I’jaz ‘Adadi (Kemukjizatan Angka 7 dan 19 dalam AlQur’an)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh MUSTAR NIM: 107034000335
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433M/2011 M
ABSTRAK
Mustar I’jaz ‘Adadi (Kemukjizatan Angka 7 dan 19 dalam Al-Qur’an) I’jaz ‘Adadi merupakan salah satu dari kemukjizat Al-Qur’an, disamping i’jaz Al-Qur’an yang sudah ada sebelumnya, seperti i’jaz balaghi, i’jaz tasyri’, i’jaz ilmi, i’jaz lughawi, i’jaz thibby, i’jaz falaky, i’jaz i’lami, i’jaz thabi’i dan lain sebagainya. Namun i’jaz ‘adadi masih dibilang baru dibandingkan dengan i’jazi’jaz lain yang terungkap. Jika melihat dari awal sejarahnya, i’jaz ‘adadi sudah mulai terungkap pada masa kekuasaan Abd Al-Malik Marwan yang berusaha menghitung huruf, ayat dan surat dalam Al-Qur’an. Kajian ini kemudian berkembang dengan lahirnya para mufasir-mufasir yang menulis setiap awal surat, selalu disebutkan jumlah huruf, kata dan ayat dalam surat tersebut, seperti dalam Marah Labid karya Muhammad Nawawi al-Jawi dan berlanjut pada kajian huruf-huruf muqaththaah, menurut para mufasir huruf-huruf muqaththaah mempunyai keistimewaan dan keterhubungan dengan surat yang didahuluinya. Setelah adanya penghitungan terhadap huruf, ayat dan surat dalam AlQur’an tersebut, metode seperti ini berkembang dalam penjumlahan dan penghitungan huruf, ayat dan surat dalam Al-Qur’an yang penghitungan dan penjumlahannya dalam konteks mukjizat Al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan bilangan angka (i’jaz ’adadi). Bilangan angka dalam konteks mukjizat juga dilakukan oleh Rashad Khalifa ketika menafsirkan QS. Al-Muddatstsir/74: 30 dengan menemukan faktafakta angka dalam Al-Qur’an yang habis dibagi atau kelipatan dari angka 19. Metode seperti ini pun persis sama dengan yang dilakuakn ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil, namun ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil melihat keistimewaan dari angka 7 yang disebut berulang-ulang dalam Al-Qur’an. Ia membuktikan bahwa semua surah, ayat, kata, dan huruf dalam Al-Quran disusun Allah swt secara teratur dengan sistem berbasis angka 7. Melihat fenomena angka 7 dan 19 dalam Al-Qur’an bukanlah sebuah kebetulan, logika ilmiah dasar beranggapan bahwa suatu kebetulan tidak mungkin selalu berulang dalam sebuah buku kecuali bila si penulis buku tersebut telah mengurutkan tulisannya dengan sebuah metode tertentu. Terungkapnya i’jaz ‘adadi juga tidak terlepas dari kritik, ini akibat dari tidak konsistennya para peneliti menggunakan metode. Dan seharusnya hasil penelitian Al-Qur’an ini memunculkan kemukjizatan hakiki yang tidak ada faktor kebetulan di dalamnya. Pembahasan mengenai i'jaz 'adadi dalam kajian 'Ulum al-Quran adalah pembahasan yang termasuk baru. Oleh itu, banyak timbul pro dan kontra dengan terungkapnya i’jaz ‘adadi dalam Al-Qur’an. Menanggapi pro dan kontra i’jaz
i
‘adadi ini, sebaiknya kita tidak bersikap apriori ataupun cepat mengambil kesimpulan. Menurut penulis, kedua kalangan Islam tersebut sama-sama mempunyai tujuan yang baik yaitu menjaga Al-Qur’an. Kelompok yang mendukung i’jaz ‘adadi, yaitu ingin membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an melalui mukjizat angka-angka yang terkandung di dalamnya. Sementara kalangan yang lain, ingin Al-Qur’an selalu terpelihara dari tangan-tangan orang-orang "dungu" yang menjelaskan Al-Qur’an jauh dari kaedah-kaedah penafsiran muktabar. Kerana perbahasan i’jaz ‘adadi masih terbilang baru, maka sepatutnya kita meneruskan penyelidikan kajian ini. Sehingga pada akhirnya lahir satu kaidah dan metodologi yang baik, terbebas daripada kesalahan. walaupun ijtihad itu tidak terlepas daripada kesalahan, mudah-mudahan itu tetap dinilai sebagai satu kebaikan.
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin yang digunakan dalam skripsi ini1: Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ھـ ء ي
Huruf Latin
Keterangan tidak dilambagkan be te te dan se je h dengan garis bawah ka dan ha de de dan zet er zat es es dan ye es dengan garis bawah de dengan garis bawah te dengan garis bawah zet dengan garis bawah koma terbalik di atas hadap kanan ge dan ha ef ke ka el em en we ha apostrof ye
b t ts j h kh d dz r z s sy s d t z ‘ gh f q k l m n w h ` y
1 Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 492-493.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas limpahan rahmat dan karunia selalu yang selalu dilimpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa perdamaian di bawah naungan Islam. Alhamdulillah atas ridha Allah swt penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul I’jaz ‘Adadi (Kemukjizatan Angka 7 dan 19 dalam Al-Qur’an). Tidak ada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongannya. Hanya Allah swt pelindung dan sebaik-baik manusia di alam ini yakni Muhammad saw. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan motifasi dari berbagai pihak, oleh karena itu sebagai rasa hormat, penulis hanya dapat menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. 2. Bapak Prof. Dr. Zainul Kamaluddin Fakih, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin beserta para pembantu dekan I, II, III. 3. Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis, yang telah memberikan pendidikan akademik kepada penulis. 4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin.
5. Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A, selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas kerelaan dan keikhlasannya meluangkan waktu membimbing dan memberikan saran kepada penulis agar dapat menyelasaikan skripsi ini. 6. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, terima kasih atas ketulusannya dalam memberikan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Semoga ilmu yang diajarkan ini bermanfaat bagi masa depan penulis. 7. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi sumber bacaan dan data dari awal kuliah hingga selesainnya skripsi ini. 8. Ayahanda mame Samlawi dan ibu Sohanah tercinta, yang telah mengasuh dan mendidik penulis sejak kecil, berkat do’a, cinta dan kasih sayangnya yang tiada henti dan berkat do’anya pula penulis sampai dan mampu menyelesaikan pendidikan ini. Bakti dan do’a penulis haturkan untuk mereka, ”Ya Allah sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka menyayangiku sejak kecil”. Sujud baktiku kepada mu mame dan ibu. 9. Kakang-kakang dan teteh-tetehku tercinta Siti Halimah, Siti Nawiyah, Siti Fatimah, A. Solihin, Saifullah,
Jamin, Hasuri, Iqbal, Safiah.
Adikku Mar’atus Soleha yang imut teruslah belajar kejar cita-citamu. Keponakanku, Khairul Anwar, Maulana Qamaruddin, Lisa Salsabila,
Miftah Ramadhan Al-Ghifari, Syifa Kamaliatuz Zahra, M. Fikri. Terima kasih atas motivasi dan dukungannya senyum hangat selalu. 10. Keluarga Besar KH. Hasbullah Qamar selaku pimpinan Pondok Pesantren Banu Al-Qomar, yang telah memberikan ilmu dan nasihat selama penulis berada di pesantren. Penulis tidak akan pernah lupa dengan ilmu dan nasihat-nasihat beliau. 11. Kepada guru-guru penulis di Madrasah Al-Khairiyah Karang Tengah; H. Muktillah S.Ag, Ayatullah, S.Hum, dan seluruh guru-guru yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang telah memberikan cakrawala baru kepada penulis hingga gerbang kampus dan gerbang masa depan ini. 12. For my sweet just mine, Khoerunisa ”icha” yang selalu menemani penulis baik suka maupun duka. Cinta dan kasih sayangnya selalu akan penulis kenang. 13. Kawan seperjuangan di Tafsir Hadis angkatan 2007: Budi Prestiawan, Fikri, Miftah, Mukmin, Rusli, Izul, Irwan, Arfan Akbar, Miftahuddin, Nuril, Ajeng, Maisyaroh, Zahro, yang telah bersama-sama penulis kurang lebih empat tahun di Fakultas Ushuluddin. Semoga kita berjumpa di lain waktu. 14. Batur-batur KMC (Keluarga Mahasiswa Cilegon) Jakarta, Mulyadi HQ, Ovar, Mi’roji, Muhriji, Johar, Abdullah, Aji, Yaya’, Mahmud, Boim, Miftah, Misbak, Pesox’s, Hajuri, Efis, Wawan, Uswatun Hasanah, Eva, Leli, Sayuti, Saiful Fajar. Kalian adalah keluarga
kecilku, terus semangat jangan pernah padamkan kobaran api KMC di jiwa batur-batur. ”tekun ngederese giat organisasine”. 15. Kawan-kawan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Ciputat, Ketum Cabang HMI Ciputat Ramfalak Siregar, Ketum Komfu Arma Hidayat, Husnul Aqib, Daud Catur dan kawan-kawan yang lain. YAKUSA untuk semuanya. 16. Temen-temen PUI (Persatuan Umat Islam) Jakarta; Asep, Ade Husni, yovi, Evan, Omeh, Cici, Alfi. Makasih semuanya PUI mempunyai warna yang berbeda di hati penulis. Atas dukungan mereka yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis hanya bisa berharap kepada Allah swt untuk membalas segala kebaikan mereka. Mudah-mudahan Allah swt memberikan amal yang setimpal atas apa yang telah mereka berikan. Akhirnya penulis hanya tawakal kepada Allah swt atas segala kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis hanya berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umunya pagi para pembaca.
Jakarta, 26 November 2011 Penulis
Mustar
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i KATA PENGANTAR...........................................................................................iii DAFTAR ISI.........................................................................................................vii PEDOMAN TRANSLITERASI..........................................................................ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………..………..….9 C. Tinjauan Pustaka…….…………………………….…………10 D. Tujuan Penelitian…..………………………………………...12 E. Metodologi Penelitian…………..……………………………12 F. Sistematika Penulisan…………………………...……………13
BAB II
I’JAZ AL-QUR’AN DAN I’JAZ ’ADADI A. I’jaz al-Qur’an 1. Pengertian I’jaz al-Qur’an.................................................15 2. Unsur-unsur mukjizat.........................................................19 3. Sisi-sisi Mukjizat al-Quran................................................21 4. Macam-macam dan Fungsi I’jaz al-Qur’an.......................29 B. I’jaz ’Adadi dalam al-Qur’an 1. Penyebutan angka-angka dalam al-Qur’an........................35
2. Pengertian I’jaz Adadi........................................................36 3. Sejarah awal I’jaz Adadi....................................................37 4. Aspek-aspek I’jaz Adadi....................................................40 C. Biografi para peneliti I’jaz Adadi...........................................44 BAB III
KAJIAN ANGKA 7 DAN 19 DALAM AL-QUR’AN A. Kajian angka 7 menurut ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil 1. Penyebutan angka 7 dalam al-Qur’an...............................48 2. Fenomena angka 7 dalam al-Quran....................................56 3. Contoh-contoh kemukjizatan angka 7................................61 B. Kajian angka 19 menurut Rashad Khalifa 1. Penyebutan angka 19 dalam al-Qur’an..............................64 2. Fenomena angka 19 dalam al-Qur’an................................66 3. Contoh-contoh kemukjizatan angka 19..............................69 C. Penilaian ulama terhadap fenomena angka 7 dan 19...............71 D. Analisa......................................................................................76
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………….…….81 B. Saran…………………………………………………….……82
DAFTAR PUSTAKA……………………..……………………………….……83
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Masalah Keotentikan al-Qur’an tidak dapat diragukan lagi. Dari sudut apapun alQur’an sulit untuk dibantah keasliannya. Dari segi bahasa, al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Tetapi tidak semua orang Arab waktu itu memahami alQur’an sebab bahasa Arab al-Qur’an adalah sangat istimewa.1 Dari segi kadungannya, al-Qur’an tidak saja memuat ajaran-ajaran yang bersifat relegius keakhiratan melainkan juga berisi masalah muamalah keduniaan seperti ilmu pengetahuan, masalah ekonomi, sosial, kemasyarakatan, pendidikan, dan hubungan antara pemeluk agama. Dalam ulum al-Qur’an, kajian pembuktian keotentikan al-Qur’an disebut sebagai mukjizat al-Qur’an atau i’jaz al-Qur’an. Barbagai macam segi (wajh) kemukjizatan al-Qur’an dinyatakan oleh para ulama ulum al-Qur’an, yaitu dari segi kebahasaan, segi keilmuan, segi infomasi gaib, dan sebagainya. Para ulama ulum al-Qur’an pada umumya melihat kemukjizatan al-Qur’an terletak pada susunan kalimat yang indah, pemilihan bahasa yang bagus, serta penempatan kosa katanya yang berimbang.2 Untuk mengetahui mukjizat alQur’an dari segi kebahasaan tidaklah mudah harus dibenturkan dengan kaidahkaidah kebahasaan, bilangan kata dan huruf dalam teks dan naskah al-Qur’an.
1 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet-1, h. 17 2 M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 113
1
Kajian terhadap teks dalam al-Qur’an ini telah melahirkan mukjizat alQur’an yang berupa bilangan atau angka dalam susunan ayat atau surat bahkan huruf dalam al-Qur’an. Mukjizat ini disebut dengan i’jaz ‘adadi. Dalam kajian ulumul Qur’an klasik, i’jaz ‘adadi belum menjadi topik kajian yang utama ketika mengkaji segi-segi kemukjizatan al-Qur’an. Namun isyarat akan adanya i’jaz ‘adadi sudah tampak dalam mukjizat al-Qur’an dari segi bahasa.3 I’jaz ‘adadi dimulai dengan berbagai kajian tentang huruf-huruf muqaththa’ah4 Selanjutnya i’jaz ‘adadi atau mukjizat angka-angka dalam al-Qur’an berkembang, sehingga hasilnya diketahui secara luas oleh umat islam. Pengetahuan ini semakin berkembangan pada abad ke-19 hingga sekarang sebagai kemajuan ilmu pengetahuan modern seperti komputerisasi, sehingga membantu secara teknologi untuk mengembangkan dan menggali i’jaz ‘adadi yang terkandung dalam al-Qur’an. Kata I’jaz ( )إﻋﺠﺎزmerupakan bentuk mashdar dari bentuk fi’il yaitu kata a’jaza-yu’jizu ( ﯾﻌﺠﺰ-)أﻋﺠﺰ. A’jaza sendiri berasal dari kata ‘ajaza ( )ﻋﺠﺰyang berati lemah5. Secara bahasa a’jaza atau i’jaz berarti melemahkan atau menjadikan sesuatu menjadi lemah/tidak mampu.6 Sedangkan kata ‘adad merupakan bentuk ism (kata benda) dari wajan fi’il (kata kerja) ‘adda ( )ﻋﺪyang bermakna hasaba dan al-ihsha’ (menghitung).7
3 Jalal Al-Din Al-Suyuthi, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Maktabah Al-Ashriyyah, 1979), j. 4, h. 8 4 Huruf muqaththa’ah adalah huruf arab (dibaca sesuai dengan nama/bunyi hurufnya) yang menjadi salah satu pembuka surat-surat dalam Al-Qur’an. 5 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 898. 6 Muhammad ibn Makram ibn Manzhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), j.5, h. 369 dan Luwis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2002), cet-39, h. 488 7 Luwis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2002), cet-39, h. 490, lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 903.
2
Menurut Ibn Manzhur, ﻋﺪدberarti menghitung sesuatu, sementara ‘adad sendiri adalah ukuran (miqdar dan mablagh) dari sesuatu yang dihitung. 8 Secara bahasa pengertian ‘adadi adalah berkaitan dengan hitungan. Dengan demikian secara istilah didefenisikan i’jaz ‘adadi adalah kemampuan mukjizat yang dimiliki AlQur’an dalam segi angka atau bilangan tertentu yang menyusunnya. Ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian terhadap angka-angka dalam al-Qur’an diantaranya; Rashad Khalifa, Abd al-Razzaq Nawfal, Abu Zahra al-Najdi, ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil dan di Indonesia ada Rosman Lubis, Fahmi Basya yang banyak melakukan penelitian dan membuat buku yang berkaitan dengan angka-angka dan keseimbangan angka dalam al-Qur’an. Berkaitan dengan i’jaz ‘adadi di atas, i’jaz ‘adadi mempunyai peranan yang penting terhadap rumusan angka-angka yang mewarnai pembuktian adanya kemukjizatan dalam al-Qur’an. Isyarat-isyarat angka telah tampak tersurat dan tersirat dalam teks-teks al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri menyebutkan berbagai bilangan angka, baik bilangan asli/pokok, bilangan bertingkat, maupun bilangan pecahan.9 Dengan banyaknya bilangan angka-angka dalam al-Qur’an ini, maka penulis akan membatasi kajian pada angka 7 dan 19 saja. Ada beberapa hal mengapa penulis membatasi kajian pada angka 7 dan 19 dan apa keistimewaan angka-angka ini dengan angka yang lainya. karena kedua angka ini sangat istimewa dibandingkan dengan angka-angka yang lain; Misalnya saja angka 7 yang banyak di sebut didalam al-Qur’an, sering
ditemukan
banyaknya indikasi angka 7 dalam al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw, juga 8
Muhammad ibn Makram ibn Manzhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), j.3, h.
281-282 9
Darwis Hude, dkk., Cakrawala Ilmu Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 381-393.
3
pengulangan angka ini dalam tatanan yang sangat teratur di Kitabullah, dan ini mengindikasikan urgensi angka 7. 1. Allah memilih angka tujuh untuk dijadikan jumlah dari tingkatan langit dan bumi. Termuat dalam QS. Al-Thalaq ayat 12. Allah SWT berfirman,
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu” 2. Nabi Nuh a.s. yang mengajak kaumnya untuk berpikir tentang pencipta langit yang tujuh tingkat. Termuat dalam QS. Nuh ayat 15. Artinya: “tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” 3. Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf Nabi saw bersabda; إن ھﺬا اﻟﻘﺮآن أُﻧﺰل ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻌﺔ أﺣﺮف, Artinya:“Al-Qur’an diturunkan dengan 7 huruf.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Menurut ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil, al-Qur’an di desain dengan angka 7 terlihat banyak ayat al-Qur’an yang menyebut angka 7 seperti: Penyebutan angka 7 dalam al-Qur’an pertama kali dam surat al-Baqarah ayat 29 yaitu;
4
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” Penyebutan angka 7 terakhir kali dalam al-Qur’an adalah surat al-Naba’ pada ayat berikut; Artinya: “dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh” Dengan hasil penelitian ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil menemukan fenomena angka 7 dalam al-Qur’an diantaranya sebagai berikut10; 1. Jumlah surat yang berada diantara surat al-Baqarah dan surat an-Naba’ adalah berjumlah 77 surat. Angka 77 merupakan kelipatan dari angka 7. 11x7=77 Jumlah ayat yang berada diantara ayat ke-29 surat al-Baqarah dengan ayat ke-12 surat an-Naba’ berjumlah 5649 ayat. Angka 5649 merupakan kelipatan dari angka 7. 807x7=5649 2. Mulai dari permulaan surat al-Baqarah hingga akhir surat surat an-Naba’ terdapat 5705 ayat. Bilangan 5705 merupakan kelipatan dari angka 7. 815x7=5705
10
Hisham Thalbah, dkk., Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah, dkk., (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 18
5
3. Jumlah ayat yang mendahului ayat pertama yag mememuat tentang angka 7 berjumlah 35 ayat. Angka 35 adalah kelipatan dari angka 7. Begitu pula jumlah ayat yang berada sebelum ayat terakhir yang menyebut angka 7, yaitu 5684, juga merupakan bilangan kelipatan angka 7 untuk kedua kalinya, 5684=7x812 4. Jumlah ayat mulai dari permulaan surat al-Baqarah hingga ayat pertama yang memuat tentang angka 7 ada 28 ayat. Artinya bilangan tersebut adalah kelipatan dari angka 7 yaitu; 4x7=28, adapun dari ayat terakhir yang menyebut angka 7 dalam surat an-naba’ diketahui bahwa jumlah ayat setelah ayat tersebut hingga akhir surat an-naba’ adalah berjumlah 28 ayat. Artinya bilangan tersebut adalah kelipatan dari angka 7 dengan persamaan 4x7=28. Bukan hanya angka 7 yang menarik dalam kajian ini tetapi juga angka 19 didalam al-Qur’an yang hanya satu kali yaitu terdapat pada QS. Al-Muddatsir ayat 30. Kebanyakan para mufasir menafsirkan angka 19 dalam ayat ini adalah jumlah malaikat penjaga Neraka Saqar. Namun Rashad Khalifa menafsirkan angka 19 adalah sebuah bilangan yang mengandung rahasia dibalik angka 19. Rashad Khalifa adalah Seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim di tahun 1974 pertama kali menemukan sistem 19 pada desain al-Qur’an11, yang mencoba mengemukakan makna surat al-Muddatsir ayat 30:
11
Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 59.
6
Artinya: “Dan di atasnya ada Sembilan belas” Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat penjaga Neraka Saqar.12 Menurut Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orangorang Nasrani dan Yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan keajaiban yang besar dari Al Qur’an.13 Rashad Khalifa membuktikan awal idenya dengan mengulas kata yang terdiri dari 19 huruf
ini dapat dibuktikan dari
penghitungan yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini hanya sebagian kecil dari keajaiban al Quran (angka 19): 1. Kata
disebut sebanyak 114 kali, yang habis dibagi dengan
angka 19, yaitu: 19x6=114 terdiri dari 19 huruf; habis dibagi dengan 1914
2.
3. Kata Ism ( )اﺳﻢsebanyak 19 kali; habis dibagi dengan 19 4. Kata Allah ( )اﷲsebanyak 2698 kali; habis dibagi dengan 1915 5. Kata Ar-Rahman ( )اﻟﺮﺣﻤﻦsebanyak 57 kali; habis dibagi dengan 19 6. Kata Ar-Rahim ( )اﻟﺮﺣﯿﻢsebanyak 114 kali; habis dibagi dengan 19 12
Darwis Hude, dkk., Cakrawala Ilmu Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 396. 13 Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 55-59 14 Fahmi Basya,Matematika Islam 2 Al-Qur’an 4- Dimensi, (Jakarta: Republika, 2008), h. 97 15 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 139.
7
7. Jumlah kata-kata dalam wahyu pertama (lima ayat) adalah 19 kata; habis dibagi dengan 19. 8. Jarak wahyu pertama dari surat terakhir (surat an-nas) dalam Al-Qur’an adalah 19 surat; habis dibagi dengan 19 9. Jumlah huruf nun yang mengawali surat Al-Qalam (68) sebanyak 133 buah; habis dibagi dengan 19 10. Surat Al-Alaq terdiri dari 19 ayat; habis dibagi dengan 19 11. Jumlah huruf Qaf dalam surat Qaf (50) sebanyak 57 kali; habis dibagi dengan 1916 Dan juga angka 19 berhubungan dengan kata Wahid dalam Al-Qur’an atau berhubungan dengan simbol ke-Esa-an Tuhan,
di mana
jumlah
nilai
gematrikalnya tiap huruf (wahid) atau al-jumal adalah 19 juga. contohnya, = و6, ا = 1, = ح8, = د4, total 19.17 Kata Wahid dalam al-Qur’an disebut 20 kali, tetapi yang berhubungan dengan "Ke-Esa-an Tuhan" hanya 19 kali. Sisanya 1 kali, menyatakan bilangan yang berarti satu. Ini berarti angka 19 ini bisa diartikan sebagai simbol atau cap keesaan Tuhan. berikut daftar hisab al-jumal atau nilai gematrik tiap huruf hija’iyah yang digunakan oleh Rashad Khalifa: Huruf ا ب ج د ه و ز
Angka 1 2 3 4 5 6 7
Huruf ي ك ل م ن س ع
Angka 10 20 30 40 50 60 70
16
Huruf ق ر ش ت ث خ ذ
Angka 100 200 300 400 500 600 700
Suwaidan, S., Numeric Miracles In the Holy Qur’an, www.islamicity.org Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 157. 17
8
ح ط
ض 800 ظ 900 غ 1000 Melihat fenomena angka 7 dan 19 ini bukanlah sebuah kebetulan, logika 8 9
ف ص
80 80
ilmiah dasar beranggapan bahwa suatu kebetulan tidak mungkin selalu berulang dalam sebuah buku kecuali bila si penulis buku tersebut telah mengurutkan tulisannya dengan sebuah metode tertentu. Keteraturan bilangan yang kita saksikan sekarang menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengurutkan kitab-Nya dengan bentuk yang selaras. Munculnya fenomena rumusan angka 7 dan 19 dalam al-Qur’an sangat menarik untuk dikaji dan diteliti, namun dalam skripsi ini penulis hanya menjabarkan dari hasil penemuan kedua tokoh yaitu ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil dan Rashad Khalifa, maka penulis berniat ingin mengangkatnya menjadi sebuah judul skripsi yaitu: I’jaz ‘Adadi (Kemukjizatan Angka 7 dan 19 dalam Al-Qur’an)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah Isyarat-isyarat angka dalam al-Qur’an begitu banyak, baik bilangan asli/pokok (cardinal number), bilangan bertingkat (ordinal number), maupun bilangan pecahan. Oleh karena itu dalam skripsi ini agar masalah tidak melebar pembahasannya dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis perlu membatasi permasalahan skripsi ini yakni lebih menitikberatkan pada I’jaz ‘Adadi dengan menganalisa angka 7 dan 19 dalam alQur’an. b. Perumusan Masalah
9
Dengan demikian, Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kemukjizatan al-Qur’an dari segi angka 7 dan 19? 2. Apa metode yang digunakan dalam rumusan angka 7 dan 19 dalam i’jaz ‘adadi?
C. Tinjauan Pustaka I’jaz ‘Adadi merupakan bagian dari pembahasan mukjizat al-Qur’an, dalam kajian mukjizat Al-Qur’an banyak disajikan dalam bentuk kitab, buku dan bahkan karya ilmiah. Setelah melakukan penelusuran pustaka yang berkaitan penelitian akademis, penulis tidak menemukan kajian ini dalam bentuk skripsi, namun penulis menemukan dalam bentuk tesis yang berkaitan dengan kemukjizatan al-Qur’an dari segi angka/bilangan yang ditulis oleh; Uun Yusufa, dengan judul ”I’jaz ’Adadi li Qur’an Studi Kritis Diskursus Rumus Angka dalam Al-Qur’an”. Tesis ini mengkaji bilangan-bilangan yang berkaitan dengan I’jaz ’Adadi secara keseluruhan, seperti rumusan keseimbangan angka, rumus kesesuain angka dengan realitas dan keajaiban angka 11. berbeda dengan penulis yang hanya pembatasi pada obyek kajian angka 7 dan 19 saja. Tetapi kajian ini banyak ditulis dalam bentuk kitab/buku, diantaranya seperti; Abdurrazaq Naufal, Kemukjizatan Angka-Angka Dalam Al-Qur’an, dalam buku ini Abdurrazaq Naufal menjelaskan keseimbangan-keseimbangan kosa kata dalam al-Qur’an.18
18
Abdurrazaq Naufal, Kemukjizatan Angka-Angka Dalam Al-Qur’an, terj. (Jakarta: PT.
Pustaka Antara, 1983)
10
Abu Zahra An-Najdi, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, dalam buku ini dijelaskan tentang kesesuaian antara jumlah kata dalam al-Qur’an dengan realitas.19 Rosman Lubis, Keajaiban Angkaa 11 Dalam Al-Qur’an,20 dalam buku ini dijelaskan keajaibaan angka 11 dalam al-Qur’an dengan menghitung jumlah surat, ayat dan huruf tertentu yang habis dibagi dengan angka 11, seperti penjumlahan nomor urut hijaiyyah dari nama allah: 1+23+23+27= 74 kemudian angka 74 menjadi 7+4= 11.
Hisham Thalbah, dkk., Ensiklopedia Mukjizat al-
Qur’an dan Hadis (Kemukjizatan Angka 7), buku ini berbentuk ensiklopedia yang dijelaskan kemukjizatan angka 7 dengan mengitung jumlah surat, ayat dan huruf tertentu yang habis dibagi dengan angka 7.21 Fahmi Basya, al-Qur’an, Alam Semesta dan Matematika, buku ini menjelaskan tentang angka-angka dalam alQur’an yang berkaitan dengan fenomena alam semesta.22
D.
Tujuan Penelitian 1. untuk membuktikan adanya i’jaz ‘adadi dalam Al-Qur’an 2. untuk mengetahui metodologi yang digunakan dalam rumusan angkaangka dalam i’jaz ‘adadi. 3. Untuk mengetahui penilaian ulama terhadap adanya i’jaz ‘adadi dalam al-Qur’an. 19
Abu Zahra An-Najdi, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka,terj. Agus Effendi (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2001), cet-8 20
Rosman Lubis, Keajaiban Angkaa 11 Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
21
Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Kemukjizatan
2001) Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa) 22
Fahmi Basya, al-Qur’an, Alam Semesta dan Matematika, (Jakarta: Pustaka Antara, 1990)
11
4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penambahan informasi mengenai mukjizat Al-Qur’an dari segi angka atau bilangan dengan harapan dapat menjadi bahan kajian keIslaman, khususnya di bidang Tafsir-Hadis. Sekaligus penulis dapat memberikan sumbangsih dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam.
D. Metodologi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu penelitian dengan mengadakan studi kepustakaan terhadap buku-buku/kitab-kitab, kamus, majalah, koran, artikel dan sebagainya yang ada hubungan dengan masalah yang akan dibahas, baik dari sumber primer (primary sources) maupun sumber sekunder (secondary sources). Sumber primer (primary sources) penulis mengambil dari buku Hisham Thalbah, dkk., Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Kemukjizatan Angka 7), Taslaman, Caner, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern, terj. Ary Nilandari. Bandung: Mizan, 2010 dan
http/:www.submission.org/miracle-history.
Sedangkan
untuk
sumber
sekunder (secondary sources) penulis mengambil dari buku Abdurrazaq Naufal, Kemukjizatan Angka-Angka Dalam Al-Qur’an, Abu Zahra al An-Najdi, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka Fahmi Basya, al-Qur’an, Alam Semesta dan Matematika dan buku-buku yang berkaian dengan i’jaz ’adadi.
12
Sedangkan dalam metode penelitian penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Metode ini secara singkat, dapat dijelaskan sebagai suatu pendekatan
dengan mendeskripsikan atau menguraikan unsur-unsur yang
berkaitan dengan tema yang dimaksud23 dan selanjutnya dianalisis untuk memperoleh penilaian dan kajian yang kritis dan obyektif. Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan ini merujuk kepada buku “Pedoman Akademik –Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.24
E. Sistematika Penulisan Skripsi ini terbagi menjadi empat bab, setiap bab terdiri dari beberapa subsub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut : Bab pertama dimulai dengan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini berusaha memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. Bab kedua membahas tentang konsep I’jaz al-Qur’an dan I’jaz ’Adadi secara umum yang didalamnya mencakup Pengertian, Unsur-unsur mukjizat, Sisisisi Mukjizat al-Quran, Macam-macam dan Fungsi I’jaz al-Qur’an, sedangkan bagian kedua menjelaskan tentang I’jaz ’Adadi yang mencakup Penyebutan
23
Winarno Surachmad, Pengantar Metode Ilmiah Dasar, (Bandung: Tarsito, 1985), h. 139. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: UIN Press, 2007) 24
13
angka-angka dalam al-Qur’an, Pengertian, Sejarah awal I’jaz Adadi, Aspek-aspek I’jaz Adadi dan dalam bab ini disertai juga biografi para peneliti I’jaz ’Adadi. Bab ketiga
ini merupakan inti pembahasan dari skripsi ini, yakni
menjelaskan Kemukjizatan angka 7 dan 19 dalam al-Qur’an yang meliputi Penyebutan angka 7 dan 19 dalam al-Qur’an, Fenomena angka 7 dan 19 dan Contoh-contoh kemukjizatannya. Dan adapun pada akhir bab ini dibahas tentang Penilaian ulama terhadap fenomena angka 7 dan 19 dan Analisa dari penulis terhadap fenomena angka 7 dan 19. Bab keempat merupakan kunci dari rangkaian pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dan sekaligus merupakan jawaban dari perumusan masalah yang diajukan yaitu bagaimana kemukjizatan al-Qur’an dari segi angka 7 dan 19 dan apa metode yang digunakan dalam rumusan angka 7 dan 19 dalam
I’jaz ’Adadi. Dan dalam bab ini juga memuat saran-saran yang
diperlukan.
