477
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KLIEN TERHADAP TERJADINYA PENYAKIT TBC PARU DI RUANG RAWAT INAP RS ISLAM FAISAL MAKASSAR
H. Trimaya Cahya Mulat Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makassar
ABSTRAK Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang mudah menular dari tahun ke tahun. Penyakit ini memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun pada angka kematian.Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan Global Penyakit TBC Paru, disebagian besar negara-negara di Dunia, Penyakit ini tidak terkendali dan tidak berhasil disembuhkan. WHO melaporkan adanya 3 juta orang tiap tahun meninggal dan di perkirakan 5.000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC paru dan 75 % kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang umur produktif dari 15-54 tahun (Anonym 2007 ). TBC Paru merupakan Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Microbacterium Tuberkulosis Paru dengan gejala yang sangat berfariasi. (Arief Mansjoer dkk, 2007 ). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan pasien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di Ruang Rawat Inap RS Islam Faisal Makassar. Jenis Penelitian Deskriptif dengan Pendekatan Wawancara, Observasi dan kuesioner atau angket. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TBC Paru yang dirawat di Ruang Rawat Inap RS Islam Faisal Makassar pada Bulan januari – Mei 2013 sebanyak 36 orang dengan Sampel 30 orang. Hasil yang di peroleh dari penelitian ini menunjukan bahwa Pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap sebagian besar yang berpengetuan tentang keteraturan berobat sebnyak 20 orang ( 66,6%) yang tidak putus berobat dan yang putus berobat terdapat 10 orang (33%). Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlu ditingkatkan lagi penyuluhan yang lebih intensif dalam rangka menggerakkan masyarakat dalamupayapencegahanTuberculosis.
478
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit TBC Paru Merupakan penyakit yang mudah menular dari tahun ketahun.penyakit ini memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun pada angka kematian. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan Global penyakit TBC Paru.karena disebagian besar di Negara-negara di dunia, penyakit ini tidak terkendali dan tidak berhasil disembuhkan. WHO Melaporkan adanya 3 juta orang tiap tahun meninggal dan diperkirakan 5.000 orang tiap harinya. Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB).Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010). "Tentu saja kasus TB masih banyak, tapi perbaikan peringkat ini merupakan sebuah pencapaian," ungkap Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dalam evaluasi kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan di gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (22/10/2010). Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps).A. Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya sama (91%). Untuk menanggulangi masalah TBC Paru di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.(Depkes, RI, 2008). Data yang diperoleh dari dines kesehatan provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data yangdiperoleh dari Bidang Bina Pencegahan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan KotaMakassar, pada tahun 2010 jumlah penderita TB Paru Klinissebanyak 9916 penderita, dengan rincian 3568 berdasarkanpencatatan danpelaporan Puskesmas se-Kota Makassar, sisanyaberdasarkanlaporan dari 15 RS yang ada di Kota Makassar. Sedangkan pada tahun 2011,jumlah penderita TB Paru Klinis sebanyak 18.835 penderita,berdasarkanpencatatan danpelaporan dari Puskesmas, dan RS. Tahun 2012 dilaporkanjumlah penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan RumahSakit sebanyak511 Jumlah penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita(Puskesmas danRumah Sakit) (Profil Dines Kesehatan kota Makassar, 2012) Dari hasil pengambilan data di RS.Islam Faisal. Penderita TB paru dua tahun terakhir ini didapatkan data kunjungan pada tahun 2011 sebanyak 133 kasus dan pada tahun 2012 sebanyak 244 dan pada tahun 2013 dari bulan Januari – Mei sebanyak 36 kasus. Berdasarkan situasi dan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti ”Gambaran Pengatahuan Klien Terhadap Terjadinya Penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar” B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui gambaran keteraturan berobat klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar b. Diketahuigambaran sikap klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar c. Diketahuigambaran pengetahuan klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang Penyakit TBC Paru 1. Pengertian TBC Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Myrcobacterium Tuberkulosis Paru dengan gejala yang sangat bervariasi. (Arief Mansjoer dkk, 2007.) Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.Tuberkulosis Paru dapat juga di tularkan ke bagian tubuh lainya termasuk ginjal, tulang, nodus, limfe dan lain-lain.Agens infeksius utama Mycrobakterium Tuberkulosis Paru adalah batang aerobic tahan asam dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.(Brunner dan Suddart, 2002)
479
2.
