70
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Hubungan Tingkat Obstruksi Paru dengan VO 2maks pada Penderita penyakit Paru Obstruktif Kronik Menggunakan Uji Jalan 6 Menit The correlation between the obstructive pulmonary and VO2maks in patients with Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) in 6 min-walk test Ika Rosdiana1* ABSTRACT Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is one of leading cause of chronic morbidity and mortality in the developed and developing countries. This study was aimed at investigating the distance in the 6 min walk test and the correlation between FEV1 and FVC using V02maks. Design and Method: Thirty patients presenting at Poliklinik Paru dr Priyadi Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang during May 2004 to January 2005 were subjected to anamnesis and physical examination to diagnose Chronic obstructive pulmonary disease. The mean standard deviation was analyzed. The correlation COPD and V02maks were examined using linear regression analysis. Result: The study showed that 1 out of 30 subjects suffered from COPD did not have a smoking history, with the lowest Brinkman’s Index of 30 and the highest of 2268. The mean of Brinkman’s Index were 565.There was significantly possitive correlation between the means of FEV1 and means V02maks (regression coefficient r= 0.503, p < 0.005). There was a significantly possitive correlation between the distance and VO2maks (r = 0.756, (p < 0,005). The correlation between pulmonary obstruction and FVC, was the increase of FEV and FVC values will lead to the increase of V02maks value.. Conclusion: There were positive correlation between distance of 6 min walk test and V02maks value, the longer distance in the 6 min walk test, the higher VO2maks value (Sains Medika 2 (1): 70-78). Key word: COPD, VO2maks ,6 min-walk test ABSTRAK Pendahuluan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi baik di negara industri maupun yang sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jarak tempuh penderita PPOK menggunakan uji jalan 6 menit dan besarnya hubungan antara FEV1 dan FVC hasil pemeriksaan uji faal paru dengan V02maks, yang didapatkan dari uji jalan 6 menit. Metode Penelitian: Sebanyak 30 pasien pasien penyakit paru yang datang ke Poliklinik Paru dr Priyadi Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang pada bulan Mei 2004 sampai Januari 2005, dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data dasar dan mendukung kearah diagnosis PPOK. Nilai rata-rata dan standar deviasi hasil penelitian dianalisa secara deskriptif. Besarnya hubungan antara tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan V02maks diuji dengan regresi linear. Hasil Penelitian: Dalam penelitian ini didapatkan bahwa hanya ada 1 orang penderita PPOK yang tidak merokok sebelumnya dan 29 orang subyek semua adalah perokok dengan index Brikman 33 bervariasi dari ringan sampai berat, Indeks Brikman terendah adalah 30 dan tertinggi adalah 2268. Rata-rata indeks Brikman adalah 565. FEV1 dengan V02maks menunjukkan hubungan positif dengan koefisien regresi (r =0.503) dan hubungan tersebut bermakna secara statistik (p < 0,005). Jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit dengan V02maks berhubungan positif (r = 0.756 ), dan hubungan tersebut bermaksna secara statistik (p < 0,005). Hubungan antara tingkat obstruksi paru dengan VO2maks, yaitu semakin tinggi nilai FEV1 dan FVC, maka nilai VO2maks akan makin tinggi. Kesimpulan: Jarak tempuh saat uji jalan 6 menit dengan VO2maks berhubungan secara positif bermakna, sehingga semakin panjang jarak tempuh saat uji jalan 6 menit maka akan semakin tinggi VO 2maks (Sains Medika 2(1): 70-78). Kata kunci: PPOK, VO2maks, jalan 6 menit 1 *
Bagian Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Email:
[email protected]
Obstruksi Paru Pada PPOK
71
PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut American Thoracic Society (ATS) adalah penyakit paru kronis yang ditandai adanya keterbatasan aliran udara saluran nafas karena penyakit bronkhitis kronis dan atau emfisema paru, Keterbatasan aliran udara saluran nafas ini bersifat progresif disertai hiperaktifitas bronkhus dan bersifat irreversible atau parsial reversihle (American Thoracic Society, 1995). PPOK merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi baik di negara industri maupun yang sedang berkembang. Di Indonesia belum ada data yang jelas tentang insiden PPOK, tetapi Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa angka kematian akibat penyakit bronkhitis kronis, emfisema paru dan asma bronkhial menduduki peringkat ke 6 dari sebab kematian terbanyak di Indonesia (Tan, 1998). PPOK berhubungan dengan beberapa faktor risiko yang cukup hanyak dan makin meningkat di Indonesia seperti asap rokok, polusi udara