1
I.
Ilmu dan Proses Berpikir Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, dan
pengetahuan merupakan simpulan tertentu menurut kaidah kaidah umum. Ilmu lahir atas dasar rasa ingin tahu manusia dan upaya mencari jawaban terhadap keingintahuan manusia itu dapat menjurus pada keingintahuan ilmiah. Misalnya. mengapa Arjuna harus bertapa di Gunung Indrakila? Guna memperoleh jawaban yang bersifat ilmiah perlu dilakukan pengamatan yang sistematis dalam arti menempuh prosedur tertentu yang akhirnya mendapatkan kesimpulan, bahwa Arjuna bertapa di Indrakila dengan tujuan mendapatkan Senjata Pasupati agar dapat memenangkan Baratayudha. Tan (1954) berpendapat bahwa ilmu selain merupakan himpunan pengetahuan yang sistematis juga merupakan metodologi. Nilai Ilmu tidak saja mngandung pengetahuan, juga membentuk si penuntut ilmu bersikap ilmiah, baik dalam keterampilan maupun pandangan dan prilakunya. Ilmu menemukan rasionalisasi dalam materi-materi dan meningkat-kan keterampilan observasi, eksperimentasi, klasifikasi, analisa serta generalisasi. Dengan adanya rasa ingin tahu manusia menyebabkan ilmu terus berkembang dan membantu kemampuan berpikir atau penalaran manusia. Konsep atau cara kerja ilmu dan berpikir adalah sama yaitu menempuh suatu refleksi berfikir yang teratur dan hati-hati (reflektif thinking). Dalam memecahkan masalah, keduanya dimulai dari rasa sangsi kemudian timbul pertanyaan, dan menemukan pemecahan tentatif untuk selanjutnya diakan penyelidikan atau penelitian yang kritis terhadap sejumlah data dengan metode tertentu yang dianggap tepat.dan dievaluasi secara terbuka. Menurut Kelly (1930) langkah-langkah proses berfikir yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Timbul rasa sulit. Rasa sulit didefinisikan Mencari pemecahan sementara Memberi argumentasi bahwa pemecahannya benar Menunjukan verifikasi (pembuktian) Mengadakan penilaian menuju pemecahan secara mental untuk diuji Memberi pandangan ke depan agar pemecahan itu berguna.
2
Keterangan tadi mempunyai dua buah kriteria penting yaitu: a. Unsur logis; dan b. Unsur analitis. a. Unsur Logis Setiap bentuk berfikir memiliki logikanya tersendiri.
Berfikir secara
nalar tidak lain adalah berfikir logis yang mempunyai konotasi jamak. b. Berfikir Analitis: Dengan menggunakan logika, kegiatan berfikir dengan sendirinya mengandung sifat analitis yang merupakan implikasi dari pola berfikir tertentu. Rasio dan fakta dapat merupakan sumber berfikir. Mereka yang berpendapat, bahwa rasiolah sumber utama kebenaran dalam berfikir digolongkan dalam Mazhab Rasionalisme.
Mereka yang menganggap, bahwa fakta merupakan
sumber utama kebenaran dalam proses berfikir, maka digolongkan dalam mazhab empirisme. Pada hakekatnya, berfikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif.
Keduanya berkaitan erat dengan
rasionalisme dan empirisme. Induksi merupakan cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Contoh: ayam perlu makan untuk hidup; anjing perlu makan; singa perlu makan. Berdasarkan fakta-fakta tadi dapat ditarik kesimpulan secara induktif, bahwa semua hewan perlu makan untuk hidup. Di lain pihak terdapat cara berfikir berdasarkan pernyataan yang bersifat umum, dan dari sini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contoh; dunia pendidikan international pada umumnya menganggap bahwa para dosen di lingkungan Perguruan Tinggi dapat berbahasa inggris. Akan tetapi fakta menunjukan, bahwa sebagian besar para dosen di semua Perguruan Tinggi di Indonesia tidak dapat berbahasa Inggris.
Contoh lain berdasarkan cara berfikir yang bersifat umum,
misalnya masyarakat Bali memeluk Agama Hindu.
Pada hal kenyataan
menunjukkan hal yang berbeda, bahwa pemeluk Hindu pada masyarakat di Bali mungkin berkisar antara 90 % dari populasi yang ada, sedang 10 % lainnya menganut Agama Islam, Kristen, dan Budha.
3
II. Pengertian Penelitian Istilah penelitian adalah terjemahan dari Bhs. Inggris yaitu research Kata re berarti kembali, dan to search berrati mencari. Dengan demikian research berarti “mencari kembali.” Dalam kamus Webster’s New International dikatakan bahwa penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsipprinsip. Ilmuawan lain, Hillway (1956) berpendapat bahwa penelitian tidak lain dari suatumetode study yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hatihati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Sementara itu Witney (1960) mengatakan bahwa penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode berfikir secara kritis (critical thinking) Woody (1927) mengatakan bahwa penelitian meliputi pemberian difinisi dan redifinisi maslah, memformulasikan hipotesa, membuat kesimpulan, dan sekurang-kurangnya melakukan pengujian yang hati-hati atas kesimpulan dan atau hipotesa. Dalam penelitian ilmiah (scientific research) yang menggunakan metode ilmiah (scientific method) selalu ditemukan dua hal penting yaitu unsur observasi dan nalar (reasoning) (Ostle, 1975). Observasi merupakan kerja pengamatan untuk memperoleh fakta-fakta tertentu dengan menggunakan persepsi (sense of perception). Nalar, adalah kekuatan untuk memberi makna terhadap fakta-fakta, hubungan, dan interlesainya dengan pengetahuan lain, sehungga membangun suatu ilmu pengetahuan baru yang dapat bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian maka penelitian dapat diartikan sebagai pencarian pengetahuan dan pemberian arti secara terus-menerus terhadap sesuatu (Nazir, 1988:13-15).
