I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi dalam arti ekonominya, menandakan semakin terbukanya perekonomian suatu negara terhadap perdagangan internasional, aliran dana internasional, serta investasi asing langsung. Situasi ini pun dianggap menjadi suatu peluang bagi seluruh negara di dunia, baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Globalisasi dapat menjadi sarana bagi suatu negara untuk dapat memperluas pangsa pasarnya, baik dalam hal perdagangan internasional maupun investasi. Pada kenyataanya, fenomena globalisasi tidak hanya memberikan peluang, tapi juga memberikan ancaman. Bagi negara-negara maju globalisasi mungkin telah mendatangkan berkah bagi mereka. Kondisi berbeda dirasakan di negara-negara berkembang, dimana globalisasi belum memberikan manfaat yang banyak, bahkan ada pula yang menimbulkan bencana untuk negaranya (Damanhuri, 2010). Pada akhirnya, situasi ini mendorong negara-negara di dunia untuk melakukan integrasi ekonomi dalam rangka memperkuat posisi mereka di dunia internasional. Integrasi ekonomi yang terjadi antar negara-negara di dunia, biasanya diiringi oleh munculnya kerjasama atau kesepakatan dalam bidang ekonomi, politik maupun sosial dan budaya. Sejumlah perjanjian kerjasama baik perjanjian bilateral maupun regional, khususnya dalam bidang ekonomi, telah dibuat sebagai upaya mencapai integrasi ekonomi yang lebih kuat. Menurut
2
Purwanto
(2011),
sesuai
laporan
WTO
(World
Trade
Organization),
perkembangan dunia internasional setelah perang Dunia II diwarnai oleh fenomena maraknya perjanjian ekonomi regional di berbagai belahan dunia menuju ke arah globalisasi. Hingga tahun 2006 terdapat sekitar 200 perjanjian ekonomi regional di seluruh dunia yang berjalan efektif dan masih ada sejumlah lagi dalam taraf negosiasi. Saat ini, ada tiga kerjasama ekonomi regional terbesar di dunia. Pertama, European Community (EC) yang merupakan bentuk integrasi ekonomi untuk negara-negara di kawasan Eropa. Kedua, North American Free Trade Area (NAFTA), yaitu bentuk integrasi ekonomi untuk negara-negara di kawasan Amerika Utara. Serupa dengan negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika Utara, negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga membentuk organisasi di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dikenal dengan nama Association of South East Asian Nations (ASEAN). Saat ini ASEAN mencoba untuk memperluas lagi kerjasamanya dengan negara-negara lain seperti Jepang, Cina, Korea Selatan, New Zealand, Australia, dan India, yang kemudian disebut sebagai kawasan ASEAN+6. Integrasi ekonomi erat kaitannya dengan liberalisasi perdagangan yang merupakan ciri dari kondisi perekonomian yang semakin mengglobal. Integrasi ekonomi juga telah memperluas kesempatan bagi negara-negara di dunia dalam berinvestasi. Situasi ini tentunya akan memengaruhi iklim investasi dunia, khususnya investasi dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), yang saat ini banyak dipilih oleh para investor. Kedua kegiatan ekonomi ini, menurut para ekonom, dianggap mempunyai dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi
3
suatu negara, khususnya untuk negara-negara dengan sistem perekonomian terbuka. Liberalisasi perdagangan atau kegiatan perdagangan bebas mempunyai dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi. Kegiatan ini dapat mendatangkan pendapatan untuk suatu negara yang dapat menambah cadangan devisa. Peningkatan cadangan devisa akan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Namun ada pula hal yang perlu diwaspadai dari kegiatan ekonomi ini. Perdagangan bebas menyebabkan adanya ketergantungan antar negara yang terlibat dalam kegiatan ini. Kondisi tersebut dapat menimbulkan contagion effect yang pada akhirnya akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi di negara lain. Contohnya yaitu peristiwa krisis Asia tahun 1997 serta krisis finansial global tahun 2007. Peristiwa krisis Asia berawal dari terdevaluasinya mata uang Baht Thailand, sementara krisis finansial global muncul sebagai akibat dari terjadinya subprime mortgage di Amerika Serikat. Kedua peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh negara di dunia akan pentingnya menguatkan serta meningkatkan kerjasama intra regionalnya. Liberalisasi perdagangan bukan satu-satunya kegiatan ekonomi yang berkembang setelah terjadinya integrasi ekonomi. Kegiatan investasi, khususnya FDI, juga dapat meningkat jumlahnya setelah dilakukannya integrasi ekonomi di berbagai negara. Karakter dari aliran modal jangka pendek yang bersifat volatile, menyebabkan pemerintah di negara maju maupun negara berkembang mengalihkan fokus mereka yang awalnya menarik aliran modal jangka pendek beralih untuk menarik masuk aliran FDI (Miankhel et al, 2009). Ini dikarenakan FDI mempunyai dampak jangka panjang untuk negara penerima, dimana dalam
4
FDI tidak hanya terjadi transfer modal, namun juga terjadi transfer teknologi, ilmu pengetahuan, maupun manajemen. Sridharan et al (2009) juga berpendapat bahwa FDI memberikan keuntungan bukan hanya untuk investor, namun juga bagi negara penerima investasi itu sendiri. Investor asing mendapat keuntungan dengan memanfaatkan aset mereka dan sumber daya secara efisien melalui FDI, sementara negara penerima mendapat keuntungan dengan memperoleh teknologi serta dapat terlibat dalam produksi internasional dan jaringan perdagangan. Dengan kata lain, FDI juga berpotensi dalam menigkatkan pertumbuhan ekonomi di host country. Seperti halnya perdagangan internasional, perlu disadari pula bahwa FDI tidak hanya berdampak positif terhadap perekonomian, namun dapat pula berdampak negatif. Menurut Oktaviani et al (2010) pada awalnya FDI dapat memperbaiki posisi devisa di host country, tetapi dalam jangka panjang dampaknya dapat berbalik dan menyebabkan pengurangan dari devisa itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena adanya impor besar-besaran dari barang-barang setengah jadi serta barang modal ke host country. Kondisi ini juga diperburuk oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga serta royalti. Selain itu, FDI juga menyebabkan turunnya investasi domestik, karena kalah bersaing dengan modal asing. FDI dan perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi yang muncul sebagi akibat dari semakin terbukanya perekonomian global. Keduanya dapat menjadi pendorong bagi proses pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Banyak negara yang menggunakan kedua strategi ini sebagai upaya dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, antara FDI-led growth maupun
5
export-led growth memberikan dampak yang berbeda di berbagai negara. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian dan dijadikan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan ekonomi dalam menentukan strategi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, khususnya untuk negara-negara maju dan negara-negara berkembang di kawasan ASEAN+6, Uni Eropa, maupun Amerika Utara yang akan dibahas dalam penelitian ini. Tabel 1.1 Negara-Negara yang Termasuk Kategori Negara Maju dan Negara Berkembang No.
Negara
Income Group
Kategori Negara
1.
Indonesia
Lower middle income
Negara Berkembang
2.
Malaysia
Upper middle income
Negara Berkembang
3.
Singapura
High income: non-OECD
Negara Maju
4.
Thailand
Upper middle income
Negara Berkembang
5.
Filipina
Lower middle income
Negara Berkembang
6.
Jepang
High income: OECD
Negara Maju
7.
Cina
Upper middle income
Negara Berkembang
8.
Korea Selatan
High income: OECD
Negara Maju
9.
India
Lower middle income
Negara Berkembang
10.
Australia
High income: OECD
Negara Maju
11.
New Zealand
High income: OECD
Negara Maju
12.
Perancis
High income: OECD
Negara Maju
13.