yang ada di kota-kota besar, daerah industri, pertambangan dan kebakaran hutan, sehingga diperkirakan jumlah kasus PPOK pun akan semakin meningkat tajam di masa-masa yang akan datang. Penderita PPOK mempunyai kecendrungan mengurangi aktifitas untuk menghindari terjadinya dyspneu. Selain itu sering terjadi penurunan berat badan oleh karena bertambahnya energi expenditure untuk bernafas meskipun dalam keadaan istirahat sehingga kebutuhan kalori meningkat sedangkan masukan kalori berkurang karena sesak waktu makan. Keadaan ini akan menyebabkan berkurangnya kekuatan otot, baik ekstremitas maupun otot-otot pernafasan, sehingga akan terjadi keadaan deconditioning syndrome yang makin lama makin berat. Akhirnya penderita akan masuk pada lingkaran masalah yang tak putus-putus mulai dari sesak yang berkepanjangan, inaktifitas, dekondisi dan diikuti oleh depresi (Watchie, 1995). Pemeriksaan fungsi paru dengan uji spirometri merupakan pendekatan yang paling sensitif untuk menegakkan diagnosis, menilai perkembangan dan perjalanan penyakit serta menetapkan prognosis. Dengan uji spirometri akan diketahui seberapa berat tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan beberapa parameter penilaian fungsi paru, antara lain adanya Forced Expiracy Volume / FEV1 <80% dan rasio antara Forced Expiracy Volume terhadap Forced Vital Capacity < 75% (FEV1 /FVC<75%) (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2003)
72
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Peningkatan kemampuan fisik, melalui latihan yang tepat dan teratur, walaupun dengan oksigen yang rendah akan meningkatkan kapasitas fisik penderita dalam melakukan aktifitas hidup sehari-hari. Kapasitas fungsional ini dapat dibuktikan dengan pengukuran V02maks, dimana parameter ini merupakan volume maksimum oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh per menit selama melakukan aktifitas fisik. Konsumsi oksigen berhubungan langsung dengan energi expenditure, sehingga pada saat mengukur konsumsi oksigen secara tidak langsung akan mengukur kapasitas fungsional individu dalam melakukan aktifitas (Bahar, 2001). Penilaian V02maks, digunakan untuk penilaian awal sebelum dilakukan intervensi terapi dan untuk menetapkan dosis latihan pada penderita dengan PPOK. Nilai V0 2maks juga dapat dipakai sebagai salah satu monitor hasil pengobatan. Salah satu cara yang sederhana dan effektif untuk menilai V02maks pada penderita PPOK adalah menggunakan jarak tempuh dengan uji jalan 6 menit, yang merupakan salah satu uji latih kardiorespirasi yang sederhana dan tanpa peralatan khusus serta bisa dilakukan dimana saja dengan akurasi yang tidak jauh berbeda dengan menggunakan treadmill yang mempunyai akurasi paling tinggi dalam memprediksi V02 maks
(Marino & Bruno, 1997). Kapasitas fungsional atau V02maks, yang didapatkan dari uji
jalan 6 menit juga memungkinkan untuk dipergunakan sebagai nilai prediksi derajat berat ringannya tingkat obstruksi paru seorang penderita PPOK, sehinggga untuk pusat pelayanan kesehatan yang tidak tersedia alat spirometer dapat diperkirakan tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan cara yang murah dan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jarak tempuh penderita PPOK menggunakan uji jalan 6 menit dan besarnya hubungan antara FEV1 dan FVC hasil pemeriksaan uji faal paru dengan V02maks, yang didapatkan dari uji jalan 6 menit. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain studi belah lintang (cross sectional), untuk melihat hubungan antara tingkat obstruksi penderita PPOK dengan V02 maks menggunakan uji jalan 6 menit. Penelitian dilakukan di Poliklinik Paru dr Priyadi Widjanarko, SpP Jalan Pekunden 1 174 A Semarang pada bulan Mei 2004 sampai Januari 2005. Sampel penelitian sebanyak 30 orang merupakan pasien penyakit paru yang datang ke klinik tersebut, dengan kriteria inklusi: penderita PPOK rawat jalan yang telah
Obstruksi Paru Pada PPOK
73
didiagnosis PPOK sebelumnnya (dari Catatan Medis), jenis kelamin laki-laki, FEV1 < 80% prediksi normal, tidak sedang eksaserbasi akut saat penelitian, tidak ada perubahan obat-obatan selama 4 minggu terakhir dan tetap minum obat sesuai advis dokter Spesialis Paru, umur 50-75 tahun, kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian serta sanggup melakukan uji jalan 6 menit dengan menandatangani informed consent setelah diberi pengertian dan penjelasan, serta dapat berjalan secara mandiri tanpa alat bantu. Sedangkan kriteria eksklusi adalah: menderita kelainan kardiovaskuler (dari catatan medik Klinik Paru dr Priyadi. SpP), menderita gangguan neuromuskuloskeletal, sedang dalam pengobatan spesifik, dan subyek menolak mengikuti penelitian. Pasien yang mengundurkan diri atau tidak sanggup melanjutkan uji jalan selama 6 menit akan di drop out menjadi sampel penelitian.
