HumanCapital n
No. 33 n Tahun III n 15 Maret - 15 April 2014
n
Rp. 30.000,-
Journal
Achieving Human Capital Excellence
w.huma
apitalj
HC Journal Digital
na our l.c
nc
ww om
Kritik Terhadap
Implementasi Competency Based HR Management Mimpi-mimpi 1-2-3
Kompetisi ke Kompetensi
Arsitektur Kompetensi
Foreword
Ironi Manajemen Hr Berbasis Kompetensi?
HumanCapital Achieving Human Capital Excellence
Journal
Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Andedes Cipta, Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Kristiadi, Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Siti Insaroh, Purwanti Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840 Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected] [email protected] Website : www.humancapitaljournal.com www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/menggandakan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang-undang
T
erlepas dari meluasnya adopsi konsep Competency Based HR Management (CBHRM) di Indonesia, manfaat implementasi CBHRM memang banyak dipertanyakan oleh jajaran manajemen puncak organisasi. Ada kesan implementasi CBHRM decouple – meminjam istilah ekonomi – dengan manajemen organisasi. Seakan-akan CBHRM hanya sistem manajemen dari kacamata orang-orang SDM, tetapi seperti terlepas dengan manajemen bisnis organisasi secara keseluruhan. Hal ini berawal dari tidak terlihatnya dampak nyata dari implementasi CBHRM terhadap peningkat an kinerja organisasi secara berkelanjutan. Jelas hal ini sebuah ironi. Manajemen berbasis kompetensi dibangun tentu bertujuan untuk mendukung kinerja pegawai, kinerja unit kerja, dan kinerja organisasi. Konsep dasarnya pasti seperti itu. Kalau sese orang memiliki gap kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi Jabat an (SKJ)-nya, maka program training dan pengembangan yang dilakukan diharapkan meningkatkan kompetensi yang bersangkutan, yang pada gilirannya meningkatkan kinerjanya. Namun, hubungan logis semacam itu hanya bisa terjadi bilamana kompetensi yang menempel kepada seorang pegawai benar-benar mendukung yang bersangkutan meningkatkan kinerjanya. Isu utamanya adalah, bagaimana organisasi mendefinisikan kompetensinya? Bagaimana arsitektur kompetensi, pemodelan kompetensi, dan kamus kompetensi dibangun? Tampaknya ada banyak kesalahan yang dilakukan organisasi saat membangun CBHRM. Kesalahan utama nya berporos kepada bagaimana kamus
kompetensi disusun dan dioperasio nalkan oleh organisasi. Misalnya, bagaimana organisasi mendefinisikan kompetensi strategis atau kompetensi intinya? Sejauh mana ia mengacu kepada misi, visi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisasi? Setelah itu, apakah organisasi merasa cukup hanya menyusun kompetensi inti dan mengabaikan pen tingnya kompetensi pada unit fungsional dalam organisasi? Tampaknya, banyak organisasi yang merasa cukup puas dengan menyusun kompetensi inti, kompetensi teknis unit fungsional, dan kompetensi manajerial saja dengan mengabaikan kompetensi perilaku di unit fungsional. Inilah sumber masalah berikutnya dari implementasi CBHRM. Sebagian besar pegawai bekerja di unit fungsional, dan untuk berhasil menjalankan perannya, para pegawai tersebut juga harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan di unit fungsional tersebut. Kompetensi di level unit kerja stra tegis dalam upaya mendukung keberhasilan implementasi kompetensi inti organisasi. Maka, keselarasan antara kompetensi inti dengan kompetensi unit fungsional membentuk kompetensi yang kokoh bagi keberhasilan pegawai dalam melaksanakan perannya dalam organisasi. Edisi ini membahas CBHRM dan berbagai kesalah an implementasinya. Juga mengupas solusi CORE (Corporate Competency Excellence) yang dikembangkan oleh PT Menara Kadin Indonesia (MKI) dalam upaya meningkatkan efektifitas CBHRM. Tentu masih banyak tulisan lainnya yang bermanfaat. Selamat membaca. l Redaksi
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 3
From Chief Editor
K
Kompetensi vs. Potensi
ompetensi dan potensi individual adalah pernyataan yang paling sering kita de ngar ketika berbicara tentang kualitas diri seseorang. Kedua istilah tersebut sering membingungkan dan tertukar dalam penggunaannya. Untuk menguji apakah kedua hal tersebut sama maknanya, marilah kita mengajukan pertanyaan: apakah seseorang yang memiliki kompetensi tinggi juga memiliki potensi yang juga tinggi? Secara umum memang bisa dikatakan kedua istilah tersebut berban ding lurus. Orang yang kompeten juga dianggap punya potensi yang baik pula. Tetapi, tidak selalu hal tersebut berbanding lurus. Berdasarkan hasil asesmen kompetensi yang dilakukan terha dap banyak eksekutif perusahaan-perusahaan klien, pada akhirnya kami bisa menyimpulkan bahwa kompetensi tidaklah sama dengan potensi. Sebagai contoh, seorang General Manager (GM) dinilai sangat kompeten sebagai GM, namun tidak direkomendasikan menjadi Direktur karena potensinya untuk berhasil menjadi seorang Direktur tidak begitu bagus. Ketika seseorang menjabat GM, kompetensi utama yang harus dimiliki seseorang adalah keahlian yang berkaitan dengan aspek operasional perusahaan. Kendatipun seorang GM juga harus memiliki kompetensi peran (role competency) berupa mana gerial skill dan leadership skill, tetapi keahlian yang bersifat strategis belum begitu diharapkan dari seorang GM. Lain halnya dengan seorang Direktur, di mana kompetensi strategis harus benar-benar dimiliki untuk berhasil. Misalnya, visioning, strate gic/analytical/conceptual thinking, decision making & problem solving, strategic market awareness, dan sebagainya. Maka, seorang GM yang berhasil belum tentu sukses menjadi seorang Direktur. Kenapa bisa begitu? Berdasarkan beberapa refe rensi, termasuk dari pasangan Spencer dan Spencer, penulis buku Competence at Work, kompetensi me rupakan gabungan dari karakter, konsep diri, sikap, pengetahuan, dan keahlian yang dimiliki seseorang 4 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
untuk menghasilkan kinerja terbaik. Dalam dataran praktik, kompetensi direduksi menjadi sikap, pengetahuan, dan keahlian ataupun perilaku dari seseo rang. Orang yang disebut kompeten adalah orang yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keahlian atau perilaku yang sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ)-nya. SKJ merupakan level kompetensi yang harus dimiliki seseorang berdasarkan daftar kompetensi yang telah ditetapkan untuk setiap jabatan. Faktor pembeda utama dari kompetensi mereka yang menjadi pemimpin – umumnya manajer ke atas – terletak pada kompetensi manajerial dan kepemimpinan. Semakin tinggi level jabatan, semakin tinggi pula keahlian manajerial yang diperlukan dan semakin strategis cara berpikirnya. Di sisi yang berbeda, potensi berkaitan dengan bakat yang dimiliki seseorang. Seorang yang punya bakat memimpin diyakini akan lebih mudah meraih keberhasilan sebagai pemimpin. Apalagi kalau potensi tersebut terus ditumbuh-kembangkan dan didukung oleh berbagai faktor lingkungan yang kondusif. Seorang yang punya potensi sebagai Programmer tentu memiliki peluang lebih besar untuk menjadi Programmer yang hebat ketimbang Programmer yang dianggap kompeten tetapi memiliki potensi lebih rendah untuk berhasil. Kompetensi adalah perilaku yang bisa diamati dan diukur. Sedangkan potensi seringkali tidak mudah untuk mengamati dan mengukurnya. Itu sebabnya, alat-alat test psikologi tertentu mencoba mengukur potensi diri seseorang, kendatipun tingkat akurasinya masih sangat beragam. Berdasarkan riset, potensi diri seseorang sebenarnya relatif tidak terbatas. Dalam keseharian, umumnya potensi diri tersebut – terutama potensi otak – hanya dimanfaatkan kurang dari 10%. Potensi yang termanfaatkan tersebut relatif identik dengan kompetensi diri seseorang – berupa pengetahuan dan keahlian yang diperagakan dalam keseharian. Maka, mengenali potensi diri dan terus berusaha mengaktualisasikannya akan menghasilkan individu yang menonjol dalam bidangnya, yakni pribadipribadi yang sukses sebagai profesional, sebagai pakar, sebagai penemu, sebagai inovator, sebagai pemimpin atau sebagai pengusaha. l
15 Maret - 15 April 2014
Syahmuharnis
3 FOreword Ironi Manajemen Hr Berbasis Kompetensi?
7
HC News Keluhan Jenjang Karir Tidak Jelas di Perusahaan
4 From Chief Editor Kompetensi vs. Potensi
HC News Pemimpin Harus Punya Visi
6 HC News Membuka Akses Pasar Komoditi Indonesia di Luar Negeri
8 HC News Pemahaman Soft Skill Kunci Keberhasilan Karyawan
Foto Cover : BHMPICS
Human Capital Journal Edisi 33/Tahun III 15 Maret - 15 April 2014
Contents
10 HC News Pelatihan Supervisor Ala PPM Manajemen Keberhasilan Supply Chain 27 PRofile Stefanus Gunarto Wardjono Memotivasi Orang Lain Agar Mau Belajar 28 PRofile Rismarini Singsingkan Lengan Baju 29 PRofile Indrawati Setyono Kelola Bisnis dengan Hati 30 Periscope Mimpi-mimpi 1-2-3 Oleh Husen Suprawinata 33 Photo Gallery
12
Cover story Kritik Terhadap Implementasi Competency Based HR Management Konsep Competency Based Human Resources Management (CBHRM) telah secara meluas diadopsi oleh banyak organisasi. Hanya saja, tidak seluruh organisasi merasakan manfaat dari implementasi CBHRM terha dap keberhasilan organisasi meningkatkan kinerjanya. Di mana letak permasalahannya? 16 Menetapkan Level Kefasihan Kompetensi 20 Membedah Solusi Corporate Competency Excellence (CORE) 24 Apa Kata Mereka, Robertus Bambang Gunawan, Kompetensi Sebuah Keharusan 26 Corporate Competency Excellence Oleh Debira Aryani
34 Column: Business Management Drs. Eddie Priyono Kompetisi ke Kompetensi 36
Column: Managerial & Leadership Brata Taruna Hardjosubroto Competence Development as a Foundation for Corporate Success (Pengembangan Kompetensi sebagai Fondasi Perusahaan dalammencapai Sukses)
38 column : Success Motivation Gani Gunawan Djong Menjual adalah Dasar Segala Kesuksesan
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 5
HC News
Membuka Akses Pasar Komoditi Indonesia di Luar Negeri
G
una mendorong pertumbuh an ekonomi daerah Asosia si Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) melakukan pertemuan dengan 40 Dubes dari negara-negara sahabat yang berasal dari kawasan Timur Tengah, Eropa, Afrika dan Kawasan Asia di sekretariat APKASI, Jakarta beberapa waktu lalu. Pertemuan yang bertajuk Networking Luncheon ini bertujuan untuk menjajaki kerjasama ekonomi, sosial dan budaya antara negara-negara sahabat dengan para anggota APKASI. Acara ini dihadiri sekitar 100 bupati anggota APKASI, para duta besar dan pejabat pemerin tah seperti menteri koperasi dan UKM, wakil menteri perindustrian, wakil menteri perdagangan, wakil menteri
pertanian dan mitra APKASI lainnya. “Selain ajang silaturahmi antara para bupati dengan para duta besar negaranegara sahabat ini, kami juga berharap adanya saling tukar informasi terhadap peluang dan potensi kerjasama di berbagai sektor yang mungkin dapat terjalin,” ujar Isran Noor Ketua APKASI yang juga Bupati Kutai Timur, Kaltim. Pertemuan yang rencananya akan menjadi pertemuan rutin setiap enam bulan sekali ini juga diharapkan dapat membuka akses pasar komoditi Indonesia di luar negeri dan membuka jaringan kerja yang mendunia, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang dapat mempercepat terciptanya lapangan pekerjaan serta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat daerah. “Pertemuan ini sangat penting,
6 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
jadi kami menghimbau para bupati agar mengidentifikasikan apa-apa yang perlu di prioritaskan dalam pembangunan daerahnya sehingga pertumbuhan ekonomi tersebut bisa tercapai sesuai harapan,” lanjut Isran di sela-sela acara. Pada kesempatan yang sama Nico Barito, Duta Besar Seychelles mengatakan bahwa pertemuan ini tentunya sangat berguna bagi para duta besar. Dari pertemuan ini, para duta besar akan dapat menampung berbagai informasi peluang dan potensi bisnis yang ada di Negara Indonesia yang selanjutnya dapat diteruskan kepada para pelaku bisnis di negara kami lanjut Nico. Dengan hadirnya para duta besar ini akan membawa dampak positif pada perhelatan akbar APKASI dalam Apkasi International Trade and Invesment Summit (AITIS) tahun ini. APKASI juga berharap para duta besar dapat mendukung kegiatan ini sehingga menjadi pencapaian yang luar biasa bagi APKASI dalam mengembangkan ekonomi dan bisnis di daerah. l Kristiadi
Keluhan Jenjang Karir Tidak Jelas di Perusahaan
B
erdasarkan hasil survei yang dilaksanakan JobStreet.com Indonesia pada bulan Januari 2014 yang diikuti oleh 13.817 orang anggotanya, sebanyak 78,3 persen mengatakan tidak memiliki jenjang karir yang jelas di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini. Dari hasil survei ini, peningkatan karir meru-
pakan hal terpenting kedua setelah gaji/ tunjangan yang membuat seseorang memutuskan untuk pindah ke perusahaan lain. Survei ini diikuti oleh responden yang 42,7 persen telah bekerja di perusahaan saat ini selama 1-3 tahun dan 36,6% bekerja pada posisi junior staff. Dari hasil survey tersebut, JobStreet. com Indonesia berpendapat bahwa sudah
Pemimpin Harus Punya Visi
P
emimpin yang sukses menga wal proses perubahan adalah pemimpin yang punya visi akan dibawa kemana lembaga yang dipim pinnya. Dia harus bisa dan berani mengeksekusi arah baru perubahan apapun risikonya, tidak mudah ragu, tegas, dan bisa mengajak semua orang yang dipimpinnya menyadari bahwa perubahan memang harus dilakukan. Hal ini dipaparkan oleh Agung Adiprasetyo, CEO Kompas Gramedia sekaligus penulis buku “Memetik Matahari-Inspirasi Dari Orang Yang Melihat Terang Dalam Hidupnya”. Pada saat orga nisasi akan melakukan perubahan, hal yang pertama kali terpikir adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada semua orang untuk mengubah perilaku sesuai dengan pola pikir
baru. “Konsep perubahan pola pikir pun harus juga diimbangi dengan cara praktis untuk “memaksa” seseorang mengubah pandangannya,” demikian pendapat Agung dalam bukunya. Dalam buku tersebut berisi kisahkisah singkat yang menginspirasi hidupnya. “Saya selalu kagum dengan hal-hal yang kecil dan hal kecil tersebut menginspirasi hidup dan karir saya,” ujar Agung dalam acara PPM BookTalk bertemakan Mengubah Perilaku Pelaku
selayaknya perusahaan menganggap karyawan sebagai bagian pen ting perusahaan dan berusaha untuk mengembangkan kemampuan mereka sehingga dapat bersama-sama berusaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan memberikan jenjang karir yang jelas, karyawan akan memiliki motivasi dan rasa memiliki sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka mendukung visi dan misi perusahaan. l Ratri Suyani
Organisasi dengan Pola Pikir Baru tanggal 28 Februari 2014 lalu bertempat di Executive Lounge PPM Manajemen. Inti dari kisah-kisah singkat tersebut membuatnya berprinsip bahwa apapun pekerjaan yang dilakukan setiap orang harus dijalankan dengan ikhlas. “Anak muda sekarang cenderung transaksional. Mereka kebanyakan meminta lebih kepada perusahaan baru memberikan resultnya. Padahal result yang mereka berikan belum tentu sebanding dengan apa yang me reka minta,” papar Agung. Kondisi ini yang membuat konsep manajemen di Indonesia menjadi berbeda dengan konsep manajemen barat. “Indonesia punya kearifan lokal tersendiri yang dapat digabungkan dengan prinsip manajemen barat” katanya. Menurutnya, kebijakan manajemen barat tanpa ada penyesuaian dengan kultur Indonesia hal tersebut akan tidak sepenuhnya cocok dan bisa diterapkan. l
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 7
HC News
Pemahaman Soft Skill Kunci Keberhasilan Karyawan
P
enguasaan soft skills menjadi kebutuhan yang penting dalam organisasi agar terbina keselarasan dan sinergi kinerja para karyawan perusahaan. Keterampilanketerampilan seperti mengelola stress, memotivasi diri, membangun hubungan, menjual, bernegosiasi, melakukan presentasi serta memba ngun kelompok merupakan contohcontoh soft skill yang dibutuhkan personil organisasi. Menggunakan soft skills untuk menopang pengetahuan dan mengimplementasikannya
merupakan kunci keberhasilan kar yawan berbakat dalam perusahaan. Hal ini dijelaskan Brian Aprinto, SPHR dan Fonny Arisandy Jacob, penulis Buku Pedoman Lengkap Softskills di acara PPM Meet&Greet tanggal 6 Maret 2014 lalu di Gedung Bina Manajemen. Brian dan Fonny yang juga penulis buku Best Seller Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia mengupas tentang model soft skills, pengembangan sikap/karakter, pengembangan kapasitas pribadi, pengembangan interper sonal skill, pengembangan skill organ-
8 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
isasi. Menurut keduanya, kunci utama pengembangan diri sendiri itu ialah nilai-nilai yang dimiliki seseorang yang menjadi pegangan bagi dirinya serta mengetahui prinsip yang berlaku dalam proses pengembangan diri seseorang. Ada tiga nilai utama yang perlu dimiliki dan dijadikan pedoman oleh seseorang dalam pengambilan keputusan untuk diri sendiri, yaitu Pelayanan, Rendah Hati, dan Integritas. Tanpa harus diminta pun dituntut oleh perusahaan sejatinya ketiga nilai itu harus dipunya dan dipakai oleh setiap pribadi karyawan. l Ratri Suyani
ADVERTORIAL
MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRMP Certified Human Resources Management Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program Moduls : Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators : Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners : Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Business Management
G
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global.
Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan.
Tujuan dan Sasaran Program CHRMP
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRMP
Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan penga laman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S-2 di dalam dan luar negeri, di samping S-1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Peserta CHRMP Peserta Program CHRMP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan oleh MKI dan Kazian.
Modul Program CHRMP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRMP Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRMP Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRMP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRMP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email:
[email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
HC News
Pelatihan Supervisor Ala PPM Manajemen
P
ara pemimpin terkadang kurang memahami fungsi supervisor yang merupakan first line manager dan menduduki posisi penting karena merekalah yang langsung berhubungan dengan kelompok kerja terdepan. Keberhasilan dalam mengelola kelompok kerja tersebut akan sangat berdampak pada kinerja, image, dan keberhasilan perusahaan. Kondisi yang terjadi saat ini adalah masih adanya supervisor yang belum me-
nyadari betapa besarnya peran mereka di perusahaan dan belum memaksimalkan potensi yang dimiliki dirinya dan bawahannya dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk itulah, FKM PPM Manajemen mengadakan pelatihan 3 hari sebagai sarana pengembangan supervisor yang bertajuk “Fun & Practical Experiential Learning to be A Great Supervisor” yang dilaksanakan di PPM Manajemen Jakarta dan Hotel Citra Cikopo, Cisarua Bogor pada 7-9 Maret
lalu. Bertindak sebagai instruktur adalah Desmon Ginting, trainer PPM & penulis buku “Supervisor Hebat,” Endro Prasetyo Aji, Direktur Eksekutif Leadpro Consulting, dan Tim Outbound PPM Manajemen. Pelatihan ini membantu para supervisor dan juga calon supervisor memahami potensi & kompetensi dirinya lewat Talent Mapping dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin dalam rangka membangung kerja sama dan kekompakan dalam suatu tim yang dikemas dalam suasana belajar yang fun & practi cal, baik di dalam kelas maupun di lapangan. Para peserta yang berasal dari berbagai perusahaan merasakan puas dengan hasil pelatihan tersebut, yang diantaranya dari Timor Leste. Oleh karenanya, pelatihan tersebut akan dilakukan kembali di Lampung, Makassar, dan Timor Leste. l Ratri Suyani
PT Menara Kadin Indonesia > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
M
enyediakan jasa Assessment Center untuk menda patkan kandidat terbaik menggunakan beragam metode terbaik di dunia. Laporan yang dihasilkan memuat informasi tentang potensi dan kompetensi kandidat untuk menduduki jabatan saat ini ataupun sebuah ja batan lebih tinggi di masa depan. Laporan juga memuat area pengembangan yang diperlukan bagi setiap kandidat. Jasa Assessment Center ini dilaksanakan oleh tenagatenaga asesor berpengalaman. Bukan hanya berpengalam an sebagai asesor, tetapi juga memiliki pengalaman panjang 10 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
dalam posisi manajerial dan eksekutif. Hasil Assessment Center ini akan menghasilkan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat (the right man in the right place at the right time). Hubungi kami untuk layanan terbaik bagi keperhasilan organisasi Anda: Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 5274443 Email:
[email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi Telp. 021 5790 3840
15 Maret - 15 April 2014
Pengumuman Diskontinu Edisi Cetak,
Selamat Datang Era Digital Sejalan dengan visi dari Majalah Human Capital Journal (HCJ) yang akan lebih fokus tampil dalam bentuk digital (online), maka mulai edisi pertengahan April 2014 majalah HCJ hanya ada dalam format digital. Majalah ini bisa dinikmati dengan mengakses portal Human Capital Journal :
www.humancapitaljournal.com Majalah edisi 33 (15 Maret-15 April 2014) ini merupakan edisi dengan format cetak terakhir. Mulai edisi 15 April 2014 mendatang, majalah HCJ tetap terbit tanggal 15 setiap bulan namun pembaca harus mengaksesnya secara online. Bagi pelanggan HCJ, Tim Pemasaran HCJ akan mengirimkan pemberitahuan resmi sekaligus password buat para pelanggan untuk bisa mendapatkan dan menikmati majalah HCJ edisi terbaru secara online. Bagi calon pelanggan juga dapat berlangganan secara online dengan mengisi formulir yang tersedia di portal HCJ. Kami berharap, transformasi penampilan HCJ ini tidak mengurangi kepuasan Bapak/Ibu untuk terus membaca HCJ. Terima kasih. Syahmuharnis Chief Editor
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 11
Cover Story
Kritik Terhadap Implementasi Competency Based HR Management 12 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
Cover Story
D Konsep Competency Based Human Resources Management (CBHRM) telah secara me luas diadopsi oleh banyak organisasi. Hanya saja, tidak seluruh organisasi merasakan man faat dari implemen tasi CBHRM terha dap keberhasilan organisasi mening katkan kinerjanya. Di mana letak per masalahannya?
ari demikian banyak solusi manajemen dalam pengelolaan sumberdaya manusia (SDM), konsep manajemen SDM berbasis kompetensi (CBHRM) paling banyak diadopsi oleh organisasi di dunia, baik perusahaan maupun organisasi non-bisnis. Meluasnya adopsi CBHRM tidak bisa dilepaskan dengan nama-nama besar pengembang konsep kompetensi, seperti McClelland dengan konsep Occupa tional Competency, Stephen Schoonover yang sering disebut sebagai Bapak Kompetensi, Dreyfus dan Dreyfus yang mengembangkan nomenklatur level kompetensi, dan banyak lagi yang lainnya. Hanya saja, makin ke sini, kritik terhadap implementasi CBHRM semakin menguat. Kritik tersebut terutama datang dari jajaran manajemen puncak organisasi. Mereka mengeluhkan, implementasi CBHRM yang berbiaya tidak murah kurang berdampak kepada peningkatan kinerja organisasi secara berkelanjutan. “Hal itu banyak disampaikan kepada kami di lapangan,” ujar Ir. Rum Data Mutiara, MSi., Senior Partner
Gambar 1. Contoh
PT Menara Kadin Indonesia (MKI). Rum menambahkan, “Tampaknya, ada isu strategis di sini, yang berkaitan dengan bagaimana konsep tersebut diimplementasikan ketimbang aspek konsep dari CBHRM itu sendiri.” Hasil temuan di lapangan meng ungkapkan sejumlah fakta menarik, yang pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana arsitektur kompetensi ditetapkan, bagaimana model kompetensi disusun, dan bagaimana kamus kompetensi dibangun. Pertama terkait dengan definisi arsitektur kompetensi sebuah organisasi. Sebuah arsitektur kompetensi menguraikan aturan umum dan prinsip-prinsip yang memandu penyusunan kompetensi dalam organisasi. Di dalamnya memuat bagaimana proses terstruktur menyusun daftar kompetensi, dimulai dari pemahaman terha dap visi, misi, nilai-nilai, dan strategi organisasi, pendefinisian kompetensi organisasi dan kompetensi rumpun jabatan (job family competency), pene tapan kompetensi kepemimpinan, dan sebagainya. Banyak contoh arsitektur kompetensi yang dikembangkan organisasi. Setiap organisasi bisa membangun arsitektur kompetensi sendiri-sendiri. Salah satu
Arsitektur Kompetensi Leadership Competencies
Technical/ Professional Competencies + Job Family Competencies + Core Competencies
Job Family #1
Job Family #2
Job Family #3
Job Family #N
Core / Common Competencies
Vision & Values Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 13
Cover Story
contoh arsitektur pendefinisian kompetensi yang cukup akurat tersaji dalam Gambar 1. Berdasarkan arsitektur kompetensi dalam Gambar 1, kompetensi terdiri dari beberapa lapis. Pertama, adalah kompetensi inti (core competencies). Kompetensi inti termasuk kompetensi yang sangat umum/generik di mana setiap pegawai harus memilikinya agar bisa mendukung pencapaian sasaran stra tegis organisasi. Misalnya, Teamwork. Kompetensi-kompetensi ini dijelaskan dalam bentuk indikator perilaku kunci organisasi. Kedua, kompetensi rumpun jabat an (job family competencies), yakni kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan sekelompok jabatan. Termasuk di dalamnya kompetensi-kompetensi jabatan umum yang dibutuhkan dalam sejumlah rumpun jabatan (seperti Part nering) maupun kompetensi spesifik yang dipergunakan untuk rumpun jabatan tertentu lebih dibandingkan lainnya (misalnya Project Management). Kompetensi ini berkaitan dengan penge-
tahuan atau keahlian yang dipersyaratkan oleh jabatan tertentu (seperti Akunting untuk jabatan-jabatan yang terkait dengan administrasi keuang an). Ketiga, kompetensi-kompetensi teknikal/professional, yaitu kompetensikompetensi yang cenderung spesifik terhadap peran atau jabatan dalam rumpun jabatan. Termasuk di dalamnya keahlian dan pengetahuan spesifik untuk berkinerja secara efektif (misalnya, kemampuan menggunakan piranti lunak tertentu, pengetahuan dalam area professional tertentu macam keuangan, biokimia, dan lain-lain). Kompetensi-kompetensi ini bisa bersifat generik untuk sebuah rumpun jabatan secara keseluruhan
14 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
atau spesifik terhadap peran, level atau jabatan dalam rumpun jabatan. Keempat, kompetensi kepemimpin an. Inilah kompetensi kunci untuk orang yang berperan dalam mengelola, mensupervisi atau mempenga ruhi kerja orang lain. Banyak organisasi yang memandang kepemimpinan menjadi bagian setiap jabatan dalam organisasi di mana pegawai diharapkan berkontribusi dan menawarkan cara kerja baru yang lebih baik terlepas dari level atau perannya dalam organisasi. Kepemimpinan diperlukan dalam team, manajemen proyek, level manajerial dan eksekutif organisasi. Dengan mempertimbangkan kemudahan untuk digunakan, organisasi umumnya mendefinisikan kompetensi utama yang terbatas jumlahnya untuk setiap jabatan/peran dalam organisasi. Aturan umum menyebutkan jumlah kompetensi untuk setiap individu maksimal ada pada kisaran 12 sampai dengan 15 kompetensi. Dalam kompetensi individu tersebut sudah termasuk sekitar 5 kompetensi perilaku inti. Sisanya adalah kompetensi rumpun jabatan dan kompetensi teknis. Arsitektur kompetensi seperti yang tertera dalam Gambar 1 memberikan penekanan kepada adanya kompetensi inti organisasi (Organization Core Competencies) dan kompetensi rumpun jabatan (Job Family Competencies) sebagai dasar membangun kompetensi. Bila kita perhatikan bagaimana kompetensi dirumuskan, maka kesalahan umum implementasi CBHRM banyak terjadi saat pertama kali merumuskan kompetensi perilaku inti organisasi (corporate core soft competencies) yang tidak begitu selaras dengan visi, misi, nilai-nilai, dan strategi organisasi. Setiap pernyataan tentang misi, visi, nilai-nilai, dan strategi
Cover Story
organisasi seyogyanya memiliki makna yang dalam dan harus diterjemahkan menjadi kompetensi-kompetensi spesifik yang diperlukan untuk mengeksekusi nya. Kesalahan umum berikutnya adalah mendefinisikan kompetensi fungsi atau rumpun jabatan (Job Family Competen cies). Banyak perusahaan atau organisasi yang menyusun kompetensi perilaku (soft competency) hanya untuk level korporat dan diterapkan secara menyeluruh kepada unit-unit fungsional. Sedangkan kompetensi teknis, selama ini sudah disusun hingga unit fungsional. Hal ini tidaklah tepat karena kompetensi perilaku level korporat yang cende rung generik tidak memadai untuk mendukung keberhasilan individu di unit fungsi untuk meraih kinerja prima. Seyogyanya, kompetensi perilaku di level unit fungsi (rumpun jabatan) harus diidentifikasi dan digabungkan dengan kompetensi perilaku inti untuk menjadi kompetensi perilaku di unit fungsional. Pendefinisian kompetensi perilaku di unit fungsional sangat perlu mengingat adanya kekhususan perilaku yang harus dimiliki pegawai yang bertugas pada sebuah unit untuk bisa berhasil menjalankan tugasnya. Kompetensi kepemimpinan (leadership competency) merupakan kompetensi peran yang melekat kepada setiap pemimpin dalam organisasi. Kalau organisasi mendefinisikan pemimpin adalah level manajer ke atas, maka kompetensi kepemimpinan harus dimiliki oleh pejabat level manajer ke atas.
