HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI VERBAL DENGAN TINDAKAN MEMBACAKAN CERITA PADA ANAK DI PUSKESMAS DESA BINJAI MEDAN ABSTRAK Stimulasi dalam bentuk tumbuh kembang anak adalah perangsangan dan latihan terhadap anak yang datang dari lingkunganindividu anak misalnya kemanpuan motorik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal di Puskesmas Desa Binjai Medan, mengetahui tindakan membacakan cerita pada anak di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. Desain penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas Desa Binjai Medan pada bulan juli 2014. Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan. Sampel dipilih dengan teknik total sampling, diperoleh sampel sebanyak 38 orang. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan dengan chisquare. Pada penelitian ini diperoleh nilai p sebesar 0,003 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak. Kesimpulan penelitian ini adalah ibu yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 42,1% dan cukup 57,9%. Ibu yang memiliki tindakan baik 84,2% dan buruk 15,6%. Terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. Saran yang diberikan peneliti yaitu meningkatkan pengetahuan ibu tentang stimulus verbal melalui penyuluhan yang berkesinambungan dan memberikan tindakan sedini mungkin seperti membacakan cerita ringan, mendengarkan music terhadap anak semenjak masih berada dalam kandungan, meningkatkan penyuluhan singakt melalui puskesmas terhadap ibu yang sedang hamin dan memiliki anak usia pra sekolah.
Kata kunci : Pengetahuan, Tindakan, Stimulasi Verbal. 2003). Salah satu bentuk stimulasi verbal PENDAHULUAN yang sangat efektif dalam membangun kosakata dan keterampilan membaca anak 1.1. Latar Belakang Periode penting dalam tumbuh adalah dengan membacakan cerita kepada kembang anak adalah masa balita. Pada anak-anak secara rutin, sejak usia dini masa balita, perkembangan kemampuan bahkan sampai anak-anak bisa membaca berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, sendiri (Trelease, 2006). emosional, dan intelegensia berjalan Stimulasi atau rangsangan sangat sangat cepat dan merupakan landasan dibutuhkan guna memaksimalkan seluruh perkembangan berikutnya. Dalam potensi yang dimiliki oleh anak sejak perkembangan anak terdapat masa kritis, masih dalam kandungan. Ketika anak lahir sehingga diperlukan rangsangan atau rangsangan harus dilakukan terus stimulasi yang berguna agar potensi anak menerus, bervariasi, serta dengan suasana berkembang secara optimal. Anak yang bermain dan kasih saying sebab, mendapat stimulasi yang terarah dan rangsangan yang diberikan oleh orang tua teratur akan lebih cepat berkembang dengan banyak cara dapat menstimulasi dibandingkan dengan anak yang kurang seluruh potensi yang dimiliki oleh anak atau tidak mendapat stimulasi (Wida & Maya, 2012). (Soetjiningsih, 2003). Pada periode ini stimulasi verbal sangat penting untuk perkembangan bahasa anak (Soetjiningsih,
Membacakan cerita pada anak banyak memberikan keuntungan. Dampak terpenting adalah bagaimana anak-anak belajar berbahasa dan bagaimana mereka belajar membaca. Aktivitas membaca merupakan sarana yang dibutuhkan oleh hampir semua bidang kehidupan.Agar anak memiliki kemampuan bahasa dan membaca yang baik, membutuhkan peran orangtua dalam pemberian stimulasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Kansas tahun 2001 dijelaskan bahwa rata-rata setiap anak harus mendengar 32 juta kata yang berbeda ketika mereka berusia empat tahun. Berdasarkan isinya, cerita anakanak dapat berasal dari sastra tradisional, fantasi modern, fiksi realistis, fiksi sejarah, dan puisi. Menurut bentuk penulisannya, cerita anak-anak diklasifikasikan ke dalam buku cerita bergambar (picture book), komik, buku ilustrasi, dan novel (Bunanta, 1998). Sedangkan buku cerita yang sebaiknya digunakan untuk bercerita kepada anak adalah buku cerita bergambar (picture book), karena sekaligus dapat membantu merangsang imajinasi anak (Soetjiningsih, 2003). Data dari Statistik Kesejahteraan Rakyat (SKR) tahun 2000, proporsi penduduk wanita yang berpendidikan rendah adalah sebesar 52,7%, pendidikan sedang sebesar 12,8%, dan berpendidikan tinggi sebesar 2,6% (Badan Pusat Statistik, 2000). Perilaku membacakan cerita pada anak juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan membaca dari orang tua. Penduduk Indonesia belum memiliki minat baca yang tinggi. Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2006 menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan
atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%) (Badan Pusat Statistik, 2006). Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan perbandingan antara uji kognetif, anak–anak Indonesia memiliki kemampuan yang setara dengan teman–teman mereka di Yordania dan lebih tinggi dari teman-teman mereka di Filipina, dengan menggunakan ukuran internasional yaitu instrument penelitian dini (EDI) untuk mengukur kesiapan anak bersekolah. Dari hasil pengukuran tersebut, anak–anak Indonesia memperoleh nilai yang tinggi dalam komunikasi dan pengetahuan umum, serta kopetensi sosial, tetapi memiliki kelemahan dalam hal keterampilan yang berkaitan dengan baca tulis dan perkembangan kognetif. Artinya, anakanak Indonesia lebih mandiri serta berperilaku sesuai norma sosial. Tetapi tampaknya mereka memerlukan bantuan yang lebih jauh untuk meningkatkan keterampilan yang menjad landasan bagi kemampuan baca, tulis, mengenal huruf, mengenal persamaan serta perbedaan (Perkembangan anak usia dini di Indonesia 2010). Hasil penelitian Aida (2009) tentang tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi dengan perilaku membacakan cerita pada anak di dusun petet desa tuntang kecamatan tuntang kabupaten semarang bahwa ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 59,7%, sedang 29,2% dan rendah 11,1%. Ibu yang memiliki perilaku baik 44,4%, kurang baik 36,1% dan buruk 19,4%. Observasi awal yang peneliti lakukan di Puskesmas Desa Binjai Medan, terdapat 38 anak yang berusia 4-5 tahun ada sebagian anak yang mengalami
perkembangan stimulasi verbal belum maksimal seperti kurang pandai berbicara. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah satu ibu yang berkunjung di Puskesmas Desa Binjai Medan diketahui bahwa Ibu tahu jika membacakan buku cerita dapat merangsang stimulasi anak tapi ibu tidak melakukannya. Dikarenakan ibu sibuk bekerja dan hanya menyediakan buku bergambar seperti buku dongeng dan buku cerita kepada anak tapi ibu jarang membacakan buku tersebut untuk anaknya. Berdasarkan paparan yang dikemukakan, diperoleh suatu gambaran bahwa stimulasi verbal dengan perilaku membacakan cerita pada anak sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak. Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Verbal Dengan Perilaku Membacakan Cerita Pada Anak Usia Prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014”.
2. Untuk mengetahui tindakan ibu membacakan cerita pada anak usia prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Hasil penelitian ini di harapkan dapat merangsang perilaku orangtua dalam memberikan stimulasi verbal, khususnya dengan rutiitas membacakan cerita pada anak. 2. Bagi Tempat Penelitian Penelitian ini bisa jadi bahan masukan untuk menerapkan pentingnya stimulasi verbal dan membacakan cerita pada anak guna meningkatkan perkembangan yang optimal pada anak. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis tentang pentingnya memberikan stimulasi verbal dan membacakan cerita pada anak. TINJAUAN PUSTAKA
1.2.
Rumusan Masalah “Apakah terdapat Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Verbal dengan Tindakan Membacakan Cerita pada Anak Usia Prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014”. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak usia prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan pada anak usia prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014.
2.1. 2.1.1.
Pengetahuan Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yaitu dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2007). 2.1.2.
Tingkat Pengetahuan Menurut notoadmojo, 2007 pengetahuan dicakup domain kognitif terdiri atas 6 tingkatan: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
2.
3.
4.
5.
sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah meningkat kembali (recall) terdapat suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yang menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang tang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang telah dipelajari. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bahan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Sintesis (Sintethesis) Sintesis yaitu menunjukan kepada suata kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu bentuk keselorohan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dapat menyusuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan– rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justivikasi atau menilai terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.1.3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 1. Pendidikan Pendidikan merupakan perbekalan yang tidak ada pada masa anak–anak akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa. Pendidikan adalah upaya dan pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Semakin tinggi pendidikan seorang ibu maka informasi yang akan disampaikan mudah diterima dan diaplikasikan pada kehidupannya. Ibu dengan latar belakang pendidikan tinggi akan lebih cepat mendapat informasi sehubungan dengan dilakukannya mobilisasi dini sedangkan ibu dengan latarbelakang rendah akan lebih sulit menerima informasi dibandingkan ibu yang berlatar belakang (Notoadmojo, 2007). 2. Umur Dari sikap tradisional mengenai jalannya perjalanan selama hidup semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi dan semakin banyak hal lain yang
dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoadmojo, 2007).
