I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai mengandung zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phosfor, besi, vitamin dan senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavenoid dan minyak esensial (Ardhayati, 2010). Cabai bermanfaat sebagai penyedap berbagai macam masakan. Oleh sebab itu buah cabai tergolong sayuran multiguna yang mempunyai prospek baik di dalam maupun luar negeri. Rerata pertumbuhan konsumsi per kapita tahun 2007-2011 sebesar 0,48%. Konsumsi cabai besar per kapita tahun 2011 rata-rata 14,965 ons/tahun (Anonim, 2011a). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 sebanyak 237.641.326 orang, maka berdasarkan kondisi tersebut dibutuhkan cabai besar dalam negeri tahun 2011 sebesar 355.630 ton/tahun. Angka konsumsi cabai besar jika dibandingkan dengan produksinya, maka terjadi surplus sebesar 533.222 ton (Anonim, 2012a). Peningkatan produksi cabai besar tahun 2012 terjadi di pulau Jawa sebesar 15,424 ribu ton dan di luar pulau Jawa sebesar 66,268 ribu ton (Anonim, 2012b). Permintaan buah cabai tidak hanya dipenuhi dengan membudidayakan tanaman cabai lokal, tetapi perlu dibudidayakan cabai merah varietas hibrida yang berumur panen lebih pendek dan produksinya tinggi. Varietas hibrida 1
2 yang banyak dibudidayakan petani saat ini yaitu TM 888 yang mampu menghasilkan sekitar 23 ton/ha dan beradaptasi baik pada ketinggian 100-800 m dpl. (Anonim, 2005). Usaha-usaha peningkatan produksi perlu dilakukan untuk memenuhi permintaan cabai merah. Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi tidak memungkinkan di Jawa, karena luas lahannya terbatas. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui intensifikasi. Tantangan yang dihadapi petani dalam meningkatkan produksi
cabai,
salah satunya pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) terutama gulma. Budidaya cabai sebagai usaha komersial biasanya ditanam varietas hibrida untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Penurunan hasil tanaman budidaya akibat kehadiran gulma dapat mencapai 20-80% apabila gulma tidak dikendalikan (Moenandir, 1985). Gulma dan tanaman memiliki keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhannya seperti unsur hara, air, CO2, cahaya dan ruang tumbuh. Apabila salah satu faktor tersebut dalam keadaan terbatas baik bagi gulma maupun tanaman, maka akan terjadi kompetisi antar keduanya. Kompetisi gulma dengan tanaman cabai biasanya terjadi pada periode kritis umur 30-60 hst (Moenandir et al., 1989). Cabai pada pertumbuhan awal peka terhadap persaingan dengan gulma. Peningkatan produksi cabai dapat dilakukan dengan cara memperkecil terjadinya kompetisi dengan gulma, terutama terhadap unsur hara dan air di dalam tanah. Pengendalian propagul gulma dilakukan seawal mungkin agar
3 tidak terjadi kompetisi gulma dengan tanaman yaitu dengan solarisasi tanah. Solarisasi tanah adalah pengendalian gulma pra-tanam. Pengendalian gulma dengan solarisasi tanah sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh petani. Solarisasi tanah dengan menggunakan lembaran plastik transparan ditempatkan di permukaan tanah dapat menangkap radiasi matahari dan mampu meningkatkan suhu permukaan tanah dan selanjutnya dapat meningkatkan panas di dalam tanah. Pengendalian gulma pra-tanam dengan solarisasi tanah lebih efektif, karena propagul gulma (biji, umbi, stolon dan rhizome) di dalam tanah terbunuh dengan suhu tanah di atas 50 ⁰C. Suhu tinggi menyebabkan propagul gulma akan mengalami denaturasi protein. Solarisasi tanah dapat mengendalikan propagul gulma yang masih mampu berkecambah. Kecambah gulma dibunuh dengan suhu tanah yang tinggi. Oleh sebab itu, solarisasi tanah merupakan solusi pengendalian gulma yang terbaik. Ada jenis-jenis gulma tertentu dengan organ vegetatif seperti stolon dan rhizome masih mampu bertahan hidup (resisten) setelah solarisasi tanah. Jika tidak dikendalikan akan berkompetisi dengan tanaman cabai. Solarisasi tanah dapat membunuh propagul gulma di dalam tanah secara pra-tanam dan jarak tanam dalam baris dapat menyebabkan jenis-jenis gulma tertentu yang masih mampu hidup akan tertekan pertumbuhannya karena tajuk cabai cepat menutup permukaan tanah. Penaungan oleh kanopi tanaman cabai diperlukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang menembus sampai ke permukaan tanah. Jarak tanam sempit menyebabkan kanopi tanaman cepat menutup permukaan tanah, tetapi