Model Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat perilaku yang memungkinkan untuk diidentifikasi, diukur, dan dikembangkan. Istilah competence muncul pertama kali dalam tulisan R.W. White tahun 1959 sebagai sebuah konsep untuk motivasi kinerja. Konsep kompetensi kemudian
dibahas oleh Craig C. Lundberg tahun 1970 dalam “Perencanaan Program Pengembangan Eksekutif”. Istilah kompetensi mulai mendapat perhatian banyak pakar setelah pada tahun 1973, David McClelland, Ph.D. menulis tulisan berjudul “Testing for Competence Rather Than for Intelligence”. Istilah kompetensi kian popular setelah beberapa pakar dari McBer & Company (sekarang Hay Group) menghubungkan kompetensi dengan kinerja. Dalam perkembangannya hingga kini, kompetensi tetap saja memiliki banyak makna dan kadang-kadang
sebelumnya saat meraih keberhasilan. Kompetensi juga dimaknai sebagai apa yang dibutuhkan seseorang untuk sukses melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi berkaitan dengan kinerja jabatan yang superior. Kompetensi menyediakan organisasi dengan sebuah cara untuk mendefinisikan perilaku apa saja yang perlu dimunculkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Dengan memiliki kompetensi yang terdefinisikan dengan baik, hal itu memungkinkan karyawan mengetahui apa yang diperlukan untuk bisa produktif. Juga memung-
membingungkan. Beberapa pakar menyebut kompetensi sebagai kombinasi dari pengetahuan teoritikal dan praktikal, keahlian kognitif, perilaku, dan nilai-nilai yang dipergunakan untuk meningkatkan kinerja. Ada juga yang mendefinisikan kompetensi sebagai kualitas yang memadai dan sangat memadai untuk mengerjakan peran spesifik. Sebagai contoh, kompetensi manajemen mencakup system thinking, emotional intelligence, influence, dan negotiation. Seorang yang kompeten akan bereaksi kepada sebuah situasi mengikuti perilaku yang pernah dimunculkan
kinkan untuk mengevaluasi perilaku mana yang sudah bagus dan perilaku mana yang masih perlu diperbaiki. Pada dasarnya, kompetensi bisa membedakan satu organisasi dengan para pesaingnya. Kompetensi inti (core competency) organisasi adalah kompetensi yang membuatnya unggul dalam persaingan. Boleh jadi 2 organisasi menargetkan hasil finansial yang sama, namun cara organisasi dalam meraih hasil tersebut berbeda didasarkan kepada kompetensi yang sesuai dengan strategi dan budaya organisasi tertentu. Pernyataan ini menegaskan ulang bahwa dalam menyusun model kompetensi,
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 15
Cover Story
pernyataan misi, visi, nilai-nilai, dan strategi organisasi memberi warna yang kuat. Sebagai contoh, Citibank memiliki fokus yang sangat kuat di consumer banking, dan mereka kemudian mem-
bangun model kompetensi yang mirip dengan kompetensi Fast Moving Con sumer Goods (FMCG), selain industri perbankan. Di sini terlihat strategi dan kompetensi inti Citibank. Atas dasar hal itu, sumber rekrutmen pegawai dan
pimpinan Citibank juga bisa berasal dari industry FMCG. Lantas, apakah pegawai atau pimpinan eks Citibank pas untuk ditempatkan mengurusi bisnis corpo rate banking atau retail banking? Tentu peluang keberhasilannya tidak sebagus
Menetapkan Level Kefasihan Kompete
K
egagalan CBHRM menunjang keberhasilan perusahaan atau organisasi juga disebabkan oleh cara organisasi menetapkan level kefasihan (proficiency level) dari setiap kompetensi. Setiap level dari kompetensi harus bisa memperlihatkan peningkatan skala kefasihan kompetensi dari struktur kompetensi secara keseluruhan. Skala kefasihan kompetensi mencerminkan total keseluruhan level kompetensi yang dipersyaratkan organisasi dalam sebuah judul kompetensi. Sebagai contoh, keahlian berkomunikasi dibutuhkan oleh seluruh anggota organisasi, mulai dari karya wan level rendah hingga level eksekutif, namun – tentu saja – level kefasihan berkomunikasi tentu sangat berbeda di antara mereka. Masih banyak ditemukan organisasi yang menetapkan level kefasihan yang terlalu banyak. Lajimnya jumlah level kefasihan cukup 4-5 level saja. Dalam praktiknya, jumlah level kefasihan kompetensi tidak identik dengan jumlah golongan jabatan dalam organisasi. Jadi, kalau ada 14 golongan jabatan, tidak berarti jumlah level kefasihan kompetensi juga berjumlah 14 level. Khusus untuk kompetensi perilaku (soft com petency), jumlah level kefasihan kompetensi untuk mereka yang berada pada level staf (di bawah manager atau sederajat) umumnya hanya satu atau dua saja. Untuk jabatan manager ke atas level kefasihan kompetensi mengikuti level jabatan struktural. Misalnya, organisasi memiliki level Manager, level General Manager/Kepala Divisi/Kepala Departemen/Kepala Wilayah/Vice President, dan Direksi, maka organisasi hanya memiliki 4 level kefasihan kompetensi. Kalaupun ada pembedaan level kefasihan kompetensi untuk level jabatan di bawah ma nager, maka total level kefasihan kompetensi menjadi 5 saja. Kategorisasi level kefasihan kompetensi sa 16 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
ngat ditentukan oleh keperluan penggunaan dari profil kompetensi. Secara umum, level kefasihan kompetensi terdiri dari 3 level besar, yaitu Pemula (Entry), Sangat Efektif (Fully Effective), dan Master (Stretch/Mastery). Level Pemula adalah level standar untuk karyawan pada level pemula untuk menjalankan sebuah peran. Ini sering dipergunakan ketika karyawan baru harus belajar atau ditraining agar bisa mengerjakan perannya sesuai standar yang dipersyaratkan. Level Sangat Efektif adalah level yang dipersyaratkan bagi karyawan yang mampu menjalankan perannya menurut standar yang diharapkan. Sedangkan level Master diperlihatkan oleh karyawan yang sangat bagus dalam menjalankan perannya. Karyawan-karyawan seperti ini sering diminta oleh karyawan dan supervisor untuk memberikan advis atau bantuan dalam menjalankan pekerjaan. Dari 3 level kefasihan kompetensi utama ini, organisasi kemudian membuatnya menjadi 4 atau 5 level kefasihan, dengan cara memecah ketiga level kefasihan kompetensi utama tersebut. Dalam membuat level kefasihan kompetensi sangat penting untuk mendefinisikan standar kinerja yang dimodelkan dalam profil kompetensi sebagai komponen dari arsitektur kompetensi. Contoh dari standar tersebut tersaji dalam Tabel 1. Level kefasihan yang terlalu banyak menyebabkan definisi/deskripsi kompetensi dan indikator perilaku kunci untuk setiap level menjadi kabur dan sulit dibedakan antar level yang berdekatan. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah indikator perilaku kunci untuk setiap level harus berbeda dan memudahkan untuk dievaluasi dan diukur. Kerawanan muncul pada saat evaluasi kompetensi dari seseorang yang berada di antara 2 level kefasihan kompetensi yang berdekatan. Kerawanan semacam ini bisa dihindari kalau jumlah level ke-
15 Maret - 15 April 2014
Cover Story
bilamana eks Citibank diminta menge lola bisnis kartu kredit dan consumer banking lainnya. Pemodelan kompetensi (compe tency modeling) merupakan langkah awal membangun CBHRM, yang akan
mengintegrasikan praktik manajemen organisasi berdasarkan kompetensi. Pemodelan kompetensi merupakan upaya terstruktur untuk mengindentifikasi perilaku dan kompetensi yang dibutuhkan organisasi, unit fungsional, dan pegawai
ensi
fasihan kompetensi tidak banyak dan terdapat kejelasan perbedaan indikator perilaku kunci dari level kefasihan kompetensi yang berbeda. Level kefasihan kompetensi berguna untuk 2 tujuan. Pertama, untuk membantu perencanaan dan pengembangan SDM pada peran atau jabatan saat ini. Kedua, untuk memungkinkan perbanding an terhadap lintas jabatan, peran, dan level – tidak
Tabel 1.
untuk menghasilkan kinerja terbaik. Langkah ini sangat menentukan bagi keberhasilan pegawai dan perusahaan sekaligus. Sebuah organisasi tidak bisa menghasilkan kinerja terbaik atau
hanya kompetensi yang dipersyaratkan, tetapi juga level kefasihan kompetensi yang dibutuhkan menggunakan skala peningkatan dari kompetensi yang ditetapkan. Secara keseluruhan, skala kefasihan kompetensi berguna untuk mendukung pengembangan karir, promosi, rotasi, mutasi, manajemen suksesi, dan perencanaan SDM organisasi. l
Contoh Profil Kompetensi
Interactive Communication Listening to others and communicating articulately, fostering open communication. (Scale progression: increased complexity of messages, audiences and communication vehicles) Level 2
Level 1
Fosters two-way communication
Listens and clearly presents information t t
t t
-JTUFOTQBZBUUFOUJPO actively and objectively 1SFTFOUTJOGPSNBUJPO and facts in logical manner, using appropriate phrasing and vocabulary 4IBSFTJOGPSNBUJPO willingly and on a timely basis $PNNVOJDBUFT honestly, respectully, and sensitively
t
t
t t
3FDBMMTPUIFSTNBJO points and takes them into account in own communication $IFDLTPXO understanding of PUIFSTDPNNVOJDBUJPO (e.g., paraphrases, asks question) &MMJDJUTDPNNFOUTPS feedback on what has been said .BJOUBJOTDPOUJOVPVT open and consistent communication with others
Entry Chemist
Level 4
Level 3
Adapts communication t
t
t t
5BJMPSTDPNNVOJDBUJPO (e.g., content, style and medium) to diverse audiences. 3FBETDVFTGSPN diverse listeners to assess when and how to change planned communication approach to effectively deliver message. $PNNVOJDBUFTFRVBMMZ effectively at varied organizational levels. 6OEFSTUBOETPUIFST underlying needs, motivations, emotions or concerns and communicates effectively despite the sensitivity of the situation.
Working Chemist
Level 5
Communicate’s complex messages t
t
t
$PNNVOJDBUFT complex issues clearly and credibly with widely varied audiences. )BOEMFTEJGmDVMU on-the-spot questions FH GSPNPGmDJBMT interest groups, or the media). 0WFSDPNFTSFTJTUBODF and secures support for ideas or initiatives through high impact communication.
Communicates strategically t
4DBOTUIF environment for key information and messages to form the development of communication strategies. $PNNVOJDBUFT strategically to BDIJFWFTQFDJmD objectives (e.g., considers optimal “messaging” and timing of communication). 6TFTWBSJFE communication vehicles and opportunities to promote dialogue and develop shared understanding and consensus.
t
t
Managing Chemist
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 17
Cover Story
mengembangkan orang-orang berkinerja superior (superior performer) bilamana pertama sekali tidak mampu mengidentifikasi apa yang disebut dengan kinerja superior tersebut. Untuk membuat model kompetensi, organisasi mengembangkan kuesioner wawancara perilaku, mewawancarai mereka yang berkinerja terbaik dan terburuk, mengkaji data hasil wawancara (melacak dan memberi kode seberapa sering kata-kata kunci dan deskripsi kunci diulang-ulang, memilih Skill, Knowledge & Attitude yang menunjukkan kinerja terbaik, dan memilih judul kompetensi). Kesalahan utama dalam membuat model kompetensi adalah karena terlalu fokus kepada uraian jabatan ketimbang perilaku dari pegawai. Secara sederhana, para ahli merekomendasikan langkahlangkah pemodelan kompetensi sebagai berikut: 1. Mengumpulkan informasi tentang peran jabatan 2. Wawancarai mereka yang berkeahlian tinggi (subject mat ter expert) untuk mendapatkan kompetensi-kompetensi kritikal dan bagaimana mereka membayangkan perubahan peranperan di masa depan 3. Mengidentifikasi perilaku-perilaku mereka yang berkinerja tinggi 4. Mengkaji dan menyusun model kompetensi 5. Mengkomunikasikan bagaimana rencana organisasi menggunakan model kompetensi untuk mendukung praktik rekrutmen, manajemen kinerja, pengembangan karir, rencana suksesi, dan berbagai proses manajemen SDM lainnya.
Metode Penyusunan Kompetensi Strategis
Langkah pertama dalam menyusun kompetensi organisasi harus dimulai dengan pengkajian terhadap misi, visi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisa-
si. Bila kompetensi disusun dan dikembangkan untuk mendukung seluruh pegawai mewujudkan sasaran organisasi, maka model kompetensi lebih mudah diidentifikasi bilamana sasaran organi sasi sudah ditetapkan. Metode Balanced Scorecard sebagai sistem manajemen kinerja strategis organisasi sangat bagus dalam mendefinisikan sasaran strategis (strategic objective) organisasi yang diturunkan menjadi sasaran unit kerja dan individu pegawai. Rangkai an sasaran strategis yang secara visual
muncul dalam Peta Strategi (Strategy Map) organisasi sangat memudahkan mengidentifikasi kebutuhan kompetensi organisasi maupun unit fungsional. Apalagi, metode Balanced Scorecard juga melengkapi setiap sasaran strategis tersebut dengan satu atau lebih Key Performance Indicator (KPI). Dengan memahami sasaran strategis dan KPI, pengidentifikasian kompetensi organisasi, unit fungsional, dan individu pegawai menjadi lebih mudah dan lebih tajam.