3.
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycrobacterium Tuberkulosis yang dapat menyerang semua alat tubuh, yang tersering ialah paru dan jantung. (Ahmad, 2008) Etiologi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Basil Mikrobakterium Tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang menyebabkan kuman tahan asam.sehingga basil ini digolongkan menjadi Basil tahan Asam (BTA) maksudnya bila basil ini di warnai, maka warna ini tidak akan luntur walaupun pada bahan kimia yang tahan asam. (Tjandra Yoga Aditama, 2010) Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan.Basil Mykrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya. sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mykrobakterium Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru karena terjadi penularan ulang yang mana didalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif.setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi didalam ruangan
droplet nuclei dapat tinggal diudara dalam waktu lebih lama.dibawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap, lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut.disamping daya tahan tubuh yang bersangkutan, Meskipun terdapat berbagai jenis basil,Namunbasil Tuberkel(Mykrobakterium Tuberkulosis)merupakan penyebab utama dan Tuberkulosis Paru diseluruh Dunia. (John Crofton, 2007) 4. Penularan Dan Faktor-Faktor Resiko Tuberkulosis Paru ditularkan secara langsung melalui kandungan kuman Tuberkulosis di udara saat bercakap-cakap, batuk dan bersin. (Andi Muhadir, 2010) Individu yang beresiko tinggi untuk tertular Tuberkulosis Paru adalah: a. Mereka yang kontak langsung dengan seseorang yang menderita penyakit TBC Paru aktif. b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kangker dan mereka yang dalam terapi kostikosteroid atau mereka yang terkena penyakit HIV). c. Penggunaan Obat IV ( Intra Vena) dan Alkohol. d. Setiap Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (Tunawisma, etnik dan ras minoritas) e. Setiap Individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (Misalnya diabetes melitus, gagal ginja kronis dan silikosis penyimpanan gizi) f. Imigran dari Negara dengan insiden TBC Paru yang tinggi di Asia Tenggara, Afrika, Amerika latin, dan Karibia. g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik dan penjara) h. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh. i. Petugas Kesehatan. j. Resiko tertular Tuberkulosis Paru juga tergantung banyaknya organisme yang terdapat diudara. (Brunner dan Suddarth 2002) 1.
Patofisiologi Kuman Mikrobacterium Tuberkulosis Paru masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi Tuberkulosis Paru terjadi melalui udara (air
480
borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. (Bahar, 2008) Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atau paru-paru, atau dibagian atas lobus bawah.Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah harihari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.(Bahar, 2008) 2. Manifestasi Klinik Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TBC Paru dapat dibagi menjadi 3 golongan : Gejala respiratorikmeliputi : 1) Batuk. Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan 2) Batuk darah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 3) Sesak Napas. Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax. anemia dan lain-lain. 4) Nyeri dada. Nyeri dada pada TBC Paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. Gejala sistemikmeliputi : 1) Demam. Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. 2) Gejala sistemik lain. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. a. Gejala klinisHaemoptoe : Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1) Batuk darah. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokanDarah berbuih bercampur Darah segar berwarna merah mudahDarah bersifat alkalisAnemia kadang-kadang terjadi. 2) Muntah darah. Darah dimuntahkan dengan rasa mualDarah bercampur sisa makanan Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambungDarah bersifat asamAnemia sering terjadi. 3) Epistaksis. Darah menetes dari hidungBatuk pelan kadang keluarDarah berwarna merah segarDarah bersifat alkalisAnemia jarang terjadi. (Rustam, 2008) 3.
Test Diagnostik Foto thorax dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru. b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) c. Adanya kapias, tunggal atau ganda. d. Adanya klasifikasi. e. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat dilapangan atas paru. f. Bayangan yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu. g. Bayangan bilier. PemeriksaanBakteriologik(Sputum),ditemukan nyakuman Mycrobakterium Tuberkulosis dari dahak penderita memastikan Diagnosis Tuberkulosis Paru. Pengambilan dahak yang
481
benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.Pada pemeriksaan pertama.sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak.Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam program pemberantasan TBC Paru di Indonesia. (Rustam, 2008) 4.
