HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ROKOK DENGAN GANGGUAN TIDUR PADA PEROKOK USIA 25-40 TAHUN DI PEDUKUHAN SALAKAN BANGUNHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Disusun oleh: MIA ANGGARA 201210201117
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2016 i
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ROKOK DENGAN GANGGUAN TIDUR PADA PEROKOK USIA 25-40 TAHUN DI PEDUKUHAN SALAKAN BANGUNHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA ASSOCIATIONS OF CIGARETTE CONSUMPTION LEVELS WITH SLEEP DISORDERS IN SMOKERS AGED 25-40 YEARS OLD IN PEDUKUHAN SALAKAN BANGUNHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA
Mia Anggara, Widaryati Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas‘Aisyiyah Yogyakarta Email:
[email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi rokok dengan gangguan tidur pada perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Metode penelitian penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian melibatkan 75 responden yang diambil dengan teknik single stage cluster sampling. Tabulasi silang hubungan antara tingkat konsumsi rokok dengan gangguan tidur dianalisis dengan uji korelasi chi square. Analisis chi square menunjukkan pada taraf signifikansi diperoleh nilai sehingga . Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan tingkat konsumsi rokok dengan gangguan tidur pada perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Kata Kunci Kepustakaan Jumlah Halaman
: konsumsi rokok, gangguan tidur, perokok : 8 buku (2008-2015), 3 jurnal, : iii, 9 halaman, 4 tabel
Abstract : This research aim was to examine the association between cigarette consumption levels with sleep disorders in smokers aged 25-40 years old in Pedukuhan Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. The study was observational analytic with cross sectional design. This study included 75 respondents taken by single stage cluster sampling technique. The cross sectional relationship between cigarette consumption levels with sleep disorders was investigated using chi square correlational test. Chi square analysis showed that at , values obtained, so . There was a significant association cigarette consumption levels with sleep disorders in smokers aged 25-40 years old in Pedukuhan Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta Keywords Bibliography Number of page
: cigarette consumption level, sleep disorders, smokers : 8books (2008-2015), 3 journals : iii, 9 pages, 4 tables iii
LATAR BELAKANG Pada tahun 2015 Indonesia berada
menghabiskan lebih dari 15 batang
di urutan ketiga setelah China dan
rokok per hari mengalami desaturasi
India sebagai negara perokok terbesar
oksihemoglobin saat tidur 1,9 kali lebih
dunia dengan jumlah perokok aktif
tinggi
mencapai 64,1 juta. Prevalensi perokok
menghisap kurang dari 15 batang rokok.
usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah
Desaturasi oksihemoglobin pada dapat
sebesar 34,5% dengan prevalensi per
menyebabkan sindrom gangguan tidur
gender 64,7% pada pria dan 4,5% pada
baik berupa sindrom sleep apnea,
perempuan (WHO, 2015).
insomnia, narcolepsy maupun restless
Dalam
skala
regional,
Dinas
dibandingkan
perokok
yang
leg syndrome. Pada tingkat akut, dapat
Kesehatan DIY (2012) mencatat bahwa
terjadi
komplikasi
gangguan
jumlah perokok di Yogyakarta berada di
(Kryger, Roth & Clement, 2010).
tidur
urutan ke-4 nasional setelah Jawa
Hasil survey National Health and
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat
Nutrition Examination tahun 2005-2006
dengan persentase sebesar 31,6% dan
menunjukkan
sebanyak 66,1% masih merokok di
menahun
dalam rumah. Di DIY sendiri, jumlah
perokok aktif di Amerika mengalami
perokok tertinggi paling banyak berada
gejala gangguan tidur. Sekitar 16,3%
di Kabupaten Bantul dan kemudian
perokok aktif menahun di Amerika
disusul Kabupaten Gunung Kidul.
bahkan
Asap rokok selain berkaitan dengan
bahwa
perokok
sebagian
besar
menunjukkan
aktif
(75,9%)
komplikasi
gangguan tidur (McNamara, 2013).
kejadian penyakit pernafasan kronis,
Gangguan tidur seperti sleep apnea
penyakit kardiovaskular dan kanker,
menyebabkan seseorang bangun dalam
rokok juga memiliki dampak terhadap
keadaan
kualitas tidur. Dampak tersebut adalah
oksigen) sehingga menyebabkan gejala
komplikasi sindrom gangguan tidur
kantuk di siang hari. Adapun insomnia,
yang dapat menurunkan kualitas tidur
narcolepsy dan restless leg syndrome
perokok.
