Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
UJICOBA MODEL PEMETAAN LAHAN SAWAH BERBASIS PERUBAHAN PENUTUP LAHAN CITRA LANDSAT MOSAIK TAHUNAN DI JAWA BARAT (THE TESTING OF RICE FIELD MAPPING MODEL BASED ON LAND COVER CHANGES ON ANNUAL MOSAICED LANDSAT IMAGES IN WEST JAVA) I Made Parsa Peneliti Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lapan e-mail:
[email protected] Diterima 17 Maret 2014; Disetujui 25 April 2014
ABSTRACT Land cover changes of bare land, water and vegetation can be used as a basis for paddy field mapping by using probability theory approach, that is the probability of one area can be determined as paddy field if the changes of water, bare and vegetation in multi time series can be detected. The results of preliminary studies that have been done on Tenggamus region – Lampung showed that probability theory approach produces a mapping accuracy reaches 91.2%. Based on this results, it has been carried out the model of validation for the wide region for some districts in Province West Java. The data used in this study are multitemporal Landsat 2000-2009. Data processing methods include: 1. Unsupervised digital classification of global land cover to map the bare land, vegetation and water from multitemporal images, 2. Merger of each type of multitemporal land cover so that the three spatial information obtained: bare land, vegetation and water 2000-2009. Analysis of land cover changes made by overlaying of the three spatial information. The evaluation of results conducted by the confusion matrix (error matrix) by using reference map of paddy field 1:5,000 scale in 2010. Results of the testing showed that the average mapping accuracy of this probability method reaches 65,5%. Keywords: Probability, Land cover change, Validation, Multitemporal ABSTRAK Perubahan penutup lahan dari bera, air dan vegetasi ataupun sebaliknya dapat dijadikan dasar untuk pemetaan lahan sawah yaitu dengan menggunakan pendekatan teori probabilitas, yaitu peluang suatu lahan dapat dikatakan sebagai lahan sawah jika terdeteksi/terjadi perubahan penutup lahan dari air, bera dan vegetasi atau sebaliknya pada citra multiwaktu. Hasil kajian awal yang telah dilakukan untuk wilayah Tanggamus-Lampung menunjukkan bahwa pendekatan teori probabilitas ini menghasilkan ketelitian pemetaan mencapai 91,2%. Berdasarkan hasil tersebut telah dilakukan uji coba model ini untuk wilayah yang lebih luas yaitu beberapa kabupaten di Jawa bagian barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat multiwaktu tahun 2000-2009. Metode pengolahan data meliputi: 1. Klasifikasi dijital tidak terselia penutup lahan secara global untuk memetakan lahan bera, vegetasi dan air dari citra multiwaktu, 2. Penggabungan masing-masing kelas lahan multiwaktu sehingga diperoleh tiga informasi spasial lahan bera, vegetasi dan air 2000-2009. Analisis untuk mengetahui daerah yang mengalami perubahan penutup lahan 15
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
dilakukan dengan operasi tumpang-tindih ketiga informasi spasial tersebut. Pengujian hasil dilakukan dengan confusion matrix (matrik kesalahan) dengan referensi luas baku lahan sawah skala 1:5.000 tahun 2010. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketelitian pemetaan rata-rata dari metode probabilitas ini mencapai 65,5%. Kata kunci: Probabilitas, Perubahan penutup lahan, Multiwaktu 1. PENDAHULUAN Lahan sawah yang umumnya ditanami padi selalu mengalami perubahan penutup lahan dari waktu ke waktu (Lahan Sawah. http:// www. mediabpr.com/ kamus-bisnis-bank/ lahan sawah.aspx, diakses tanggal 9 Maret 2011). Hal ini berkaitan dengan pengelolaan lahan sawah yang ditanami padi memerlukan beberapa perlakuan khusus yaitu penggenangan lahan untuk mempermudah pengolahan tanah/ membajak sampai penanaman bibit hingga waktu tertentu selama masa pertumbuhan awal. Setelah