18 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
Sebagai contoh, bilamana sasaran stra tegis organisasi adalah Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan KPI Ting kat kepuasan pelanggan, maka salah satu kompetensi perilaku inti organisasi adalah Customer Excellence/Customer Focus. Begitu pula kalau sasaran strategis perusahaan adalah Meningkatkan manajemen klaim (perusahaan Asu ransi) dengan KPI Nilai klaim, maka salah satu kompetensi perilaku inti perusahaan adalah Cost Consciousness atau Attention to Detail. Bila sasaran strategis perusahaan adalah Menyusun perencanaan yang berkualitas dengan KPI Dokumen perencanaan yang berkualitas dan tepat waktu, maka Analytical Thinking, Conceptual Thinking, dan Information Seeking harus dimasukkan sebagai kompetensi perilaku organisasi. Setelah kompetensi perilaku strategis tersebut diperoleh, baru disusun definisi, jumlah level, dan indikator perilaku kunci (Key Be havior Indicator) dari setiap level kompetensi perilaku tersebut. Mengacu kepada kompetensi perilaku strategis tersebut kemudian diidentifikasi model kompetensi di level unit fungsional spesifik. Analisis kebutuhan kompetensi di sebuah unit fungsional dilakukan mirip dengan analisis untuk level korporat tadi. Bedanya, kali ini yang diidentifikasi hanya level unit kerja fungsional, misalnya Divisi Keuangan dan Akuntansi, Pemasaran, Manajemen SDM, Manajemen Risiko, dan seterusnya. Setiap unit kerja fungsional tentu memiliki sasaran, tujuan, target, dan KPI. Berdasarkan hal itu, kompetensi yang dibutuhkan di level unit fungsional bisa dimodelkan. Analisis model kompetensi harus dilakukan hingga unit kerja terkecil. Dari pemodelan kompetensi ini akan diperoleh beberapa kompetensi berikut ini:
Cover Story
- Kompetensi organisasi (Organiza tional Competencies), yaitu kompetensi perilaku inti (core soft com petencies) yang diturunkan dari misi, visi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisasi yang memberi warna terhadap bagaimana organisasi berkerja (seperti customer driven, risk taking, dan cutting edge). - Kompetensi inti (Core Competencies), yaitu kompetensi teknis yang unik milik organisasi (seperti teknologi, metodologi, strategi atau proses dari organisasi dalam menciptakan keunggulan kompetitif di pasar). Kompetensi inti organisasi adalah kekuatan strategis organisasi. - Kompetensi perilaku (Behavioral Competencies), yakni kompetensikompetensi terkait dengan kinerja individual – lebih spesifik ketimbang kompetensi organisasi. Kompetensi ini harus didefinisikan dalam konteks perilaku yang bisa diukur untuk bisa diketahui validitasnya. - Kompetensi manajemen (Manage ment Competencies), yaitu kompetensi-kompetensi spesifik terkait dengan potensi manajemen sese orang. Berbeda dengan karakteristik kepemimpinan, karakteristik mana-
jemen bisa dipelajari dan dikembangkan melalui program training dan pengembangan yang tepat.
Kamus Kompetensi
Kamus kompetensi berisikan seluruh kompetensi umum yang mencakup seluruh rumpun jabatan, kompetensi inti, kompetensi teknis, dan kompetensi manajemen. Beberapa ahli kompetensi menegaskan bahwa kamus kompetensi haruslah disusun berdasarkan kebutuh an organisasi untuk meraih keberhasil an. Kompetensi digali atas dasar apa yang berhasil dalam konteks organisasi, bukan merupakan pandangan ideal dari para ahli atau teori akademisi. Bukan pula atas apa yang berhasil di organisasi lainnya. Kompetensi didefinisikan lebih kepada apa yang bisa membuat berhasil organisasi selama ini. Mengacu kepada pandangan ini, maka langkah banyak organisasi untuk membuat kamus kompetensi secara copy paste dari organisasi lain – kendatipun industrinya sejenis – bukanlah tindakan yang tepat. Tindakan organisasi untuk membuat kamus kompetensi semacam ini lebih banyak karena persoalan waktu dan biaya. Namun, langkah ini tidak akan efektif meningkatkan kinerja or-
ganisasi secara berkelanjutan. Kuncinya terletak pada pemodel an kompetensi. Walaupun langkah menggali kompetensi tetap dengan mengkaji kompetensi pegawai yang memiliki kinerja superior, namun apa kompetensi dari superior performer pada satu organisasi belum tentu sama dengan superior performer di organisasi berbeda. Kompetensi sebuah organisasi pada dasarnya unik dan relatif berbeda dengan pesaingnya. Sebab, visi, misi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisasi sebagai pembentuk utama kompetensi berbeda-beda. Maka, pemodelan kompetensi harus dilakukan dengan menggali jenis-jenis kompetensi dan indikator perilaku yang bisa membuat organisasi berhasil. Kalaupun perusahaan membeli kamus kompetensi yang sudah jadi, hendaknya hal itu hanya sebagai pelengkap dan referensi saja. Saat organisasi sudah mengindentifikasi judul kompetensi tertentu sebagai kompetensi organisasi atau unit kerja, maka dalam menyusun definisi, deskripsi level kompetensi, dan indikator perilaku kunci dari setiap level kompetensi bolehlah mengacu kepada kamus kompetensi yang dibeli. l
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 19
Cover Story
Membedah Solusi Corporate Competency Excellence (CORE) Metodologi menyusun kamus kompetensi organisasi sangat menentu kan kualitas manajemen kompetensi organisasi. Kompetensi organi sasi harus benar-benar komprehensif, unik, dan membuat organisasi mampu bersaing di pasar.
A
pa yang terjadi bila penilaian kinerja dan kompetensi disamakan atau dicampuradukkan? Sebuah bank besar di Indonesia, misalnya, melakukan penilaian kinerja tahunan (Performance Appraisal) secara rutin. Hasil penilaian kinerja tersebut diolah melalui aplikasi secara otomatis. Hasil pengolahan data membuat pengelola aplikasi terkejut. Penilaian kinerja yang sudah dilakukan memasuki tahun ke-3 itu ternyata menghasilkan sebaran (distribusi) normal yang persis sama dengan distribusi normal hasil penilaian kinerja dalam 2 tahun sebelumnya. Tidak terjadi pergerakan berarti atau signifikan dari tahun ke tahun. Perusahaan yang dipercaya melakukan penilaian kinerja kemudian melaporkan temuan yang janggal ini kepada manajemen bank. Lantas, bank melakukan investigasi bagaimana proses penilaian kinerja dilakukan oleh para karyawan. Hasilnya cukup mengejutkan: ternyata ada semacam arisan di dalam perusahaan dalam mengisi formulir penilaian kinerja. Setiap tahun pegawai yang mengisi formulir berbeda dari setiap unit kerja, tetapi hasil penilaian kinerjanya
akan tetap sama. Jelas, hal ini sebuah kemubaziran yang luar biasa dalam penilaian kinerja, baik dari segi waktu, biaya, maupun sumberdaya lain yang dipergunakan. Penilaian kinerja sebagai salah satu praktik penting manajemen organisasi hanya berakhir dengan kesia-siaan. Wajar bila ada yang menyebutkan Competency Based Human Resources Management (CBHRM) sebagai sesuatu yang bagus untuk dimiliki (nice to have), tetapi tidak
20 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
memberikan dampak yang nyata terha dap peningkatan kinerja organisasi dan pegawai. Kenapa CBHRM disalahkan? Banyak organisasi yang – ternyata – melakukan evaluasi kinerja bukan dengan melakukan evaluasi terhadap kinerja (dalam hal ini capaian Key Per formance Indicator/KPI) dari setiap pegawai, tetapi dengan melakukan evaluasi kompetensi pegawai (termasuk menggunakan metode evaluasi 360 derajat). Hal ini terutama disebabkan karena belum adanya sekumpulan KPI pegawai untuk dasar mengelola dan mengevalua si kinerja pegawai. Menilai kinerja dengan menilai kompetensi seringkali mendapatkan
Cover Story
CORPORATECOMPETENCYEXCELLENCE(CORE) METHODOLOGYFRAMEWORK
CorporateCoreCompetencies
Hukum
2 CorporateSecretary
FunctionalUnitsCompetencies CSR&Manajemen Lingkungan
3
Kepatuhan & Manajemen Risiko
ManagerialCompetencies
Manajemen SDM
4
Teknologi Informasi
IndividualCompetencies
Manajemen Keuangan
Operasional
Penjualan & Pemasaran
R
Corporate Competency Excellence Dictionary
1
StrategicObjectives&KeyPerformanceIndicator
Visi,Misi,NilaiͲnilai,Budaya &Strategi Organisasi
hasil evaluasi yang tidak akurat. Hasil penilaian kompetensi biasanya berupa rating dengan skor yang umumnya tinggi – 100% ke atas. Skor tersebut hasil penilaian berbagai pihak yang menilai, termasuk bawahan dan kolega kerja bila menggunakan metode penilaian 360 derajat. Sementara dalam praktik sebenarnya, mencapai target KPI 100% saja, sulitnya bukan main – walaupun bukan tidak mungkin. Sejatinya, kompetensi diperlukan untuk mendukung pegawai untuk berkinerja. Masalahnya, penyusunan kompetensi selama ini tidak selalu selaras dengan kompetensi yang dibutuhkan pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Belum lagi dengan adanya bias dari pelaksanaan evaluasi kinerja – seperti arisan penilaian kinerja di atas – maka skor penilaian kompetensi tidak akurat menjadi skor penilaian kinerja pegawai. Lagi pula, kompetensi selama
ini lebih dimaksudkan untuk keperluan training dan pengembangan, rekrutmen, remunerasi, manajemen karir, dan perencanaan suksesi ketimbang manajemen kinerja. Agar manajemen kompetensi berkorelasi signifikan terhadap kinerja pegawai, unit kerja, dan organisasi, maka cara organisasi menyusun kompetensi selama ini perlu untuk disempurnakan. Kesalahan-kesalahan fatal yang muncul dalam penyusunan kompetensi organi sasi, mulai dari arsitektur kompetensi dan pemodelan kompetensi hingga penyusunan kamus kompetensi harus lekas diperbaiki. Salah satunya dengan mengadopsi pendekatan CORE (Com petency Organization Excellence) yang dikembangkan oleh PT Menara Kadin Indonesia (MKI). Menurut Drs. Agus Mauludi, Senior Partner MKI, CORE menyempurnakan kamus kompetensi organisasi dan
Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) pegawai sehingga benar-benar mendukung peningkatan kinerja pegawai dan organisasi. Pertama, tutur Agus, kompetensi inti (core competency) organisasi – baik kompetensi teknis maupun perilaku – harus diidentifikasi berdasarkan misi, visi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisasi. Kalau ada sasaran strategis (strategic objective) dan KPI level organisasi – sebagai penjabaran dari misi, visi, nilai-nilai, budaya, dan strategi organisasi – hal itu akan sangat membantu menajamkan identifikasi kompetensi organisasi. “Langkah pertama ini sangat penting dan kritikal dalam penyusunan kompetensi organisasi,” ungkap Agus Mauludi. Kompetensi inti merupakan penentu keunggulan kompetitif organisasi dalam bersaing di pasar. Kompetensi inti, baik kompetensi teknis maupun perilaku, harus dimiliki oleh setiap pegawai dalam
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 21
Cover Story
organisasi – terlepas dari peran atau jabatan pegawai. Setelah kompetensi inti organisasi ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi kompetensi unit fungsional, misalnya bidang Pemasaran, Keuang an, SDM, Manajemen Risiko, Sekretariat Perusahaan, Ope rasional, dan sebagainya. Kompetensi unit fungsio nal memastikan munculnya kompetensi yang diperlukan bagi pegawai untuk sukses menjalankan perannya pada unit fungsional. Perbedaan kompetensi antar unit fungsional tidak hanya terjadi pada kompetensi teknis, tetapi juga bisa terjadi pada kompetensi perilaku. Untuk berhasil menjalankan perannya, seorang pegawai dari unit fungsional tidak cukup hanya berperilaku mengikuti kompetensi inti organisasi. Ia harus pula menguasai kompetensi khas unit fungsional tempatnya bekerja. Mari kita lihat contoh berikut ini. Kompetensi perilaku unit Penjualan dan Pemasaran tentu berbeda dengan kompetensi perilaku unit Kepatuhan dan Manajemen Risiko ataupun unit Keuangan dan Akuntansi. Pegawai yang bekerja di unit Penjualan dan Pemasaran tentu harus memiliki perilaku Customer Focus/Orientation/Excellence. Sedangkan pegawai di unit Kepatuhan dan Manajemen Risiko tidak memerlukan perilaku tersebut, tetapi membutuhkan kompetensi Attention to Detail dan sejenisnya. Artinya, pegawai yang berkinerja tinggi pada unit Penjualan dan Pemasaran belum tentu berkinerja tinggi bila ditempatkan di unit Kepatuh an dan Manajemen Risiko, begitu pula sebaliknya. Tak pelak lagi, pendefinisian kompetensi sebuah organisasi harus meliputi kompetensi level organisasi dan kompetensi level unit fungsional untuk kemudian diturunkan menjadi kompetensi level individual (SKJ). Berbagai
riset tentang kinerja organisasi, termasuk riset Human Sigma dari Gallup, menunjukkan bahwa perbaikan kinerja SDM harus dilakukan di level unit kerja – tempat sebagian besar pegawai beker ja. Intervensi dalam rangka perbaikan harus dilakukan pada level ini. Dengan mengadopsi hasil riset tersebut, manajemen kompetensi juga harus dititik-beratkan kepada kompetensi di level unit kerja. Sebelum bisa melakukan intervensi dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai di unit kerja, maka kompetensi di level unit fungsional harus didefinisikan dengan tepat. Lantas, bagaimana caranya? Menurut Dra. Winny Windrawati, MPsi., Senior Partner MKI, penetapan kompetensi di level unit fungsional dilakukan mengacu kepada sasaran strategis dan KPI unit tersebut, melakukan penggalian kompetensi dari Subject Matter Expert unit fungsional, dan mewawancarai top performer dari unit fungsional tersebut. Winny mengatakan, pendefinisian kompetensi teknis unit fungsional lebih baik dilakukan secara internal karena yang paling tahu tentang kompetensi teknis adalah pegawai organisasi. Untuk pendefinisian kompetensi perilaku unit fungsional, Winny menyarankan untuk melibatkan konsultan atau pihak luar yang lebih kompeten. “Pendefinisian kompetensi di level unit fungsional akan menghasilkan kompetensi yang tajam di level unit fungsio nal, sekaligus dasar pemberian training
22 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
dan pengembangan yang akurat bagi pegawai di unit kerja tersebut,” tukas Winny. Dalam menggali kompetensi dari top performer, metode CORE me nerapkan teknik wawancara CIT (Critical Incident Tech nique) atau CEI (Critical Event Interview). Wawancara akan fokus menggali kompetensi berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh top performer selama ini, baik yang menghasilkan kinerja yang efektif maupun kinerja yang tidak efektif. Selain kompetensi inti dan kompetensi unit fungsional, khusus untuk kompetensi perilaku tentu harus didefinisikan pula kompetensi peran (role competency) atau kompetensi managerial/kepemimpinan (managerial com petency) dalam organisasi. Kompetensi managerial melekat kepada mereka yang memimpin di jalur struktural organisasi. Pada umumnya, kompetensi managerial menyangkut aspek kognitif atau kecerdasan diri dan kemimpinan. Beragam kompetensi yang disusun melalui konsep CORE akan menghasilkan kamus kompetensi yang lengkap dan efektif mendukung keberhasilan pegawai dan organisasi mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. “Kunci utama manajemen kompetensi sangat tergantung kepada metode yang dipergunakan untuk mendefinisikan kompetensi. Mengabaikan kompetensi spesifik unit kerja dalam manajemen kompetensi organisasi jelas sebuah kekeliruan besar. Membeli atau mengkopi kamus kompetensi perusahaan lain, walaupun industrinya sama, tidak akan membuat perusahaan unggul dalam persaingan,” tukas Ir. Syahmuharnis MBA, Direktur MKI. Anda harus benar-benar sangat unik untuk bisa bersaing dan memenangkan persaingan. Keunikan tersebut harus digali mulai dari aspek kompetensi organisasi. l
28
PT Menara Kadin Indonesia
MKI -
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing Customer Engagement Schedule 2014 : 19 - 20 May, 27 - 28 Agt Latar Belakang
R
iset yang dilakukan oleh John H. Fleming, Curt Coffman, dan James K. Harter dari Gallup Consulting menyimpulkan bahwa interaksi antara karyawan dan pelanggan sangat menentukan kinerja finansial organisasi. Sikap karyawan mempengaruhi sikap pelanggan, dan sikap pelanggan mempengaruhi kinerja organisasi secara linear. Artinya, jika ingin memiliki kinerja finansial yang tinggi, perusahaan harus mengukur dan meningkatkan sikap pelanggan, yang dikenal dengan keterikatan pelanggan (Customer Engagement). Level Customer Engagement bisa menjadi indikator proses (leading indicator) dari tingkat pengembalian bagi investor. Artinya, kalau hasil survei Customer Engagement menghasilkan tingkat engagement yang tinggi, maka ada harapan kinerja keuangan perusahaan juga tinggi.