2.1 Ilmu, Penelitian, dan Kebenaran 2.1.1 Kebenaran Ilmiah Ilmu adalah suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisir. Penelitian adalah suatu penyelidikan yang hati-hati, teratur, dan terus-menerus untuk memecahkan suatu masalah. Sebagai kelengkapannya harus didasari atas proses berfikir reflektif sebagai suatu proses memecahkan masalah dalam menghadapi kesulitan. Pertanyaan yang timbul adalah apa hubungan antara ilmu, penelitian dan berfikir reflektif. Witney berpendapat bahwa ilmu dan penelitian adalah sama-sama proses. Hasilnya adalah kebenaran. Kebenaran yang diperoleh melalui penelitian terhadap fenomena-fenomena yang fana adalah suatu kebenaran yang ditenukan melalui proses ilmiah. Kebenaran ilmiah dapat diterima berdasarkan tiga hal, yaitu: A. Adanya koheren B. Koresponden; dan C. Pragmatis.
4
B. Koheren Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya; Si Badu akan mati. Pernyataan ini dianggap benar atau dipercaya karena pernyataan itu koheren dengan pernyataan bahwa semua orang akan mati. Kebenaran matematis juga mengikuti prinsip ini.
C. Koresponden Sifat kebenaran ini diprakarsai oleh Bertrand Russel (1872-1970). Suatu pernyataan dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan obyek ayng dituju oleh pernyataan itu. Misalnya, Jakarta adalah Ibu Kota Republik Indinesia. Sifat kebenaran yang diperoleh dalam proses berfikir secara ilmiah umumnya memiliki sifat koheren dan koresponden. Berfikir secara deduktif menggunakan sifat koheren dalam menentukan kebenaran, sedangkan berfikir secara induktif digunakan sifat koresponden untuk menentukan kebenaran.
D. Kebenaran Pragmatis. Suatu pernyataan dianggap benar karena pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan pragmatis. Suatu pernyataan atau suatu kesimpulan dianggap benar, karena pernyataan itu mempunyai sifat pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Kebenaran Nonilmiah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kebenaran secara kebetulan Kebenaran secara Common sense (akal sehat) Kebenaran melalui wahyu Kebenaran secara intuisi Kebenaran secara trial and error Kebenaran spekulasi Kebenaran karena kewibawaan
III. Proposisi, Dalil, dan Fakta. 3.1 Proposisi Proposisi adalah pernyataan dua sifat dari realita. Proposisi tersebut dapat diuji kebenarannya. Rumusan proposisi yang dapat diterima untuk diuji disebut hipotesa (kesimpulan sementara). Dalam ilmu sosial, proposisi adalah pernyataan dua atau lebih konsep. Konsep atau construct adalah sekumpulan ide-ide yang menjadi satu kesatuan yang di dalamnya terdapat pemahamanpemahaman yang di dudukan dalam satu konteks secara sistemik.
5
Konsep-konsep merupakan ramuan dasar dan fundamental dalam setiap teori. Konsep adalah suatu kata atau pernyataan simbol untuk menunjuk gejala atau sekelompok gejala; konsep digunakan untuk menunjukkan dan mengklasifikasikan pencerapan empiris (Johnson, 1994:35). Sekali konsep itu dikembang-kan, maka konsep itu dapat membantu memberi struktur pada persepsi orang mengenai fakta. Struktur Teori Ilmiah Teori ilmiah harus mampu menjelaskan fakta-fakta yang diamati sebagai konsekuensi-konsekuesnsinya yang secara logis sudah semestinya. Dalam Ilmu kemanusiaan atau sosial hal itu harus disertai pertimbangan tentang faktor-faktor psikologisnya. Kepastian logisnya juga menyangkut tentang faktor motivasinya. Teori yang didasarkan pada konsep-konsep abstraksi pada umumnya hanya sekedar menjelaskan fakta-fakta yang sudah diketahui sebagai sudah diimplikasikan secara logis oleh hipotesis-hipotesisnya (A.B. Shah, 1986:60). Langkah seperti itu menghasilkan apa yang dinamakan konsep hasil abstraksi. Yang dilakukan di sini adalah mengabstrasikan (menarik ke luar) suatu kumpulan benda-benda (observable), yang kecuali ciri ter-sebut, tidak punya persamaan satu sama lain, dan memberikan kepada-nya suatu status logis tersendiri dalam bentuk sebuah konsep. Ada lagi satu cara lain untuk menunjuk konsep yaitu dengan cara mendifinisikan secara implisit (A.B. Shah, 1986:57) yaitu konsep yang menunjuk pada hakekat atau proses yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi eksistensinya disimpulkan dari sesuatu yang dapat diamati. Menurut Mc Kinney “semua konsep adalah generalisasi dan semua generalisasi mengandung abstraksi. Tingkat abstraksi yang paling rendah menunjuk pada konsep-konsep dasar (primitif) dan kongkret. Konsep dasar adalah konsep yang tidak dapat didefinisikan dengan konsep-konsep lainnya; artinya dapat menjadi jelas dengan menunjukkan contoh-contoh empiris sehingga pengamat dapat me-ngalami kesankesan inderawi secara langsung. Suatu konsep