14
BAB II I’JAZ AL-QUR’AN DAN I’JAZ ’ADADI
A. I’jaz al-Qur’an 1.
Pengertian I’jaz al-Qur’an I’jaz al-Qur’an terdiri dari dua kata i’jaz dan al-Qur’an yang kemudian
dijadikan satu. Dan untuk mendapatkan pengertian dari i’jaz al-Qur’an, maka perlu diuraikan terlebih dahulu defenisi masing-masing kata. Kata i’jaz ( )إﻋﺠﺎزmerupakan bentuk mashdar dari bentuk fi’il yaitu kata a’jaza-yu’jizu ( ﯾﻌﺠﺰ-)أﻋﺠﺰ. A’jaza sendiri berasal dari kata ‘ajaza ( )ﻋﺠﺰyang berati lemah (dha’f)1. Secara bahasa a’jaza atau i’jaz berarti melemahkan atau menjadikan sesuatu menjadi lemah/tidak mampu.2 Sesuatu yang memiliki kemampuan i’jaz berarti memastikan adanya kemampuan mu’jiz (pelaku yang melemahkan). Jika kemampuan melemahkan yang dimiliki oleh mu’jiz tersebut sangat menonjol (kuat), maka ia disebut dengan mu’jizah ()ﻣﻌﺠﺰة. Kata mu’jizah merupakan bentuk ism al-fa’il (kata benda pelaku) yang ditambah ta’ ta’nits (huruf ta’ untuk bentuk mu’annats/perempuan), tambahan huruf ini diujung kata mu’ijz mengandung makna mubalaghah (superlatif).3
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 898. 2 Muhammad ibn Makram ibn Manzhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), j.5, h. 369 dan Luwis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2002), cet-39, h. 488 3 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-8, h. 23
15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mukjizat berarti kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia.4 Secara istilah Al-Qaththan mendefinisikan i’jaz adalah: ﻲ َ ﺠ َﺰ ِﺗ ِﮫ اْﻟﺨَﺎِﻟ َﺪ ِة َو ِھ ِ َﻋﻦْ ُﻣﻌ َ ب ِ ﻋﺠْ ِﺰ اﻟْ َﻌ َﺮ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻓِىﺪَﻋْﻮَى اﻟ ِّﺮﺳَﺎَﻟ ِﺔ ﺑِﺎﻇﮭَﺎ ِر َ ﻋﻠَﯿْ ِﮫ َو َ ُﺻﻠَﻰ اﷲ َ ﻲ ِ ق اﻟﱠﻨ ِﺒ ِ ْﺻﺪ ِ ُِإﻇْﮭَﺎر 5 ل َﺑﻌْ َﺪھُﻢ ِ ﻷﺟْﯿَﺎ َ ْﻋﺠْ ِﺰ ا َ اْﻟ ُﻘﺮْانُ َو Artinya: “Menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.” Dari defenisi di atas, terlihat jelas bahwa i’jaz merupakan upaya membuktikan kebenaran Nabi Muhammad saw dengan al-Qur’an dengan sekaligus membuktikan ketidakmampuan untuk menandingi dengan sesuatu yang serupa bagi orang arab dan generasi sesudahnya baik itu orang arab maupun non arab. Dengan demikian dapat dipahami, meskipun kata i’jaz dan kata mukjizat merupakan dua kata yang berakar pada satu kata, sesungguhnya keduanya mempunyai makna yang berbeda. Kata i’jaz menunjuk arti kemampuan atau proses melemahkan, sedangkan mukjizat menunjuk arti pelaku, hal atau peristiwa ajaib yang memiliki kemampuan tersebut. Dengan kata lain, sesuatu hal yang ajaib atau keajaiban adalah mukjizat. Kata “ajaib” atau keajaiban sendiri mempunyai arti: jarang ada, tidak biasa, ganjil, aneh, mengherankan, sesuatu yang aneh, dan tidak dapat diterangkan dengan akal. 6 Namun dalam kajian agama Islam
4
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 936. 5 Manna Khalil al-Qathathan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, terj. Mudzakit as (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), cet-12, h. 371. 6 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 22.
16
yang berkaitan dengan kejadian yang ajaib tersebut dikenal dengan istilah irhash, karamah, ma’unah, ihanah/istidraj, dan sihr.7 Umumnya menyebut hal-hal di atas sebagai aneh, ajaib, hebat, dahsyat, tidak biasa, supranatural, mistik, atau luar biasa. Namun, dalam terminologi agama, hal-hal tersebut disebut dengan mukjizat (jika dilakukan Nabi) dan keramat (jika dilakukan orang saleh selain nabi). Dengan keterangan itu, mukjizat dapat dimaknai sebagai kekuatan luar biasa dan tidak dapat ditandingi yang berasal dari para Nabi dengan izin dan kehendak Allah SWT. serta selaras dengan hukum sebab-akibat sebagai dalil akan kebenaran pengakuan kenabiannya. Makna ini mencakup beberapa unsur yang menjadi cirri khas mukjizat kenabian :
1. Adanya fenomena yang keluar dari kebiasaan manusia yang tidak bisa didapati dengan sebab-sebab yang wajar. Jadi, mukjizat merupakan kejadian yang berawal dari sejumlah faktor yang tidak wajar. 2. Bahwa perkara yang keluar dari adat kebiasaan itu timbulnya dari para nabi dengan kehendak ilahiah dan izin dari-Nya secara khusus.
Dengan demikian, secara terminologi dalam diskursus agama Islam bahwa mukjizat sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orangorang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi mereka 7
Istilah irhash, karamah, ma’unah, ihanah/istidraj, dan sihr biasanya digunakan untuk menunjuk kejadian luar biasa, namun masing-masing dimiliki oleh golongan manusia yang berbeda. Irhash dimiliki seseorang sebelum diangkat menjadi nabi, karamah dimiliki oleh para wali atau orang suci, ma’unah dimilki oleh manusia pada umumnya, istidraj dimilki oleh orang fasik atau kafir untuk menambah kehinaannya, sedangkan sihr dimilki oleh manusia dengan bantuan setan. Lihat M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-8, h. 24-25.
17
tidak mampu melayani tantangan itu. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat di definisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan Rasulnya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Dengan melihat defenisi-defenisi di atas, kata i’jaz atau mukjizat belum merujuk kepada al-Qur’an karena itu juga dapat berlaku untuk jenis-jenis mukjizat yang lain. Oleh karena itu untuk medapatkan defenisi yang sesuai maka perlu ada defenisi al-Qur’an itu sendiri. Pengertian al-Qur’an secara etimologi dan terminologi sudah banyak dijelaskan dalam berbagai buku ulum al-Qur’an, seperti defenisi al-Qur’an menurut Muhammad Ali al-Shabuni: ﻛﻼم اﷲ اﻟﻤﻌﺠﺰ اﻟﻤﻨﺰل ﻋﻠﻲ ﺧﺎﺗﻢ اﻷﻧﺒﯿﺎء واﻟﻤﺮﺳﻠﯿﻦ ﺑﻮاﺳﻄﺔ اﻷﻣﯿﻦ ﺟﺒﺮﯾﻞ ﻋﻠﯿﮫ اﻟﺴﻼم اﻟﻤﻜﺘﻮب 8 .ﻓﻲ اﻟﻤﺼﺎﺣﻒ اﻟﻤﻨﻘﻮل إﻟﺒﻨﺎ ﺑﺎﻟﺘﻮاﺗﺮ اﻟﻤﺘﻌﺒﺪ ﺑﺘﻼوﺗﮫ اﻟﻤﺒﺪوء ﺑﺴﻮرة اﻟﻔﺎﺗﺤﮫ اﻟﻤﺨﺘﻢ ﺑﺴﻮرة اﻟﻨﺎس Artinya: “kalam (perkataan) Allah yang diturunkan kepada penutup nabi dan rasul (Muhammad saw) dengan perantara al-Amin Jibril as yang ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas” Dari defenisi di atas, maka al-Qur’an memiliki beberapa batasan, yaitu: (1) kalam Allah SWT, (2) melalui malaikat Jibril as, (3) diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, (4) membacanya bernilai ibadah, (5) diriwayatkan secara mutawattir (6) ditulis dalam mushaf (7) dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Setelah menjelaskan pengertian i’jaz, mukjizat dan al-Qur’an maka dapat diambil kesimpulan bahwa i’jaz al-Qur’an berarti kemapuan yang dimilki al-
8
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an, (Damaskus: Maktabah alGhazali, t.th), h. 6
18
Qur’an untuk membuktikan kenabian Muhammad saw dan melemahkan penantangnya dalam membuat hal serupa. Sedangkan mukjizat al-Qur’an adalah suatu hal luar biasa yang dimiliki al-Qur’an untuk membuktikan kenabian Muhammad saw dan tidak dapat ditandingi dengan hal serupa. 2.
Unsur-unsur mukjizat Jika kita memperhatikan defenisi-defenisi di atas, terlihat banyak unsur-
unsur penting yang harus menyertai sesuatu itu sehingga ia dapat dinamai mukjizat. Unsur-unsur tersebut adalah:9 a. Hal atau peristiwa luar biasa Peristiwa-peristiwa alam, misalnya, yang terlibat sehari-sehari, walaupun menakjubkan tidak dinamai mukjizat, karena ia telah merupakan sesuatu yang biasa. Yang dimaksud dengan luar biasa adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya. Dengan demikian hipnotis atau sihir walaupun sekilas terlihat ajaib atau luar biasa, namun karena ia dapat dipelajari maka ia tidak termasuk dalam pengertian ”luar biasa” dalam defenisi di atas. b. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi Tidak mustahil terjadi hal-hal di luar kebiasaan pada diri siapa pun. Namun apabila bukan dari seorang yang mengaku nabi, maka ia tidak dinamai mukjizat. Boleh jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seorang yang kelak bakal menjadi nabi, ini pun tidak dinamai mukjizat tetapi irhash. 9
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-4, h. 24-25.
19
Bertitik tolak dari keyakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir, maka tidak mungkin lagi terjadi mukjizat sepeninggalan Nabi Muhammad saw, walaupun ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat lagi terjadi dewasa ini. c. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian Tentu saja tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi, bukan sebelum atau sesudahnya. Di sisi lain, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang sejalan dengan ucapan sang nabi. Kalau misalnya ia berkata, ”batu ini dapat berbicara,” tetapi ketika batu tersebut berbicara, dikatakannya bahwa ”sang penantang berbohong” maka keluarbiasaan ini bukanlah mukjizat tetapi ihanah atau istidraj. d. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, maka ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Bahkan untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasaya aspek kemukjizatan masingmasing nabi adalah hal-hal yang sesuai dengan bidang keahlian umatnya. Misalnya mukjizat Nabi Musa as yakni tongkat yang berubah menjadi ular yang dihadapkan kepada masyarakat yang amat mengandalkan sihir. Mukjizat yang begitu jelas ini benar-benar membungkam para ahli sihir yang ditantang oleh Nabi Musa as sehingga mereka tak kuasa kecuali mengakui kekalahan mereka.
20
3. Sisi-Sisi Mukjizat al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun yang mampu mendatangkan kitab sepertinya, meskipun seluruh manusia dan jin berkumpul untuk melakukan hal itu.10 Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja,11 atau malah satu surat pendek sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja. 12
Oleh karena itu, al-Qur’an menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw dari Allah SWT.13
Dengan demikian,
tidak diragukan lagi bahwa
al-Qur’an telah
membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw pembawa kitab ini, telah menyampaikannya kepada umat manusia bahwa al-Qur’an sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa.
Atas dasar uraian di atas, setiap manusia yakin bahwa al-Qur’an merupakan kitab samawi yang istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk mendatangkan kitab yang sepadan dengannya, sekalipun mereka
10
Lihat QS. Al-Isra'/17: 88. Lihat QS. Hud/11: 13. 12 Lihat QS. Yunus/10: 38. 13 Lihat QS. Al-Baqarah/2: 23-24 11
21
mengerahkan seluruh kekuatan dan telah menjalani pendidikan dan pelatihan demi hal itu. Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan, yaitu luar biasa, tak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang.
Dengan demikian untuk membuktikan al-Qur’an adalah mukjizat yang hakiki banyak sekali tokoh-tokoh yang mengspesifikasikan aspek-aspek mukjizat al-Qur’an, sebut saja al-Suyuthi yang membagi mukjizat menjadi dua, yakni mukjizat hissiyyah (indrawi) dan mukjizat ‘aqliyyah (rasional). Kebanyakan mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Bani Israil adalah bersifat hissiyyah, hal itu disebabkan oleh kebodohan dan kelemahan pandangan (pemikiran) mereka, seperti; seperti unta Nabi Shaleh as, tongkatnya Nabi Musa as dan Nabi Ibrahim as yang tidak terbakar dengan api. Sedangkan kebanyakan mukjizat yang dianugrahkan kepada umat Islam bersifat ‘aqliyyah sesuai dengan kecerdasan, kepintaran dan kesempurnaan daya nalarnya, seperti al-Qur’an yang mukjizatnya terus berlaku sampai hari kiamat, yang mukjizatnya tidak hancur setelah masa kenabiannya berakhir. Adapun kemukjizatan al-Qur’an ini dapat disaksikan dengan gaya nalar dan pandangan batin manusia dan karena itu orang yang tidak menyaksikan turunnya wahyu dapat mengimaninya. Sebab, apa yang disaksikan oleh kasatmata akan sirna seiring dengan sirnanya objek yang dilihat sedangkan apa yang ditangkap oleh mata hati dan daya nalar akan bersifat abadi dan dapat disaksikan terus menerus oleh orang-orang yang datang kemudian.14
14
Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Terj. Tarmana Abdul Qosim (Bandung: Mizan, 2003), cet-3, h. 229-230.
22
Menurut Muhammad Husayn al-Thabathaba’i, mukjizat al-Qur’an merujuk kebeberapa hal, diantaranya: keluasan pengetahuan yang dikandungnya; kepribadian Nabi Muhammad saw yang menyampaikan al-Qur’an; kandungan berita gaib di dalamnya; bersihnya al-Qur’an dari pertentangan di dalamnya; dan al-Qur’an mengungguli kitab manapun dalam keindahan maknanya. 15
Imam Fakhrudin al-Razi mengatakan bahwa aspek kemukjizatan alQur’an terletak pada kefasihan kata-kataya, keunikan gaya bahasanya, serta kesempurnaan redaksinya. Berbeda dengan al-Razi, al-Zamaksari menegaskan bahwa aspek kemukjizatan al-Qur’an dikembalikan pada susunan spesifiknya (alta’lif al-khashsh), bukan pada susunan globalnya (muthlaq al-ta’lif).16 Sedangkan, M. Quraish Shihab membagi mukjizat al-Qur’an dari tiga aspek, yaitu; aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib.
Dari sekian banyak aspek-aspek mukjizat al-Qur’an diatas, maka secara umum dapat disimpulkan, bahwa mukjizat al-Qur’an meliputi: aspek kebahasaan, pemberitaan ghaib, dan isyarat ilmiah. Untuk lebih jelasnya ketiga aspek mukjizat al-Qur’an dijelaskan berikut ini:
1. Kemukjizatan al-Qur’an dari aspek bahasa
Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam 15 Muhammad Husayn al-Thabathaba’i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Mu’assasah al-I’lami li al-Mathbu’at, 1991), cet-1, j. 1, h. 63-73. 16 Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Terj. Tarmana Abdul Qosim (Bandung: Mizan, 2003), cet-3, h. 232.
23
masyarakat Arab, sebenarnya mereka yang hidup pada masa turunnya alQur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-Qur’an. Tetapi sebagian mereka tidak dapat menerima alQur’an karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru, di samping tidak sejalan dengan adat kebiasaan dan bertentangan dengan kepercayaan mereka. Namun mereka tidak semuanya menolak, oleh karena itu sesekali mereka menyatakan bahwa al-Qur’an adalah syair, karena mereka menyadari keindahan susunan dan nada irama al-Qur’an yang sangat menyentuh bagaikan syairnya para penyair ulung. Tetapi alQur’an bukan syair seperti yang mereka kenal selama ini. bahkan mereka menuduh bahwa al-Qur’an adalah sihir ulung dan perdukunan.17
Dari penjelasan di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi al-Qur’an pada masa turunnya, justru kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiahnya atau segi pemberitaan gaibnya, karena kedua aspek ini berada di luar pengetahuan dan kemampuan mereka. Sementara kalau seseorang atau masyarakat tidak dapat mengetahui atau merasakan betapa indah dan teliti bahasa al-Qur’an, bukan berarti aspek ini tidak ditantangkan kepada mereka.
17
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-4, h. 112.
24
Hal ini juga tidak mengurangi keistimewaannya dari segi bahasa, akan tetapi karena mereka tidak memahaminya, maka perlu ditampilkan aspek lain dari keistimewaan al-Qur’an yang mereka pahami seperti isyarat ilmiah atau pemberitaan gaibnya, maka kalau pada saat ini ada seorang yang merasa mampu dalam bidang bahasa, maka al-Qur’an akan tetap tampil menantangnya dalam bidang kebahasaan. Seperti tantangan al-Qur’an untuk menyusun serupa dengannya, atau menyusun lebih kurang dari sepuluh surat saja. Bahasa Arab sejak masa turunnya al-Qur’an hingga saat ini telah melewati periode-periode yang beraneka ragam, baik masa kejayaan atau masa kemundurannya, pada masa peradaban dan masa primitif, namun alQur’an tetap berada “di atas” dari hasil seluruh karya yang ada. Karena di dalamnya terdapat susunan kata-kata yang istimewa, terdapat gaya yang hakiki, majaz, ijaz dan itnab meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi tetapi di hadapan al-Qur’an, dengan kemukjizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecil yang tunduk menghormat dan takut terhadap uslub al-Qur’an.18 Kemukjizatan dari segi bahasa ini dapat dilihat diantaranya melalui: pertama Susunan kata dan kalimat al-Qur’an yang bercirikan, yaitu; Mempunyai nada dan langgamnya yang terasa berbeda dari yang lainnya, bukan syair ataupun puisi, namun terasa terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka-cita.
18
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009), cet-12, h.
25
Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Seperti misalnya dalam surat An-Nazi’at/79 1-14.19 Artinya:1. demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, 2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemahlembut, 3. dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, 4. dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, 5. dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). 6. (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, 7. tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. 8. hati manusia pada waktu itu sangat takut, 9. pandangannya tunduk. 10. (orang-orang kafir) berkata: "Apakah Sesungguhnya Kami benarbenar dikembalikan kepada kehidupan semula? 11. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila Kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?" 12. mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan". 13. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja, 14. Maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. Kedua Mempunyai Keseimbangan Redaksi, Abdurraziq Naufal dalam bukunya al-‘Ijaz al-‘Adad al-Qur’an al-Karim (Kemukjiatan dari segi Bilangan dalam al-Qur’an), mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, diantaranya; Keseimbangan antara jumlah
19
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-4, h. 11-119.
