HUBUNGAN INKONTINENSIA URIN DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN STROKE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
SKRIPSI Untuk memenuhi persyara persyaratan tan mencapai sarjana keperawatan
Oleh : Aprilia Nindiya Putri NIM. S12003
PROGRAM STUDI S S-1 1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhmdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah Rahmad, Taufik, Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Hubungan Inkontinensia Urin dengan Kualitas Hidup pada Pasien Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, pengikut serta sahabatnya sampai akhir nanti. Penulisan Skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Keperawatan di STIKes Kusuma Husada Surakarta. Pembuatan Skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta doa dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga Skripsi ini selesai dengan baik dan tepat waktu. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Happy Indri Hapsari. S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4.
Galih Setia A, S.Kep.,Ns.,M.Kep di selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan bimbingan arahan serta saran sehingga skripsi ini selesai dengan baik.
iv
5. Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kepselaku penguji yang telah memberikan masukan serta arahan saat sidang sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 6. Seluruh staf pengajar akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surkarta yang telah mendidik penulis selama kegiatan pembelajaran. 7. Orang tua penulis Bapak Jaeroni dan Ibu Sri Rahayu tercinta yang telah banyak memberikan motivasi, materi dan doa, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. 8. Sahabat-sahabat seperjuangan S-12 (Rafika Sari, Nuri Yulsifa, Winda Ade) yang selalu memberikan tawa, semangat, dan bantuan pada penulis. 9. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2012 yang selalu mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat (Yesy, Erlinda dan Malinda) yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moralmaupun material dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, sebagai manusia biasa penulis menyadari masih banyak kurang, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan mendapat Ridho dari Allah SWT. Amin Wassalamu’alaikum, Wr. Wb Surakarta, 18 Agustus 2016
Aprilia NindiyaPutri v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ...............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
ABSTRAK .....................................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ....................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................
4
1.3. Tujuan Pelitian ....................................................................
4
1.4. Manfaaat Penelitian ............................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
BAB III
Tinjauan Teori .....................................................................
6
2.1.1 Stroke .......................................................................
6
2.1.2 Inkontinensia Urin ...................................................
19
2.1.3 Kualitas Hidup .........................................................
29
2.2
Keaslian Penelitian ..............................................................
33
2.3
Kerangka Teori ....................................................................
35
2.4
Kerangka Konsep .................................................................
35
2.5
Hipotesis .............................................................................
36
METODE PENELITIAN 3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................
37
3.2
Populasi dan Sampel ............................................................
38
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................
40
3.4
Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran.......
40
3.5
Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data.......................
41
vi
BAB IV
BAB V
3.6
Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..................................
46
3.7
Etika Penelitian ....................................................................
49
HASIL PENELITIAN 4.1
Analisis Univariat ................................................................
51
4.2
Analisis Bifariat ...................................................................
53
PEMBAHASAN 5.1
Karakteristik Responden ......................................................
55
5.2
Inkontinensia Urin Pasien Stroke ........................................
57
5.3
Kualitas Hidup Pasien Stroke ..............................................
58
5.4
Hubungan Inkontinensia Urin dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali .................
BAB VI
59
PENUTUP 6.1
Kesimpulan ..........................................................................
62
6.2
Saran ....................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian
34
3.1
Definisi Operasional
41
3.2
Favourable Unfavourable
43
4.1
Distribusi responden berdasarkan Umur
52
4.2
Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin
52
4.3
Distribusi responden berdasarkan Pendidikan
53
4.4
Distribusi Inkontinensia Urin Pasien Stroke
53
4.5
Distribusi Kualitas Hidup Pasien Stroke
54
4.6
Uji Kendall Tau tentang hubungan inkontinensia urin dengan kualitas hidup pada pasien stroke
viii
55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori
34
2.2.
Kerangka Konsep
34
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1.
Keterangan Lembar permohonan ijin studi pendahuluan kepada Kesbangpol kabupaten Boyolali
2.
Lembar permohonan ijin studi pendahuluan kepada Bappeda kabupaten Boyolali
3.
Lembar permohonan ijin studi pendahuluan kepada Direktur RSUD Pandang arang Boyolali
4.
Lembar permohonan ijin penelitian kepada Kesbangpol kabupaten Boyolali
5.
Lembar permohonan ijin penelitian kepada Direktur RSUD Pandang arang Boyolali
6.
Lembar
rekomendasi
penelitian
dari
Kesbangpol kabupaten Boyolali 7.
Lembar Jawaban studi pendahuluan dari Direktur RSUD Pandan Arang Boyolali
8.
Lembar Permohonan menjadi responden
9.
Lembar persetujuan menjadi responden
10.
Lembar kuesioner inkontinensia urin
11.
Lembar kuesioner kualitas hidup
12.
Hasil Pengumpulan Data (Exel)
13.
Hasil Pengumpulan Data (SPSS)
14.
Lembar Konsultasi
15.
Jadwal Penelitian
x
PROGRAM STDI S-1 KEPERWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 20116
Aprilia Nindiya Putri “Hubungan Inkontinnesia Urin Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Stoke Di RSUD Pandan Arang Boyolali” Abstrak Stroke menyebabkan gangguan fungsional seperti kelumpuhan, gangguan emposional, serta inkontinensia urin. Pasien stroke dengan inkontinensia urin juga dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Tujuan pennelitian ini adalah mengetahui hubungan inkontinensia urin dengan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali. Desain pennelitian ini menhggunakan desain case control dengan pendekatan retrospektif yang dilakukan di RSUD Pandan Arang Boyolali dan teknik pengambilan sampel menggunakan purpose sampling dengan jumlah respondennya 40 responden.instrumen penelitian menggunakan Incontinece Severity Index (ISI) dan Kuesioner WHOQOL-BREFF. Analisis data penelitian menggunakanuji korelasi Kendall Tau Hasil pennelitian diketahui 13 responden (32,5%) dengan inkontinnesia ringan , 26 responden (65%) sedang, dan 1 responden (2,5%) parah. Sebayak 23 responden (57,5%) dengan kualitas hidup cukup , dan 17 responden (42,5%) dengan kualitas hidup kurang. Hasil uji Kendall Tau diperoleh nilai = - 0,411: p=0,001 Kesimpulan : ada hubungan antara inkontinensia urin dnegan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali, semakin parah inkontinnesia urin semakin kurang kualitas hidup pasien stroke. Kata kunci : Inkontinensia Urin, Kualitas Hidup, Pasien Stroke
xi
BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
Aprilia Nindiya Putri
The Relationship between Urinary Incontinence and Quality of Life of Stroke Patients in Pandan Arang Regional Public Hospital of Boyolali Abstract Stroke leads to such functional disorders as paralysis, emotional disorder, and urinary incontinence. The urinary incontinence experienced by stroke patients may also affect their quality of life. This present study seeks to find out the relationship between urinary incontinence and quality of life of stroke patients in Pandan Arang Regional Public Hospital of Boyolali. The study applied case-control design with retrospective approach conducted in Pandan Arang Regional Public Hospital of Boyolali. Samples of 40 respondents were selected using purposive sampling technique. The research instrument used includes Incontinence Severity Index (ISI) and WHOQOL-BREFF questionnaires. Data were then analyzed using Kendall Tau correlation test. The research findings indicate that 13 respondents (32.5%) suffer from mild urinary incontinence, 26 respondents (65%) suffer from moderate urinary incontinence, and 1 respondent suffers from severe urinary incontinence. Apart from that, a number of 23 respondents (57.5%) have sufficient quality of life, while 17 respondents (42.5%) have poor quality of life. Kendall Tau test results in value of = - 0.411: p=0.001. It is concluded that there is a relationship between urinary incontinence and quality of life of stroke patients in Pandan Arang Regional Public Hospital of Boyolali. The more severe a urinary incontinence is, the poorer quality of life of stroke patients will be.
Keywords: Urinary incontinence, Quality of Life, Stroke Patients. Reerences : 80 (2005-2016)
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyakit Stroke
menyebabkan kecacatan dan kematian didunia setiap
tahunnya. Stroke diprediksi pada tahun 2030 akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun (Bulletin Kesehatan, 2011). Setiap tahun lebih dari 15 juta jiwa diseluruh dunia terdiagnosa stroke. Negara maju menyumbang 14,5% dari total kematian didunia dan sekitar 85,5% kematian yang disebabkan stroke disumbang oleh negara berkembang (Hoyert,2012). American Heart Assoccation (2011) pasien stroke di Amerika sebanyak 795.000 jiwa setiap tahunnya, dan kematian yang diakibatkan stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita storke, data yang diambil dari International Classificaton Of Desease. Prevelensi stroke di Indonesia mencapai 19,1 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevelensi stroke tertinggi adalah Sulawesi Utara mencapai 10,8 per 1000 penduduk, terendah adalah papua 2,3 per 1000 penduduk, dan Jawa Tengah berada pada urutan ke 7 yaitu mencapai 7,7 per 1000 pendudu (Riskesdas,2013). Stroke bersama-sama dengan penyakit jantung koroner, juga gagal jantung merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Penderita stroke diperkirakan 500.000 jiwa, dari jumlah
1
2
tersebut sepertiganya bisa pulih kembali, dan sisanya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat (Bustami, et al., 2007). Stroke menyebabkan gangguan fungsional seperti kelumpuhan, perubahan mental, gangguan daya pikir, konsentrasi, fungsi intelektual, gangguan komunikasi, gangguan emosional, gangguan komunikasi, gangguan fungsi luhur, gangguan berjalan, gangguan melakukan aktivitas sehari-hari dan Inkontinensia
Urin
(Sutrisno,2010).