Outline Workshop
Day 1 : Concept & Implementation of Customer Engagement 1. Konsep Customer Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Customer Engagement 3. Bagaimana mengelola Customer Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Customer Engagement
Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
Day 2 : Measuring Customer Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Customer Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Customer Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Customer Engagement
Target Peserta
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen pemasaran dan pelayanan pelanggan.
Human Capital Sigma® Chain Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth Engaged Customers
Human Capital Sigma
Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Fasilitator t*S3VN%.VUJBSB .4J, berpengalaman sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. t*S4ZBINVIBSOJT .#" berpengalaman sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/ Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia. t%S./VS"JEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI.
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Cover Story
Apa Kata Mereka? Robertus Bambang Gunawan,
Direktur Legal, Corporate Affairs and Human Capital PT. Mitra Cakrawala International.
Kompetensi
Sebuah Keharusan
M
enurut Robertus Bambang Gunawan, CBHRM sebagai pola pendekatan dalam membangun sistem manajemen sumber daya manusia yang handal dengan menggunakan kompetensi sebagai pendukung utamanya. “Kinerja perusahaan sangat tergantung pada kinerja SDM. Setiap Orang memiliki kekuatan dan kelemahan serta penciptaan keunggulan kinerja (Excellent Performance). Konsep CBHRM memandang bahwa setiap Individu mampu menjadi kompeten di segala bidang dengan cara memperbaiki kelemahan individu karyawan tersebut,” ujar pria yang menjabat sebagai Direktur Legal, Corporate Affairs and Hu man Capital PT. Mitra Cakrawala International. Di PT. Mitra sendiri, kompetensi karyawan dinilai dengan membandingkan serangkaian persyaratan kompetensi dengan kompetensi yang dimiliki. Jika terdapat ketidaksesuaian, atasan masing-ma sing akan mengana lisa bersama divisi Human Capital, khususnya departemen People and De velopment. “Analisa yang dilakukan adalah kesenjangan kompetensi (compe tency gap analysis) dan mengidentifikasi kelemahan untuk menentukan area of im provement,” jelasnya. Namun, diakui Bambang, dengan adanya
24 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
kegiatan day to day pada atasan masingmasing membuat kegiatan analisa menjadi kurang fokus dan baru direalisasikan apabila sudah mempengaruhi dan berdampak langsung pada bisnis dalam organisasi. Kendala yang seringkali dihadapi organisasi selama ini dalam mengkaji ulang kompetensi pada level Corporate Human Capital adalah business unit yang berbeda dalam analisa untuk menentukan area of improvement pada unit bisnis yaitu Auto motif, Mining and Services, Multifinance serta Drilling Services dengan total lebih dari 1.200 karyawan yang 90 persen lebih berada di Kalimantan, dan lainnya di Kantor Pusat Jakarta. “Karena itu dalam mengkaji ulang kompetensi baik yang bersifat Kompetensi Manajerial (Soft Competency) dan Kompetensi Tehnis/Fungsional (Hard Competency), diperlukan integrasi dari seluruh kegiatan HR berdasarkan kompetensi untuk mendukung tujuan organisasi,” papar Bambang lagi. To Be The Strongest National Company in Delivering Business Integration Solution Through Partnering To Achieve Sustainable Growth adalah sebagai misi perusahaan tingkat korporat, serta diturunkan dan diterjemahkan dalam misi direktorat Hu man Capital yaitu Menjadi Partner Untuk Semua Bisnis Unit dengan Cara Pemenuhan SDM Terbaik dengan Melalui Pelatihan, Pengembangan Dan Budaya Perusahaan. Dalam misi Human Capital tersebut jelas perusahaan ingin membentuk kompetensi sesuai dengan kebutuhan organisasinya yang selama ini bisnisnya lebih cepat berkembang dibandingkan dengan kesiapan kompetensi kebutuhan SDM. Bambang menegaskan, untuk mencapai keberhasilan kompetensi, dibutuhkan lima
Cover Story
Apa Kata Mereka? hal yaitu alignment, integra tor, distribution, self direction application dan acculturation. “Alignment yaitu kompetensi yang dihubungkan dengan visi, strategi dan kapasitas organi sasi. Integrator maksudnya kompetensi diterapkan dalam semua fungsi SDM secara sistematis,” Bambang menjelaskan. Sedangkan Distribution adalah standar kompetensi secara terus menerus dikomunikasikan dan dilaksanakan secara aktif. Self Direction Application yaitu simple dan mudah dipahami, dan Accul turation berarti implementasi kompetensi berhasil menjadi bagian budaya baru perusahaan, yang tercermin dalam nilai 5 sikap Budaya di PT. Mitra. Adapun nilai-nilai perusahaan tercermin dalam 5 Sikap Budaya Mitra Cakrawala International sebagai pondasi pengembangan kompetensi. Diakui Bambang, penerapan kompetensi dari masing masing unit bisnis berbeda satu sama lain, khususnya yang bersifat hard skill. Misalnya pada unit bisnis automotif yang spesifikasi kompetensi berhubungan dengan 3 S yaitu Sales, Spare Part dan Service. PT. Mitra membuat Competency Center terhadap skill sales Unit, sales Part dan grade mekanik, mulai dari mekanik engineering level yunior sampai dengan senior mekanik. Demikian pula di Unit Bisnis Mining Services yaitu kompetensi Foreman, superitendent operation dan maintenance, serta pada unit bisnis drilling services Oil and Gas seperti kompetensi Rig Superiten dent dan HSE Officer. “Sedangkan pendekatan kompetensi tingkat korporat, kami memiliki Lembaga Learning Center di bawah Dept. People and Development yang mengedepankan kompetensi soft skill dan hard skill. Program yang sudah berjalan secara rutin, yaitu ONE, GEP Level 1, GEP Level 2, Outbond materi Team Work dan Team Building, dan
Eksekutif Program,” tuturnya. ONE (Orienta tion New Employee) adalah program pengenalan budaya perusahaan, peraturan perusahaan serta bisnis unit yang ada di PT. Mitra terutama bagi karyawan yang baru masuk. Sedangkan GEP (Golden Employee Program) Level 1 adalah program khusus bagi yang sudah menjabat supervi sor, atau promosi ke senior supervisor sampai dengan manager. Sementara GEP level 2 ditujukan untuk level Manager sampai dengan Senior Manager dan GM. Untuk meningkatkan program CBHRM, PT. Mitra sedang melaksanakan program QMS (Quality Management System). Selain itu dalam rangka mendukung strategi bisnis tingkat Corporate menuju tahun 2017, Corporate Human Capital telah mempersiapkan HCMP- MCI (Human Capital Master Plan Mitra Cakrawala Internasional) yang di tahun 2014-2015 berfokus pada CBHRM. “Memang sekarang ini ada pergeseran dari CBHRM menjadi SBHRM (Strength Based Human Resources Management), terutama di perusahaan multinasional. Namun buat kami, kerangka Kompetensi akan menjadi basis bagi semua fungsi manajemen SDM dan berperan sebagai linkage antara kinerja individu dengan sasaran bisnis,” tutur Bambang kembali. l Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 25
Cover Story
Corporate Competency Excellence
S
eberapa pentingkah keterkaitan antara kompetensi perusahaan dengan strategi bisnis? Suatu perusahaan yang berorientasi market akan terlihat dinamis dan adaptif dengan perkembangan pasar ketika karyawannya menampilkan kompetensi enterpre neurship. Perusahaan jasa juga akan dapat meraih pelanggan ketika kar yawan menampilkan service orien tation saat memberikan pelayanan kepada pelanggan. Pengalaman menunjukkan terdapat beberapa perusahaan yang memiliki model kompetensi tersendi ri. Namun ada beberapa perusahaan yang belum memiliki standar baku kompetensi untuk dijadikan sebagai
parameter dalam melakukan penilai an kepada karyawan atau calon karyawan. Salah satu pengalaman yang ditemui adalah ketika sebuah perusahan ingin melakukan assess ment bagi karyawan dengan tujuan talent mapping. Karena perusahaan tersebut belum memiliki model kompetensi yang baku, maka mereka membutuhkan jasa konsultan untuk menyusun kompetensi sesuai dengan visi dan misi serta value perusahaan
perusahaan. Sebagai agar dapat dilakukan contoh, perusahaan assessment pada IT yang menekan karyawan tersebut kan perkembangan untuk posisi yang teknologi, mungkin dituju. Akan tetapi akan lebih cocok ketika dikonfirmasi menjadikan continu rumusan kompetensi ous improvement atau tersebut kepada creativity sebagai perusahaan, tersalah satu core com lihat respon yang petency yang pen tidak terduga. Pihak Oleh ting bagi perusahaan perusahaan justru Debira Aryani ketimbang menekabertanya mengenai Senior Executive nkan pada kompetensi maksud dari komFirstasia Consultants planning & organiz petensi tersebut, ing yang lebih cocok dalam artian yang dengan perusahaan manufaktur. bersangkutan tidak memahami Perusahaan memiliki visi dan misi bahwa yang dikonfirmasikan adalah yang menentukan value dan keberkompetensi yang telah disusun berhasilan yang ingin dicapai. Jika kita dasarkan permintaan mereka. melihat visi dan misi tersebut sebagai Kompetensi memang dapat me dasar untuk menyusun kompetensi ningkatkan kinerja perusahaan, inti perusahaan tentu akan sejalan namun sayangnya tidak jarang dengan sasaran bisnis yang telah penyusunan tersebut tanpa diselarasditentukan sehingga dapat menuntun kan dengan bisnis yang dijalankan. penentuan metode talent manage Ada pula yang menetapkan standar ment yang tepat sasaran agar dapat yang terlalu tinggi untuk suatu kommeng-cover gap yang ada. Namun petensi atau dalam jumlah yang tertentunya saat kompetensi sudah lalu banyak sehingga menjadi terlalu berat untuk dapat dilihat relevansinya ditentukan, perusahaan juga perlu konsisten untuk mengimplementasidengan arah bisnis yang dituju. Akan kannya sebagai salah satu perangkat terasa efektifnya jika kompetensi untuk mendukung pencapaian goal. yang ditentukan dapat diterjemahJika hal tersebut sudah dapat di kan dengan simple sehingga mudah realisasikan oleh perusahaan, maka untuk diaplikasikan serta sinergis bukan tidak mungkin Corporate dengan perangkat HR lainnya seperti Competency Excellence dapat dirasakebutuhan pelatihan karyawan, apkan manfaatnya secara nyata. l praisal, ataupun rekrutmen. De ngan demikian kompetensi tersebut dapat dijadikan sebagai fondasi yang menghubungkan identifikasi talent di perusahaan dan arah tuntutan bisnis Firstasia Consultants. Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 perusahaan. Kompetensi ini biasa Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | disebut sebagai core competency F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
26 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
Profile
K
eunikan mengelola manusia membuat Stefanus Gunarto Wardjono merasa tertantang. Mengelola manusia tidak bisa menghasilkan angka yang pasti. Menurutnya, satu rumus bisa mendapatkan jawaban yang bermacammacam.
