut informasi dari BMG merupakan daerah rawan gempa dan tsuname karena letaknya berada pada daerah sesar lempeng IndoAustralia. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan berdampak luas pada semakin menipisnya luasan kawasan hutan, sumberdaya hutan dan jasa hutan lainnya seperti penyediaan tata air, perlindungan erosi tanah dan mempengaruhi kondisi iklim mikro serta kualitas udara bersih. Selama jangka pengelolaannya Hutan Lindung Wosi Rendani dijumpai beberapa permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik sosial, konflik kepemilikan hak adat/hak ulayat serta konflik penetapan kawasan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa penelitian sebelumnya bahwa masih dijumpai issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti minimnya pemahaman masyarakat terhadap peranan hutan, akses dan nilai kemanfaatan, status kepastian hukum kawasan hutan dan kepemilikan kawasan hutan Lindung Wosi Rendani oleh masyarakat yang mengelilingi kawasan. Aksi-aksi ini diwujudkan dalam setiap aktivitas secara perlahan-lahan namun pasti akan semakin mengancam masa depan kelestarian Hutan Lindung Wosi Rendani. 4
1.2.
Perumusan Masalah Indikator keberhasilan pengelolaan kawasan lindung Hutan Lindung Wosi
Rendani terjadi pada beberapa kemungkinan antara lain ; pertama, dapat direalisasikannya tujuan pengelolaan kawasan dengan memaksimalkan manfaat kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani selaras dengan peningkatan kapasitas kelembagaan secara ekonomis yang dapat dirasakan oleh semua pihak (stakeholders) termasuk masyarakat sekitar kawasan sekaligus sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem pada masa datang, jika perencanaan dan implementasinya disusun secara holistik tepat sasaran, lebih cepat dan lebih baik. serta kedua Jika tidak memuaskan banyak pihak maka dapat menimbulkan dampak negatif pada kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sendiri seperti (degradasi lahan, penurunan kualitas air, minat rekreasi dan satwa liar serta pengurasan segala sumberdaya hutan dan jasa lingkungan lain) yang berakibat pada menurunnya kualitas kelestarian ekosistemnya dan selanjutnya berdampak pada krisis sosial ekonomi masyarakat yang lebih besar lagi kalau perencanaannya sepihak, kurang tepat, lambat dan sangat buruk. Undang-undang Nomor : 41/1999 menekankan bahwa peruntukannya fungsi hutan ditetapkan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1) Hutan Konservasi untuk fungsi konservasi, 2) Hutan Lindung untuk fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan 3) Hutan Produksi untuk fungsi produksi. Namun dari ketiga fungsi tersebut pada hakikatnya hutan dikelola dengan tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan cara, (Marsono, 2000 dalam Marsono, 2004), antara lain ;
1) Memberikan jaminan keberadaan hutan
dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; 2) Mengoptimalkan aneka fungsi (konservasi, Lindung dan produksi) dan mencapai manfaat lingkungan, sosial-
5
ekonomi, yang seimbang, serasi dan lestari; 3) Meningkatkan daya dukung lingkungan dan Daerah Aliran Sungai; 4) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
kapasitas dan
keberdayaan
masyarakat
secara
partisipatif,
berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial-ekonomi dan pangan-sandang dan papan, lapangan kerja; dan 5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan keberlanjutan. Dalam hal pengelolaan kawasan dalam era otonomi saat ini, masih terjadi permasalahan yang sering muncul dalam tatanan pemerintahan (baik pusat dan daerah maupun masyarakat setempat) terutama pembagian kewenangan (sharing of power) sehingga menjadi penyebab gagalnya atau kurang berhasilnya upaya pemberdayaan kepada masyarakat sekitar kawasan hutan yang masih ketergantungan pada sumber daya hutan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta masih kurangnya perhatian pihak pengelola kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani terhadap karakteristik masyarakat di sekitar kawasan hutan akan semakin berdampak negatif terhadap kelestarian di masa datang. Salah satu indikator kegagalan pihak pengelola kawasan dalam program pembinaan yang selama ini diterapkan adalah masih kurang dipahaminya peranan hutan dalam menyediakan jasa untuk kehidupan semua manusia dan tetap tingginya intensitas masyarakat masuk dalam kawasan dengan pengambilan segala semberdaya hutan yang ada. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, terutama melalui usaha kepariwisataan alam misalnya maka terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik masyarakat sekitar kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan bagi pengelolaan kawasan hutan lindung Wosi Rendani untuk menjamin terciptanya kondisi ideal dalam mewujudkan keberlanjutan fungsi kelestarian kawasan. 6
Dari beberapa uraian yang telah dimukakan di atas, maka secara umum permasalahan penelitian ini dapat mencoba dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi biofisik kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani dalam mendukung pembangunan daerah dalam era otonomi daerah ? 2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani selama pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani ? 3.
Bagaimana peran fungsi, wewenang dan konflik kebijakan serta kepentingan instansi teknis terkait selama pengelolaan kawasan ?
4. Bagaimana solusi, alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan kawasan dan alternatif penyelesaian konflik yang multi pihak terhadap eksistensi kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagai benteng terakhir perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ? 1.3.
Tujuan Penelitian Salah satu tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui potensi biofisik kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani dalam mendukung pembangunan daerah dalam era otonomi daerah 2. Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan Bentuk bentuk Interaksi mereka dengan kawasan HLWR. 3. Mengetahui peran fungsi, konflik kewewenang dan kepentingan instansi teknis terkait selama pengelolaan kawasan 4. Mengetahui alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan kawasan dan alternatif penyelesaian konflik yang multi pihak terhadap eksistensi kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani sebagai benteng terakhir perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
7
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan upaya awal guna untuk mengatasi masalah-masalah terkait pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani.
Dengan pendekatan
Analytical Hierarchi Process (AHP) maka dapat merumuskan suatu kebijakan prioritas yang dipilih untuk pengembangan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut : 1. Bagi pengelola Dinas Kehutanan sesuai kewenangannya dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi biofisik kawasan dengan keberpihakkan pada masyarakat dalam memberikan akses kemanfaatan sumber daya kawasan HLWR. 2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan pola perubahan sikap dan perilaku sosial ekonomi serta motivasi untuk meningkatkan kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang dimiliki, tanpa harus mengorbankan kawasan perlindungan. 3. Bagi Instansi Teknis Terkait agar selalu membangun koordinasi teknis secara baik guna memberikan kepastian pelayanan sesuai kewenangannya demi tertibnya pelayanan publik. 4. Memberikan solusi pembagian kewenangan untuk penyelesaian konflik kepentingan dan kewenangan antara instansi pengelola dengan instansi teknis terkait maupun masyarakat sekitar kawasan..
8