Persetujuan Subyek Setelah dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah masuk dalam kriteria inklusi, subyek diberi penjelasan tentang PPOK dan uji jalan 6 menit, kemudian ditanya apakah bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian, selanjutnya dijelaskan jalannya penelitian. Subyek yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian menandatangani Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
Pengumpulan Data Karakteristik Subyek Setelah Informed Consent ditandatangani, dilakukan pengumpulan data karakteristik subyek antara lain: umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, berat badan, dan tinggi badan.
Pemeriksaan Fisik dan Perlakuan Terhadap subyek penelitian, dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data dasar dan mendukung ke arah diagnosis PPOK. Anamnesis tentang riwayat merokok, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna di tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal, infeksi saluran nafas yang berulang, batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi adanya pursed lips breathing, gambaran Pink
74
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Puffer atau gambaran Blue Bloater. Palpasi adanya Stem fremitus melemah dan sela iga yang melebar. Perkusi didapatkan adanya hipersonor, batas jantung mengecil dan hepar terdorong kebawah. Pada auskultasi terdengar suara dasar vesikuler melemah, adanya ronkhi, suara hantaran dan ekspirasi yang memanjang. Selanjutnya pada subyek dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan Spirometer dengan tujuan untuk mendukung diagnosa PPOK dan mengetahui 26 tingkat obstruksi paru subyek sesuai nilai Forced Expiration Volume 1 second (FEV1) dan Forced Vital Capacity (FVC). Uji spirometri dilakukan dengan spirometer Vilalograph Spirotrac IV. KemudIan subyek diminta untuk melakukan uji jalan 6 menit. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Subyek mulai berjalan secepat mungkin semampu subyek dengan didampingi oleh peneliti atau fisioterapis selama 6 menit dan boleh berhenti berjalan jika lelah atau sesak untuk beristirahat dan kemudian melanjutkan uji jalan sampai tercapai waktu 6 menit. Subyek diberi semangat saat uji berjalan dengan kata-kata yang memberi semangat seperti: “Ayo... cepat Pak / Bu...!”. Tekanan darah dan nadi diperiksa ulang, kemudian diukur jarak tempuh yang didapatkan setelah berjalan selama 6 menit.
Analisis Data Nilai rata-rata dan standar deviasi hasil penelitian dianalisa secara deskriptif. Besarnya hubungan antara tingkat obstruksi paru penderita PPOK dengan V02maks diuji dengan regresi linear.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Umum Subyek Jumlah subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti penelitian sebanyak 30 orang. Semua subyek telah memiliki data radiologis thoraks sebelum berpartisipasi dalam penelitian, dengan karakteristik disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.
Data Karakteristik Umum Subyek
Obstruksi Paru Pada PPOK
75
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa hanya ada 1 orang penderita PPOK yang tidak merokok sebelumnya dan 29 orang subyek semua adalah perokok dengan index Brikman 33 bervariasi dari ringan sampai berat (Tabel 2). Indeks Brikman terendah adalah 30 dan tertinggi adalah 2268. Rata-rata indeks Brikman adalah 565. Tabel 2.
Karakteristik indeks Brikman
Karakteristik Hasil Uji Faal Paru/ Uji Spirometri dan Uji Jalan 6 menit Semua subyek melakukan uji faal paru dengan forced manuver menggunakan Spirometer Vilalograph Spirotrac IV dengan hasil disajikan pada Tabel 3, sedangkan karakteristik hasil uji jalan 6 menit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3.