Klasifikasi TBC Paru Klasifikasi TBC Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program P2TBC Paru, klasifikasi TBC Paru dibagi sebagai berikut: a. TBC Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif dengan kriteria: 1) Dengan atau tanpa gejala klinik 2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik 3) positif 1 kali 4) Gambaran radiologik sesuai dengan TBC Paru. b. TBC Paru BTA Negatif dengan kriteria: 1) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TBC Paru Aktif. 2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. c. Bekas TBC Paru dengan kriteria: 1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif 2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. d. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TBC Paru inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). 5. Penatalaksanaan Medik Pemberian Obat Anti TBC (OAT). OAT harus di kombinasi sedikitnya 2 obat yang bersifat Bakteroid dengan tujuan : a. Membuat sputum positif menjadi Negatif b. Mencegah kekambuhan dengan kegiatan sterilisasi c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologi. Tinjauan tentang Variabel yang DitelitiKeteraturan dalam berobat. Untuk program Nasional Pemberantasan TBC Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan
urutan kebutuhan pengobatan. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut : a. Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis, TBC Paru milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya luas, TBC Paru usus, TBC Paru saluran kemih. b. Kategori II : Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif. c. Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TBC Paru diluar paru selain yang disebut dalam kategori 1 d. Kategori IV : Tuberkulosis Kronik. 1) Panduan Obat Kategori I Dimulai dengan fase 2, obat diberikan tiap hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi (dalam program P2TBC Paru Depkes memberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TBC Paru Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE. 2) Panduan Obat Kategori II Fase intensif dalam bentuk 2 HRZE.Bila setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 bulan dahak masih tetap positif maka pengobatan dihentikan 2-3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat.Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. 3) Panduan Obat Kategori III TBC Paru BTA (-) dilakukan pengobatan dengan cara 2 HRZ = tiap hari selama 2 bulan TBC Luar Paru dilakukan pengobatan 4) 4 H3R3 = tiga kali seminggu selama 4 bulan.
482
5) Panduan Obat Kategori IV Di Negara maju atau pengobatan secara individu, penderita dapat diberiakan obat sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon,ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dan sebagainya. (Permatasari, 2008) B. Sikap Pengertian. Definisi sikap adalah derajat afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai kecenderungan subyek merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek (Wismato.B, 2009). Sikap ini ditunjukkkan dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif. Kualitas sikap digambarkan sebagai valensi positif menuju negatif, sebagai hasil penilaian terhadap obyek tertentu. Sedangkan intensitas sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif atau negatif. Kualitas dan intensitas sikap tersebut menunjukkkan suatu prosedur pengukuran yang menempatkan sikap seseorang dalam sesuatu dimensi evaluatif yang bipolar dari ekstrim positif menuju ekstrim negatif (Wismato.B, 2009). Menyimak uraian sikap di atas dapat dipahami bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek. Seseorang bersikap terhadap suatu obyek dapat diketahui dari evaluasi perasaannya terhadap obyek tersebut. Evaluasi perasaan ini dapat berupa perasaan senang-tidak senang, memihak-tidak memihak, favorit–tidak favorit, positif–negatif. Walgito (2001) mengemukakan bahwa sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selanjutnya Walgito (2001) mengemukakan tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu : 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu
hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. 3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus, sikap kadangkadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving) Bahwa seseorang atau subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) 2. Merespon (responding) Subyek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan yang berarti orang tersebut menerima ide sebagai stimulus. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah diperolehnya dengan segala resiko. Adapun sikap yang simaksud pada penelitian ini adalah sikap perawat dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dikategorikan baik, cukup, kurang. Pengetahuan Pengertian Pengetahuan adalah hasil panginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dapat dikemukakan kembali secara lisan maupun tulisan. hal ini di perkuat oleh pendapat Notoatmotjo yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakaan hasil dari “tahu”dan terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek.Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran,penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo soekodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitf merupakan domain yang sangat penting dalamMembentuk tindakan
483
seseorang (overbehavior)karena dari pengalaman dan penelitian. ternyata perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng, sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak di dasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan seseorang mempunyai tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi menjadi enam tingkat pengetahuan yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. 2) Memahami (comprehension). Memahami di artikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui yang dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (application). Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat di artikan menggunakan hukum-hukum rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks situasi tertentu. 4) Analisa (analysis). Sintesis adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan menjabarkan materi tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis). Sintesis adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk kesatuan. 6) Evaluasi (Evalution). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu 7) materi objek penilaian yang berdasarkan suatu variabel yang sudah ada.