kongkret (dipertentangkan dengan yang abstrak) adalah konsep yang bersifat spesifik dalam waktu dan tempat tertentu; dan menunjuk pada aspek-aspek yang unik dari suatu gejala (Paul Johnson, 1994:36-37). Construct atau konsep yang abstrak tidak mungkin menunjuk pada satu entitas fisik tertentu. Maka konsep ini bukan konsep hasil abstraksi seperti ‘makan’ misalnya. Inilah konsep-konsep (construct) yang arti penuhnya hanya dapat dinyatakan dalam postulat-postulat dan dinamakan konsep hasil inteleksi (concept by intellection). Contoh: enersi, gravitasi, jiwa dll. Konsekuensi logis dari kosep ini adalah adanya suatu jurang tertentu yang memisahkannya dari korelasi empiris. Yang dapat dilakukan adalah mengacu kepada suatu situasi empiris dan mengatakan bahwa suatu analisis rasional dan suatu pemahaman rasional mengenai situasi itu memerlukan konsep-konsep tertentu melalui inteleksi. Dengan postulat-postulat itu orang dapat—dan ini yang penting—mendeduksikan, dengan metode-metode logika sejumlah pernyataan
6
faktual dan pernyataan-pernyataan yang mengandung konsep-konsep abstraksi. Tidak ada ilmu yang menjadi dewasa kecuali yang bertumpu pada konsep-konsep inteleksi, sebab teori yang hanya berdasarkan pada konsep abstraksi memiliki daya ramal yang kecil, karena postulat-postulatnya diabstraksikan dari data yang dapat diamati, dan tidak dapat melangkah jauh melampaui apa yang diamatinya. Baru apabila sebuah teori didasarkan pada konsep inteleksi ia dapat menembus batas-batas kelahirannya dan menyarankan percobaan-percobaan dan penemuanpenemuan baru (A.B. Shah, 1986:57-58). Contoh konsep dalam ilmu sosial: a. Seorang dalang yang sering pentas secara ekonomis akan dapat menjadi kaya. b. Seorang pesinden yang berkualitas dan cantik akan bisa laris. (Keterangan: setiap kata yang digaris bawah mengandung dimensi konseptual). Di dalam setiap konsep tersebut ada yang berfungsi sebagai penyebab dari faktor lainnya. Tentukanlah faktor penyebabnya! 3.2 Dalil Proposisi yang jangkauannya luas dan didukung data empiris disebut dalil (scientific law). Dalil adalah singkatan dari suatu pengetahuan tentang hubungan sifat-sifat tertentu yang bersifat umum. 3.3 Teori. Teori merupakan sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan proposisi dan dalil. Teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu sama lain atau suatu set proposisi yang mengandung pandangan sistematis dari fenomena (Kerlinger 1973). Terdapat tiga cara mengenal teori. 1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari construct yang sudah didefinisikan secara luas dengan menyertakan hubungan unsur-unsur secara jelas. 2. Teori menjelaskan hubungan antar variabel atau konstrak (construct) sehingga pandangan sistematik dari berbagai fenomena yang diterangkan variabel kelihatan jelas. 3. Teori menjelaskan fenomena dengan cara menspesifikasikan hubungan variabel (Nazir, 1988:21). 3.4 Fakta Fakta adalah pengamatan yang diverifikasikan secara empiris. Fakta dapat menjadi ilmu, dan dapat pula tidak. Jika fakta hanya dikumpulkan secara random tidak akan menghasilkan ilmu. Fakta dapat menjadi ilmu jika dikumpulkan secara sistematis. Fakta tanpa teori juga tidak menghasilkan ilmu. Fakta ilmiah adalah produk pengamatan yang sistematis dan memiliki relevansi dengan teori. Dengan
7
demikian teori memperlihatkan hubungan antarafakta atau suatu pengurutan fakta dalam bentuk yang mempunyai arti. Di sisi lain fakta juga mempunyai peran dan interaksi dengan teori. Peran fakta terhadap teori antara lain Meramalkan Memperkecil Jangkauan
Meringkaskan Memperjelas Celah
Fakta
Teori
Konse p atau constr
Memprakarsai
uct adalah
Menolak
sekum
Menukar Orientasi
pulan
Mendefinisikan kembali
ide-ide yang
Memberi Jalan Mengubah
menja Penjelasan di satu 1. Fakta memprakarsai teori. kesatu Fakta tidak secara langsung menghasilkan teori, tetapi kumpulan andari fakta-fakta dapat digunakan untuk menyusun generalisasi utama yang berjenis-jenis. Dengan menghubungkan generalisasiyang generalisasi dimungkin-kan dapat menghasilkan sebuah teori. di 2. Fakta Memformulasikan kembali teori yang ada. dalam Fakta-fakta yang dikumpulkan dapat pula digunakan untuk nyamengembangkan teori lama, terutama jika fakta-fakta yang dikumpulkan tidak lagi sesuai dengan teori dan teori seperti ini terdap sudah perlu disesuaikan dengan fakta (reformulasi terhadap teori). at pemah amanpemah aman yang
8
