HUBUNGAN PAPARAN FOUNDATION DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA SISWI SMK NEGERI 4 SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh: MARDIANA J500120049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN PAPARAN FOUNDATION DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA SISWI SMK NEGERI 4 SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
MARDIANA J500120049
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh
Pembimbing utama
Dr. Flora Ramona S.P, M.Kes.,Sp.K.K. NIK. 100.1540
i
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN PAPARAN FOUNDATION DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA SISWI SMK NEGERI 4 SURAKARTA
Oleh: MARDIANA J500120049
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari…….., ………..…2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1.
Dr. Ratih Pramuningtyas, Sp.K.K..
(.........................)
(Ketua Dewan Penguji) 2.
Dr. Flora Ramona S.P, M.Kes.,Sp.K.K. (Anggota I Dewan Penguji)
Dekan
DR.Dr. EM Sutrisna, M.Kes. Nik: 919
ii
(........................)
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, yang tertulis dalam naskah ini kecuali disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan diatas, maka akan penulis pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, Februari 2017 Penulis
MARDIANA J 500 1200 49
iii
HUBUNGAN PAPARAN FOUNDATION DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA SISWI SMK NEGERI 4 SURAKARTA Abstrak Latar belakang : Akne Vulgaris (AV) merupakan gangguan kulit umum yang mempengaruhi setidaknya 85% dari remaja dan dewasa muda. Terjadinya akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya kosmetik. Foundation merupakan kosmetik yang dapat menyebabkan akne vulgaris. Bahanbahan lanolin, pengawet, pewarna, dan cetely alkohol yang terkandung dalam foundation bersifat aknegenik dan komedogenik. Bahan foundation tersebut menyebabkan terjadinya hiperkreatinisasi dari duktus pilosebaseus dan meningkatkan produksi sebum pada wajah yang dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris. Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan paparan foundation dengan timbulnya akne vulgaris. Metode : Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif analitik dengan desain penelitian cross-sectional. Untuk uji kemaknaan hubungan antara variabel tersebut digunakan analisis data koefisien kontingensi. Penelitian ini menggunakan alat bantu berupa kuesioner dan diagnosis langsung oleh dokter umum. Hasil penelitian : Berdasarkan 25 responden menggunakan foundation, diketahui bahwa 42,0% mengalami AV. Hasil analisis koefisien kontingensi hubungan antara paparan foundation dengan timbulnya akne vulgaris didapatkan nilai p<0,000 (p<0,05) Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara paparan foundation dengan timbulnya akne vulgaris. Kata kunci : Akne vulgaris, foundation , kosmetik Abstract Background : Acne vulgaris (AV) is a common skin disorder that affects at least 85% adolescent and young adult. The occurrence can be caused by various factors, including cosmetics. Foundation is a cosmetic that can cause acne vulgaris. Lanolin, preservative agent, and cetyl alcohol contained in foundation are acnegenic and comedogenic. These ingredients caused hyperkeratinization from pilosebaceous duct and increase the production of sebum on the face which caused development of acne vulgaris. Purpose : The purpose of this study is to discover the relationship between foundation exposure and acne vulgaris development. Methods : This research is was observational analytic with cross sectional approach. For significance test relationship between variable, using contingency coeffisien data analysis. instrumental is questionnaire and physical examination by general practitioners. Result : Based on 25 respondents that use foundation, 42,0% have acne vulgaris. Contingency coefficient test result for the relationship between foundation exposure and acne vulgaris development, with p value is less than p< 0,000 (p<0,05). Conclusion : There is a significant relationship between foundation exposure and acne development. Keywords : Acne vulgaris, foundation, cosmetics
1
1. PENDAHULUAN Akne Vulgaris (AV) merupakan gangguan kulit umum yang mempengaruhi setidaknya 85% dari remaja dan dewasa muda (hanna et al., 2003). Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel kelenjar pilosebasea dengan gambaran klinis berupa ujud kelainan kulit polimorfi, terdiri dari komedo, pustul, nodus, dan jaringan parut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik (Sitohang dan Wasitatmadja, 2016). Penelitian yang dilakukan di Asia, menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi. Penelitian di Jepang, AV pada remaja diperoleh prevalensi sebesar 58,6%. Di Cina, tepatnya Distrik Zhou Hai Provinsi Guangdong, diperoleh prevalensi sebesar 53,5% pada remaja (Nakase et al., 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di India, kejadian AV pada wanita usia 10-20 tahun sebanyak 48,9%, sedangkan pada wanita rentang usia 30-40 tahun sebanyak 14,9%. Pada wanita rentang usia 40-50 presentase kejadian AV cukup rendah, yaitu hanya 2,2% (Biswas et al., 2010). Puncak keparahan AV terjadi lebih dini pada anak perempuan (Brown, 2005). Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetik Indonesia menunjukan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007 (purwaningtyas dan jusuf, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di Palembang, untuk tempat predileksi dari AV 85% terjadi pada wajah, dan terdapat juga pada wajah dan leher, wajah dan lengan atas, wajah dan punggung, wajah dan dada, serta terdapat 4 responden yang menderita AV pada empat tempat predileksinya (wajah, leher, lengan atas, dan dada). Sebanyak 55,7% posisi akne vulgaris bilateral (kanan-kiri) 5,3% (Tjekyan, 2008). Etiologi pasti AV belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya patogenesis AV, yaitu terjadinya perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat, peningkatan hormon androgen, anabolik, kartikosteroid, gonadotropin, serta ACTH pada kejadian stres psikis (Sitohang dan Wasitatmadja, 2016). Penyebab AV
2
multifaktorial, antara lain iklim, kebersihan, penggunaan kosmetik, kejiwaan atau kelelahan, usia, ras, jenis kelamin dan genetik yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis AV. (Rao, 2016). Penggunakan kosmetik yang berganti-ganti dan tebal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya AV. Kosmetik yang digunakan pada wanita dapat menimbulkan AV, karena bahan yang terkandung dalam kosmetik bersifat komedogenik
atau
aknegenik
yang
mengakibatkan
produksi
sebum
meningkat. Bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri, dan bahan kimia murni (asam oleik, butil strearat, lauril alkohol, bahan pewarna D&C) (Baumann L, 2009). Bahan tersebut terdapat pada berbagai krim wajah seperti bedak, bedak dasar (foundation), pelembab (moisturizer), dan krim penahan sinar matahari (TS) yang menjadi penyebab timbulnya AV (Harahap, 2008). Pendapat di atas di dukung oleh penelitian yang dilakukkan Tyekjan (2009) dari hasil penelitian tersebut digunakan populasi sampel masyarakat umum pada rentang usia 14-21 tahun, dengan metode penelitian menggunakan kuesioner sebagai diagnosis, jumlah subjek yang diteliti sebanyak 5205 dimana terdapat 2745 wanita dan 2459 pria, dengan jenis kosmetik dan skin care, penelitian Tyekjan (2009) tersebut didapatkan hasil menggunakan kosmetik dan kebiasaan berganti-ganti kosmetik berhubungan dengan kejadian AV dengan P1=0,04 dan P2= 0,00. Pemakaian bahan kosmetik tertentu dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan timbulnya AV. Penyebab utamanya yaitu unsur minyak yang berlebih yang ditambahkan dalam kandungan kosmetik agar tampak lebih halus. Kandungan minyak ini dapat menyumbat pori-pori dan menyebabkan timbulnya AV (Baumann L, 2009). Umumnya wanita menggunakan kosmetik dekoratif (make-up) dimaksudkan untuk menutupi hal-hal yang dapat mengurangi kecantikannya, seperti garis-garis penuaan (age-spot), noda bekas jerawat (acne scar), serta untuk mengoreksi bagian bagian wajah yang kurang baik. Kosmetik dekoratif yaitu : bedak dasar (foundation), bedak (powder), perona pipi (blush-on atau rouge), eyes shadow, eye liner, pensil alis (eye brow pencil) cat bulu mata 3
(mascara), pewarna bibir atau lipstick, pensil bibir atau lip liner, pelembab bibir atau lipbalm, dan lipgloss (Tranggono, 2014). Kandungan yang terdapat dalam Foundation seperti bahan lanolin, cetyl alkohol, pewarna, pengawet dan sejenisnya (Tranggono,2014), merupakan bahan bersifat aknegenik dan komedogenik (Harahap,2000), unsur minyak yang terdapat pada lanolin yang terkandung dalam foundation akan bertindak sebagai minyak alami dan mengakibatkan produksi sebum sedangkan bahan kimia yang terdapat dalam foundation dapat menyumbat pori-pori dan berakibat timbulnya AV (Baumann L et al., 2009). Foundation dapat digunakan sebagai kamuflase seperti gangguan yang membandel
yaitu
melasma,
kosmetik
kamuflase
dapat
memberikan
penampilan yang alami selama proses perawatan kulit (Baumann dan Sanghari, 2009) dan dapat digunakan pada wajah untuk menutupi bekas jerawat dan warna kulit yang tidak merata (Kusantati et al., 2008). Penelitian yang dilakukkan oleh Emer dan Levy (2012) dewasa ini kosmetik dekoratif banyak di gunakan sebagai kamuflase terhadap penderita AV dan mereka yang sedang dalam kondisi perawatan facial, kamuflase kosmetik memberi keuntungan emosional bagi mereka, dimana foundation sangat berperan penting dalam kosmetik kamuflase. Penelitian yang dilakukan oleh Kabau (2012) memiliki pendapat yang berbeda pada lata belakang di atas, dimana Kabau mendapatkan hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan antara pemakaian jenis kosmetik dengan kejadian AV dengan P=0204, populasi sampel yang digunakan sebanyak 41 dengan rentang usia 18-23 tahun, diagnosis dan kuesioner digunakan sebagai metode penelitian, dimana Kabau (2012) menggunakan jenis kosmetik sebagai variabel bebas. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti melakukan penelitian terhadap hubungan paparan foundation dengan timbulnya AV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan paparan foundation terhadap timbulnya akne vulgaris pada siswi SMK Negeri 4 Surakarta.