Pasien
stroke
yang
mengalami
inkontinensia urin akan mengalami perasaan tidak senang, perasaan sangat malu, menunjukan rentang emosi mengcakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan tidak berdaya (Tarasavo M et al, 2007). Hasil penelitian Saxer et al (2008) menunjukan bahwa stroke dapat menyebabkan inkontinensia urin pada pasien. Penelitian Hermic (2007) menunujukan 92% responden mengalami inkontinensia urin, terjadi paling banyak wanita pada kelompok umur 50-54 tahun sekitar 57,3%. Stroke memiliki konsekuensi yang besar terhadap kehidupan seseorang secara pribadi,sosial, vokasional dan fisikal. Stroke membuat seseorang ketergantungan dengan orang lain, setidaknya untuk sementara dan sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Peneliatian Fathin (2015) menunjukan sebanyak 56 pasien stroke menunjukan perubahan kualitas hidup dengan aspek kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Kualitas hidup
bermanfaat
sebagai kriteria keberhasilan hidup seseorang
yang
3
cukup, sehingga menimbulkan perasaan puas dan bahagia dalam memaknai peluang yang dipilih baik secara pribadi maupun sosial (Hasan, 2008). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali Provinsi Jawa Tengah yang menjalani rawat jalan mendapatkan prevelensi stroke pada tahun 2015 sebesar 457 pasien, yang dibagi menjadi stroke hemoragik sebanyak 138 pasien dan stroke non hemoragik sebanyak 319 pasien. Peneliti melakukan wawancara kepada 5 pasien stroke yang menajalami rawat inap dan 3 pasien mengalami inkontinensia urin. Wawancara kepada 3 pasien stroke mempunyai kesamaaan jawaban mengenai masalah fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Masalah fisik seperti gangguan mobilitasi yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Masalah psikologis 3 pasien tersebut juga mengatakan minder atau rendah diri dengan penyakit yang dideritanya apalagi ditambah pasien sering mengompol, dan susah untuk berkonsentrasi. Masalah lingkungan ketiga pasien stroke dengan inkontinensia urin megatakan mulai menutup diri pada lingkungan sekitar terutama pada tetangga. Hal ini yang menjadi dasar penelitik untuk melakukan penelitian apakah ada hubungan antara inkontinensia urine dengan kualitashiduppada pasien stroke.
4
1.2. Rumusan Masalah Stroke adalah
penyakit degeneratif yang setiap tahun menyebabkan
kematian dan kecacatan. Kecacatan stroke menyebabkan gangguan fungsional seperti inkontinensia urin yang berdampak pada kualitas hidup pasien. Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana hubungan inkontinensia urin dengan kualitas hidup pada pasien stroke?
1.3. Tujuan Pelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali 2. Mengidentifikasi kejadian inkontinensia pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali 3. Mengidentifikasi kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Panda Arang Boyolali 4. Menganalisis hubungan antara inkontinensia dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali.
5
1.4. Manfaaat Penelitian 1.4.1. Manfaat bagi rumah sakit Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan khususnya tentanginkontinensia dan kualitas hidup pasien stroke sehingga mutu pelayanan mutu rumah sakit tercapai. 1.4.2. Manfaaat bagi institusi pendidikan Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya
khasanah
ilmu
keperawatan dan menjadi suatu bahan masukan untuk penelitian pennelitian lebih lanjut yang terkait dengan inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke 1.4.3. Manfaat bagi penelitian lain Sebagai salah satu rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya 1.4.4. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang inkontenensia urin dan kualitas hidup pada penderita stroke, serta mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah diperoleh diperkulihan 1.4.5. Manfaat bagi responden Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan mengenai inkontinensia urin , dan dapat menjadi acuan untuk malakukan penangan yang tepat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Stroke 2.1.1.1. Definisi Stroke adalah penyakit atau ganggun fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak akan memunculkan gejala stroke (Junaidi,2011). Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat ganguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga senagian otak tidak dapat berfungi sebagimana mestinya (Utami,2009). 2.1.1.2. Klasifikasi stroke Stroke dibagi menjadi dua kategori utama menurut (Junaidi) 2011 yaitu, stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda,
6
7
pada
stroke
hemoragik
terdapat
timbunan
darah
di
subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara lain sebagai berikut : 1. Stroke iskemik Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan yang disebabkan
karena penyumbatan pada
pembuluh darah ke otak. Penyumbatan adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah.Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil(Mutttaqin,2008). Pembuluh darah tersumbat bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menajdi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya otak mengalami kekurangan pasokan darah yang mebawa nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan
8
aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak (Ginsbreg,2008). Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut a. Transient Ischemic Attack (TIA) Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar
50%
pasien
sudah
terkena
infark
(Vitahealh,2006). b. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND) Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam(Wiwit, 2010). c. Stroke in Evolution (SIE) Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang
dimana
terlihat
semakin
berat
dan
memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai berat (Sofwan,2010).
9
d. Complete Stroke Non Hemorage Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark (Gisberg, 2008). 2. Stroke hemoragik Menurut Bustan (2007) Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan meyababkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan samapai pada kematian. Stroke hemoragik pada umunya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurima). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuham karena
10
mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau artriosklerosisakan lebih parah lagi apabila disetai dengan gejala tekanan darah tinggi (Brunner & Suddart, 2008). Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu : a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) Adalan perawatan
kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat memepertahankann hidup (Pertiwi, 2010). b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) Adalah hematoma subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak (Levine, 2011). c. Hemoragi subaraknoid Hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma (Wiwit, 2010).
11
d. Hemoragi intraserebral Perdarahan di substannsi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkaan ruptur pembuluh darah (Junaidi, 2011). 2.1.1.3. Etiologi Stroke Stroke menurut Smelzer & Bare (2006), biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian, yaitu : 1. Trombosit (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher) 2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak dari bagiaan tubuh yang lain) 3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) 4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang meyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara, atau sensasi Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik menurut Aru (2009) :
12
1. Usia 2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama resiko dengan pria 3. Hipertensi 4. DM 5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung 6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain 7. Hiperfibrinogenia 8. Keturunan 9. Hipovolemia dan syok 2.1.1.4. Patofisiologi Stroke Penyakit serebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi susunan syaraf pusat yang terjadi ketika suplai darah nornal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena, atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat sumbatan partial atau komplek pada pembuluh darah atau hemoragi yang diakibatkan oleh robekan dinding pembuluh (Bustan,2007). Penyakit vaskuler susunan syaraf pusat dapat diakibatkan oleh arteriosklerosis (paling umum) perubahan hipertensif, malformasi, arterivena, vasospasme, inflamasi arteritis atau embolisme. Sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah kehilangan elastisitasnya menjadi keras mengalami deposit
13
ateroma, lumen pembuluh darah secara bertahap tertutup menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dan iskemik otak. Bila iskemik otak bersifat sementara seperti pada serangan iskemik sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologi. Sumbatan pembuluh darah besar menimbulkan infark serebral pembuluh ini, suplai dan menimbulkan hemoragi (Brunner & Suddarth, 2008). Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro basilaris yang akan mempengaruhi N.XI (assesoris)
sehingga
akan
berpengaruh
pada
sistem
mukuloskeletal (s.motorik) sehingga terjadi penurunan sistem motorik yang akan menyebabkan ataksia dan akhirnya menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat gerak, selain itu juga pada 17 arteri vetebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot facial (oral terutama ini diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII (fasialis), N.IX (glasferingeus) N.XII (hipoglakus), karena fungsi otot fasial/oral tidak terkontrol maka akan terjadi kehilangan dari fungsi tonus otot fasial/oral sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk barbicara atau menyebut katakata dan berakhir dangan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra basilaris akan mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan
14
N.IX (glasovaringeus) akan mempengaruhi proses menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk, disfagia dan pada akhirnya akan menyebabkan anoreksia dan menyebabkan gangguan nutrisi. Keadaan yang terkait pada arteri vertebralis yaitu trauma neurologis atau tepatnya defisit neurologis. N.I (olfaktorius), N.II (optikus), N.III (okulomotorik), N.IV (troklearis),
N.VII
(hipoglasus)
hal
ini
menyebabkan
perubahan ketajaman peng, pengecapan, dan penglihatan, penghidungan.Pada kerusakan N.XI (assesori) pada akhirnya akan mengganggu kemampuan gerak tubuh (Corwin, 2008) 2.1.1.5. Manifestasi klinis Stroke
menyebabkan
berbagai
defisit
neurologik,
tergantung lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smelzer & Bare (2006), antara lain : defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional 1. Defisit lapang pandang Menurut Feigin (2009) : a. Tidak menyadari orang atau obyek di tempat kehilangan penglihatan
15
b. Kesulitan menilai jarak yaitu tidak dapat membedakan antara jarak dekat dengan jarak jauh c. Diplopia yaitu gangguan penglihatan yang mana obyek terlihat dobel 2. Defisit motorik Menurut Goldsemidt, 2013: a. Wajah, lengan, kaki pada sisi yang sama hemiparesis (kelemahan) b. Hemiplegi (paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama) c. Ataksia (berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki) d. Disartrua (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkanbicara e. Disfagia (kesulitan dalam menelan) f. Defisitt sensorik : kesemutan pada bagian tubuh 3. Defisit verbal Menurut Saputra (2010) : a. Afasia ekspresif (tidak mampu memebentuk kata yang dapat dipahami b. Afasia reseptif (tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
16
c. Afasia global (gabungan dari afasia ekspresif dan afasia reseptif) 4. Defsisit kognitif Menurut Sarwono (2006) : a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang b. Penurunan lapang pandnag c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi d. Perubahan penilaian 5. Defisit emosional Menurut Soeharto (2008) : a. Kehilangan kontrol diri b. Labilitas emosional c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres d. Depresi e. Manarik diri f. Rasa takut, bermusuhan dan darah g. Isolasi 2.1.1.6. Komplikasi Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2006) meliputi : 1. Hipoksia
serebral
diminimalkan
dengan
memberi
oksugenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak tergantung ketersedian
oksigen
yang
dikirimkan
Pemberian
oksigen
suplemen
dan
ke
jaringan.
mempertahankan
17
hemoglobin serta hematotrit pada tingkat dapat diterimakan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan (Harsono, 2007). 2. Aliran darah serebral tergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensin ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera (Hartomartono, 2007). 3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral (Wiwit, 2010). 2.1.1.7. Penatalaksanaan Menurut (Brunner & Suddarth, 2008) bahwa penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien stroke adalah : 1. Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna mencari lesi dan aneurisme. 2. Pengobatan, karena biasanya pasien dalam keadaan koma, maka pengobatan yang diberikan yaitu : Kortikosteroid,
18
gliserol, valium manitol untuk mancegah terjadi edema acak dan timbulnya kejang (Gofir, 2009). 3. Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga minggu.
Serta
berangsur-angsur
diturunkan
untuk
mencegah terjadinya Lisis bekuan darah atau perdarahan ulang (Rubenstein, 2007). 4. Deuretik: untuk menurunkan edema serebral 5. Antikoagulan:
untuk
mencegah
terjadinya
atau
memberatnya trombosis atau emboli dari tempat lain dalam system kardiovaskuler (Tugasworo,2006). 6. Medikasi anti trombosit: dapat disebabkan karena trombosit memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Sofwan, 2010). 7. Operasi bedah syaraf (kraniotomi) Adapun penatalaksaan keperawatan stroke menurut Brunner & Suddarth (2008) adalah : 1. Menstabilkan tanda-tanda vital dengan mempertahankan (airway, breathing, dan circulation) 2. Mempertahankan kepatenan saluran udara (pengisapan yang dalam, oksigen, trakeostomi) 3. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien 4. Merawat kandung kemih dengan memasang kateter in-out setiap 4-6 jam
19
5. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat harus dilakukan secepat mungkin. Pasien harus dibalik setiap 2 jam sekali dan dilatih gerakan pasif (Rasyid & Lyna, 2007). 2.1.2. Inkontinensia Urin 2.1.2.1. Definisi Menurut Pranaka (2009), inkontinensia urin adalah pengeluaran
urin tanpa disadari serta dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sering sehingga
mengakibatkan
maslaah atau gangguan kesehatan atau sosial. Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali di luar keinginan (Lewis et al, 2011). Menurut Saxer et al (2008), inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluhan atas kebocoran urin yang tidak disadari. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak disengaja dan umumnya inkontinensia urin umumnya terjadi pada lansia, namun bisa terjadi pada orang dewasa dari segala usia (Melvile et at, 2006). Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulakan bahwa inkontinensia urin adalah suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari, tidak terkendali, terjadi diluar keinginan, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering.
20
1. Pengelompokan Inkontinensia Urin Menurut Sartono (2008) Inkontinensia urin dikelompokan menjadi 2 yaitu: a. Inkontinensia Urin Akut (Transient Incontinence) Inkontinensia urin terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabbnya berupa delirium, infeksi, inflamasi, gangguan mobilitas, konsisi-konsisi
yang
mengakibatkan
(hiperglikemia,
hiperkalsemia)
poliuria
ataupun
kondisi
kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif (Junizaf, 2011) b. Inkontinensia Urin Kronik (Persisten) Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan konsisi akut dan berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Ada dua penyebab kelainan mendasar yang melatarbelakangi inkontinesia urin kronik (persisten) yaitu : menurunya kapasiatas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan
pengosongan
kandung
kemih
akibat
lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinesia urin kronik ini dikelompokam menjadi empat tipe (stress, urge,
overflow,
fungsional).
Berikut
ini
adalah
21
penjelasan ari masingmasing tipe inkontinensia urin kronik atau persisten (Action, 2012). 1) Inkontinensia urin tipe stess : inkontinensia uriin terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan
tekanan
di
dalam
perut,
melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya anatara lain kencing sewaktu batuk, mengejan, bersin, tertawa, berlari atau hal lainya yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi mislanya dengan kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan maupun dengan operasi (Stoddart, et al,2006). 2) Inkontinensia urin tipe urge : timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana
otot
Inkontinensia
ini
bereaksi
urin
ini
secara ditandai
berlebihan. dengan
ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali (frekuensi) dan kencing dimalam ini (nokturia) ( Action, 2012)
22
3) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak didalam kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasnaya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cidera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing (merasa urin masih tersisa didalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit atau pancarannya yang lemah (Teunissen, et al, 2006). 4) Inkontinensia urin tipe fungsional: terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologis dan psikologik (Setiati et al, 2007) 2.1.2.3. Etiologi Inkontinensia Urin Seiring
dengan
bertambahnya
usia,
ada
beberapa
perubahan anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain disebabkan melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan mengejan yang salah ataupun karena penurunan esteregon. Kelemahan otot dasar panggul dapat terjadi karena kehamilan setelah melahirkan, kegemukan, menoupouse, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan
23
tekanan selama kehamilan menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat reganggan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
lahir,
sehingga
menimbulkan
resiko
terjadinya
inkontinensia urin (Bustan, 2007). Dengan menurunya kadar hormon esterogen pada wanita diusia menopouse (50 tahun keatas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehungga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Faktor resiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainya juga beresiko mengakibatkan inkontinensia urin. Semakin
tua
seseorang
semakin
besar
kemungkinan
mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dingding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih (Setiati, et al, 2007). Resiko inkontinensia urin meningkat pada wanita dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih besar, riwayat histerektomi, infeksi urin, dan trauma perineal. Penyebab inkontinensia urin antara lain terkait dengan
24
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan atau keinginan ke toilet (Martin dan Frey, 2005). Menurut Setiati dan Pramantara (2007) Inkontinensia Urin dikaitkan dengan depresi, transient ischaemic attacks dan stroke, gagal jantung, konstipasi, inkontinensia feses, obesitas, penyakit paru obstruktif kronik, dan gangguan mobilitas. Empat penyebab pokok inkontinensia urin yang perlu dibedakan yaitu : gangguan urologi, neurologis, fungsional atau psikologis, dan iatrogenik atau lingkungan. Mengetahu penyebab inkontinensia urin penting dalam menentukan penalatalaksanaan yang tepat. 2.1.2.4. Perawatan Inkontinensia Urin Salah satu faktor penting dalam pelaksanaan inkontinnesia urin adalah pengkajian. Adapun pengkajian terhadap pasien dengan inkontinensia urin
terdapat dalam Continence
Essential Guide (2009), diantaranya : 1. Pengkajian tentang riwayat inkontinensia Dalam aspek ini, perawat harus mengkaji riwayat berkemih dalam proses pengosongan kandung kemih pasien. Berikut ini adalah aspek pengkajian riwayat kontinensia beserta contoh pertanyaaan yang bisa diajukan kepada pasien, diantanya:
25
a. Frekuensi berkemih b. Frekuensi nokturia c. Faktor yang memperberat d. Nyeri e. Kehilang urin yang terus menerus f. Susah atau berusaha keras dalam mengosongkan kandung kemih g. Aliran kemih yang terhambat, indikasi obstruksi kandung kemih h. Kencing yang menetes, indikas obstruksi kandung kemih i. Pengosongan kandung kemih yang inkomplit 2. Pengkajian tentang fungsi kognitif Pasien dengan gangguan kognitif biasanya kurang kooperatif
ketika
dilakukan
intervensi
terhadap
inkontinensia mereka. Oleh karena itu, perawat diharapkan mengkaji fungsi kognitif mereka. 3. Pengkajian tentang kebutuhan pasien dalam mengenakan pampers Dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan perawat meliputi: a. Fungsi kognitif pasien, apakah dia mampu mengggantu pempersnya sendiri atau tidak
26
b. Jadwal bladder training mungkin bisa membantu pasien mengenakan pampers c. Derajat mobilitas yang memungkinkan pasien bisa mengambil/ meletakkan pempers kembali d. Kemampuan untuk pergi ke toilet dan mengganti pampers e. Kuantitas pampers yang dibutuhkan pasien f. Ukuran pampers yang dibutuhkan pasien g. Terjadi dermatitis akibat pampers yang jarang diganti Intervensi praktik perawatan yang efektif bisa membantu menangani masalah inkontinneisa uin (Lewis et al, 2011) mengeyebutkan
beberapa
intervensi
praktik
perwatan
inkontinensia urin, diantaranya : 1. Behavior Intervention, yang terdiri dari : a. Bladder
training
(menolak/menghambat
desakan
berkemih, menunda berkemih, membatalkan sebelum waktunya) b. Habit training (berkemih sesuai dengan waktu yang ditentukan penjadwalan berkemih) c. Prompted voiding (mengajarkan cara meminta bantuan ketika terjadi inikontinensia). Utuk pasien yang mengalami gangguan kognitif, prompted voiding dilakukan dengan cara:
27
1) Pemantauan reguler dengan dorongan agar pasien melaporkan status inkontinensia mereka 2) Mendorong pasien untuk pergi ke toilet secara terjadwal 3) Memberikan pujiadan umpan balik positif ketika pasien berusaha untuk pergi ke toilet sendiri d. latihan otot-otot panggul (kontraksi otot panggul dan pulbocoxigeal) e. corong vagina (kontraksi otot dengan corong yang berguna
untuk
memperkuat
oto
panggul
dan
pulbocoxigeal) f. biofeedback (metode untuk memberikan informasi tentang tubuh pasien dengan menggunakan sadapan elektromiogram (EMG) yang nantinya memberinya umpan balik tentang kondisi normal dan abnormal neuromuskular dan aktivitas otonom dalam bentuk analog, binary, signal auditory, maupun visual 2. Terapi farmakologis dengan menggunakan propantelin, oxybutinin,
Ca
channel
blokers,
terodilin,
tricylic
antideppressan, flafoxatedicyclomin, penilpropanolamin, estrogen, kombinasi alfa agonis adrenergik. 3. Penatalaksanan lainnya seperti : kateter intermitter, pengumpulan urin, klem penis dan perawatan kulit
28
2.1.2.5. Patofisiologis Berkemih Proses berkemih normal dikendalikan oleh mekanisme volunter dan involunter. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kotrol mekanisme volunter. Sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada dibawah kontrol sistem saraf otonom. Ketika otot detrusor berelaksasi maka akan terjadi proses pengisian kandung kemih sebaliknya jika otot ini berkontraksi maka proses berkemih (pengosongan kandung kemih) akan berlangsung. Kontraksi
otot detrusor kandung kemih
disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis, dimana aktivitas ini dapat terjadi karena dipicu oleh asetikoline (Junizaf, 2011). Jika terjadi perubahan peubahan pada mekanisme normal ini makan akan menyebabkan proses berkemih terganggu. Pada usia lanjut baik wanita maupun pria terjadi perubahan anatomi dan fisiologis dari sistem urogenial bagian bawah. Perubahan tersebut berkaitan dengan menurunya kadar estrogen pada wanita dan hormon adrogen pada pria. Perubahan yang terjadi ini dapat berupa peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen pada dinding kandung kemih yang mengakibatkan fugsi kontraktil dari kandung kemih tidak efektif lagi (Bustan, 2007).
29
Pada otot uretra terjadi perubahan vaskularisasi pada lapisam submukosa, strofi mukosa, dan penipisan otot uretra. Keadaan ini menyebabkan tekanan penutupan berupa melemahnya fungsi dan kekuatan otot. Secara keseluruhan perubahan yang terjadi pada sistem urogenital bagian bawah akibat proses menua merupakan faktor kontributor terjadinya inkontinensia urin (Setiati dan Pramantara, 2007). 2.1.3. Kualitas Hidup 2.1.3.1. Definisi Kualitas Hidup Lase (2011) mengatakan kualitas hidup seseorang tidak dapat didefinisikan dengan pasti, hanya orang tersebut yang dapat mendifinisikannya, karena kualitas hidup merupakan suatu yang bersifat subyektif. Kualitas hidup adalah peprsepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup
kesehatan
fisik,
status
psikologis,
tingkat
kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan karakteristik lingkungan mereka (Fayers and Machin, 2007). Kualitas hidup masih menjadi suatu permasalahan, belum ada suatu pengertian tepat yang dpaat digunakan acuan untuk mengukur kulitas hidup seseorang. Kualitas hidup merupakan
30
suatu ide yang abstrak yang tidak terkait oleh tempat dan waktu, bersidat situasional dan meliputi berbagai konsep yang saling tumpang tindih. Kualitas hidup merupakan suatu model konseptual yang bertujuan untuk menggambarkan perspektif klien dengan berbagai macam istilah. Dengan demikian kualitas hidup akan berbeda bagi orang sakit dan orang sehat (Farida, 2010). Terdapat dua komponen dari kualitas hidup yaitu
subyektifitas
dan
multidimensi.
Subyektifitas
mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat ditentukan dari suatu sudut pandang klien. Sedangakan multidimensi bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi aspek biologi atau fisik, psikologis, sosial, dam lingkungan (Harmaini, 2006). 2.1.3.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien stroke Lase (2011) mengatakan Kualitas hidup pasien stroke lebih buruk dibandingkan populasi secara umum, hal tersebut berhubungan dengan perubahan fisik,psikologis, dan sosial yang terjadi pada pasien dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan)
31
2. Terapi yang dijalani Kualitas hidup pasien dipengaruhi keadekuatan terapi yang dijalani
dalam
rangka
mempertahankan
fungsi
kehidupannya 3. Depresi Pasien stroke mengakibatkan perubahan peran, kehilangan pekerjaan, dan pendapatan yang menimbulkan depresi pada pasien stroke. Depresi berpengaruh secara bermakna terhadap kualitas hidup, dan semakin tinggi derajat depresi maka semakin buruk kualitas hidup pasien stroke (Lubis, 2009). 4. Dukungan keluarga Dukungan keluarga mempengaruhi kesehatan secara fisik dan psikologis. Dukungan keluarga pada pasien stroke terdiri dari dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
emosional,
dukungan
pengharapan,
dan
dukungan harga diri. Dukungan keluarga mengurangi tingkat depresi. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima pasien akan semakin meningkatkan penerimaan diri dan kualitas hidupnya. 5. Fungsi sosial Pasien stroke mengalami perubahan peran dan gaya hidup yang berhubungan dengan beban fisik dan psikologis.
32
Karena dianggap sakit, pasien tidak ikut dalam kegiatan sosiaal dikeluarga dan masyarakat dan tidak boleh mengurus pekerjaan. Pasien merasa bersalah karena tidakmampuan dalam berperan, dan ini menjadi ancaman harga diri, yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien Kwon., et al, 2006) 2.1.3.3. Model konsep kualitas hidup Kualitas hidup sangat berhubungan dengan aspek atau dominan yang dinilai meliputi fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Model konsepmulai berkembang kualitas hidup dari WHOQoL-Bref (The World Health OrganizatinQuality of Life- Bref) mulai berkembang sejak tahun 1997. WHO (2004) Instrumen ini terdiri dari 26 pertanyaan yang terdiri dari 4 domain yaitu : a. Dimensi kesehatan fisik yang terdiri di rasa nyeri, energi, istirahat, tidur, mobilitas, kativitas, pengobatan dan pekerjaan b. Dimensi psikologis yangterdiri dari perasaan positif dan negatif secara berfikir, harga diri, body image, spiritual c. Dimensi hubungan sosial terdiri dari hubungan individu, dukungan sosial, aktivitas seksual d. Dimensi lingkungan meliputi sumber keuangan, informasi, ketrampilan, rekreasi, dan bersantai, lingkungan rumah,
33
akses ke perawatan kesehatan dan sosial, keamanan fisik, lingkungan fisik, transportasi 2.2. Keasliaan Penelitian Berdasarkan pengetahuan peneliti melalui penelusuran jurnal didapatkan penelitian yang mendukung penelitian yang akan dilakukan penulis, sebagai berikut : Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No. 1.
2.
Nama Penelitian Devrisa (2010)
Judul penelitian Hubungan antara inkontinensia urin dengan derajat depresi pada pasien stroke
Metode Penelitian berbentuk observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel 73 orang dengan teknik purpose sampling , pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisoner yang berpedoman alat ukur SSI 3IQ, LMMPI dan HRDS
Hasil Hasil penelitian ada hubungan yang signifikan anatara tingkat inkontinensia urin dengan derajat depresi
Amra Zalihic (2010)
Gender and quality of after cerebral stroke
Penelitian menggunakan study case control. Sampel berjumlah 222 responden. Pengumpulan data menggunakan kuisioner HRDS and WHO-Bref
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup pasien pasca stroke laki-laki dengan perempuan
34
3.
Fitri Arde Yani (2012)
Perbedaan skor kualiatas hidup terkait kesehatan anatara pasien stroke iskemik serangan pertama dan berulang
4
Desi ismayanti 2015
Hubungan kualitas hidup pasien stroke dengan perawatan diri i poliklinik saraff rumah sakit umum daerah DR. Zainoel A bidin Banda Aceh
Penelitian menggunakan metode analytic dengan pendekatan cross sectional. Sampel 30 responden . pengumpulan data menggunakan kuisoner Medical Outcame Study SF-36 (SF-36) Penelitain menggunakan deskriptif korelatif melalui pendekatan cross sectional study dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling terhadap 63 responden. Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu kuesioner kualitas hidup yang diadaptasi dari kuesioner WHOQoL BREF dan kuesioner perawatan diri (self care).
Hasil pennelitian menunjukan adanya perbedaan skor kualitas hidup terkait kesehatan pasien stroke iskemik serangan pertama degan pasien stroke iskemik serangan berulang Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan kualitas hidup dengan perawatan diri pada pasien stroke.
