Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Hubungan Sifat Reologis Adonan Terhadap Karakteristik Sensorik Produk Makanan Tepung Komposit Terigu-Sorgum
Muhammad Zakir* Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea, Makassar 90245, Indonesia
Abstrak. Penelitian tentang karakteristik adonan tepung komposit terigu dan sorgum sebagai bahan substitusi terigu telah dilakukan. Pengamatan terhadap sifat reologi adonan dilaksanakan di Laboratorium Quality Control PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills Makassar, sedangkan uji sensorik (organoleptik) terhadap roti yang dibuat dari tepung tersebut dilakukan di Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan, Balai Penelitian Serealia (Balitsereal) Kabupaten Maros. Adonan dibuat dari tepung komposit dengan kandungan tepung sorgum masing-masing adalah 0, 10, 20, 30, 40 dan 50%. Karakateristik reologis adonan dikuantifikasi dengan alat ekstensigraf. Uji sensorik (organoleptik) dilakukan untuk melihat keterkaitan produk makanan dengan hasil pengujian sifat reologis adonan. Satu hal menarik tentang tingkat substitusi tepung gandum dapat diketahui dari karakteristik kurva ekstensigram. Berdasarkan nilai rasio R’5/E dan Rm, adonan dengan karakteristik hasil pemanggangan (baking) yang identik dengan tepung kontrol dapat diperoleh dari tepung komposit hingga taraf substitusi 20%. Hasil uji organoleptik terhadap roti yang dibuat dari tepung komposit menunjukkan bahwa hingga taraf substitusi 20%, roti yang dihasilkan memberikan persepsi sensorik yang mendekati roti dari tepung kontrol. Kata kunci: Reologi, adonan, tepung komposit, persepsi sensorik.
Abstract. Rheological characteristics of wheat-sorghum flour doughs has been investigated. The rheological properties of wheat dough were observed in the Laboratory of Quality control, PT Berdikari Sari Utama Flour Mills, Makassar. Organolepttic Test on bread made of the dough was conducted in the Laboratory of Food Processing and Chemistry, Research Institute of Cereals, Maros. Sorghum flour replaced wheat flour in the dough at substitution levels of 0, 10, 20, 30, 40 and 50%, respectively. Dough rheology was studied by extensigraph method. An interesting thing on the substitution level can be pointed out from the extensigram characteristics of the composite flour dough. Based on the R’5/E and Rm values, dough with similar baking characteristics to wheat flour dough was still obtained from composite flour until 20% substitution. The organoleptic test on the bread in terms of colour, taste, flavour and texture showed that substitution level at 20% level produced bread closely similar to wheat bread. Key words: Rheology, dough, flour composite, organoleptic, sensoric perception.
*Alamat korespondensi:
[email protected]
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
Pendahuluan Reologi adalah ilmu yang mempelajari deformasi dan aliran dari suatu bahan. Deformasi berkaitan dengan bahan padat seperti keju, sedangkan aliran berkaitan dengan cairan seperti susu cair. Bahan yang tidak termasuk padat ataupun cair tetapi memiliki sifat kedua bahan tersebut dikelompokkan sebagai bahan viskoelastik seperi es krim (Mohsenin, 1978). Dari sudut aplikasi, karakterisasi sifat reologis produk makanan merupakan hal penting terhadap tekstur, stabilitas dan rancangan proses industri. Tekstur dianggap sebagai satu dari empat faktor kualitas produk makanan; yang lainnya adalah aroma, penampakan dan nilai nutrisi. Kesadaran terhadap faktor tekstur kadang terabaikan. Jika tekstur makanan diinginkan hanya seperti kebanyakan anggapan orang, faktor tersebut menjadi tidak penting. Jika tidak, tekstur menjadi hal penting karena kritik dan penolakan terhadap produk makanan akan muncul. Pemeliharaan stabilitas atau struktur produk selama penyimpanan juga terkait dengan informasi reologis, khususnya untuk sistem emulsi dan dispersi. Rancangan proses yang layak dari suatu produk makanan membutuhkan pengetahuan kuantitatif tentang karakteristik reologi dari bahan yang digunakan. Sepengetahuan peneliti, di Universitas Hasanuddin, khususnya di Jurusan Kimia, ilmu ini belum terlalu dikembangkan. Ketersediaan informasi reologis memberikan pengetahuan tentang ketergantungan struktur makanan terhadap komposisi dan interaksi dari konstituen bahan (Shoemaker et al., 1992). Pati yang banyak digunakan sebagai bahan pengental dapat diketahui daya pengembangannya berdasarkan data reologi suhu gelatinisasi (Self et al., 1990). Kualitas tekstur keju juga dapat diprediksi berdasarkan analisis reologis (Konstance and Holsinger, 1992).
ISSN 2085-014X
Dalam industri roti, adonan merupakan salah satu tahap intermedit yang prinsip dalam transformasi dari tepung terigu menjadi roti (Despande, 1993). Sifatsifat fisik adonan tidak hanya memberikan informasi tentang beberapa tahap dari suatu teknologi proses pengolahan tepung , tetapi juga menentukan kualitas produk akhir. Kondisi fisik adonan tegantung pada kualitas tepung yang digunakan, sehingga pengujian perilaku fisis adonan menjadi bagian yang esensial untuk pengujian kualitas gandum secara keseluruhan. Metodologi pengujian dibuat dalam satu konsep “tiga fase” (three-phase concept) yang memperlihatkan keterkaitan kualitas fisik adonan dari fase-fase yang berbeda pada suatu proses pemanggangan. Konsep ini menggunakan 3 prinsip pengujian: pencampuran adonan (dough mixing), peregangan adonan (dough stretching) dan pengukuran viskositas suspensi tepung (Deshpande, 1993). Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana sinergi antara parameter reologis adonan yang teramati dengan karakteristik sensorik roti yang dibuat dari tepung komposit terigu dan sorgum. Parameter reologis adonan ditentukan dengan metode ekstensigraf. Metode Penelitian Bahan Penelitian Bahan penelitian adalah tepung sorghum varietas UPCA-S1 yang diambil dari Balitsereal Departemen Pertanian Kabupaten Maros. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung cap Kompas yang diproduksi oleh PT Berdikari Sari Utama Flour Mills, Makassar.
Muhammad Zakir
ISSN 2085-014X
Penyiapan Tepung Komposit Tepung komposit yang diuji dalam penelitian ini dibuat dengan komposisi seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Komposisi (%) bahan yang akan diuji Fomula Tepung sorgum UPCA-S1 K (kontrol) 0 A 10 B 20 C 30 D 40 E 50 Uji ekstensigraf Ekstensogram adalah Prinsip. gambaran sifat-sifat adonan selama mengalami fermentasi atau pemeraman. Ekstensogram menunjukkan kemampuan menahan peregangan adonan dan kemudahan peregangan adonan. Metode yang digunakan adalah metode No. 54-10 AACC, 1969. Prosedur. Contoh tepung seberat 300 gram dan NaCl 6 gram ditimbang lalu dibuat adonan dalam cawan farinograf. Air yang digunakan untuk membuat adonan adalah sebanyak DSA-2% sebagai kompensasi adanya garam. Pengadukan pertama dilakukan selama 1 menit, lalu diistirahatkan selama 5 menit dalam keadaan cawan tertutup. Tepat setelah 5 menit pengulian dilanjutkan lagi selama 2 menit. Timbang dua buah adonan dari adonan diatas, masing-masing 150g, segera dipusar dengan 20 kali pusaran pada bagian pembulat adonan ekstensograf. Setelah itu dibuat silinder pada bagian penyilinder, dan diklem dengan alat peregang adonan dan difermentasi pada ruang fermentasi ekstensograf yang telah dilembabkan (humidified fermentation chamber). Setelah pemeraman selama 45 menit, adonan ditempatkan pada bagian lengan penimbang (balance arm). Posisi
Tepung terigu 100 90 80 70 60 50
pena diatur terletak pada garis nol. Selanjutnya tuas penarik dijalankan untuk pengujian dan dihentikan tepat pada saat adonan putus. Adonan selanjutnya diambil dan dibulatkan, dibuat silinder dan diperam lagi selama 45 menit, seperti prosedur sebelumnya. Setelah 45 menit diperam diuji lagi. Prosedur tersebut diulangi lagi untuk pengujian 45 menit ke tiga. Dari ketiga grafik yang diperoleh untuk masing-masing adonan dievaluasi: nilai ekstensibilitas (E); ketahanan terhadap peregangan (R’5), energi (Er), rasio R’5/E dan ketahanan terhadap peregangan maksimum (Rm). Uji Organoleptik Pembuatan Adonan Adonan roti tawar dibuat dengan metode Sponge Dough Methode. Bahan yang digunakan adalah tepung 100 g dengan komposisi seperti pada Tabel 1; gula 7,5 g; garam 2 g; khamir roti 3 g; margarin 6 g; susu bubuk skim 6 g; dan air suling 75 mL. Bahan dicampur, adonan diaduk dengan alat pengaduk selama 5 menit, kemudian difermentasi selama 2 jam. Pemanggangan dilakukan pada suhu 230 C selama 30 menit.