3. Sumber Informasi Semua bentuk informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu.Sumber informasi kesehatan biasanya berasal dari petugas kesehatan maupun media masa seperti majalah, televisi, radio. Pada umumnya sumber informasi kesehatan yang tepat mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan pengetahuan (Notoadmojo, 2007). 2.2. Stimulasi Dalam Tumbuh Kembang Anak 2.2.1. Pengertian Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini, pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, pada periode kritis ini memerlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi anak berkembang secara optimal (Soetjiningsih, 2003). Di usia empat tahun ini akan masuk ke sekolah TK, umumnya belum tampak adanya masalah apa yang disebut dengan prestasi rendah (underachiever). Gejalah yang dapat diamati akan adanya lompatan perkembangan di usia taman kanak–kanak ini dapat dilihat dari belajar membaca dan berhitung sendiri, mempunyai konsentrasi, senang belajar, banyak gerak, mempunyai daya ingat yang kuat, penggunaan bahasa yang baik, serta mandiri dalam melakukan pekerjaan. Banyak dari anak-anak gifted yang mengalami perkembangan sensor raba yang tinggi, sering kali tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan yang menggunakan material yang lengket-
lengket seperti lem, lilin dan cat air. Motorik halus yang tertinggal ia juga kesulitan melakukan tugas seperti menggunting, menggambar (Maria, 2011). Stimulasi dalam tumbuh kembang anak adalah perangsang dan latihan terhadap anak yang datang dari lingkungan luar individu anak, misalnya latihan terhadap kemampuan motorik, kemampuan bahasa dan kognitif, serta kemampuan bersosialisasi dan mandiri, sehingga anak mencapai kemampuan optimal. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhankebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya (Depkes, 2005). Pada tahun-tahun pertama tumbuh kembang anak belajar mendengarkan, yang disebut dengan periode kesiapan mendengarkan. Pada periode ini stimulasi verbal sangat penting untuk perkembangan bahasa anak. Kualitas dan kuantitas vokalisasi anak dapat bertambah. Karena anak belajar menirukan kata-kata yang didengarkannya (Soetjiningsih, 2003). Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian. Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. 2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya. 3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umurnya. 4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,
bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman. 5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak. 6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar anak. 7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan. 8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya. Dengan demikian stimulasi yang diberikan kepada anak dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak dapat diberikan oleh orangtua/ keluarga sesuai dengan pembaia kelompok umur stimulasi anak (Kemenkes, 2012). Orang tua memainkan peran penting pada setiap perkembangan bahasa (Papalia, 2008). Orang tua sebaiknya mulai berkomunikasi dengan anaknya bahkan sejak anaknya masih bayi, yang dapat dilakukan dengan membacakan buku cerita.Didalam aktivitas ini, orang tua tidak perlu membacakan seluruh isi buku dan sebaiknya membacakan cerita yang cukup ringan untuk seorang bayi. Dengan mengolah suara saat membacakan cerita, bayi akan memberikan respon dan merasa senang (Jatmiko, 2007). Agar perkembangan bahasa dan kognitif anak dapat optimal, sebaiknya stimulasi verbal dilakukan sedini mungkin yaitu sejak anak masih berada dalam kandungan (Trelease, 2006). Sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, stimulasi verbal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anak diantaranya adalah dengan bernyanyi dan menceritakan sajaksajak, menonton televise banyak bebicara
kepada anak dan kalimat-kalimat pendek, serta membacakan buku cerita kepada anak setiap hari (Depkes RI, 2005). Ada banyak alasan terjadinya keterlambatan perkembangan berbicara dan berbahasa. Sejumlah anak yang mengalami keterlambatan berbicara dan mungkin mengalami masalah motorik oral, artinya ada gangguan dalam pengolahan atau penyampaian sinyal dari pusat bicara di otak. Orang tua hendaknya melakukan evaluasi terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak, serta harus segera memeriksakan anak apabila: 1. Anak anda yang berusia 2 atau 3 tahun hanya dapat menirukan pembicaraan atau sikap tetapi tidak dapat mengucapkan kata-kata secara spontan. 2. Ia hanya dapat mengucapkan suara atau kata tertentu berulang–ulang. 3. Suaranya terdengar” aneh” sehinggah kata-kata nya sulit dimengerti. 4. Ia tidak dapat mengucapkan kata–kata untuk menyampaikan keinginannya. 5. Ia tidak dapat melakukan perintah sederhana (Judarwanto, 2008). Anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang baik (Surjadi, 2003). Juel (1998), mengemukakan bahwa membaca terdiri dari dua proses utama, yaitu proses pengkodean dan pemahaman. Proses pengkodean adalah proses pengenalan kata, sedangkan proses pemahaman adalah proses mengintegrasikan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Secara umum kemampuan membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut Belajar membaca merupakan proses yang panjang. Seseorang tidak dapat langsung terampil dan menguasai kemampuan membaca dalam waktu yang
singkat. Spencer menjelaskan bahwa anak–anak melewati 5 fase dalam belajar membaca, yaitu: 1. Fase pertama, sejak lahir sampai berumur 6–7 tahun merupakan fase pra-membaca, anak belajar mengidentintifikasikan huruf alphabel; anak belajar menterjemahkan huruf ke dalam suara dan memadukan suarasuara itu menjadi kata. 2. Fase kedua, terjadi pada usia 7 atau 8 tahun, anak mulai membaca dengan lancer, mereka tidak membutuhkan banyak waktu dan proses mental yang sulit untuk mengidentifikasikan setiap kata, meskipun pada fase ini membaca belum diorentasikan untuk belajar. 3. Fase ketiga, antara umur 8 dan 14 tahun, anak dapat menggunakan membaca untuk belajar, tetapi mereka baru dapat memahami informasi bacaan dari satu perpektif saja. 4. Pada fase keempat, anak berusia di atas 18 tahun pembaca dapat menganalisi dan membentuk pengetahuan dengan tingkat abstrak yang tinggi (Spencer, 2003). 2.2.2. Faktor yang perlu diperhatikan dalam stimulasi 1. Konsentrasi Konsentrasi merupakan kemampuan anak dalam mempertahankan perhatian juga memusatkan perhatian.Kemampuan ini berkaitan dengan sistem yang disebut sistem regulasi kesadaran yang terlokalisasi di bagian tengah dari otak.Sistem regulasi ini mempunyai peranan penting agar manusia dapat melakukan kontak dengan dunia di luar dirinya. Bila seorang anak mempunyai perilaku terlalu aktif dan kurang dapat mempertahankan dan memusatkan perhatian, maka proses
perkembangan bicara dan bahasa juga akan terhambat. 2. Pemrosesan Informasi Auditori Informasi Auditori dalam bentuk: a. Kemampuan membedakan ritme dan melodi b. Kemampuan pemahaman bahasa dengan cara membacakan suatu cerita dalam bentuk teks dan anak diminta mengulanginya kembali, dan juga diminta menceritakan dalam gambar yang tersedia. c. Kemampuan memori verbal dengan cara menyebutkan kata lepas tanpa makna. 3. Oral Motor Oral motor adalah otot-otot di seputar mulut yang membantu pembentukan suara atau bunyian kata-kata yang kita ucapkan. Anak–anak yang masih kecil biasanya mengucapkan sesuatu sering terasa lucu di telinga orang dewasa, misalnya huruf R diucapkan menjadi Y. Anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan sering kali juga di ikuti dengan perkembangan motorik halus yang antara lain akan terlihat pada motorik yang mengatur bicara dan jari-jari. 4. Kemampuan Bicara Ganguan kemampuan bicara itu misalnya bicara tidak lancar, gagap dan malu. Bisa kita lihat dari anak mengucapkan kata atau suku kata yang di ulang-ulang, ada ucapan yang di ucapkan dengan sangat panjang lalu tiba-tiba cepat, tempo bicara yang tidak normal, adanya blockade saat harus bicara, menjelaskan suatu kata dengan penjelasan yang panjang (tidak menyebutkan kata itu,tetapi berusaha menjelaskan dengan cara lain), tegang saat harus berbicara, tidak mau bicara karena malu.