United Kingdom
High income: OECD
Negara Maju
14.
Jerman
High income: OECD
Negara Maju
15.
Kanada
High income: OECD
Negara Maju
16.
United States
High income: OECD
Negara Maju
17.
Meksiko
Upper middle income
Negara Berkembang
Sumber: World Bank, 2010
Secara umum, menurut Todaro dan Smith (2003), untuk menentukan suatu negara termasuk dalam kategori negara maju atau negara berkembang, dapat dilihat dari tingkat pendapatan nasionalnya. Suatu negara yang termasuk kategori
6
negara berkembang adalah negara-negara yang mempunyai tingkat pendapatan rendah (low income), menengah-bawah (lower-middle income), dan menengahatas (upper-middle income). Sementara negara dengan pendapatan tinggi (high income) termasuk dalam kategori negara maju. Tabel 1.1 diatas menjadi acuan untuk menentukan negara-negara mana saja yang termasuk ke dalam negara maju dan negara mana saja yang termasuk ke dalam kategori negara berkembang di dalam penelitian ini.
1.2
Perumusan Masalah Globalisasi telah membuat negara-negara dunia seolah menjadi tanpa
batas. Barang dan jasa serta modal mengalir begitu deras dari satu negara ke negara lainnya setelah terjadinya globalisasi. Globalisasi membuat ukuran pasar menjadi semakin luas. Negara yang memiliki keunggulan kompetitif semakin dapat memperkaya negaranya, sementara negara yang tidak siap dalam menghadapi persaingan dalam pasar global akan semakin terpuruk (Oktaviani dan Novianti, 2009). FDI dan perdagangan internasional merupakan bagian dari globalisasi ekonomi saat ini. Pada Tabel 1.2 dapat kita lihat perkembangan dari pertumbuhan ekonomi, FDI net inflows, dan ekspor dunia dari tahun 2000 sampai 2010. Pada tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa sejak tahun 2008, persentase pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan dan mencapai puncak penurunannya di tahun 2009. Begitu pula terjadi penurunan dari perkembangan FDI net inflows dan ekspor dunia pada tahun 2009. Penurunan tersebut merupakan dampak dari terjadinya krisis finansial global yang terjadi di tahun 2007. Merosotnya
7
pertumbuhan ekonomi, dan juga indikator ekonomi lainnya di tahun 2009 telah memberikan informasi kepada negara-negara di dunia bahwa saat ini faktor eksternal memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi ekonomi di suatu negara. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi, FDI Net Inflows, dan Ekspor di Dunia Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (persen per tahun)
FDI Net Inflows (persen dari GDP)
Ekspor Barang dan Jasa (persen dari GDP)
2000
4.28
5.03
24.74
2001
1.63
2.78
24.11
2002
1.96
2.25
23.99
2003
2.66
1.75
24.19
2004
4.09
1.84
25.69
2005
3.55
2.64
26.71
2006
4.06
3.20
28.10
2007
3.96
4.18
28.65
2008
1.49
3.09
29.46
2009
-2.33
2.29
25.47
2010
4.21
2.08
27.86
Sumber: World Bank, 2010
Banyak negara yang berupaya meningkatkan aliran masuk FDI serta pangsa ekspornya dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif. Salah satu negara berkembang yang mengalami peningkatan dalam inwards FDI adalah India. Menurut data International Financial Statistics dalam Jayachandran dan Seilan (2010), jumlah inwards FDI India pada tahun 2000 yaitu sebesar US$ 2.32 miliar, dan kemudian mengalami peningkatan di tahun 2005 menjadi US$ 6.59 miliar. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan negara maju, seperti United States (US). Pada tahun 2007, nilai inwards FDI US mencapai US$ 2.1 triliun yang sebelumnya berada di posisi US$ 1.8 triliun pada tahun 2006 (Jackson,
8