Muhammad Zakir
ISSN 2085-014X
Pengamatan
Hasil dan Pembahasan
Penilaian kualitas roti meliputi volume adonan roti per satuan massa (mL/g) dan uji organoleptik roti tawar. Uji sensorik dilakukan terhadap tekstur, aroma, rasa dan warna daging roti serta tingkat kesenangan secara keseluruhan. Pengujian dilakukan oleh 20 orang panelis dengan skala penilaian berkisar antara 1-7 pada daging roti. Angka 1 menunjukkan nilai amat sangat disukai, 2 untuk nilai sangat disukai, 3 untuk nilai disukai, 4 untuk nilai biasa (netral), 5 untuk nilai tidak disukai, 6 untuk nilai sangat tidak disukai dan 7 untuk nilai amat sangat tidak disukai (Larmond, 1982).
Karakateristik Ekstensigram Data dari kurva ekstensigram mengkuantifikasi seberapa besar resistansi atau kemampuan komponen–komponen material adonan terhadap gaya peregangan (resistance to extension). Dari kurva ekstensigram pada Lampiran 1 diperoleh nilai resistansi (R’5), ekstensibiltas (E), rasio R’5/E, resistansi maksimum (Rm), dan besarnya energi yang dibutuhkan untuk meregang adonan hingga putus (Er) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan karakteristik adonan tepung terigu, tepung komposit terhadap sifat reologis adonan berdasarkan kurva ekstensigraf. Formula K A B C D E
Luas Area Er (cm2) 127.9 106.1 95.3 76.7 59.6 47.7
R'5 (BU)
E (mm)
R'5 (BU)/E (BU/mm)
Rm (BU)
45
90
135
45
90
135
45
90
135
45
90
135
320 320 320 530 350 285
350 385 395 445 500 475
355 375 435 370 525 505
193 172 148 105 108 89
180 161 136 112 91 82
176 158 132 123 90 75
1.66 1.86 2.16 5.05 3.24 3.20
1.94 2.39 2.90 3.97 5.49 5.79
2.02 2.37 3.30 3.01 5.83 6.37
490 465 425 595 370 290
570 550 530 520 520 450
545 500 520 445 545 505
Histogram hubungan tingkat substitusi tepung gandum terhadap nilai resistansi adonan ditunjukkan pada Gambar 1. Secara umum nilai resistansi adonan tepung terigu dan tepung komposit semakin
bertambah besar dengan semakin lamanya waktu fermentasi, kecuali untuk tingkat substitusi 30%.
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Resistansi (BU)
600 500 Fermentasi 45 menit
400
Fermentasi 90 menit 300
Fermentasi 135 menit
200 100 K
A
B
C
D
E
Tingkat substitusi (%)
Gambar 1. Histogram hubungan antara tingkat susbstitusi dengan resistansi adonan tergadap peregangan (R’5; BU).
Untuk perbandingan adonan uji, pengukuran gaya regang (stretching force) dilakukan pada tingkat peregangan dan luas penampang yang sama. Nilai R’5 biasanya diambil untuk maksud di atas (Bloksma, 1971).
Pengaruh adanya substitusi tepung sorgum terhadap tepung gandum pada nilai resistansi adonan terhadap peregangan hanya terlihat pada dua periode terakhir waktu fermentasi (90 dan 130 menit). Untuk periode fermentasi 45 menit nilai tersebut masih berkisar pada 300 BU.
