Hubungan Traits dan Creative Self-Efficacy pada Guru TK Yulinda Dwintasari dan Adi Respati Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara traits dan creative self-efficacy (CSE) pada guru TK. Traits adalah dimensi dari perbedaan kecenderungan individu untuk menunjukan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten (McCrae dan Costa, 2003). CSE merupakan keyakinan yang sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, atau sesuai. Traits diukur menggunakan IPIP (Goldberg, 1999) dan CSE diukur menggunakan Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010) yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 112 orang guru TK yang berusia 20-60 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara trait neuroticism dan CTSE, serta terdapat hubungan positif signifikan antara trait extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness dengan CTSE dan CPSE. Namun demikian, pada trait neuroticism tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan CPSE. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan screening kepribadian ketika perekrutan guru TK. Selain itu, guru TK juga dapat diberi intervensi sejak dini untuk meningkatkan CSE.
The Relationship between Traits and Creative Self-Efficacy among Kindergarten Teacher Abstract This research was conducted to find the correlation between nature Traits and creative selfefficacy (CSE) in kindergarten teachers. Traits is dimensions of individual differences in tendencies to show consistent patterns of thoughts, feelings and actions (McCrae & Costa, 2003). CSE is an individual’s state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel original, or appropiate solutions (Abbott, 2010). Traits was measured using an adapted version of IPIP (Goldberg, 1999) and CSE was measured using an adapted version of Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). 112 kindergarten teachers participated as subjects in this research The results of this research show that trait neuroticism negative correlated significantly with CTSE and the trait extraversion, openness to experience, agreeableness and conscientiousness positive correlated significantly with CTSE and CPSE.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
However there is no significant correlation between trait neuroticism and CPSE. Based on these results, kindergarten ought to held a personality screening in teacher’s recruitment and conduct interventions, such as trainings or seminar for teachers to increase creative self-efficacy. Keywords: Traits; Creative Self-Efficacy; Kindergarten Teachers
Pendahuluan Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dengan meletakkan landasan kehidupan dan pendidikan karakter. Namun demikian terdapat masalah utama pelaksanaan PAUD yaitu kompetensi guru guru PAUD yang belum sesuai dari segi kuantitas maupun kualitas. Ini menyebabkan kebanyakan PAUD di Indonesia fungsinya lebih seperti penitipan anak (day care) padahal tuntutan terhadap guru PAUD cukup tinggi untuk merealisasikan metode pengajaran belajar seraya bermain, bermain seraya belajar. Metode ajar ini telah menjadi topik yang kontroversial (Rodgers, 2012). Ini karena masih banyak PAUD, termasuk di Indonesia, yang mengurangi atau bahkan meniadakan bermain dalam metode pengajaran PAUD karena menganggap bermain bukan metode yang efektif (Pellegrini, dalam Rodgers, 2012). Ini bertolak belakang dengan pernyataan Asosiasi Nasional Pendidikan untuk Anak Usia Dini di Amerika (dalam Rodgers, 2012) bahwa metode bermain penting dalam mengembangkan aspek-aspek utama PAUD seperti regulasi diri, kompetensi bahasa dan kognisi. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang mampu mengekspresikan kreativitas dalam mengajar. Guru dituntut mampu memanfaatkan berbagai media, misalnya lewat lagu dan permainan, agar kemampuan baca, tulis, dan berhitung anak bisa berkembang dengan baik tanpa membuat anak stres. Untuk menghadapi masalah tersebut, guru harus memiliki pemahaman bagaimana mengekspresikan kreativitasnya. Ekspresi kreativitas ini tidak hanya dapat dilihat dari bakat saja, namun juga dari motivasi (Guilford, dalam Abbot, 2010). Hal ini juga didukung oleh Abbot (2010) yang meyakini bahwa dengan mengembangkan pengalaman dan melihat dari perspektif motivasi maka seseorang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan bersikap secara kreatif. Dengan kata lain, jika seseorang sudah terukur motivasi untuk berekspresi kreatifnya, maka sudah terukur pula kreativitasnya.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Perspektif motivasi untuk berekspresi kreatif jelas tergambarkan jika dilihat dari pendekatan teori sosial kognitif melalui konstruk self-efficacy (Bandura, 1977). Banyak peneliti (Tierney & Farmer, 2002; Riley, 1999; & Abbott, 2010) secara lebih luas mulai mengembangkannya melalui konstruk yang lebih spesifik, yaitu creative self-efficacy (CSE). CSE dapat dijelaskan sebagai penilaian kapasitas pada area kreatif. CSE telah terbukti menjadi prediktor kreativitas melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Choi (2004), Mathisen & Bronick (2009), dan Tierney & Farmer (2002). Dengan demikian CSE dapat menggambarkan kreativitas seseorang. Lebih lanjut terdapat beberapa temuan baru CSE yang menfokuskan keterkaitannya di bidang pendidikan, di antaranya penelitian Beghetto (2006), yang menunjukkan bahwa CSE dapat didukung melalui iklim di kelas dan aktivitas guru. Selain itu Beghetto, Kaufman & Baxter (dalam Karwowski, Lebuda, & Wiśniewska in press, 2012) juga menemukan hubungan positif antara CSE siswa dengan jiwa kepemimpinan guru yang transformasional dan dimediasi oleh iklim di kelas. Para peneliti belum dapat menjelaskan peran kepribadian dalam kreativitas pada guru (Batey & Furnham, 2006; Silvia dkk., 2008), padahal aspek traits kepribadian