HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI PKD KAMONGAN SRUMBUNG MAGELANG
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh : Vera Setya Purnaning Anggara 201410104198
PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2015
i
ii
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI PKD KAMONGAN SRUMBUNG MAGELANG 20151 Vera Setya Purnaning Anggara2, Dewi Rokhanawati 3
INTISARI
Penelitian ini mengidentifikasi hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) di PKD Kamongan Srumbung Magelang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasi dengan pengambilan data cross sectional. Responden penelitian terdiri dari 38 orang dan diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan teknik uji Correlasi Kendall’s Tau. Hasil analisis univariat didapatkan bahwa tingkat kecemasan dengan presentase tertinggi adalah responden dengan tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 19 responden (50%) dan didapatkan bahwa pemilihan kontrasepsi IUD dengan presentase tertinggi adalah responden yang tidak memilih kontrasepsi IUD yaitu sebanyak 32 responden (84,2%). Hasil uji statistik nonparametris dengan Correlasi Kendall’s Tau diperoleh nilai sehingga . Ada hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan, Srumbung, Magelang tahun 2015 dan diperoleh Correlation Coefficient sebesar 0,647 sehingga dapat disimpulkan keeratan hubungannya adalah kuat.
. Kata Kunci Kepustakaan
: tingkat kecemasan, pemilihan kontrasepsi IUD : Al Qur’an, 1 jurnal, 2 skripsi, 13 buku (2003-2013), 2 internet Jumlah Halaman : iv, 11 halaman, tabel 6 s.d. 8
iii
THE CORRELATION BETWEEN THE ANXIETY LEVEL OF ACCEPTORS AND THE IUD (INTRA UTERINE DEVICE) CONTRACEPTION SELECTION AT PKD OF KAMONGAN SRUMBUNG MAGELANG IN 20151
Vera Setya Purnaning Anggara2, Dewi Rokhanawati3
ABSTRACT
This research analyzed the correlation between the anxiety level of acceptors and the IUD (Intra Uterine Device) contraception selection at PKD of Kamongan Srumbung Magelang. The research used qualitative correlation with cross sectional method. Respondent consisted of 38 people and were taken by total sampling technique. Data collected by questionnaire and analyzed by Correlasi Kendall’s Tau match pair test. Results of univariate analysis showed that the level of anxiety with the highest percentage of respondents with severe anxiety level as many as 19 respondents (50%) and found that the election of IUD with the highest percentage of respondents who did not choose the IUD as many as 32 respondents (84,2%) . Parametric statistical test result with Correlasi Kendall's Tau obtained p = 0.000 so that p > 0.05. There is a relationship anxiety level with the election of IUD acceptors in PKD Kamongan , Srumbung , Magelang tahun 2015 and obtained Correlation Coefficient of 0.647 so that we can conclude the closeness of the relationship is strong .
Keywords : anxiety level, IUD contraception selection Bibliography : Al-Qur’an, 1 journal, 2 theses, 13 books (2003-2013), 2 internet websites Pages : iv, 11 pages, table 6 – 8
iv
PENDAHULUAN Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversible dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif, dengan tujuan kontrasepsi atau usaha pencegahan kehamilan (Handayani, 2010). Laju pertambahan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan di Indonesia berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363 orang yang terdiri dari 119.107.580 laki-laki dan 118.048.784 perempuan. LPP tahun 2014 diharapkan turun menjadi 1,1%. Penurunan TFR (Total Fertility Rate) akan lebih mendekati kondisi penduduk tumbuh seimbang diperlukan suatu strategi dalam pelaksanaan program keluarga berencana. Kegiatan yang dapat dilaksanakan yaitu dengan mempromosikan metode kontrasepsi efektif jangka panjang. Hal tersebut berlawanan dengan kondisi saat ini, pemakaian metode kontrasepi efektif jangka panjang khususnya IUD relatif mengalami penurunan sedangkan penggunaan metode kontrasepsi hormonal seperti suntik mendominasi dari pemakaian kontrasepsi. Sikap dan pandangan negatif yang beredar dimasyarakat berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seseorang. Banyak mitos tentang IUD seperti mudah terlepas jika bekerja terlalu keras, menimbulkan kemandulan dan lain sebagainya. Bidan mempunyai peran dalam meningkatkan tingkat pemakaian KB sebagai tindakan preventif terutama bagi wanita dengan resiko. Pendidikan/ konseling KB yang dilakukan oleh bidan akan signifikan dalam mengunggah kesadaran masyarakat untuk ber-KB Karena pada umumnya masyarakat lebih mempercayai bidan dan dokter (Erfandi, 2008). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengumumkan bahwa, total jumlah penduduk Indonesia kini mencapai 240 juta dan 10 provinsi di Indonesia menjadi penyumbang 70 persen dari total penduduk. Untuk itu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional akan fokus menggarap program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di 10 provinsi penyangga utama pada 2013 (BKKBN, 2013). Penggunaan kontrasepsi KB di Indonesia tahun 2013 sebanyak 7.059.953 peserta, dengan persentase sebagai berikut : peserta Suntikan 3.444.153 (48,78%), peserta Pil 1.859.733 (26,34%) peserta Implant 656.047 (9,29%), peserta IUD 348.134 (7,78%) , peserta Kondom 423.457 (6,00%), peserta MOW 108.980 (1,54%), dan peserta MOP 9.375 (0,26%). Mayoritas peserta KB baru tahun 2013, didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yaitu sebesar 79,71% dari seluruh peserta KB baru, dan peserta KB baru yang MKJP seperti IUD, MOW, MOP dan Implant hanya sebesar 20,29% (BKKBN 2013). Upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesetaraan KB MKJP bagi Pasangan Usia Subur (PUS) disemua tahapan keluarga (Pra KS, KS I, KS II, KS III, KS III Plus) didukung dengan kebijakan dan strategi nasional secara komprehensif dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
1
Bidang Kependudukan dan KB tahun 2010-2014 serta dengan program lainya secara terpadu (Diah, 2011). Kebijakan mencakup 2 aspek yaitu aspek pelayanan (suplay side) dan aspek penggerakan (demand side). Strategi yang dikembangkan dalam rangka peningkatan kesetaraan PUS disemua tahapan keluarga terhadap KB MKJP difokuskan pada kemudahan mendapatkan pilihan dan pelayanan KB metode MKJP secara berkualitas, di semua klinik KB pemerintah termasuk milik TNI, Polri, Swasta dan LSOM (Diah, 2011). Faktor keputusan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku memilih alat kontrasepsi IUD dapat dijelaskan dengan menurut Notoatmodjo (2003) yang dibedakan dalam tiga jenis yaitu : faktor presdiposisi (umur, pengetahuan, jumlah anak), faktor pendukung (keamanan alat kontrasepsi IUD, ketersediaan alat kontrasepsi IUD, tempat pelayanan), faktor pendorong (petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan, dukungan suami). Faktor yang kurang mendukung penggunaan metode kontrasepsi IUD ini, adalah faktor internal (pengalaman, takut terhadap efek samping, pengetahuan / pemahaman yang salah tentang IUD, pendidikan PUS yang rendah, malu dan risih, adanya penyakit atau kondisi tertentu yang merupakan kontraindikasi pemasangan IUD, persepsi tentang IUD. faktor eksternal (prosedur pemasangan IUD yang rumit, pengaruh dan pengalaman akseptor IUD lainnya, sosial budaya dan ekonomi dan pekerjaan (Erfandi, 2008). Salah satu faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi IUD adalah faktor takut terhadap efek samping yang dapat mempengaruhi psikologis yaitu kecemasan.Kecemasan atau rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu, keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelasan dari pertahanan terhadap kecemasan ibu (Suliswati, 2005). Hasil penelitian Katz, 2011 menunjukkan bahwa rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang terutama IUD di El Salvador karena tiga hal : adanya rumor dan mitos tentang metode kontrasepsi tersebut yang kurang baik, tidak cukupnya perhatian terhadap metode tersebut selama pelayanan keluarga berencana dan tidak cukupnya jumlah pemberi pelayanan keluarga berencana. Al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitanya dengan KB diantaranya ialah Qur’an Surat An-Nisa :9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. Ayat al-qur’an diatas menunjukkan bahwa Islam mendukung adanya keluarga berencana karena QS.An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa : 2
“hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak yang lemah dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu, pengetahuan sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah. Cakupan pengguna KB di Puskesmas Srumbung Kabupaten Magelang dengan jumlah PUS 8.088 dengan pengguna KB suntik 3.105 (38,39%), IUD 1602(19,81%), Pil 553 (6,84%), MOW 442 (5,46%), Implant 365 (4,51%), Kondom 166 (2,05%), MOP 15 (0,19%). Studi pendahuluan yang telah dilakukan di PKD (Pos Kesehatan Desa) Kamongan, Srumbung, Magelang pada bulan Maret jumlah cakupan pengguna KB dengan jumlah PUS 239 orang dengan pengguna KB suntik 109 (45,60%), IUD 31 (12,97%), Implant 25 (10,46%), Pil 16 (6,69%), MOW 15 (6,27%), kondom 5 (2,09%), PUS yang tidak menggunakan KB 38 (15,90%). Mayoritas peserta KB baru bulan Maret 2015, didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yaitu KB suntik 45,60%. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan cakupan kontrasepsi IUD yang rendah dibandingkan dengan kontrasepsi suntik. Dari kesimpulan tersebut maka akan dilakukan penelitian mengenai hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan, Srumbung, Magelang tahun 2015. Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah penelitian yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah “apakah ada hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontasepsi IUD di PKD Kamongan, Srumbung, Magelang tahun 2015.Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan, Srumbung, Magelang tahun 2015. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik, Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectionalartinya setiap subjek penelitian hanya dilakukan dan diukur sekali saja pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Tingkat kecemasan adalah kondisi dimana seseorang mengalami perasaan tegang, takut dan khawatir berlebihan yang dirasakan oleh PUS. Pengumpulan data dengan kuesioner dengan skala data ordinal, dengan kriteria : nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan), nilai 1 = gejala ringan, nilai 2 = gejala sedang, nilai 3 = gejala berat, nilai 4 = gejala berat sekali/ panik.Pemilihan kontrasepsi IUD yaitu pengambilan keputusan PUS untuk memakai kontrasepsi IUD sebagai usaha untuk mengatur jarak kehamilan atau memberhentikan kehamilan. Pengumpulan data dengan kuesioner dengan skala data nominal, dengan kriteria :Ya (memilih kontrasepsi IUD, Tidak (tidak memilih kontrasepsi IUD). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 38 orang, dengan tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan Total Sampling dengan semua PUS yang tidak menggunakan kontrasepsi.
3
Analisis Bivariat dilakukan pad dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan uji statistik nonparametrik “Kendall-tau”.uji statistik nonparametrik “Kendall-tau” merupakan uji korelasi dengan jenis korelasi data adalah ordinal dengan jumlah sampel lebih dari 30. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Tingkat Kecemasan pada Akseptor IUD di PKD Kamongan Penelitian terhadap 38 responden yang ada di Pos Kesehatan Desa tentang tingkat kecemasan terhadap pemilihan kontrasepsi IUD didapatkan data sebagai berikut: Tabel.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Tingkat Kecemasan Frekuensi % tidak ada 2 5.3 Ringan 4 10.5 Sedang 12 31.6 Berat 19 50.0 Panik 1 2.6 Total 38 100.0 Sumber : Data diolah 2015 Tabel 6 Memperlihatkan bahwa presentase tertinggi adalah responden dengan tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 19 responden (50,0%), responden dengan tingkat kecemasan terendah adalah responden dengan tingkat kecemasan berat sekali atau panik yaitu 1 responden (2,6%). Pemilihan Kontrasepsi IUD pada Akseptor Kontrasepsi IUD di PKD Kamongan Tabel.7 Distribusi frekuensi pemilihan kontrasepsi IUD Pemilihan Kontrasepsi IUD Frekuensi % Memilih 6 15.8 Tidak memilih 32 84.2 Jumlah 38 100.0 Sumber : Data diolah 2015 Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa persentase tertinggi adalah responden yang tidak memilih kontrasepsi IUD yaitu sebanyak 32 responden (84,2%) dan responden yang memilih kontrasepsi IUD yaitu sebanyak 6 responden (15,8%). Hubungan Tingkat Kecemasan Akseptor dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD di PKD Kamongan Hubungan tingkat kecemasan dengan pemilihan kontrasepsi IUD dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
4
Tabel. 8 Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD
Sumber : Data diolah 2015 Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang tidak memilih kontrasepsi IUD ada 19 (50%) responden dengan tingkat kecemasan berat. Hasil uji Kendall-tau yaitu p-value sebesar 0,000< 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor IUD di PKD Kamongan tahun 2015. Nilai koefisien kontingensi didapatkan hasil bahwa C=0,647. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keeratan hubungan koefisien kontingensi adalah kuat. PEMBAHASAN Tingkat Kecemasan pada Akseptor IUD di PKD Kamongan Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden presentase tertinggi pada tingkat kecemasan adalah responden dengan tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 19 responden (50,0%), responden dengan tingkat kecemasan terendah adalah responden dengan tingkat kecemasan berat sekali atau panik yaitu 1 responden (2,6%). Hasil penelitian didapatkan bahwa skor maksimal pada pernyataan nomor 13 yaitu sebagian responden mengalami tanda-tanda gejala autonom seperti yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan, dengan gejala cemas ringan pada jawaban sakit kepala. Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus. Reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori - memori yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh (Carpenito, 2006). Pada saat pikiran merasa takut, sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh
5
tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Carpenito, 2006). Kecemasan merupakan keadaan individu atau kelompok yang mengalami kegelisahan dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik dimana dinyatakan oleh Carpenito (2006). Kecemasan dapat terjadi dari berbagai hal salah satunya adalah umur sebagaimana dinyatakan oleh (Stuart, 2006) bahwa seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya, dan di PKD Kamongan didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur 20-25 tahun. Menurut (Nursalam, 2003) umur dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kurang dari 20 tahun tergolong muda, 20-35 tahun tergolong menengah, dan lebih dari 35 tahun tergolong tua. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Kecemasan bisa timbul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor lingkungan, emosi yang tertekan, sebab-sebab fisik sebagai interaksi antara pikiran dan tubuh, dan faktor keturunan. Kecemasan memiliki gejala fisik maupun gejala psikologis, dalam penggunaan kontrasepsi IUD ini gejala yang sering muncul kejengkelan umum seperti rasa gugup, jengkel, tegang dan rasa panik, merasa tiba-tiba sakit kepala, gemeteran, berkeringat, wajah memerah, mulut kering gangguan pencernaan (diare) dan sering buang air kecil (Nursalam, 2003). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Helyani (2007) mengenai hubungan pengetahuan dengan kecemasan akseptor IUD terhadap penggunaan KB IUD. Hubungan secara statistik antara pengetahuan dengan kecemasan akseptor KB IUD di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus pada tahun 2007 dimana nilai p-value = 0,001 yang berarti (p < 0,05) artinya ada hubungan pengetahuan dengan kecemasan akseptor IUD terhadap penggunaan KB IUD. Pemilihan Kontrasepsi IUD pada Akseptor Kontrasepsi IUD di PKD Kamongan Hasil penelitian menunjukkan responden yang memilih kontrasepsi IUD sebanyak 6 orang (15,8%) dan responden yang tidak memilih kontrasepsi IUD sebanyak 32 orang (84,2 %). Faktor umur sangat berpengaruh terhadap aspek reproduksi manusia terutama dalam pengaturan jumlah anak yang dilahirkan dan waktu persalinan, yang kelak berhubungan pula dengan kesehatan ibu. Umur juga merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi (BKKBN, 2003). Menurut Hartanto (2004), umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Periode umur wanita antara 20 – 35 tahun
6
adalah periode yang paling baik untuk melahirkan. Pasangan usia subur yang telah melahirkan anak pertama pada periode ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan. Apabila ibu merencanakan untuk mempunyai anak, kontrasepsi dapat dihentikan sesuai keinginan ibu dan kesuburan akan segera kembali. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemakaian metode kontrasepsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, yang berarti tingkat pendidikan ibu sebelumnya akan mempengaruhi ibu dalam praktek pemilihan metode kontrasepsi IUD. Penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurbaiti (2013) mengenai Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD salah satunya adalah faktor pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi menggunakan alat kontrasepsi IUD dan Implant dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Sedangkan responden yang tidak sekolah mempunyai peluang yang sangat kecil untuk menggunakan metode kontrasepsi IUD (Nurbaiti, 2013). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seharusnya orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP. Pekerjaan seseorang juga akan mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi. Pada ibu yang bekerja informasi yang didapat lebih mudah, ibu punya tanggung jawab terhadap pekerjaannya sehingga akan lebih memilih metode kontrasepsi rasional karena ibu tersebut takut risiko kegagalan. Hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan tahun 2015 Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang tidak memilih kontrasepsi IUD ada 19 (50%) responden dengan tingkat kecemasan berat. Berdasarkan hasil uji statistik Kendall-tau yaitu p-value sebesar 0,000< 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor IUD di PKD Kamongan tahun 2015. Nilai koefisien kontingensi didapatkan hasil bahwa C=0,647. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keeratan hubungan koefisien kontingensi adalah kuat. Kecemasan yang dialami responden terhadap efek samping terhadap KB IUD dapat disebabkan karena responden belum mengetahui efek samping dari KB IUD yang berupa keputihan, perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan saat haid lebih sakit, bertambah responden yang belum mengetahui efek samping KB IUD tersebut dapat mempunyai prasangka yang tidak baik terhadap kontrasepsi IUD. Bila tidak
7