Stefanus Gunarto Wardjono
Memotivasi Orang Lain Agar Mau Belajar Meski puluhan tahun bermain di angka dan di bagian operasional, namun ketika ia dipercaya menjabat sebagai HRD Division Head Bank Artha Graha, ayah dua anak ini me ngaku tidak kesulitan ketika berada di dunia HR. “Saya memang belum lama di HR. Yang penting adalah mau belajar,” ujar pria jebolan Universitas Kristen Krida Wacana Jurusan Akuntansi dan Magister Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia. Jalur karir yang berpindah-pindah sudah ia lalui. Ada kesulitan? “Yang penting jangan dianggap kendala. Harus dianggap sebagai tantangan,” tukas pria yang pernah menjabat sebagai kepala Cabang Bank Artha Graha. Kondisi ini membuatnya menjadi semakin bersemangat mengerjakan tugas-tugasnya selama ini. Ketika ditanya seberapa berat menghadapi tantangan di dunia HR, dengan lugas Stef menjawab bahwa mengelola manusia jelas berbeda dengan bisnis. “Kalau di bisnis, bisa dengan hitungan matematis. Tapi kalau mengelola manusia, tidak bisa. Saya mengerjakan
satu hal dengan rumus yang sama, hasilnya bisa macam-macam,” senyum pria yang juga menjabat sebagai Asisstant Vice President menjawab pertanyaan tersebut. Salah satu hal yang menjadi tantangannya adalah ketika Bank Artha Graha mencari talent-talent yang bisa mengisi kekosongan posisi atau calon pemimpin. “Tapi sesuai dengan visi para pemegang saham. Kami mencari karyawan militan. Militan tidak hanya loyal, tapi mau mengerjakan pekerjaan yang di luar pekerjaannya. Jadi lebih kepada kemauan orang untuk bekerja mengerjakan pekerjaan diluar yang ia kerjakan. Syukur kalau orang itu juga pintar,” imbuhnya kembali. Dalam merintis karir, setiap orang pasti punya masa-masa sulit. “Dan istri saya punya peran penting,” aku Stef yang sering meluangkan waktu berdua istri saat olahraga jalan pagi di akhir pekan. Akhir pekan juga kerap diisi Stef untuk menonton film di bioskop bersama istri dan kedua putriya yang sedang beranjak de-
wasa. “Kebetulan hobi kami sama, kami suka banget nonton dan traveling. Kami punya komitmen, dalam seminggu kami punya waktu minimal satu hari untuk hang out meski anakanak sudah punya kesibukan sendiri,” tutur pria berdarah Jakarta – Blitar yang gemar menyantap bubur ayam. Menjadi trainer merupakan keinginan Gunarto di masa yang akan datang. “Saya hobi mengajar. Saya berharap kelak saya bisa jadi profes sional trainer. Selama ini memang sudah saya lakukan tapi masih bersifat internal,” akunya. Menurutnya, bagaimana memotivasi seseorang agar mau belajar adalah hal yang paling ia sukai. Karena itu, menciptakan metode agar orang-orang mau dan mudah untuk belajar merupakan obsesinya. Dan rupanya jalan menuju cita-citanya semakin terbuka, karena sejak Februari 2014 lalu ia diberi kepercayaan menjabat sebagai Kepala Pusdiklat Bank Artha Graha. l
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
Ratri Suyani
n
15 Maret - 15 April 2014 27
Profile
Rismarini
Singsingkan Lengan Baju
L
ebih dari 20 tahun berkarir di beberapa perusahaan perbankan di Indonesia bukanlah tujuan utama Rismarini berkarir. Yang terpenting adalah memberikan nilai lebih untuk perusahaan di tempat ia bekerja sehingga menjadi bermakna untuk diri sendiri. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonsia tahun 1990 lalu ini memulai karirnya di Bank Bali tahun 1990 dengan menjadi Recruitment Officer. Kemudian memegang beberapa jabatan di antaranya adalah sebagai Recruitment & Man Power Planning Head, Recruitment, Selection and Orientation Program Head, HR Relationship Manager. “Saya belajar banyak hal di HR,” imbuh wanita yang biasa disapa Rini dengan ramah. Dengan terjadinya merger Bank Bali dengan beberapa bank lainnnya menjadi Bank Permata, ia tetap konsisten di HR, sejak tahun 2003 – 2007 dan jabatan terakhinya sebagai HR Spe cialist, Talent Identification Head. Setelah keluar dari Bank Permata, mencoba menjadi Psikolog Associate di beberapa Konsultan dan Bank Danamon, namun hanya bertahan 4 bulan saja. “Saya mene rima tawaran sebagai HR Manager di Sahid Sahirman Memorial Hospital. Saya belajar lagi hal yang berbeda. Dimana sebagai
28 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
opening team, bersama konsultan Rumah Sakit memulai HR system dari awal, dan saya belajar nature of business-nya. Yang pasti, kompetensi setiap staf di rumah sakit dan di perbankan jelas berbeda,”, tutur ibu tiga anak ini panjang lebar. Setelah Rumah Sakit soft opening, pada tahun 2008, kembali berkarir di bank, karena ia diminta menjadi Kepala Divisi Sumber Daya Insani Bank Syariah Bukopin (BSB) yang ditekuni hingga saat ini. Banyak suka duka yang ia alami dalam berkarir. “Tapi saya anggap ini sebagai tantangan,” akunya lagi. Berbagai tantangan yang ia hadapi mulai dari kedisiplinan, membuat remunerasi dan grading karyawan yang jelas, menciptakan iklim kerja yang sesuai dengan budaya perusahaan, dan masih banyak lagi. “Tidak mudah, karena saya harus memulainya dari awal. Tapi ini justru tantangannya. Kuncinya adalah harus mau menyingsingkan lengan baju alias mengerjakan semua. Sensasinya berbeda ketika dimulai dari yang tidak ada menjadi ada, dan kemudian melihat hasilnya,” papar Rini yang di tahun-tahun pertama BSB, ia banyak melakukan training, termasuk training MDP. Puaskah dengan hasil yang dicapainya saat ini? “Tidak pernah ada kata puas. Pasti akan ada hal-hal yang harus ditingkatkan. Apalagi gap kompetensi masih ada. Tapi saya bersyukur, jika tadinya tim SDM di BSB cuma bertiga, sekarang sudah berjumlah 10 orang,” kata wanita berdarah Sumatera Selatan – Sumatera Barat yang bertekad untuk menjadikan BSB sebagai bank pilihan terbaik di Indonesia. Kendati banyak waktunya tersita untuk pekerjaan, Rini tidak ingin waktunya bersama keluarga tersia-siakan. “Itu adalah konsekuensi sebagai karyawan dan saya menyeimbangkan waktu untuk keluarga di akhir pekan. Kami sempatkan waktu untuk jalan-jalan, makan, nonton atau sekadar berkumpul di rumah. Mungkin karena anak-anak sudah besar, terkadang malah mereka yang malah pergi dengan teman-temannya, saya malah ditinggal di rumah hahaha,” ujar Rini sambil tertawa. l Ratri Suyani
Profile
P
uluhan tahun membuka dan mengelola sendiri sebuah usaha klinik kecantikan bukan hal yang mudah. Belum lagi menghadapi persaing an usaha yang begitu ketat. Namun wanita yang tampak awet muda ini tetap optimis. Mengawali karir sebagai seorang dokter akupunktur bukan tanpa sebab. Menurut Dr. Indrawati Setyono, ia memilih spesialisasi akupunktur karena disebabkan keinginannya memiliki momong an. Belajar hingga ke negeri China dan akhirnya berhasil mendapatkan keturunan membuatnya jatuh cinta dengan akupunktur. Hal ini membuatnya memutuskan untuk mendirikan klinik akupunktur. “Mengelola bisnis ini memang tidak gampang,” ujar ibu dari Michelle AS dan Bernice AS. Banyak suka duka yang ia rasakan selama mengelola usaha. “Ketika melihat pasien sembuh dari penyakit yang diderita atau maupun dari masalah kecantikan yang dialami mereka menjadi hal yang membuat saya senang,” aku wanita yang merasa senang, bahagia dan puas karena tujuannya untuk membuat orang-orang khususnya kaum wanita menjadi sehat dan cantik sudah tercapai dengan cara yang aman dan singkat. Ketika disinggung dukanya, dengan cepat ia menjawab bahwa duka yang ia rasakan selama ini hampir tidak ada. “Intinya adalah melakukan pekerjaan yang kita sukai. Saya mengerjakan semua ini dengan sepenuh hati dan tanpa
Indrawati Setyono
terbebani,” imbuh suami dari Alexius Salim. Menjamurnya klinik kecantikan di berbagai pelosok di Indonesia tidak membuatnya khawatir. “Kalau ingin membuka dan mengelola bisnis klinik kecantikan sebaiknya jangan berorientasi pada keuntungan saja, akan tetapi harus berawal dari hati yang ikhlas untuk berbuat yang terbaik, sehingga usaha Anda diminati banyak orang. Ini jika kita berbicara mengenai tren peluang usaha klinik kecantikan,” tutur pemilik klinik Aura Chake yang berlokasi di daerah Permata Hijau Jakarta Selatan dan di Taman Anggrek Jakarta Barat. Selain itu, lakukan komunikasi dengan konsumen yang akan menggunakan jasa atau produk kecantikan untuk memudahkan konsumen dalam memilih jasa kecantikan yang tepat. Memberikan pelatihan kepada karyawan untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi keharusan. “Para therapist atau yang melakukan perawatan kepada pasien harus dibekali pengetahuan,” imbuh Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perlakukan konsumen dengan baik, dengan menjawab setiap pertanyaan serta keluhan-keluhan yang muncul dari konsumen sehingga konsumen merasa nyaman. Dan yang terpen ting adalah menanamkan kepercayaan kepada pasien. “Trust adalah yang terpen ting. Tanamkan kepercayaan kepada pasien karena mulut merupakan senjata yang ampuh untuk mengetahui apakah seseorang berkompeten di bidangnya,” saran wanita yang juga mendalami spesialisasi kulit. Meski ba nyak konsumen yang berdatangan dari berbagai daerah dan manca negara, ia mengaku enggan untuk membuka cabang di tempat lain. “Waktu untuk keluarga adalah yang terpenting,” katanya sambil tersenyum. l Ratri Suyani
Kelola Bisnis dengan Hati
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 29
Periscope
Mimpi-Mimpi 1-2-3 Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK
P
ada hari Sabtu minggu yang lalu saya mengunjungi sebuah lokasi dimana sebelum terjadi kebakaran melanda tempat tersebut beberapa minggu sebelumnya ada berdiri ratusan rumah sederhana semi permanen yang dihuni oleh hampir 3.000 orang. Terlihat banyak wajah-wajah murung dengan sinar mata yang mengekspresikan kekuatiran akan masa depan mereka karena ketika kebakaran terjadi sebagian besar dari mereka sedang mudik Lebaran sehingga hampir tidak ada hartabenda tersisa, ludes dilahap api. Tetapi ada juga beberapa dari mereka yang sudah mulai memba ngun kembali rumah-rumah mereka. Mereka mengatakan kepada saya ketika kami bercakapcakap bahwa mereka berharap untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di masa depan walaupun dengan terpaksa mulai dari nol. Di lokasi tersebut terlihat banyak anak-anak berusia sekitar lima tahun atau lebih yang masih dengan riang bermain dan berlarian kesana kemari. Mereka mungkin masih terlalu muda untuk dapat menyadari beban dan tantangan yang dihadapi oleh para orang tua mereka. Anak-anak tersebut sepertinya masih memiliki impian-impian mereka - sebuah dunia yang penuh keajaiban dan fantasi. Ada banyak dari kita, para orang dewasa, dan mungkin juga para dewasa muda, lupa atau cenderung melupakan pentingnya mimpi-mimpi dan berpikir bahwa mimpi-mimpi hanyalah untuk anak-anak dan realitas kenyataan yang seringkali begitu keras dan pahit sebagai dunia nyata bagi orang-orang dewasa. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya keliru tetapi kehidupan bukan melulu perjuangan atau pertempuran, ataukah memang demikian? Hidup justeru harus dapat dinikmati seperti kompetisi dalam permainan. Manusia tanpa kemampuan untuk memiliki impian-impian akan mirip seperti robot yang hanya melewati kehidupan sehari-hari yang monoton. Tidak akan terpancar semangat, harapan, dan kegembiraan. 30 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
Impian-impian menciptakan harapan-harapan dan ekspektasi-ekspektasi. Mimpi-mimpi juga merupakan vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup yang berkualitas. Lewat yang sebelumnya hanyalah impian-impian, manusia dapat kemudian menghasilkan berbagai hal besar dan berarti. Namun, hanya kita masing-masing yang bisa menjadikan kehidupan kita lebih baik dengan merealisasikan mimpi-mimpi kita. Impian-impian yang dimaksudkan disini bukanlah seperti mimpi-mimpi ketika kita tidur. Apakah anda telah menuliskan impianimpian anda ke dalam sebuah daftar – mimpi-mimpi tentang kebahagiaan, prestasi dan kesuksesan yang ingin anda dapatkan dalam hidup anda? Apa saja yang ingin kita raih dalam seluruh 6 aspek kehidupan - keuangan dan karir, keluarga dan rumah-tangga, mental dan pendidikan, fisik dan kesehatan, sosial dan budaya, serta spiritual dan etika? Kita mungkin sudah sering mendengar atau membaca bahwa untuk meraih kesuksesan diperlukan tindakan. Tetapi jika kita tidak mulai dengan memahami arti kesuksesan bagi diri kita, walaupun kita berusaha dengan sangat keras, kita akan seperti orang berjalan di tempat. 3 langkah berikut ini dapat menjadi inspirasi dalam mendapatkan kehidupan yang bahagia dan memuaskan bagi diri kita sendiri dan juga bagi orang-orang lain. 1 Berpikir besar dan yakin bahwa kita pantas mendapatkannya. Langkah pertama adalah berpikir jernih untuk dapat menetapkan secara tepat sasaransasaran yang ingin kita raih dalam semua aspek kehidupan untuk memastikan bahwa kita menjalani kehidupan yang seimbang manakala semua yang kita ingin dapatkan telah diraih. Sasaran-sasaran harus jelas sebab sasaransasaran yang samar-samar akan memberikan
Periscope
hasil yang samar-samar pula. Dengan melakukan identifikasi, pemilihan dan secara emosional melibatkan diri untuk tujuan-tujuan kita tersebut akan memberikan kita landasan yang kokoh dan determinasi untuk melaksanakan langkah-langkah tindakan yang diperlukan. Semua prestasi penting yang ingin kita raih dalam hidup kita memerlukan waktu dan usaha, dan oleh karena itu pada saat awal bahkan sebelum memulai, kita perlu sungguh memahami mengapa kita melakukannya. Jika kita memahami mengapa kita melakukan sesuatu – akan menjadi relatif mudah untuk kemudian mempelajari bagaimana melakukannya. Mengapa selalu mendahului bagaimana sehingga dengan memiliki pemahaman yang baik tentang mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan akan membuat tahap-tahap berikutnya yaitu bagaimana mencapainya menjadi lebih mudah. 2 Arah mana yang dituju bukan dimana kita berada. Setelah dapat memfokuskan pikiran kita karena kita mengetahui bahwa realisasi mimpimimpi tersebut penting bagi kita, langkah berikutnya adalah bahwa kita harus mengetahui arah mana yang akan kita tuju karena jika tidak, kita mungkin akan tiba di tempat yang lain. Tahap penting berikutnya agar kita bisa sepenuh hati dalam mengejar tujuan-tujuan kita adalah dengan bertanya kepada diri sendiri seberapa kuat keinginan kita untuk benar-benar ingin mencapai tujuan-tujuan tersebut. Untuk menjadikan diri kita terlibat secara emosional, pertama-tama kita dapat melakukan visualisasi kesuksesan kita dan meyakinkan diri sendiri bahwa kita dapat meraihnya. Ketika kita memiliki komitmen sepenuh hati untuk mendapatkan hasil-hasil akhir yang diinginkan, kita akan selalu siap sedia untuk kerja keras yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Kita semua sudah mengetahui bahwa impian-impian tidak pernah akan bisa diraih hanya dengan berharap mereka menjadi kenyataan atau hanya dengan bekerja keras. Kita perlu melakukan langkah-langkah perencanaan, penjadwalan dan diikuti tindakan-tindakan yang diperlukan untuk dapat meraih kesuksesan. Kemahiran dalam keterampilan-keterampilan yang diperlukan akan membawa kita lebih dekat
dengan tujuan-tujuan kita. Dengan visi yang jelas dan visualisasi apa yang ingin kita raih serta memahami akan dimana kita ingin berada, mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan, kita akan memiliki komitmen untuk selalu memberikan yang terbaik . Visualisasi juga akan membantu kita memperkokoh rasa yakin bahwa kita dapat mencapai impian-impian dan tujuan-tujuan dalam hidup kita. Ketika kita secara emosional terlibat, kita akan bersedia untuk terus berusaha dan tetap bertahan untuk meraih apa yang telah kita tetapkan meski halangan demi halangan menghadang, dan juga membayar harga yang diperlukan untuk meraih mereka. 3 Merayakan sekecil apapun keberhasil an atau kemajuan. Ukur kesuksesan kita lewat hasil-hasil yang diraih dan merayakan secara sepantasnya. Fokus pada hasil-hasil dan bukan pada aktivitas-aktivitas. Terus berkarya sehingga dari waktu ke waktu kita akan satu langkah lebih dekat dengan impianimpian kita - tetapi tidak hanya sekedar sibuk atau melaksanakan tugas tanpa arah yang jelas. Jalani kehidupan kita dengan melakukan tindakan-tindakan yang membawa kita lebih dekat ke tempat di mana kita ingin berada dan meningkatkan efektivitas diri dengan menetapkan prioritas dan menyusun jadwal kegiatan serta belajar mendelegasikan dengan benar. Kerjakan hanya hal-hal yang akan membawa kita meraih impian-impian kita. Pergunakan waktu dengan bijak dan kita akan dapat melakukan hal-hal yang berguna bagi kehidupan kita. Dengan menetapkan jadwal dan menyusun prioritas kegiatan-kegiatan, kita akan dapat mengurangi banyak kesulitan sehari-hari dan kita dapat terhindar dari kehidupan dan karir yang penuh dengan frustrasi dan kekecewaan. Hidup adalah sebuah perjalanan jadi hargai seluruh kesenangan bahkan kesenangan kecil yang dihadirkan setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap saat dalam perjalanan hidup kita dan buatlah semua bermakna. l Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach n
15 Maret - 15 April 2014 31
PT Menara Kadin Indonesia
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
MKI -
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing Employee Engagement Schedule 2014 : 29 - 30 Apr, 11 - 12 Jun, 20 - 21 Agt
Human Capital Sigma® Chain
Latar Belakang
P
ertanyaan tentang indikator bidang sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki korelasi langsung dengan kinerja keuangan perusahaan mendorong pakar dan praktisi manajemen mencari indikator yang paling tepat. Hasil riset dalam jangka yang lama menemukan sebuah indikator yang paling mumpuni, yakni tingkat keterikatan karyawan (employee engagement). Riset Aon Hewitt, misalnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi engagement karyawan maka semakin tinggi kinerja perusahaan dan tingkat pengembalian bagi pemegang saham (total shareholder return).
Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth
Human Capital Sigma
Selain berkorelasi langsung dengan kinerja perusahaan yang juga semakin tinggi, engagement karyawan juga berhubungan dengan tingkat turnover karyawan kunci yang lebih rendah, sehingga bisnis menjadi lebih stabil dan terus bertumbuh. Bayangkan bila level engagement karyawan yang rendah, bisa dipastikan komitmen karyawan terhadap kemajuan perusahaannya sangat payah.
Engaged Customers Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Tujuan dan Sasaran Workshop
Day 2 : Measuring Employee Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Employee Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Employee Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Employee Engagement
Tujuan workshop ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keahlian para pimpinan dan staf bidang manajemen SDM dalam mengukur dan mengelola tingkat keterikatan karyawan (employee engagement level). Adapun sasaran dari workshop adalah terciptanya para profesional SDM yang kompeten dalam mengukur dan mengelola engagement karyawan.
Target Peserta
Outline Workshop
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen SDM dan kinerja bisnis organisasi.
Day 1: Concept & Implementation of Employee Engagement 1. Konsep Employee Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Employee Engagement 3. Bagaimana mengelola Employee Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Employee Engagement
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan 32 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
(021)
27
Periscope
n
15 Maret - 15 April 2014
Fasilitator t*S4ZBINVIBSOJT .#" berpengalaman
sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia.
t*S3VN%.VUJBSB MSi, berpengalaman
sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/ fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
t%S./VSBJEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia.
Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI.
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Training
How to Design Management Trainee Program Jakarta, 6 - 7 Maret 2014
Photo Gallery
Training
Compliance and Risk Management Jakarta, 10 - 11 Maret 2014
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 33
Column: Business Management
Kompetisi k
D
alam hitungan hari kedepan, kita akan melaksanakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR RI, DPRD I, DPRD II dan anggota DPD. Perhelatan Nasional yang menghabiskan biaya trilyunan rupiah, demi mendapatkan wakil wakil rakyat, untuk 5 tahun kedepan, bagian dari proses Demokrasi dinegara kita. Beberapa pengamat dan analis politik mengatakan bahwa, inilah saatnya para caleg ‘melamar’ kerja kepada masyarakat di daerah pemilihan, dan mengiba kepada konstituen agar mencoblos nama ataupun partainya. Sesuatu yang sangat paradox tentunya, seandainya setelah duduk di meja parlemen, mereka sering membolos dalam rapat rapat parlemen, bahkan bertindak curang dengan melakukan korupsi, nepotisme dan perilaku negatif lainnya. Jadi? Siapa yang salah? Rakyat yang memilih, si caleg. Partai atau sistimnya? Kita tidak perlu menelaah lebih dalam, karena kompleksitas permasalahan ini akan memunculkan perdebatan yang tidak pernah habis. Tak perlu kecil hati, kare na kompetensi, kredibilitas, dan perilaku anggota parlemen yang negatif juga ditemui di negara lain, baik di Asia bahkan di benua lain. Masalah pemilihan yang hanya berdasar popu laritas, bukan kapabilitas sudah lumrah terjadi, dan rakyatpun hanya bisa berdoa untuk mendapatkan wakilnya yang amanah, kredibel dan bertanggung jawab, selama menjabat sebagai anggota parlemen.
Standard Kompetensi
Dalam beberapa literatur, ada beberapa arti dari kompeten, kata dasar dari kompetensi. Com petence indicates sufficiency of “knowledge and skills” that enable someone to act in a wide variety of situation. Pengetahuan dan kemampuan inilah yang menjadi dasar dari seorang talent untuk menunjukkan kompetensinya dan memberikan kontribusi kedalam institusi. Kesebelasan Nasional Indonesia Usia 19, secara mengejutkan mengalahkan kesebelasan usia
34 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
yang sama dari Korea. Dan PSSI sebagai institusi dan wadah kesebelasan ini, memutuskan untuk mempertahankan kesebelasan ini, meneruskan kebersamaan mereka dengan lebih intensif training. Mereka diproyeksikan untuk berlaga di Piala Asia U19, Myanmar Oktober 2014. Target mereka jelas, minimal ranking keempat, dan menjadi ke sebelasan Indonesia dalam Kejuaraan Dunia Usia 20, tahun 2015. Kemampuan individu masing masing pemain telah teruji, dengan menjadi juara tahun lalu, dan dalam satu tim mereka kembali dimasukkan kedalam fase training, coaching dan counseling. Fasilitas dan target yang terukur telah diberikan kepada setiap pemain, dan masing masing diharuskan memberikan kontribusi sesuai kompetensinya. Kerjasama tim diperkuat, stamina ditingkatkan terutama parameter VOmax, minimal sejajar de ngan pemain pro dari Eropa. Pemusatan latihan pun ditambah dengan try out melawan tim lokal maupun tim luar negeri, ditingkat junior. Institusi PSSI telah berhasil membuat satu standar kompetensi yang diarahkan untuk mencapai satu tujuan, yaitu kemenangan di kejuaraan Asia. Kompetensi memang harus diberikan standar yang dinamis, karena perkembangan kompetitor diluar. Bukankah satu institusi maupun korporasi juga memerlukan hal yang sama untuk mencapai tujuannya, baik itu profit, eksistensi brand ataupun korporasi, itu sendiri, di masa yang akan datang?
Menciptakan Kompetisi
Pada era tahun 80-an, satu korporasi asing yang memproduksi di consumers goods, melaksanakan rekruitmen calon manajernya dengan melalui kompetisi dalam kompetensi. Seorang fresh graduate, diterima sebagai Management Trainee atau calon manajer selama maksimal satu tahun magang dibagian yang dia kehendaki. Seorang Sales Trainee, harus menjalani perannya sebagai sales promotor atau salesman, dengan didampingi seorang sopir, mobil box penuh dengan hasil produksi korporasi, setelah 1 minggu mendapatkan pelatihan yang dilakukan salesman aslinya
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
ke Kompetensi di teritori tertentu. Setiap hari si treainee harus membuat laporan penjualan, baik jenis barang yang dijualnya lengkap dengan stok awal dan stok akhir, pemasangan POS material, penambahan barang yang akan dijual keesokan harinya, sisa kas setelah dipotong biaya dan laporan aktifitas kompetitor diteritori. Setelah 3 bulan, si trainee membuat summary dan presentation kepada Sales Manajemen, hasil kerja selama 3 bulan tersebut, plus usulan usulan untuk perbaikan sistim kerja seandainya diperlukan. Dari presentation ini, Sales Manajemen sudah bisa mendapatkan gambaran kompetensi dari si
trainee tersebut, mendapatkan fresh idea dari nya, seandainya ada yang baik. Sales Manajemen sudah bisa memutuskan, si trainee bisa passed dan melanjutkan acting sebagai Sales Supervi sor untuk 6 bulan ke depan, atau cukup berhenti sampai disini, dan si trainee pun dianggap tidak kompeten. Apabila dianggap berhasil, maka si trainee bersiap untuk berperan sebagai Sales Su pervisor, dan melakukan hal yang sama untuk 6 bulan kedepan. Demikian setelah 1 tahun si trainee bisa diangkat resmi sebagai Assistant Manajer, dan dianggap kompeten, setelah melakukan uji kepatutan yang realistis, dengan satu benchmark yang terukur dan achievable. Korporasi melaksanakan rekruitmen ini untuk sejumlah Trainee, dan setelah 1 tahun
selesai, yang lolos seleksilah yang menjadi talent untuk manajer dimasa yang akan datang. Seleksi dengan kompetisi ini memang akan menggugurkan calon yang tidak kompeten, sementara yang lolos seleksi akan melanjutkan training, coaching, developing maupun counseling untuk mempertajam kompetensinya. Tercapainya tujuan dari suatu korporasi adalah hasil kerjasama dari seluruh personal yang ada didalamnya. Apabila ada seseorang yang tidak kompeten berada didalamnya, tentu akan sangat mengganggu jalannya proses pencapaian tujuan. Hal ini yang harus dihindari oleh para manajer, Board of Director dan CEO. Sa ngat krusialnya proses pencapaian tujuan ini, juga menyangkut kebutuhan berkembangnya organisasi, dinamisnya pasar dan kompetitor yang ada di luar, yang memerlukan pengamatan terus menerus. Competency is the com bination of observable and mea surable knowledge, skill, abilities, and personal attributes that con tribute to enhanced “employee performance “and ultimately re sult in Organizational Succsess. Kesuksesan adalah satu tujuan, dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu perencanaan, penelaah an yang dalam, pelaksanaan yang terkontrol dan feedback serta contingency seandainya diperlukan. Mempersiapkan talent adalah dengan me nempatkan mereka sesuai kompetensinya, memberikan arah tujuan dengan jelas dan mengawal mereka dengan pelatihan, development program, counseling dan yang sangat penting, semuanya berada didalam kebersamaan yang kondusif. Selayaknya kita berdoa, agar beberapa hari ke depan, rakyat memilih wakilnya sesuai kompetensi mereka, bukan hanya mereka yang mencari status sebagai anggota dewan yang terhormat. Dan sup port kita untuk keberhasilan Tim PSSI U19 yang telah dan akan menunjukkan dirinya lagi, sebagai pemain sepakbola yang kompeten. Semoga. l Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
n
15 Maret - 15 April 2014 35
Column: Leadership Series
Competence Development as a Fo
(Pengembangan Kompetensi sebagai Fon
K
eberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh tingkat pertumbuhan pendapatan dan laba usaha yang dihasilkan pada setiap tahunnya. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan sama besar atau lebih besar dari pertumbuhan industrinya, dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Sebagai tantangan berikutnya ialah bahwa pertumbuhan yang dicapai oleh setiap perusahaan tersebut harus dapat terjadi terus menerus, dari tahun ke tahun berikutnya. Sukses/keberhasilan setiap perusahaan da pat diraih karena adanya dua aspek utama, ialah: ‘Nilai’ dan ‘Produktifitas’. Nilai adalah aspek yang harus dihasilkan oleh perusahaan, yang khususnya dalam bentuk ‘Produk’ dan ‘Services’. Semakin tinggi Nilai yang dihasilkan oleh perusahaan, maka semakin tinggi kemungkinan untuk memenangkan pasar dan meningkatkan pendapatan. Aspek ‘Produktifitas’ akan sangat banyak menentukan kemampuan produksi atau kemampuan untuk menyelenggarakan dan menyampaikan produkkepada klien. Perusahaan yang mampu menciptakan produktifitas karyawannya dengan paling tinggi, maka akan memiliki kemampuan untuk menekan biaya yang rendah dan pertumbuhan produksi yang tinggi. Ukuran produktifitas perusahaan adalah berawal dari produktifitas individu, produktifitas unit kerja dan akhirnya produktifitas perusahaan. Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu untuk setiap saat meningkatkan Nilai dan Produktifitas kerja. Jajaran pimpinan memiliki peran yang tinggi untuk menaruh fokus pada kedua aspek tersebut. Bagaimana melakukan pengembangan pada kedua aspek ini..? Hal ini akan sangat bergantung pada kualitas dan kecukupan personil dalam perusahaan. Salah satu aspek yang dominan pada kualitas personil ialah 36 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014
tingkat Kompetensi. Bagaimana proses kerja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kompetensi individu..? Apa langkah yang paling efektif..? Proses pengembangan kompetensi harus dilakukan dengan strategi dan skenario yang terencana serta seksama. Jajaran pimpinan perusahaan adalah penanggung jawab dari seluruh proses pengembangan kompetensi seluruh karyawan. Sebagai awal proses pengembangan kompetensi ialah dimulai dari menentukan sasaran, arah dan strategi perusahaan, jangka pendek hingga jangka panjang. Selanjutnya pengembangan kompetensi karyawan harus di selenggarakan sejalan dengan sasaran dan arah perusahaan tersebut, khususnya untuk jangka panjang. Top Management perlu menetapkan ‘Core Competence’ yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk jangka pendek dan panjang, yang meliputi aspek Teknis dan Non Teknis. Core Competence yang dimaksud ialah seluruh kompetensi yang diperlukan untuk menciptakan ‘Nilai Produk dan Services’, serta untuk mening katkan Produktifitas kerja. Seyogyanya tidak seluruh kompetensi harus dikembangkan oleh perusahaan, karena akan dapat memberatkan investasi dan operasional. Beberapa kompetensi dapat diperoleh melalui outsourcing. Salah satu peran dalam Leadership dari jajaran pimpinan perusahaan ialah, ‘to develop people’s competences’ (mengembangkan kompetensi karyawan). Para leaders harus mampu untuk menciptakan sebanyak mungkin leaders baru dan juga personil yang memiliki kompetensi yang senantiasa berkembang, Leadership in De veloping People’s Competences. Setiap leaders harus memiliki sikap-mental yang positif untuk membangun kompetensi jajarannya. Pengembangan kompetensi adalah merupakan investasi dasar yang akan menentukan tingkat kemajuan
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
oundation for Corporate Success
ndasi Perusahaan dalammencapai Sukses) perusahaan. Banyak para leaders yang memiliki sikap; “..bila saya lakukan pengembangan kompetensi bagi karyawan, maka pada akhirnya mereka akan keluar dan bekerja untuk perusahaan lain. Untuk itu, maka saya lebih baik merekruit kar yawan yang sudah jadi dari perusahaan lain..” Sikap yang demikian adalah salah besar, dan tidak mencerminkan sebagai karakter leader ship yang seharusnya. Leaders harus memiliki prinsip bahwa pengembangan kompetensi adalah merupakan langkah menuju sukses perusahaan. Ancaman karyawan yang keluar setelah memiliki kompetensi yang tinggi adalah ditentukan pada banyak aspek lain, seperti: kondisi kerja, budaya kerja, remunerasi, karir, dan banyak faktor lain. Selain untuk tujuan menciptakan Nilai dan meningkatkan Produktifitas perusahaan, pengembangan kompetensi adalah juga bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab atas lingkungan social, maka kegiatan CSR adalah berawal dari internal perusahaan. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan mengembangkan kompetensi karyawan, merupakan contoh kegiatan CSR mendasar yang menjadi tanggung jawab perusahaan. Implementasi dari kegiatan ini adalah bagian dari leader ship pimpinan puncak. Kembali mengenai proses pengembangan kompetensi, maka setelah ketetapan mengenai arah perusahaan, unit kerja Human Capital Management (HCM) perlu untuk memprakarsai langkah pengembangan kompetensi bagi seluruh karyawan. HCM perlu menyusun konsep pengembangan, strategi dan program kerja. Seluruh jajaran management adalah merupakan bagian dari implementor proses pengembangan kompetensi. HCM perlu untuk mengawali de ngan penyusunan ‘Competence Model’ (Model Kompetensi), yang akan dipakai sebagai acuan
pengembangan kompetensi seluruh karyawan. Competence Model perlu untuk disusun de ngan lengkap dan seksama. Salah satu contoh bentuk Competence Model ialah berisi kriteria dan daftar kompetensi selengkapnya baik yang sifatnya umum maupun khusus. Untuk ma sing-masing kompetensi akan terdiri dari 5 atau beberapa tingkat kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap karyawan, sesuai dengan bidang pekerjaan dan ‘job grade’ setiap karyawan. Setiap jajaran pimpinan memiliki tanggung jawab atas pengembangan kompetensi staf yang berada dalam unit kerjanya. Proses pengembangan yang perlu dilakukan oleh setiap pimpinan ialah: 1. Memahami dengan jelas atas kebutuhan kompetensi untuk jenis pekerjaan yang dibebankan pada karyawan. 2. Memahami passion, kompetensi yang dimiliki dan kapasitas yang ada pada setiap individu. 3. Melakukan ‘Gap Analysis’ atas butir 1 dan butir 2. 4. Melakukan rencana pengembangan kompetensi dengan melalui IDP (Individual Deve lopment Plan). IDP dilakukan secara bersama antara pimpinan dan karyawan. 5. Menyediakan fasilitas, anggaran, waktu, yang diperlukan. 6. Pimpinan senantiasa harus bertindak sebagai mentor bagi bawahannya, untuk melakukan bimbingan. Kualitas kompetensi karyawan merupakan hal yang kritikal bagi sukses perusahaan. Untuk itu, maka tahap awal yang dapat dilakukan oleh perusahaan ialah memperkuat kompetensi pada tingkat management. Jajaran pimpinan harus memiliki leadership yang cukup, kompetensi teknis yang memadai dan kemampuan untuk ‘managing people’, termasuk pengembangan bawahan. Jajaran pimpinan harus sangat terlibat dalam penyusunan ‘competence model’ dan mengaplikasikan pada unit kerjanya. l Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University.