dinilai penting dalam konteks mengajar. Kepribadian guru tercermin dalam tingkah laku pengajaran di kelas, khususnya melalui penggunaan materi dan strategi pengajaran yang beragam (Erdle, Murray, & Rushton, dalam Chambers, Henson, & Sienty, 2001). Dalam konteks PAUD, hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Manning dan Payne (dalam Miljevic-Ridcki, Pahic, & Saric, 2013) yang menunjukkan bahwa kepribadian guru di jenjang PAUD merupakan faktor penting dalam menentukan hubungan yang terjalin dengan siswanya. Kaitan antara traits kepribadian dan CSE sendiri mulai dikembangkan oleh Abbott (2010). Abbott (2010) mengkorelasikan trait openness to experience dengan CSE yang dibagi menjadi dua dimensi yaitu creative thinking self-efficacy (CTSE) r=.45 dan creative performance self efficacy (CPSE) r=.53. Keempat traits kepribadian yang lain belum diteliti secara jelas hubungannya dengan CSE, padahal terdapat kemungkinan kelimanya dapat berhubungan. Hal ini sesuai dengan dasar pemikiran bahwa CSE merupakan salah satu bagian dari self-concept, yang mana oleh banyak ahli dinilai memiliki hubungan timbal balik dengan kepribadian (Marsh, Trautwein, Lurdke, Koller, & Baumer, 2006). Salah satu konstruk self-concept dalam ranah kreatif yang pernah diteliti hubungannya dengan traits adalah self-rated creativity (SRC) (Furnham dkk., 2011). SRC merujuk pada besar
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
usaha yang akan dikerahkan untuk menunjukkan kreativitas. Ia menemukan trait openness experience menjadi prediktor SRC (β=.06) begitu juga dengan trait extraversion (β=.32) dan trait agreeableness (β=- .35). Temuan ini mendukung pernyataan Makysm (1985) tentang enam kompetensi utama guru TK yang efektif yaitu sabar, penuh kasih sayang, fleksibel, lemah lembut, ceria, dan pengertian. Ke-enam kompetensi ini dapat dilihat melalui faset-faset dari kelima trait yang guru TK miliki. Maka, hubungan dengan keempat traits yang lain ini perlu diteliti lebih lanjut supaya bentuk hubungan traits dan CSE dapat diketahui lebih jelas dan mendukung tersedianya guru TK yang efektif. Berdasarkan paparan di atas peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara traits dan CSE pada guru TK. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini pada guru TK karena sepengetahuan peneliti belum ada riset sebelumnya yang menguji pada guru TK. Selain itu pada sampel guru TK terdapat masalah terkait pengajaran “Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Hal ini sesuai dengan pendapat Vygotskian terkait metode ajar yang baik bagi anak usia dini (Rodgers, 2012). Hal ini perlu dukungan aplikatif, yaitu dalam memberikan materi ajar yang lebih kreatif. Salah satu upaya mendukung terwujudnya metode ajar tersebut adalah dengan mengetahui lebih dalam kaitan traits dengan CSE sehingga seleksi pemilihan guru TK yang diprediksi dapat mengembangkan ekspresi kreatif akan lebih akurat. Guru-guru yang telah mampu mengekspresikan kreativitasnya akan meningkatkan pula prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan masukan pengelola taman kanak-kanak. Hasil ini dapat digunakan untuk melakukan screening kepribadian pada saat perekrutan guru dan melakukan intervensi untuk mewujudkan metode pembelajaran yang efektif, kreatif dan sesuai dengan kebijakan pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan informasi bagi guru TK di Indonesia untuk meningkatkan kompetensi dan CSE yang dimiliki sehingga dapat lebih berhasil dalam menjalankan peran sebagai guru TK. Tinjauan Teoritis Traits Traits didefinisikan oleh McCrae & Costa (2003) sebagai dimensi dari perbedaan kecenderungan individu untuk menunjukkan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten. Kata “perbedaan individu” pada definisi traits menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
antar individu dalam traits. Misalnya, trait ceria dapat dinilai tinggi pada diri A, namun mungkin dinilai rendah pada diri B. Kata “kecenderungan” menekankan bahwa traits merupakan sebuah dispositions, bukan determinants yang absolut. Berdasarkan definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa traits merupakan kecenderungan dasar yang ada dalam diri manusia yang berperan dalam memunculkan pola-pola pikiran, perasaan, dan tindakan yang konsisten. Traits merupakan konstruk yang multidimensional. Konstruk ini terdiri dari lima dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Masing-masing dimensi menggambarkan kecenderungan pola pemikiran, perasaan dan tindakan tertentu. Menurut McCrae dan Costa (2003), neuroticism menggambarkan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi yang tidak menyenangkan dan mengganggu pikiran dan tindakan. Extraversion menggambarkan preferensi/pilihan dalam interaksi sosial dan aktivitas kehidupan. Openness to experience menggambarkan penerimaan individu terhadap ide, pendekatan dan pengalaman baru. Agreeableness menggambarkan kesediaan individu untuk memikirkan orang lain dan rasa percaya terhadap orang lain. Conscientiousness menggambarkan perilaku yang berorientasi pada tujuan, mengorganisasi sesuatu dan pencapaian prestasi. Dalam penelitian ini, kaitan antara traits dengan faktor-faktor yang diprediksi akan memengaruhinya dibahas melalui variabel usia dan jenis kelamin (McCrae dan Costa, 2003). Hubungan traits dengan usia dapat dilihat melalui perbandingan antara mahasiswa dan orang dewasa. Mereka menemukan bahwa mahasiswa menunjukkan skor tinggi pada neuroticism, extraversion, dan openness to experience, sedangkan orang dewasa menunjukkan skor tinggi pada agreeableness dan conscientiousness. Selanjutnya dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa terdapat kemungkinan trait dapat berubah selama masa akhir remaja hingga dewasa. Pada usia 18-30 tahun, manusia berada dalam proses pembentukan trait yang stabil dan trait cenderung akan tetap stabil dan sedikit sekali berubah setelah usia 30 tahun ke atas. Sedangkan untuk kaitan jenis kelamin dan traits dapat tergambarkan melalui penelitian pada 26 daerah dengan budaya berbeda yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki skor yang tinggi pada faset assertiveness pada trait extraversion dan faset ideas pada trait openness to experience. Di sisi lain, perempuan memiliki skor tinggi pada trait neuroticism, agreeableness, dan faset feelings pada trait openness to experience. Terdapat beberapa alat ukur traits kepribadian yang relatif singkat dan telah dikembangkan di antaranya; 50 item International Personality Item Pool (IPIP; Goldberg, 1999),
