1
I.
PENDAHULUAN
Keanekaragaman merupakan sifat yang menunjukkan beragamnya spesies organisme
yang
ada
dalam
komunitas.
Dua
sifat
yang
mempengaruhi
keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kemerataan dari kelimpahan setiap spesies dimana individu dari setiap spesies tergantung satu sama lain (Poole, 1974). Risser (1994) menambahkan bahwa keanekaragaman hayati terdapat pada berbagai tingkatan yaitu mulai dari genetik, spesies, komunitas sampai kepada keseluruhan alam, dimana pada tiap tingkatan tersebut terdapat hubungan fungsional dengan ekosistem yang mendukungnya. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, (1993), pengelolaan keanekaragaman hayati sekarang ini tidak hanya terbatas sebagai pemenuhan kebutuhan dasar saja tetapi mulai berkembang untuk kebutuhan lain seperti ilmu pengetahuan, rekreasi dan sebagainya sehingga mendorong beragamnya upaya dari masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati tersebut. Upaya-upaya tersebut diantaranya mulai dilakukan inventarisasi pemanfaatan, budidaya sampai dengan pelestariannya yang kemudian melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti diantaranya taksonomi dan etnobotani serta bioteknologi . Upaya pemanfaatan tumbuhan oleh kelompok atau etnis masyarakat tertentu merupakan salah satu kajian dari etnobotani. Harsberger seorang antropolog Amerika yang pertama kali memperkenalkan istilah Etnobotani pada tahun 1895. Ruang lingkup etnobotani mencakup pengetahuan tentang spesies-spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bahan makanan, pakaian, bangunan, perkakas, obat-obatan dan sesaji pada upacara adat dan lain-lain (Museum Etnobotani Indonesia, 2010). Menurut Acharya dan Shrivastava (2008), etnobotani berasal dari kata
2
etnologi yang berarti kajian mengenai budaya dan botani yang berarti kajian mengenai tumbuhan. Jadi etnobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara tumbuh-tumbuhan yang dimanfaatkan oleh suku bangsa tertentu atau penduduk asli untuk kepentingan hidup sehari-hari. Suryadarma (2008), menambahkan bahwa etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan masyarakat pada umumnya. Etnisitas umumnya mengacu pada perasaan bersama kelompok etnis. Kelompok etnis dipahami sebagai populasi orang atau penduduk yang memiliki ciri yang unik, yang diakui oleh etnik lainnya. Keunikannya antara lain tercermin pada ciri-ciri berikut: 1. Mampu berkembang biak dan bertahan secara biologis. 2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaan. 3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi. 4. Memiliki ciri kelompok tersendiri yang diterima oleh kelompok lain, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Keseluruhan masalah etnis mengacu aspek biologis, kepercayaan, pengetahuan budaya, bahasa, adat istiadat yang diwarisi serta keagamaan. Munawarah dan Puji (2007), menyatakan bahwa pembahasan etnobotani berkaitan dengan ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial, yaitu pengetahuan sosial dan budaya, sehingga dalam perkembangannya etnobotani mempelajari persoalanpersoalan etnik atau yang sifatnya global. Sasaran kajian etnobotani adalah mengetahui data jenis keanekaragaman tumbuhan dengan pembuatan yang secara tradisional pada setiap budaya dan menciptakan suatu kajian dimasa modern.
3
Menurut Martin (1995) terdapat empat usaha utama yang saling berkaitan dalam ilmu etnobotani : 1. Pendataan ilmu pengetahuan botani tradisional. 2. Memperhitungkan
pemanfaatan
dan
jenis-jenis
tumbuhan
yang
dapat
dimanfaatkan. 3. Mengamati dan memperhitungkan nilai ekonomi yang dapat diambil dari tumbuhan tersebut. 4. Usaha-usaha
yang
bersifat
pemanfaatan
diusahakan
supaya
dapat
memaksimalkan nilai yang dapat diterima masyarakat dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumbernya. Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional. Masyarakat awam telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya, diantaranya digunakan untuk bahan makanan, pengobatan, bahan bangunan, upacara adat, bahan pewarna, dan lainnya. Kelompok masyarakat sesuai karakter wilayah dan adatnya memiliki ketergantungan pada berbagai tumbuhan. Etnobotani yang bertumpu kehidupan manusia dalam pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang ada disekitarnya, dapat meningkatkan daya hidup manusia (Suryadarma, 2008). Etnobotani menitikberatkan pada tumbuhan dan pemanfaatannya oleh masyarakat daerah tertentu, dan bambu merupakan satu dari sekian banyak tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Widjaja (2001), bambu termasuk dalam Familia Poaceae atau Graminae. Bambu mudah dibedakan dengan tumbuhan lain karena tumbuhnya merumpun, batangnya bulat, berlubang dan beruas-ruas, percabangan kompleks,
4