Ekstensibilitas (mm)
200 175 150
Fermentasi 45 menit Fermentasi 90 menit
125
Fermentasi 135 menit
100 75 50 K
A
B
C
D
E
Tingkat substitusi (%)
Gambar 2. Histogram hubungan antara tingkat substitusi dengan ekstensibilitas adonan (E; mm). Histogram hubungan tingkat susbtitusi tepung gandum terhadap nilai ekstensibilats adonan ditunjukkan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa substitusi tepung gandum dengan
tepung sorgum ternyata menurunkan ekstensibiltas tepung campurannya. Dari Gambar 2 juga terlihat bahwa waktu fermentasi mempengaruhi daya regang
Muhammad Zakir
ISSN 2085-014X
adonan, kecuali untuk kasus susbstitusi 30%. Fermentasi adonan merupakan proses pelunakan gluten yang melibatkan enzim reduktase khamir yang bereaksi melalui susbstrat antara yaitu asam thioktat. Aktivitas enzim ini mengakibatkan putusnya ikatan disulifida protein gluten (Pomeranz, 1971) dan mempengaruhi sifatsifat reologis gluten (Lasztity, 1986), misalnya penurunan sifat ekstensibilitasnya (Hoseney, 1992). Fenomena ini dapat dilihat pada Gambar 2. Semakin lama waktu fermentasi, nilai ekstensibilitasnya semakin menurun, sebagai akibat dari semakin banyaknya ikatan disulfida yang putus. Penurunan tersebut membuktikan bahwa tepung gandum-sorgum menjadi lebih sukar diregang. Hal ini mungkin disebabkan karena berkurangnya kadar gluten dan tentu saja penurunan kadar gliadin yang berfungsi sebagai peliat (plasticizer) bagi glutenin (Weegels, 1993). Histogram pada Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai rasio R’5/E semakin besar khususnya untuk periode
fermentasi selama 90 menit. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat substitusi tepung gandum, adonan yang diperoleh semakin pendek. Nilai rasio yang agak menyimpang adalah untuk periode fermentasi 45 dan 135 menit pada tingkat substitusi 30%. Umumnya nilai rasio semakin besar seiring dengan meningkatnya tingkat substitusi dan waktu fermentasi, kecuali untuk kasus susbtitusi 30%. Nilai rasio R’5/E dapat mengkarakterisasi bentuk kurva ekstensigram (Bloksma, 1971). Berdasarkan nilai rasio R’5/E (Tabel 2, Gambar 3) secara umum dapat dikatakan bahwa sampai dengan taraf substitusi 20% bentuk kurva ekstensigram belum terlalu jauh menyimpang dari kurva kontrol. Bentuk kurva tersebut mendekati nilai rasio 2,222 yang bersifat elastik dan ekstensibel. Karakteristik adonan dan hasil pemanggangang (baking) untuk adonan seperti itu cocok untuk pembuatan roti (Rasper, 1991).
7.00
Rasio R'5/E
6.00 5.00 Fermentasi 45 menit
4.00
Fermentasi 90 menit
3.00
Fermentasi 135 menit
2.00 1.00 0.00 K
A
B
C
D
E
Tingkat substitusi (%)
Gambar 3. Histogram hubungan antara tingkat substitusi dengan rasio R’5/E
Resistansi Maksimum (BU)
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
600 550 500 450
Fermentasi 45 menit
400
Fermentasi 90 menit
350
Fermentasi 90 menit
300 250 200 K
A
B
C
D
E
Tingkat susbstitusi (%)
Gambar 4. Histogram hubungan antara tingkat substitusi dengan nilai Rm (BU) sedangkan untuk cara BF (Bulk Fermentation) dan ADD (Activated Dough Development) adalah 570 BU (Kent, 1986). Dari Gambar 5 terlihat bahwa penurunan nilai luas daerah dibawah kurva (Er) sesuai dengan bertambahnya taraf substitusi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit energi yang dibutuhkan untuk memutuskan adonan pada saat ditarik (Bloksma, 1971). Turunnya nilai Er menunjukkan penurunan kekuatan tepung untuk pembuatan roti.