C. Kerangka Konsep Model kerangka konsepPenyakit TBC Paru merupakan penyakit infeksi yang terutama menyerang parenkim paru yang di sebabkan oleh kuman mykrobakterium tuberkulosis. Kerangka konsep penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Keteraturan berobat
Sikap
Pengetahuan
pendidikan
Kejadian Tbc Paru
Keterangan : : Variabel independen yang di teliti \
: Variabel independen yang tidak di teliti : Variabel dependen
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Pendekatan Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan, wawancara, observasi dan kuesioner atau angket untuk mendapatkan gambaran pengetahuan klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di ruang rawat inap RS. Islam Faisal Makassar. B. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah semua objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TBC Paru yang di rawat di di ruang rawat inap RS. Islam Faisal Makassar, pada bulan Januai s/d Mei 2013 sebanyak 36 orang 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan diangggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TBC Paru yang dirawat di di ruang rawat inap RS. Islam Faisal Makassar. Metode pengambilan sampel dengan cara porpusive sampling, yaitu cara pengambilan sampel sesuai dengan kehendak penelitiyang memenuhi kriteria penelitian. (Nursalam, 2008). Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang yang memenuhi kriteria : Kriteria Inklusif : a. Klien bersedia diteliti b. Penderita yang didiagnosa penyakit TBC Paru c. Sedang dalam perawatan d. Dalam keadaan sadar e. Bisa menulis dan membaca. Kriterian Eksklusi : a. Klien tidak bersedia diteliti b. Bukan Penderita Penyakit TBC Paru c. Dalam keadaan tidak sadar
484
Sikap Sikap yang dimaksud adalah bagaimana penderita menyikapi penyakit TBC Paru tersebut. Kriteria obyektif : a. Baik :adalah jika mencapai skor > 50 %. b. Kurang :adalah jika mencapai skor ≤ 50 %. Pengatahuan Pengetahuan adalah pemahaman dari responden tentang penyakit TBC paru. Kriteria obyektif : 1. Baik : adalah jika mencapai skor > 50 %. 2. Kurang : adalah jika mencapai skor ≤ 50% D. Cara Pengolahan dan Penyajian Data Setelah dilakukan pengambilan data, maka data yang dikumpulkan akan diolah secara manual dengan bantuan kalkulator dan dilanjutkan pengolahannya di komputer dan disajikan dalam bentuk tabel dengan disertai penjelasan masing-masing dari tabel. E. Analisa Data Setelah data tersebut dilakukan editing, koding, dan tabulasi maka selanjutnya di lakukan analisa dengan cara :Analisis UnivariatDilakukan untuk menmdapatkan gambaran umum dengan cara mendisripsikan tiap variabel yang di gunakan dalam penelitian yaitu distribusi frekuensinya. Etika Penelitian Setelah mendapatkan persetujuan dari petugas kesehatan dan klien maka peneliti selanjutnya melakukan screning sampel dengan tetap menekankan pada masalah etika Penelitian yang meliputi : 1. Informed Consent Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria Inklusif dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. bila subyek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek. 2. Anonimity (Tanpa Nama) Untuk kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi peneliti menggunakan kode tertentu untuk masingmasing responden 3. Confidentialiti (Kerahasiaan) Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin oleh peneliti, data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan pada pihak terkait dengan penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan RS. Islam Faisal Makassar mulai tanggal 20 Juni s/d 18 Juli 2013. Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan kuesioner diperoleh gambaran karakteristik sampel di ruangPerawatan RS. Islam Faisal Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif. Jumlah sampel yang menjadi responden adalah sebanyak 30, Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gambaran variabel independen dengan variabel dependen. Adapun hasil distribusi responden berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin dapat tergambar pada tabel berikut : Data demografi responden Penelitian Tabel 4.1 Distribusi responden menurut umur Di RS Islam Faisal Makassar Sumber data primer, 2013 Pada tabel 1.1diatas dalam pengelompokkan umur responden yang terbesar adalah kelompok umur 16-30 sejumlah 7 orang, 51-60 7 orang, dan 61-80 thn 7 orang, yaitu masing-masing 7 orang (23,3%). Distribusi tingkat pendidikan Tabel 4.2 Distribusi responden menurut No 1 2 3 4 5
Umur 16-30 thn 31-40 thn 41-50 thn 51-60 thn 61-80 thn
Frekuensi(n) 7 4 5 7 7
Persen(%) 23,3 13,3 16,7 23,3 23,3
30
100,0
Total
tingkatpendidikanDi RS Islam Faisal Makassar No Tingkat Frekuensi(n) Persen( pendidikan %) 1 SDN 12 40,0 2 SMP 8 26,7 3 SMA 4 13,3 4 Sarjana 3 10,0 5 S1 2 6,7 6 Tidak Tamat 1 3,3 Total Sumber data primer, 2013
30
100,0
485
Tabel 4.2 menunjukan bahwa responden dengan tingkat pendidikan SD mempunyai frekuensi tertinggi yaitu 12 orang (40,0%). Sedangkan frekuensi terendah adalah responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat yaitu 1 orang (3,3%).