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
44 item Big Five Inventory (BFI; John dan Srivastava, 1999) dan 40 item Big Five Mini Markers (Saucier, 1994). Namun demikian, kemunculan alat ukur kepribadian yang valid dan reliabel ini belum diiringi dengan kesepakatan untuk mengidentifikasi item mana yang lebih superior. IPIP memiliki struktur item yang lebih kontekstual, singkat, dan padat dibandingkan dengan item-item yang telah dipakai di inventori kepribadian modern. Alat ukur ini hadir sebagai bagian dari program pengembangan pengukuran internasional (mis., Hofstee, de Raad, dan Goldberg, dalam Beng-Chong dan Ployhart, 2006) sehingga akses ketersediaannya dipermudah oleh Goldberg. Ia meng-upload item-itemnya di internet supaya semua orang dapat mengaksesnya. IPIP ini terdiri dari 50 item yang didasarkan oleh 1311 item berbahasa Jerman yang dikembangkan oleh tim kepribadian Groningen (Hofstee, Raad dan Hendricks, dalam Goldberg, 1999) dan dibuat lebih mudah untuk di alih bahasakan. Pemilihan item-item pada IPIP dilakukan karena item-itemnya sudah lebih stabil apabila dibandingkan dengan alat ukur lain seperti NEO-PI-R (Costa dan McCrae), 16PF (Conn dan Rieke), Cloninger’s Temprament and Character Inventory (TCI), dan CPI (Gough). Reliabilitas dimensi-dimensi trait yang diukur IPIP melalui sepuluh item pada tiap dimensi adalah sebagai berikut extraversion α=0.74; agreeableness α=0.85; conscientiousness α=0.79; neuroticism α=0.80; openness to experience α=0.90. Creative Self-Efficacy (CSE) Sebelum menjelaskan creative self-efficacy (CSE), diperlukan pemahaman tentang kreativitas dan self-efficacy. Secara umum, definisi kreatif menurut Mumford (dalam Hughes, Furnham, dan Batey, 2013), adalah proses dan kemampuan yang memfasilitasi terbentuknya ide dan produk yang baru, imajinatif, dan berharga. Selanjutnya self-efficacy diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak hanya terfokus pada keyakinan yang dimiliki, namun juga keyakinan dapat mengerjakan sesuatu dengan sumber kekuatan apapun yang ia miliki (Bandura, 2007). Hubungan antara kreativitas dan self-efficacy telah disinggung oleh Bandura yang dinyatakan sebagai berikut; “above all, innovativeness requires an unshakeable sense of efficacy to persist in creative endeavors..” (dalam Runco, 2007, hal. 239) Pernyataan Bandura tersebut, mulai memunculkan berbagai pemaknaan dari banyak peneliti untuk mendefinisikan CSE. Abbott (2010) mendefinisikan CSE sebagai keyakinan yang
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, atau sesuai. Definisi ini sesuai dengan dua aspek kreativitas yang ingin dilihat melalui penelitian ini, yaitu pemikiran kreatif dan performa kreatif. Selain itu definisi ini sudah dilengkapi dengan alur pemahaman yang komprehensif dari pengertian kreatif dan self-efficacy secara terpisah. Abbot (2010) membagi CSE menjadi dua dimensi yaitu (1) keyakinan diri untuk berpikir kreatif (Creative Thinking Self-Efficacy - CTSE) dan (2) keyakinan diri untuk berpeforma kreatif (Creative Performance Self-Efficacy - CPSE). Dimensi CTSE ini dibuat berdasarkan dimensi kreativitas yang dijabarkan oleh Torrance (dalam Abbott, 2010). Creative thinking memiliki definisi; pengekspresian keadaan mental dalam diri dari kreativitas yang bersifat sementara, dimana kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), elaborasi (elaboration), dan orisinalitas (originality) memungkinkan individu dapat memproduksi pemikiran baru, orisinal, dan sesuai (Torrance, dalam Abbott, 2010). Dimensi CPSE dibuat berdasarkan dimensi kreativitas yang dijabarkan oleh Csikzentmihalyi (dalam Abbott, 2010). Creative performance didefinisikan sebagai ekspresi keadaan sosial dari kreativitas yang bersifat sementara, dimana hal tersebut bergantung pada dorongan dari dalam diri individu, kesesuaian ranah pekerjaan individu, dan penerimaan diri individu dalam mengarahkannya kepada suatu hasil kerja (Csikszentmihalyi, dalam Abbott 2010). Dalam penelitian ini, kaitan antara CSE dengan faktor-faktor yang diprediksi akan memengaruhinya dibahas melalui variabel jenis kelamin (Gong dkk., 2009; Jaussi, Randel, dan Dionne, 2007; dan Beghetto, 2006), tingkat pendidikan terakhir, kompleksitas pekerjaan dan lamanya bekerja (Tierney dan Farmer, 2002). Salah satu penggambaran hubungan CSE dengan jenis kelamin dilihat melalui penelitian Beghetto (2006) yang menggunakan sampel 1332 siswa SMA di Pacific Northwest. Diperoleh hasil siswa laki-laki lebih menunjukkan tingkat CSE yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan. Sedangkan untuk pendidikan terakhir, kompleksitas pekerjaan dan lamanya bekerja, Tierney dan Farmer (2002) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi partial antara status pendidikan terakhir dan CSE (r=.12). Dengan mendukung pendidikan pegawai, para manager mungkin mampu meningkatkan kemampuan kognitif pegawai dan pengalaman yang kondusif untuk merasa kreatif dalam bekerja. Selain itu mereka juga menemukan bahwa lamanya pegawai bekerja akan memoderasi pengaruh antara kompleksitas pekerjaan dan CSE pegawai