26
bilangan kata dengan antonimnya; ( اﻟﺤﯿﺎتkehidupan) dan ( اﻟﻤﻮتkematian) masing-masing
sebanyak
145
kali,
اﻟﻨﻔﻊ
(manfaat)
dan
اﻟﻔﺴﺎد
(muradar/kerusakan) masing-masing sebanyak 50 kali, ( اﻟﺤﺮpanas) dan (اﻟﺒﺮدdingin) masing-masing 4 kali. ( اﻟﺼﺎﻟﺤﺎتkebajikan) dengan اﻟﺴﯿﺌﺎت (keburukan) ada 167 kali. Dan masih banyak lagi kesimbangankesimbangan redaksi al-Qur’an yang menunjukkan keunggulan redaksi dan bahasa al-Qur’an.
2. Isyarat-isyarat ilmiah
Al-Qur’an berbicara panjang lebar tentang manusia, dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia, serta tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta sebagai manusia ciptaan Tuhan yang lain dari yang lain. Berikut dikemukakan sekelumit tentang persoalan ini.
Qs. An-najm/53: 45-46
Artinya: dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasangpasangan pria dan wanita. dari air mani, apabila dipancarkan. Dalam Qs. An-najm di atas secara tegas menyatakan bahwa dari setetes nuthfah yang memancar itu Allah SWT menciptakan kedua jenis manusia laki-laki dan perempuan. Dan ini memberikan informasi yang sangat akurat. Peneliti ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma (mani laki-laki) yaitu kromosom laki-laki yang dilambangkan dengan huruf “Y”, dan kromosom perempuan yang dilambangka dengan
27
huruf “X”. sedangkan ovum hanya semacam, yaitu yang dilambangkan X. apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memiliki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah laki-laki, dan bila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Jika demikan yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah itu.20
3. Pemberitaan gaib
Adanya berita ghaib dalam al-Qur’an juga menunjukkan bahwa kitab suci tersebut betul-betul wahyu Allah SWT karena tidak mungkin hal-hal yang terjadi ratusan ribu tahun yang lalu bisa diketahui oleh Nabi apalagi menceritakannya, kalau bukan wahyu dari Allah SWT yang Maha Mengetahui segala rahasia dan kejadian21. Berita ghaib itu bisa mengenai kejadian yang telah lalu, kejadian sekarang ataupun kejadian yang akan datang. Seperti dalam QS. Ar-Rum/30:2-3 Artinya: “telah dikalahkan bangsa Rumawi22, di negeri yang terdekat23 dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang”24. Dalam ayat di atas disebutkan bahwa bangsa Romawi akan menang terhadap bangsa Persia, setelah dia dikalahkan. Kemenangan bangsa Romawi itu belum terjadi, waktu ayat itu diturunkan. Tetapi, 20
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003), cet-4, h. 167-168. 21 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998) , hal 287 22 Maksudnya: Rumawi Timur yang berpusat di Konstantinopel. 23 Maksudnya: terdekat ke negeri Arab Yaitu Syria dan Palestina sewaktu menjadi jajahan kerajaan Rumawi Timur. 24 Bangsa Rumawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang mempunyai kitab suci, sedang bangsa Persia adalah beragama Majusi, menyembah api dan berhala (musyrik). kedua bangsa itu saling perang memerangi.
28
isyarat al-Qur’an tersebut tepat karena beberpa tahun kemudian bangsa Romawi dapat mengalahkan bangsa Persia. Dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul dan kebenaran al-Quran sebagai firman Allah SWT.
4. Macam-macam I’jaz al-Qur’an dan Fungsi I’jaz al-Qur’an a. Macam-macam I’jaz al-Qur’an Macam-macam i’jaz al-Qur’an yang terungkap antara lain: i’jaz balaghi (berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’ (perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi Al-Qur’an), i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (angka-angka), i’jaz i’lami (informasi), i’jaz thabi’i (fisika) dan lain sebagainya. Karena banyaknya berbagai macam i’jaz Al-Qur’an, seperti Afzalur Rahman menyebut sekitar 27 macam ilmu pengetahuan yang diisyaratkan dalam alQur’an25 dan Darwis Hude menyebutkan 30 macam ilmu pengetahuan yang terdapat dalam al-Qur’an.26 Maka dalam hal ini akan diuraikan beberapa bagian dari macammacam i’jaz Al-Qur’an antara lain: 1. I’jaz Balaghi Sebagian ulama’ mengatakan bahwa mukjizat al-Qur’an adalah berita ghaib, contohnya adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus/10: 92
25 Lihat Afzalur Rahman, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan. Terj. M. Arifin, (Jakarta: Bina Aksara, 1980) 26 Lihat Drawis Hude, M. S.i dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet-1.
29
Artinya: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu27 supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” Berita-berita ghaib yang terdapat pada wahyu Allah SWT yakni Taurat, Injil, dan al-Qur’an merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu Allah SWT itu membuat manusia takjub, karena akal manusia tidak mampu mencapai hal-hal tersebut. 2. I’jaz ’Ilmi Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengumpulkan beberapa macam ilmu, di antaranya ilmu astronomi, biologi, fisika, kedokteran, dan masih banyak ilmu-ilmu yang terkandung di dalam al-Qur’an, semuanya itu menimbulkan rasa takjub. Begitulah i’jaz al-Qur’an dari segi ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan. Menurut Darwis Hade dkk dalam bukunya Cakrawala Ilmu dalam al-Qur’an menyebutkan banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam al-Qur’an, misalnya: Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan dan planet-planet berputar mengikuti porosnya yang sudah ditentukan, sebagaimana dijelaskan dalam al27
Yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir, Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.
30
Qur’an surat Yunus ayat 5, Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah SWT: Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Informasi al-Qur’an tantang matahari sebagai pusat tatasurya dengan jelas dikemukakan di dalam QS. Yasin/36: 38. Bumi mengitari matahari, demikian pula bulan beredar mengitari bumi. Ayat ke-39 dari surat Yasin mengindikasikan demikian dan keharmonisan bendabenda angkasa, antara matahari dan bulan, antara siang dan malam, peredaran planet-planet pada orbitnya, dengan jelas dilukiskan dalam ayat 40 dari surat yasin.28 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an telah menginformasikan banyak hal berkaitan dengan ilmu astronomi. Informasi
ini
pada
umumnya
menggugah
manusia
agar
memperhatikan, merenungkan, dan mengobservasi benda-benda angkasa serta gejala-gejala alam yang ditimbulkannya. Karena jauh sebelum ilmu-ilmu modern menemukan tentang ilmu astronomi, alQur’an terlebih dahulu yang telah menjelaskannya hal tersebut. Dan
28
Drawis Hude, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002)
h. 79-81.
31
ini membuktikan bahwa al-Qur’an adalah mukjizat yang tidak diragukan lagi. 3. I’jaz Tasyri’i Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imron/3: 159: Artinya: “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu”29. Al-Qur’an menetapkan perkara yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan harta benda. Di atas lima perkara ini disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ini dapat dilihat dalam fiqh Islam, yaitu yang bersangkutan dengan jinayat dan huduud. 4. I’jaz ’Adadi I’jaz ’adadi merupakan rahasia angka-angka dalam al-Qur’an. seperti kata as-syahr (bulan) disebut di dalam al-Qur’an sebanyak 12 kali; yaitu sebanyak jumlah bulan dalam setahun. Demikian juga kata al-yaum (hari) yang disebut sebanyak 365 kali; yaitu sebanyak hari dalam setahun.30 Selain itu al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh tingkat, penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula dalam QS. AlBaqoroh: 29, QS.
Al-Isra’: 44, QS. Al-Mukminun: 86, QS.
29 Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya. 30 H.M. Drawis Hude.,dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 395.
32
Fushshilat: 12, QS. Ath-Thalaq: 12, QS. Al-Mulk: 3, dan QS. Nuh: 15. b. Fungsi-fungsi I’jaz al-Qur’an Ditampakkanya mukjizat terkadang terjadi demi memenuhi tuntutan permintaan manusia atau terjadi tanpa permintaan mereka dengan tujuan untuk memperkenalkan dan menyempurnakan hujjah Allah SWT atas manusia, bukan untuk memaksa mereka agar menerima dakwah, tunduk dan taat secara terpaksa kepada aturan Allah SWT. Mukjizat yang dimiliki al-Qur’an memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah: 1. Bukti kerasulan Nabi Muhammad saw Membuktikan dan mengukuhkan kebenaran kenabian, disetiap pengakuan kenabian mestilah disertai dengan kemampuan melakukan mukjizat. Artinya, jika seseorang menyatakan dirinya Nabi, maka jika ia diminta—dengan sungguh-sungguh—oleh umat untuk melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh manusia umumnya, maka ia harus siap dan mampu melakukannya. 2. Bukti kebenaran al-Qur’an Fungsi penting dari mukjizat al-Qur’an adalah membuktikan kebenaran al-Qur’an itu sendiri, sebagai kalam Allah SWT. Al-Qur’an dapat diragukan kebenarannya jika tidak memiliki bukti-bukti yang pantas sebagai firman Allah SWT, atau sebagai kitab suci. Oleh karena itu, setelah membuktikan kebenarannya yang valid dan benar, maka otoritasnya sebagai sumber utama syariat Islam tidak diragukan lagi.
33
3. Menguatkan iman Salah satu fungsi mukjizat al-Qur’an adalah untuk menguatkan keimanan terhadap al-Qur’an. Yang berimplikasi langsung terhadap elemen keimanan yang lain. Pengetahuan tentang i’jaz al-Qur’an menguatkan keyakinan bagi orang-orang yang beriman terhadap alQur’an, karena kitab ini tidak pernah ditandingi dengan hal serupa lainnya, dan dikaji keilmuannya pada setiap masa. Bagi orang-orang yang tidak beriman, maka fungsi ini tidak berlaku semestinya, karena keimanan tidak ditentukan karena pengakuan akan kemukjizatan alQur’an, tetapi hidayah Allah SWT. 4. Melemahkan musuh-musuh nabi Mukjizat sangat penting dimiliki oleh seorang Nabi, misalnya, salah satu fungsi mukjizat adalah melemahkan musuh-musuh Nabi yang ingin menyesatkan umat. Maksudnya, jika ada seorang yang bukan Nabi tetapi memiliki kekuatan luar biasa (mungkin berasal dari setan) yang digunakan untuk menyesatkan manusia, maka sesuai dengan rahmat dan kebijaksanaan Allah, maka Dia mesti mengutus seorang Nabi untuk melemahkan kemampuan orang tersebut, sehingga kejahatan tidak akan bisa bertahan selamanya.31
31
Lihat Q.S. al-A’raf: 117. Q.S. al-Anbiya: 68-69, Q.S. al-Isra: 88; Hud 13-14; alBaqarah: 23-24.
34
B. I’jaz ’Adadi dalam al-Qur’an 1. Penyebutan angka-angka dalam al-Qur’an Angka/bilangan sangat femiliar ditemukan di dalam al-Qur’an, al-Qur’an telah menyebutan berbagai angka-angka di dalam al-Qur’an dan fenomena ini membuktikan bahwa angka/bilangan adalah isyarat terhadap upaya pembuktian kemukjizatan dalam al-Qur’an. Al-Qur’an menyebut berbagai angka-angka baik itu bilangan asli/pokok (cardinal number), bilangan bertingkat (ordinal number), maupun bilangan pecahan. Bilangan asli yag terdapat dalam al-Qur’an ada 30 macam baik dari angka yang terkecil hingga angka yang terbesar. Angka-angka tersebut adalah: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, sembilan belas, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, enam puluh, tujuh puluh, delapan puluh, sembilan puluh sembilan, seratus, dua ratus, tiga ratus, seribu, dua ribu, tiga ribu, lima ribu, lima puluh ribu, dan seratus ribu.32 Angka atau bilangan yang disebutkan di atas ialah angka atau bilangan asli/pokok (cardinal number). Selain itu, dalam al-Qur’an juga terdapat bilangan bertingkat (ordinal number),
di dalam al-Qur’an ada 7 macam bilangan
32
Drawis Hude,dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) h. 381-388. bilangan asli/pokok (cardinal number) yang terdapat dalam al-Qur’an adalah: satu: QS. Al-an’am/6:19, dua: QS. Al-nahl/16:51, tiga: QS. Al-nisa/9:171, empat: QS. Al-taubah/9:2, lima: QS. Al-khaf/18:22, enam: QS. Al-a’raf/7:54, tujuh: QS. Al-hijr/15: 44, delapan: QS. Alhaqqah/69: 17, sembilan: QS. An-naml/27:48, sepuluh: QS. Al-baqarah/2: 196, sebelas: QS. Yusuf/12:4, dua belas: QS. At-taubah/9:36, sembilan belas: QS. Al-muddatstsit/74: 29-30, dua puluh: QS. Al-anfal/7: 65, tiga puluh: QS. Al-ahqaf/46: 14, empat puluh: QS. Al-baqarah/2: 51, lima puluh: QS. Al-ankabut/29: 14, enam puluh: QS. Al-mujadilah/58:4, tujuh puluh: QS. Alhaqqah/69:32, delapan puluh: QS. An-nur/24:4, sembilan puluh sembilan: QS. Shad/38:23, seratus: QS. Al-baqarah/2: 259, dua ratus: QS. Al-anfal/8:65, tiga ratus: QS. Al-kahf/18: 25, seribu: QS. Al-hajj/22: 47, dua ribu: QS. Al-anfal/8: 66, tiga ribu: QS. Ali imran/3: 124, lima ribu: QS. Ali imran/3: 125, lima puluh ribu: : QS. Al-ma’arij/70: 4, dan seratus ribu: : QS. Alshaffat/37:147.
35
bertingkat yaitu: kesatu, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, kedelapan.33 Selain bilangan bilangan asli/pokok (cardinal number) dan bilagan bertingkat (ordinal number) al-Qur’an juga menjelaskan bilangan-bilangan pecahan, di dalam al-Qur’an terdapat 6 macam bilangan pecahan, yaitu: seperdua, sepertiga, seperempat, seperlima, seperenam, dan seperdelapan. 34 2. Pengertian I’jaz ’Adadi I’jaz ’Adadi terdiri dari kata i’jaz dan ’adadi, kata i’jaz telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumya, maka perlu dijelaskan pengertian kata ’Adadi, yang berasal dari kata ’adad. kata ‘adad merupakan ism (kata benda) dari bentuk fi’il (kata kerja) ‘adda ( )ﻋﺪyang bermakna hasaba dan al-ihsha’(menghitung).35 Menurut Ibn Manzhur, ’( ﻋﺪدadada) berarti menghitung sesuatu, sementara ‘adad sendiri adalah ukuran (miqdar dan mablagh) dari sesuatu yang dihitung.36 Tambahan huruf ya’ alnisbah dibelakang kata ’adad berfungsi kepada penisbatan kepada jenis, atau berkaitan dengan ’adad. Jadi secara bahasa pengertian ‘adadi adalah berkaitan dengan hitungan.
33
Drawis Hude.,dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) h. 388-390, bilangan kesatu terdapat pada: QS. al-An’am/6: 14, kedua: QS. at-Taubah/9: 40, ketiga: QS. Yasin/36: 14, keempat: QS. Al-mujadilah/58: 7, kelima: QS. An-nur/24:7, keenam: QS. Al-kahf/18: 22, kedelapan: QS. Al-kahf/18: 23. 34 Drawis Hude., dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) h. 390-391, yaitu: bilangan seperdua terdapat pada: QS an-nisa/4: 12, sepertiga: QS annisa/4: 11, seperempat : QS an-nisa/4: 12, seperlima: QS al-anfal/8:41, seperenam : QS an-nisa/4: 11, dan seperdelapan: QS an-nisa/4: 12. 35 Luwis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2002), cet-39, h. 490. Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 903. 36 Muhammad ibn Makram ibn Manzhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), j.3, h. 281-282
36
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata adad diartikan dengan kata bilangan dan jumlah.37 Jika ditambahkan dengan ya’ al-nisbah maka menjadi; berkaitan dengan angka atau bilangan. Oleh karena itu jika i’jaz ’adadi diindonesiakan maka artinya mukjizat yang berkaitan dengan angka atau bilangan tertentu. Dengan demikian secara istilah didefenisikan i’jaz ‘adadi adalah kemampuan mukjizat yang dimiliki al-Qur’an dalam segi angka atau bilangan tertentu.
3. Sejarah awal I’jaz Adadi Sejarah awal i’jaz ’adadi berawal dari penghitungan huruf, ayat dan surat dalam al-Qur’an. Berawal dari kira-kira pada abad ketiga Hijriyah, tepatnya pada pada masa kekuasaan Abd Al-Malik Marwan (685-705 M) seorang gubernur Baghdad. Pada masa ini penghitungan huruf, ayat, surat dalam al-Qur’an dengan menggunakan biji gandum, dari penghitungan tersebut diperoleh jumlah huruf, ayat, surat dalam al-Qur’an. Berikut ini adalah riwayat penghitungan tersebut.38 Diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwasanya ia ditanya: ”bagaimana kalian menghitung huruf-huruf al-Qur’an?” dia menjawab: ”dengan gandum”. Diriwayatkan juga mereka menghitungnya selama empat bulan. Menurut penduduk Madinah pertengahan al-Qur’an itu pada surat alKahfi, ketika Allah SWT berfirman: ma lam tastathi’ ’alayh shabran (apa yang telah membuat engkau tidak sabar) (QS. Al-kahf: 78). Al-Hajjaj bertanya kepada mereka: ”beritahu aku huruf al-Qur’an mana yang
37 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 7. 38 Abu Zahra al-Najdi, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus Effendi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), cet-8, h. 28.