tanaman padi memasuki fase generatif hingga panen, lahan sawah harus dalam kondisi kering dan bahkan kondisi kering ini dipertahankan hingga menjelang pengolahan tanah untuk periode penanaman padi berikutnya. Dengan pengelolaan yang demikian menyebabkan lahan sawah akan selalu mengalami perubahan penutup lahan dari air (penggenangan), vegetasi (tanam-menjelang panen) dan bera (selesai panen). Perubahan penutup lahan ini sangat mudah diamati pada citra penginderaan jauh, dimana pada citra komposit kanal 5,4,3 Landsat-7 misalnya lahan sawah yang digenangi air akan nampak berwarna biru, lahan sawah yang sedang vegetasi akan nampak berwarna hijau, sedangkan lahan sawah yang sedang kosong/bera akan berwarna coklat-merah. Jadi pada citra multiwaktu lahan sawah yang ditanami padi akan menunjukkan adanya perubahan penutup lahan dari bera, air dan vegetasi (Parsa et al., 2011). Beberapa metode yang telah dilakukan untuk pemetaan lahan sawah 16
yaitu: metode interpretasi visual, metode klasifikasi dijital yang meliputi klasifikasi pixel base dan klasifikasi obyek base/segmentasi yang dikombinasi dengan interpretasi visual (Lilesand and Kiefer, 1993; Images Interpretation and Analysis, 2008). Metode tersebut memang belum dibandingkan satu sama lain sehingga belum diketahui secara pasti metode mana yang paling baik akurasinya. Metode klasifikasi berbasis obyek akan meminimalkan kelemahan klasifikasi berbasis pixel (yang hanya didasarkan nilai dijital) dengan menambahkan beberapa parameter lain (Kampouraki, 2007). Klasifikasi dijital ini memiliki keunggulan pada pemisahan antar obyek yang sangat akurat dan presisi sehingga dengan demikian dapat menjadi alternatif untuk menggantikan klasifikasi dijital berbasis pixel dan klasifikasi visual/delineasi. Klasifikasi dijital ini juga memiliki kelebihan dalam efisiensi waktu pengerjaan. Penelitian Kampouraki, (2007) menyimpulkan bahwa segmentasi otomatis mempunyai potensi yang cukup besar untuk menggantikan delineasi manual. Probabilitas menurut Suryadi Christine, 2003; Jupri et al., 2010 dan Suherman M., 2012 diartikan sebagai suatu nilai yang dipergunakan untuk mengukur tingkat peluang terjadinya kejadian yang random. Peluang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu peluang tunggal dan peluang bersyarat. Peluang tunggal adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian secara independen, sedangkan peluang bersyarat adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian jika kejadian lain terjadi. Berkaitan dengan penerapannya dalam penelitian
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
pemetaan lahan sawah, probabilitas/ peluang yang dimaksudkan dalam hal ini adalah peluang bersyarat, yaitu peluang suatu kejadian/kondisi (lahan sebagai lahan sawah) jika terdeteksi/ terjadi tiga kejadian lain (perubahan penutup lahan dari air, bera dan vegetasi) dari citra multiwaktu. Jika pada citra multiwaktu lahan terdeteksi mempunyai tiga jenis penutup lahan (air, bera, dan vegetasi atau sebaliknya) atau ada perubahan tiga fase, diasumsikan peluangnya 1 sebagai lahan sawah, jika jenis penutup lahan yang terdeteksi hanya dua (air_bera, air_vegetasi, bera_vegetasi atau sebaliknya) diasumsikan peluangnya sebagai lahan sawah adalah 0,67%, sedangkan jika jenis penutup lahan yang terdeteksi hanya satu misalnya hanya air, bera ataupun vegetasi saja, maka peluangnya sebagai lahan sawah hanya 0,33%. Citra Landsat multiwaktu yang diproduksi oleh Pusat Data dan Teknologi Penginderaan Jauh merupakan citra Landsat yang telah mengalami proses seleksi (cloud cover), koreksi ortho, terrain, radiometrik, cloud masking (menghilangkan awan) dan telah dimosaik tahunan. Mosaik ini bertujuan untuk membuat citra yang bebas awan (clear) sehingga pengisian/penggantian data berawan dilakukan menggunakan citra lain (tahun yang sama) yang bebas awan tanpa memperhatikan musim. Citra multiwaktu tersebut hingga saat ini hanya digunakan untuk membuat informasi spasial hutan tahunan dan perubahannya dari waktu ke waktu. Hasil kajian pendahuluan yang telah dilakukan mengenai pendekatan teori probabilitas untuk pemetaan lahan sawah berdasarkan perubahan penutup lahan citra Landsat multiwaktu untuk wilayah studi daerah TanggamusLampung menunjukkan bahwa lahan sawah yang dapat dipantau ketiga
fasenya mencapai 58,3%, sedangkan yang terpantau hanya dua fase mencapai 36,6%. Kajian tersebut juga menyimpulkan bahwa pendekatan teori probabilitas untuk memetakan lahan sawah berdasarkan perubahan penutup lahan citra Landsat multiwaktu menghasilkan ketelitian pemetaan keseluruhan (overall accuracy) 91,2% (Parsa, 2013). Tingginya ketelitian pemetaan yang dihasilkan tersebut disatu sisi memang sangat menggembirakan, tetapi disisi lain masih perlu dilakukan pengujian untuk wilayah lain yang lebih luas dan lebih bervariasi untuk mengetahui tingkat kehandalan dari model tersebut. Berdasarkan hasil uraian tersebut telah dilakukan validasi model pendekatan teori probabilitas untuk pemetaan lahan sawah berbasis perubahan penutup lahan citra Landsat multiwaktu di enam kabupaten di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kehandalan model pendekatan teori probabilitas berbasis perubahan penutup lahan citra Landsat multiwaktu untuk pemetaan lahan sawah di beberapa kabupaten Jawa Barat. 2 METODE 2.1 Data dan lokasi Data yang digunakan adalah citra satelit Landsat multiwaktu tahun 2000 sampai 2009. Citra Landsat ini telah melalui proses koreksi ortho, terrain, radiometrik, cloud masking dan telah dimosaik tahunan (Furby, 2002). Selain itu digunakan juga data/informasi spasial (luas baku) lahan sawah skala 1:5.000 tahun 2010 yang diperoleh dari Kementerian Pertanian. Penelitian dilaksanakan di salah satu sentra padi yaitu Pantura Jawa bagian Barat. 2.2 Metode penelitian Klasifikasi penutup lahan citra Landsat multitemporal menggunakan metode klasifikasi digital unsupervised 17
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
(tidak terselia) sedangkan pengujian ketelitian pemetaan menggunakan teknik confusion matrix. Tahap pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut: a. Pengolahan data i. Klasifikasi citra Landsat multiwaktu dengan menggunakan teknik klasifikasi unsupervised masingmasing menjadi 64 kelas dengan pertimbangan bahwa klasifikasi ini hanya bertujuan membuat klasifikasi yang global yaitu air, bera dan vegetasi saja sehingga pemilihan jumlah kelas 64 sudah dianggap cukup (Supervised and Unsupervised Land Use Classification, http:// academic.emporia.edu /aberjame/ student/banman5/perry3.html, diakses 15 Juli 2014). ii. Identifikasi kelas global air, bera dan vegetasi dan penggabungan kelas penutup lahan (Images Interpretation and Analysis, 2008; Achmad, B. dan Fardausy, K., 2005) sehingga masingmasing mempunyai tiga kelas: bera, air dan vegetasi. Klasifikasi ini didasarkan atas kenampakan
dominan dari suatu piksel pada citra komposit 5,4,3 (Gambar 2-1). iii. Penggabungan spasial masing-masing kelas antar waktu sehingga terbentuk tiga informasi spasial yaitu: informasi spasial bera tahun 2000-2009, informasi spasial air tahun 20002009 dan informasi spasial vegetasi tahun 2000-2009. Analisis perubahan untuk menentukan kelas sawah atau bukan, dilakukan dengan overley/tumpangtindih ketiga informasi spasial (a.iii) di atas dengan menggunakan formula sebagai berikut (Triatmoko, 2011). Fungsi Fungsi sawah 𝑓sawah 𝑠 adalah f (s) adalah
𝑓𝑠 =
𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ ,𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑃 𝑠 = 𝑃 𝑎 ∩ 𝑏 ,𝑃 𝑏 ∩ 𝑣 ,𝑃 𝑎 ∩ 𝑣 ,𝑃(𝑎 ∩ 𝑣 ∩ 𝑏) 𝑛𝑜𝑛 𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ,𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑃 𝑠 = 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎 .
Dimana, Dimana. 𝑃 𝑠 = peluang kejadian sawah
P(s) = peluang kejadian sawah = kejadian kelas air 𝑎a= kejadian kelas air v = kejadian kelas vegetasi = kejadian 𝑣b= kejadian kelas vegetasi kelas bera
𝑏 = kejadian kelas bera
Gambar 2-1: Indikator menentukan kelas pada citra komposit 5,4,3 citra Landsat 5/Landsat 7
18
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa) CITRA LANDSAT MULTIWAKTU
KLASIFIKASI TIDAK TERSELIA
INFORMASI SPASIAL PENUTUP LAHAN 64 KELAS MULTIWAKTU
LUAS BAKU SAWAH SKALA 1:5.000
REKLASIFIKASI INFORMASI SPASIAL PENUTUP LAHAN 3 KELAS MULTIWAKTU PENGGABUNGAN SPASIAL TIAP JENIS PENUTUP LAHAN
INFORMASI SPASIAL PENUTUP LAHAN MULTIWAKTU (BERA, VEGETASI, AIR) 2000-2009
CITRA PROBABILITAS LAHAN SAWAH
PETA LAHAN SAWAH MATRIK PERUBAHAN
KETELITIAN PEMETAAN
Gambar 2-2: Diagram alir pelaksanaan ujicoba model pemetaan lahan sawah berbasis perubahan penutup lahan citra Landsat di Jawa Barat (Parsa, 2013)
Analisis ketelitian hasil pemetaan, menggunakan analisis matrik kesalahan yang dilakukan dengan operasi tumpangtindih (overley) antara informasi spasial hasil klasifikasi dengan menggunakan referensi informasi spasial lahan sawah (luas baku sawah) skala 1:5.000 yang diturunkan dari citra resolusi tinggi Ikonos dan Quickbird tahun 2009-2010. Informasi spasial ini telah mengalami perbaikan berdasarkan data lapangan, tetapi belum ada informasi yang pasti mengenai tingkat ketelitiannya. Namun demikian informasi ini telah disepakati oleh beberapa pihak yang berkepentingan untuk digunakan sebagai data acuan luas baku lahan pertanian (Pusdatin, Kementerian Pertanian 2010). Secara
diagram alir, seluruh pemrosesan data disajikan pada Gambar 2-2. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil klasifikasi penutup lahan citra Landsat multiwaktu yang kemudian direklasifikasi menjadi tiga kelas penutup lahan (air, lahan terbuka/bera, vegetasi) seperti disajikan pada contoh Gambar 3-1a dan Gambar 3-1b. Sementara itu penggabungan spasial masing-masing penutup lahan multiwaktu menghasilkan tiga informasi spasial lahan bera 2000-2009, informasi spasial vegetasi 2000-2009 dan informasi spasial air 2000-2009 seperti disajikan pada Gambar 3-2a dan Gambar 3-2c. 19
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
Gambar 3-1a: Contoh hasil klasifikasi penutup lahan tahun 2006
Gambar 3-2a: Penutup lahan bera tahun 2000-2009 wilayah Jawa Barat
Gambar 3-2b: Penutup lahan air tahun 20002009 wilayah Jawa Barat
Overley ketiga informasi spasial penutup lahan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu daerah merupakan sawah atau tidak yang didasarkan atas adatidaknya perubahan penutup lahan dari air, bera dan vegetasi dari waktu ke waktu. Hasil overley ketiga informasi spasial tersebut disajikan pada Gambar 3-3. Penentuan kelas lahan dilakukan berdasarkan jumlah fase yang terpantau sebagai berikut: Lahan yang hanya mempunyai satu jenis penutup lahan (misalnya berabera-bera/air-air-air/vegetasi-vegetasivegetasi), maka probabilitasnya sebagai lahan sawah sama dengan 1/3 atau 20
Gambar 3-1b: Contoh hasil klasifikasi penutup lahan tahun 2009
Gambar 3-2c: Penutup lahan vegetasi tahun 2000-2009 wilayah Jawa Barat
0,33 sehingga diklasifikasikan sebagai kelas nonsawah Lahan yang mempunyai dua jenis penutup lahan (bera-air-bera/airvegetasi-vegetasi/vegetasi-bera-bera ataupun kombinasi lainnya), maka probabilitasnya sebagai lahan sawah sama dengan 2/3 atau 0,67 sehingga diklasifikasikan sebagai kelas sawah Lahan yang mempunyai tiga jenis penutup lahan (bera-air-vegetasi/airvegetasi-bera/ vegetasi-bera-air ataupun kombinasi lainnya), maka probabilitasnya sebagai lahan sawah sama dengan 3/3 atau 1 sehingga diklasifikasikan sebagai kelas sawah. Secara spasial hasil penggabungan probabilitasnya kelas lahan disajikan pada Gambar 3-4.
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
Gambar 3-3: Tampilan komposit penutup lahan wilayah Jawa Barat
Gambar 3-4: Informasi spasial probabilitas lahan sawah di beberapa kabupaten Jawa Barat
Selanjutnya hasil klasifikasi tersebut diuji ketelitiannya menggunakan referensi informasi spasial luas baku sawah skala 1:5.000 dengan teknik
confusion matrix (matrik kesalahan). Rekapitulasi hasil confusion matrix disajikan pada Tabel 3-1. 21
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
Tabel 3-1: REKAPITULASI HASIL CONFUSION MATRIX
Perubahan Kelas Penutup Lahan Bera_Nonsawah Bera_Sawah Vegetasi_Nonsawah Vegetasi_Sawah Air_Nonsawah Air_Sawah Bera-Vegetasi_Nonsawah Bera-Vegetasi_Sawah Bera-Air_Nonsawah Bera-Air_Sawah Vegetasi-Air_Nonsawah Vegetasi-Air_Sawah Vegetasi-AirBera_Nonsawah Vegetasi-Air-Bera_Sawah Luas_Sawah Luas_Nonsawah Luas Wilayah
Bekasi
Cirebon
Tangerang
19,172 3,501 1,720 92 662 29 40,924 12,173 3,239 712 1,346 7,050
7,668 112 4,420 216 505 0 28,348 15,454 5,718 1,183 588 797
4,186 849 1,428 46 1,641 1 47,096 24,813 12,365 2,885 792 788
8,462 681 8,223 404 1,471 77 42,707 23,332 5,668 291 1,910 16,378
5,461 959 48,200 4,238 393 20 48,226 25,317 1,046 328 5,141 12,778
12,556 253 749 36 513 62 47,642 10,419 1,532 343 1,203 3,548
11,285 39,273 62,832 86,003 148,835
7,040 35,943 53,708 57,203 110,911
16,357 87,179 116,565 92,520 209,085
8,983 61,510 102,695 89,188 191,883
10,033 47,431 91,099 125,581 216,680
10,695 26,327 40,994 80,702 121,696
Jika dilihat lebih Tabel 3-1, terlihat ada anomali dimana terdapat lokasi yang terpantau ketiga fasenya (bera, air dan vegetasi) sehingga probabilitas sebagai lahan sawah sama dengan 1 tetapi ternyata data referensi menunjukkan bahwa lokasi-lokasi tersebut bukan sawah. Luas area yang mengalami anomali bervariasi, tertinggi terjadi di kabupaten Tangerang 26,1%, kemudian Bekasi 18,1%, Indramayu 14,0%, Cirebon 13,2%, Subang 11,0% dan terendah Karawang 8,7% atau ratarata mencapai 15,2%. Anomali ini disebabkan karena beberapa hal, tetapi penyebab utamanya diduga adalah karena kualitas data mosaik tahunan yang kurang baik dimana data yang digunakan untuk mosaik ini hanya memperhatikan data yang bebas awan saja tanpa memperhatikan musim. Hal ini menyebabkan hasil klasifikasi penutup lahan tahunan tidak/kurang mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga perubahan fase yang terdeteksi sesungguhnya tidak terjadi di lapangan. Penyebab kedua 22
Indramayu Karawang Subang
diduga karena metode klasifikasi yang digunakan untuk klasifikasi masih mengandung kesalahan (classification error) sehingga masih terjadi kesalahan pengkelasan penutup lahan (air, bera dan vegetasi). Setelah dilakukan penelusuran dan pengecekan terhadap hasil klasifikasi penutup lahan, ternyata memang ada terjadi kesalahan hasil klasifikasi dimana ada lahan terbuka/ terbangun terklasifikasi sebagai air atau sebaliknya. Selain itu ada juga lahan yang bervegetasi tipis seperti rumput terklasifikasi sebagai lahan terbuka. Hal ini akan menyebabkan kesalahan pada klasifikasi akhir dimana lahan yang seharusnya mempunyai dua fase terpatau menjadi tiga fase atau sebaliknya lahan yang seharusnya mempunyai tiga fase terpantau menjadi dua fase. Pengujian dilakukan di beberapa kabupaten di Jawa Barat meliputi: Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Hasil pengujian untuk tiap kabupaten disajikan pada Tabel 3-2 sampai Tabel 3-7.
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
Berdasarkan Tabel 3-2 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah mencapai 99,2% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 38,2%. Ketelitian klasifikasi (overall accuracy) untuk Kabupaten Tangerang adalah 80,0%. Berdasarkan Tabel 3-3 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah mencapai 94,2% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 27,5%. Ketelitian klasifikasi (overall accuracy) untuk Kabupaten Bekasi adalah 57,2%.
Berdasarkan Tabel 3-4 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah mencapai 98,9% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 23,5%. Ketelitian klasifikasi (overall accuracy) untuk Kabupaten Karawang adalah 66,5%. Berdasarkan Tabel 3-5 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah mencapai 94,3% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 45,6%. Ketelitian klasifikasi (overall accuracy) untuk Kabupaten Subang adalah 66,8%.
Tabel 3-2: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN TANGERANG
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 13.82 617 14.44 96
Sawah 22.38 77.86 100.24 78
Jumlah 36,20 78,48
Produser aqurasi 38,2 99.2 80,0
Tabel 3-3: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN BEKASI
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 21,55 3,62 25,18 85.62
Sawah 56,80 59,21 116,00 51,04
Jumlah 78,35 62,83
Produser aqurasi 27.51 94.24 57.21
Tabel 3-4: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN KARAWANG
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 18,16 1,16 19,32 93.99
Sawah 59,27 101,51 160,78 63.14
Jumlah 77,42 102,67
Produser aqurasi 23.45 98.87 66.45
Tabel 3-5: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN SUBANG
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 54,05 5,22 59,27 91.20
Sawah 64,45 85,86 150,30 57,12
Jumlah 118,50 91,07
Produser aqurasi 45.62 94.27 66.76 23
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
Berdasarkan Tabel 3-6 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah mencapai 100,0% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 8,7%. Ketelitian klasifikasi (overall accuracy) untuk Kabupaten Indramayu adalah 61,6%. Berdasarkan Tabel 3-7 terlihat bahwa ketelitian pemetaan sawah
mencapai 99,4% sedangkan ketelitian pemetaan nonsawah hanya 23,2%. Ketelitian klasifikasi (verall accuracy) untuk Kabupaten Cirebon adalah 61,1%. Dengan demikian rata-rata ketelitian pemetaan (overall accuracy) dengan metode ini hanya mencapai 65,5%.