Data Karakteristik FEV1, FVC dan Rasio FEV1/FVC.
Tabel 4.
Data Karakteristik Jarak tempuh dan V02maks
Hubungan Hasil Uji Spirometri dengan V02maks FEV1 dengan V02maks menunjukkan hubungan positif dengan koefisien regresi r =0.503 dan hubungan tersebut bermakna secara statistik (p < 0,005). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya nilai FEV1 akan meningkatkan nilai V02maks. Demikian juga antara FVC dengan V02maks menunjukkan hubungan yang positif (r = 0.493) dan bermakna secara statistik (p < 0,005), sehingga peningkatan nilai FVC diikuti dengan peningkatan nilai V02maks. Jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit dengan V02maks berhubungan
76
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
positif (r = 0.756 ), dan hubungan tersebut bermaksna secara statistik (p < 0,005). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya jarak tempuh yang diperoleh saat uji jalan 6 menit akan meningkatkan nilai V02, sehingga jarak tempuh yang dicapai saat uji jalan 6 menit dapat digunakan untuk memprediksi nilai V02maks. PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah penderita PPOK laki-laki yang masuk dalam kriteria inklusi. Pemilihan subyek laki-laki berdasarkan pertimbangan bahwa merokok yang merupakan faktor risiko dominan terjadinya PPOK, di Indonesia merokok masih didominasi oleh kaum laki-laki, dan nilai VO2 maks untuk laki-laki sekitar 15-20% lebih tinggi dari wanita (Tan, 1998). Oleh karena itu, peneliti memisahkan jenis kelamin untuk menghindari bias pada penelitian ini. Merokok merupakan faktor risiko dominan pada penderita PPOK (American Thoracic Society, 1995; Consuelo, 1988; Marshik, Hunter & King, Mohsentifar & Ansari, 2005; Tan, 1998). Merokok berpengaruh menurunkan sebagian besar pertahanan yang penting dari paru. Makrofag di paru berfungsi sebagai pembersih partikel-partikel yang masuk dalam tubuh melalui jalan nafas. Dalam keadaan normal makrofag mempunyai metabolisme endogen dengan aktifitas yang tinggi dan mempunyai kadar enzim yang tinggi. Asap tembakau dan nikotin akan memakan makrofag di paru. Enzim-enzim spesifik yang berfungsi sebagai energi untuk memfagositosis akan ditekan oleh asap rokok. Selain itu asap rokok berpengaruh menghambat transport mukosilia yang menyebabkan penderita rentan mengalami infeksi di saluran nafas. Asap rokok juga menghasilkan bahan oksidan yang akan mengaktifkan α-1protease inhibitor, sehingga tidak dapat mencegah kerusakankerusakan yang disebabkan oleh enzim clastase yang berasal dari sel-sel netrofil. Dengan bertambahnya usia maka kesempatan untuk terpapar faktor risiko akan semakin tinggi. Indeks Brikman adalah suatu instrumen yang sering digunakan untuk menilai derajat berat merokok seseorang. Dalam penelitian ini, 43.3% merupakan perokok berat sesuai dengan indeks Brikman (>600) tidak jauh berbeda dengan Tianusa (2003) yang mendapatkan 50% dari subyek PPOK yang diteliti adalah perokok berat sesuai dengan indeks Brikman.