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
manufaktur (β=.11). Lebih lanjut dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa peningkatan CSE pada pegawai hanya terjadi ketika terdapat peningkatan lamanya bekerja pada pekerjaan yang sifatnya kompleks. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pada tingkat tertinggi maupun terendah skor CSE akan terjadi ketika lamanya bekerja tinggi dan diiringi dengan tingkat kompleksitas pekerjaan yang rendah. Terdapat peneliti-peneliti yang mengukur CSE sebagai multiple dimension diantaranya adalah Riley (1999), Beghetto (2006), Tan, Ho, Valerie, dan Yong (2007), dan Abbott (2010). Dari kelima peneliti tersebut, Abbott (2010) menyediakan alat ukur yang dapat dikembangkan dan memungkinkan mengukur kreativitas secara umum melalui disertasinya. Selain itu Abbot juga mengukur CSE dengan melihat dua aspek yaitu dari performa dan pemikirannya yang mana kedua aspek ini sesuai dengan apa yang ingin dilihat peneliti. Alat ukur yang dikembangkan oleh Abbott (2010) dibuat berdasarkan studi terdahulunya (Abbott dalam Abbott, 2010) yang terdiri dari dua instrumen yang mengukur CTSE dan CPSE. CTSE diukur melalui CTSE II Inventory. Inventori ini dikonstruk dengan mengukur self-efficacy untuk empat faktor creative thinking (Torrance dalam Abbott, 2010) yaitu: kelenturan, keluwesan, elaborasi, dan originalitas. CPSE diukur melalui CPSE II Inventory. Inventori ini dibuat berdasarkan pengukuran self-efficacy dari tiga faktor performa kreatif menurut teori Csikszentimalyi (dalam Abbott, 2010) yaitu: domain, field, dan personality. Namun demikian, Abbott melihat item-item pada CTSE II Inventory dan CPSE II Inventory perlu dipertimbangkan kembali reliabilitasnya, sehingga ia melakukan analisis item. Selanjutnya alat ukur ini diberi nama Revised Model CTSE II dan CPSE II Inventories yang terdiri dari 12 item pada dimensi CTSE dan 9 item pada dimensi CPSE. Guru TK Untuk mengembangkan guru TK yang berkualitas, pihak TK harus melihat kemampuan guru TK berdasarkan kualifikasi akademik dan peranannya. Berdasarkan Peraturan Menteri No 16 Tahun 2007, guru PAUD/TK/RA memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi. Sedangkan untuk peran guru TK di Indonesia ada baiknya mencontoh peran-peran yang dituntut oleh Guru TK di negera-negara yang sudah maju pendidikannya, seperti di Finlandia. Guru-guru TK di Finlandia, menurut Puriola (dalam Miljevic-Ridcki, Pahic dan Saric, 2013) membedakan
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
lima peran guru yang efektif, yaitu harus memperhatikan aspek pendidikan, managerial, praktikal, personal dan sikap penuh perhatian. Aspek pendidikan berfokus pada pembelajaran dan pengembangan anak. Aspek managerial berguna untuk aktivitas yang menunjukkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan kontrol. Aspek praktikal merujuk pada pengaturan dalam aktivitas sehari-hari. Aspek personal menitikberatkan pada kompleksitas dari peran pendidik itu sendiri yaitu menyeimbangkan antara peran profesionalnya dan aspek emosionalnya, seperti sikap dan kehidupan personalnya. Terakhir, sikap penuh perhatian berfokus pada pertumbuhan dan kesehatan anak beserta faktor keamanan emosional dan sosialnya. Sikap ini tidak hanya berdampak pada pembelajaran anak tetapi juga pada orang-orang terdekatnya untuk meningkatkan pandangannya sebagai orang yang bermoral. Dinamika Hubungan antara Traits dan Creative Self-Efficacy (CSE) Akar pemahaman creative self-efficacy (CSE) bersumber dari self-efficacy. Jika ingin melihat hubungan CSE dengan kepribadian, ada baiknya memperhatikan pernyataan Bandura (dalam Lee, 2007). Ia menjelaskan bahwa self-efficacy dipengaruhi secara tidak langsung oleh kepribadian individu dalam bersikap. Selain itu, meskipun pengukuran hubungan antara kepribadian dan self-concept dalam bidang kreativitas (mis., CSE) seseorang minim dilakukan, terdapat beberapa penelitian yang berkontribusi untuk pemahaman yang lebih baik dari hubungan tersebut. Pada neuroticism, hubungan dengan CSE dapat digambarkan melalui karakteristik dari neuroticism itu sendiri. Neuroticism memiliki beberapa karakteristik seperti cenderung untuk merasakan emosi negatif, memiliki suasana hati yang naik turun, terdapat perasaan bersalah, selfesteem yang rendah, serta sensitif terhadap faktor stres biasanya memiliki hubungan yang negatif dengan kreativitas (Chaves-Eakle, Lara dan Cruz-Fuentez, 2006). Karakteristik di atas akan memprediksi trait neuroticism memiliki hubungan yang negatif dengan CSE. Selanjutnya, korelasi antara CSE dan trait conscientiousness. Hubungan ini dapat dilihat dari komponen yang dimilikinya. Trait conscientiousness memiliki dua komponen: sikap yang dapat diandalkan dan prestasi (achievement) dimana dua komponen tersebut memiliki hubungan yang berbeda terhadap CSE (DeYoung, Quilty, dan Peterson, 2007). Sikap yang dapat diandalkan memiliki hubungan yang negatif dengan performa kreativitas sedangkan dimensi pada prestasi memungkinkan untuk memiliki dampak yang positif terhadap CSE. Ini karena, dimensi prestasi
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