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukan dari 30 responden ada 20 responden(66,6%) yang tidak putus berobat dan yang putus berobat terdapat 10 responden(33,3%)
Distribusi pekerjaan responden Tabel 4.3 Distribusi responden menurut pekerjaanDi RS Islam Faisal Makassar
Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan sikap responden terjadinya TB ParuDi RS. Islam Faisal Makassar N Sikap Frekuensi(n Persen(%) o ) 1 Baik 16 53,3 2 Kurang baik 14 46,7 Total 30 100,0 Sumber data primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukan dari 30 responden ada 16 responden(53,3%) yang memiliki sikap baik dan yang memilki sikap kurang baik terdapat 14 responden(46,7%)
N o 1 2 3 4 5 6
Jenis pekerjaan PNS Pensiunan PNS Wiraswasta IRT Petani Belum bekerja Total
Frekue nsi(n) 2 3 12 9 1 3
Persen( %) 6,7 10,0 40,0 30,0 3,3 10,0
30
100,0
Sumber data primer,2013 Berdasarkan data tabel 4.3 diatas dapat diketahui responden dengan pekerjaan wiraswasta frekuensi tertinggi yaitu 12 orang (40,0%), sedangkan pekerjaan responden dengan frekuensi terendah adalah responden dengan pekerjaan petani sejumlah 7 orang (3,3%). Distribusi jenis kelamin responden Tabel 4.4 Distribusi responden menurut jenis kelaminDi RS. Islam Faisal Makassar No
Jenis Frekuensi( Persen( kelamin n) %) 1 Laki-laki 17 56,7 2 Perempuan 13 43,3 Total 30 100,0 Sumber data prime, 2013 Tabel 4.4 menunjukan bahwa responden jenis kelain laki-laki sebanyak 17 orang (56,,7%), dan jenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang (43,3%) Analisa Univariat Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan keteratuaran berobatDi RS. Islam Faisal Makassar No
Keteraturan berobat 1 Tidak putus berobat 2 Putus berobat Total Sumber data primer, 2013
Frekue nsi(n) 20 10 30
Persen (%) 66,7 33,3 100,0
Tabel 4.7 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan responden terjadinya TB Paru di RS. Islam Faisal Makassar No Pengetahuan Frekuensi Persen( (n) %) 1 Baik 19 63,3 2 Kurang baik 11 36,7 Total 30 100,0 Sumber data primer, 2013 Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukan dari 30 responden ada 19 responden(63,3%) yang memiliki pengetahuan baik dan yang memilki pengetahuan kurang baik terdapat 11 responden(36,7%) B. Pembahasan. 1. Keteraturan berobat terhadap terjadinya TB paru Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukan dari 30 responden ada 20 responden(66,6%) yang tidak putus berobat dan yang putus berobat terdapat 10 responden(33,3%). Hal ini menunjukan bahwa masih banyak klien yang patuh terhadap penggunaan obat TB Paru. Oleh karena itu, pasien yang mengalami tuberculosis harus melakukan pengobatan secara menyeluruh dan tuntas. Pasien dengan pasien yang mengidap tuberculosis paru masih akan menulari orang lain setelah memulai pengobatan intensif 2-3 bulan pengobatan akan mengurangi risiko menulari orang lain (disarankan melakukan pengobatan enam bulan). Hal ini sangat penting untuk
486
menyelesaikan seluruh program pengobatan, untuk menghindari penularan dan mencegah TBC muncul kembali atau menjadi komplikasi dengan penyakit lain. Pasien juga dapat mengatur terapi fisik, latihan pernapasan dan menambah kekebalan tubuh dengan mengonsumsi suplemen. 2. Sikap klien terhadap terjadinya TB Paru Berdasarkan hasil penelitan diatas menunjukan dari 30 responden ada 16 responden(53,3%) yang memiliki sikap baik dan yang memilki sikap kurang baik terdapat 14 responden(46,7%). Hal ini dapat menunjukan bahwa klien memiliki sikap yang positp terhadap terjadinya TB Paru. Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai kecenderungan subyek merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek (Wismato.B, 2009). Walgito (2001) mengemukakan bahwa sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciriciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selanjutnya Walgito (2001) mengemukakan tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu : a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. Dengan sikap yang baik dan positip terhadap kejadian TB Paru akan sangat mempengaruh kesembuhan dari seoang panderita TB paru karena selalu memiliki dorongan dalam diri sesorang untuk selalu taat dan disiplin dalam pengobatan TB Paru