selain
Penelitian menunjukkan
Conway bahwa
dkk. perokok
(2008)
hiposekmia
berpengaruh
pada
(kekurangan
kebugaran
tubuh, dalam jangka panjang dapat
yang
menyebabkan
1
terjadinya
penyakit
2
batang otak, kelemahan motorik, stroke,
tersebut
gagal jantung kanan hingga aritmia
nocturnal. Atas dasar tersebut maka
nocturnal
penulis merasa perlu untuk melakukan
yang
berujung
kematian
(Davey, 2008).
gejala
sindrom
penelitian mengenai tingkat konsumsi
Pedukuhan Salakan, Bangunharjo, Sewon,
merupakan
Bantul
memiliki
rokok dengan gangguan tidur pada
jumlah
perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan
populasi perokok aktif menahun cukup
Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul,
tinggi. Berdasarkan survei pendahuluan
Yogyakarta.
pada 21 Januari 2016 terhadap 11 orang perokok menahun, sebanyak 8 perokok diketahui menghabiskan 10-20 batang rokok per harinya. Seluruh perokok tersebut merasakan keluhan sakit kepala di pagi hari, sulit tertidur dan terbangun tengah malam. Sebanyak 2 dari 8 perokok bahkan merasakan gangguan tidur tambahan berupa sensasi mulut kering
di
pagi
mendengkur.
hari
Gangguan
dan
juga
tersebut
merupakan gejala sindrom insomnia dan sleep apnea. Hasil
studi
pendahuluan
juga
menghabiskan lebih dari 20 batang per Para
analitik dengan desain cross sectional. Hubungan sebab akibat yang diteliti adalah
hubungan
antara
tingkat
konsumsi rokok dengan gangguan tidur pada perokok usia 25-40 tahun.. Responden adalah 75 perokok aktif usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan, Bangunharjo,
Sewon,
Bantul,
Yogyakarta. Kriteria inklusinya adalah perokok aktif harian, telah merokok minimal selama 10 tahun, tidak bekerja
menemukan 3 perokok yang diketahui
hari.
METODE PENELITIAN Metode penelitian observasional
perokok
tersebut
juga
mengeluhkan keluhan tidur yang sama. Akan tetapi ditemukan keluhan lain yaitu sulit melawan kantuk di siang hari bahkan
meski
panjang
dan
mereka mereka
telah
tidur
seringkali
mengalami mimpi buruk. Keluhan lain
shift
malam,
tidak
mengkonsumsi
alkohol, obat tidur ataupun antidepresan. Tingkat konsumsi rokok diukur dengan dengan
instrumen
dengan
pedoman
checklist
sesuai
pengkategorian
konsumsi rokok dari WHO (2012a) dan screening gangguan tidur dilakukan dengan
kuesioner
Screening.
Sleep
Disorder
3
HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian dilakukan di Pedukuhan
mencapai 80%. Penyakit hipertensi yang
Salakan Bangunharjo Sewon Bantul
merupakan faktor resiko dari rokok juga
Yogyakarta. Sebagian besar penduduk
banyak ditemukan di wilayah ini.
di wilayah ini berprofesi sebagai buruh
Pemeriksaan kesehatan yang umum
dari pabrik-pabrik besar serta berbagai
dilakukan warga adalah pemeriksaan
industri UKM skala besar yang ada di
tekanan darah, asam urat dan kolesterol.
wilayah ini.
Belum
Sebagaimana wilayah lain di Bantul,
pernah
dilakukan
screening
gangguan tidur. Gangguan tidur yang
populasi perokok di wilayah Pedukuhan
muncul
biasanya
diabaikan
hingga
Salakan juga sangat besar, terutama
terjadi komplikasi kardiovaskular.