37
tengah-tengah al-Qur’an?” lantas mereka menghitung dan sepakat bahwa huruf tengah-tengahnya pada surat al-Kahf, yaitu pada firman Allah SWT: walyatalaththaf. Huruf ta’ pada setengah pertama al-Qur’an dan huruf lam pada setengan terakhir al-Qur’an. WAllahu a’lam bi al-shawab...inilah hitungan surat, kata dan huruf al-Qur’an. Penghitungan huruf, ayat dan surat dalam al-Qur’an ini walaupun dengan menggunkan metode yang sangat sederhana, tetapi sangat kecil akan terjadi kesalahan dalam penghitungannya. Dikarnakan generasi pada masa itu hanya mengacu pada satu mushaf yaitu mushaf Utsmani serta seragam dalam rasm dan qira’ah-nya dan juga adanya kesamaan metode penghitungan dan usaha seperti ini membuktikan perhatian mereka sangat besar terhadap al-Qur’an, yang tidak mememahi al-Qur’an sebagai hafalan saja melainkan juga al-Qur’an sebagai sebuah teks tertulis yag harus dijaga. Dalam penghitungan seperti di atas juga terdapat dalam kitab-kitab tafsir. Di antaranya adalah kitab Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karya Aliyuddin Ali ibn Muhammad al-Baghdadi al-Khazin dan Tafsir al-Munir aw Marah Labid karya Muhammad Nawawi al-Jawi. Dalam kitab tersebut, pada awal setiap surat selalu disebutkan jumlah ayat, kata dan huruf dalam surat tersebut. Setelah adanya penghitungan terhadap huruf, ayat dan surat dalam alQur’an tersebut, kemudian metode seperti ini berkembang dalam penjumlahan dan penghitungan huruf, ayat dan surat dalam al-Qur’an yang penghitungan dan penjumlahannya dalam konteks mukjizat al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan bilangan angka (i’jaz ’adadi). Fenomena i’jaz ’adadi sudah melewati sejarah yang panjang dalam kajian ’ulum al-Qur’an, khususnya dalam pemakaian
38
huruf dan kata dengan jumlah tertentu yang diyakini memiliki rahasia di balik itu semua.39 Misalnya, kaum salaf (generasi klasik) telah memperhatikan huruf-huruf muqaththa’ah pada permulaan sebagain surat dalam al-Qur’an yang dianggap memiliki makna atau hubungan tertantu dengan surat yang didahuluinya.40 Sementara itu, dalam kajian mukjizat al-Qur’an yang diutarakan oleh alBaqillani, seperti dalam uraian di atas telah memperlihatkan keunikan jumlah huruf-huruf tersebut dan dugaan hubungan huruf-huruf tersebut dalam komposisi al-Qur’an.41 Namun tahapan ini baru mengisyaratkan adanya i’jaz ’adadi tapi belum sampai pembuktian lebih lanjut. Mukjizat dari segi angka yang berkaitan dengan pembuktian i’jaz ’adadi dilakukan oleh beberapa tokoh yang mencurahkan perhatiannya untuk mengungkap makna atau rahasia angka-angka yang terkandung dalam al-Qur’an. Ada beberapa peneliti i’jaz ’adadi dalam al-Qur’an seperti Rashad Khalifa, ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil, ’Abd Razzaq Naufal, dan Abu Zahra al-Najdi. Di indonesia juga terdapat nama Lukman Adul Qohar Sumabrata, Rosman Lubis dan Fahmi Basya sebagai peneliti kajian ini. Dari kajian yang mereka temukan ada beberapa model rumusan angka tertentu yang merujuk kepada kemukjizatan al-Qur’an dari segi angka, seperti yang akan dibahas selanjutnya. 4. Aspek-aspek I’jaz Adadi Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ulama yang berkaitan dangan i’jaz ’adadi, maka dapat disimpulkan aspek-aspek i’jaz ’adadi adalah:
39
Abu Zahra al-Najdi. Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus Effendi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), cet-8, h. 74. 40 Huruf-huruf muqaththa’ah juga disebut dengan al-fawatih al-hija’iyyah terdiri dari 14 huruf: ن, ق, ح, س, ط, ع, ي, ه, ك, ر, ص, م, ل,ا. seperti: ﻛﮭﯿﻌﺺ، اﻟﻤﺺ،اﻟﻢ 41 Muhammad ibn al-Thayyib al-Baqillani, I’jaz al-Qur’an, al-Sayyid Ahmad Shaqr (ed.), (Kairo: Dar Al-Ma’arif, t.th), h. 44-46.
39
a. Keseimbangan angka Keseimbangan angka dalam al-Qur’an pertama kali ditemukan oleh ’Abd Razzaq Nawfal yaitu memperlihatkan keterkaitan dan keseimbangan berdasarkan pada persamaan kata, kemiripan kata, perlawanan kata dan keterkaiatan kata. Berikut macam-macam keseimbangan angka dari penelitian ’Abd Razzaq Nawfal:
Kesimbangan
antara
jumlah bilangan
kata
dengan
bilangan
antonimnya.42 Contoh : - Al-Hayah (hidup) dan Al-Mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali - An-Naf’ (manfaat) dan Al-Madharrah (mudarat) masing-masing 50 kali - Al-Har (panas) dan al-Bard (dingin), masing-masing 4 kali - Ash-Shalihat (kebajikan) dan As-Sayyi’at (keburukan), masingmasing 167 kali - Ath-Thuma’ninah
(kelapangan/ketenangan)
dan
Ad-Dhiq
(kesempitan/ kekesalan), masing-masing 13 kali - Al-Kufr (kekufuran) dalam bentuk difinete dan Al-Iman, masingmasing 25 kali - Ash-Shaif (musim panas) dan asy-Syita’ (musim dingin), masing masing 1 kali
Kesimbangan jumlah kata dengan dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya43. Contoh :
42
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 140-141.
40
- Al-Harts (membajak) dan Al-Zira’ah (bertani), masing-masing 14 kali - Al-‘ujub (membanggakan diri) dan Al-ghurur (angkuh) masingmasing 27 kali - Adh-Dhallun (orang sesat) dan Al-Mawta (mati “jiwanya”), masing-masing 17 kali - Al-qur’an, Al-Islam dan Al-Wahyu, masing-masing 70 kali. - Al-‘Aql (akal) dan An-Nur (cahaya) masing-masing 49 kali - Al-Jahr dan Al-’Alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk pada akibatnya. 44 Contoh : - Al-Infaq (infaq) dengan Ar-Ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali - Al-Bukhl (kekikiran) dengan Al-Hasrah (penyesalan), masingmasing 12 kali - Al-kafirun (orang-orang kafir) dan an-nar (neraka), masing-masing 154 kali - Az-Zakah (zakat/penyucian) dengan Al-Barakat (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali - Al-Fahisyah (kekejian) dengan Al-Ghadhab (murka), masingmasing 26 kali
43 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 141. 44 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 142.
41
Keseimbangan
antara
jumlah
bilangan
kata
dengan
kata
penyebabnya.45 Contoh : - Al-Israf (pemborosan) dengan Al-Sur’ah
(ketergesa-gesaan),
masing-masing 23 kali - Al-Mau’izhah (nasihat/petuah) Al-Lisan (lidah), masing-masing 25 kali - Al-Asra (tawanan) dengan Al-Harb (perang), masing-masing 6 kali - As-Salam (kedamaian) dengan Ath-Thayyibat (kebajikan), masingmasing 60 kali b. Kesimbangan-keseimbangan khusus Abu Zahra an-Najdi yang menemukan fenomena keseimbangan khusus dalam al-Qur’an, seperti: Kata "yaum" (hari) dalam bentuk tunggal disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun. Kata "syahr" (bulan) disebut sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Begitu juga kata "yaum" (hari) dalam bentuk mutsanna (dua) dan jama' (plural) disebut sebanyak 30 kali sama dengan jumlah hari dalam satu bulan. Abu Zahra an-Najdi hanya melanjutkan penelitian yang telah dilakukan ’Abd Razzaq Nawfal, dengan cara yang sama. Berikut hasil penelitian Abu Zahra an-Najdi:
kata "sa'ah" disebutkan 24 kali sesuai dengan jumlah jam pada sehari semalam berjumlah 24 jam.
45
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 142.
42
kata "sab'u" berkaitan dengan kata "samawat", sebelumnya atau sesudahnya. Kata tersebut dalam AI-Quran disebutkan sebanyak 7 kali. Sesuai dengan jumlah langit berjumlah 7.
Kata sujud disebut dalam al-Qur’an sebanyak 34 kali. Jumlah tersebut sama dengan jumlah sujud dalam shalat yang dilakukan pada lima waktu sebanyak 17 rakaat. Pada setiap rakaat dilakukan dua kali sujud sehingga jumlahnya menjadi 34 kali sujud.46
c. Keajaiban angka 7 Angka 7 banyak sekali disebut di dalam al-Qur’an, ini membuktikan keunikan tersendiri dalam angka 7 tersebut. Berikut contoh keajaiban angka 7 dalam al-Qur’an:
Jumlah surat yang berada diantara surat al-Baqarah dan surat anNaba’ adalah berjumlah 77 surat. Angka 77 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 11x7=77.
Jumlah ayat yang berada diantara ayat ke-29 surat al-Baqarah dengan ayat ke-12 surat an-Naba’ berjumlah 5649 ayat. Angka 5649 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 807x7=5649.
d. Keajaiban angka 19 Keajaiban angka 19 ditemukan oleh Rashad Khalifa dengan menemukan fakta-fakta angka dalam al-Qur’an yang habis dibagi dengan angka 19. Berikut fakta-fakta bilangan yang ditemukan Rashad Khalifa:
46
Abu Zahra al-Najdi. Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus Effendi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), cet-8, h. 81-82.
43
Kata Allah ( )اﷲsebanyak 2698 kali; habis dibagi dengan 1947
Huruf muqaththaah dalam surat al-Baqarah, yaitu huruf alif, lam dan mim disebut sebanyak 9899 yang habis dibagi dengan angka 19 yaitu 19 x 521.
Jumlah huruf nun yang mengawali QS. al-Qalam /68, sebanyak 133 buah; habis dibagi dengan 19.
e. Keajaiban angka 11 Rosman Lubis mengungkap keajaiban angka 11 dalam al-Qur’an, yaitu dengan menemukan fakta-fakta angka dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan angka 11. Berikut hasil dari penemuan Rosman Lubis:
Kata Allah terdiri dari huruf alif, lam, lam, ha’ dengan nilai numeriknya adalah 66 yag habis dibagi dengan angka 11, yaitu 11 x 6.
Surat Muhammad berada pada nomor surat 47 (4+7= 11) dengan jumlah 38 ayat (3+8= 11)48.
C. Biografi para peneliti I’jaz Adadi Dari hasil penelusuran yang penulis lakukan baik dari buku-buku maupun dari internet yang berkaitan dengan biografi ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil, penulis tidak menemukannya, oleh karena itu penulis disini menampilkan biografibiografi para peneliti yang mengkaji tentang i’jaz ’adadi seperti yang akan penulis sampaikan berikut ini.
47 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 139. 48 Rosma Lubis, Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur’an, (Jakara: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 2-3.
44
Rashad Khalifa yang lahir pada tahun 1935 M di Mesir dan akhirnya pindah ke Amerika. Rashad Khalifa mendapat sarjana bergelar bachelor dalam bidang pertanian pada tahun 1957 dan juga mendapatkan gelar Doktor (Ph.D.) dalam bidang biokimia pada tahun 1984 dan mengajar di Universitas Kalifornia dan Kanada. Ia menikah dengan serang wanita Amerika yang beragama Islam. Khalifa pernah membentuk forum Persatuan Pelajar-Pelajar Muslim di Amerika dan Kanada yang di dalamnya diselenggarakan kajian tentang materi dasar alQur’an, termasuk terjemahnya. Ia yang terkenal sebagai imam masjid Tucson, Arizona, USA, wafat pada 31 Januari 1990.49 Rashad Khalifa menulis beberapa karya diantara hasil karyanya adalah beberapa buku, yakni Miracle of the Quran: Significance of the Mysterious Alphabets (1973 M), The Computer Speaks: God’s Message to the World (1981 M), Qur’an: Visual Presentation of the Miracle (1982 M). Buku pertama merupakan hasil penelitiannya terhadap fenomena huruf muqaththa’ah sebagai pembuka beberapa surat dalam al-Qur’an yang dihubungkan dengan bilanganbilangan huruf dalam surat-surat yang diawalinya. Sedangkan dalam buku kedua, Khalifa menunjukkan bukti-bukti adanya keajaiban rumus angka 19 dalam alQur’an. Karya-karya Rashad Khalifa ternyata cukup konsisten dalam kajian rahasia angka-angka dalam al-Qur’an ini, khususnya berkaitan dengan keajaiban angka tersebut dan Rashad Khalifa juga mendirikan sekte untuk mendukung penemuanya ini dengan nama submission. Sebelum itu, ada juga tokoh yang bernama Abd al-Razzaq Nawfal, ia yang lahir pada tanggal Februari 1917 di Kairo, Mesir. Ia Adalah seorang sarjana
49
http/:www.submission.org/miracle-history.
45
pertanian alumnus Fakultas Pertanian Universitas Kairo (1939), dan pernah menjadi Direktur
Jendral Perdagangan
Luar
Negeri pada
Departemen
Perdagangan Republik Arab Mesir. Karya-karya tulisnya lebih dari 30 judul yang umumnya berhubungan dengan kajian Islam. Di antara karya tersebut adalah kitab al-Islam Din wa Dunya (1959), ‘Alam al-Jinn wa al-Mala’ikah, al-Sama’ wa Ahl al-Sama’, Yawm al-Qiyamah, dana sebagainya.50 Selajutnya Ada Abu Zahra al-Najdi, seorang dosen filsafat di sebuah universitas di Syria. Namun, waktunya kini lebih banyak digunakan untuk meneliti al-Qur’an. Al-Najdi menuangkan hasil penelitiannya tentang mukjizat alQur’an dan menulis sebuah buku dengan judul Min I’jaz al-Balaghi wa Al’adadi li al-Qur’an al-Karim. Dari Indonesia, muncul Rosan Lubis yang juga mempunyai perhatian besar dalam diskursus ini. Ia menuangkan penemuannya dalam buku Keajaiban Angka 11 Dalam al-Qur’an. Tidak banyak informasi yang diperoleh tentang biografi atau hasil karyanya yang lain. Tokoh-tokoh tersebut memberikan kontribusi yang besar sehingga dapat melahirkan peneliti-peneliti lain yang melanjutkan usaha tokoh-tokoh tesebut, diantaranya Fahmi Basha seorang Indonesia yang berusaha melanjutkan penelitian terhadap rumusan angka 19 dalam al-Qur’an. Fahmi Basha dilahirkan di Padang, Sumatra Barat tanggal 3 Februari 1952. Ia adalah alumnus Universitas Indonesia dan pada tahun 1974 menjadi dosen di Sekolah Tinggi Teknik Jakarta. Bakat keagamaan dan matematikanya ia kembangkan ketika berada di penjara rejim Suharto sekitar tahun 1977-1982. Selain melahirkan karya-karya tentang al50
Lihat: Pengantar Penerjemah ‘Abd al-Razzaq Nawfal, Langit dan Para Penghuninya, terj. A. hasjmy, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
46
Qur’an melalui seminar dan pameran, ia juga menulis beberapa buku, antara lain: One Million Phenomena, Matematika al-Qur’an (2003), dan Matematika Islam (2005)51
51
Fahmi Basya, Matematika al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2003).
47
BAB III KAJIAN ANGKA 7 DAN 19 DALAM AL-QUR’AN
A. Kajian angka 7 menurut ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil 1.
Penyebutan angka 7 dalam al-Qur’an Banyaknya indikasi angka 7 dalam Al-Qur’an, ini mengindikasikan
urgensi angka 7 dalam i’jaz ’adadi. Bilangan 7 banyak sekali disebut di dalam alQur’an ada 23 ayat dan 3 diantaranya menyebut angka 70. Penyebutan angka 7 dalam al-Qur’an pertama kali dalam QS. al-Baqarah/2: 29 dan penyebutan angka 7 untuk terakhir dalam al-Qur’an adalah QS. An-naba’/78: 12.1 berikut ayat-ayat yang menyebut mengenai angka 7: 1. QS. Al-Baqarah/2: 29 Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” 2. QS. Al-Baqarah/2: 196
1
Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 18-19.