merefleksikan besarnya organisasi, persistensi dan motivasi individu terhadap tugas dimana pada kasus ini sudah mencakup tugas kreatif sehingga besar kemungkinan jika terdapat hubungan antar keduanya. Pada trait agreeableness hubungannya dengan kreativitas belum dapat tergambarkan secara pasti. Menurut King dkk., (1996) trait agreeableness memiliki hubungan yang negatif dengan kreativitas, hal ini karena orang-orang dengan tingkat agreableness yang tinggi memiliki tingkat prestasi kreativitas yang rendah. Namun demikian, terdapat pula penelitian yang menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu orang-orang dengan tingkat agreeableness, yang tinggi merupakan orang-orang yang kreatif, terutama pada kegiatan kreatif sehari-hari (Silvia dkk., 2008). Metode Penelitian Sampel Penelitian Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara non-probability sampling, dimana tidak semua anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian (Kumar, 2005). Individu yang menjadi responden adalah yang paling mudah ditemui, memiliki karakteristik responden yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu guru TK yang berusia antara 20-65 tahun dan bersedia menjadi responden. Alat Ukur Penelitian Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang berbentuk kuesioner. Kuesioner pertama adalah IPIP (International Personality Item Pool) dengan jumlah item 50 buah. Kuesioner ini bertujuan untuk mengukur lima dimensi traits kepribadian, yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Kuesioner kedua adalah Revised Model CTSE II dan CPSE II Inventories dengan total item 21 buah. Kuesioner ini untuk mengukur keyakinan diri dalam berkreasi. Selain itu, juga ada beberapa pertanyaan yang akan digunakan lebih lanjut sebagai data tambahan dalam penelitian ini, seperti jenis kelamin, tahun lahir, suku, status pernikahan, jumlah anak yang ditanggung, status kepemilikan TK, kurikulum TK, pengalaman mengajar, program pengembangan diri yang pernah dilakukan, kelas yang diajar, jumlah siswa, pendidikan terakhir, pendidikan terakhir ayah dan ibu, serta penghasilan yang diperoleh dari profesi guru TK.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Keseluruhan data yang didapatkan akan diolah menggunakan statistik deskriptif, Pearson correlation, independent sample t-test, dan one-way analysis of variance (ANOVA). Hasil Penelitian Jumlah total responden dalam penelitian ini adalah 112 guru TK dimana jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan usia, responden yang berumur 31-40 tahun (43.8%) lebih banyak dibandingkan dengan yang berumur 20-30 tahun (40.2%). Untuk responden yang berusia di atas 40 tahun memiliki proporsi paling sedikit yaitu (16.1%) Berdasarkan latar belakang pendidikan, sebagian besar responden penelitian memiliki latar belakang lulusan S1, yaitu sebesar 57.1% dan yang paling sedikit merupakan lulusan S2, yaitu sebesar 1%. Sebagian besar responden memiliki pengalaman mengajar selama > 10 tahun yaitu sebesar 34.8%. Hasil perhitungan korelasi Pearson’s product moment antara dimensi traits dengan dimensi CSE adalah sebagai berikut; Tabel 1. Hasil Perhitungan Korelasi antara Traits dengen CSE Dimensi Traits Neuroticism Extraversion Openness to Experience Agreeableness Conscientiousness *Signifikan pada L.o.S .01
Med 3.35 3.50 4.10 4.48 4.40
SD .65 .81 .48 .45 .62
r dengan CTSE -.26* .37* .45* .42* .26*
r dengan CPSE -.61 .30* .48* .48* .34*
Dari Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara trait neuroticism dan CTSE. Ini berarti bahwa semakin rendah skor total trait neuroticism responden, maka semakin tinggi skor CTSE responden. Namun demikian, dari hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara trait neuroticism dan CPSE. Sementara itu, hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara
trait
extraversion,
openness
to
experience,
agreeableness,
dan
conscientiousness dengan CTSE dan CPSE. Ini berarti semakin tinggi nilai trait extraversion,
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness guru TK maka semakin tinggi pula CTSE dan CPSE guru TK tersebut.
Tabel 2. Gambaran Traits berdasarkan Data Demografis Responden Traits Neuroticism
Extraversion
Openness to Experience
Agreeableness
Conscientiousness
Karakteristik Jenis Kelamin
Data Partisipan Laki-laki Perempuan
N M 4 2.93 108 3.38
Signifikansi Keterangan t = 1.36 Tidak p = .17 signifikan
Usia
20-30 tahun 30-40 tahun >40 tahun
45 49 18
F = 3.52 p = .03
Signifikan
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
4 3.52 108 3.53
t = -.01 p = .98
Tidak signifikan
Usia
20-30 tahun 30-40 tahun >40 tahun
45 49 18
F = 2.27 p = .10
Tidak Signifikan
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
4 3.63 108 4.10
t = 1.96 p = .05
Tidak signifikan
Usia
20-30 tahun 30-40 tahun >40 tahun
45 49 18
4.05 4.13 4.03
F = .44 p = .64
Tidak Signifikan
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
4 4.49 108 4.38
t = .43 p = .66
Tidak signifikan
Usia
20-30 tahun 30-40 tahun >40 tahun
45 49 18
4.53 4.49 4.38
F = .64 p = .52
Tidak signifikan
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
4 3.88 108 4.41
t = 1.69 p = .09
Tidak signifikan
Usia
20-30 tahun 30-40 tahun >40 tahun
45 49 18
F = 4.72 p = .01
Signifikan
3.51 3.16 3.35
3.57 3.36 3.81
4.22 4.59 4.28
Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor mean yang signifikan pada trait neuroticism, extraversion,openness to experience, agreeableness, dan
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
conscientiousness jika dilihat dari data demografis jenis kelamin responden. Lebih lanjut, diketahui terdapat perbedaan skor mean pada trait neuroticism dan conscientiousness yang signifikan antara responden yang berusia 20-30 tahun dengan responden yang berusia 30-40 tahun, dan lebih dari 40 tahun. Perbedaan skor mean neuroticism yang signifikan ini terjadi pada F (2,112) = 3.52, p < .05 dan skor mean conscientiousness terjadi pada F (2,112) = 4.72, p < .01. Namun demikian, tidak ditemukan perbedaan skor yang signifikan pada skor extraversion, agreeableness, dan openness to experience antara responden yang berusia 20-30 tahun dengan responden yang berusia 30-40 tahun, dan lebih dari 40 tahun. Tabel 3. Gambaran CSE berdasarkan Data Demografis Responden CSE
Karakteristik
Data Partisipan
N
M
Signifikansi
Keterangan
CTSE
Kurikulum TK
Nasional
81
4.16
Nasional Plus
12
4.04
F = .34 p = .79
Tidak signifikan
Internasional
13
4.00
Montessori
6
3.95
Pengalaman Mengajar Sebelumnya
Tidak Pernah
65 47
4.13 4.10
t = - .19 p = .84