3. Fakta dapat menolak teori Jika dalam suatu penelitian terdapat bahwa teori tidak sesuai lagi dengan fakta, maka teori tersebut tidak perlu diformulasikan lagi, tetapi ditolak. Akan tetapi, terdapat kemungkinan kondisi observasi kurang mendukung sehingga dapat menyebabkan hasil amatan atau fakta yang dikumpulkan tidak cocok dengan teori. 4. Fakta Mengubah Orientasi Teori Adakalanya fakta yang diperoleh baru dapat disesuaikan dengan teori, jika teori tersebut didefinisikan kembali. Fakta-fakta ini dapat memperterang teori dan mengajak orang untuk mengubah teori. Hubungan Penelitian dan Teori. Teori memberi dukungan penelitian dan penelitian pun memberi kon-tribusi kepada teori. Teori dapat memandu penelitian agar berhasil sesuai harap-an. Teori dapat meningkatkan arti penemuan penelitian dan menjadikan proposisi abstrak yang lebih umum. Teori adalah tool of science . Sebagai alat dari ilmu teori berperan sebagai: a. mendefinisikan orientasi utama ilmu melalui pendefinisian berbagai jenis data yang akan dibuat abstarksinya. Memperkecil range atau jangkauan data/fakta yang dijadikan subyek kajian, karena banyak jenis data yang dapat dipelajari dari berbagai aspek. b. memberi scheme konseptual yang membantu mensistematisasikan berbagai fenomena yang relevan, mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur konsep karena konsep selalu berubah-ubah mengikuti fenomena atau gejala yang diamati, dan mencari hubungan-hubungan antar variabel. c. memberi ringkasan terhadap fakta dan mempermudah menyusun generalisasi empiris, serta membangun ringkasan hubungan-hubungan antargeneralisasi atau pernyataan. d. memberi prediksi terhadap fakta. Penyingkatan fakta-fakta oleh teori menghasilkan uniformitas pengamatan-pengamatan. Hal ini mempermudah memprediksikan fakta-fakta. e. memperjelas celah-celah terhadap pengetahuan. Teori memberi petunjuk dan memperjelas wilayah dan ilmu pengetahuan yang belum dieksplorasikan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa: 1. Teori meningkatkan keberhasilan penelitian dengan cara menghubungkan berbagai penemuan yang berbeda-beda ke dalam suatu keseluruhan dan memperjelas proses-proses yang terjadi di dalamnya. 2. Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubunganhubungan yang diamati dalam suatu penelitian.
9
IV. JENISJENIS PENELITIAN Secara umum penelitian dapat dibagi dua jenis, yaitu penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). 4.1 Penelitian Dasar (basic research) Penelitian dasar juga disebut penelitian murni yaitu suatu pencarian untuk dapat menwujudkan perhatian dan rasa keingintahuan terhadap aktivitas manusia. Penelitian dasar tidak berorientasi pada kepentingan praktis atau titik terapan. Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan dan pengertian-pengertian tentang sesuatu. Pengetahuan dan pengertian-pengertian ini dapat digunakan sebagai sarana memecahkan masalahmasalah praktika, walaupun tidak memberikan jawaban menyeluruh terhadap suatu permasalahan pratika tersebut. Penelitian yang dapat menjawab kepentingan praktis ini adalah pe-nelitian terapan. Perhatian utama penelitian murni adalah kesinambungan dan integritas dari ilmu dan filosofi. Menurut Hogben (1938) Penelitian murni dapat diarahkan ke mana saja, tanpa memikirkan hubungannya dengan berbagai kejadian yang diperlukan masyarakat.
Menurut Charters (1920)
menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas pemilihan masalah yang khas dari sumber mana saja, dan memecahkan secara hati-hati masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial dan ekonomi masyarakat. Contoh penelitian dasar misal tentang gene . Dalam penelitian pedalingan misalnya a). 1997. The Conception of The Power of Paku Buwana II in Kayon Gapuran With The Drawing of Buffalo and Tiger: A Reconstruction of Culture. b). 1998. The Story of Gareng as God: A Sociological view. c). 1999. The Influence of Mangkunagaran Style on Elder Puppeteers in Wonogiri (Research report). d). 2003 Wayang Kulit Gaya Surakarta di Nganjuk: Persebaran dan Perkembangannya.
10
3. Penelitian Terapan Penelitian terapan (applied research, practical research) adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap satu masalah. Penelitian dimaksudkan agar hasilnya dengan segera dapat digunakan untuk keperluan tertentu. Penelitian tidak selalu menghasilkan penemuan baru, tetapi dapat pula aplikasi baru dari penelitian yang sudah ada.
Para peneliti terapan me-merinci hasil penelitian dasar untuk
keperluan praktis dalam bidang-bidang tertentu. Ilmuwan yang mengerjakan penelitian terapan berkeinginan agar hasil penelitiannya dapat digunakan masyarakat, baik untuk keperluan ekonomi, politik, dan kegiatan
ocial lainnya. Dalam melakukan penelitian terapan dipilih masalah
yang berkait langsung dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap peraktik-peraktik yang ada.
