I. PENDAHULUAN
Spirulina platensis merupakan alga hijau berfilamen yang sudah banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan krustase, karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi. S. platensis memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 60 %-70%, dari kandungan protein tersebut memiliki sifat gelling (membentuk gel) (Chronakis et al., 2000). Protein tersebut dapat dicerna dengan baik oleh organisme pemangsa, sedangkan lemaknya cukup rendah yaitu 1,5-12% (Ciferri, 1983). S. platensis mengandung bermacam-macam vitamin seperti vitamin B1, B3, B6, B12, pro vitamin A dan vitamin E (Venkataraman, 1983). Mikroalga S. platensis telah menjadi sumber pangan yang sangat bermanfaat bagi manusia, dan pengetahuan ini telah lama diketahui para pembudidaya bahkan sejak berabad-abad lamanya. Selain mengandung protein yang tinggi, S. platensis juga mengandung β-karoten, provitamin A, dan berbagai jenis vitamin, selain itu juga mengandung beberapa jenis asam lemak tidak jenuh, mineral yang tinggi, dan mengandung pigmen biru (phycocyanin). S. platensis merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai contoh satu arce atau 0,4646 hektar S. platensis dapat menghasilkan sekitar 20 kali lebih banyak protein dari pada satu arce kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik daripada daging sapi (Kozlenko and Henson, 1998). Spirulina merupakan mikroorganisme autotrof berwarna hijau-kebiruan, dengan sel berkoloni membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga hijau-biru berfilamen (Cyanobacterium). Filamen Spirulina sp. hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Borowitzka 1988). Bentuk sel
2
mikroalga S. platensis memanjang seperti benang, berklorofil dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop (Sugiyono dan Amini, 2008).
Gambar 1.1 Spirulina platensis
(http:// green-medical.blogspot.com/2012/11/spirulina.html) S. platensis adalah jenis mikroalga yang kosmoporit. Dikenal dengan berbagai macam spesies dan berbagai macam habitat mulai dari lingkungan teresterial, air tawar, air payau, air asin hingga danau-danau garam. S. platensis lebih menyukai perairan yang cenderung alkalin. Kandungan pH yang baik untuk pertumbuhan berkisar antara 7,2 - 9,5. Namun ada beberapa spesies yang masih dapat bertahan hingga pH 11. Ketahanan terhadap kadar garam juga sangat tinggi, karena ada spesies Spirulina sp. yang tahan terhadap kadar garam hingga 85 o/oo, mikroalga ini akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25- 35 oC (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Mengingat pentingnya peran S. platensis bagi beberapa hewan kultur dan manusia, sehingga perlu dilakukan budidaya untuk menjamin ketersediannya. Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa, salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan mikroalga adalah mengontrol kandungan nutrien baik unsur hara makro maupun mikro lingkungan budidaya. Kultur sel S. platensis pada sistem semi terbuka dengan skala semi massal memerlukan penyediaan unsur hara (pupuk) di dalam media hidupnya. Untuk pelaksanaan kultur
3
mikroalga unsur N, P dan K mutlak diperlukan untuk pertumbuhan S. platensis . Belay (2008) menyatakan bahwa, unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroalga S. platensis antara lain unsur nitrogen sebanyak 90 mg/l, phosphor 590 mg/l dan kalium sebanyak 180 mg/l. Unsur hara/nutrien dalam media kultur ini sangat penting untuk menjaga kuantitas, kualitas dan kestabilan produksi sel S. platensis. Pemilihan pupuk dan komposisi bahan nutrien dalam media kultur S. platensis diperlukan untuk memperkaya kandungan nutrisi, disamping untuk menjaga kestabilan produksi. Produktivitas sel S. platensis dipengaruhi oleh delapan komponen besar faktor media, antara lain adalah intensitas cahaya, temperatur, ukuran inokulasi, muatan padatan terlarut, salinitas, ketersediaan makro dan mikronutrien (C, N, P, K, S, Mg, Na, Cl, Ca, dan Fe, Zn, Cu, Ni, Co, dan W) (Sanchez et al., 2008). Penambahan nutrien dengan komposisi N, P, dan K yang semakin tinggi di dalam media, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan mikroalga hingga batas tertentu. Suminto (2009), menambahkan bahwa unsur N, S dan P penting untuk pembentukan protein, K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel mikroalga dalam media kultur. Kultur semi massal S. platensis adalah pengembangan mikroalga yang bertujuan untuk perbanyakan produksi biomassa sel mikroalga. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) untuk mengkultur S. platensis skala semi massal menggunakan media kultur dengan volume mencapai 30-100 l. Wadah kultur yang digunakan biasanya menggunakan akuarium atau wadah lain yang berukuran 40-100 l. Untuk pertumbuhan S. platensis pada kultur skala semi
4
massal dibutuhkan media yang mengandung pupuk sebagai unsur hara. Unsur hara/nutrien dalam media kultur ini sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan produksi sel S. platensis. Kultur semi massal dan massal bertujuan untuk perbanyakan mikroalga dalam jumlah besar yang nantinya dimanfaatkan sebagai pembuatan pakan alami hewan-hewan kultur dan suplemen bagi manusia. Pemanfaatan Azolla sebagai pupuk pada kultur mikroalga Chlorella sudah dicobakan oleh Erawati (1999), hasilnya menunjukkan semakin tinggi konsentrasi pupuk maka semakin tinggi pertumbuhan sel mikroalga Chlorella pada kultur laboratorium. Pada kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 l hingga 3-5 l, biasanya menggunakan pupuk Walne dan Conway untuk memperbanyak bibit. Kultur semi massal biasanya menggunakan pupuk komersil (Urea, TSP dan ZA). Nitrogen yang terkandung dalam pupuk Urea dan ZA serta fosfat yang terkandung dalam pupuk TSP mudah larut dalam air yang nantinya digunakan untuk pertumbuhan Spirulina platensis. Namun jika penggunaannya berlebih pupuk anorganik ini limbahnya dapat mencemari dan membahayakan organisme pemangsanya, oleh karena itu perlu solusi pemakaian pupuk organik yang kaya akan gizi dan tidak berbahaya bagi lingkungan dengan biaya yang relatif murah, salah satunya menggunakan pupuk organik yang berbahan baku tumbuhan gulma air (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Gulma air banyak terdapat di sungai, kolam air, sawah dan saluran-saluran air, salah satunya adalah Salvinia molesta. Salvinia molesta memiliki rhizoma, batang bercabang tidak beraturan dan beruas, daunnya lebar dan berlipat-lipat untuk memperluas permukaannya, sehingga memungkinkan pengambilan nutrisi
5
untuk kelangsungan hidupnya (Waterhouse & Norris, 1987). Kandungan gizi S. molesta adalah sebagai berikut : protein kasar 15,9%, lemak kasar 2,1%, serat kasar 16,8 %, kalsium 1,27%, fosfor 0,001%, lisin 0,611%, methionin 0,765%, dan sistin 0,724% (Rosani, 2002). Kompos S. molesta mengandung unsur nitrogen (N) 2,65% dan kalium 1,90% (Raju dan Gangwar, 2004). Menurut Feng dan Wu (2006) kandungan N, P, dan K yang optimal akan meningkatkan laju pertumbuhan sel S. platensis.