pada populasi penduduk laki-laki yang Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Perokok Usia 25-40 Tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta No Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Usia perokok 25-35 tahun 57 76,0 36-40 tahun 18 24,0 2
Usia mulai merokok
<13 tahun 13-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun >25 tahun
2 15 29 27 2
2,7 20,0 38,7 36,0 2,7
3
Lama merokok
10-15 tahun 16-20 tahun
67 8
89,3 10,7
4
Jenis rokok
Pabrikan (putih) Kretek
19 56
25,3 74,7
5
Pekerjaan
Wirausaha Buruh pabrik PNS POLRI Karyawan swasta
12 54 2 1 6 75
16,0 72,0 2,7 1,3 8,0 100
Jumlah (n)
4
Berdasarkan
4.1
dapat
(38,7%), telah merokok selama 10-15
sebagian
besar
tahun (89,3%), mengkonsumsi rokok
responden berusia 25-35 tahun (76%),
jenis kretek (74,7%) dan bekerja sebagai
mulai merokok sejak usia 16-20 tahun
buruh pabrik (72%).
diketahui
tabel
bahwa
Tingkat Konsumsi Rokok Responden Tabel 2. Tingkat Konsumsi Rokok Pada Perokok Usia 25-40 Tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta No Tingkat Konsumsi Rokok Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Perokok ringan 18 24,0 2 Perokok sedang 50 66,7 3 Perokok berat 7 9,3 Jumlah (n) 75 100 Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
penelitian ini adalah perokok sedang.
ditinjau dari tingkat konsumsi rokok,
Hanya
9,3%
responden
sebagian besar (66,7%) responden pada
merupakan perokok berat.
saja
yang
Gangguan Tidur Pada Responden Tabel 3. Gangguan Tidur Pada Perokok Usia 25-40 Tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta Frekuensi Persentase No Gangguan Tidur (f) (%) 1 Tidak ada gangguan tidur 0 0 2
Gangguan tidur tunggal
SA RLS
3
Komplikasi gangguan tidur
SA+insomnia RLS+insomnia RLS+narkolepsi SA+narkolepsi+insomnia
Pada sebagian
tabel besar
3
Jumlah (n) diketahui bahwa (60%)
11 19 (30)
paling
4 36 4 1 (45) 75 dominan adalah
14,7 25,3 (40,0) 5,3 48,0 5,3 1,3 (60,0) 100 kombinasi
responden
gangguan tidur RLS dan gangguan tidur
mengalami komplikasi gangguan tidur.
insomnia yang dialami oleh sebesar 48%
Dugaan komplikasi gangguan tidur yang
responden.
5
Hubungan Tingkat Konsumsi Rokok dan Gangguan Tidur Pada Responden Tabel 4. Hasil Pengujian Hubungan Tingkat Konsumsi Rokok dan Gangguan Tidur Pada Perokok Usia 25-40 Tahun di Pedukuhan Salakan Bangunharjo Sewon Bantul Yogyakarta Gangguan Tidur Tingkat Jumlah Signifikansi Konsumsi Tidak Ada Tunggal Komplikasi (p) Rokok f % f % F % f % Perokok ringan 0 0 16 88,9 2 11,1 18 100 Perokok sedang 0 0 14 28,0 36 72,0 50 100 0,000 Perokok berat 0 0 0 0 7 100 7 100 Total 0 0 30 40,0 45 60,0 75 100 Hasil
pengujian
pada
tabel
4
kelompok
perokok
berat
yang
menunjukkan bahwa pada kelompok
menghabiskan lebih dari 20 batang
perokok ringan yang menghabiskan
rokok per hari, seluruh responden
kurang dari 10 batang rokok per hari,
mengalami lebih dari 1 gangguan tidur.
sebagian
responden
Nilai signifikansi pengujian yang lebih
mengalami 1 gangguan tidur. Pada
kecil dari 0,05 mengindikasikan adanya
kelompok
yang
hubungan yang signifikan antara tingkat
menghabiskan antara 10 sampai 20
konsumsi rokok dan gangguan tidur
batang rokok per hari, sebagian besar
pada perokok usia 25-40 tahun di
(72%) responden mengalami lebih dari 1
Pedukuhan Salakan Bangunharjo Sewon
gangguan tidur. Sementara itu pada
Yogyakarta.
besar
(88,9%)
perokok
sedang
PEMBAHASAN Hasil pengujian menemukan adanya
Nikotin merupakan salah satu zat
hubungan yang signifikan antara tingkat
dominan yang terkandung dalam rokok.
konsumsi rokok dengan gangguan tidur
Lader, Cardinali & Perumal (2009)
pada perokok usia 25-40 tahun di
menjelaskan
Pedukuhan
Bangunharjo,
pendek nikotin sebagai zat stimulan otak
Kecenderungan
menimbulkan rangsangan pada otak
yang ada adalah semakin tinggi tingkat
yang menyebabkan hilangnya kantuk
konsumsi
dan pada kondisi tidur mempersulit
Bantul,
Salakan,
Yogyakarta.
rokok
gangguan tidur
responden
maka
yang dialami oleh
responden juga cenderung meningkat.
bahwa
dalam
jangka
latensi tidur sehingga terjadi insomnia.
