Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
HUKUM MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL (Bag-2) Dikutip dari http://www.media-islam.or.id, dan eramuslim.com; Direvisi oleh Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
ABSTRAK
Dewasa ini sering terjadi pernikahan dengan gelar MBA (Married By Accident) yang artinya menikah karena kecelakaan. Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah, terkadang orang justru sering menutupinya dengan maksiat lagi yang berlipat-lipat dan berkepanjangan. Muncul beberapa pertanyaan yang harus di jawab yaitu : Bila seorang laki-laki menghamili sorang wanita, lalu dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk menikahinya dengan dalih untuk menutupi aib, apakah pernikahan yang mereka lakukan itu sah ?, Apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah ?, Bagaimana pula dengan status hak waris anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut ?, Jika anak tersebut adalah perempuan, maka siapakah yang menjadi walinya nanti jika dia menikah setelah dewasa ?, Bagaimana juga hukumnya menikahi wanita yang sedang hamil akibat dizinahi oleh orang lain ?, Apakah akad nikah tersebut sah atau tidak ?, Kemudian apabila tidak sah apakah harus dilakukan akad nikah lagi ?, Apakah orang yang melakukan pernikahan 344 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
tersebut berdosa ? Mari kita simak dengan seksama pembahasan berikut ini. STATUS ANAK HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi'i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Dalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.15 Jadi anak itu tidak berbapak. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).”16 Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami, maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.17 Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, “Seorang lakilaki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya “Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)”18. Rasulullah SAW telah menjadikan kerugian dan penyesalan 345 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.19. Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)” Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam.20 Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka dapat disimpulkan bahwa : o Anak itu tidak berbapak. o Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu. o Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, Artinya “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”21 Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra' dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?. Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa 'iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak 346 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itu sedang dalam masa 'iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepadanya padahal pernikahan di masa 'iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.22. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil di hadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya)”.23, dikarenakan zina tidaklah bisa dinasabkan kecuali kepada ibunya. Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya. ILMU ADALAH LANDASAN DARI SUATU AMAL Seringkali niat baik seseorang dikarenakan ketidaktahuannya, menjadikan amal yang dilakukannya tidaklah mendapatkan pahala dari Allah SWT, karena diantara yang menjadikan amal itu diterima Allah SWT, selain dari ikhlas dilakukan karena mengaharap ridho-Nya adalah ia juga harus dilakukan sesuai dengan perintah atau petunjuk dari Rasulullah SAW. Untuk itu Allah SWT memerintahkan setiap hamba-hamba-Nya untuk tidak segan-segan bertanya kepada orang yang berilmu ketika ia dihadapkan oleh suatu persoalan atau permasalahan yang tidak diketahui ilmunya, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai 347 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS:An-Nahl : 43). Dengan ilmu yang diketahuinya, maka orang itu akan menjalankan amal tersebut dengan perasaan yang tenang dan tanpa ada kekhawatiran akan terjatuh didalam dosa dan pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah SWT. Wallahu A'lam
DAFTAR PUSTAKA 1. Minhajul Muslim. 2. Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584, Fatawa Islamiyyah 3/247, Al Fatawa Al Jami'ah Lil Mar'ah Al Muslimah 2/5584. 3. QS:An-Nur 3. 4. Fatawa Islamiyyah 3/246. 5. Ibid. 6. Ibid 33/245. 7. Asy Syruraa : 21. 8. Syiakh Al Utsaimin di dalam Fatawa Islamiyyah 3/246. (9)Ibid 3/247. 9. Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/583, Majmu Al Fatawa 32/110. 10. Lihat Mukhtashar Ma'alimis Sunan 3/74, Kitab Nikah, Bab : Menggauli Tawanan (yang dijadikan budak), Al Mundziriy berkata : Di Dalam isnadnya ada Syuraik Al Qadliy, dan Al Arnauth menukil dari Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish : Bahwa isnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al Hakim sesuai syarat Muslim. Dan hadits ini banyak jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannya menjadi kuat dan shahih.(Lihat Taisir Fiqhi catatan kakinya 2/851) 11. Abu Dawud, lihat, Artinya: 'alimus Sunan 3/75-76. 348 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah ISSN: 2086-0706 Vol.1 No.50 – Muharram 1432H/Desember 2010M Jum’at - IV
12. Fatawa Wa Rasail Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128. 13. Majallah Al Buhuts Al Islamiyyah 9/72. 14. Al Mabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar Raudlah 6/44. dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828. 15. Al-Bukhari dan Muslim. 16. Taud-lihul Ahkam 5/103. 17. Al Bukhari dan Muslim. 18. Al Mabsuth 17/154. 19. At Tamhid 6/183 dari At Taisir. 20. Hadits hasan Riwayat Asy Syafi'iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. 21. Al-Mughniy 6/455. 22. Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104.
349 Hukum Menikahi Wanita ...... 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah