JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 11, No. 1, April 2013
HUBUNGAN PEMBERIAN KONPENSASI DENGAN KINERJA PEGAWAI Jan Piet Hein Morin* *Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UNCEN Jayapura
Abstract :This article is an article the author thoughts on the relationship of employee performance compensation provision. Compensation system is a major and essential element in managing human resources in an organization, these concepts or theories from the experts, the authors use the discussion section of this article as a reference and guidance in formulating constructive ideas. The discussion in this article consists of a discussion of the concept of compensation system, the concept of awarding compensation performance and relationship with employee performance. The concept is linked to the concept of the reality of employee performance. The final conclusion of this article is the compensation system as potentially one of the most important tool in shaping behavior and greatly affect the performance of employees in an organization both government and non government organizations
Abstrak :Artikel ini merupakan artikel hasil pemikiran penulis tentang hubungan pemberian konpensasi kinerja pegawai. Sistem kompensasi merupakan unsur utama dan esensial dalam mengelola sumber-daya manusia dalam suatu organisasi Berbagai konsep atau teori dari para ahli, penulis gunakan pada bagian pembahasan artikel ini sebagai rujukan dan pedoman dalam merumuskan gagasan konstruktif. Pembahasan dalam artikel ini terdiri dari pembahasan konsep sistem konpensasi, konsep kinerja dan hubungan pemberian konpensasi dengan kinerja pegawai. Konsep konsep tersebut dihubungkan dengan realitas kinerja pegawai. Kesimpulan akhir dari artikel ini adalah sistem konpensasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan sangat mempengaruhi kinerja pegawai dalam suatu organisasi baik itu organisasi pemerintah maupun non pemerintah.
Keyword : Relationship, Compensation, Performance, Employee, Organization
Pemberian kompensasi merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan guna meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya setiap hari, agar tercapai suatu produktivitas yang baik serasi dan sesuai, sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai. Kinerja pegawai akan tercapai apabila di tunjang dengan pemberian kompensasi yang diberikan oleh suatu organisasi secara baik, dengan demikian dapat mendorong produktivitas kerja pegawai sehingga organisasi dapat menghasilkan suatu produk kerja yang baik, bermutu dan berkualitas serta dapat mendorong proses kerja menjadi lancar dan akan semakin eksis dalam persaingan. Pemberian kompensasi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan salah satu faktor yang memberikan motivasi dan semangat bagi pegawai untuk bekerja dengan baik sehingga dapatmenjalankan aktivitas organisasi. Tenaga kerja merupakan salah satu factor produksi yang sangat penting atau utama dari factor-faktor yang lainnya. Hal ini karenatenaga kerja merupakan penggerak
dalam menggerakkan roda organisasi dalam rangka pencapaian tujuan seefisien dan seefektif mungkin. Maju mundurnya organisasi tergan-tung para pegawai, jadi factor pegawai tenaga kerja selain merupakan penentu kehidupan organisasi juga tidak terlepas dari pemberian kompensasi. Salah satu sasaran penting dalam manajemen manusia adalah terciptanya kepuasan kerja organisasi sumber daya yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja pegawai. Dengan kepuasan kerja diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat. Salah satu factor yang memungkinkan tumbuhnya kinerja pegawai adalah pengaturan yang tepat dan adil atas pemberitan kompensasi kepada pada pegawai. Tujuan pemberian kompensasi adalah untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis dan memastikan keadilan internal dan eksternal. Keadilan internal memastikan bahwa jabatan yang lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi. Sementara keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan kompensasi secara adil dan dalam perbandingan dengan pekerjaan yang sama di pasar tenaga kerja, dengan demikian pegawai akan merasa puas dengan hasil pekerjaannya. 1
Morin – Hubungan Kompensasi dengan Kinerja
PEMBAHASAN Konsep Sistem Kompensasi Sistem kompensasi merupakan unsur utama dan esensial dalam mengelola sumberdaya manusia dalam suatu organisasi, karena mempengaruhi suasana dan semangat kerja dalam organisasi. Kompensasi mencakup seluruh jenis imbalan (reward) yang diterima pegawai karena pelaksanaan tugas dalam organisasi, termasuk diantaranya hadiah, penghargaan ataupun promosi jabatan. Pendekatan melalui pengembangan kompensasi dikenal sebagai cara yang efektif untuk mengurangi biaya dan menambah produktivitas pegawai. Pada bagian awal uraian ini akan dilihat dua definisi kompensasi dari para ahli. Ivancevich (1995:4) mengemukakan “compensation is the human resources management function that deals with every type rewards that individual receive in the return for performing organizational tasks.” Berdasarkan definisi tersebut, kompensasi merupakan fungsi manajemen sumberdaya manusia sehubungan dengan setiap jenis imbalan/penghargaan yang diterima secara individual yang merupakan hasil kerja dan tugas-tugas keorganisasian. Pada kesempatan lain, Milkovich dan Newman (2002 : 7) mengutarakan “compensation refers to all forms of financial return and tangible services and benefit employees receive as part of an employment relationship.” Dengan demikian kompensasi menga-cu pada seluruh bentuk penerimaan keuangan dan pelayanan nyata yang diperoleh pegawai dan organisasi serta tunjangan-tunjangan yang diperoleh pegawai sehubungan dengan keterlibatannya dalam pekerjaan. Apabila melihat kedua definisi tersebut, pada intinya, kompensasi mengacu pada hal yang sama yaitu setiap individu pegawai memperoleh imbalan yang adil sesuai dengan upaya kinerja yang diberikannya serta sesuai dengan peran dan posisinya di dalam organisasi. Dalam realitasnya, setiap organisasi sulit untuk mengelola dan menciptakan keadilan serta mengakomodasi seluruh keinginan setiap individu pegawai, karena setiap pegawai memiliki persepsi dan pandangan yang berbedabeda tentang pemberian kompensasi. Pada umumnya, cara pegawai menilai keadilan dalam pemberian kompensasi terdiri dari dua aspek, yaitu aspek keadilan internal/individual dan aspek tingkat daya saing
(competitiveness) nilai kompensasi tersebut dibandingkan dengan organisasi lain. Beberapa ahli mempunyai pendapat yang hampir senada mengenai keadilan internal dan daya saing eksternal pemberian kompensasi. Berikut disampaikan beberapa pendapat para ahli mengenal kedua hal tersebut. Menurut Robert L Mathis (2002 ; 130), keadilan distribusi internal yaitu karyawan menerima kompensasi sehubungan dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, kemampuan, tanggung jawab dan kinerja pegawai. Konsekuensi dari program kesetaraan kompensasi adalah pegawai akan tertarik untuk giat bekerja, loyalitas lebih besar, berkurangnya karyawan keluar dari organisasi dan komitmen karyawan menjadi tinggi. Pendapat lain dikemukakan oleh Randal S. Schuler (1997 : 87), tujuan kompensasi moneter secara internal dan eksternal yaitu memperhatikan karyawan yang baik, meningkatkan produktivitas dan meraih keunggulan kompetitif bagi organisasi. Selain itu, Harvey dan Bowin (1996 : 219) mengutarakan bahwa, jika kompensasi diberikan secara tidak adil maka organisasi akan sulit untuk merekrut dan mempertahankan pegawai yang berkualitas. Inti dari beberapa pendapat para ahli di atas yaitu pemberian kompensasi adil secara eksternal dan internal dimaksudkan untuk memotivasi kinerja, produktivitas dan mempertahankan pegawai yang berkualitas. Kompensasi berjalan secara efektif jika tujuan pemberian kompensasi diterapkan dengan balk oleh organisasi. Werther et. al. (1981 : 381) mengemukakan definisi tujuan manajemen kompensasi yaitu untuk membantu organisasi dalam mencapai keberhasilan strategi karena dengan adanya kompensasi akan tercipta jaminan keadilan internal dan eksternal bagi para pegawai. Maksud dari keadilan internal yaitu kompensasi akan menjamin bahwa untuk posisi pegawai yang lebih tinggi atau pegawai yang memiliki kualifikasi yang lebih baik dalam organisasi, maka akan dibayar lebih tinggi. Sedangkan keadilan eksternal akan menjamin nilai kompensasi yang sama untuk jenis pekerjaan sama. Uraian di atas, merupakan tujuan program kompensasi secara umum atau yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan, sedangkan di sektor publik tujuan program kompensasi disesuaikan dengan misi masing-masing organisasi. Perry (1990 : 375) mengemukakan bahwa“objective of a compensation program 2
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 11, No. 1, April 2013
for public agency should be support the mission of the agency.” Hal ini berarti bahwa kompensasi di sektor publik dilakukan sesuai dengan banyaknya program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi sektor publik. Basis-basis pemberian kompensasi merupakan hal pokok untuk keberhasilan program kompensasi organisasi. Mondy et. al. (2002 : 330) mengemukakan, dalam pemberian kompensasi finansial, yaitu pertama, berbasis kinerja. Kompensasi yang berbasis kinerja ini diantaranya merit pay, variable pay, dan skill based pay. Merit pay adalah pertambahan bayaran yang diberikan bertambah seiring dengan tingkat kinerja pegawai yang dilihat melalui penilaian kinerja masing-masing pegawai. Variable pay yaitu kompensasi yang didasarkan pada kinerja sewaktu-waktu, diantaranya berupa bonus yaitu hadiah yang diberikan sewaktu-waktu (one time award). Skill based pay merupakan pembayaran pegawai yang didasarkan pada kecakapan, keahlian dan pengetahuan pegawai. Kedua, menurut Mondy et. al. (2002:330), kompensasi berbasis senioritas yaitu diberikan berdasarkan berapa lama pegawai bergabung dengan suatu organisasi. Ketiga, kompensasi berbasis pengalaman kerja yaitu diberikan berdasarkan pengalaman kerja seseorang pada suatu bidang kerja. Keempat, kompensasi berbasis kebutuhan fisik misalkan uang makan.
Kelima, kompensasi non finansial misalkan promosi jabatan. Berman et. al. (2001 : 181) mengemukakan bahwa dalam menentukan kompensasi di sektor publik berbasis senioritas, kinerja, dan skill. Selain itu, Ishak Arep (2003 : 203) mengemukakan basis pemberian kompensasi berdasarkan prestasi kerja, lama kerja, senioritas dan kompensasi berdasarkan kebutuhan. Selain basis pemberian kompensasi. maka komponen-komponen kompensasi menentukan pula keberhasilan program kompensasi. Milkovich dan Newman (2a7), mengemukakan tentang bentuk-bentuk pembayaran pegawai yang dikategorikan menjadi relationnal return dan kompensasi total. Relational return adalah penerimaan hasil dari suatu pekerjaan yang pegawai yakini secara psikologis pasti dapat diperoleh dari tempat kerja, misalkan status, kesempatan/peluang, dan sebagainya. Sedangkan kompensasi total merupakan bayaran yang mereka terima secara tunai, misalkan gaji, insentif, dan tunjangan-tunjangan yang diterima secara tidak langsung misalkan pensiun, jaminan kesehatan, dan lain-lain. Sedikit berbeda dengan Milkovich dan Newman, Mondy et.al (2002;31 3) mengklasifikasikan kompensasi menjadi kompensasi finansiai dan non finansial. Komponenkomponen kedua kompensasi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1.
Non Financial
Financial
-
Direct
Indirect
Wage Salaries Commision Bonus
Legally Required - Social security - Family and medical leave Voluntary - Payment for time not work (vacation, sickpay) - Security benefits (retirement, file insurance) - Employee services, childcare education assistance
Job Environment
The Job -
Wage Salaries Commision Bonus
-
Sound Policies Congenial co-workers Appropriate status simbols Comfortable working conditions Work place flexibility : - Flexy time - Job sharing
Gambar 1. Komponen-Komponen Kompensasi Compensation Sumber : Monday et.al. (2002 : 313)
3
Morin – Hubungan Kompensasi dengan Kinerja
Mondy et. al. (2002 : 371) mengatakan bahwa kebebasan dalam bekerja penting dalam kompensasi non finansial karena akan menciptakan tanggung jawab yang tidak dapat dicapai dengan cara lain. Mondy et. al. (2002:374) mengutarakan pula bahwa organisasi yang menggunakan skedul waktu yang fleksibel (flexy time) akan menambah produktivitas pegawai. Faktor lain yang penting yaitu seorang pegawai harus dapat bergaul dengan semua rekan kerja karena pegawai akan terkucil apabila individu tersebut enggan untuk bekerja sama dalam organisasi yang berorientasi pada kerja sama kelompok/team. Oleh karena itu, lingkungan dan rekan kerja yang menyenangkan (congenial coworkers) merupakan syarat utama dalam sebuah teamwork. Pendapat lain mengenai klasifikasi komponen imbalan dikemukakan oleh Gibson et. al. (1996 : 303) yaitu imbalan ekstrinsikdan intrinsik. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan eksternal yang diperoleh dari pekerjaan. Uang merupakan bentuk utama imbalan ekstrinsik, yaitu berupa pembayaran ataupun tunjangantunjangan. Sedangkan imbalan intrinsik merupakan penghargaan yang menjadi bagian dari pekerjaan itu sendiri, misalnya otonomi pegawai, tantangan pekerjaan dan umpan balik kepada pegawai. Menurut Armstrong dan Helen Murlis (2000 : 1), “reward management process cover both financial and non financial reward”. Oleh karena itu, di dalam mengelola imbalan mencakup dua hal yaitu finansial dan non finansial. Nelson (1994 : 1) memperinci istilahistilah yang dipakai dalam imbalan pertama, imbalan informal, misalnya pemberian kartu ucapan ulang tahun, makan malam dengan atasan, dan lain-lain. Kedua, berbentuk hadiah, misalkan hadiah karena prestasi kerja baik ataupun hadiah karena kerajinan hadir, dan sebagainya. Ketiga, imbalan formal, misalkan memberikan pendidikan, pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya. Konsep Kinerja Kinerja pegawai merupakan karakteristik terpenting yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Waal (2001:203) sebagai berikut “employee performance is single most important that stipulate whether an organization is successful.” Pegawai merupakan penentu keberhasilan organisasi karena
pegawai merupakan unsur terkecil dalam suatu organisasi. Apabila kinerja masing-masing individu pegawai diakumulasikan secara total, maka akan membentuk kinerja organisasi. Semakin baik kinerja yang ditampilkan oleh tiap individu pegawai maka akan semakin baik kinerja organisasi. Untuk menguraikan lebih lanjut mengenai kinerja, maka perlu diketahui lebih dahulu mengenai definisi kinerja. Secara umum definisi kinerja menurut Smith (1982 : 393) yaitu “output drived from processed, human or otherwise.” Dari definisi tersebut terlihat bahwa kinerja merupakan sebuah hasil dari sebuah proses, manusia ataupun lainnya. Definisi kinerja lain menurut Harvey dan Bowin (1996 : 140), yaitu “as the accom-plishment of an employee or manager’s assigned duties and the outcomes produced on specified job function or activity during specified time period. Dari kedua definisi tersebut dapat dilihat bahwa kinerja merupakan sebuah pencapaian prestasi atau hasil dari tugas-tugas staf atau pimpinan karena mengerjakan fungsi pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam membicarakan masalah kinerja menekankan dan mempunyai fokus pada hasil, karena hasil pekerjaan merupakan indikator keberhasilan organisasi yang telah melaksanakan visi, misi, tujuan maupun sasaran. Berkaitan dengan pencapaian hasil dan suatu kinerja, maka dimensi kinerja sangat perlu diperhatikan. Menurut Bartol et. al. (2000: 25), dimensi kinerja terdiri dari dua aspek yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas yaitu kemampuan organisasi untuk memilih tujuan secara layak dan pencapaiannya. Sedangkan efisiensi adalah kemampuan untuk memilih sumberdaya terbaik dan yang tersedia dalam proses pencapaian tujuan. Keberhasilan kinerja pegawai sebuah organisasi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Rothwell et. al. (2000;6) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitudata dan informasi, sumberdaya, peralatan dan lingkungan, konsekuensi hasil kerja, insentif dan imbalan, keahilan dan pengetahuan, kemampuan, serta motivasi. Pendapat lain dikemukakan oleh Timpe (2000 : 212) bahwa faktor-faktor kinerja adalah motivasi dan kemampuan. Berdasarkan pernyataan kedua ahli tersebut dapat dilihat bahwamotivasi merupakan faktor yang selalu ada dalam kinerja. Lebih jauh Litwindan Stringer (1981 : 12) menguraikan 4
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 11, No. 1, April 2013
unsur-unsur dalam motivasi diantaranya kekuatan motif dasar, harapan dan nilai insentif. Disamping faktormotivasi, kemampuan merupakan faktor penting pula. Kemampuan ini ditempuh melalui pendidikan, pelatihan dan pengembangan pegawai. Harvey dan Bowin (1996:157) mengutarakan bahwa, pelatihan(training) merupa-kan sebuah usaha untuk mengembangkan kerja dengancara memperoleh kecakapan dan keahilan khusus untuk mengerjakanpekerjaan yang dihadapi sekarang. Sedangkan pengembangan(development) bersifat lebih umum daripada pelatihan. Pengembanganmengacu pada pembelajaran yang didesain untuk membantuperkembangan pegawai dan disusun untuk tujuan masa depan. Usaha lain untuk mendapatkan hasil kinerja yang baik yaitu denganmanajemen kinerja. LaBonte (2001:130) menyarankan bahwa, dalam meningkatkan sumberdaya manusia dapat di-lakukan dengan melaksanakan manajemen ki-nerja. Definisi manajemen kinerja di sektor publik menurut Nutley dan Osborne (1994 : 121) yaitu “the evaluative process by which a view is reached about the performance of a set of activities measured against the achievement of a specified objective.” Karena itu, manajemen kinerja merupakan proses evaluasi yang memandang sebuah kinerja dari beberapa susunan kegiatan yang telah tercapai kemudian dibandingkan dengan pencapaian dari tujuan dan sasaran tertentu. Unsur yang terkandung dalam manajemen kinerja adalah penilaian kinerja (performance appraisal), evaluasi kinerja setelah pekerjaan selesai dan indikator kinerja. Untuk menilai kinerja pegawai, maka harus terlebih dahulu mengetahui definisi penilaian kinerja. Menurut Wertheret. al. (1981 : 341) “performance appraisal is the process by which organization evaluate individual job performance.” Berdasarkan definisi tersebut, penilaian kinerja merupakan proses untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara individu di dalam organisasi. Penilaian kinerja merupakan pertanggungjawaban pegawai dan untuk menentukan tingkat produktivitas pegawai. Mengenai manfaat evaluasi kinerja, Walker (1992 : 275) mengemukakan yaitu “to motivate and guide the individual employee toward purposeful personal development of skill and capa-bilities.” Dengan demikian, evaluasi kinerja dimaksudkan untuk memotivasi pegawai
secara individu yang mengarah pada pengembangan personal dalam hal keahlian dan kecakapan. Sehingga diharapkan pegawai akan tampil bekerja lebih meningkat lagi setelah dilakukan penilaian dan evaluasi kinerja. Menurut Mondy et. al. (2002 : 284), untuk menilai kinerja pegawai yaitu pertama, berdasarkan sifat yang terdiri dan dimensi adaptabilitas, sikap, penampilan dan inisiatif. Kedua, berdasarkan perilaku, terdiri dari dimensi kepemimpinan, kecakapan interpersonal, kerja team (team work) dan kerjasama, serta orientasi pelayanan pada pelanggan (customer service orientation). Ketiga, berdasarkan hasil pekerjaan, terdiri dari dimensi kuantitas dan kualitas pekerjaan. Jenis-jenis umum penilaian kinerja pegawai yang dilaksanakan di sektor publik diutarakan oleh Berman et. al. (2001 : 263) yaitu pertama, berdasarkan sifat diantaranya kesetiaan, sikap, pendirian, pengendalian diri, penyesuaian, pengetahuan, dan ketegasan. Kedua, berdasarkan perilaku. Ketiga, berdasarkan hasil pekerjaan. Pendapat ahli lain yaitu de Luca (1993;34) mengemukakan kriteria untuk menganalisis pekerjaan dengan melihat 3 (tiga) faktor utama yaitu berdasarkan pengalaman pekerjaan, profesionalisme/keahlian dan berdasarkan catatan/rekaman-rekaman dan peralatan elektronika. Kriteria kecakapan/keahlian terdiri dari lima unsur esensial yang dinilai yaitu keahlian komunikasi oral dalam setiap pertemuan, keahlian berkomunikasibahasa tulis, keahlian mengelola hal-hal penting, intelektual yang kuat dalam pemecahan masalah dan pelatihan yang mencukupi. Dimensi penilaian kinerja lain menurut Murphy dan Cleveland (1991 : 95) yaitu, inisiatif dan kerja keras, kedewasaan dan tanggung jawab, kemampuan keorganisasian, kecakapan teknis dan kepemimpinan yang tegas. Williams (2004 : 5-7) mengungkapkan dimensi dan indikator kinerja pegawai. Dimensi inisiatif dengan indikator yaitu kesukarelaan akan tugas dan pertanggung jawaban baru serta keprakarsaan menggunakan metode dan teknik baru. Dimensi kualitas hubungan (adaptabilitas) dengan indikator yaitu bersosialisasi dengan rekan kerja dan menghargai pendapat orang lain serta bijaksana dalam berkomunikasi. Selanjutnya, menurut Williams (2004 : 5-7) dimensi lain yaitu keandalan/responsibilitas, dengan indikator yaitu dapat dipercaya dan konsistensi pertanggung jawaban. Dimensi 5
Morin – Hubungan Kompensasi dengan Kinerja
pengetahuan pekerjaan dengan indikator yaitu tingkat pengetahuan teknis dan skill serta pengetahuan terhadap fakta dan informasi sehubungan pekerjaan. Dimensi kepemimpinan dengan indikator yaitu memberi pengaruh positif dan memotivasi orang lain, serta mampu menganalisis, mencari solusi dan memutuskan masalah. Dimensi lain menurut Williams (2004 : 5-7) adalah dimensi penampilan dengan indikator kerapian pakaian dan pemakaian seragam kerja. Dimensi orientasi pelayanan pelanggan yaitu membantu dan segera memberikan pelayanan serta kepedulian dan berorientasi memenuhi keinginan pelanggan. Dimensi kehadiran dan ketepatan waktu hadir, dengan indikator yaitu jumlah kehadiran dan .ketepatan waktu hadir. Dimensi kuantitas pekerjaan dengan indikator yaitu volume pekerjaan dan produktivitas. Dimensi kualitas hasil pekerjaan dengan indikator yaitu ketelitian dan keakuratan serta kerapihan hasil pekerjaan. Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kinerja Pegawai Sesuai dengan permasalahan pokok, maka akan diuraikan beberapa konsep teoritis yang berkenaan dengan pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja pegawai. Imbalan yang
2
1 Individual Effort
bersifat finansial maupun non finansial merupakan motivator penting bagi suatu organisasi. Tanpa adanya imbalan yang menarik dalam bekerja, pegawai tidak akan tertarik untuk bekerja dengan giat karena tujuan akhir orang bekerja adalah untuk mencari penghidupan yang layak, untuk memenuhi kehidupan primer, sekunder maupun berbagai kebutuhan hidup pelengkap lainnya. Dalam teori harapan menurut Robins (2001 : 171) menyatakan bahwa, harapan kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu, tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu bersangkutan. Keluaran yang dimaksud dapat berupa imbalan finansial dan non finansial. Dalam istilah yang lebih praktis, teori. harapan mengatakan, seorang karyawan termotivasi untuk menjalankan suatu tingkat upaya akan menghantarkan ke suatu penilaian kinerja yang lebih baik. Suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran organisasional bersifat finansial maupun non finansial. Ganjaran tersebut akan memuaskan tujuan pribadi karyawan.Untuk lebih memperjelas teori harapan dapat dilihat pada gambar 2
Individual Performance
3 Organization Reward
Personal Goals
1. Effort – performance relationship 2. Performance – reward relationship 3. Reward – personal relationship
Gambar 2. Teori harapan (Expectancy Theory) Sumber : Robins (2001 : 171)
Berdasarkan gambar 2, upaya kinerja individual pada akhirnya akan bermuara untuk pemenuhan tujuan pribadi. Tujuan pribadi ini dapat berupa kebutuhan finansial dan non finansial. Pada kebanyakan individu motivasi utama dalam bekerja adalah mencari kebutuhan finansial. Hal ini sejalan dengan pendapat Rosen (1993 : 156) yaitu, “the most basic physiological needs, such as the need for food, clothing, shelter, are satisfied through money.” Oleh karena itu, kebanyakan kebutuhan fisiologis, seperti kebutuhan pangan, pakaian dan perumahan dapat terpenuhi oleh uang. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak hanya tergantung pada kebutuhan finansial semata tetapi juga memerlukan aspek-aspek kehidupan
lain. Hal ini dijelaskan pula oleh Robins (2001 : 162) bahwa, manusia mengejar tiga kebutuhan dasar yaitu pencapaian, kekuasaan dan afiliasi atau hubungan interpersonal. Dengan demikian, dalam organisasi pemerintah atau perusahaan harus memikirkan dan memperhatikan pula aspek imbahan non finansial seperti kebahagiaan, pengakuan dari lingkungan, promosi di tempat kerja, dsb. Imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi akan mempengaruhi pegawai untuk dapat mengabdi dan bersemangat dalam bekerja, bahkan pegawai akan cenderung mengulangi jasa yang telah diberikan kepada organisasi karena pegawai merasa diperhatikan dan dihargai. Sehubungan imbalan dapat bersifat 6
sebagai ILMU penguat perilaku, (2000 JURNAL SOSIAL, Vol 11, Armstrong No. 1, April 2013
: 29) mengatakan “reinforcement theory suggest that success in achieving goals and reward act as positive incentives and reinforce the successful behavior, which is repeated the next time a similar need arises.” Pegawai yang mendapatkan pengakuan dan penghargaan akan berbuat sesuatu yang terbaik dan istimewa karena diperhatikan oleh organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Fombrun et. al. (1984: 128) yaitu “those rewards that are important to individuals can influence their motivation to perform in particular ways.”Apabila suatu organisasi memperlakukan setiap pegawai dengan cara ini maka akan menunjang keberhasilan misi dan tujuan organisasi yang bersangkutan.
Produktivitas organisasi banyak dipengaruhi oleh pemberian imbalan kepada pegawai. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lawler (1983 : 8) bahwa dan ulasan-ulasan baru atas hasil-hasil riset tentang produktivitas membuktikan kuatnya pengaruh imbalan. Penjelasan lain disampaikan oleh Lawler (1983 : 25), salah satu cara untuk mengurangi kemangkiran pegawai dapat dikurangi dengan mengaitkan pembayaran bonus dan imbalan lainnya dengan kehadiran. Jika para pegawai menerima hasil pembayaran yang tidak memuaskan dan organisasi maka akan berpengaruh buruk bagi produktivitas dan kualitas kehidupan organisasi. Pada gambar 3, Werther et al. (1981 : 379) menggambarkan suatu model konsekuensi akibat dan ketidakpuasan imbalan atau upah yang diterima pegawai.
Gambar 3. Konsekuensi Ketidakpuasan dalam Penerimaan Kompensasi
Pengaruh pemberian kompensasi apabila dikelola dengan baik, maka akan mendapat hasil yang baik pula. Jika organisasi mengabaikan sistem pembayaran atau program kompensasi ini tidak dikelola secara baik, maka organisasi tersebut pasti akan mengalami kelebihan atau kekurangan dalam pembayaran kompensasi kepada pegawai. Dampak yang terjadi apabila kompensasi diberikan terlalu berlebih, maka, organisasi tersebut akan membayar kepada pegawai yang tidakkompeten, artinya pegawai yang menunjukkan kinerja rendah dibayar tinggi, sehingga merupakan kerugian bagi perusahaan. Sebaliknya, jika organisasi membayar kompensasi terlalu rendah dan tidak sepadan dengan
tingkat kinerja pegawai, maka organisasi tersebut akan banyak kehilangan pegawai yang kompeten. Hal ini sejalan dengan pemikiran Gilley et al. (1999 : 14) yaitu kegagalan organisasi mencapai hasil kinerja yang diinginkan, karena organisasi tidak memberikan imbalan terhadap pegawai yang tepat, dengan kata lain organisasi memberikan imbalan kepada pegawai yang tidak semestinya diberikan kompensasi. Beberapa pendapat lain dan para ahli tentang pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja pegawai, dinyatakan oleh Harvey dan Bowin (1996:218) bahwa pemberian kompensasi akan berdampak pada produktivitas pegawai. Selain itu dalam mendesain sistem 7
Morin – Hubungan Kompensasi dengan Kinerja
kompensasi, maka organisasi harus mempunyai daya saing yang kuat guna menghadapi para kompetitor dan organisasi lain, sehingga para pegawai tidak berpindah ke organisasi lain.Jika suatu organisasi memberikan keadilan internal dan keadilan individual (individual equity) dalam sistem kompensasi, maka akan menciptakan pegawai yangmempunyai motivasi, komitmen dan kinerja tinggi. Menurut Robert L. Mathis (2002 ; 130), secara eksternal, organisasi harus memberikan kompensasi yang dipandang setara dengan organisasi lain untuk posisi, tanggung jawab dan kinerja yang sama seperti pada organisasi lain. Keadilan eksternal penting untuk meningkatkan loyalitas karyawan. Keadilan distribusi kompensasi secara internal dan individual sesuai keahlian dan kontribusi kinerja pegawai, akan memberikan persepsi kepada pegawai bahwa organisasi tidak pilih kasih terhadap karyawan. Pendapat lain dari Lawler (1983;25) yaitu, beberapa studi menunjukkan bahwa kemangkiran dapat dikurangi dengan cara mengaitkan pembayaran dalam bentuk bonus atau jenis imbalan lain sesuai dengan tingkat kehadiran pegawai. Secara eksternal pembayaran harus sebanding dengan tarif pada organisasi lain dengan maksud untuk mempertahankan karyawan yang memenuhi syarat. Keadilan internal dimaksudkan agar pegawai memandang bahwa, bayaran yang diterima setara dengan rekan kerja lain yang berada dalam organisasi yang sama. Oleh karena itu, pegawai akan puas dan tetap mengabdi pada organisasi. Suatu teori yang penting pula dalam menganalisis dan membahas tentang hubungan pemberian kompensasi dengan peningkatan kinerja yaitu, teori pembelajaran pengkondisian operan. Jenifer Georgem (1999:148), mengemukakan “operant conditioning is learning that takes place when the learner recognizes the connection between behavior and its consequences.” Orang belajar untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Di dalam pembelajaran tersebut maka akan muncul perilaku-perilaku dan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Karena itu, antara perilaku dan konsekuensi akan mempunyai hubungan. Hubungan antara perilaku dan konsekuesi dalam pembelajaran dikemukakan oleh Robins (2001 :42) sebagai berikut “operant conditionning argues that behavior is a function of its consequences.”
Menurut Terrenrence R Mitchell (1983 : 180), dua jenis perilaku utama yang dimiliki manusia adalah reaksi (respondents) dan operan (operants). Reaksi adalah refleks langsung secara tidak sadar dari otot manusia dan merupakan reaksi fisiologis tubuh manusia, misalnya gerakan jantung, bernapas, dan lainlain. Sedangkan operan adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar, karena orang diberikan rangsangan tertentu, misalkan marah, membaca, dan sebagainya. Perilaku operan ini dipelajari dalam pengkondisian operan. Pada organisasi, pengkondisian operan mempunyai fokus pada hubungan antara perilakuperilaku dalam bekerja (misalkan kinerja, ketidakhadiran dan keterlambatan) dengan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh lingkungan para pegawai (misalkan rekan kerja, penyelia atau organisasi secara keseluruhan). Konsekuensi yang terjadi dapat merupakan hal yang diinginkan pegawai, sebagai contoh yaitu pembayaran, ucapan yang baik, dan sebagainya. Sedangkan konsekuensi yang tidak diinginkan misalkan teguran, hukuman, dan lain-lain. Dalam pengkondisian operan, terdapat faktor lain yang berperan sebagai pendukung yaitu antecedent. Antecedent yaitu segala hal yang membantu menyadarkan pegawai, untuk mengetahui tindakan yang seharusnya dan bukan seharusnya pegawai kerjakan, sebagai contoh yaitu instruksi-instruksi, peraturan-peraturan, tujuan organisasi dan lain-lain. Sebagai gambaran dikemukakan contoh berikut. Sebuah peraturan (sebagai antecedent) di suatu perusahaan bahwa keterlambatan hadir sebanyak 3 (tiga) kali akan menyebabkan pegawai tidak mendapatkan liburan (sebagai konsekuensi), sehingga pegawai akan mempelajari atau mengetahui konsekuensi berikutnya (sebagai perilaku) yang akan pegawai terima jika pegawai tersebut melakukan hal serupa secara berlanjut. Fokus pengkondisian operan pada organisasi yaitu, bagaimanaorganisasi dapat menggunakan konsekuensi-konsekuensi untukmencapai dua jenis outcomes. Outcomes pertama yaitu untuk meningkatkan kemungkinan agar pegawai menunjukkan performa perilaku yang diinginkan, dan kedua yaitu menurunkan atau menekan kemungkinan agar pegawai menunjukkan performa yang tidak diinginkan. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai penggunaan pengkondisian operan pada organisasi terlihat pada gambar 4.
8
JURNAL ILMU SOSIAL, Vol 11, No. 1, April 2013
Gambar 4. Pengkondisian Operan (Operant Conditioning) Sumber : Jeniffer Geeorge M. (1999 : 148)
Selanjutnya, menurut Jeniffer George M. ((1999 : 149) menjelaskan bahwa penggunaan pengkondisian operan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dari pegawai, dicapai melalui penguatan positif dan negatif (positive and negative reinforcement). Penguatan positif dimaksudkan untuk meningkatkan kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diinginkan, dengan memberikan konsekuensikonsekuensi positif. Konsekuensi positif ini disebut penguat positif (positive reinforce). Beberapa contoh penguat positif termasuk misalnya; upah/pembayaran karyawan, bonusbonus, promosi, pekerjaan yang menarik, ucapan verbal yang baik, waktu istirahat dalam bekerja, hadiah-hadiah, dan lain-lain.Pengua-tan negatif adalah penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diinginkan melalui penghilangan konsekuensi-konsekuensi negatif ketika pegawai menunjukkan perilaku yang mulai membaik. Konsekuensi negatif yang dihilangkan disebut penguat negatif (negative reinforcer). Suatu contoh seorang manajer penjualan akan terus mengancam pemecatan kepada seorang pegawainya apabila hasil penjualan tidak meningkat. Jika penjualan pegawai sales tersebut telah meningkat, maka ancaman tersebut akan dihentikan oleh manajer. Sedangkan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan yaitu melalui extinction dan punishment.Extinction yaitu pengurangan perilaku yang tidak diinginkan dengan jalan menghilangkan sumber-sumber penguatan.
Dengan kata lain, ditahannya penguatan untuk suatu perilaku yang sebelumnya telah diperkuat secara positif. Suatu contoh, para pekerja akan menahan diri untuk tertawa ketika seseorang pekerja lain mengatakan bahwa gurauan akan mengganggu dalam suatu pertemuan kelompok.Hukuman memberikan konsekuensi negatif ketika perilaku yang tidak diinginkan terjadi. Efek dari hukuman adalah mengurangi kemung-kinan terjadinya perilaku yang tidak diinginkan. Ketika hukuman dianggap perlu diberikan kepada pegawai, maka para atasan harus yakin bahwa pegawai yang terkena sangsi tersebut mengetahui secara pasti kenapa diberikan hukuman. Sebaiknya, hukuman tidak diberikan secara demonstratif langsung dihadapan para pegawai lainnya. Dampak akibat pemberian hukuman menurut Gibson et. al. (1999 : 23) yaitu pertama, apabila hukuman terlalu keras dan melebihi waktu yang sepantasnya maka akan menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan, misalnya; orang menjadi pasif, malu, lebih agresif, memusuhi, dsb. Kedua, akibat dari hukuman yang hanya bersifat sementara, maka respon yang tidak diinginkan akan kembali muncul. Ketiga, hukuman dapat menghasilkan respon negatif dan para karyawan, misalnya pegawai akan meniru perilaku atasannya yang agresif dan senang marah. Apabila teori pembelajaran pengkondisian operan dikaitkan dengan judultulisan ini, maka terlihat bahwa pemberian kompensasi merupa9
kan konsekuensi sedangkan kinerja pegawai merupakan perilaku. Jika hubungan antara pemberian kompensasi dan kinerja dianalogikan denganpernyataan Robins (2001 :42), maka dapat. disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan fungsi dari pemberian kompensasi. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pemberian kompensasi dengan kinerja pegawai. PENUTUP Sistem pemberian kompensasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan sangat mempengaruhi kinerja pegawai dalam organisasi. Namun demikian banyak organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa kompensasi lebih sekedar suatu biaya yang diminimisasi. Tanpa di sadari beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting ini dan berpersepsi keliru karena telah menempatkan system tersebut sebagai sarana meningkatkan
perilaku Morin yang tidakKompensasi produktif atau – Hubungan dengan Kinerja counterproductive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal, misalnya low employee motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behavior dan bahkan employee diskonesty yang diyakini berakar dari system konsep yang tidak proporsional. Secara umum membuat pegawai berbuat sesuai dengan keinginan organisasi, system kompensasi ini akan membantu menciptakan kemauan diantara pegawai yang berkualitas untuk bergabung dengan organisasi dan melakukan tindakan yang diperlukan organisasi yang secara umum berarti bahwa pegawai harus merasa bahwa dengan melakukannya, mereka akanmendapatkan kebutuhan penting yang mereka perlukan, dimana didalamnya termasuk interak-si social, status, penghargaan, pertumbuhan dan perkembangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga pemberian kompensasi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai.
DAFTAR PUSTAKA Arep, Ishak, 2003, Management Sumber Daya Manusia, Jakarta : Universitas Trisakti. Berman, Evan M. et.al. 2001, Human Resources Management in Public Service : Paradoxes, Process and Problems, California : Sage Publication Inc. Gibson, L. James et.al, 1999,Organisasi, Perilaku, Struktur, Peran, Terjemahan, Jakarta L Binarupta. Harvey, Don et.al. 1996, Human Resources Management : an Experimental Approach, USA : Prestige Gall International Edition. Ivancevich, John M. 1995, Human Resources Management, USA : Ruchard D. Irwin Inc. Mathis, Robert L. 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesembilan Terjemah, Jakarta : Salemba Empat. Milkovich, George T. et. al. 2002, Compensation, 7th Edition, USA : MC Graw. Hill. Mondy, Wayne R., et.al. 2002, Human Resorce Management, 8th Edition, New Jersey : Prentice Hall, Pery, James L. et.al. 1990, Hanbook of Public Administration, San Fransico : Jossey – Bass, Publisher. Schuler Randal S. et. al., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, terjemahan, Jakarta : Erlangga. Werther, William B. et.al. 1981, Human Resources and Personel Management, USA : Irvin McGraw Hill.
10