n
15 Maret - 15 April 2014 37
Column : Success Motivation
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
Menjual adalah Dasar Segala Kesuksesan
A
papun bisnis anda, seberapa baik apapun produk atau jasa yang anda hasilkan, tidak akan menjadi apa-apa jika tidak ada yang menjual. Komputer dibuat, tetapi kalau tidak dijual…., mobil diproduksi, tetapi kalau tidak dijual……, sekolah dibuka, tetapi kalau tidak ada siswa yang mendaftar….., ladang ditanami, tetapi kalau hasil panennya tidak dijual, ….dan daftarnya bisa tidak berujung. Namun intinya adalah dunia berputar pada sumbu penjualan artinya bahwa setiap wilayah kehidupan pada hakikatnya bertaut kepada seseorang yang menjual sesuatu kepada orang lain. Bayangkan apa gunanya roket tanpa bahan bakar, komputer tanpa listrik, mobil tanpa roda, ponsel tanpa baterai, supermarket tanpa barang jualan, bioskop tanpa film, perahu layar tanpa layar. Ini semua berujung pada penjualan, dan menjual adalah dasar dari segala kesuksesan. Kita semua sedang menjual. Apakah anda setuju dengan pernyataan ini. Bayangkan ketika kita pertama hadir didunia ini, sejak kita menghirup udara pertama dan menangis karena perut kita lapar, bahkan hingga desah nafas kita yang terakhir, kita menginginkan hidup nyaman, apapun latar belakang kita pada dasarnya kita semua sedang menjual. Lihat saja bagaimana para orang tua yang sedang berbicara dengan anak-anak mereka tentang nilai dan prinsip hidup yang harus diambilnya dalam menjalani kehidupan ini. Juga para anak-anak yang mena ngis atau merengek kepada orang tuanya untuk mendapatkan mainan ataupun uang jajan yang diinginkannya. Para guru, dokter, pengacara yang melayani para klien-kliennya, mereka semuanya menjual gagasan-gagasan atau ide-idenya, dan tentu saja seorang Pemimpin harus bisa menjual visinya. Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin tinggi sebuah website juga dibangun untuk menjual produk-produk dan jasa-jasanya ke para pengguna internet. Setiap hari kita pasti saling menjual gagasan kepada satu sama lainnya. Namun pertanyaannya siapa saja mereka yang menjadi tenaga penjual terulung? Dan bagaimana mereka bisa melakukannya? Kita tentu pernah tahu nama Christopher Columbus, sang penemu benua Amerika dalam pelayarannya yang terkenal di tahun 1492. Dia selama hampir satu dasa warsa telah mencoba menjual idenya dengan meyakinkan 38 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
raja dan ratu Spanyol untuk membiayai perjalanannya, dan sejarahpun tercetak ketika ia berhasil menjual visinya. Kita juga pasti pernah mendengar seorang jenius bernama Ray Kroc, yang berhasil meyakinkan dua orang kakak beradik Dick dan Mac Mc Donald pemilik sebuah restoran hamburger yang berhasil, untuk membuka berbagai outletnya di seluruh negara AS, bahkan dia akhirnya membeli perusahaan tersebut senilai US$ 2 Juta, dan kini menjadi bisnis multi milliar dollar dengan cabang di berbagai negara diseluruh dunia. Ross Perot adalah contoh seorang tenaga penjual ulung lainnya. Pada usia 7 tahun dia sudah memulai profesi sebagai tenaga penjual dengan menjual kartu natal, majalah, bibit tanaman, mengantar koran serta mengumpulkan iklan-iklan kemudian disusun menurut golongannya. Pada tahun 1957 dia memulai karirnya sebagai Professional Sales Person ketika memilih berkarir di IBM, dan 5 tahun setelah itu dengan modal pinjaman sebesar USD 1.000 dia memulai proyek EDS (Electronic Data System), dan selama lebih dari 22 tahun dia berhasil menjadikan EDS sebagai perusahaan layanan teknologi terbesar didunia. Setelah menjual EDS kepada General Motors senilai US$ 2.5 milliar pada tahun 1984, dia kemudian membangun perusahaan layanan teknologi baru pada tahun 1988 dengan nama Perot System Corporation, dan mengantarkan perusahaan ini go public pada tahun 1999 dan menjabat sebagai Chairman of the Board, sebelum akhir nya dipilih sebagai Chairman Emeritus pada tahun 2004. Dari contoh ketiga orang di atas, sekali lagi membuktikan bahwa sebuah bisnis dan organisasi yang mempunyai tenaga penjualan yang ulung yang bekerja bagi mereka, akan membawa bisnis dan organisasi tersebut mengubah dunia. Para tenaga penjualan ulung ini dicari-cari oleh berbagai bisnis dan organisasi yang ingin mempekerjakan mereka. Karena hanya melalui merekalah organisasi mereka akan mencapai kegemilangan, dan bahkan tidak jarang sang tenaga penjualan ulung inilah yang pada akhirnya memimpin perusahaan itu sendiri. Jadi jika anda ingin menjadi seorang CEO, Presiden atau Pemilik Organisasi Perusahaan yang sukses pilihlah karir sebagai seorang tenaga penjualan yang ulung. l Gani Gunawan Djong, Icm, Icc, Lmi/Smi, Senior Director
15 Maret - 15 April 2014
Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
15 Maret - 15 April 2014 39
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011-2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012-2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes, Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh.
(021)
Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi.
40 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III
n
5790 3840
15 Maret - 15 April 2014
1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected]
LEARN, SHARE & CREATE VALUE
26 Maret 2014 Pukul 13.00 -15.00 WIB Menara Kadin Indonesia, Lt. 24, Kuningan, Jakarta
Kepada
Para Leaders, Managers & Entrepreneurs
DOORPRIZE BUNDEL HCJOURNAL
Kalimat “From Good To Great” pasti sudah pernah kita baca dan/atau dengar. Tetapi apakah mungkin sebuah perusahaan yang tengah mengalami kerugian dapat keluar dari permasalahan yang tengah dihadapi dan bahkan “From Bad to Great”? Rp 300.000 per peserta (akan diperhitungkan menjadi discount apabila Anda mengikuti program training LMI). Peserta juga akan mendapatkan snack, kopi-teh, sertifikat, dan materi terkait.
Apa saja 4 faktor penyebab yang paling sering mengakibatkan perusahaanperusahaan masuk ke dalam lingkaran permasalahan yang sering tidak berujung dan mengakibatkan banyak perusahaan terpaksa gulung tikar? Apa saja 7 langkah untuk mengatasi faktor utama penyebab permasalahan yang akan dapat mengubah sebuah perusahaan yang sedang dalam kesulitan tidak saja bisa membereskan permasalahan-permasalahan yang dihadapi bahkan menjadi perusahaan yang berkinerja sangat bagus? Dan yang paling penting adalah bahwa anda akan mendapatkan pemahaman tentang bagaimana konsep TOTAL LEADER dari Leadership Management International akan dapat membantu perusahaan anda meningkatkan produktivitas, efektivitas kepemimpinan diri sendiri, kemampuan secara efektif memimpin organisasi, dan penyusunan strategi secara efektif? Silahkan anda hadir dalam sesi Leadership Talks berdurasi 2-jam untuk dapat menyimak secara langsung dari MKI Eksekutif Partner SMI-LMI Certified Leadership Coach & Consultant di Indonesia yaitu Husen Suprawinata SE MM. Daftarkan segera diri Anda... TEMPAT TERBATAS! Hubungi sekarang juga : Mrs. Tari/Ms. Puwanti/Mrs. Dedeh/Mrs. Iin/Mr. Hadi/Mr. Ridwan
Registration
5790 3840
(021)
Biaya Investasi
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
n
Syahmuharnis Winny, Agus M. Winny, Nandar
Strategic Competency Profiling
Career Development Management
Comprehensive Assessment Center Certification
HR Audit
HR for Non HR Manager
Talent Management
Training Identification dan Evaluation
Basic Human Resources Management (HRM for Beginner)
Brata T. H
Brata T. H
Nur Aidi
Chaerudin Manaf
Chaerudin Manaf
Chaerudin Manaf
Chaerudin Manaf
Ritha J. Nainggolan
Ritha, Galatia
Ritha J. Nainggolan
Ritha J. Nainggolan
Susi Muchtar
Syahmuharnis. Rum D Mutiara
Syahmuharnis
Abah R, Syahmuharnis, Rum D.Mutiara
Syahmuharnis, Dasmito
Syahmuharnis
Syahmuharnis
Syahmuharnis
Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y
2
4
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
1
2
2
3
2
2
2
3
2
4
5
Days
3.500.000
6.000.000
4.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000
4.500.000
4.000.000
3.250.000
3.250.000
4.500.000
4.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
3.000.000
3.500.000
3.000.000
5.000.000
2.000.000
3.000.000
3.000.000
5.500.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
6.000.000
12.000.000
Fee
22 - 24
5-6
19 - 20
19 - 20
21 - 22
22 - 23
21 - 24
16 - 17
12 - 13 23 - 24 18 - 19
29 - 30 6-7 22 - 23
19 - 20
21 - 22
10 - 11
16-17
25 - 26
12 - 13
5-6
23 - 24
6-8 16 - 17
8 -9 13 - 14
11 - 13
14-15
23 - 25
29 - 30
23 - 24
10 - 11
3-4
8-9
27-28
10 - 11
4-5
17 - 18
26 - 27
13 - 14
6-7
11 - 12
23 - 24
19
11 - 12
12 - 13
6-8
22
17 - 18
28 - 29
24
3-4
25 - 27
23 - 24
26 - 27
23 - 25
17 - 18
9 - 13
19 - 20
7-8
23 - 25
21 - 22
23 - 24
10 - 11
3-4
21 - 22
8 - 10
24
2-3
7-8
15 - 16
8 - 11
14 - 18
Jul
2014
Jun
18 - 19
24 - 25
4-6
20
6-7
10 - 11
17 - 18
27 - 28
20 - 21
13 - 14
9-10
10 - 11
6-7
24 - 25
20
29 - 30
27 - 28
22
6-7
2-3
8-9 4-5
21 - 22
20 - 21
6-9
5-9
May
4-5
26 - 28
21 - 23
22 - 23
21-25
Apr
6-7
24 - 25
27 - 28
3-4
18 - 19
24 - 26
11 - 14 18 - 19
10 - 14
6-9
10 - 14
20 - 24
Mar
21 - 22
Peb
Jan
Effective Supervisory Management Program
Leadership Development Program
Effective Personal Productivity
Dynamics of Personal Goal Setting
35
36
37
38
Brata T. H
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Brata T. H
2
3
2
2
3.250.000
Pendaftaran :
6.000.000
4.000.000
3.000.000
17 - 18
22 - 23
28 - 30
25 - 26
26 - 28
Mrs. Tari / Iin / Dedeh / Ms.Purwanti / Mr.Hadi. Tel. (021)
26 - 28
19 - 20
Sept
22 - 23
8-9
15 - 16
25 - 26
11 - 12
4-5
11 - 12
23 - 24
29 - 30
9 - 11
25
3-4
4-5
25 - 26
16 - 17
9 - 12
15 - 19
Oct
28 - 30
21 - 22
27 - 28
20 - 23
13 - 14
29 - 31
30 - 31
16 - 17
9 - 10
27 - 28
23
7-8
22 - 24
27 - 28
27 - 29
21 - 22
13 - 17
Nov
4-6
3-4
18 - 19
20 - 21
18 - 19
17 - 18
27 - 28
13 - 14
10 - 11
6-7
10 - 11
24 - 25
4-6
20
4-5
3-4
18 - 19
11 - 14
10 - 14
Dec
16 - 18
9 - 10
8-9
2-3
8 - 10
10 - 11
11 - 12
4-5
2-3
22 - 23
18
2-3
22 - 23
15 - 17
16 - 17
15 - 19
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email:
[email protected]
24 - 26
23 - 24
24 - 25
21 - 22
27 - 28
14 - 15
5-7
4-5
20 - 21
18 - 19
28 - 29
14 - 15
12 - 13
7-8
25 - 26
21
5-6
25 - 26
25 - 27
19 - 20
11 - 15
Aug
Agenda 2014
2014
Agenda 2014
Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
Managerial Development Program for Manager Candidates
Analisis Statistik Riset Pemasaran
32
33
Best Practises in Fixed Asset Accounting
34
Cashflow and Treasurey Management
31
Marketing Intellegence
26
30
Fraud Audit
25
Receivablle & Collection Management
Compliance and Risk Management
24
29
Finance for Non Finance
23
Accounting for Non Accounting
Measuring & Managing Employee Engagement
22
Managing Account Payable in Practices
Measuring & Managing Customer Engagement
21
27
Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach)
20
28
Individual Performance Management with Balanced Scorecard
Performance Audit (Pertama di Indonesia)
18
19
Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning
Strategic Management
16
17
HR Bussines Partner
Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara
Syahmuharnis, Agus Mauludi
Yunisas, Agus M, dan Winny W
Syahmuharnis, Dasmito
Winny, Agus M, Rum D.Mutiara
Junisas
Winny, Agus M.
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
How To Design MT Program
Rum D Mutiara
Compensation & Benefit System
Rum D Mutiara, Winny
Tim MKI
Competency Based Job Analysis & Job Evaluation
Human Resources Management Professional (HRMP)
Facilitator Tim MKI
Training
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
PT Menara Kadin Indonesia
Certified Human Resources Management Professional (CHRMP)
15 Maret - 15 April 2014
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
No
42 Human Capital Journal n No. 33 n Tahun III