Tidak signifikan
Lama Mengajar
> 1 tahun 1-3 tahun 4-7 tahun 8-10 tahun
23 9 22 19
4.04 3.91 4.16 3.77
F = 2.38 p = .05
Tidak signifikan
SMA D1 D3 S1
7 12 27 64
4.20 4.09 4.14 4.11
F = .028 p = .99
S2
1
4.04
Nasional Nasional Plus Internasional
81 12 13
4.56 4.42 4.23
F = 1.13 p = .34
Tidak signifikan
Montessori
6
4.20
Pengalaman Mengajar Sebelumnya
Tidak Pernah
65 47
4.53 4.43
t = .71 p = .47
Tidak signifikan
Lama Mengajar
> 1 tahun
23
4.45
F = 2.47
Signifikan
1-3 tahun
9
4.45
p = .04
4-7 tahun
22
4.52
F = 2.47
Pendidikan
CPSE
Kurikulum TK
Tidak signifikan
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Signifikan
Pendidikan
8-10 tahun
19
4.08
p = .04
>10 tahun
39
4.69
SMA
7
4.74
F = .29
Tidak
D1
12
4.40
p = .91
signifikan
D3
27
4.41
S1
64
4.50
S2
2
4.72
Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor mean CTSE responden yang signifikan jika dilihat dari data demografis responden. Hal yang serupa juga terjadi pada mean dimensi CPSE yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika dilihat berdasarkan kurikulum TK, pengalaman mengajar sebelumnya, dan pendidikan. Namun demikian pada dimensi CPSE, terdapat perbedaan skor mean responden yang signifikan jika dilihat dari data demografis responden berupa lamanya bekerja. Perbedaan mean yang signifikan terjadi antara kelompok yang telah bekerja selama <1 tahun, dengan kelompok yang telah bekerja 1-3 tahun, kelompok yang telah bekerja 4-7 tahun, kelompok yang bekerja 8-10 tahun, dan kelompok yang bekerja >10 tahun. Perbedaan mean yang signifikan terjadi pada F(4,112)=2.47, p < .05. Kesimpulan Ada hubungan yang negatif signifikan antara trait neuroticism dengan CTSE namun tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan CPSE. Selain itu, terdapat hubungan yang positif signifikan antara trait extraversion,openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness dengan CTSE. Dan, sebagai tambahan, ditemukan adanya perbedaan mean yang signifikan antara rata-rata skor trait neuroticism dan conscientiousness berdasarkan usia, dimana mean skor guru TK yang berusia 30-40 tahun lebih besar daripada guru TK yang berusia 20-30 tahun dan >40 tahun. Pada penelitian ini juga ditemukan adanya perbedaan mean yang signifikan antara rata-rata skor CPSE dan pengalaman mengajar, dimana mean skor guru TK yang memiliki pendidikan terakhir SMA lebih besar daripada guru TK yang memiliki pendidikan terakhir SMA, D1, D3, S1, dan S2. Diskusi dan Saran Tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara trait neuroticism dan CPSE mungkin disebabkan oleh IPIP yang digunakan peneliti dalam mengukur trait pada dimensi
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
neuroticism dapat dikatakan belum reliabel dalam mengukur trait neuroticism. Hal ini terbukti dari hasil uji coba alat ukur yang telah dilakukan pada 50 responden nilai koefisien AlphaCronbach dari dimensi trait neuroticism alat ukur IPIP hanya sebesar .54 sehingga besar kemungkinan item-item yang terdapat pada alat ukur tersebut belum dapat secara stabil menggambarkan trait neuroticism. Selain itu hasil utama penelitian ini juga diperoleh koefisien korelasi yang signifikan antara dimensi-dimensi trait dan dimensi CSE adalah dari rendah ke sedang . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Furnham, Batey, Anand, dan Manfield (2008) yang menemukan self-rated creativity (SRC) memiliki korelasi yang sedang dengan trait openness to experience (r = .36) dan trait extraversion (r = .35). Peneliti menduga korelasi yang kekuatannya dari rendah ke sedang antara dimensi traits kepribadian dan dimensi CSE pada guru TK disebabkan oleh tuntutan guru TK dalam menjalankan aspek pendidikan, managerial, praktikal, personal dan sikap penuh perhatian didukung dengan skor neuroticism yang rendah dan skor extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness yang sedang. Pada penelitian ini responden terdiri dari golongan usia 20-50 tahun dimana pada golongan usia ini, manusia berada pada proses pembentukan traits yang stabil. Temuan ini sesuai dengan temuan McCrae dan Costa (dalam McCrae dan Costa, 2003) yang mengemukakan bahwa pada usia 18-30 tahun, manusia berada dalam proses pembentukan trait yang stabil dimana traits cenderung akan tetap stabil dan sedikit sekali berubah setelah usia 30 tahun ke atas. Selanjutnya berdasarkan penemuan Alleman, Daniel, dan Hendricks (2008) didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan mean pada skor conscientiousness dan agreeableness jika dilihat dari individu yang telah memasuki usia dewasa yang lebih tua dibandingkan dengan yang lebih muda. Bila melihat skor CTSE dan CPSE guru berdasarkan umur dan pengalaman mengajar, guru-guru yang berumur 20-40 tahun dan memiliki pengalaman mengajar lebih dari satu tahun memiliki skor yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian (Einarsdottir, dalam Miljevic, Pahic, dan Saric 2013) yang menunjukkan bahwa guru-guru TK yang belum banyak berpengalaman memiliki usaha yang lebih keras dalam mengembangkan pengajaran. Ini karena untuk mendukung metode pengajaran yang efektif, guru harus memiliki pengalaman yang cukup dalam mengajar. Di sisi lain guru-guru yang sudah menjelang lansia akan memiliki kendala dalam menghadapi midlife crisis (McCrae dan Costa, 2003). Masa ini adalah masa dimana sering terjadi masalah pada tahap perkembangan dewasa madya yang disebabkan oleh perjuangan untuk
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
mengevaluasi kembali kehidupannya dan berjuang akan perubahan-perubahan fisik dari keadaan sehat dan bugar sewaktu usia produktif. Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan mean yang signifikan pada CPSE jika dilihat dari pengalaman mengajar guru TK. Hasil ini sesuai dengan penemuan penelitian Tierney dan Farmer (2002) yang menemukan bahwa pengalaman bekerja memiliki pengaruh untuk meningkatkan CSE pada karyawan yang memiliki pekerjaan yang sifatnya kompleks. Profesi guru TK termasuk salah satu pekerjaan yang menuntut tugas-tugas yang kompleks. Semakin guru tersebut memiliki pengalaman untuk mengajar, semakin tinggi keyakinan dirinya untuk melakukan tindakan kreatif dalam mengajar. Hal lain yang menarik dan perlu didiskusikan adalah terkait alat ukur kepribadian. Beberapa item seperti “I am interested in people.”, ”I am the life of a party.”, “Leave my belongings around.” mengakibatkan ambiguitas ketika sudah ditranslasi. Ini karena proses back translation kurang diperhatikan kembali melalui pendapat beberapa expert. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan persepsi bagi responden untuk benar-benar merasakan hal yang memang terwakili oleh item tersebut. Kekurangan dalam penelitian ini juga terlihat dalam kurang diperhatikannya pemilihan TK yang menyediakan responden yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Beberapa TK yang menjadi responden penelitian terindikasi tidak menyediakan guruguru yang kreatif. Hal ini menjadi penting karena dengan melihat standar dan metode pengajaran yang diberikan melalui kurikulum TK, maka dapat dilihat pula cara guru mengajar yang kreatif dan yang tidak. Ketika guru tersebut tidak dipicu dengan kurikulum yang menuntut kreativitas, maka kemungkinan skor CSE yang mereka peroleh merupakan skor yang faking good sehingga tidak representatif. Hal ini juga diperkuat oleh masih banyak guru-guru yang dituntut mengajar hanya sesuai dengan standar kompetensi dan langkah-langkah yang sesuai dengan panduan. Ini akan berdampak pada persepsi yang berbeda akan kreativitas yang mereka miliki. Hal ini sesuai dengan dasar pemikiran akan hasil penelitian Tierney dan Farmer (2002), Choi (2004), dan Mathisen dan Bronick (2009) yang telah menemukan adanya pengaruh antara CSE terhadap kreativitas. Dengan kata lain, ketika mengetahui indikasi adanya sikap kreatif, maka CSE-nya pun akan diindikasikan pula juga tinggi. Maka dari itu untuk penelitian selanjutnya perlu memerhatikan pemilihan alat ukur traits. Ini karena telah terbukti bila reliabilitas alat ukur tidak memenuhi standar, maka hasil yang didapat bisa jadi tidak signifikan. Untuk itu, peneliti tidak merekomendasikan adaptasi dari alat
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
ukur IPIP untuk mengukur traits karena item-itemnya belum stabil untuk mengukur dimensidimensi traits kepribadian. Selain itu hal ini juga disebabkan oleh kesalahan peneliti dalam memahami IPIP, yang mana bukan merupakan sebuah alat ukur tetapi hanya sebuah item pool yang berguna untuk membuat sebuah alat ukur. Maka dari itu untuk penelitian selanjutnya traits dapat diukur menggunakan NEO-PI-R yang sudah lebih sering diadaptasi dan sudah merupakan alat ukur. Selanjutnya juga menyarankan untuk memerhatikan kembali translasi dari item-item. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa kali diskusi dengan expert agar mendapat beberapa pilihan kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi yang diwakili oleh item. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya tidak hanya mengukur CSE tetapi juga dapat mengukur kreativitas responden. Ini karena data yang diperoleh pada penelitian ini masih cenderung faking good jika dilihat dari item-itemnya yang memang merupakan self-report. Data kreativitas ini nantinya dapat digunakan untuk memastikan bahwa tingkat CSE guru tersebut memang akurat dan representatif. Selain itu peneliti dapat menggunakan norma traits kepribadian orang Indonesi serta menggunakan sampel yang lebih banyak untuk lebih menggambarkan populasi. Terlepas dari kekurangan penelitian ini, saran praktis yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah pihak TK sebaiknya melakukan screening kepribadian pada saat perekrutan guru TK. Pihak TK dapat memperhatikan skor neuroticism yang cukup rendah bagi calon guru TK dan skor extraversion, openness to experience, agreeableness, dan, conscientiousness yang tinggi. Selain itu, pihak TK juga dapat melakukan intervensi untuk meningkatkan CSE guru TK. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan pelatihan atau seminar tentang CSE kepada guru dan menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk membantu peningkatan CSE guru TK. Selain itu, dari hasil analisis tambahan, peneliti menyarankan untuk merekrut guru TK pada usia antara 20-40 tahun dan memiliki pengalaman bekerja lebih dari satu tahun. Daftar Referensi Abbott, D. H. (2010, Mei). Constructing a Creative Self Efficacy Inventory a Mixed Methods Inquiry, University of Nebraska. Allemand, M., Zimprich, D., dan Hendriks, A. A. J. (2008). Age differences in five personality domains across the life span. Developmental Psychology, 44(3), 758-770.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Bandura, A. (1977) Self-Efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychologycal Review , 84, (2) 191-215 Bandura, A. (2007). Much ado over a faulty conception of self-efficacy grounded in faulty experimentation. Journal of Social and Clinical Psychology, 26 (6), 641-658. Batey, M. dan Furnham, A. (2006). Creativity, intelligence, and personality; A critical review of the scttered literature. Genetic, Social, and General Psychological Monographs, 132 (4), 355-429. Beghetto, R. A. (2006) Creative Self-Efficacy: Correlates in Middle ahnd Secondary Students, Creativity Research Journal, 18:4, 447-457 Beng-Chong, L., dan Ployhart, R. E. (2006). Assessing the convergent and discriminant validity of goldberg's international personality item pool: A multitrait-multimethod examination. Organizational Research Methods, 9(1), 29-54. Chambers, S. M , Henson, R. K., dan Sienty, S. F (2001). Pesonality type and teaching efficacy as predictors of classroom control orientation in beginning teachers. Paper presented at the Annual Meeting of the Soutwest Educational Research Association, University of North Texas. (ED452184) Chavez-Eakle, R. A., Lara, M. D. C., dan Cruz-Fuentes, C. (2006). Personality: a possible bridge between creativity and psychopathology? Creativity Research Journal, 18(1), 27-38. Choi, J. N (2004). Individual and Contextual Predictors of Creative Performance: The Mediating Role of Psychological Process. Creativity Research Journal, 16, (2dan3), 187-199 DeYoung, C.G., Quilty, L.C., dan Peterson, J.B. (2007). Between facets and domains: 10 aspects of the Big Five. Journal of Personality and Social Psychology, 93, 880–896. Furnham, A., Batey, M., Anand, K., dan Manfield, J. (2008). Personality, hypomania, intelligence and creativity. Personality and Individual Differences, 44(5), 1060-1069. Furnham, A.F., Batey, M., Booth, T., Patel, V., dan Lozinskaya, D. (2011). Individual difference predictors of creativity in art and science students. Thinking Skills and Creativity, 6, 114– 121. DOI: 10.1016/j.tsc.2011.01.006 Goldberg, L. R. (1999). A broad-bandwith, public domain, personality inventory measuring the lower level facets of several five factor models. Dalam I Mervielde, I. J. Deary, F. De Fruyt, and F. Ostendorf. Personality Psychology in Europe, 7, 2-28. Tilburg, The Netherlands: Tilburg University Press
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Gong, Y., Huang, J.-C., dan Farh, J.-L. (2009). Employee learning orientation, transformational leadership, and employee creativity: The mediating role of employee creative selfefficacy. Academy of Management Journal, 52(4), 765-778. Hughes, D. J., Furnham, A., Batey, M.(2013). The structure and personality predctors f elf rated creativity. Thinking Skills and Creativity, 9, 76-84. Jaussi, K.B., Randel, A.E., dan Dionne, S.D. (2007). I am, I think, and I do: The role of personal identity, self-efficacy, and cross-applications of experiences in creativity at work. Creativity Research Journal, 19, 247–258. John, O.P., Srivastava, S. (1999) The big-five trait taxonomy: history, measurement, and theoretical perspectives.
Dalam Pervin L., dan John O.P, Handbook of Personality:
Theory and Research (2nd Ed., pp. 102-138). New York: Guilford Press. Karwowski, M. (2011). The creative mix: Teacher’s creative leadership, school creative climate, and
students’
creative
self-efficacy.
Chowanna,
36,
25–
43.http://maciej1.home.pl/kreator/data/documents/Karwowski-cse-chowanna.pdf Karwowski, M., Lebuda, I, dan Wiśniewska, E. (in press, 2012). Measurement of Creative SelfEfficacy and Creative Role-Identity. High Ability Studies, 2 (forthcoming in no 2/2012). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16
Tahun
2007.
Dikutip
dari
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16-
2007KompetensiGuru.pdf King, L. A., Walker, L. M., Broyles, S. J. (1996) Creativity and the Five-Factor Model. Journal of Research in Personality 30, 189-203. Kumar, R. (2005). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc. Lee, H. (2007). The relationships among personality traits, self-efficacy, and organizational commitment in fitness center staff(Order No. 3297137). Available from ProQuest Dissertations dan Theses Global; ProQuest Entrepreneurship. (304736807). Marsh, H.W., Trautwein, U., Ludtke, O., Koller, O., dan Baumert, J. (2006). Integration of multidimensional self-concept and core personality constructs: Construct validation and relations to well-being and achievement. Journal of Personality, 74, 403–456. Mathisen, E.,
Bronnick,
K. S. (2009). Creative self-efficacy: An intervention study
International Journal of Educational Research 48, 21–29.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Mc Crae, R. R., dan Costa, P. T., Jr (2003). Personality in adulthood: A five factor theory perspective (2nd ed.). New York: The Guilford Press. McKenzie, G (1995) 'Montessori Language and the Sensitive Period for the Imagination and Culture', Montessori Life,7(3), 38-39. Michael, L. H., Hou, S. T., dan Fan, H. L. (2011). Creative Self-Efficacy and Innovative Behavior in a Service Setting: Optimism as a Moderator. The Journal of Creative Behavior, 45(4), 258-272. Miljevic-Riðicki, R., Pahic, T., dan Saric, M. (2013). A croatian study of practitioners' and kindergarten teacher students' opinions of their role in children's lives. CEPS Journal : Center for Educational Policy Studies Journal, 3(2), 51-69. Riley, K (1999). Adult creative self-efficacy and intrinsic leisure motivation in recreational art and exercise environments, University of Oregon Rodgers, M. S. (2012). Structured play and student learning in kindergarten: An outcome evaluation (Order No. 3508204). Available from ProQuest Dissertations dan Theses Global. (1017707024). Runco, M. A. (2007) Creativity Theories and Themes Research, Development, and Practice. Burlington: Elsevier Academis Press Saucier, G. (1994). Mini-markers: A brief version of Goldberg’s unipolar Big Five markers. Journal of Personality Assessment, 63 (3), 506-516 Silvia, P.J., Winterstein, B. P., Wilse, J. T., Barons, C. M., Cram, J. T., Hess, K. I., Martinez, J. L., dan Richard, C. A (2008). Assesing creativity with divergent thingking tasks: Exploring the reliability and validity of new subjective scoring methods. Psychology of Aesthetics, Creativity, and The Art, 2(2), 68-85 Tan, A. G., Ho, Valerie., dan Yong, L. C., (2007) Singapore High Sschool Student’s Creativity Efficacy. New Horrizon in Education, 55, 2. 96-106 Tierney, P. A dan Farmer, S. M. (2002). Creative self-efficacy: Potential antecedents and relationship to creative performance. Academy of Management Journal, 45, 1137–1148.
Hubungan antara traits kepribadian..., Yulinda Dwintasari, F.PSIKOLOGI UI, 2014