2.3. 2.3.1.
Tindakan Pengertian Tindakan Tindakan adalah totalitas penghayatan dan aktifitas, yang merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejalah seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi (Notoadmojo, 2007). Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Tindakan merupakan respon atau reaksi atau reaksi seorang individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon tersebut dapat berupa: 1. Bentuk pasif (respon internal), yaitu yang terjadi di dalam diri sendiri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, berpendapat, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Oleh karena itu perilaku ini masih terselubung (covert behavior). 2. Bentuk aktif, yaitu apabilah tindakan itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Oleh karena tindakan ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behavior. Sesuai dengan batasan tersebut, tindakan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,khususnya pengetahuan, sikap dan tindakan (Azwar, 2005). Tindakan manusia merupakan refleksi dari berbagai gejalah kejiwaan, seperti keinginan, minat kehendak, pengetahuan, emosi, berfikir, sikap, motivasi, dan reaksi, serta faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan social budaya masyarakat. Pada teori Lawrence Green, perilaku ini
ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu: 1. Faktor yang mempermudah (predisposing factor) Faktor utama yang mempengaruhi tindakan adalah sikap, pengetahuan, kepercayaan, nilai dan informasi. Selain itu faktor demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan jumlah keluarga juga mempengaruhi perubahan tindakan. 2. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor yang menentukan keinginan terlaksana seperti sumber daya, sarana-sarana, keahlian dan keterampilan. 3. Faktor pendorong (renforcing factor) Faktor yang memperkuat perubahan tindakan seseorang dikarenakan adanya tindakan dan sikap orang lain seperti guru, keluarga, teman sebaya, dan petugas kesehatan. 2.3.2.
Peran ibu Dr.Glenn Doman (Institutes for the achievement of Human Potential) mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari berlangsungnya stimulasi terletak di tangan orang tua. Menurut Oofuka Masaru, ibu sangat berperan penting dalam pemberian stimulasi kepada anak, karena anak lebih peka dan cepat dalam menangkap bahasa ibu, gerakan ibu dan suasana hati ibu. Sentuhan dan pelukan serta kebersamaan dengan anak merupakan modal utama dalam pemberian stimulasi (Syahid, 2008). Kemampuan ibu dalam mengadakan interaksi optimal dengan bayi dipengaruhi oleh faktor–faktor ibu dan lingkungan yangmempengaruhinya. Faktor lingkungan secara langsung dapat berpengaruh dalam tumbuh kembang, sedangkan faktor ibu diantara diantaranya adalahkedewasaan (usia), pendidikan, kepribadian dan sikap ibu (Sularyo 2000).
2.4. Membacakan Cerita pada Anak 2.4.1. Definisi Definisi cerita menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah: 1. Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian dan sebagainya) 2. Karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang: kejadian dan sebagain sekaligus memperluas kosakatanya (Raines dan Isabell dalam Subiyantoro, 2006). Membacakan cerita adalah bercerita dengan menghidupkan kembali kisah dalam buku cerita (tulisan) dengan menggunakan beragam keterampilan dan alat bantu (Eisenberg, 2001). Sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu mengerti setiap arti kata yang sederhana, anak ingin dibacakan, dan setiap anak senang sekali dibacakan cerita. Pembacaan cerita yang baik dapat menampakkan gambaran yang hidup di hadapan pendengar, dengan gambaran yang jelas dan menarik, adanya intonasi, disertai gerak–gerik dan adanya kandungan emosi di dalamnya 2.4.2.
Jenis buku Berdasarkan isinya, cerita anakanak dapat berasal dari sastra tradisional, fantasi modern, fiksi realistis, fiksi sejarah, dan puisi. Menurut bentuk penulisannya, cerita anak-anak diklasifikasikan ke dalam buku cerita bergambar (picture book), komik, buku ilustrasi, dan novel (Bunanta, 1998). Sedangkan buku cerita yang sebaiknya digunakan untuk bercerita kepada anak adalah buku cerita bergambar (picture book), karena sekaligus dapat membantu merangsang imajinasi anak (Soetjiningsih, 2003).