35
2.3. Kerangka Teor Faktor resiko medis
Faktor resiko
Faktor lainnya
STROKE 1. Stroke iskemik 2. Stroke hemoragik
Manifestasi klinis
Biologis
Psikologi
Inkontinensia Urin
Kualitas hidup
1. Masalah Kesehatan Fisik 2. Masalah Psikologis 3. Masalah Hubungan sosila 4. Masalah Hubungan lingkungan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber :Feigin, 2007), (Junaidi,2011), (Pranaka,2009,(Smelzer & Bare, 2006), (Wardhana, 2011).
2.4. Kerangka Konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Inkontinensia Urin
2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Kualitas hidup
36
2.5. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Menurut Arikunto (2010) hipotesis nol (H0) sering disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistic, yaitu diuji dengan perhitungan statistic. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya hubungan variabel X dengan Y. Menurut Arikunto (2010) hipotesis kerja (Ha) sering disebut sebagai hipotesis alternatif yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Ho : Tidak ada hubungan antara Inkontinensia Urin dengan Kualitas Hidup pada pasien Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali Ha : Ada hubungan antara Inkontinensia Urin dengan Kualitas Hidup pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dalam penelitian kuantitatif lebih menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan korelasional dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti dapat diukur secara serentak dari suatu kelompok subjek. Desain penelitian ini adalah case control dengan pendekatan retrospektif. Penelitian case control atau kasus kontrol merupakan suatu penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektis. Pada studi kasus-kontrol, observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu, melainkan variabel tergatung (efek) dilakukan pengukuran terlebih dahulu, baru meruntut kebelakang untuk mengukur variabel bebas (faktor risiko). Studi kasus-kontrol sering disebut studi retrospektif karena faktor risiko diukur dengan melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang dialami (Saryono,2010,p.85). Desain ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang
37
38
Boyolali. Dengan melakukan penilaian langsung terhadap objek yang diteliti dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner 3.2. Populasi dan Sample 3.2.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam penelitian, maka penelitiannya
merupakan
penelitian
populasi
(Arikunto,2010).
Populasidalam penelitian ini adalah pasien stroke yang berada RSUD Pandan Arang Boyolali berjumlah 44 responden. 3.2.2. Sample Sample terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah poses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Ini adalah semua pasien stroke yang berada di RS Pandan Arang Boyolali. Pengambilan Sampel dalam penelitiam ini menggunakan teknik purpose sampling
yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sempel diantara populasi sesuai kriteria yang dikendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian) sehingga sempel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Rumus pengambilan sampel dengan menggunakan rumus baku Taro Yamane :
n =( ) =
(, ) =, = 39,6
39
Keterangan n = jumlah sampel N = jumlah populasi d2= presisi yang ditetapkan sampel yang didapat sebanyak 40 responden. Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sample. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sample (Notoatmodjo, 2012). 1. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Pasien stroke yang menjalani rawat jalan b. Pasien stroke yang mengalami inkontinensia urin c. Pasien yang kooperatif 2. Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah : a. Pasien yang menderita tuna rungu dan tuna wicara b. Pasien dengan penurunan kesadaran
40
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1. Tempat Penelitian dilakukan di RSUD Pandan Arang Boyolali 3.3.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama periode Juni - Juli 2016 3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Variabel independen Inkontinensia Urin
Variabel dependen Kualitas Hidup
Definisi Opersional Suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari, tidak terkendali, terjadi diluar keinginan, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering.
Kualitas hidup adalah kondisi fungsional yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan kondisi lingkungan
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Kuisioner
1. Skor 0 : tidak mengalami inkontinensia urin 2. Skor 1-2 : inkontinensia urin ringan 3. Skor 3-6 : inkontinensia urin sedang 4. Skor 8-9 : inkontinensia urin parah 5. Skor 12 : inkontinensia urin sangat parah 1. Skor < 56 % : kualitas hidup kurang 2. Skor 56 -75 % : kualitas hidup cukup 3. Skor 75100% : kua.itas hidup baik
Ordinal
Incontinence Severity Index(ISI) Pertanyaan terdiri 2 item, jawaban pertama dikalikan jawaban kedua
Kuisoner Pertanyaan sebanyak 26 item dengan pilihan jawaban menggunakan skala likert
Ordinal
41
3.5 Alat Pennelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Alat Penelitian Alat pennelitian ini adalah kuesinor. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan dan pertanyaan tertulis kepada responden untuk diwajab (Wiratna,2014). Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup dimana sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto,2010). 1. Kuesioner A (Kuisoner Inkontinensia Urin) Kuesioner berisikan penampis inkontinensia urin yang berdoman pada alat ukur Incontinence Severity Index (ISI) merupakan alat yang menggunakan skala ordinal dimana hasil pengukuran inkontinensia urin didapatkan dengan mengalikan skor jawaban pertanyaan pertama dengan skor pertanyaan kedua. Hasil pengelompokan berdasarkan total adalah sebagai berikut : a. Skor 0
: Tidak mengalami inkontinensia urin
b. Skor 1-2 : Inkontinensia urin ringan c. Skor 3-6 : Inkontinensia urin sedang d. Skor 8-9 : Inkontinensiurn parah e. Skor 12 : Inkontinensia urin sangat parah 2. Kuesioner B (Kualitas Hidup) Kuesioner WHOQOL- BREF yang berisikan 26 pertanyaan yang dibagi menjadi 4 dimensi yaitu dimensi kesehatan fisik, dimensi
42
kesehatan psikologis, dimensi hubungan sosial dan dimensi lingkungan. Domain fisik yaitu (Q3, Q4, Q10, Q15, Q17, dan Q18), domain psikologi yaitu (Q5, Q6, Q7, Q11, Q19, dan Q26), domain hubungan social yaitu (Q20, Q2, dan Q22), dan domain lingkungan yaitu (Q8, Q9, Q12, Q13, Q14, Q23, Q24, dan Q25). Adapun metode pengisian angket yang akan digunakan adalah menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a.
Sangat
buruk/sangat
tidak
memuaskan/tidak
sekali/sangat buruk/selalu diberi skor b.
2
Biasa-biasa saja/dalam jumlah sedang/sedang/cukup sering diberi skor
d.
3
Baik/memuaskan/sedikit/sering kali/baik/memuaskan/jarang diberi skor
e.
1
Buruk/tidak memuaskan/sangat sering/sedikit/jarang diberi skor
c.
sama
Sangat
4 baik/sangat
memuaskan/dalam
jumlah
berlebihan/sepenuhnya dialami/sangat baik/tidak pernah diberi skor
5
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Favorable Unvorable Domain
Favorable
Unvorable
Fisik
10,15,16,17,18
3,4
Psikologi
5,6,7,11,19
26
43
Sosial
20,22
21
Lingkungan
8,9,12,13,14,23,24,25
-
Untuk menjawab masing-masing pertanyaan, responden diminta memiih satu angka dari skala 1 sampai 5. WHOQOL-BREFF hanya memberikan satu macam skor yaitu dari tiap masing-masing individu di tiap dimensi. Menurut Skevington (2008), alat ukur WHOQOL-BREF tidak memberikan skor menyeluruh yang merupakan gabungan tiap domensi. Skor tiap dimensi yang didapat dari alat ukur WHOQOLBREFF (raw score)harus ditransformasikan sehingga nilai skor dari alat ukur ini dapat dibandingkan dengan nilai skor yang diguakan dalam alat ukur WHOQOL- 100 (WHO,2008). Skor tiap dimensi (raw score)ditransformasikan dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus baku yang sudah ditetapkan WHO dibawah ini: TRANSFORMED SCORE = (SCORE – 4) x (100/16) Data gambaran kualitas hidup dideskripsikan berdasarakan akumulasi skor dari pengisina kuesioner WHOQOL-BREF. Untuk dapat mencapai akumulasi skor tersebut, skor yang diperoleh harus melewati beberapa tahap. Skor dari masing-masing domain kualitas hidup telah ditransformasikan.Hasil pengelompokan berdasarkan total adalah sebagai berikut : 1. Skor < 56 % : kualitas hidup kurang 2. Skor 56% - 75% : kualitas hidup cukup 3. Skor 76 -100% : kualitas hidup baik
44
3.5.2. Cara Pengumpulan Data Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengurusan surat izin studi pendahulan yang dikeluarkan oleh Program Studi S-1 Keperawatan yang ditujukan ke bagian KESBANGPOL 2. Surat diberikan kepada Kepala RSUD Pandan Arang Kabupaten Boyolali agar mendapatkan persetujuan untuk memperoleh data di Rekam Medis RSUD Pandan Arang Boyolali. 3. Menetapkan objek penelitian dengan pemilihan sampel yaitu semua pasien stroke yang sedang mengalami rawat inap di RSUD Pandan Arang Boyolali. 4. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang penelitian dan memberikan lembar inform consent untuk menjadi responden 5. Melakukan pengambilan data dengan penyebaran kuesioner kepada responden. 6. Data dari pengisian kuesioner sudah terkumpul. 7. Tahap terakhir peneliti membuat laporan hasil penelitian dengan melalui pengolahan data
45
3.5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.5.3.1. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukan tingkat aau kesahihan suatu instrumen (Arikunto,2006). Dalam pennelitian ini tidak dilakukan uji validitas dikarenakan kuesioner tentang inkontinensia urin dan kualitas hidup merupakan pertanyaan yang baku. 1. Incontinence Severity Index (ISI) Alat ukur variabel inkontinensia urin menggunakan alat ukur Incontinence Severity Index yang terdiri dari 2 pertanyaan. Incontinence severity index adalah alat ukur yang valid (0,73-0,84)(Yunizad, 2009). 2. Kualitas hidup (World Health Organization Quality of Life – Bref) Alat ukur variabel kualitas hidup menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26 pertanyaan dan merupakan pengembangan dari alat ukur WHOQOL-100. Kedua alat ukur ini dibuat oleh tim dari World Health Organization(WHO). WHOQOL-BREF adalah alat ukur yang valid (r-0,889-0,95) (Sekarwiri,2008). 3.5.3.2. Reliabilitas Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