Langkah-langkah Penelitian Terapan: a. Sesuatu yang sedang diperlukan, dipelajari, diukur, dan diperiksa kelemahannya. b. Salah satu dari kelemahan dipilih untuk diteliti. c. Dilakukan pemecahan di laboratorium. d. Dilakukan modifikasi penyelesaian agar dapat diterapkan. e. Pemecahan dipertahankan dan ditempatkan dalam satu kesatuan yang permanen dari satu ocial. Contoh penelitian terapan. 1.“Pengaruh Traktorisasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja”. 2.“Pengaruh Penerapan Perangkat Ageng Karawitan Pakeliran terhadap Penyerapan Pengrawit”. (judul ini masih bersifat cobacoba dan belum dilakukan penelitian). 4.
Penelitian Ilmu Sosial VS Ilmu Natura.
Penelitian dalam ilmu
ocial merupakan satu proses yang terus-
menerus, kritis, dan terorganisasi untuk mengadakan interpretasi terhadap fenomena
ocial yang mempunyai hubungan yang kait-mengkait.
Penelitian ilmu
ocial juga berpijak pada metode ilmiah, karena harus di-
dukung oleh lerangka analitik dan teori yang berbeda dalam menganalisis
11
sebab-musabab.
Hal ini disebabkan oleh rumitnya interelasi antar
fenomena dalam ilmu No. 01. 02. 03. 04.
ocial itu sendiri.
Penelitian Ilmu Sosial Fenomena bersifat kompleks Fenomena tidak dapat dikontrol Orientasi luas Pengamatan terlibat
Penelitian Ilmu Natura Fenomena tidak kompleks Fenomena dapat dikontrol Orientasi khusus Pengamat imparsial
V. PRADIGMA PENELITIAN KUALITATIF, PENYUSUNAN TEORI DAN PERSOALAN GENERALISASI, KAUSALITAS ETNIK-ETNIK. 5.1 Pradigma Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif atau penelitian ilmiah merupakan suatu taraf fungsi yang dilakukan oleh peneliti. Dasar penelitian ini mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif mengarahkan sasaran penelitiannya untuk menemukan teori dasar yang bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus dan memiliki seperangkat kreteria untuk me-meriksa keabsahan data. Pradigma, menurut Bogdan dan Biklen, adalah kumpulan dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dari penelitian pradigma alamiah yang bersumber dari pandangan positivisme, sedangkan dari pandangan alamiah bersumber dari pandangan fenomenologis. Paradigma alamiah mula-mula bersumber pada pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher yang kemudian lebih dikenal dengan pandangan fenomenologis. Fenomenologi berusaha memahami perilaku manusia
dari segi kerangka berfikir maupun bertindak orang-
orang itu sendiri. Yang terpenting dari mereka adalah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau yang dipikirkan oleh orang-orang itu sendiri.
12
5.2 Beberapa Segi Suatu Teori 5.2.1 Pengertian dan fungsi teori a. Menurut Snel Becker Teori
sebagai
suatu
seperangkat
proposisi
yang
terintegrasi secara sintaksis (cara untuk mengikuti suatu aturan tertentu secara logis dengan data dasar yang dapat diamati). b. Menurut Marx dan Goodson Teori adalah aturan menjelaskan proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah. Teori ini terdiri atas Representasi Simbolik dari : 1. Hubungan-hubungan yang dapat diamati di antara kejadiankejadian (yang diukur). 2. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubunganhubungan yang demikian. 3. Hubungan
yang
disimpulkan serta
mekanisme
dasar
yang dimaksudkan untuk data dan hubungan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung. c.
Menurut Glaser dan Strauss Menyadarkan rumusan teori dasar. Teori berasal dari data dan diperoleh secara analistis dan sistematis melalui metode komparatif. Jika dikaji, ternyata keduanya mempunyai kesamaan dalam fungsi teori guna menjelaskan dan meramalkan fenomena.
5.2.2 Bentuk Formulasi Teori a. Dalam bentuk seperangkat proposisi atau proposisi atau proposional b. Dalam bentuk diskusi teoritis yang memanfaatkan kategori konseptual dan kawasannya.
13
5.2.3 Teori Substantif dan Teori Formal a. Teori Substantif Adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam suatu ilmu pengetahuan, misalnya Sosiologi, Anthropologi, dan psikologis. b. Teori Formal Adalah teori yang disusun secara konseptual dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya sosiologi. 1. Unsur-unsur Teori Dibagi dua menurut Analisa perbandingan. a. Kategori konseptual dan kawasan konseptualnya. b. Hipotesis atau hubungan generalisasi di antara kategori dan kawasan-nya secara integral. 5.3 Penyusunan Teori 5.3.1 Penyusunan teori formal dan kegunaannya. Adalah penyusunan teori yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Tidak langsung, artinya bahwa penyusunan dilakukan melalui Teori Substantif terlebih dahulu. Teori Formal dibagi dua. a. Teori formal satu bidang. Yaitu penulisan yang berasal dari satu bidang Substantif dengan cara menghilangkan kata-kata sifat. b. Teori formal dua bidang. Yaitu penulisan dengan memilih kelompok ganda dari satu bidang Substantif. Kegunaan Teori Formal a. Menguji Teori dari para ahli terkenal. b. Membandingkan hasil-hasil penelitian melalui arahan dan bimbingan teori pokok. c. Menerapkan beberapa teori formal yang sudah diketahui peneliti dalam usaha memberi arti yang lebih besar terhadap isinya. d. Untuk menyusun teori dengan kerangka yang agak longgar.