48
Artinya: “dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” 3. QS. Al-Baqarah/2: 261 Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orangorang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” 4. QS. Al-A’raaf/7: 155
49
Artinya: “dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin Kami, Maka ampunilah Kami dan berilah Kami rahmat dan Engkaulah pemberi ampun yang sebaik-baiknya".” 5. QS. At-Taubah/9: 80 Artinya: “kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. 6. QS. Yusuf/12: 43 Artinya: “raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi." 7. QS. Yusuf/12: 46
50
Artinya: “(setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf Dia berseru): "Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." 8. QS. Yusuf/12: 47 Artinya: “Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.” 9. QS. Yusuf/12: 48 Artinya: “kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.” 10. QS. Al-Hijr/15: 44 Artinya: “Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” 11. QS. Al-Hijr/15: 87 Artinya: “dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” 12. QS. Al-Israa’/17: 44
51
Artinya: “langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” 13. QS. Al-Kahfi/18: 22 Artinya: “nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” 14. QS. Al-Mukminun/23: 17 Artinya: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (kami).” 15. QS. Al-Mukminun/23: 86 Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya 'Arsy yang besar?" 16. QS. Luqman/31: 27
52
Artinya: “dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 17. QS. Fushshilat/41: 12 Artinya: “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” 18. QS. Ath-Thalaaq/65: 12 Artinya: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” 19. QS. Al-Mulk/67: 3 Artinya: “yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” 53
20. QS. Al-Haaqqah/69: 7 Artinya: “yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” 21. QS. Al- Haaqqah/69: 32 Artinya: “kemudian belitlah Dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta” 22. QS. Nuh/71: 15 Artiya: “tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” 23. QS. An-Naba’/78: 12 Artinya:” dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,” Angka 7 ini memiliki banyak sekali petunjuk di dalam al-Qur’an dan bahkan angka 7 juga menampakkan kehadiran yang nyata dalam sunnah Nabi. Penyebutan angka 7 banyak sekali ditemukan dalam hadis Nabi saw, diantara hadis nabi yang menyebut angka 7 adalah: Angka 7 ini memiliki banyak sekali petunjuk di dalam al-Qur’an dan bahkan angka 7 juga menampakkan kehadiran yang nyata dalam sunnah Nabi.
54
Penyebutan angka 7 banyak sekali ditemukan dalam hadis Nabi saw, diantara hadis nabi yang menyebut angka 7 adalah: 1. Ketika menerangkan kezaliman dan mengambil tanah orang lain tanpa alasan, beliau menjadikan angka 7 sebagai simbol azab pada hari Kiamat. Beliau bersabda, 2
ﻦ َ ْﺿﯿ ِ ﺳﺒْ ِﻊ َأرَا َ ْﻃﻮﱢ َﻗﮫُ ِﻣﻦ ُ ض ِ ﻦ اﻷر َ ﺷﺒْ ٍﺮ ِﻣ ِ ﻇَﻠ َﻢ َﻗﯿْ َﺪ َ ْ َﻣﻦ,
Artinya: “Orang yang menzalimi orang lain walau hanya beberapa jengkal tanah, akan dikalungkan azab dari 7 bumi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 2. Ketika menerangkan surah paling agung di dalam Kitabullah. Beliau bersabda, 3
ُﺴﺒْﻊُ اْﻟ َﻤﺜَﺎ ِﻧﻲْ وَاْﻟ ُﻘﺮْآنُ اْﻟ َﻌﻈِﯿْﻢُ اﻟﱠ ِﺬيْ ُأوْ ِﺗﯿْﺘُﮫ ﻲ اﻟ ﱠ َ ﻦ ِھ َ ْب اﻟﻌَﺎَﻟ ِﻤﯿ ﷲ َر ﱢ ِ َُاﻟْﺤَﻤْﺪ
Artinya: “Al-Fâtihah adalah tujuh ayat yang terulang-ulang dan AlQur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR. Al-Bukhari) 3. Ketika berbicara tentang Al-Qur’an, beliau menjadikan angka 7 memiliki hubungan yang sangat erat dengan Kitabullah ini. Beliau bersabda, 4
ﺳﺒْ َﻌﺔِ أﺣﺮف َ ﻋﻠَﻰ َ إن َھﺬَا اﻟ ُﻘﺮْآن أُﻧﺰل
Artinya: “Al-Qur’an diturunkan dengan 7 huruf.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2
Imam al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Bairut: Dar Al-Fikr, tth), j. 3. h. 68 Imam al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Bairut: Dar al-Fikr, tth), j. 3. h. 228. 4 Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Bairut: Dar al-Fikr, tth), j. 3. h. 227 3
55
Demikianlah kita melihat 7 adalah angka yang paling istimewa di dalam hadits-hadits Nabi saw. Hadits-hadits di atas hanyalah sebagian saja yang menyebut angka 7, masih banyak sekali hadis-hadis lainnya. Angka 7 adalah angka yang paling banyak disebut di dalam hadits, juga di dalam Al-Qur’an. Dan penyebutan angka 7 juga sering kita dengar dalam kehidupan seharihari, seperti: tujuh keturunan, pusing tujung keliling, tujuh samudera, tujuh benua, tujuh keajaiban dunia, tujuh tangga nada, ini mengisyaratkan bahwa angka 7 memang mempunyai keistimewaan tersendiri sehingga menjadi sebuah kata yang lumrah di masyarakat. Pengulangan angka 7 di dalam al-Qur’an memunculkan sebuah sistem yang koheren. Bahkan tidak ada satu buku di dunia yang mengulang angka 7 dengan sistem yang menyerupai sistem al-Qur’an. Pengulangan angka 7 ini memberikan posisi yag sangat penting terhadap angka 7 ini dengan menemukan sistem alam ini didasarkan atas angka 7 dan juga memberikan petunjuk bahwa angka 7 adalah angka yang bersaksi atas keesaan Allah SWT. 5
2. Fenomena angka 7 dalam al-Quran Begitu banyak penyebutan angka 7 dalam al-Qur’an seperti yang disebutkan di atas, ini menunjukkan bahwa angka 7 mempunyai fungsi yang sangat sistematis. Kajian tentang sistematis terhadap ayat-ayat al-Qur’an telah menjelaskan bahwa harmonisasi dan koherensi tidak hanya terbatas pada makna dan berbagai petunjuk melalui kata-kata, melainkan juga terdapat dalam jumlah kata-kata tersebut dan pengulangan huruf-hurufnya. 5
Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 4.
56
Harmonisasi dan koherensi terhadap ayat-ayat, kata-kata, maupun huruf di dalam al-Qur’an berhubungan dan berlandaskan pada angka 7. Kesesuaian angka angka 7 ini memiliki kandungan yang besar, yakni bahwa al-Qur’an datang dari Sang Pengatur langit yang tujuh. Al-Qur’an penuh dengan berbagai kemukjizatan dan rahasia. Karenanya, tidak perlu mencari selainnya. Oleh karena itu, di dalam al-Qur’an bisa ditemukan ribuan angka, misalnya saja dalam satu ayat, bisa dimunculkan data angka yang banyak dan tetap, seperti berikut: a. Jumlah kata-kata dalam ayat tersebut Adapun penghitungan kata-kata dalam al-Qur’an berlandaskan pada metode dengan menganggap wawu ’athaf sebagai kata yang terpisah dari kata sebelum atatu sesudahnya, metode ini sesuai dengan manuskrip yang tertulis pada zaman Khalifah Utsman r.a.6 seperti penghitungan katakata dalam QS. al-Kahfi/18: 12-25, untuk megetahui berapa lama Ashabul Kahfi tinggal di dalam gua, maka dibutuhkan kata kunci seperti kata ﻟﺒﺜﻮا, oleh karena itu penghitungannya dimulai dengan kata ﻟﺒﺜﻮاpertama dan berakhir dengan kata ﻟﺒﺜﻮاterakhir pula, maka kita akan menemukan 309 kata
secara sempurna, sesuai dengan jumlah tahun lamanya Ashabul
Kahfi tinggal di dalam gua seperti yang disebutkan di dalam al-Qur’an.7 b. Jumlah huruf dalam ayat tersebut Penghitugan huruf dalam ayat menggunakan metode dengan meletakkan data
numerik al-Qur’an dan menganalisanya
hingga
6 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 60. 7 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 62.
57
mendapatkan kesesuaian pada angka tertentu, yaitu angka 7 namun tidak menggunakan sistem numerik di luar al-Qur’an seperti hisab al-jummal. Misalnnya pengitungan huruf-huruf yang terdapat dalam kata اﷲ dalam surat al-Fatihah, yakni huruf alif, lam dan ha’ yang berjumlah 49 huruf, yaitu hasil dari 7x7.8 c. Pengulangan setiap huruf dalam ayat tersebut Metode yang digunakan untuk menghitung huruf dalam ayat adalah penghitungan berjejer, misalnya menghitung huruf dalam kata اﷲ, yaitu alif, lam dan ha’ dalam ayat pertama surat al-Fatihah. اﻟﺮﺣﯿﻢ
اﻟﺮﺣﻦ
اﷲ
ﺑﺴﻢ
2 2 4 0 Bilangan 2240 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 320x7: 22409 d. Pengulangan setiap kata dalam ayat tersebut Penghitungan kata-kata dalam al-Qur’an, yaitu menghitung kata dengan segala huruf yang mengikutinya, seperti huruf athaf, huruf jar, huruf qasam dan sebagainya. Contoh untuk penghitungan kata ﺑﺴﻢyang terulang sebanyak 22 kali, dalam bentuk ﺑﺎﺳﻢ، ﺑﺴﻢdan اﺳﻢ. Hal yang sangat menakjubkan dalam pengulangan kata adalah dalam kata basmalah ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ 155
22
8 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 58. 9 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 73.
58
Kata اﻟﺮﺣﻦterulang 155 kali dan kata ﺑﺴﻢterulang 22 kali dalam al-Qur’an, bilangan yang muncul dari dua kata tersebut adalah 15522, yang merupakan kelipatan dari angka 7, yaitu 1646x7.10 e. Kata pertama dan terakhir sesuai denga waktu turunnya wahyu Kata dalam al-Qur’an yang pertama kali turun adalah kata اﻗﺮأdan kata yang terakhir turun adalah kata ﯾﻈﻠﻤﻮن. Kata اﻗﺮأdisebut 3 kali sedangkan kata ﯾﻈﻠﻤﻮنdisebut 15 kali dalam al-Qur’an: اﻗﺮأ
ﯾﻈﻠﻤﻮن
3
15
Hal yang mengherankan adalah deretan angka 315 adalah bilangan kelipatan 7, yaitu 45 x 7.11 f. Pendistribusian setiap huruf dalam huruf-huruf ayat tersebut pada kata-katanya.
Pendistribusian huruf pertama Contoh pendistribusian dalam QS. Al-Hijr/15: 9
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”
Huruf pertama dalam ayat ini adalah alif dan huruf terakhir dalam ayat ini adalah nun. Dengan metode penghitungannya adalah
10 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 81. 11 Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 27-29.
59
- Angka 1 utuk memuat huruf alif - Angka 0 untuk kata yang tidak memuat huruf alif
0 0 1 0 1 1 0 1 Bilangan yang muncul dari hasil pendistribusian huruf alif pada kata dalam ayat tersebut adalah 00101101. Yang merupakan sebuah bilangan kelipatan 7, yaitu 14443x7= 101101
Pendistribusian huruf terakhir Pendistribusian huruf terakhir pada ayat di atas QS. al-Hijr/15: 9 adalah huruf nun. Dengan pola yang hampir sama, hanya dengan mengganti alif menjadi nun. - Angka 1 utuk memuat huruf nun - Angka 0 untuk kata yang tidak memuat huruf nun
1 0 1 0 0 1 1 1 Pendistribusian yang muncul dari huruf nun pada setiap kata dalam ayat tersebut adalah 10100111. Sebuah bilangan yang merupakan kelipatan 7, yaitu 1442873x7= 10100111.12 3.
Contoh-contoh kemukjizatan angka 7 Dalam penelitian tentang kemukjizata angka 7, dapat dilihat dari hasil
metode yang telah dilakukan oleh ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil yang berkaitan dengan angka 7 adalah:
12
Hisham Thalbah,et.al. Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis, terj. Syarif Hade Masyah, et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), j. 10, h. 31.
60
a. Jumlah surat yang berada diantara surat al-Baqarah dan surat anNaba’ adalah berjumlah 77 surat. Angka 77 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 11x7=77. b. Jumlah ayat yang berada diantara ayat ke-29 surat al-Baqarah dengan ayat ke-12 surat an-Naba’ berjumlah 5649 ayat. Angka 5649 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 807x7=5649. c. Mulai dari permulaan surat al-Baqarah hingga akhir surat surat Annaba terdapat 5705 ayat. Bilangan 5705 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 815x7=5705 d. Jumlah ayat yang mendahului ayat pertama yag memuat tentang angka 7 berjumlah 35 ayat. Angka 35 adalah kelipatan dari angka 7. Begitu pula jumlah ayat yang berada sebelum ayat terakhir yang menyebut angka 7, yaitu 5684, juga merupakan bilangan kelipatan angka 7 untuk kedua kalinya, 5684=7x812 e. Jumlah ayat mulai dari permulaan surat al-Baqarah hingga ayat pertama yang memuat tentang angka 7 ada 28 ayat. Artinya bilangan tersebut adalah kelipatan dari angka 7, yaitu 4x7=28, adapun dari ayat terakhir yang menyebut angka 7 dalam surat an-Naba’ diketahui bahwa jumlah ayat setelah ayat tersebut hingga akhir surat an-Naba’ adalah berjumlah 28 ayat. Artinya bilangan tersebut adalah kelipatan dari angka 7 dengan persamaan 4x7=28.
61
f.
Jumlah ayat pertama al-Qur’an hingga akhir surat an-Naba’ berjumlah
5712
ayat.
Merupakan
kelipan
dari
angka
7,
816x7=571213 g. Jika kita menghitung jumlah surat dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas yang menyebut nama ( )اﷲberjumlah 112 surat. Bilangan 112 merupakan kelipatan dari angka 7 yaitu 16x7=112 h. Jika kita mengitung jumlah ayat dari ayat pertama yang menyebut nama Allah hingga ayat yang terakhir menyebut nama Allah, maka akan memperoleh hasil 6223 ayat yang menyebut nama Allah. Bilangan
6223
merupakan
kelipatan
dari
angka
7
yaitu:
127x7x7=6223.14 i.
Bilangan yang muncul dari penggabungan ayat dan surat al-Qur’an adalah 1146236, bilangan tersebut adalah kelipatan dari angka 7.
j.
Keterkaiatan اﻟﻢdan surat pertama, yaitu dengan menjumlah setiap huruf alif, lam dan mim dalam setiap kata yang terdapat dalam QS. Al-fatihah kemudian angka yang muncul dideretkan . Contoh; اﻟﻌﻠﻤﯿﻦ
رب
ﷲ
اﻟﺤﻤﺪ
اﻟﺮﺣﯿﻢ
اﻟﺮﺣﻦ
اﷲ
ﺑﺴﻢ
4
0
2
3
3
3
3
1
و
ﻧﻌﺒﺪ
إﯾﺎك
اﻟﺪﯾﻦ
ﯾﻮم
ﻣﻠﻚ
اﻟﺮﺣﯿﻢ
اﻟﺮﺣﻤﻦ
0
0
2
2
1
2
3
3
أﻧﻌﻤﺖ
اﻟﺬﯾﻦ
ﺻﺮط
اﻟﻤﺴﺘﻘﯿﻢ
اﻟﺼﺮط
اھﺪﻧﺎ
ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ
إﯾﺎك
2
2
0
4
2
2
0
2
13 Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 18-19. 14 Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 21-24.
62
اﻟﻀﺎﻟﯿﻦ
ﻻ
و
ﻋﻠﯿﮭﻢ
اﻟﻤﻐﻀﻮب
ﻏﯿﺮ
ﻋﻠﯿﮭﻢ
4
2
0
2
3
0
2
angka yang muncul dari setiap kata yang memaut huruf alif, lam dan mim adalah: 4202302220422020022123340233331. Bilangan ini ternyata merupakan kelipatan dari angka 7, yaitu: 600328888631717146017620033333
x
7
=
4202302220422020022123340233331.15 Jika diperhatikan bahwa semua bilangan-bilangan yang telah disebutkan di atas, selalu tersusun rapi dari hal yang terbesar hingga ke yang terkecil. Patut diperhatikan bahwa secara logika ilmiah dasar saja bahwa suatu kebetulan tidak mungkin selalu berulang dalam sebuah buku kecuali bila si penulis buku tersebut telah mengurutkan tulisannya dengan sebuah metode tertentu. Keteraturan bilangan yang kita saksikan sekarang menunjukkan dengan tepat bahwa Allah SWT telah mengurutkan kitab-nya dengan bentuk yang selaras.
B. Kajian angka 19 menurut Rashad Khalifa 1.
Penyebutan angka 19 dalam al-Qur’an Al-Qur’an banyak menyebut tentang bilangan, salah satunya adalah
bilangan 19. Bilanga ini hanya disebut 1 kali dan merupakan satu-satunya bilangan yang disebut secara tegas, yaitu terdapat dalam QS. Al-Muddatstsir/74: 30:
15
Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 164.
63
Artinya: ”dan di atasnya ada sembilan belas.” Dalam ayat selanjutnya bilangan 19 menjadi ujian bagi orang kafir, bagi orang-orang yang diberi al-kitab agar mejadi yakin, dan bagi orang-orang beriman bertambah keimanannya. Ini terlihat dari firman Allah SWT dalam QS. AlMuddatstsir/74: 31: Artinya: ”dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya. dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” Bila membicarakan angka 19 dalam al-Qur’an yang selalu dikaitkan dengan kata, ayat dan surat dalam al-Qur’an dan kelipatannya, maka orang akan bertanya, “mengapa 19 ?”. setidaknya Allah SWT mempunyai alasan untuk memilih 19 dan menekankannya dalam Kitab Suci-Nya. Seperti ayat 30 surat muddatstsir diatas menyebut, “dan di atasnya ada 19” maka ayat ke 31dalam surat ini menyampaikan kepada kita fungsi dari angka 19. Sembilan belas adalah 64
satu-satunya angka dalam al-Qur’an yang dikomentari fungsinya oleh al-Qur’an.16 Menurut ayat tersebut, fungsi bilangan 19 adalah agar: a. Orang yang beriman bertambah imannya. b. Orang-orang yang diberi Kitan menjadi yakin. c. Semua keraguan menghilang dari pikiran orang-orang yang diberi Kitab dan orang-orang mukmin. d. Menciptakan situasi yang di dalamnya orang-orang kafir dan yang di hatinya ada penyakit berkata, “apakah yang dikehendaki Allah dengan bilagan ini sebagai suatu perumpamaan?” atau “apa gunanya ini?”.17 Dalam al-Qur’an ada angka selain 19, tetapi kebanyakan digunakan sebagai kata sifat (empat bulan, tujuh langit, seribu bulan, dan sebagainya). Penyebutan angka-angka dalam al-Qur’an baik itu 19 maupun huruf, bilangan, ayat, surat, juz, kalimat dalam al-Qur’an adalah tulisan yang terlihat tidak beraturan, namun ketika menemukan kuncinya, maka semuanya adalah keteraturan yang menakjubkan yang keseimbangannya tidak akan pernah mampu dibuat oleh manusia biasa. 2.