2.4.3. Gaya atau cara membacakan cerita untuk anak Terdapat tiga macam gaya yang berbeda dalam membacakan cerita untuk anak, yaitu: 1. Describer Style Mendeskripsikan apa yang terjadi dalam gambar , dan mengajak anak untuk melakukan hal yang sama.
2. Comprehender Style Comprehender mendorong anak untuk melihat lebih dalam pada makna cerita dan untuk membuat kesimpulan atau prediksi. 3. Perfomance-oriented Style Pembaca pada gaya ini, membaca cerita secara langsung, memperkenalkan tema dan inti dari cerita tersebut sebelum memulai dan memberikan pertanyaan setelah pembacaan selesai (Papalia, 2008). 2.4.4. Manfaat Membacakan Cerita Manfaat lain dari aktivitas membacakan cerita, diantaranya (Trelease, 2006): 1. Mengkondisikan otak anak untuk mengasosiasikan membaca dengan kebahagiaan. 2. Menciptakan informasi yang berfungsi sebagai latar belakang. 3. Membangun kosakata. 4. Memberi sosok panutan yang gemar membaca. 5. Anak-anak belajar membaca dini (early fluent reader). 6. Memiliki minat yang tinggi terhadap buku.
2.5.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Stimulasi Verbal dengan Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuanf. Rendahnya pengetahuan orang tua walaupun mempunyai waktu yang relatif lebih banyak, dapat berakibat pada sedikitnya informasi dan stimulus yang bisa diberikan kepada anaknya. Sebaliknya, orangtua yang berpengetahuan cukup, namun kurang memberikan perhatian, maka pendidikan dan tumbuh kembang anak juga tidak dapat maksimal. (Depkes RI, 2009). Kenyataannya, orangtua membiarkan anak-anak sering menonton televisi, mendengar sedikit kata-kata, dan jarang menemukan teks cetak di rumah, yang akhirnya akan menghambat kemajuan membaca selama bersekolah. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan orangtua tentang urgensi stimulasi khususnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, serta minat baca dari orangtua yang rendah (Trealease, 2006). 2.6.
Kerangka Konsep Variable bebas Variabel Terikat
Tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal yaitu - stimulasi verbal, stimulasi verbal yang efektif untuk anak - peran ibu dalam pemberian stimulasi verbal, - manfaat stimulasi verbal, - perkembangan bahasa dan membaca pada anak.
Tindakan membacakan cerita pada anak yaitu - intensitas ibu dalam membacakan cerita, - waktu yang tepat untuk memulai membacakan cerita, - media yang digunakan dalam membacakan cerita, - sampai kapan anak tetap dibacakan cerita, dan tersedianya buku cerita di rumah
2.7.
Hipotesa Penelitian Terdapat hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. METODE PENELITIAN 3.1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Deskriptif analitik, dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak usia prasekolah di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014. 3.2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak yang berusia 4-5 tahun (usia prasekolah) di Puskesmas Desa Binjai Medan sebanyak 38 orang. 3.3.2. Sampel Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak yang berusia 4-5 tahun (usia prasekolah) di Pukesmas Desa Binjai Medan sebanyak 38 orang. Untuk menentukan besarnya sampel penelitian menggunakan teknik total sampling.
3.4.
Metode Pengumpulan Data Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.Data primer dikumpulkan langsung dari responden yaitu 3.5.
menggunakan kuesiner. Data sekunder tentang gambaran umum lokasi tempat penelitian yang di peroleh dengan cara study dokumentasi di Puskesmas Desa Binjai Medan.
Definisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasaional
No 1
2
Definisi Operasional Tingkat Pengetahuan ibu pengetahuan tentang pengertian tentang stimulasi tumbuh stimulasi kembang dan verbal stimulasi verbal, contoh stimulasi verbal, stimulasi verbal yang efektif untuk anak, peran ibu dalam pemberian stimulasi verbal, manfaat stimulasi verbal, serta perkembangan bahasa dan membaca pada anak. Tindakan aktivitas ibu dalam membacakan membacakan cerita cerita pada pada anak, anak diantaranya tentang intensitas ibu dalam membacakan cerita, waktu yang tepat untuk memulai membacakan cerita, media yang digunakan dalam membacakan cerita, sampai kapan anak tetap dibacakan cerita, dan tersedianya buku cerita di rumah. Variabel
Cara dan Alat Ukur Cara ukur : Mengisi lembar kuesioner Alat ukur kuesioner
Hasil Ukur 1. Baik jika skor 11-14 2. Cukup jika skor 6-10 3. Kurang jika skor 0-5
Cara ukur : Mengisi lembar kuesioner
1. Baik, jika skor 11-20
Alat ukur : Kuesioner
2. Buruk, jika skor ≤ 10
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
3.6. 3.6.1.