Tabel 3-6: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN INDRAMAYU
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 7,26 48 7,30 99.34
Sawah 76,61 115,67 192,28 60.16
Jumlah 83,87 115,71
Produser aqurasi 8.65 99.96 61.59
Tabel 3-7: MATRIKS KESALAHAN KETELITIAN PEMETAAN LAHAN SAWAH UNTUK KABUPATEN CIREBON
Nonsawah (ref) Sawah (ref) Jumlah (ref) User aqurasi
Nonsawah 12,60 329 12,92 97.46
Sawah 41,70 53,38 95,07 56.14
Jumlah 54,29 53,71
Produser aqurasi 23.20 99.39 61.09
Gambar 3-5: Hasil pengujian pemetaan lahan sawah di beberapa kabupaten Jawa Barat
24
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
Bervariasinya ketelitian (overall accuracy) pemetaan lahan sawah berdasarkan metode probabilitas untuk tiap kabupaten sebagaimana terlihat pada Tabel 3-3 sampai Tabel 3-7 diduga karena bervariasinya kondisi citra Landsat multiwaktu yang dijadikan input dalam proses, dimana kondisi masing-masing fase (bera, air dan vegetasi) di tiap kabupaten berbedabeda. Hal ini diduga masih terkait dengan kualitas data hasil mosaik tahunan yang hanya bertujuan untuk memperoleh citra yang clear (bebas awan) tanpa mempertimbangkan tanggal aquisisi/musim. Hal ini menyebabkan citra hasil mosaiknya seringkali nampak sangat berbeda terutama di daerah pertanian/lahan sawah, misalnya di hamparan lahan sawah yang sedang fase vegetatif terdapat lahan bera ataupun kenampakan air ataupun sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena mosaik data yang berbeda musim. Model probabilitas ini akan menghasilkan ketelitian yang maksimum jika seluruh data Landsat multitemporal yang digunakan dapat mencerminkan kondisi maksimum dari masing-masing fase pertumbuhan tanaman padi (bera, air dan vegetasi) di wilayah yang dipetakan. Kondisi maksimum yang dimaksud seperti misalnya kondisi maksimum bera adalah kondisi dimana sebagian terbesar lahan sawah dalam keadaan bera, kondisi maksimum air adalah kondisi dimana sebagian terbesar lahan sawah dalam keadaan air, demikian juga dengan kondisi maksimum vegetasi dimana sebagian terbesar lahan sawah ada dalam fase vegetasi. Semakin maksimum kondisi ketiga fase yang terpantau dari citra Landsat multitemporal akan menyebabkan lahan yang mempunyai probabilitas 1 sebagai lahan sawah akan semakin luas, demikian sebaliknya.
Jika dilakukan komparasi antara hasil uji-coba ini dengan hasil kajian sebelumnya yang dilakukan di wilayah Tanggamus Lampung ternyata ketelitian rata-rata uji coba ini jauh lebih rendah yaitu hanya 65,5% sementara ketelitian hasil kajiannya mencapai 91,2%. Penyebab rendahnya ketelitian rata-rata hasil pemetaan ini diduga masih terkait dengan kualitas citra mosaik tahunan yang digunakan kurang memadai karena tidak memperhatikan tanggal akuisisi data/musim. Hal ini akan sangat terlihat pada citra Landsat multiwaktu yang digunakan dalam kajian tersebut sebagian besar tidak merupakan citra hasil mosaik sehingga perubahan fase dari waktu ke waktu akan mudah dapat dilihat dan mencerminkan keadaan lapangan yang sesungguhnya sehingga ketelitian yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 91,2%. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia sebagai negara tropis mempunyai karakter dimana liputan awan yang cendrung sangat tinggi sehingga mosaik citra menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Namun demikian dalam melakukan mosaik citra tahunan mestinya tidak hanya memperhatikan liputan awannya saja tetapi juga perlu mempertimbangkan musim terutama untuk mosaik di wilayah daerah pertanian bawah/ persawahan. Dengan demikian citra hasil mosaik tersebut lebih terbuka kemungkinan pemanfaatannya untuk kebutuhan selain pemantauan hutan seperti misalnya untuk pemantauan tanaman semusim seperti padi. 4
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kesalahan yang terjadi dalam proses pengolahan data, maka ini dapat disimpulkan bahwa: Pertama, ketelitian pemetaan rata-rata dalam 25
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
ujicoba model pemetaan lahan sawah berbasis perubahan penutup lahan citra Landsat mosaik tahunan di Jawa Barat hanya mencapai 65,5%. Kedua, Citra mosaik tahunan yang ada saat ini kurang memadai untuk pemantauan tanaman tahunan/padi. Berkaitan dengan simpulan tersebut, disarankan untuk melakukan uji coba lanjutan pada wilayah yang mempunyai karakteristik berbeda ataupun menggunakan input beberapa citra single (bukan hasil mosaik) untuk memperoleh informasi ketelitian yang lebih akurat. Selain itu untuk jangka panjang kedepan, perlu dilakukan perbaikan metode mosaik citra Landsat tahunan dengan mempertimbangkan faktor musim/tanggal akuisisi agar citra hasil mosaik dapat digunakan untuk pemantauan tanaman semusim/padi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yth. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Bidang Sumber Daya Wilayah Darat yang telah memfasilitasi, serta teman-teman peneliti yang telah memberikan masukan dan saran atas pelaksanaan penelitian maupun penulisan makalah ini. DAFTAR RUJUKAN Achmad, B. dan Fardausy, K., 2005. Teknik Pengolahan Citra Digital, Ardi Publishing, Yogyakarta. Furby, Suzanne, 2002. Land Cover Change: Specification for Remote Sensing Analysis, National Carbon Accounting System Technical Report No. 9. ISSN: 1442 6838. Images Interpretation and Analysis, 2008. Natural Resources Canada, 26
(http://www.nrcan.gc.ca, diakses tanggal 4 Maret 2012). Jupri Al, 2010. Teori Peluang, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. (http://www.file.upi.edu/Direktori /FPMIPA/. Kampouraki M., Wood GA., Brewer TR., 2007. The Suitable of Object-Base Image Segmentation to Replace Manual Areal Photo Interpretation for Mapping Impermeable Land Cover. Lahan Sawah. (http://www. mediabpr. com/kamus-bisnis-bank/lahan sawah.aspx, diakses tanggal 9 Maret 2011). Lillesand and Kiefer, 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Terjemahan Dulbahri et al. Cetakan kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Parsa, et al., 2011. Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumber Daya Lahan Mendukung Ketahanan Pangan, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Jakarta. Parsa I Made, 2013. Kajian Pendekatan Teori Probabilitas untuk Pemetaan Lahan Sawah Berbasis Perubahan Penutup Lahan Citra Landsat Multiwaktu (Studi Kasus Daerah Tanggamus, Lampung), Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital Vol. 10 No. 2 Desember 2013, ISSN 1412-8089, Hal 113-122. Pusdatin, Kementerian Pertanian, 2010. Hasil Audit Lahan Baku Sawah, Hasil Update dan Paduserasi tahun 2011 dengan BPN, (http://psp.deptan.go.id/index.p hp/page/lahan_audit, diakses 15 Juli 2014). Supervised and Unsupervised Land Use Classification. (http://academic. emporia.edu/aberjame/student/
Ujicoba Model Pemetaan Lahan Sawah ...... (I Made Parsa)
banman5/perry3.html, diakses 15 Juli 2014). Suherman Maman, 2012. Statistik dan Teori Peluang, Institut Teknologi Bandung, (http://www. mulin10. files.wordpress.com/, diakses tanggal 22 Juli 2013). Suryadi Christine, 2003. Probabilitas dan Statistika Dasar, Teori Peluang,
Departemen Teknik Informatika. (http://www.kur2003.if.itb.ac.id, diakses tanggal 22 Juli 2013). Triatmoko Restu Pamuji, 2011. Teori Peluang (Probabilitas). (http:// restupamujitriatmoko.blogspot.co m/2011/11/teori-probabilitaspeluang.html, diakses 22 Juli 2013).
27
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :15-28
18