Fenomena angka 19 dalam al-Qur’an Awal penemuan kemukjizatan al-Qur’an dengan desain 19 adalah
pada tahun 1974 oleh seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang muslim bernama Rashad Khalifa18. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari al-Quran pada 1968, dan 16
Caner Taslaman, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern, terj. Ary Nilandari, (Bandung: Mizan, 2010), cet-1, h. 376. 17 Caner Taslaman, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern, terj. Ary Nilandari, (Bandung: Mizan, 2010), cet-1, h. 380381. 18 Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 59.
65
memasukkan al-Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Rashad Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “Miracle Of The Quran: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393. Pada Januari 1974 (bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 merupakan kode rahasia al-Qur’an yang disebut common denominator19. Dan Rashad Khalifa mencoba mengemukakan makna surat alMuddatsir ayat 30: Artinya: “Dan di atasnya ada Sembilan” Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat penjaga Neraka Saqar.20 Menurut Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang Nasrani dan Yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan keajaiban yang besar dari al-Qur’an.21 Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh rasad Khalifa untuk mendukung penemuannya, yaitu menggunakan pendekatan matematis sederhana dengan berpatokan pada hisab al-jumal atau nilai gematrik tiap
19
http:/www.submission.org/beyond.html dan http:/www.submission.org/miraclehistory.html 20 Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 396. 21 Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 55-59
66
huruf hija’iyah, berikut daftar hisab al-jumal atau nilai gematrik tiap huruf hija’iyah:22 Huruf ا ب ج د ه و ز ح ط
Angka 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Huruf ي ك ل م ن س ع ف ص
Angka 10 20 30 40 50 60 70 80 80
Huruf ق ر ش ت ث خ ذ ض ظ غ
Angka 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Dengan menggunkan hisab al-jumal mendukung penemuan Rashad Khalifa tentang bilangan 19 yang berkaitan dengan ke-Esa-an Tuhan atau berhubungan dengan kata واﺣﺪdimana jumlah nilai gematrikal-nya tiap huruf (wahid) atau al-jumal adalah 19 juga. Contoh sederhananya adalah = و6, = ا 1, = ح8, = د4, total 19.23 Dari segi bahasa, kata wahida, berasal dari kata wahada yang berarti "tak terbilang" atau "awal dari bilangan". Arti umum adalah "tidak ada bandingannya" atau "tidak ada yang menyerupainya". Kata Wahid dalam Al-Qur’an disebut 20 kali, tetapi yang berhubungan dengan "Ke-Esa-an Tuhan" hanya 19 kali. Sisanya 1 kali, menyatakan bilangan yang berarti satu. Ini berarti angka 19 ini bisa diartikan sebagai simbol keesaan Tuhan.
22
Rosma Lubis, Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur’an, (Jakara: Pustaka Al-Kautsar,
2001), h. 4. 23
Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 157.
67
Selain menggunkan hisab al-jumal ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh Rashad Khalifa yang berkaitan dengan penghitungan, metode yang digunakan dalam penghitungannya adalah: a. Nilai numerik pada setiap kata dengan hisab al-jummal seperti kata wahid di atas. b. Penyebutan kata, nomor ayat maupun surat yang ada dalam alQur’an yang habis dibagi dengan 19. Seperti kata Kata Allah ()اﷲ sebanyak 2698 kali; habis dibagi dengan 19 c. Penghitungan huruf dalam ayat maupun surat dalam al-Qur’an yag habis dibagi dengan 19. Seperti Jumlah huruf nun yang mengawali QS. Al-Qalam /68, sebanyak 133 kali; habis dibagi dengan 19 Namun pendekatan yang digunakan Rashad Khalifa ini menimbulkan beberapa keritikan terhadapnya, berikut ini pola-pola yang digunakan Rashad Khalifa yang pendukung dalam metode penghitungannya: Pertama, Rasyad Khalifa tidak menghitung huruf mudha'af sebagai dua huruf; tetapi menghitungnya menjadi satu huruf. Kedua, beliau hanya menghitung satu basmalah untuk seluruh Al-Quran; beliau tidak menghitung basmalah di dalam 112 surat yang lain. Ketika beliau tidak menghitung 112 basmalah tersebut, maka berarti beliau mengesampingkan kata "Allah", "AlRahman", dan "AI-Rahim". Rashad Khalifa sesekali memasukkan basmalah pada setiap awal surat pada perhitungannya, akan tetapi pada lain kali beliau tidak menghitungnya.24 Ketiga, dalam penghitungan kata Rashad Khalifa
24
Abu Zahra An-Najdiy, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus Effendi (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), cet-8,h.77
68
kadang menghitung kalimat dengan harf-nya menjadi dua kata, dan kadang pulang menghitungnya menjadi satu kata. Misalnya huruf jarr dan majrur kadang dihitung satu kata dan kadang pula dihitung dua kata. Wa inna, ya ayyuha, ma lam, ma yaqulun, wa uhjurhum dihitung satu kata. Keempat susunan surat al-Qur’an berdasarkan kronologi turunnya wahyu, seperti QS. Al-alaq/96:1-5 (wahyu pertama), QS. Al-qalam/68: 1-9 (wahyu kedua), QS. Al-muzzammil/73:1-10 (wahyu ketiga), QS. Al-muddatstsir/74:1-10 (wahyu keempat), QS. Al-fatihah/1 (wahyu kelima), QS. Al-nashr/110:1-3. Pendapat ini berbeda dengan dengan jumhur ulama bahwa wahyu kedua adalah QS. Almuddatstsir/74:1-10.
3. Contoh-contoh kemukjizatan angka 19 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Al Qur’an didesain berdasarkan bilangan 19, ini dapat dibuktikan dengan contoh-contoh dari penghitungan yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini keajaiban angka 19 dalam Al-Qur’an : contoh penghitungan yang sangat sederhana adalah; 1. Kata
disebut sebanyak 114 kali, yang habis dibagi
dengan angka 19, yaitu: 19x6=114 2.
terdiri dari 19 huruf; habis dibagi dengan 19
3. Kata Ism ( )اﺳﻢsebanyak 19 kali; habis dibagi dengan 19 4. Kata Allah ( )اﷲsebanyak 2698 kali; habis dibagi dengan 1925 5. Kata Ar-Rahman ( )اﻟﺮﺣﻤﻦsebanyak 57 kali; habis dibagi dengan 19 6. Kata Ar-Rahim ( )اﻟﺮﺣﯿﻢsebanyak 114 kali; habis dibagi dengan 1926 25
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 139.
69
7. Jumlah kata-kata dalam wahyu pertama27 (lima ayat) adalah 19 kata; habis dibagi dengan 19. 8. Jumlah huruf dalam wahyu pertama adalah 76 huruf; habis dibagi dengan 19 9. Jumlah surat pertama28 terdiri dari 19 ayat; habis dibagi dengan 19 10. Jumlah surat-surat dalam Al-Qur’an (114); habis dibagi dengan 19 11. Jarak surat pertama dari surat terakhir (surat an-nas) dalam Al-Qur’an adalah 19 surat; habis dibagi dengan 19 12. Surat pertama terdiri dari 304 huruf; habis dibagi dengan 19 13. Surat terakhir29 terdiri dari 19 kata; habis dibagi dengan 19 14. Ayat pertama dalam surat terakhir terdapat 19 huruf; habis dibagi dengan 19 15. Wahyu kedua30 terdiri dari 38 kata; habis dibagi dengan 19 16. Wahyu ketiga31 terdiri dari 57 kata; habis dibagi dengan 19 17. Wahyu keempat32 mengandung angka 19 itu sendiri 18. Wahyu kelima33 terdapat kata
yang terdiri 19 huruf
Sedangkan yang termasuk penghitungan yang sangat komplek adalah; 1. Jumlah huruf nun yang mengawali QS. Al-Qalam /68, sebanyak 133 buah; habis dibagi dengan 19
26
http://submission.org/#/d/Over_it_is_19.html QS. Al-alaq/96:1-5 28 QS. Al-alaq/96 29 QS. Al-nashr/110 30 QS. Al-Qalam/68: 1-9 31 QS. Al-Muzzammil/73:1-10 32 QS. Al-Muddatstsir/74: 1-30 33 QS. Al-Fatihah/1
27
70
2. Jumlah huruf qaf dalam QS. Qaf/50, sebanyak 57 kali; habis dibagi dengan 1934 3. Surat lain yang diawali huruf qaf adalah QS. Asy-syuura/42, berjumlah 57 huruf qaf; habis dibagi dengan 19.35 4. Jumlah huruf qaf yang terdapat pada dua surat yang diawali huruf qaf berjumlah 114 huruf qaf; habis dibagi dengan 19. 5. Huruf muqaththaah shad terdapat di tiga surat, QS. al-A’raaf/7, 97 huruf, QS. Maryam/19, 26 huruf dan QS. Shad/38, 29 huruf, jumlah huruf shad dari tiga surat adalah 97+26+29= 152, habis dibagi dengan 19.36 C. Penilaian ulama terhadap fenomena angka 7 dan 19 Pembahasan mengenai i'jaz 'adadi dalam kajian 'Ulum al-Qur’an adalah perbahasan yang termasuk baru. Oleh itu, banyak timbul pro dan kontra dalam masalah ini. Hal tersebut dianggap wajar, selama tidak menjatuhkan umat Islam ke dalam kesesatan dan perpecahan yang tidak produktif. Sesuatu gagasan yang asing memang sukar diterima secara langsung. Bagi sebagian kalangan, kajian i’jaz ‘adadi perlu dibuktikan mengingat manfaatnya yang cukup besar bagi membuktikan kewujudan mukjizat al-Quran, selain mukjizat khabar, tasyri'iyyah, bayani dan 'ilmi yang sudah ada. Namun bagi kalangan yang menganggap kajian ini tidak mengandungi faedah, malah dapat memasung umat Islam dengan angka-angka dan memaksa “memperkosa” al-
34
Suwaidan, S., Numeric Miracles In the Holy Qur’an, www.islamicity.org Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 185. 36 Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007), cet-1, h. 189. 35
71
Qur’an karena menurut mereka, al-Qur’an bukanlah kitab angka-angka seperti ilmu Matematik. a. Kritik terhadap fenomena angka 7 Dari segi pengitungan huruf, ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil menghitung huruf mudha’af menjadi satu huruf, tidak menghitungnya menjadi dua huruf, tidak dihitungnya huruf mudha’af ini sangat berpengaruh pada jumlah huruf. ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil dalam penelitiannya banyak sekali menghitung huruf-huruf dalam setiap kata maupun surat dalam al-Qur’an. Jika ini terjadi maka data dan informasi yang ditemukan oleh ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil kurang tepat. Karena ketidak konsistennya dalam menggunkan metode pendistribusian huruf Namun secara umum ada beberapa kalangan yang tidak menerima i’jaz ’adadi atau kemukjizatan angka-angka dalam al-Qur’an diantaranya ialah Ibn Hajar al-'Asqalani, Jalaluddin al-Suyuti, Subhi al-Salih.37 Dalam pendapat mereka dinyatakan, wa hadha batil la ya'tamid 'alayh—ini adalah perkara yang batil tidak boleh berpegang dengannya dan ungkapan, la asl lahu fi al-shari'ah—tidak ada asasnya dalam syariah (Islam). Sebahagian kalangan lain beranggapan, bahawa pembahasan tersebut tidak memberikan faedah, baik untuk peningkatan kualiti ibadah ritual, kehidupan sosial dan sebagainya. b. Kritik terhadap fenomena angka 19 Rashad Khalifa menemukan fenomena angka 19 dalam al-Qur’an berawal ketika menafsirkan QS. al-Muddatsir ayat 30, dan berlanjut dengan
37
lihat Jalaluddin al-Suyuti, 1985: 26-27
72
penemuan kesesuaian, kecocokan dan keterkaiatan angka 19 dalam alQur’an. Namaun metode yang digunakan oleh Rashad Khalifa ini bertentangan dengan kebanyak pendapat atau jumhur ulama. Namun banyak juga yang mendukung dan melakjutkan hasil penemuan-penemuannya, bahkan tidak sedikit hasil-hasil penemuannya dijadikan rujukan. Seperti; M. Quraish Shihab dalam bukunya Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib38. Drawis Hude, dkk., dalam bukunya Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an39. Rosma Lubis dalam bukunya Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur’an40. Abah Salma Alif Sampaya dalam bukunya Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an41. Caner Taslaman, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern.42 Namun ada juga tokoh yang mengkritik Rashad Khalifa dari segi metodologi
yang
digunakan
dalam
penelitiannya,
yang
kadang
bertentangan dengan pendapat juhur ulama dan ada juga ketidak konsistennannya dalam menggunakan metodologinya. Berikut tokoh-tokoh yang mengkritik penemuan Rashad Khalifa diantaranya: ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil, menurutnya Rashad Khalifa telah banyak melakukan kesalahan dan penakwilan yang jauh dari logika ilmiah, salah satu contoh yang paling
38
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003) 39 Drawis Hude., dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) 40 Rosma Lubis, Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur’an, (Jakara: Pustaka Al-Kautsar, 2001) 41 Abah Salma Alif Sampaya, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2007) 42 Caner Taslaman, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern, terj. Ary Nilandari, (Bandung: Mizan, 2010)
73
penting yang telah ia kemukakan adalah tentang kelipatan angka 19 dalam al-Qur’an, tetapi faktanya pernyataan itu tidak tepat. Misalnya saja kata ﺑﺴﻢ dalam al-Qur’an sebanyak 19 kali, yang benar kata ini terdapat 22 kali. Kata اﷲdalam al-Qur’an sebanyak 2698, yakni 19x142, tetapi yang benar adalah 2699 kali. kata اﻟﺮﺣﻤﻦsebanyak 57 kali, terbukti benar. Kata اﻟﺮﺣﯿﻢ sebanyak 144 kali, yang benar adalah 115 kali. Namun Rashad Khalifa telah medapatkan hasil penting dalam kemukjizatan angka 19. Ia telah mengungkapkan keistimewaan susunan yang berlandaskan pada angka 19. Terlihat dari hasil penghitungannya tentag huruf-huruf muqaththaah. Misalnya jumlah huruf qaf dalam surat Qaf sebanyak 57 huruf, merupakan kelipatan angka 19. Demikian pula jumlah hurf ya’ dan sin dalam surat Yasin, yang berjumlah 285 huruf, yakni 15x19. ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil juga mengkritik penggunaan penghitungan dengan menggunakan hisab aljummal seperti yang digunakan Rashad Khalifa. 43 Abu Zahra an-Najdi juga memberikan kritik atas perhitungan Rashad Khalifa yang berani menghilangkan ayat 128 dan 129 QS. atTaubah (9) karena tidak cocok dengan formulasinya. Begitu pula Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Mufti Besar Arab Saudi juga mengkritik Rashad Khalifa, dalam fatwanya
menyatakan bahwa gerakan inkarus sunnah
seperti yang diajarkan Rashad Khalifa adalah sesat.44 Muhammad Shidqi Bek mengatakan Rasyad Khalifah tidak menghitung huruf mudha'af sebagai dua huruf; tetapi menghitungnya menjadi satu huruf. Beliau hanya menghitung satu basmalah untuk seluruh 43
Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 40-45. 44 http://www.darulkautsar.net/print.php?page=&ArticleID=822
74
al-Qur’an; beliau tidak menghitung basmalah di dalam 112 surat yang lain. Maka berarti beliau mengesampingkan kata "Allah", "Al-Rahman", dan "AI-Rahim". Rashad Khalifa sesekali memasukkan basmalah pada setiap awal surat pada perhitungannya, akan tetapi pada lain kali beliau tidak menghitungnya.45 Rashad
Khalifa
dalam
pendekatan
ulum
al-Qur’an
tidak
menggunakan pendapat yang lebih kuat, ini digunakan oleh Rashad Khalifa untuk mendukung fenomena angka 19, yaitu dengan menulis huruf muqaththaah yang terdapat di QS. Al-Qalam beliau menulis huruf ن menjadi ﻧﻮن. Menanggapi pro dan kontra i’jaz ‘adadi ini, sebaiknya tidak bersikap apriori ataupun cepat mengambil kesimpulan. Menurut penulis, kedua kalangan Islam tersebut sama-sama mempunyai tujuan yang baik yaitu menjaga al-Qur’an. Kelompok Numerik/yang mendukung i’jaz ‘adadi, yaitu ingin membuktikan kemukjizatan
melalui mukjizat angka-angka yang terkandung di dalamnya.