Obstruksi Paru Pada PPOK
77
Karakteristik Hasil Uji Spirometri dan Hubungan dengan VO2maks Sebanyak 40% subyek mengalami PPOK sedang, sedangkan sisanya PPOK berat. Ketidakmampuan untuk mencapai beban latihan diakibatkan ketidakmampuan paru untuk menyediakan kebutuhan oksigen yang diperlukan. Pada PPOK kapasitas untuk meningkatkan ventilasi, perfusi dan diffusi sangat terbatas selama uji jalan 6 menit. Disamping itu, kebiasaan penderita PPOK dengan aktifitas yang terbatas menyebabkan keluhan sesak nafas. Hasil jarak tempuh dari uji jalan 6 menit yang diperoleh digunakan untuk menilai VO2maks pada penderita PPOK. Prediksi VO2maks dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi penderita PPOK (Mink, 1997). Pada penelitian ini diperoleh rata-rata VO2maks yang dihitung dari jarak yang ditempuh selama 6 menit dengan memasukkan faktor usia dan berat badan subyek adalah 7,51 ml/kgBB/menit, berbeda seperti yang didapatkan oleh Cahalin et al. (1995) yang mendapatkan rata-rata VO2maks sebesar 9,60 ml/kgBB/menit. Hal ini dikarenakan subyek pada penelitian ini mempunyai usia rata-rata 66,6 tahun dan berat badan rata-rata adalah 54,27 kg sedangkan Cahalin et al .(1995) melakukan penelitian pada subyek dengan rata-rata usia 44 tahun dan berat badan rata-rata adalah 63 kg23. Dalam perhitungan nilai VO2maks menunjukkan bahwa makin rendah usia dan makin tinggi berat badan subyek, maka nilai VO2maks akan semakin tinggi. Hubungan positif antara nilai VO2maks dengan hasil pemeriksaan uji faal paru pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat obstruksi paru dengan VO2maks pada penderita PPOK, dimana makin berat derajat obstruksi paru, maka makin rendah nilai VO2maks. Nilai FEV1, FVC dan jarak tempuh uji jalan 6 menit secara bersama-sama merupakan faktor yang sangat berpengaruh untuk menilai VO2maks pada subyek dengan PPOK. Ketiga variabel tersebut dapat dijadikan parameter untuk menilai efektifitas terapi dan mengevaluasi respon penderita terhadap latihan yang diberikan.
KESIMPULAN Hubungan antara tingkat obstruksi paru dengan VO2maks yaitu semakin tinggi nilai FEV1 dan FVC, maka nilai VO2maks akan makin tinggi. Jarak tempuh saat uji jalan 6 menit dengan VO2maks berhubungan secara positif bermakna, sehingga semakin panjang jarak tempuh saat uji jalan 6 menit maka semakin tinggi VO2maks.
78
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai efektifitas pemberian latihan pada penderita PPOK dengan VO2maks dan uji jalan 6 menit sebagai parameter dalam mengevaluasi subyek.
DAFTAR PUSTAKA American Thoracic Society, 1995, Standards for diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease. Bahar, A., 2001, Penyakit paru obstruktif kronik penatalaksanaan secara paripurna, Simposium current diagnosis and treatment. Cahalin, L., Pappagianopoulos, P., Prevost, S., Wain, J., and Ginns, L., 1995, The relationship of the 6-min walk test to maximal oxygen consumption in transplant candidates with endstage lung disease, Chest Journal, 108: 452-9 Consuelo, G.S., 1988, An introduction to research methods, 2 nd ed., Philippines., Rex printing company, Inc. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Dissease, 2003, Pocket guide to COPD diagnosis, management and prevention. Hunter, M.H., and King, D.E., COPD management of acute axacerbations and chronic stable disease. Medical university of south carolina college of medicine. Charleston, South Carolina, http .www..aafp.org/afp 20010815 603.himl, Dikutip tgl 26.06.2004. Marino, N., and Bruno, P., 1997, Cardiopulmonary conditions, In: Sports medicine principles of primary care, 1st ed, St Louis : Mosby year book Inc., p. 28. Marshik, P., Pharm, D., Obstructive pulmonary dissease, University of new Mexico, http: hsc.unm.edu.pharmacy courses medicine%20chem.pharmacology. toxicolology 705.copdashma.pdf, Dikutip tgl 21.2.2004. Mink, B.D., 1997, Exercise and chronic obstructive pulmonary disease: Moest fitness gains pay big dividens. DiNubile NA, The physician and sport medicine, 25(II). Seilheimer, D.K., and Borrell, R.M., 1985, Pulmonary rehabilitation, Medical Rehabilitation, Halstead LS. Raven press. Newyork, p. 165-77. Tan, J,C., 1998, Pumonary function tests, In: Practical manual of physical medicine and rehabilitation, St Louis : Mosby year book, p. 68-78; 93. Tianusa, N., 2003 Hubungan jarak tempuh berjalan dengan kualitas hidup pada penderita penyakit paru obstruktif kronis, Manado : FK Universitas Samratulangi. Watchie, J., 1995, Pulmonology., In: Cardiopulmonary physical therapy a clinical manual, Philadelphia : WB Saunders, p. 47.