setiap daun bertangkai dan bunga terdiri atas sekam, sekam kelopak dan sekam mahkota serta 3-6 buah benang sari. Tumbuhan bambu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Akar rimpang Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Bagian pangkal akar rimpangnya lebih sempit dari ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang akan berkembang menjadi rebung kemudian memanjang dan menghasilkan buluh. Sistem percabangan akar rimpang terdiri dari dua jenis yaitu pakimorf yang dicirikan oleh akar rimpangnya simpodial, dan leptomorf yang dicirikan oleh akar rimpangnya monopodial. Di Indonesia, jenisjenis bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran pakimorf, yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek juga. Akar rimpang mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru yang akhirnya bagian yang tumbuh ke atas membentuk rebung dan kemudian menjadi buluh. 2. Rebung Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang dari dalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Rebung juga digunakan untuk membedakan jenis bambu karena menunjukkan ciri khas pada ujung-ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pelepahnya. Bulu pelepah rebung umumnya berwarna hitam, tetapi ada juga yang berwarna cokelat dan putih, beberapa bulu dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gatal sedangkan yang lain tidak. Beberapa jenis bambu rebungnya tertutup oleh
lilin
putih
(misalnya
Dinochloa
scandens),
sementara
itu
pada
5
Dendrocalamus asper rebungnya tertutup oleh bulu cokelat seperti beledu. Sebaliknya pada jenis Gigantochloa balui tertutup oleh bulu putih. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya. 3. Buluh Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh terdiri atas ruas dan buku-buku, berbentuk silinder, bagian tengah berongga, dan berdinding keras. 4. Pelepah buluh Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh , kuping pelepah buluh, dan ligula. Daun pelepah buluh terdapat pada bagian atas pelepah, sedangkan kuping pelepah buluh dan ligula terdapat pada sambungan antara pelepah dan daun pelepah buluh. Pelepah buluh berfungsi untuk menutupi buluh ketika masih muda. Beberapa jenis bambu mempunyai kuping pelepah buluh dan ligula yang berkembang baik, tetapi jenis lainnya kuping dan ligulanya kecil atau hampir tidak tampak. Kuping pelepah buluh dan ligula merupakan ciri penting yang dapat digunakan untuk membedakan jenis atau bahkan marga, keduanya kadang dengan bulu kejur atau sering tanpa bulu kejur. 5. Percabangan Percabangan umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa, sistem percabangan mempunyai satu cabang yang lebih besar dari cabang lainnya yang lebih kecil. Marga Phyllostachys
6
cabangnya hanya terdiri atas dua tiga cabang dengan lekukan memanjang di belakang cabang buluh utama. Biasanya buluh Dinochloa sering mempunyai cabang yang dorman dan akan sebesar buluh induknya, terutama ketika buluh utamanya terpotong. Jenis-jenis dari marga Schizotacchyum mempunyai cabang yang sama besar. 6. Daun Helai daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun. Pelepah dilengkapi dengan kuping pelepah daun dan juga ligula. Kuping pelepah daun mungkin besar tetapi bisa juga kecil atau tidak tampak dan pada beberapa jenis bambu ada yang bercuping besar dan melipat keluar. Kuping pelepah daun pada beberapa jenis bambu mempunyai bulu kejur panjang tetapi ada juga yang gundul. Ligula pada beberapa jenis mungkin panjang tetapi bisa juga kecil dengan bulu kejur panjang atau tanpa bulu kejur. Ligulanya kadang mempunyai pinggir yang menggerigi tidak teratur, menggerigi atau rata. 7. Bunga Dransfield dan Widjaja (1995), menambahkan bahwa tumbuhan bambu mempunyai bunga majemuk yang tersusun dari struktur yang disebut floret. Floret umumnya sangat kecil dengan panjang 2-15 mm. Floret tersusun atas sebuah lemma, sebuah palea, 3 lodikula (kadang mereduksi), 3 atau 6 stamen dan sebuah bakal biji beruang 1 atau 3. Dua atau lebih floret tersusun menyatu membentuk spikelet dengan dilindungi oleh beberapa glumae. Spikelet-spikelet tersusun dalam sebuah inflorescent. Berbeda dengan sebagian besar tumbuhan lain, tumbuhan
7
bambu merupakan tumbuhan yang jarang berbunga. Anonim (2010) dalam Priyambodo (2011), menambahkan
bahwa tumbuhan bambu juga memiliki