46
alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersidat tendensius, mengarahkan
responden
memilih
jawaban-jawaban
tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataanya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto,2010). 1. Incontinence Severity Index (ISI) Dalam
penelitiantidak
dilakukan
uji
reliabilitas
dikarenakan instrumen penelitian sudah baku, yaitu Incontinence Severity Index
(ISI). skala ISI telah
dibuktikan nilai reliabilitasnya sebesar R= 0,84 (Yunizad, 2009). 2. Kualitas Hidup Dalam peelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas dikarenakan instrumen pennelitian sudah baku, yaitu World Health Organization Quality of Life – Bref (WHOQOL BREF). Skala WHOQOL – BREF telah dibuktikan memiliki nilai reliabilitas sebesar R = 0,66 0,87 (Sekarwiri,2008) 3.6. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.1. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data merupakan proses yang snagat penting dalam pennelitian, oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan
47
benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data menurut Hidayat (2007) adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa Data (Editing) Berfungsi untuk melengkapi kelengkapan data diantaranya kelengkapan identitas responden atau kelengkapan lembar kuesioner, kelengkapan pengisian kuesioner sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dilengkapi segera 2. Memberi Kode (Coding) Usaha
mengklasifikasikan
jawaban
responden
menurut
macamnya. Dalam pengkodean, semua variabel diberi kode kemudian ditentukan tempatnya dalam coding sheet (coding form) atau matriks. Pada penelitian ini kuesioner menggunakan pertanyaan. Misalnya jawaban Ya diberi kode 1 dan Tidak diberi kode 2 (Hidayat, 2007). 3. Memasukan data (Entry Data) Tahap pemprosesan data yang dilakukan oleh peneliti dengan memasukan data kuesioner ke dalam program komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi (Setiadi, 2007). 4. Tabulasi (tabulating) Tabulating meliputi memasukan data-data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai kriteria yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan skornya
48
3.6.2. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisa yang menganalisa tiap variabel dari hasil penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data dianalisa mengguakan statistik deskriptif untuk disajikan dalam bentuk tabulasi, minimum, maksimum, dan mean dengan cara memasukan seluruh data kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melaporkan hasil dalam bentuk
distribusi
dari
masing-masing
variabel
(Notoatmojo,2010) 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk mnegtahui keterkaitan dua variable (Wiratna, 2014). Untuk mengetahui hubungan inkontinensia dengan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali uji korelasi KendallTau. Uji korelasiDalam penelitian ini ditentukan tingkat kepercayaan 95% atau = 5% dengan ketentuan : a. Jika hitung> maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti 0 berarti tidak hubungan ada inkontinensia urin dengan kualitas hidup pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali.
49
b. Jika hitung< maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada hubungan antara inkontinensia urin dengan kualitas hidup pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali. 3.7. Etika Penelitian Menurut (Hidayat 2007) Etika penelitian ialah etika yang mencakup norma untuk berperilaku, memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan, etika penelitian dapat dibedakan menjadi beriku: 3.7.1.Informed consent (Lembar Persetujuan) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan dengan memberi lembar persetujuan menjadi informan. Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika informan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan 3.7.2. Anonimity (Tanpa Nama) Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama informan pada alat bantu pennelitian, cukup dengan kode yang hanya dimengerti oleh penneliti 3.7.3.Confidentially (Kerahasian) Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasian informan yang diberikan informan. Peneliti hanya melaporkan kelompok data tertentu saja 3.7.4.Beneficience(bermanfaat)
50
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksiamal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi 3.7.5Non Maleficience( tidak membahayakan) Peneliti
meminimalisasi
dampak
yang
merugikan
bagi
subyek.Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stress tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stress, maupun kematian subyek penelitian. 3.7.6. Justice (keadilan) Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi, dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai
contoh
dalam
prosedur
penelitian,
peneliti
mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Analisis Univariat 4.1.1. Karakteristik responden a. Umur responden Distribusi responden berdasarkan umur ditampilkan dalam tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan umur pada penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali periode Juni - Juli 2016 (n = 40) Umur (tahun)
Min 46
Maks 70
Rata-rata 55,87
Median 54,50
Tabel 4.1 umur respondenn paling tinggi adalah 70 tahun, dan umur paling rendah adalah 46 tahun. b. Jenis kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ditampilkan dalam tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali periode Juni - Juli 2016 (n = 40) Jenis kelamin Laki -laki Perempuan Jumlah
Jumlah 23 17 40
% 57,5 42,5 100,0
Tabel 4.2 menunjukkan mayoritas responden penelitian adalah laki-laki 57.5%.
51
52
c. Pendidikan Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal terakhir yang disesaikan ditampilkan dalam tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir pada penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali periode Juni Juli 2016 (n = 40) Pendidikan Tidak tamat SD Dasar Menengah Tinggi Total
Tabel
4.3
Jumlah 11 11 16 2 40
diketahui
% 27,5 27,5 40,0 5,0 100,0
sebagian
besar
responden
berpendidikanmenengah sebesar 40.0%. d. Inkontinensia Urin pasien stroke Tabel 4.4 Penilaian Inkontinensia urin pasien stroke pada penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali periode Juni - Juli 2016 (n = 40) Inkontinensia urin pasien stroke
Jumlah
%
Tidak mengalami inkontinensia urin Ringan Sedang Parah Sangat parah
0 13 26 1 0
0 32,5 65,0 2,5 0
Total
40
100,0
Tabel 4.4 diketahui sebagian besar responden mengalami Inkontinensia urin kategori
sedang sebesar 65,0 %, sedangkan
responden yang tidak mengalami mengalami inkontinensia urin dan
53
inkontinensia urin kategori sangat parah tidak ditemukan dalam penelitian ini. e. Kualitas hidup pasien stroke Tabel 4.5 Kualitas hidup pasien stroke pada penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali periode Juni - Juli 2016 (n = 40) Kualitas hidup pasien stroke
Jumlah
%
Baik Cukup Kurang
0 23 17
0 57,5 42,5
Total
40
100,0
Tabel 4.5 diketahui sebagian besar responden mempunyai kualitas hidup kategori cukup sebesar 57.5%, sedangkan responden dengan kualitas hidup kategori kurang sebesar 42.5%. Responden dengan kualitas hidup kategori baik tidak ditemukan dalam penelitin ini. 4.2. Analisa Bivariat Analisis hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke menggunakan uji korelasi Kendall Tau. Hasil analisis hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke ditampilkan dalam table 4.6
54
Table 4.6 Hubungan Inkontinensia Urin dengan Kualitas Hidup pada Pasien Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali Periode Juni Juli 2016 (n4=40) Inkontensia Urin Sangat parah Parah Sedang Ringan Tidak inkontensia Total
Baik F % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kualitas hidup Cukup Kurang F % f % 0 0 0 0 0 0 1 2.5 11 27,5 15 37.5 12 30 1 2,5 0 0 0 0
F 0 1 26 13 0
% 0 2.5 65 32,5 0
0
23
40
100
0
57,5
17
42.5
Total
P- Value 0,001
-0,411
Tabel 6 Hasil diketahui nilai korelasi -0,411 dengan nilai probabilitas atau taraf kesalahan 0,001 lebih kecil dari α (0,05), maka Ho ditolak, sehingga ada hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali. Berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,411 termasuk dalam kategori hubungan yang sedang.
BAB V PEMBAHASAN
5. 1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Berdasarkan hasil penelitian umur responden diketahui, rata-rata umur adalah 55,8 tahun menunjukkan bahwa responden yang mengalami stroke sudah termasuk dalam kategori lansia awal, sedangkan manula pada usia diatas 60 tahundengan umur tengah dari 40 responden adalah 54.5 tahun. Penelitian Stoddart (2006) ditemukan bahwa responden yang mengalami inkontinensia urin berumur sekitar 50-65 tahun, tetapi yang paling banyak adalah pada umur -54 tauhun. Menurut Lase (2011) kualitas hidup dipengaruhi faktor umur, semakin tua akan mengalami kelemahan dan ketidakmampuan sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Menurut Morton, (2011) umur dikategorikan sebagai faktor risiko terjadinya stroke dan masuk dalam kelompok faktor yang tidak dapat diubah. Semakin tua umur seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian Sofyan (2012) yang meneliti mengenai hubungan umur, jenis kelamin, dan hipertensi dengan kejadian stroke di rawat inap di Ruang Teratai RSU Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui dari 77 responden, 67,5% berumur diatas 55 tahun.
55
56
5.1.2 Jenis Kelamin Dari hasil penelitian 57,5% responden adalah laki-laki dan 42,5% responden
perempuan yang mengalami inkontinensia urin. Pada
penelitian Bustan (2007) 75% perempuan megalami inkontinensia urin hasilnya lebih besar dari pada laki-laki. Penelitian Santoso (2008) mengatakan kualitas hidup seseorang perempuan lebih buruk dari pada laki-laki. Dari hasil penelitian 57.5% responden adalah laki-laki. Menurut Pinzon (2010) jenis kelamin merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Jenis kelamin laki-laki mudah terkena stroke, hal ini dikarenakan lebih tingginya angka kejadian faktor resiko stroke misalnya hipertensi dan merokok. Penelitian Ramadany (2013) diketahui dari 66 responden penelitian 59,9% adalah pasien laki-laki yang mengalami stroke iskemik dengan riwayat diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi. Berdasarkan hasil peneltian diketahui bahwa banyak responden laki-laki yang menjadi pasien stroke rawat jalan di RSUD Pandan Arang Boyolali menunjukkan bahwa pasien laki-laki dengan stroke masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari meskipun dengan
keterbatasan walaupun kualitas hidupnya menurun. 5.1.3 Pendidikan Berdasarkan hasil penelitain 40% responden
berpendidikan
menengah. Menurut Notoadmojo (2007) tingkat pendidikan individu sangat berperan dengan pengetahuan mereka tentang kesehatan,
57
dimana pendidikan dapat mempengaruhi perkerjaan dan pendapatan. Rendahnya tingkatan pendidikan akan menyebabkan kurangnya informasi kesehatan yang akan dia dapatkan, sehingga menyebabkan pengetahuan tentang kesehatan juga kurang. Penelitian Kuper (2006) ditemukan bahwa ada perbedaan yang bermakna terutama dalam tingkat pendidikan untuk terjadinya risiko stroke iskemik di kota Swedia. Menurut peneliti responden dengan tingakat pendidikan menengah dapat mempengaruhi pengetahuan tentang inkontinensia urin, kualitas hidup pada penyakit stroke 5.2. Inkontinensia Urin Pasien Stroke Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden mengalami inkontinensia urin kategori
sedang sebesar 52.5%.
Kategori sedang tersebut mencerminkan bahwa setidaknya responden masih belum mampu menahan berkemih setidaknya sebulan sekali ataupun mengalami beberapa kali dalam sebulan. Setiap kali responden berkemih urin yang keluar dalam kondisi menetes ataupunberupa
percikan
urin.Penelitian
Puspitaningrum
menjelaskan dari 38 responden, 13 orang (32%)
(2015)
Tidak tidak
mengalami inkontensia urin dan lebih dari 60% belum dapat menahan berkemih di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan Bantul. Berdasarkan penelitian ini bahwa masih banyak responden yang masih mengalami inkontensia urin karena kelemahan, keterbatasan
58
fungsional, ketidakmampuan, keterhambatan yang dialami bersama kemunduran akibat proses menua dan responden mengalami kelainan neurologis
seperti
kerusakan
pada pusat
miksi sehingga akan
menimbulkan gangguan dari fungsi kandung kemih. 5.3 Kualitas hidup Pada Pasien Stroke Berdasarkan hasil penelitan diketahui 42.5% responden mempunyai kualitas hidup kategori kurang sedangkan 57.5% responden dengan kualitas hidup kategori cukup. Kurang atau rendahnya kualitas hidup respoden ini dapat digambarkan bahwa proses menurunnya kemampuan menahan berkemih secara baik atau mengalami
inkontensia urin
mengakibatkan
terganggunya aktivitas sehari-hari yang dilakukannya. Hasil penelitian Handayani (2009) menjelaskan adanya perubahan aktivitas sehari-hari, pola komunikasi, aktivitas kerja,hubungan sosial, istirahat dan rekreasi serta kondisi psikologis pada penderita dan keluarga pasca stroke. Aspek-aspek tersebut merupakan indikator atau ukuran yang menunjukkan adanya penurunan kualitas hidup pada penderita dan keluarga pasca stroke. Hasil penelitian kepada responden yang berkunjung di RSUD pandan Arang Boyolali diketahui cenderung tidak aktif berkomunikasi baik dengan keluarga maupun tenaga kesehatan.
Hal ini dimungkinkan karena
keterbatasan kemampuan dalam beraktivitas termasuk berbicara karena merasa sulit berbicara secara lancar.
59
5.4.Hubungan antara Inkontinensia Urin dan Kualitas Hidup Pada Pasien Stroke di RSUD Pandan Aran Boyolali Berdasarkan hasil analisis statistik disimpulkan ada hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali dengan nilai= -0,411 Hubungan antara variable inkontinensia urin dengan variable kualitas hidup menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik, artinya responden yang mengalami inkontinensia urin kategori ringan cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibanding responden yang mengalami inkontinensia urin kategori kategori sedang maupun berat mempunyai kualitas hidup yang kurang. Inkontinensia urin salah satu dari beberapa komplikasi yang disebabkan oleh penyakit stroke (Geri, 2009). Pranaka (2009) menyatakan ketidakmampuan untuk menahan kencing baik saat beraktivitas maupun pada saat tidur menjadikan rasa tidak nyaman pada diri
responden.
Tuenissen (2006) menyatakan bahwa salah satu dampak dari inkontinensia urin adalah timbulnya masalah kesehatan fisik, kerusakan kulit, dan menyebabkan masalah psikososial seperti rasa malu, isolasi, dan menarik diri dari pergaulan. Dengan adanya ketidak mampuan menahan dalam berkemih (kencing) dapat mengakibatkan
respon emosi seperti malu.
Timbulnya rasa malu mengakibatkan responden membatasi kontak sosial dengan lingkungan sekitar. Ungkapan rasa emosi melalui rasa malu dan memilih untuk diam. Perasaan malu pada responden lebih diakibatkan oleh perubahan penampilan fisik dan keterbatasan fungsional.
60
Craven dan Hirnle (2007) menyatakan responden yang mengalami inkontinensia urin merasa tidak nyaman apabila bertemu dengan orang lain. Rasa malu dan tidak percaya diri menjadikan responden merasa tidak puas atas kehidupan yang dijalaninya saat ini. Abu bakar (2012) mengatakan pasien stroke banyak mengalami kemunduran dalam interaksi sosial, dan mengalami depresi sebagai akibat ketidakmapuan dalam beraktivitas seperti makan, mandi, berpakaian dan berpindah ke tempat tidur. Sarafino (2006) menjelaskan bahwa keluarga merupakan
support
sistem utama bagi pasien dalam mempertahankan kesehatannya. Dukungan yang berasal dari keluarga juga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah atau kegiatan sehari-hari, seperti permasalahan lain yang mungkin muncul dapat berasal dari aspek sosial dan aspek psikologis atau emosional. Bantuan keluarga dalam mengganti
popok (pampers) ataupun melakukan bantuan mandi
pada
pasien dapat membantu peningkatan kepercayaan diri selama menderita stroke. Knonc (2006) mengatakan menunjukkan 75% responden yang memiliki dukungan keluarga kurang baik sehingga kualitas hidup pasien stroke
di
instalasi
rawat
inap
bedah
RSUP
Dr.
Mohammad
HoesinPalembang juga menjadi kurang baik.Penelitian Vigod (2006) mengatakan inkontinensia urin yang berkepanjangan dengan dampak yang dibawanya menyebabkan kualitas hidup menurun.
Berdasarkan hasil
penelitian inkontinensia urin pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang
61
Boyolali menunjukkan bahwa responden merasa minder, dan malu bukan hanya perubahan fisik yang terjadi namun adanya gangguan inkontensia urin yang menjadikan responden merasa dapat mengganggu lingkungan sekitar dengan kehadiran responden. Bau urin yang mungkin tercium oleh orang lain menjadikan rasa sungkan atau tidak nyaman saat responden berinteraksi seperti dengan tetangga.
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Sebagian besar pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali berumur 55.87 tahun, berjenis
kelamin
laki-laki. sebagian besar responden
berpendidikan menengah. 2. Sebagian besar responden mengalami Inkontinensia urin kategori sedang sebesar 65% 3. Sebagian besar responden mempunyai kualitas hidup kategori cukup 4. Ada hubungan antara inkontinensia urin dan kualitas hidup pada pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali dengan nilai p = 0,001 6.2 Saran 1. Bagi Rumah Sakit Diperlukan peningkatan pelayanan yang lebih baik lagi terutama dalam hal pemberian informasi dan komunikasi, pendidikan kesehatan, dengan pasien. Hal ini menjadi sangat penting mengingat dalam penelitian ini terbukti bahwa penurunan kualitas hidup pasien lebih terjadi sebagai akibat dari gangguan inkontensia urin. Untuk menjaga kualitas hidup pasien peran pendidikan kesehatan menjadi sangat penting. Pendidikan dan latihan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman proses penyakit, penanganan dan perubahan-perubahan pola hidup yang sesuai seperti memberikan paelatihan senam kegel untuk mengurangi inkontensia urin.
62
63
2. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan dan memperkaya ilmu keperawatan medikal bedah dalam menggunakan skor inkontinensia urin dan kualitas hidup. 3.
Bagi peneliti selanjutnya Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut tentang inkontinensia urin dan kualitas hidup padapasien stroke seperti memberikan pendidikan kesehatan dan pelatihan senam kegel.