6
Tingkat
konsumsi
rokok
menunjukkan
banyaknya
akumulasi
nikotin dalam tubuh. Nikotin dari rokok
dengan
gangguan
kolesterol
dan
hipertensi umumnya mengembangkan RLS (Charles & Espie, 2010).
yang terhisap akan mengendap dan
Pada penderita gangguan tidur RLS
terakumulasi dalam tubuh. Semakin
atau SA yang tidak merokok, dalam
tinggi tingkat konsumsi rokok, semakin
jangka panjang jika gangguan tidur yang
tinggi dan semakin cepat pula akumulasi
ada tidak ditangani maka penderita akan
nikotin dalam tubuh.
mengalami
Akumulasi nikotin dalam jangka panjang
menyebabkan
komplikasi
dengan
gangguan tidur penyerta narkolepsi atau
degradasi
insomnia atau bahkan keduanya (Pagel
pembuluh darah dan sel otak yang
& Pandi-Perumal, 2014). Munculnya
menyebabkan
tidur,
onset gangguan tidur penyerta biasanya
sementara itu penebalan pembuluh darah
terjadi dengan onset 6 hingga 8 tahun
akibat nikotin menyebabkan timbulnya
(Sansa dkk., 2011).
gangguan
pola
RLS. Selain itu akumulasi nikotin dan
Onset gangguan tidur penyerta akan
peradangan berulang karena asap karbon
muncul lebih cepat pada perokok karena
monoksida dalam jangka panjang juga
perokok secara aktif terus meningkatkan
dapat
akumulasi nikotin.
menurunkan
kemampuan
Ketika seorang
hemoglobin dalam darah (desaturasi
perokok mengalami satu gangguan tidur
oksihemoglobin)
dan tetap merokok, maka dia akan
sehingga
tubuh
mengalami defisit oksigen saat tidur
mengalami
sehingga
munculnya
Kecepatan peningkatan gangguan tidur
apnea tidur (SA) sehingga individu
bergantung pada akumulasi racun rokok
dengan SA seringkali terbangun dalam
dalam tubuh yang juga ditentukan oleh
kondisi
kekurangan
tingkat konsumsi dan jenis rokok.
oksigen. Kecenderungan munculnya SA
Gangguan tidur dalam jangka panjang
atau RLS umumnya merujuk pada
tidak
kondisi
kebugaran,
menyebabkan
hipoksia
kesehatan
atau
umum
perokok.
peningkatan
hanya
komplikasi.
berpengaruh melainkan
pada juga
Perokok dengan IMT overweight atau
menyebabkan penyakit batang otak,
obese
kelemahan
memiliki
kecenderungan
mengalami SA sementara itu perokok
motorik,
stroke,
gagal
jantung kanan hingga aritmia nocturnal
7
yang berujung pada terhentinya detak
dapat menyebabkan insomnia. (Lader,
jantung saat tidur (Davey, 2008).
Cardinali & Perumal, 2009).
Pada penelitian ini juga terdapat 2 perokok
ringan
mengalami gangguan
(11,1%)
yang
komplikasi tidur
penyerta
dengan insomnia.
Kejadian komplikasi gangguan tidur pada perokok ringan dapat terkait dengan jenis rokok yang dikonsumsi dan konsumsi kafein responden. Ditinjau dari jenis rokok yang dikonsumsi, kedua perokok
ringan
tersebut
diketahui
mengkonsumsi rokok kretek.