4
2. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan dan sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian skripsi ini dilakukan pada bulan November 2017 di SMK Negeri 4 Surakarta yang sebelumnya telah dilakukan pengambilan sampel secara purposive sampling. Sampel penelitian ini siswi SMK Negeri 4 Surakarta yang memenuhi kriteria restriksi. Kriteria restriksi yang digunakan pada penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu siswi SMK Negeri 4 Surakarta yang bersedia mendandatangi informed consent. Sedangkan kriteria ekslusinya yaitu siswi yang menderita penyakit kulit di wajah seperti erupsi akneiformis, rosacea dan dermatitis perioral, sedang dalam terapi akne vulgaris, menggunakan obatobatan kortikosteroid oral selama 1-2 minggu, mengguakan obat-obatan kortikosteroid topical selama 1-2 minggu. Sampel pada penelitian ini berjumlah 50 responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS 23. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai hubungan paparan foundation dengan timbulnya AV adalah nominal nominal, dihitung frekuensinya kemudian ditampilkan dalam tabel. Pengujian hipotesis akan menggunakan uji statistik Koefisien kontingensi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di
SMK Negeri 4 Surakarta
pada bulan
November 2016. Karakteristik sampel pada penelitian ini disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 1. Distrbusi Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Foundation Pemakaian Foundation
Jumlah responden
Persentase
Ya
25
50%
Tidak
25
50%
Total
50
100%
5
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris Akne vulgaris
Jumlah responden
Persentase %
Ya
29
58,0%
Tidak
21
42,0%
Total
50
100%
Tabel 3. Hubungan Antara Paparan Foundation Dengan Timbulnya Akne Vulgaris Variabel
Akne vulgaris
Tidak Akne vulgaris
n
%
n
%
Jumlah
p
0,00
Penggunaan foundation -
Ya
21
42%
4
8%
25
-
Tidak
8
16%
17
34%
25
29
58%
21
42%
50
Total
Berdasarkan
tabel 1 diperoleh hasil bahwa, siswi SMK Negeri 4
Surakarta menggunakan foundation dimana hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Emer dan Levy (2012) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa foundation sangat berperan penting dalam kamuflase kosmetik, foundation banyak di gunakan dalam kamuflase kosmetik pada keadaan AV, psoriasis, vitiligo dan rosasea. Foundation yang sering digunakan yaitu foundation SPF 30, concealer plus foundation dengan berbagai warna sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen (2015) yang menyatakan bahwa kamuflase terhadap kulit dengan kosmetik foundation, menawarkan suatu pilihan yang sederhana untuk memberi bantuan pada penderita kelainan kulit, hal tersebut digunakan untuk menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan pada citra diri. Kamuflase tidak melakukan perubahan terhadap struktur, fungsi atau kondisi kulit, namun memberikan efek secara visual langsung dengan membantu kualitas hidup mereka serta membantu mereka dalam kembali ke kegiatan sosial, pendidikan dan pekerjaan. Banyaknya penggunaan foundation juga di dukung oleh Kusantati et al., (2008) yang menyatakan bahwa foundation dapat digunakan dalam menutupi jerawat, bekas jerawat dan dapat digunakan untuk meratakan warna kulit. 6
Berdasarkan
tabel 2 diperoleh hasil bahwa, siswi SMK Negeri 4
Surakarta yang mengalami AV sebanyak 29 responden atau sebesar 58,0% sedangkan siswi yang tidak mengalami AV sebanyak 21 responden atau sebesar 42,0%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan (2009) bahwa AV sering di alami oleh wanita yaitu sebesar 58,4%. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bhate dan Williams (2012) yang mengatakan AV dapat terjadi pada wanita muda. Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan Afriyanti (2015) yang berpendapat bahwa AV umumnya terjadi pada remaja dan wanita muda. Berdasarkan tabel 3 di peroleh hasil bahwa siswi SMK Negeri 4 Surakarta yang mengalami AV setelah menggunakan Foundation sebanyak 21 responden atau sebesar 42,0%, hasil tersebut lebih banyak dari responden yang tidak mengalami AV setelah menggunakan foundation. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayudianti dan Indramaya (2014) bahwa penyebab AV terbanyak adalah kosmetik dimana kosmetik yang paling banyak menyebabkan AV adalah foundation yaitu sebesar 89,9% penelitian tersebut di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan (2009) yang menyatakan bahwa kosmetik foundation dapat menyebabkan timbulnya AV, adapun menurut buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Harahap (2000) kosmetik yang dapat menyebabkan timbulnya AV salah satunya yaitu foundation. Penggunaan foundation dapat menyebabkan timbulnya AV juga di dukung oleh penelitian yang penelitian tersebut
dilakukan Emer dan Levy (2016) dalam
Emer dan Levy (2016) menyatakan bahwa terdapat
foundation yang mengandung acnegenik. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Andriana et al., (2012) yang menyatakan bahwa kosmetik foundation dapat menyebabkan terjadinya AV. Berdasarkan uraian deskriptif hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paparan foundation dengan timbulnya AV. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tjekyan (2009) bahwa terpadat hubungan antara penggunaan kosmetik dengan timbulnya AV yaitu dengan kejadian AV
7
(p1=0,04, p2=0,000), dimana bahan-bahan kosmetik yang bersifat aknegenik dan komedogenik seperti lanolin, pewarna, pengawet dan cetely alkohol terdapat pada foundation (Baumann L et al., 2009). Bahan lanolin pada foundation berfungsi sebagai binder, memiliki ukuran partikel yang lebih besar sehingga bersifat daya adhesi yang lebih kuat, hal tersebut memberikan efek menutupi kelenjar pilosebaseus sehingga dapat memicu timbulnya AV (Baumann L et al., 2009). Bahan-bahan lain pada foundation yang dapat menyebabkan timbulnya AV yaitu pewarna, pengawet dan alkohol bahan tersebut menimbulkan kelainan yang disebut sensitizer, yang mana akan mengakibatkan terjadinya AV (Soepardiman, 1986). Hasil penelitian ini juga di dukung oleh teori Zaenglein et al (2008) yang menyatakan bahwa AV dapat disebabkan oleh hiperkretinisasi. Terjadinya hiperkreatinisasi dapat di sebabkan oleh kandungan faoundation yang bersifat merusak stratum korneum (Achyar, 1986). Kosmetik dalam hal pemakaian foundation merupakan aknegenik yang bersifat ringan, pemakaian foundation yang berulang dengan sendirinya akan memberikan efek timbulnya AV. Meningkatnya pemakaian kosmetik di Indonesia serta terjadinya penyebaran pendidikan pemakaian kosmetik secara kilat sampai ke bagian daerah pelosok, maka secara langsung memberikan efek samping yang meningkat, seperti timbulnya AV (Gusti dan Rival, 1986). 4. PENUTUP Berdasarkan data yang diperoleh dan analisa yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paparan foundation dengan timbulnya AV, pada siswi SMK Negeri 4 Surakarta dan nilai p <0,001 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik. Penelitian selanjutnya dapat dilakukkan riset lebih lanjut dengan menggunakan mulivariat agar dapat menggambarkan factor-faktor penyebab AV secara komprehensif dan dapat dilakukan penyuluhan pada remaja akan
8
pentingnya menggunakan foundation dengan baik, agar tidak menimbulkan AV. PERSANTUNAN Ucapan terima kasih kepada Dr. Flora Ramona S.P, M.Kes.,Sp.K.K., SMK Negeri 4 Surakarta, kelompok skripsi skin yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi saran dari skripsi ini dimulai hingga sampai selesai. DAFTAR PUSTAKA Achyar, Y.L., 1986. Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran : Bagian Kosmetologi Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. CDK. No 41 : pp.3-9. Afriyanti, RN., 2015. Akne Vulgaris pada Remaja. J Majority : vol 4 no 6: pp. 103-109. Allen, E., 2015. Camouflage For Skin Conditions: Expert Advice On The Benefits Of Skin Camouflage And How It Can Improve People's Quality Of Life. BASC Education Team. Andriana, R., Effendi, A., Berawi, K.N., 2012. Hubungan Antara Penggunaan Kosmetik Wajah Terhadap Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. ISSN 2337-3776. pp 141-148. Ayudianti, P., & Indramaya, M.D., 2014. Faktor Pencetus Akne Vulgaris : Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin,/ Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya. Vol. 26, No. 1. Pp 4147 Baumann, L., 2009. Cosmetic Dermatology Principles and Practice. Sensitive Skin. Second Edition. New York. pp. 94-97. Baumann, L., 2009. Cosmetic Dermatology Principles and Practice: Moisturizing Agents. Second Edition. New York. pp. 273-277. Baumann, L., Keri J. 2009. Cosmetic Dermatology Principles and Practice. Acne (Type 1 Sensitive Skin). Second Edition. New York. pp. 121-127. Baumann, L., Sanghari, S., 2009. Cosmetic Dermatology Principles and Practice: Skin Pigmentation and Pigmentation Disorder- Camouflage Cosmetic. Second Edition. New York. pp. 99-118. Bhate, K., & Williams, H.C., 2012. Britis Journal Of Dermatology: Epidemiology Of Acne Vulgaris, Center Of Evidence Based Dermatology, University of Nottingham. U.K. Vol 168. Pp474-485.
9
Biswas, S., Modal, K.K., Saha, I., Dutta, N.R., Lahiri, K.S., 2010. A Tertiary Hospital-Based Study: Clinico-Epidemiological Features of Acne Vulgaris. Irania Journal of Dermatology, Vol 13, No 2. pp. 37-41. Brown, R.G., B.T. 2005. Dermatology: Akne, Erupsi Akneiform dan Rosasea. Edisi kedelapan. Jakarta. pp. 55-65. Emer dan Levy Gusti, A.K., & Rival, F.A., 1986 Laporan Monitoring Efek Samping Kosmetik: Sub Bagian Kosmetik Medik. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. CDK No 41 : pp23-25. Hanna, S., Sharma, J., Klotz, J., 2003. Acne vulgaris: More than skin deep. Dermatology Online Journal. Vol 9 No 3 : pp. 1-4. Harahap, M., 2000. Acne Vulgaris. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates. pp. 35-45. Kabau, S., 2012. Hubungan Antara Pemakaian Jenis Kosmetik Dengan Kejadian Akne Vulgaris (Naskah Publikasi). Semarang (Jawa Tengah). Universitas Diponegoro. Kusantati, H., Prihatin, P.T., Wiana, W., 2008. Kosmetik. Tata Kecantikan Kulit Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajement Pendidikan Dasar dan Mengengah, Departemen Pendidikan Nasional. pp. 105-150. Nakase, K., Nakaminami, H., Takenaka, Y., Hayashi, N., Kawashima, M., Noguchi, N., 2014. Relationship between the severity of acne vulgaris and antimicrobial resistance of bacteria isolated from acne lesions in a hospital in Japan. Journal of medical Microbiology, 63, pp. 721-728. Notoatmodjo, S., 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta Nursalam, Jakarta. Purwaningdyah, K., Jususf, N.K., 2013 Profil Penderita Akne Vulgaris pada Siswa-Siswi di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan. E-Journal FK USU Vol 1 No 1. Pp 1-8. Rao, J. 2016. Acne Vulgaris: Practice Essentials, Background, Pathophysiology : medicine.medscape.com/article/1069804-OverViewShowall. Sitohang, I.B.S., Wasitaatmadja S.M. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Akne Vulgaris. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp:288-292. Soepardiman, L., 1986 Efek Samping Kosmetik dan Penatalaksanaannya : Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia. No. 41. Pp. 14-17. Tjekjan, R.M. Suryadi., 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris: Media Medika Indonesia, 43 (1). Pp. 37-43. ISSN 0126-1762. Tranggono, RIS., Latifah F. 2014. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi: Kosmetik Dekoratif. pp. 86-110.
10
Tranggono, RIS., Latifah F. 2014. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi: Penggolongan Kosmetik. pp. 5-7. Zaenglein, A.L., Grabe, E.M., Thiboutot D.M, Strauss, S.J., 2008. “Acne Vulgaris and Acneiform Eruption” Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine: Sevent Edition: pp. 690-703.
11