interval pembungaan yang cukup panjang. Phyllotachys bambusoides atau sering dikenal dengan bambu kayu jepang yang memiliki interval pembungaan selama 130 tahun akan tetapi beberapa spesies tumbuhan bambu ada yang berbunga setiap tahunnya. Tumbuhan bambu umumnya berbunga secara bersamaan pada satu lahan tumbuh yang sama tetapi tidak semua tumbuhan bambu yang berasal dari spesies yang sama akan berbunga pada waktu yang bersamaan. Menurut Irawan et al. (2006), karakter buluh bambu dapat dijadikan sebagai karakter yang baik dalam mengelompokkan spesies-spesies bambu ke tingkat genus dan spesies. Karakter buluh yang dapat digunakan dalam membedakan spesies-spesies bambu adalah tipe buluh, tinggi buluh, warna buluh (muda dan tua), permukaan buluh (muda dan tua), panjang ruas buluh, diameter buluh, ketebalan dinding buluh dan karakter buku. Menurut Widjaja (2001), terdapat sekitar 1.200 - 1.300 spesies bambu di dunia, dan di Indonesia diketahui terdiri atas 143 spesies. Di pulau Jawa terdapat sekitar 66 spesies, 14 spesies asli tumbuh liar, 9 spesies diantaranya merupakan spesies endemik, dan 26 spesies merupakan spesies introduksi. Menurut Irawan et al. (2006), spesies-spesies bambu yang terdapat di Sumedang, Jawa Barat adalah Bambusa glaucophylla Widjaja (Bambu Najin), B. multiplex (Lour.) Raeusch, B.tuldoides Munro (Haur Hejo), B. vulgaris Schard. ex Wendl. var. vittata A.riviere (Haur koneng), B.vulgaris Schard.ex Wendl. var. vulgaris (Haur Hejo). Dendrocalamus asper (Schult.) Backer ex Heyne (Awi Bitung, Betung), D. giganteus Munro (Awi Bitung, Gombong), Gigantochloa apus
8
(J.A&J.H.Schultes) Kurz (Awi Tali), G.atroviolaceae Widjaja (Awi Hideung, Awi Wulung, Gombong hideung), G. atter (Hassk.) Kurz (Awi Ater, Awi kekes, Awi temen), G. kuring Widjaja (Awi Belang), G. pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja (Awi Surat, Awi Gombong), Phyllostachys bambusoides Siebold et Zuccarini (Pring Cendani), Schizostachyum brachyladum Kurz (Bambu Bali), S.iratten Steud (Tamiyang), S. silicatum Widjaja (Tamiyang), Thyrsostachys siamensis Gamble. (Bambu Jepang). Menurut Nafed (2011), bambu merupakan kekayaan hutan non kayu dan bagian dari kekayaan sumber daya alam hutan Indonesia. Dewasa ini kayu semakin terbatas keberadaannya sehingga bambu dapat digunakan sebagai alternatif pengurangan dalam penggunaan kayu. Menurut Widjaja (2001), di Jawa bambu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, dan banyak dimanfaatkan baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk hasil - hasil yang akan diperdagangkan. Spesies tumbuhan bambu yang banyak digunakan untuk bahan kerajinan diantaranya adalah Gigantochloa apus (J.A. &J. H. Schultes) Kurz atau bambu tali, dan Gigantochloa atroviolacea Widjaja atau bambu hitam. Widnyana (2004), menambahkan bahwa bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga, dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding, atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Akhir - akhir ini bambu sering digunakan sebagai barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain. Daerah Kabupaten majalengka khususnya Kecamatan Rajagaluh sering disebut juga sentra produksi anyaman bambu yang hasil produksi anyamannya berupa boboko/bakul, bilik, kipas (Anonim, 2012).
9
Menurut Hartanto (2011), bambu dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai pegunungan pada ketinggian sekitar 3.000 m di atas permukaan laut, terutama di tempat - tempat terbuka dan airnya tidak menggenang. Berlian dan Rahayu (1995), menambahkan tanaman bambu dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, mulai dari tanah kering sampai basah dan pada tanah subur sampai yang kurang subur, tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Wilayah Kabupaten Majalengka menurut Database SIAK Majalengka (2011c), berada pada ketinggian antara 19-857 m dpl. Kemiringan tanah di sekitar Kecamatan Rajagaluh berkisar antara 15% - 40% , dengan ketinggian 300-700 m dpl. Curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara 2.400-3.800 mm/tahun, dan suhu berada pada kisaran 23˚-33,1˚C, kondisi tersebut memenuhi syarat tumbuh bagi tumbuhan bambu. Menurut Database SIAK Majalengka (2011a) masyarakat Rajagaluh mempunyai jumlah kepala keluarga 14. 951 dengan penduduk laki-laki 24.133, dan perempuan 22. 901. Berdasarkan mata pencaharian dalam sektor pertanian sebanyak 3.626 jiwa, sektor industri 432 jiwa, belum/tidak bekerja 11.431, mengurus rumah tangga 11.031 (Database SIAK Majalengka, 2011b). Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan bambu yang terdapat di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. 2. Bagaimana etnobotani tumbuhan bambu oleh masyarakat di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan bambu yang terdapat di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.
10
2. Mengetahui etnobotani tumbuhan bambu oleh masyarakat di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah mengenai keanekaragaman tumbuhan bambu yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, dan mengetahui cara pemanfaatan, bagian yang dimanfaatkan serta menjadi dasar pengembangan dalam pemanfaatan tumbuhan bambu.