DAFTAR PUSTAKA Abubakar S. A. (2012) Health Related Quality of Life of Stroke Survivors: Experience of a Stroke Unit. International Journal of Biomedical Science Vol. 8 no. 3 September 2012 Acton, Q.A. 2012. Advances in Urinary Incontinence Research and Treatment. 2012 Edition. ScholarlyBrief. p. 1-40. American Heart Association, 2011, Heart International Cardiovascular Disease Statistic.http://www.american heart.org/, diakses 7 Januari 2016 Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta , Rineka Cipta Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Bulletin Kesehatan (2011). Gambaran Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Brunner & Suddarth. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 1, alih bahasa, Agung Waluyo et al ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta: EGC. Bustami, M., Ahmad, A., Mayza, A., Mulyatsih, E., Rasyid,A., et al. (2007). Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cedekia Press. Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Corwin, E. J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, ed 3 (ed Egi Komara Yuda et al). Jakarta: EGC.
Craven, F.R, & Hirnle, J.C. (2007). Fundamentals of nursing: Human health and function.(5 th ed). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins Departemen Kesehatan RI (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Farida K. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Fayers, P. & Machin, D., 2007, Quality of Life: The Assessment, Analysis and Interpretation of Patient-reported Outcomes, 2nd Ed., John Wiley &Sons Ltd, Hoboken.
Feigin, V. 2009. Stroke ; Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke (Alih bahasa oleh Udumbara,B). Jakarta : Bhuana IlmuPopuler. Friedman, dkk. (2010). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC Fuady, N. (2016). Pengaruh Pelaksanaan Discharge Planning terhadap Dukunganpsikososial Keluarga Merawat Pasien Stroke di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo. JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 172 – 178 ISSN 2252-5416 Geri, M. (2009).Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. Ginsberg L. 2008. Lecture Notes Neurology. 8th ed. Surabaya: Erlangga, pp: 8999. Gofir, A., 2009. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendikia Press. Goldszmidt, A. J. 2013. Stroke Esensial Edisi kedua. Jakarta: Indeks. Handayani DY. (2009). Analisis Kualitas Hidup Penderita dan KeluargaPasca Serangan Stroke (dengan Gejala Sisa). Jurnal Psycho Idea, Tahun 7 No1, Februari 2009 ISSN 1693-1076 Hasan, N. 2010. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Strategi Coping pada Penderita Stroke RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Psikologi USAHID
Harsono., 2007.Kapita Selekta NEUROLOGI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Harmaini F. 2006. Uji Keandalan dan Kesahihan Formulir European Quality of Life – 5Dimensions (EQ-5D) untuk Mengukur Kualitas Hidup Terkait Kesehatan padaUsia Lanjut di RSUPNCM. Indonesia. Universitas Indonesia. Tesis. Hendromartono ., 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga University Press. Hidayat, Alimul, Aziz. ((2007). Metode Penelitian Kebidanan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Hoyert, Donna L. and Jiaquan Xu. 2012. ‘Deaths: Preliminary Data for 2011 Selected Causes.’National Vital Statistics Reports (NVSS); Vol 61, No. 6, pp.40-42. Hyattsville, MD: US Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control Prevention, Division of Vital Statistics. 10 October. Web. 5 Januari 2016\
Husni, M. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 2 - Nomor 2, Juli 2015, ISSN No 2355 5459 77 Ignatavicius, D.D & Workman, M.L. (2006). Medical-surgical nursing: Critical Thinking for Collaborative Care. St. Louis: Elsevier Inc. Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI. Junizaf, H. 2011. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia. Jakarta: FKUI. Kuper, H.(2006). The Socioeconomic Gradient in the Incidence of Stroke A Prospective Study in Middle-Aged Women in Sweden. Journal American heart association Kwoncdkk, 2006. Factors that Afect the Quality of Life at 3 Year Pos, t-Stroke. Journal Of Clinical Neurology vol.2 no.1, 2006 World Health Organization. 2004. The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) –BREF. Diaksesdari http://www.who.int/substance_abuse/research_tools/en/indonesian_whoqol. pdf ( 3 Januari 2016). Lase, W. N. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Levine, P.G. 2011)\. Stronger After stroke ; Panduan Lengkap dan efektif terapiPemulihan Stroke (Penerjemah oleh Farihah, R.I). Jakarta : Etera. Lubis..2009. Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana. Mambrasar, M (2014). Profil Kualitas Tidur Pada Pasien Stroke Akut di Bagian Neurologi RSUP Prof. DR. R. D KANDOU Manado Periode November 2013 – Desember 2013. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 Martin P.F. dan Frey R. J. 2010. http://www.healthline.com. ( 30 Januari 2016
Urinary
Incontinence.
Melville, JL., Delaney, K., Newton, K., Katon, W., 2006. Incontinence Severity and Major Depression in Incontinent Women, Amer. J. Obstet. Gynecol, Vol. 106, No. 3, 585-592 Morton, dkk (2011).Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik Volume I. Edisi 8. Jakarat : EGC
Mujahidullah.(2012). Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta: Tunas Publishing Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.
Pertiwi, Nurul, 2010, Stroke Hemoragik dengan Faktor Resiko Hipertensi, Diakses 27 November 2010, Darihttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=STROKE+HEMOR AGIK+ DENGAN+FAKTOR+RESIKO+HIPERTENSI. Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto, Widyo, Kriswanto. (2010). Awas Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta: penerbit ANDI Pranarka K. 2009. Buku Ajar Geriatri Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI. Ramadany, A,F. (2013) Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Stroke Iskemik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2010. Jurnal Biomedika, Volume 5 Nomor 2, Agustus 2013 Rahayu, K. (2015) Pengaruh Pemberian Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran. Jurnal keperawatan, P-ISSN 2086-3071 E-ISSN 2443-0900 Rasyid, A.L & Lyna, S. (2007). Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Riwidikdo, H. 2010. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra Cendikia. Rubenstein, David, dkk., 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Santoso, B.I. 2008. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol:58, no: 7, Juli 2008. Saputra, L. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa Aksara. Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Amerika: John Willey&Sons, INC Sarwono, S. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Saxer, S., et al, 2005. Risk Factors for Urinary Incontinence in Nursing Home Residents, SWISS MED WKLY 2005;135:495–502. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sekarwiri.( 2008). Metode penelitian dan uji realibiltas dan validitas WHOQoLBREF. http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-94781.pdf. Setiati, S., Putu, ID,. 2007. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Jilid 3 ). Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Setiati S., Kuntjoro H., Aryo G.R. 2007. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam : Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti setiati. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi IV. Jakarta : FK UI. pp: 1335-39. Skevington S.M., Lotfy M., O’Connell K.A., 2004. The World HealthOrganization’s WHOQOL-BREF Quality of Life Assessment:Psychometric Properties and Results of the International Field Trial A Report from the WHOQOL Group. Quality of Life Research. 13: 299-310 Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedaBrunner & Suddart ( Alih bahasa oleh Hartono, A & Kuncara, H.Y).Jakarta : EGC. Soeharto, I. (2008). Serangan Jantung dan Stroke Edisi kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. SofyanA. M. (2012) Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke.Jurnal kedokteran. Program Pendidikan Dokter FK Universitas Halu Oelo SUlawasi tenggara Sofwan, R. (2010). Anda Bertanya Dokter Menjawab: Stroke dan Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer
Stoddart, H., et al, 2006. Urinary Incontinence in Older People in the Community: a Neglected Problem?, British Journal of General Practice, 2001, 51, 548554. Kaplan Tarasová M., Nečasová J., Mikulík R., Pohanka M., Hashim M. K. A., Drliková L., Bártlová B., Nosavcovová E., Al-Mahmodi N. A. I., Al Fadhli A. K., Anbais F. H., Erajhi A. A., Pospíšil P., Konečný L., Siegelová J. 2007. Quality Of Life In Patients After Acute Stroke. SCRIPTA MEDICA (BRNO) 80(5): 243–252 Teunissen, D., Van Den Bosch, W., Van Weel, C., Lagro-Janssen, T., 2006. ‘‘It can always happen’’: The Impact of Urinary Incontinence on Elderly Men and Women, Scandinavian Journal of Primary Health Care, 24; 166-173. Tugasworo., 2002. Prevensi Sekunder Stroke and Management of Post Stroke. Semarang : Badan Penerbit UNDIP. Utami, P.2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta : Agromedia Pustaka. Vigod S., Stewart D.E. 2006. Major Depression in Female Urinary Incontinence. 47 : 147-151). Vitahealth. 2006. Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wardhana, W.A. (2011). Strategi Mengatasi & Bangkit Dari Stroke. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Weber, AM and Walters, MD. (2006). Epidemiology of incontinence and prolapse in vaginal surgery for incontinence and prolapse. London: SpringerVerlag London Limited, Wiratna Sujarweni dan Poly Endrayanto, Statistik Untuk Penelitian, edisipertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012 Wiwit, S. (2010). Stroke dan Penanganannya; memahami, danmengobati stroke, Jogjakarta: Kata Hati. World Health Organization. 2004. Quality of Lifehttp:www.who.int/subtance abuse/research tools/whoqolbref/en
mencegah
BREF.
World Health Organization. 2008. The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)– 100.http://www.who.int/substance_abuse/research_tools/en/indonesian_who qol.pdf