Pengetahuan klien terhadap terjadinya TBC paru Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukan dari 30 responden ada 19 responden(63,3%) yang memiliki pengetahuan baik dan yang memilki pengetahuan kurang baik terdapat 11 responden(36,7%). Pengetahuan adalah hasil panginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dapat dikemukakan kembali secara lisan maupun tulisan. hal ini di perkuat oleh pendapat Notoatmotjo yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakaan hasil dari “tahu”dan terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek.Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran,penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo soekodjo, 2003). Dari hasil penelitian diatas mennjukan pengetahuan klien dari 30 responden memiliki pengetahaun baik. Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi prilaku seseorang untuk berbuat yang lebih baik.
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, yang berlangsung pada tanggal 20 Juni s/d 18 Juli 2013 diruang perawatan anak RS. Islam Faisal Makassar dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Gambaran keteraturan berobat klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar, adalah baik, teratur dan tidak putus obat terdapat (66,7%) 2. Gambaran sikap klien terhadap teputusrjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar adalah baik terdapat (53,3%) 3. Gambaran pengetahuan klien terhadap terjadinya penyakit TBC Paru di RS. Islam Faisal Makassar dalah baik terdapat (63,3%) B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut 1. Perlu peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit TBC Paru Baik melalui penyuluhan langsung oleh petugas kesehatan maupun dengan penyebaran leaflet/brosur mengenai cara pencegahan TBC Paru 2. Petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam merealisasikan program pencegahan, agar
487
3.
melaksanakan pencegahan TBC Paru sesuai dengan yang diharapkan Kepada peneliti berikutnya, diharapkan untuk mengadakan penelitian lanjut untuk mengetahui variabel-variabel yang belum diteliti, sehingga nantinya dapat mengungkapkan berbagi tentang penyakit TBC Paru.
DAFTAR PUSTAKA Anonym.2007. Prevalence and Incidence of Tuberculosis,(Cureresearch),Available from:http://www.cureresearch.com/Tuber culosis/Prevalence.htm. diakses 26 Mei 2013 Amin,
Z., Bahar, A. 2008. BAB 242 Tuberkulosis Paru in: Sudoyo, Aru (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid II : 988-993.
Ahmad A.K. Muda, 2008, Kamus Lengkap Kedokteran, Edisi revisi, Gita Media Press, Surabaya. Andi Muhadir, 2009, Panduan Berhaji Sehat, edisi 3, DEPKES RI, jakarta Arief Mansjoer, dkk 2007. Kapita Kedokteran. Media Aesculapius.Jakarta.
Selekta
Bagus Wismato, 2009. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Kajian Meta Analisa Korelasi,(Online), (http://www.unika.ac.id/fakultas/psikologi /artikel/diakses 2 April 2013). Brunner dan Suddarth 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, EGC, Jakarta. Carpenito 2007. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan Kedua. John crofton 2010Tuberculosis Klinis edisi 2, Widya Medika, Jakarta. Muh. Rustam 2008Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TBC Paru, Fakultas kedokteran UNHAS Makassar. Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu KeperawatanEdisi 1,salemba medika Jakarta.
Permatasari, A.2008.Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS. Bagian Paru, Fakultas Kedokteran USU Medan. Soekidjo Notoatmodjo, 2007 Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka cipta, Jakarta. ______________2007,promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Rineka cipta, Jakarta. Tjandra
Yoga Aditama,2010Penanggulangan Tuberculosis Paru, UI, Jakarta.Http://www. Medistore. Com. Online TBC Paru.Diakses Maret2013.
www. Riset TBC Paru Di Indonesia. Com. Diakses Maret 2013.