Luas daerah di bawah kurva (cm 2)
Gambar 4 menunjukkan histogram hubungan antara tingkat susbtitusi dengan nilai Rm. Dengan melihat pola kurva, substitusi hingga taraf 20% masih mirip dengan pola kurva adonan yang dibuat dari tepung terigu. Perubahan nilai Rm dengan bertambahnya waktu fermentasi dari adonan tepung kontrol, komposit 10% dan 20% juga menunjukkan pola yang sama dengan nilai yang berdekatan. Persyaratan Rm untuk pembuatan roti putih untuk cara CBP (Chorleywood Bread Process; UK) adalah 520 BU,
150 130 110 90 70 50 30 K
A
B
C
D
E
Tingkat substitusi (%)
Gambar 5. Histogram hubungan antara tingkat substitusi dengan luas daerah di bawah kurva
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Menurunnya energi tepung campuran tersebut mungkin disebabkan karena menurunnya kadar gluten. Selain itu adanya perubahan kadar glutenin dan gliadin pada tepung campuran mengakibatkan proporsi protein gluten tersebut berubah dan perubahan tersebut selain menurunkan kadarnya juga menurunkan mutunya. Seperti dinyatakan oleh Pomeranz (1971), Matz (1972) dan Bloksma (1971) bahwa perubahan yang mengakibatkan penurunan mutu gluten dapat menurunkan kekuatan tepung. Penurunan mutu gluten ini juga ditandai dengan menurunnya nilai pengendapan dan karakteristik farinogram tepung tersebut. Lebih jauh dinyatakan bahwa penurunan kadar ikatan –S-Ssebanyak 7% dari gluten akan mengakibatkan penurunan mutu gluten secara sangat nyata yang ditampilkan dengan buruknya sifat-sifat fisik adonan. Uji Organoleptik Gambar 6 memberikan hasil penilaian ke dua puluh panelis yang menunjukkan bahwa formula roti K (terigu 100%) memiliki nilai yang terbaik. Substitusi sampai taraf 50%, nilai aroma sudah mulai disukai sedangkan dari segi
tekstur, nilai warna belum diterima. Substitusi sampai taraf 40% tepung sorgum terhadap tepung terigu menunjukkan bahwa dari segi aroma sudah diterima dengan nilai 3,7. Sedangkan uji rasa dan tekstur belum diterima dengan kata lain nilai masih lebih besar dari 4,0. Rasa, warna, aroma dan tekstur roti tawar dari tepung susbstitusi ternyata sangat dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung sorgum. Berdasarkan uji organoleptik, roti yang dibuat dari tepung sorgum dengan substitusi hingga 30% sudah dapat diterima oleh panelis, walaupun beberapa sifat sensoriknya harus diperbaiki. Formula B (substitusi 20%) menunjukan hasil uji organoleptik yang sudah mendekati terigu (formula K). Beberapa panelis bahkan menilai dari segi rasa lebih enak, menurutnya ada rasa khas yang enak. Bila ditinjau dari segi kebutuhan gizi anjuran, tepung sorgum masih mengandung kadar serat makanan dibanding terigu, hal ini menunjukkan bahwa tepung sorgum mempunyai nilai tambah yang lain. Dewasa ini para ahli gizi dan kesehatan menganjurkan konsumen mengkonsumsi makanan yang mengandung serat-serat (dietary fibre) yang sangat berguna bagi pencernaan (Winarno, 1984).
Skala Penilaian (1-7)
7 6 Rasa
5
Warna
4
Aroma
3
Tekstur
2 1 E
D
C
B
A
K
Tingkat Substitusi (%)
Gambar 6. Histogram hasil uji organoleptik roti. Skala penilaian: 1 = amat sangat disukai; 2 = sangat disukai; 3 = disukai; 4 = biasa (netral); 5 = tidak disukai; 6 = sangat tidak disukai; 7 = amat sangat tidak disukai.