14
6
Persoalan yang berkaitan dengan teori 1. Persoalan generalisasi 2. Persoalan kausalitas 3. Persoalan etnik-etnik
VI. PERUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya pe-nyempurnaan rumusan masalah itu masih atau tetap dilakukan meskipun peneliti sudah berada di latar belakang penelitian. Sehingga peneliti perlu membatasi diri pada faktor-faktor tertentu saja pada lingkungan penelitiannya, yang berarti masih dapat berkembang sekaligus disempurnakan pada waktu peneliti sudah berada di-lapangan. Perumusan masalah tergantung pada tiap-tiap individu peneliti dan hasil analisanya dituangkan ke dalam prinsip perumusan masalah yang dapat dijadikan pegangan para pembacanya. Prinsip-prinsip perumusan masalah tersebut adalah : 1. Prinsip teori sebagai dasar/upaya menemukan acuan penelitian. 2. Prinsip maksud perumusan masalah untuk menyusun teori-teori 3. Prinsip hubungan faktor konsep, peristiwa, pengalaman, fenomena. 4. Prinsip fokus untuk membatasi kajian penelitian. 5. Prinsip yang berkaitan dengan kreteria Inklusi – Eksklusi. 6. Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah. 7. Prinsip posisi perumusan masalah. 8. Prinsip hasil kajian kepustakaan. 9. Prinsip penggunaan bahasa Semua perinsip tersebut dimaksudkan agar peneliti mempunyai pegangan dalam merumuskan suatu masalah.
15
VII. TAHAP-TAHAP PENELITIAN Tahap-tahap penelitian kualitatif dapat dibagi dalam 4 tahap. 1. Tahap pra lapangan 2. Tahap seorang peneliti bekerja sebelum melakukan penelitian -
Tahap peneliti benar-benar mempersiapkan diri menghadapi lapangan penelitian termasuk cara mengingat data hasil jaringan, baik pada pengumpulan data maupun pada saat analisis data.
3. Tahap Analisis Data -
Adalah Proses mengorganisasikan dan megurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan ke dalam hipotesis kerja seperti yang disarankan.
VIII. PRADIGMA PENELITIAN KUALITATIF, PENYUSUNAN TEORI, DAN PERSOALAN GENERALISASI, KAUSALITAS ETNIK-ETNIK. Pradigma Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif atau penelitian ilmiah merupakan suatu taraf fungsi yang dilakukan oleh peneliti. Dasar penelitian ini mengandalkan: 1. manusia sebagai alat penelitian 2. memanfaatkan metode kualitatif 3. mengadakan analisis data secara induktif 4.mengarahkan sasaran penelitian untuk menemukan teori dasar yang bersifat deskriptif 5. lebih mementingkan proses dari pada hasil. 6. membatasi studi dengan focus; dan 7. memiliki seperangkat kreteria untuk memeriksa keabsahan data. Pradigma, menurut Bogdan dan Biklen, adalah sejumlah asumsi konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dari penelitian pradigma alamiah yang berasal dari pandangan positivisme, sedangkan pandangan non-alamiah berasa dari pandangan fenomenologis.
16
Paradigma alamiah mula-mula bersumber pada pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher yang kemudian lebih dikenal dengan pandangan fenomenologis. Fenomenologi berusaha memahami perilaku manusia
dari segi kerangka berfikir maupun bertindak orang-
orang itu sendiri. Yang terpenting dari mereka adalah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau yang dipikirkan oleh orang-orang itu sendiri. Beberapa Segi Suatu Teori 1.Pengertian dan fungsi teori a. Menurut Snel Becker Teori sebagai suatu seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (cara untuk mengikuti suatu aturan tertentu secara logis dengan data dasar yang dapat diamati). b. Menurut Marx dan Goodson Teori adalah aturan menjelaskan proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah. Teori ini terdiri atas Representasi Simbolik dari : 2. Hubungan-hubungan yang dapat diamati di antara kejadian-kejadian (yang diukur). 3. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan yang demikian. 4. Hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksud kan untuk data dan hubungan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung. c. Menurut Glaser dan Strauss Menyadarkan rumusan teori dasar. Teori berasal dari data dan diperoleh secara analistis dan sistematis melalui metode komparatif. Jika ternyata keduanya mempunyai kesamaan fungsi teori berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
17
5. Bentuk Formulasi Teori c. Dalam bentuk seperangkat proposisi atau proposional d. Dalam bentuk diskusi teoritis yang memanfaatkan kategori konseptual dan kawasannya. 6. Teori Substantif dan Teori Formal c. Teori Substantif Adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam suatu ilmu pengetahuan, misalnya Sosiologi, Anthropologi, dan psikologis. d. Teori Formal Adalah teori yang disusun secara konseptual dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya sosiologi. 8. Unsur-unsur Teori Dibagi dua menurut Analisa perbandingan. c. Kategori konseptual dan kawasan konseptualnya. d. Hipotesis atau hubungan generalisasi di antara kategori dan kawasannya secara integral. Penyusunan Teori Penyusunan teori formal dan kegunaannya. Adalah penyusunan teori yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Tidak langsung, artinya bahwa penyusunan dilakukan melalui Teori Substantif terlebih dahulu. Teori formal dibagi dua. c. Teori formal satu bidang. Yaitu penulisan yang berasal dari satu bidang Substantif dengan cara menghilangkan kata-kata sifat. d. Teori formal dua bidang. Yaitu penulisan dengan memilih kelompok ganda dari satu bidang Substantif. Kegunaan Teori Formal 1. Menguji Teori dari para ahli terkenal. 2. Membandingkan hasil-hasil penelitian melalui arahan dan bimbingan teori pokok.