mendapatkan penjelasan yang benar tentang KB IUD maka orang dapat keluar dari keikutsertaannya dalam pemakaian KB IUD. Orang yang mempunyai pengetahuan yang rendah tentang efek samping KB IUD dapat mengalami kecemasan yang lebih berat bahkan akan mengalami kepanikan sebagaimana dinyatakan oleh Prawirohoesdo dalam Nursalam 2007 yang menyatakan status pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mengalami stres. Stres dan kecemasan ini bisa terjadi pada orang yang tingkat pendidikannya rendah disebabkan kurangnya informasi yang didapat orang tersebut. Menurut asumsi peneliti tingkat kecemasan akseptor KB sangat erat kaitannya terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena tingkat kecemasan terhadap metode kontrasepsi tertentu akan merubah respon kognitif akseptor. Respon kognitif adalah respon yang membuat perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar visual, takut pada cedera dan kematian (Stuart, 2007). Respon kognitif ini mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini kecemasan mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi IUD. dalam menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga membuat pengguna KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi tersebut dan dengan pengetahuan yang baik akan alat kontrasepsi dapat menghindari kesalahan dalam pemilihan alat kontrasepsi yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Tingkat kecemasan akseptor terhadap pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan tahun 2015 sebagian besar adalah tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 19 responden (50,0%). 2. Responden yang memilih menggunakan kontrasepsi IUD berdasarkan di PKD Kamongan tahun 2015 sebanyak sebanyak 6 responden (15,8%) dan responden yang tidak memilih menggunakan kontrasepsi IUD berdasarkan di PKD Kamongan tahun 2015 sebanyak 32 responden (84,2%). 3. Ada hubungan tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD di PKD Kamongan tahun 2015 dengan hasil uji statistik yang signifikan p-value sebesar 0,000 < 0,05. 4. Keeratan hubungan antara tingkat kecemasan akseptor dengan pemilihan kontrasepsi IUD berdasarkan uji dengan koefisien kontingensi didapatkan hasil bahwa C=0,647 sehingga dapat disimpulkan keeratan hubungannya adalah kuat.
8
Saran 1.
2.
3.
Bagi responden Responden sebagai akseptor kontrasepsi lebih meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pemahamannya terhadap kontrasepsi IUD agar semakin baik mempersepsikan pengalamannya sehingga dapat lebih meningkatkan motivasi untuk memilih IUD baik bagi dirinya sendiri atau orang lain. Bagi PKD Kamongan Bagi Bidan PKD Kamongan agar dapat melakukan upaya yang lebih terencana dan efektif dalam memberikan penyuluhan dan konseling keluarga berencana bagi calon maupun akseptor KB sehingga masyarakat diharapkan dapat memperoleh informasi yang lebih menyeluruh tentang alat kontrasepsi, dan dapat memilih jenis alat kontrasepsi yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Bagi peneliti lain Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggali informasi dari responden melalui wawancara sehingga dapat menggali lebih mendalam.
9
DAFTAR RUJUKAN Al-Qu’an Tajwid dan Terjemah, 2010, Diponegoro: CV Penerbit Diponegoro. BKKBN (2003). Kamus Istilah Kependudukan KB dan Keluarga Sejahtera. Jakarta BKKBN, & Kemenkes. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Puspitasari , Diah. (2011). Pusat Penelitian dan Pengembangan KB danKeluarga Sejahtera (PUSNA). Jakarta Carpenito, Lynda Juall, (2006). Book of Nursing Diagnosis,Edisi 10 Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC Buku Kedokteran EGC Erfandi. (2008). Permasalahan Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) diakses 6 Oktober 2014. Tersedia di http://puskesmas-oke.com Erfandi. (2008). Metode AKDR/IUD. diakses 6 Oktober 2014. Tersedia di http://puskesmas-oke.com Handayani, Sri. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta. Pustaka Rihama Helyani . (2007). Hubungan secara statistik antara pengetahuan dengan kecemasan akseptor KB IUD di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus Hartanto, Hanafi. (2004).Keluarga Berencana dan Kontrasepsi Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Katz, K.R., Jhonson,L.M., Janowitz, B., Carranza, J.M. Reason for the Low of IUD Use in El Savador, International Family Planning Prespective,( 2011); 28 (1);26-31. Notoatmodjo, Soekidjo, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. ___________________,. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nurbaiti. (2013). Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD)diwilayah KerjaPuskesmas Simpang Tiga Kabupaten Pidie.STIKes U’Budiyah Banda Aceh Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2007). Manajemen keperawatan dan aplikasinya. Jakarta : Salemba Medika Stuart, dkk .(2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC Stuart, G. W. (2007).Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta. EGC. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
2