4 cepat terjadi kompetisi antar tanaman. Kanopi tanaman lebih lambat menutup permukaan tanah dengan jarak tanam lebar sehingga akan memberikan kesempatan pada gulma untuk tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengaturan jarak tanam untuk menekan pertumbuhan gulma resisten dan meningkatkan hasil cabai. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah bahwa belum diketahui letak sebaran propagul jenis gulma pada berbagai jeluk tanah. Belum diketahui warna lembaran plastik yang sesuai dan lama solarisasi tanah yang paling efektif dibutuhkan untuk mematikan propagul gulma pada berbagai jeluk tanah. Belum diketahui efektifitas solarisasi tanah secara pratanam dan jarak tanam untuk menekan pertumbuhan gulma resisten dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai. Belum diketahui cara pengendalian gulma resisten setelah solarisasi tanah untuk menekan gulma resisten dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai lebih tinggi. C. Keaslian Penelitian Penelitian solarisasi tanah yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu: Solarisasi tanah untuk pengendalian penyakit layu sklerotium pada tanaman kedelai oleh Ratulangi (2004), pengaruh perbedaan warna mulsa plastik untuk solarisasi tanah terhadap efektifitas pemanasan tanah dilakukan oleh Alkayssi dan Alkaraghouli (1987), pengaruh solarisasi tanah pada pertumbuhan Lettuce oleh Hasing (2002), pengaruh solarisasi tanah di
5 rumah kaca terhadap gulma dan produksi bunga potong oleh Isais (2001), dan pengaruh solarisasi tanah terhadap populasi gulma pada musim panas dilakukan oleh Ozores-Hampton and Stanssly (2004). Berdasarkan rumusan masalah tersebut dan penelitian-penelitian tentang solarisasi tanah, maka dihasilkan beberapa kebaharuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Kajian letak sebaran propagul jenis gulma pada berbagai jeluk tanah. 2. Kajian warna mulsa plastik dan lama solarisasi tanah yang efektif terhadap mortalitas propagul gulma pada berbagai jeluk tanah. 3. Kajian efektivitas solarisasi tanah dan jarak tanam yang optimum untuk menekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan hasil cabai. 4. Kajian beberapa cara pengendalian gulma setelah solarisasi tanah untuk menekan gulma resisten dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum untuk menemukan cara pengendalian gulma dengan solarisasi yang paling efektif dan efisien yang dapat meningkatkan hasil cabai merah baik kualitas maupun kuantitas dan menekan pertumbuhan gulma. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, maka dirancang percobaan secara bertahap dengan tujuan khusus yaitu : 1. Mengetahui letak sebaran propagul jenis gulma pada berbagai jeluk tanah.
6 2. Mengetahui warna lembaran plastik dan lama solarisasi tanah yang efektif untuk mematikan propagul gulma pada berbagai jeluk tanah. 3. Mengetahui efektivitas lama solarisasi tanah secara pra-tanam dan jarak tanam untuk menekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan hasil cabai. 4. Mengetahui cara pengendalian gulma yang efektif menekan gulma resisten setelah solarisasi tanah untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai. .
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian pengendalian gulma dengan solarisasi tanah diharapkan akan memberikan manfaat sebagai: 1. Bagi perkembangan ilmu: sebagai acuan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian yang sejenis. 2. Bagi praktisi yang ingin menerapkan hasil penelitian ini di lapangan.