Sementara kalangan yang lain, menginginkan al-Qur’an selalu terpelihara daripada tangan-tangan orang-orang "dungu" yang menjelaskan al-Qur’an jauh daripada kaedah-kaedah penafsiran muktabar. Kerana perbahasan i’jaz ‘adadi masih terbilang baru, maka sepatutnya kita bersikap; meneruskan penyelidikan kajian ini. Sehingga pada akhirnya terlahir satu kaedah dan metodologi yang baik, terbebas daripada kesalahan. walaupun ijtihad itu tidak terlepas daripada kesalahan, mudah-mudahan itu tetap dinilai sebagai satu kebaikan 45
Abu Zahra An-Najdiy, Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus Effendi (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), cet-8,h.77
75
D. Analisa Dari hasil kajian tentang kemukjizatan angka 7 dan 19 diatas ada beberapa pola yang dilakukan oleh para peneliti. Maka di sini penulis perlu memberikan catatan yang berkaiatan dengan fenomena i’jaz ‘adadi khususnya tentang metode yang digunakan dalam kemukjizatan angka 7 dan 19. 1. Adanya perbedaan dalam penghitungan huruf, ayat dan bacaan dalam alQur’an disebabkan adanya perbedaan qira’ah yang berpegaruh pada penulisan dalam mushaf. Sehingga perbedaan qira’ah kadang dianggap sebagai akibat perbedaan syakl, harakat, dan huruf.46 Rashad Khalifa menggunkan satu qira’ah yaitu qira’ah hafsh. Ia mengatakan: “there has always been one version of the Quran recorded during the lifetime of the prophet Muhammad. The slightest alteration or distortion of this one version renders it Quran no more”47, begitu pula dengan ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil yang menggunakan
qira’at hafsh dari Ashim yakni pada
Mushaf Al-Imam (Mushaf Utsmani). Karena kebanyakan pembahasanpembahasan
tentang
kemukjizatan
angka
yang
ada
sekarang
menggunakan qira’at ini dan penyebaran qira’at inipun lebih luas dibandingkan dengan qira’at lainnya.48 2. Dalam i’jaz ‘adadi dibutuhkan teknik penghitunga matematika dasar baik perkalian,
penambahan
maupun
pengurangan.
Rashad
Khalifa
kebanyakan menggunakan penambahan dan perkalian dalam penemuanpenemuanya. Namun di samping itupula Rashad Khalifa menggunakan 46
M. Quraish Shihab, ert.al., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Bait Al-Qur’an, 1998), h. 99. 47 http:/www.submission.org 48 Hisham Thalbah, et.al, Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis(Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, (Jakarta: PT. Sapta Sentosa), cet-3, h. 50.
76
hisab al-jumal atau nilai-nilai numerik setiap huruf untuk memudahkan penghitungan. berikut daftar nilai numerik setiap huruf abjadiyah: Huruf ا ب ج د ه و ز ح ط
Angka 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Huruf ي ك ل م ن س ع ف ص
Angka 10 20 30 40 50 60 70 80 80
Huruf Angka ق 100 ر 200 ش 300 ت 400 ث 500 خ 600 ذ 700 ض 800 ظ 900 غ 1000 Sedangkan ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil tidak menggunakan hisab al-
jumal karena menurutnya hisab al-jumal tidak berlandaskan ilmiah dan bertentangan dengan syariat Islam, dengan mengganti setiap huruf numerik abjadiyyah. Dan ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil hanya menggunakan metode matematika dasar dengan menjumlah, pembagian ataupun mengkali setiap huruf, kata maupun surat di dalam al-Qur’an. 3. Urutan surat juga mejadi fokusan dalam i’jaz ‘adadi, para ahli berbeda pendapat anatara wahyu pertama turun dan wahyu yang terakhir turun. Jumhur ulama menentukan surat al-Alaq sebagai surat pertama, sementara urutan lima surat yang turun pertama kali adalah Al-Alaq, Al-Qalam, AlMuzzammil,
Al-Muddatstsir,
dan
Al-Fatihah.49
Rashad
Khalifa
menggunakan pendapat jumhur ulama terlihat ketika dia menyatakan surat al-Alaq sebagai wahyu pertama. Para ulama juga berbeda pendapat tentang wahyu yang terakhir turun, As-Suyuthi mengatakan QS. Al-Baqarah/2: 281 sebagai wahyu
49
Jalalluddin al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah, 1979), j.I, h. 72-73.
77
terakhir turun, karena ayat ini turun pada Sembilan hari menjelang wafatnya nabi muhammad saw. 50 Dan QS. At-Taubah yang umumnya disebut sebagai surat yang terakhir turun. Namun menurut Rashad Khalifa wahyu yang terakhir turun adalah QS. Al-nashr, hal ini bertentangan dengan pendapat jumhur ulama, dalam penghitungan Rashad Khalifa QS. Al-nashr memliki bukti dan kesesuaian dengan angka 19, yaitu terdiri dari 19 kata dan ayat pertama terdiri dari 19 huruf.51 4. Dalam al-Qur’an ada 29 surat yang diawali dengan huruf muqaththaaah atau fawatih al-suwar. Menurut Rashad Khalifa terdapat hubungan antara huruf muqaththaah dengan angka 19, seperti huruf alif, lam, dan mim dalam QS. Al-Baqarah, huruf qaf dalam QS. Qaf. Huruf nun dalam QS. al-Qalam, namum yang menjadi catatan dalam huruf muqaththaah yang terdapat dalam QS. Al-qalam yang berupa huruf nun, ditulis oleh Rashad Khalifa dengan kata ﻧﻮنbukan نagar sesuai dengan penghitungan 19. Ini berbeda dengan rasm ‘utsmani dan bertentangan dengan pendapat jumhur ulama. Sedangkan ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil melihat keajaiban huruf muqaththaah dengan menghitung setiap huruf muqaththaah yang berkaiatan dengan surat pertama maupun surat terakhir. Seperti keterkaitan huruf muqaththaah QS. Al-Baqarah yaitu alif, lam dan mim dengan surat pertama al-Qur’an, metodenya adalah dengan menjumlah setiap huruf alif, lam, mim disetiap kata dalam surat al-Fatihah, metode ini disebut dengan metode sejajar.
50 Jalalluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Maktabah al-‘Ashriyyah, 1979), j.I, h. 72-74. 51 Rashad Khalifa, Qur’an: Visual Presentation of Miracle, (Arizona USA: Islamic Production, 192), h. 20.21.
78
5. Pendapat tentang jumlah huruf hija’iyyah juga menentukan terhadap huruf abjadiyyah dalam hisab al-jumal. Rashad Khalifa menghitung huruf hija’iyyah berjumlah 28 huruf sama dengan jumlah huruf dalam hisab aljumal. Namun dalam penghitungan huruf yang dilakukan Rashad Khalifa yang menjadi kritik adalah dengan menghitung huruf mudha’af menjadi satu huruf bukan dua huruf, huruf mudha’af biasanya bercirikan dengan tanda tasydid (ّ). Sedangkan ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil berpatokan pada huruf-huruf hija’iyyah bukan berpatokan pada huruf abjadiyyah. Jika melihat metode yang digunakan oleh para peneliti ini, terlihat adanya ketidak konsistennya dalam menggunakan metode, dan tidak jarang pula mengunakan metode yang tidak didukung dengan pendapat yang lebih shahih. Dan bahkan kadang pula harus mengilangankan beberapa ayat al-Qur’an demi mendukung penemuannya. Seperti Rashad Khalifa yang menghilangkan 2 ayat dalam al-Qur’an yaitu surat at-Taubah ayat 128 dan 129 yang dianggap cacat dari hitungan matematika dengan desain angka 19 namun ia juga mengatakan ayat inipun cacat dari sisi sejarahnya. Dari hasil penelitian yang berkaitan dengan i’jaz ‘adadi memang para peneliti tidak melakukan penelitian terhadap semua ayat maupun kata dalam al-Qur’an, hanya beberapa surat, ayat maupun kata yang memang mendukung penemuannya. Seperti Abd Ad-Da’im Al Kahil yang hanya membahas kajiannya pada QS. al-Baqarah/2: 29, QS. An-naba’/78: 12 yang berkaiatn dengan angka 7 dan beberapa ayat-ayat istimewa yang sudah populer dan tidak mengkajian seluruh surat, ayat maupun kata dalam al-Qur’an. Meskipun oleh sebagian umat Islam kelompok ini dianggap menyimpang, karena ketidak kosistenannya dalam metode dan juga seolah pemaksaan terhadap
79
al-Qur’an demi mendukung penemuannya dan seharusnya pula metode diterapakan terhadap seluruh al-Qur’an sehingga akan melahirkan i’jaz ’adadi yang hakiki. Namun bukan berarti hasil dari penemuan-penemuan inipun tidak dianggap begitu saja, karena memang terbukti benar-benar nyata keberadaannya. Terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh yang mengutip dari hasil penelitian mereka, namun disisi lain pula mereka mengkritik metode yang digunakannya. Misalnya saja Abdurrazaq Naufal, dalam bukunya Kemukjizatan Angka-Angka Dalam AlQur’an, Abu Zahra al An-Najdi dalam bukunya Al-Qur’an dan Rahasia AngkaAngka, M. Quraish Shihab dalam bukunya Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. Drawis Hude, dkk., dalam bukunya Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an. Rosma Lubis dalam bukunya Keajaiban Angka 11 dalam Al-Qur’an. Abah Salma Alif Sampaya dalam bukunya Keseimbangan Matematika dalam Al-Qur’an. Caner Taslaman, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern. Jika melihat dari tokoh-tokoh yang mengutip ini, setidaknya mereka percaya adanya i’jaz ‘adadi dalam al-Qur’an walaupun secara metodologi kajiannya tidak menyangkut seluruh al-Qur’an.
80
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam bab ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa lahirnya i’jaz ‘adadi telah melalui sejarah yang panjang, berawal dari kajian ulum al-Qur’an yang membahas di dalamnya i’jaz al-Qur’an, baik i’jaz al-Qur’an dari segi i’jaz balaghi (berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’ (perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi Al-Qur’an), i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz i’lami (informasi), i’jaz thabi’i (fisika) dan lain sebagainya. Sejarah awal i’jaz ‘adadi sudah mulai terungkap pada masa kekuasaan Abd Al-Malik bin Marwan yang berusaha menghitung huruf, ayat dan surat dalam Al-Qur’an. Dan kemudian para ulama tafsir menuliskan jumlah huruf, ayat dalam setiap awal surat dalam tafsirnya di antaranya adalah kitab Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karya Aliyuddin Ali ibn Muhammad al-Baghdadi al-Khazin dan Marah Labid karya Muhammad Nawawi al-Jawi. Dalam kitab tersebut, pada awal setiap surat selalu disebutkan jumlah ayat, kata dan huruf dalam surat tersebut. Kemukjizatan angka 7 dan 19 dari hasil penelitian ‘Abd Ad-Da’im Al Kahil dan Rashad Khalifa dapat terlihat di dalam al-Qur’an seperti kemukjizatan angka 7 yang terdapat dalam QS. al-Baqarah/2: 29, QS. An-naba’/78: 12 dan beberapa surat dan ayat lainnya dan juga kemukjizatan angka 19 dapat terlihat pula di dalam al-Qur’an seperti pada lafadz basmallah dan jumlah huruf muqaththaah yang habis dibagi dengan angka 19 seperti yang terdapat dalam QS. Qaf/50, QS. Al-Qalam /68, QS. Asy-syuura/42 dan beberapa surat dan ayat dalam
81
al-Qur’an. Namun dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh ‘Abd AdDa’im Al Kahil dan Rashad Khalifa tentang kemukjizatan al-Qur’an dari segi angka tidak mencakup secara keseluruhan al-Qur’an hanya sebagain surat dan ayat dalam al-Qur’an saja. Begitupula dengan metode yang digunakan ‘Abd AdDa’im Al Kahil dan Rashad Khalifa kadang tidak konsisten dan tidak baku sehingga tidak melahirkan kemukjizatan yang hakiki dan bahkan menuai kritik dari berbagai kalangan dengan mengambil hukum yag lemah atau tidak shahih dan pula seolah memaksakan al-Qur’an dengan metode dan penghitungannya. Jadi I’jaz ‘Adadi dalam al-Qur’an hanya terdapat pada sebagai dari al-Qur’an saja dan belum menjadi I’jaz yang hakiki, baku dan menyeluruh.
B. Saran Dari hasil akhir kajian dalam skripsi ini yang berkaitan dengan i’jaz ‘adadi, maka penulis memberikan saran sebagai berikut; 1. Masih sedikitnya para peneliti yang melakuakn kajian khususunya yang berkaitan dengan i’jaz ‘adadi, terlihat dari sulitnya penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan i’jaz ‘adadi jika dibandingkan dengan diskursus ilmu-ilmu yang lain. 2. Metode dan pola-pola yang digunakan dalam kajian i’jaz ‘adadi harus konsisten dan ilmiah, sehingga melahirkan kemukjizatan yang hakiki. 3. Hasil-hail penemuan yang berkaiatan dengan i’jaz ‘adadi hanyalah bersifat interpretasi, maka wajar saja jika di dalamnya masih banyak kesalahan dan kekurangan.
82
83 DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya, DEPAG R.I., 1997. Al-Qur’an Digital, versi 2.1., 2004 Abdurrahman, Muh.Nur, Metode Pendekatan Satu Kutub dalam Mengkaji Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah. Unive rsitas Muslim Indonesia, Makassar, 1995. Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, cet-1. Anharuddin, Fenomena al-Qur’an, Bandung: PT. Alma’arif, 1997. Azhar, Syamsul, Sains Teknologi Membuka Tabir Al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 2001. Baiquni, Ahmad, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Bandung: Pustaka Salma, 1983. Baqillani, Muhammad ibn al-Thayyib, I’jaz al-Qur’an, al-Sayyid Ahmad Shaqr (ed.). Kairo: Dar Al-Ma’arif, t.th. Basya, Fahmi, al-Qur’an, Alam Semesta dan Matematika. Jakarta: Pustaka Antara, 1990. ..........., Matematika Al-Qur’an. Jakarta: Republika, 2008. ..........., Matematika Islam 2 Al-Qur’an 4- Dimensi. Jakarta: Republika, 2008. Buchori, Didin Saefuddin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005. Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 1998. Drawis Hude, M. S.i dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002. Ghazali, Muhammad, Berdialog Dengan Al-Qur’an, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah, Bandung: Mizan, 1996, cet-2. Ibn Manzhur, Muhammad ibn Makram, Lisan al-Arab. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Khalifa, Rashad, Qur’an: Visual Presentation of Miracle. Arizona USA: Islamic Production, 1982.
83
84
Lubis, Rosman, Keajaiban Angkaa 11 Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2001. Ma’luf, Luwis, al-Munjid fi al-Lughah. Beirut: Dar al-Masyriq, 2002. Muftie, Arifin, Matematika Alam Semesta (Kodifikasi Bilangan Prima Dalam AlQur’an). B a n d u n g : PT Kiblat Buku Utama, 2004. Najdi, Abu Zahra , Al-Qur’an dan Rahasia Angka-Angka,terj. Agus Effendi. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001, cet-8. Naufal, Abdurrazaq, Kemukjizatan Angka-Angka Dalam Al-Qur’an, terj. Jakarta: PT. Pustaka Antara, 1983. ..........., Langit dan Para Penghuninya, terj. A. hasjmy. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Qathathan, Manna Khalil, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, terj. Mudzakit as, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009. Rahman, Afzalur, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan. Terj. M. Arifin, Jakarta: Bina Aksara, 1980. Rahman, Hairur, Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press, 2007. Saksono, Lukman dkk, Pengantar Fenomenologi Al-Qur’an Dimensi Keilmuan Di Balik Mushaf Usmani. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991, cet-1. Sampayya, Abah Salma Alif, Keseimbangan Matematika Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Republika, 2007. Shabuni, Muhammad Ali, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an. Damaskus: Maktabah alGhazali, t.th. Shehab, Magdy, dkk, Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran dan Hadis. Jakarta: PT Sapta Sentosa, 2008. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992. ..........., Mukjizat Al-Qur’an Di Tinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 2003, cet-13. ..........., M. Quraish, Sejarah dan Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999. ..........., Tafsir Al-Misbah, Pesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, vol. 14.
84
85 Surachmad, Winarno, Pengantar Metode Ilmiah Dasar. Bandung: Tarsito, 1985. Suwaidan, S., Numeric Miracles In the Holy Qur’an, www.islamicity.org. Suyuthi, Jalal Al-Din, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an, Beirut: Maktabah AlAshriyyah, 1979. Taslaman, Caner, Miracle of The Qur’an: Keajaiban al-Qur’an Mengungkap Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern, terj. Ary Nilandari. Bandung: Mizan, 2010. Thabathaba’i, Muhammad Husayn, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Beirut: Mu’assasah al-I’lami li al-Mathbu’at, 1991. Thalbah, Hisham, et.al, Ensiklopedia Mukjizat al-Qur’an dan Hadis (Kemukjizatan Angka), terj. Sarif Dede Masyah., et.al, Jakarta: PT. Sapta Sentosa. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis Dan Disertasi. Jakarta: UIN Press, 2007. http/:www.submission.org/miracle-history. http://geocities.com/pilgm/antihadis.htm http://ub.arabsgate.com, http://www.darulkautsar.net http://www.islamnoon.com/ijazresearches.htm, http://www.miraclesofthequran.com/mathematical_01.html)
85