Muhammad Zakir
Kesimpulan 1. Berdasarkan data-data kuantitatif kurva ekstensigram, penambahan tepung sorgum hingga taraf 20% masih memberikan karakateristik kurva yang mirip dengan nilai rasio R’5/E dan Rm yang berdekatan dengan data tepung kontrol. Hal ini juga didukung dengan data uji sensorik dari roti yang dibuat dari bahan tepung komposit. 2. Substitusi tepung sorgum pada tingkat 20%, berdasarkan uji organoleptik terhadap roti yang dibuat dari bahan tersebut menghasilkan roti yang mendekati roti tepung terigu 100%. Pada tingkat susbstitusi 30%, panelis sudah dapat menerima, walaupun beberapa sifat sensoriknya masih harus diperbaiki. Substitusi hingga taraf 40% memperlihatkan respon yang kurang baik, terutama nilai rasa belum dapat diterima, tetapi warna dan aromanya mulai disukai; sedangkan substitusi pada taraf 50% belum dapat masuk kriteria disukai. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada pimpinan dan staf Laboratorium Quality Control PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills Makassar atas budi baik dan fasilitas instrumen yang disediakan dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih juga kepada Pimpinan dan seluruh Staf Laboratorium Kimia dan Pengolahan Pangan Balitsereal atas bantuan yang telah diberikan. Daftar Pustaka 1. American Association of Cereal Chemistry (AACC), Approved Method of the American Association of Cereal Chemist, American
ISSN 2085-014X
Association of Cereal Chemists, Inc. ST. Paul, Minnesota, (1969). 2. Bloksma, A.H., Rheology and Chemistry of Dough. Dalam Wheat; Chemistry and Technology, Ed. Pomeranz, Y. American Association of Cereal Chemists, Inc. ST. Paul, Minnesota, (1971) 523-569. 3. Desphande, S.D., Dough Mixing and Testing Operations. Dalam Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition, Eds. Macrae, R. Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Volume 1, Academic Press, USA (1993) 461-466. 4. Hoseney, R.C., Physical Chemistry of Bread Dough, Dalam Physical Chemistry of Foods, Eds. Schwartberg, H.G. and Hartel, R.W., Marcel Dekker, Inc. New York (1992) 443-56. 5. Kent, N.L., Flour and Bread, Dalam Quality Control in the Food Industry, Ed. Herschdoerfer, S.M., Volume 3, Academic Press, London (1986) 1-44. 6. Konstance, R.P. and Holsinger, V.H., Development of Rheological Test Methods for Cheese, Food Tech., (1992) 105-6. 7. Larmond, E., Laboratory Methods of Sensory Evaluation of Food, Research Branch Canada, Dept. of Agriculture Publication, (1982) 121. 8. Lasztity, R. The Chemistry of Cereal Proteins, CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida, (1986) 13-88, 177-83. 9. Matz, S.A., Bakery Technology and Engineering, The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connectitut, (1972) 13-17. 10. Mohsenin, N.N., Rheology, Dalam Encyclopaedia of Food Science, Eds. Peterson, M.S. and Johnson, A.H., The AVI Publishing Co. Inc.,
Muhammad Zakir
Westport, Connectitut, (1978) 6639. 11. Pomeranz, Y., Composition and Functionality of Wheat-Flour Components, Dalam Wheat; Chemistry and Technology, Ed. Pomeranz, Y., American Association of Cereal Chemists, Inc. ST. Paul, Minnesota, (1971) 585-651. 12. Rasper, V.F., Texture of Dough, Pasta and Baked Products, Dalam Rheology and Texture in Food Quality, Eds. de Man, J.M., Voisey, P.W., Rasper, V.P. and Stanley, D.W., The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connectitut, (1976) 30833. 13. Rasper, V.F., Quality Evaluation of Cereals and Cereal Products, Dalam Handbook of Cereal Science and Technology, Eds. Lorenz, K.J. and Kulp, K., Marcel Dekker, Inc., New York, (1991) 604-620. 14. Self, K.P., Wilkins, T.J., Morley, M.J. and Bailey, C., Rheological and Heat Transfer Characteristics of Starch-Water Suspensions During Cooking, J. Food Eng., 11 (1990) 291-316. 15. Shoemaker, C.F., Nantz, J., Bonnans, S. and Noble, A.C. Rheological Characterization of Dairy Products, Food Tech., (1992) 98-104. 16. Weegels, P., Chemistry of Baking, Dalam Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition, Eds. Macrae, R. Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Volume 1, Academic Press, USA (1993) 475-6. 17. Winarno, F.G., Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia, Jakarta (1984) 221-3.
ISSN 2085-014X