18
3. Menerapkan beberapa teori formal yang sudah diketahui peneliti dalam usaha memberi arti yang lebih besar terhadap isinya. 4. Untuk menyusun teori dengan kerangka yang agak longgar. 7
Persoalan yang berkaitan dengan teori -
Persoalan generalisasi Persoalan kausalitas Persoalan etnik-etnik
IX. PRINSIP-PRINSIP PERUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan masalah itu masih atau tetap dilakukan meskipun peneliti sudah berada di latar belakang penelitian. Sehingga peneliti perlu membatasi diri pada faktor-faktor tertentu saja di lingkungan penelitiannya, yang berarti masih dapat berkembang sekaligus disempurnakan pada waktu peneliti sudah berada dilapangan. Cara merumuskan masalah tergantung pada tiap-tiap individu peneliti dan hasil analisanya dituangkan ke dalam prinsip perumusan masalah yang dapat dijadikan pegangan bagi pembaca. Prinsip-prinsip perumusan masalah tersebut adalah : 1. Prinsip teori dan dasar sebagai upaya menemukan acuan penelitian. 2. Prinsip maksud perumusan masalah untuk menyusun teori-teori 5. Prinsip hubungan faktor-faktor konsep, peristiwa, pengalaman, fenomena. 6. Prinsip fokus untuk membatasi kajian penelitian. 7.
Prinsip yang berkaitan dengan kreteria Inklusi – Eksklusi.
8.
Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah.
9.
Prinsip posisi perumusan masalah.
19
10. Prinsip hasil kajian kepustakaan. 11. Prinsip penggunaan bahasa Semua perinsip tersebut di atas dimaksudkan agar peneliti mempunyai pegangan dalam rangka merumuskan suatu masalah.
TAHAP-TAHAP PENELITIAN Tahap-tahap penelitian kualitatif dapat dibagi dalam 4 tahap. 1. Tahap pra lapangan 2. Tahap seorang peneliti bekerja sebelum melakukan penelitian -
Tahap peneliti benar-benar mempersiapkan diri menghadapi lapangan penelitian termasuk cara mengingat data hasil jaringan, baik pada pengumpulan data maupun pada saat analisis data.
3. Tahap Analisis Data -
Adalah Proses mengorganisasikan dan megurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan ke dalam hipotesis kerja seperti yang disarankan. PERTIMBANGAN DALAM MEMILIH MASALAH PENELITIAN.
No.
Extrascientific criteria/di luar kawasan kriteria ilmiah
Scientific criteria/kriteria ilmiah
01.
Minat atau kepentingan peneliti thd. masalah yang hendak diteliti. Kepentingan umum/masyarakat
Dapat tidaknya suatu masalah ditelaah secara ilmiah Signifikansi/kebermaknaan masalah yang diteliti. Kelayakan metodologis suatu masalah untuk diteliti.
02. 03.
Resistensi social, cultural, dan ideologi thd. masalah yang akan diteliti.
20
Penjelasan A.Extrascientific criteria/di luar kawasan kriteria ilmiah 1. Minat Peneliti akan bergairah dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat, kepentingan dan kecondongan pribadinya. Bila masalah termasuk dalam kawasan yang diminati dan menjadi kepentingannya, akan mengandung kegairahan dan kesungguhan dalam meneliti masalah itu, dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam memilih masalah yang diteliti, peneliti perlu mempertimbangan daya tarik masalah dan kesesuaiannya dengan minat.
2. Kepentingan umum/masyarakat. Kepentingan umum atau masyarakat juga perlu diperhatikan, terutama kesesuaian atau relevansinya dengan kepentingan masyarakat. Kesesuaian masalah yang diteliti dengan kepentingan umum dapat memudahkan peneliti memperoleh dukungan dari masyarakat dalam menyelesaikan penelitian; seperti dukungan dana dan perolehan kesahihan data, lebih-lebih penelitian yang di-rancang mengharapkan dana bantuan dari pemerintah atau lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pelayanan masyarakat.
3. Resistensi Peneliti juga perlu mempertimbangkan kepekaan atau ketabuan suatu masalah yang jika diadakan penelitian mengundang reaksi negative masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang dikenai penelitian. Jadi terdapat kemungkinan ditolak jika suatu masalah diteliti, baik karena alas an social, cultural, maupun ideologis. Jika digambarkan, akan tampak seperti diagram berikut ini. PEMILIHAN MASALAH PENELITIAN
Minat dan Kepentingan Peneliti
Kepentingan Umum/Masyarakat
Resistensi Sosial, Cultural, Ideologis
21
B. Scientific Criteria/Dalam Kawasan Kriteria Ilmiah 1. Dapat Tidaknya suatu Masalah diteliti secara ilmiah Masalah penelitian baru dapat ditelaah secara ilmiah (researchable) manakala gejala atau indikasi atau realitasnya dapat diamati (observable). Gambaran kehidupan sesuadah mati misalnya, jelas tidak dapat diamati, berarti tidak dapat diteliti atau ditelaah secara ilmiah. Artinya tidak semua dapat diamati. Masalah yang dapat diteliti adalah masalah yang jawaban atau pemecahannya merupakan hasil pengumpulan dan penganalisisan data; kalau data tidak dapat dikumpulkan berarti masalah tersebut tidak dapat diteliti.