2008). Kegiatan perdagangan internasional, khusunya ekspor, juga mengalami peningkatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Berdasarkan data dari World Bank, Jerman mempunyai share ekspor barang dan jasa terhadap GDP di tahun 2000 sebesar 33.38 persen, dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 46.83 persen. Thailand yang termasuk dalam kategori negara berkembang juga mengalami peningkatan dalam share ekspornya terhadap GDP. Pada tahun 2000 share ekspor barang dan jasanya sebesar 66.78 persen dari GDP, kemudian meningkat menjadi 71.25 persen di tahun 2010. FDI dan perdagangan internasional telah dijadikan suatu strategi oleh negara-negara di dunia dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi negara mereka. Namun, dampak dari FDI serta perdagangan internasional tidaklah sama antar satu negara dengan negara lainnya, terutama antara negara maju dan negara berkembang. Negara maju dan negara berkembang mempunyai kondisi perekonomian yang berbeda. Negara maju memiliki tingkat kesejahteraan, tingkat produktivitas, kualitas sumber daya manusia, dan standar hidup yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang. Sehingga, kebijakan ataupun strategi ekonomi yang diterapkan untuk negara maju, tidak dapat disamakan atau bahkan secara langsung diterapkan di negara berkembang. Pemerintah negara berkembang, perlu melakukan berbagai pertimbangan dan penyaringan untuk menentukan kebijakan maupun strategi yang tepat dalam mencapai tujuan-tujuan ekonominya, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi yang positif. Pada model pertumbuhan neoklasik, dikatakan pula bahwa jumlah kapital serta tenaga kerja mempunyai dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Hal ini pula yang perlu menjadi bahan pertimbangan bagi
9
pemerintah di seluruh dunia dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya dari sisi tenaga kerja dan modal. Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan sebelumnya, penulis mencoba merumuskan beberapa masalah yang akan dianalisis ataupun dikaji pada penelitian ini, yaitu: 1.
Apakah ada hubungan kausalitas antara FDI, perdagangan internasional, jumlah modal, dan angkatan kerja, dengan pertumbuhan ekonomi?
2.
Apakah FDI-led growth jauh lebih baik dibandingkan export-led growth, atau sebaliknya, pada kasus negara maju?
3.
Apakah FDI-led growth jauh lebih baik dibandingkan export-led growth, atau sebaliknya, pada kasus negara berkembang?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini terkait dengan
permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah: 1.
Menganalisis
hubungan
kausalitas
antara
FDI,
perdagangan
internasional, jumlah modal, dan angkatan kerja, dengan pertumbuhan ekonomi. 2.
Menganalisis cara yang paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara maju antara FDI-led growth atau export-led growth.
3.
Menganalisis cara yang paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang antara FDI-led growth atau export-led growth.
10
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi penulis, pembaca,
maupun para pembuat kebijakan, diantaranya: 1.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama berada di bangku perkuliahan serta dapat menambah wawasan baru.
2.
Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan pembaca serta dapat dijadikan bahan rujukan atau acuan untuk penelitan selanjutnya.
3.
Bagi para pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan kausalitas antara
FDI, perdagangan internasional, jumlah modal, dan angkatan kerja, dengan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga akan membandingkan strategi yang paling baik dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi antara FDI-led growth atau export-led growth pada kasus negara maju dan negara berkembang. Negaranegara maju dan berkembang yang menjadi objek dalam penelitian ini yaitu, negara-negara di kawasan ASEAN+6, Uni Eropa, dan Amerika Utara. Untuk negara-negara di kawasan ASEAN+6 yaitu, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Cina, New Zealand, Australia, dan India. Negara-negara ASEAN lainnya tidak disertakan dalam penelitian ini karena
11
adanya keterbatasan dalam memperoleh data untuk negara-negara tersebut. Negara-negara Uni Eropa diwakili oleh Perancis, Jerman, dan United Kingdom, sementara negara-negara di kawasan Amerika Utara, diwakili oleh United States, Kanada, dan Meksiko.