Gambar 1.2 Salvinia molesta (http://klinikalangalang.blogspot.com/2012/08/Salvinia molesta .html)
Pemanfaatan gulma air sebagai pupuk organik, harus melalui proses dekomposisi
terlebih
dahulu
dengan
bantuan
mikroorganisme.
Proses
dekomposisi tersebut bertujuan agar supaya bahan organik gulma air dapat terurai menjadi komponen-komponen sederhana, sehingga mudah diserap oleh mikroalga. Untuk proses dekomposisi, dengan pemberian M-Bio yang merupakan kultur campuran mikroorganisme menguntungkan yaitu terdiri dari Bacillus, ragi, Lactobacillus, Azotobacter, dan Acetobacter. Menurut Suharto (1998), pupuk MBio dapat digunakan untuk mendekomposisikan reremputan dan ekstrak yang dihasilkan mengandung asam organik, zat bioaktif serta zat-zat bermanfaat lainya. M-Bio diaplikasikan sebagai inokulan atau stater untuk meningkatkan keragaman
6
dan populasi mikroorganisme dalam transformasi daur ulang berbagai hara serta produksi senyawa metabolit sekunder. Proses fermentasi dapat berlangsung secara aerob dan anaerob, Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi secara anaerob merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino tanpa memerlukan oksigen. Fermentasi secara aerob, menurut Satiawihardja (1992) merupakan fermentasi dengan suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Berdasarkan hal tersebut maka muncul permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian ekstrak Salvinia molesta dengan konsentrasi berbeda dapat meningkatkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis pada kultur skala semi massal. 2. Berapakah konsentrasi ekstrak Salvinia molesta yang dapat meningkatkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis yang paling baik pada kultur skala semi massal. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk : 1.
Mengetahui
Pengaruh
pemberian
ekstrak
Salvinia
molesta
dengan
konsentrasi berbeda terhadap kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis pada kultur skala semi massal. 2. Menentukan konsentrasi ekstrak Salvinia molesta yang menghasilkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis yang paling baik pada kultur skala semi massal.
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi pupuk gulma air yang tepat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sel mikroalga S. platensis dengan cara kultur menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan. Penggunaan gulma air S. molesta sebagai pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan komoditas dengan nilai ekonomi yang tinggi, karena mengandung Nitrogen (N) dan Pospat (P) yang cukup tinggi. Wiguna (2010) menyatakan bahwa pemakaian ekstrak S. molesta dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm, mampu meningkatkan pertumbuhan mikroalga. Pada konsentrasi ekstrak S. molesta 500 ppm menghasilkan pertumbuhan sel S. platensis terbaik pada kultur skala laboratorium. Panji dan Suharyono (2001) menyatakan bahwa, kandungan unsur hara dalam media yang kurang mencukupi akan menurunkan pertumbuhan S. platensis, begitu pula sebaliknya jika kandungan unsur hara yang terdapat dalam media mencukupi akan meningkatkan pertumbuhan populasi S. platensis hingga mencapai puncak tertentu. Hasil penelitian Iskandar (2007) menunjukkan bahwa pemakaian campuran ekstrak A. pinnata dan M. crenata mampu menumbuhkan S. platensis dengan baik. Hasil penelitian Erawaty (1999) menggunakan ekstrak A. michrophylla dengan konsentrasi 0 ml/l, 200ml/l, 400ml/l, 600ml/l dan 800ml/l. Konsentrasi ekstrak A. microphylla 800ml/l memberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan sel mikroalga Chlorella pyrenoidosa. Menurut Kabinawa (2006) penambahan nutrien akan berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan mikroalga. Penelitian ini akan dilakukan kultur semi massal S. platensis dengan penambahan konsentrasi ekstrak gulma S.
8
molesta pada konsentrasi 0ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pemberian ekstrak gulma Salvinia molesta pada konsentrasi yang berbeda mampu meningkatkan kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirullina platensis pada kultur skala semi massal. 2. Konsentrasi 800 ppm ekstrak gulma Salvinia molesta merupakan konsentarasi paling baik terhadap kepadatan dan produksi gel mikroalga Spirulina platensis pada kultur skala semi massal.