2. Signifikansi atau Kebermaknaan Masalah Kebermaknaan maslaah berkaitan dengan nilai penemuan yang akan diperoleh seandainya masalah tersebut diteliti.
Suatu masalah dikatakan ber-
makna apabila jawaban atau pemecahannya melahirkan pengetahuan baru yang memang penting, baik bagi penambahan khasanah ilmu pengetahuan baru (pengembangan bangunan pengetahuan) maupun bagi kepentingan praktis/ kebijakan. Keguaan teoritis berkenaan dengan nilai eksplanasi, prediksi, dan pengendalian hasil penelitian, sedangkan kegunaan praktis berkenaan dengan nilai informasi yang didapatkan dari hasil meneliti suatu masalah bagi kepentingan praktis/kebijakan. Terdapat dua ungkapan yang menarik yang perlu diperhatikan oleh peneliti. Ungkapan pertama menyatakan: “Learning more and more about less and less until researcher knows everything about nothing”. Ungkapan yang kedua menyatakan yang sebaliknya, yaitu “ Learning less and less about more and more until one knows nothing about everything”.
Ungkapan pertama
mensinyalir demikian sempitnya lingkup dan batasan masalah yang diteliti, sehingga banyak sekali yang diketahui mengenai “persoalan sempit” tadi, dan karenanya, si peneliti menjadi tahu segala-galanya mengenai hal yang tiada berarti. Pernyataan kedua, mensinyalir demikian luasnya cakupan masalah yang diteliti, sehingga hanya sedikit yang diketahuinya, dan oleh karena itu, si peneliti tidak mengetahui apa-apa mengenai segala hal. Kedua ungkapan tadi menunjukan betapa tidak mudahnya memilih masalah yang benar-benar bermakna.
22
Adapun yang berkenaan dengan “Kelayakan Metodologis”, pada dasarnya menyangkut soal konseptualisasi (deduksi konsep, teori, atau hipotesis), pengukuran, keterolehan data, dan penganalisaan data. Konsetualisasi berkenaan dengan spesifikasi atau operasionalisasi, atau representasi yang bersifat empiris dan terukur (melalui berfikir deduktif) dari suatu konsep, teori, atau hipotesis. Dalam hubungan ini, suatu masalah dikatakan layak secara metodologis apabila konsep-konsepnya, landasan teorinya, dan hipotesisnya dapat disimpulkan spesifikasi yang mereprensentasikannya berupa batasan operasional dari suatu konsep atau istilah. Istilah atau konsep “prestasi belajar” misalnya, batasan o[perasionalnya (spesifikasi yang merepresentasikannya) dapat dikatakan dengan “hasil belajar yang tercermin pada nilai mata pelajaran yang diperoleh sebagaimana terdapat dalam buku atau kartu nilai” (prestasi belajar = nilai mata pelajaran yang diperoleh sebagaimana dalam buku atau kartu nilai) . Contoh lain; Dalang laris = frekuensi pentas dalam satu bulan atau satu tahun. Mengenai landasan teori, barulah dikatakan layak digunakan dalam meneliti suatu masalah, apabila teori tersebut dapat dinyatakan konsekuensi logisnya yang spesifik (yang selanjutnya disebut hipotesis atau teoritisasi deduktif). Artinya, suatu masalah yang diangkat dari suatu teori tertentu haruslah merupakan spesifikasi yang merepresentasikan teori bersangkutan termasuk juga formulasi hipoteseis yang merupakan jawaban sementara mengenai masalah tersebut. Oleh sebab itu, suatu penelitian yang pilihan masalahnya dimaksudkan untuk menguji deduksi dari suatu teori, perlu sekali mempertanyakan kesenjangan logis (logical gap) yang menyela di antara teori dengan hipotesis dan masalah penelitian. Kalau terjadi kesenjangan logis, berarti bukan merupakan kesimpulan deduktif dari suatu teori, dan karenanya, hipotesesis dan masalah tersebut kurang layak untuk diteliti di dalam kerangka teori yang melandasinya. Contoh masalah (sebagai kesimpulan deduksi) yang dikembangkan dari suatu teori adalah: Apakah anak-anak yang orang tuanya sangat membatasi kebebasan mereka akan memperoleh biji lebih rendah di dalam menyelesaikan tugas-tugas “studi bebas”nya dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak membatasi
23
kebebasan mereka? (pertanyaan ini dikembangkan secara logis dari teori Mc Clelland yang menyatakan bahwa “intensitas motif berprestasi merupakan akibat langsung dari pengalaman kebebasan dan kemandirian seseorang di masa kecilnya atau di usia anak-anak”).
BUKU RUJUKAN Faisal, Sanapiah 1995 Fromat-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Cetakan ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.38-44.