Aspek Pengukuran Pengetahuan ibu Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dan kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Skor yang tertinggi dikumpulkan dikategorikan menjadi 3 yang dimana pada tingkat pengetahuan ibu di ukur melalui 14 pernyataan dengan skala gutmen. Kriteria dalam pernyataan tingkat pengetahuan responden yaitu benar dan salah. Jika responden menjawab benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi skor 0 maka skor tertinggi adalah 14. Dari seluruh pertanyaan total skor terbesar adalah 14 (Sudjana,2005) diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu: Panjang Kelas P = ____________________________ Banyak Kategori 14 P = ______ 3 P = 4,6 =5 Kriteria : 1. Nilai Baik jika skor 10-14 2. Nilai Cukup jika skor 5-9 3. Nilai Kurang jika skor 0-4 3.6.2 Tindakan responden Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dan kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Skor yang tertinggi dikumpulkan dikategorikan menjadi 2 yang dimana pada tingkat perilaku ibu di ukur melalui 10 pernyataan dengan skala gutmen. Kriteria dalam pernyataan tindakan responden yaitu ya dan tidak. Jika responden menjawab benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi skor 0, maka skor tertinggi adalah 10.
Dari seluruh pertanyaan total skor terbesar adalah 10 (Sudjana, 2005) diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu: Panjang Kelas P= ____________________________ Banyak Kategori 10 P=
______
2 =5 Kriteria : 1. Baik jika skornya 6 -10 2. Buruk jika skornya ≤ 5 3.6.3. Karakteristik Responden Karateristik responden yang diteliti yaitu pendidikan, jumlah anak, usia, pekerjaan. a. Pendidikan 1.PT, 2.SMA, 3.SMP, 4.SD b. Jumlah Anak 1.1, 2.2, 3.>2 c. Usia 1.<20 tahun, 2.20-35, 3.>35 d. Pekerjaan 1. Bekerja, 2. Tidak Bekerja 3.7. Pengolahan Data Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dikelompokkan menurut variable penelitian melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1. Editing Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan kuesioner antara lain nomor responden, usia responden, pekerjaan responden, jumlah anak, pengetahuan responden, perilaku membacakan cerita responden. Sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, kemudian data dikelompokkan dengan menggunakan asfek pengukuran. 2. Coding Kegiatan memberikan kode numeric terhadap data yang terdiri atas bebrapa
kategori.Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.Biasanya dalam pemberian coding dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali lokasi dan arti suatu dari variabel. 3. Tabulating yaitu data yang sudah terkumpul dengan lengkap dihitung sesuai variable yang dibutuhkan kemudian dimasukkan dalam tabel distribusi frekwensi. 3.8. Analisa Data Untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak di Puskesmas Desa Binjai Medan tahun 2014 dengan menggunakan uji chi square dikatakan ada hubungan jika nilai signifikan p<(0,05).
kebidanan yang mendampingi dokter spesialis anak. Puskesmas Desa Binjai Medan buka dari jam 08.00-15.00 wib, memiliki posyadu yang aktif tiap bulannya.
4.2 Karakteristik Responden Subyek penelitian ini dipilih dari ibu yang memiliki bayi dan balita yang tergabung dalam di Puskesmas Desa Binjai Medan. Jumlah subyek penelitian ini adalah sebanyak 38 orang. Data demografi dan karakteristik umum responden dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Umum Responden di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014 No
HASIL PENELITIAN 4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Desa Binjai Medan merupakan pelayanan kesehatan masyarakat yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat mennyeluruh. Puskesmas ini terletak di jalan H.M. Nawi Harapan Medan. Beberapa fasilitas yang disediakan puskesmas Desa Binjai Medan yaitu tersedia 1 ruangan puskesmas umum, 2 ruangan tempat penyimpanan obat, 1 ruangan laborarium, 1 ruangan tata usaha, 1 ruangan poli gigi, 1 ruangan KIA, 1 ruangan pemeriksaan kehamilan, 2 ruangan pegawai, 1 kamar toilet dan jumlah pegawai yang bekerja di Puskesmas Desa Binjai Medan sebanyak 32 orang. Khusus untuk menangani KIA terdapat 1 Dokter Spesialis Anak, 2 tenaga
1 2 3 4
1 2 3 1 2 3 1 2
Karakteristi k Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Umur <20 tahun 20-35 Tahun < 35 Tahun Paritas Primigravida Scundigravida Multigravida Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Total
Frekuens i
%
4 15 16 3
10,5 39,5 42,1 7,9
11 19 8
28,9 50 21,1
11 16 11
28,9 42,1 28,9
18 20 38
28,9 42,1 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pendidikan ibu mayoritas SMA sebanyak 16 orang (42,1%), dan usia mayoritas 20-35 tahun sebanyak 19 orang (50%). Jumlah anak mayoritas scundipara mayoritas sebanyak 16 orang (42,1%). Sedangkan pekerjaan mayoritas tidak bekerja sebanyak 16 orang (42,1%).
mayoritas cukup sebanyak 22 orang (57,9%). 4.3
Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak Prasekolah Tabel 4.3 Kategori Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014
4.2
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Verbal Tabel 4.2 Kategori Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Verbal di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2014 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Total
Frekuensi
%
16 22 38
42,1 57,9 100
Tindakan Baik Buruk
% 84,2 15,6
Pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa tindakan membacakan cerita pada anak prasekolah mayoritas baik sebanyak 32 orang (84,2%).