Rokok
kretek mengandung kadar nikotin yang lebih tinggi dari rokok putih, yaitu sebesar 44-45 mg nikotin atau 9 kali di atas kadar nikotin pada rokok putih (Sitepoe, 2010).
ini
Simpulan 1. Sebagian besar responden perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan,
memang
tidak
dikendalikan. Kafein adalah zat stimulan yang merangsang kerja otak
yang
menyebabkan hilangnya rasa kantuk sehingga seseorang akan tetap terjaga setelah konsumsi kafein yang tinggi. Kandungan kafein yang tinggi misalnya terdapat di minuman ringan (23-69 mg), minuman berenergi (sekitar 242 mg), teh hitam (25-26 mg), kopi (80-100 mg). Akumulasi kafein dalam jangka panjang
Bangunharjo,
Sewon,
Bantul, Yogyakarta adalah perokok sedang
(konsumsi10-20
batang
rokok/hari) yaitu sebesar 66,7%. 2. Sebagian besar responden perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan,
Bangunharjo,
Bantul,
Yogyakarta
mengalami
komplikasi
Sewon, diketahui gangguan
tidur yaitu sebesar 60%. 3. Ada
Sementara itu, konsumsi kafein pada penelitian
SIMPULAN DAN SARAN
hubungan
antara
yang
tingkat
signifikan
konsumsi
rokok
dengan gangguan tidur pada perokok usia 25-40 tahun di Pedukuhan Salakan,
Bangunharjo,
Sewon,
Bantul, Yogyakarta Saran 1. Bagi perokok di Pedukuhan Salakan, Para
perokok
secara
umum
disarankan untuk menurunkan tingkat konsumsi
rokok
dan
berhenti
merokok secara bertahap. Responden secara
khusus
disarankan
untuk
berkonsultasi dengan dokter spesialis
8
saraf untuk mengatasi gangguan tidur
perokok sehingga dapat menurunkan
yang terjadi, terutama untuk perokok
dan mencegah pertumbuhan angka
yang diduga mengalami komplikasi
perokok. Pemerintah daerah juga
gangguan tidur.
disarankan
untuk
meningkatkan
sosialiasi
anti
rokok
2. Bagi
keluarga
dengan
anggota
keluarga perokok Keluarga
memfasilitasi perokok untuk berhenti
disarankan
untuk
terus
mendorong dan mendukung perokok untuk
berhenti
merokok.
Bantuan
dan
dari
kebiasaan
4. Bagi perawat Profesi perawat disarankan untuk
dapat
mensosialisasikan bahaya merokok
digunakan jika keluarga dan perokok
terhadap gangguan tidur kepada para
merasa
perokok dan non perokok untuk
kesulitan
medis
dari kebiasaan merokok.
untuk
berhenti
merokok 3. Bagi pemerintah daerah
mencegah
sekaligus
menurunkan
jumlah perokok.
Pemerintah daerah disarankan untuk menegakkan aturan kawasan bebas rokok untuk menekan ruang gerak
DAFTAR PUSTAKA Charles, M.M., Espie, C.A. (2010). The Oxford Handbook of Sleep and Sleep Disorders. Oxford University Press, Oxford. Conway, S.G., Roizenblatt, S.S., Palombini, L., Castro, L.S., Bittencourt, L.R.A., Silva, R.S., Tufik, S. (2008). Effect of Smoking Habits on Sleep. Braz J Med Biol Res 41(8): 722-727. Davey,
P. (2008). At Glance Medicine. Erlangga, Jakarta.
Dinkes DIY. (2012). Profil Kesehatan Daerah DIY. Dinas Kesehatan DIY, Yogyakarta. Kryger, M.H., Roth, T., Clement, W.C. (2010). Principles and Practices of Sleep Medicine. Elsevier Health Sciences, Philadelphia. Lader,
M.H., Cardinali, D.P., Perumal, S.R. (2009). Sleep and Sleep Disorders. Springer Science and Business Media, New York.
9
McNamara, J.P.H., Wang, J., Holiday, D.B., Warrens, J.Y., Paradoa, M.;, Balkhi, A.M., FernandezBaca, J., McCrae, C.S. (2013). Sleep Disturbances Associated with Cigarette Smoking. Psychology, Health and Medicine 19(4): 410-419.
Sitepoe, M. (2010). Kekhususan Rokok Indonesia. Gramedia, Jakarta
Sansa, G., Iranzo, A., Santamaria, J. (2010). Obstructive Sleep Apnea in Narcolepsy. Sleep Medicine 11(1): 93-95.
World Health Organization. (2015). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. World Health Organization, Genewa.
World Health Organization. (2012). Global Tobacco Surveilance System.World Health Organization, Genewa.