4.4 Pada tabel diketahui bahwa
Frekuensi 32 6
4.2 diatas dapat pengetahuan ibu
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Verbal Dengan Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak
Tabel 4.4 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Stimulasi Verbal Dengan Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak
Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Total
Tindakan Membacakan Cerita Pada Anak Baik Buruk n % n % 16 16 32
42,1 42,1 84,2
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 16 orang (42,1%) pengetahuan ibu yang baik terdapat 16 orang (42,1%) tindakan membacakan cerita pada anak yang baik, sedangkan dari 22 orang (57,9%) pengetahuan ibu yang baik juga terdapat 16 orang (42,1%) tindakan membacakan cerita pada anak
0 6 6
0 15,8 15,8
Total
Pvalue
n
%
16 22 38
42,1 57,9 100
0,003
yang baik. Berdasarkan hasil uji chisquare diperoleh nilai p value 0,003, yang artinya ada hubungan tingkat pengetahuan tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak.
4.8 4.8.1
Pembahasan Karakteristik Responden Pada penelitian ini diperoleh hasil 10,5% responden mempunyai pendidikan SD, 39,5% responden mempunyai pendidikan SMP, sedangkan 42,1% responden berpendidikan SMA, dan sisanya sebanyak 2,9% berpendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil Statistik Kesejahteraan Rakyat (SKR) tahun 2000, proporsi penduduk wanita yang berpendidikan rendah adalah sebesar 52,7%, berpendidikan sedang sebesar12,8%, dan berpendidikan tinggi sebesar 2,6% (Badan Pusat Statistik,2000). Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini, tampak responden yang berpendidikan sedang dan berpendidikan tinggi memiliki proporsi yang lebih besar, sedangkan responden yang berpendidikan rendah memiliki proporsi jauh lebih sedikit daripada hasil SKR tahun 2000. Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan stimulasi verbal yang bermakna atas faktor pendidikan (tabel 4.5). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Marpaung mengemukakan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang stimulasi pada anak. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik tingkat pengetahuan tentang stimulasi (Marpaung, 1999). Responden pada penelitian ini sebagian besar (50%) berusia antara20-35 tahun, yaitu berada pada usia reproduktif. Usia 20-35 tahun pada wanita merupakan
usia reproduktif dan berada pada usia melahirkan yang dianjurkan (Hartanto, 2004). Usia reproduktif sangat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang perkembangan anak dan praktekpraktek pengasuhananak (Lubis, 1990). Menurut Hurclok (2004) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang stimulasi verbal yang bermakna atas faktor usia (tabel 4.5), hal ini tidak sesuai dengan penelitian dari Lubis yang mendapatkan hubungan signifikan antara pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang stimulasi dengan usia ibu. Namun tidak selalu ibu dengan usia yang lebih tua memiliki tingkat pengetahun yang lebih baik, hal ini dapat disebabkan karena ibu tidak memilki pendidikan yang tinggi pula. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut (Soekanto, 2003). Jumlah ibu yang bekerja pada penelitian ini sebesar 47,4% yang bekerja dan yang tidak bekerja sebesar 52,6%. Perkembangan perekonomian dan meningkatnya taraf pendidikan serta keterampilan wanita Indonesia,semakin membuka lapangan kerja untuk wanita dan semakin banyak ibu yang bekerja di luar rumah. Terdapat alasan lain yang menyebabkan banyaknya wanita bekerja. Adanya krisis ekonomi di Indonesia mengharuskan sebagian besar kaum ibu untuk ikut bekerja mencari nafkah.
Pada penelitian ini, dapat saja ibu yang bekerja memilki tingkat pendidikan yang tinggi. Atau ibu yang tidak bekerja memiliki tingkat pendidikan yang tinggi pula. Berdasarkan analisis sebelumnya dibuktikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan. Karena alasan tersebut, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna atas faktor pekerjaan. Sebagian besar responden memiliki dua sebesar 42,1%, sedangkan yang memiliki anak dua dan lebih dari dua orang sebesar 28,9%. Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna atas faktor jumlah anak (p<0,05). Banyaknya anak dapat mempengaruhi pengalaman ibu dalam pengasuhan anak, karena pengalaman merupakan salah faktor yang mempengaruhi pengetahuan(Soekanto, 2003). 4.8.2. Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja pusksmas desa Binjai Medan dapat di ketahui bahwa pengetahuan ibu mayoritas cukup sebanyak 22 orang (57,9%), dan 16 orang (42,1%) dengan pengetahuan baik. Idealnya, orangtua dengan pengetahuan cukup, mempunyai komitmen kuat untuk memberikan pendidikan dan stimulus yang terbaik untuk anak–anaknya dengan kualitas dan kuantitas pertemuan yang intensif. Menurut (Depkes RI, 2009) menyatakan bahwa rendahnya pengetahuan orang tua walaupun mempunyai waktu yang relatif lebih banyak, dapat berakibat pada sedikitnya informasi dan stimulus yang bisa diberikan kepada anaknya. Sebaliknya, orangtua yang berpengetahuan cukup, namun kurang memberikan perhatian, maka pendidikan dan tumbuh kembang anak juga tidak dapat maksimal.
Dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu dengan mayoritas cukup maka informasi stimulus yang diterima oleh anak akan lebih banyak, sehingga anak perkembangan dan pertumbuhan anak akan lebih baik pula. Dengan Pengetahuan cukup maka ibu akan memberikan stimulus lebih cepat dibandingkan dengan pengetahuan kurang. Karena apa bila seotang anak diberikan stimulus sedini mungkin akan memucu cepatanya seotang anak mengetahui sesuatu. 4.8.2. Tindakan Membacakan Carita Pada Anak Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja pusksmas desa Binjai Medan dapat di ketahui bahwa tindakan ibu membaca cerita pada anak mayoritas baik sebanyak 32 orang (84,2%), dan 6 orang (15,6%) dengan tindakan buruk. Sehingga dengan mayoritas tindakan baik maka stimulasi verbal terhadap anak pra sekolah diketahui sudah diterapkan dengan baik. Hal ini sependapat dengan Dr.Glenn Doman (Institutes for the achievement of Human Potential) mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari berlangsungnya stimulasi terletak di tindakan tangan orang tua. Menurut Oofuka Masaru, ibu sangat berperan penting dalam pemberian stimulasi kepada anak, karena anak lebih peka dan cepat dalam menangkap bahasa ibu, gerakan ibu dan suasana hati ibu. Sentuhan dan pelukan serta kebersamaan dengan anak merupakan modal utama dalam pemberian stimulasi dengan melakukan tindakan langsung seperti membaca cerita menyanyi karena sifat anak belajar meniru kata-kata yang didengarkan (Syahid, 2008).
4.8.3. Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan Menbacakan Cerita pada Usia Pra sekolah Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Desa Binjai berdasarkan pengetahuan dapat diketahui dengan tingakat pengetahuan baik dan tindakan baik di peroleh 42,1%. Sedangkan dengan tingkat pengetahuan cukup diperoleh tindakan membacakan cerita pada anak sebanyak 16 orang (42,1%), dan dengan tindakan membacajan cerita buruk sebanyak 6 orang (15,8%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada anak, dengan p value = 0,003 atau nilai p value < 0,05, sehingga di ketahui bahwa ada hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan tindakan membacakan cerita pada usia pra sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariweni, dikemukakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang stimulasi. Ibu yang berpengetahuan baik, memiliki sikap yang baik dan tindakan yang baik pula. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya presentase ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi (80,9%) dan yang bertindakan baik (50,5%) (Hariweni, 2003). Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang(overt behavior), dan Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) menyimpulkan bahwa pengadopsian tindakan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka tindakan tersebut akan bersifat langgeng (longlasting) namun sebaliknya
jika tindakan itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Pada penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Verbal dengan Tindakan Membacakan Cerita pada Anak di Puskesmas Desa Binjai Medan, diperoleh hasil: 1. Tingakat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal pada anak usia pra sekolah di Puskesmas Desa Binjai mayoritas cukup dengan 57,9% . 2. Tingakat tindakan ibu tentang stimulasi verbal pada anak usia pra sekolah di Puskesmas Desa Binjai mayoritas baik dengan 84,2% . 3. Ada Hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal dengan faktor pendidikan dengan nilai p value 0,003. 5.2. Saran 1. Bagi Puskesmas Agar Puskesmas berjalan aktif dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal melalui penyuluhan yang berkesinambungan kepada ibu yang sedang hamil dan memiliki anak usia pra sekolah dan memberikan media cerita seperti pembagian brosur adan poster. 2. Bagi Ibu Di Puskesma Desa Binjai Agar ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang stimulus verbal dan memberikan tindakan sedini mungkin terhadap anak seperti membacakan cerita ringan, mendengarkan musik terhadap anak
semenjak masih berada dalam kandungan. 3. Bagi Puskesmas Diharapakan peran aktif dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang stimulasi verbal melalui penyuluhan singkat kepada ibu yang sedang hamil dan memiliki anak usia pra sekolah. 4. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti mengharapkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut bedasarkan faktor pendidikan, usia, pekerjaan dan jumlah anak. Untuk mengetahui faktor apa yang lebih dominan untuk pemeberian stimulus verbal dengan tindakan membacakan cerita pada usia pra sekolah. DAFTAR PUSTAKA Adriana, K, 2011, Membimbing Anak Belajar Membaca. Jakarta: Arcan. Azwar, S, 2009, Sikap Manusia Teori dan Pengukurnnya. Yogyakarta: Liberty. Depkes RI, 2010, Masa Balita Masa Emas. Available at: http://www.depkes.go.id Hurlock, E.B, Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Judarwanto, W, 2008, Tanda dan Gejala Gangguan Perkembangan Fungsi
Motorik, Motorik Oral dan Gangguan Perilaku Ynag Sering Dikaitakan pada Anak gengan gangguan Bicara dan Bahasa. Available at: http://www.childrenfamily.com Notoatmodjo, S, 2010, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Papalia, D.E, et. Al, 2008, Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana. Soetjiningsih, 2007, Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Subiyantoro, 2009, Profil Cerita untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional: Aplikasi Rancangan Psikolinguistik. Fakultas Bahasa dan Sastra UNNES. Kajian Linguistik dan Sastra. Sularyo, T.S, Deteksi dan Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak Dalam Upaya Optimalisasi Kualitas Sumber Daya Manusia. Jakarta: BP FKUI. Syahid, 2009, Urgensi Pemberian Stimulasi Dini pada Anak. Univertitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Psikologi. Trelease, 2006, Read-Aloud Handbook. Jakarta. Hikmah.