HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SPO PEMASANGAN INFUS OLEH PERAWAT PELAKSANA DI IRNA C NON BEDAH (PENYAKIT DALAM) RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010 M. Ilhamdi Rusydi*, Nova Fridalni**, Yani Nurman ABSTRAK Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti ditempat penelitian, didapatkan data rata-rata pemasangan infus mencapai 15 tindakan perhari. Ini tindakan paling sering dibandingkan tindakan keperawatan yang lain. Perawat pelaksana memiliki motivasi yang tinggi namun dalam pelaksanaan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO yang ditetapkan rumah sakit. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Motivasi dengan SPO Pemasangan Infus oleh Perawat Pelaksana Di IRNA C Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2010. Desain penelitian ini bersifat Deskriptif Korelasi dengan pendekatan Cross Sectional, dengan jumlah responden 23 orang. Penelitian ini dilakukan di RSUP. DR. M. Djamil IRNA C Non bedah (Penyakit Dalam), kemudian data diolah dengan analisa uniavariat dan bivariat dengan cara manual. Hasil penelitian adalah, menunjukkan 11 orang (55%) Perawat Pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang memiliki motivasi tinggi dan sebagian besar 17 orang (85%) Perawat Pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO Pemasangan Infus di RSUP. DR. M. Djamil Padang. Didapatkan tidak adanya hubungan antara motivasi yang tinggi dengan pemasangan infus sesuai dengan SPO. Dari hasil penelitian, menurut analisa peneliti perawat pelaksana memiliki motivasi tinggi untuk bekerja tetapi sebagian besar melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO. Jumlah perawat pelaksana pada tiap shiftnya juga mempengaruhi pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO. Misalnya pada shift siang dan malam, rata-rata perawat yang dinas berjumlah 3-4 perawat pelaksana, sedangkan jumlah klien dapat mencapai 15-20 orang. Serta banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti gaji yang rendah dan keterampilan perawat pelaksana.
Kata Kunci : Motivasi, Standar Prosedur Operasional, Perawat M. Ilhamdi Rusydi * Nova Fridalni ** Dosen Universitas Andalas Padang * Dosen STIKES MERCUBAKTIJAYA Padang ** Alamat Korespondensi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang Telp. 0751 - 442295
PENDAHULUAN Pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan baik ditatanan Rumah Sakit, Puskesmas maupun unit–unit pelayanan lainnya. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan dasar pasien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien itu mampu untuk melakukan rutinitasnya sendiri tanpa bantuan. Peran ini mengharuskan perawat memiliki kontak paling lama dengan pasien. Pelayanan dan asuhan keperawatan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap pencapaian efisiensi, kualitas, dan citra rumah sakit. (Ulaen, 2008). Asuhan keperawatan profesional diberikan kepada pasien oleh tenaga keperawatan yang memiliki kewenangan dan kompetensi yang telah ditetapkan oleh profesi berupa standar keperawatan. Standar keperawatan menyatakan bahwa asuhan keperawatan harus berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip, dan teori keperawatan serta keterampilan yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban perawat tersebut. Asuhan keperawatan yang bermutu dapat dicapai jika pelaksaan asuhan keperawatan sesuai standar keperawatan (Ulaen, 2008). Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek keperawatan. Standar praktek ini menjadi pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan adalah pernyataan tentang apa yang dibutuhkan oleh Registered Ners untuk dijalankan
sebagaiprofesional keperawatan. Secara umum, standar ini mencerminkan nilai profesi keperawatan dan memperjelas apa yang diharapkan profesi keperawatan dari para anggotanya (Suza, 2003). Dua kategori standar keperawatan yang diterima secara umum adalah standar asuhan dan standar praktek. Standar asuhan meliputi prosedur dan rencana asuhan. Standar praktek meliputi kebijakan, uraian tugas, dan standar kinerja. Standar praktek menuntun perawat dalam melaksanakan perawatan kepada pasien. Standar praktek keperawatan di Indonesia memuat asuhan keperawatan. Pada standar asuhan keperawatan terdapat di dalamnya intervensi keperawatan. Ia juga menetapkan level kinerja yang perlu diperlihatkan oleh perawat untuk memastikan bahwa standar asuhan akan dicapai dan menggambarkan defenisi institusi tentang apa yang dapat dilakukan oleh perawat (Suza, 2003) . Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan yang komperehensif mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat, seringkali mengalami permasalahan yang menyangkut tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit yang dianggap kurang memadai atau memuaskan. Salah satu tantangan terbesar dalam pelayanan di rumah sakit adalah terpenuhinya harapan masyarakat akan mutu rumah sakit. Pelayanan keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional, merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Di sisi lain yakni sebagai salah satu faktor penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan tidak bisa lepas dari upaya peningkatan mutu keperawatan. Oleh sebab itu perawat sebagai tim pelayanan kesehatan yang terbesar dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan di rumah sakit ditinjau dari sisi keperawatan meliputi aspek jumlah dan kemampuan tenaga profesional, motivasi kerja, dana, sarana dan perlengkapan penunjang, manajemen rumah sakit yang perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Yusuf, 2006). Motivasi penting karena diharapkan dengan motivasi setiap tenaga kerja mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja tinggi.Munandar (1985) mengatakan bahwa motivasi kerja adalah besar kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya. Hasil dari usaha ini tampak dalam bentuk penampilan kerja seseorang yang merupakan hasil interaksi atau fungsinya motivasi, kemampuan dan persepsi pada diri seseorang. Dari dasar teori di atas menunjukkan bahwa setiap organisasi harus mempertahankan motivasi kerja dari tenaga kerjanya, karena motivasi kerja berpengaruh pada penampilan kerja. Standar adalah kinerja yang diinginkan dan dapat dicapai dimana kinerja aktual dapat dibandingkan. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja telah dikemukakan oleh James L. Gibson, Sedarmayanti dan Yasli Ilyas. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan faktor motivasi dalam melihat hubungannya dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus di RSUP.DR.M.Djamil Padang.
Pada ruang Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam), diperkirakan 2025% pasien memerlukan terapi infuse. Pemasangan infus merupakan salah satu intervensi keperawatan kolaborasi dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam makan dan minum. Intervensi keperawatan yang diberikan di rumah sakit ditetapkan dalam bentuk standar prosedur operasional atau SPO. Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP.DR.M.Djamil Padang adalah rumah sakit rujukan untuk daerah Sumatera Barat. Rumah sakit ini telah terakredutasi B Pendidikan sehingga standar operasional prosedur diubah menjadi standar prosedur operasional yang selanjutnya disebut SPO. Standar Prosedur Operasional mulai berlaku awal tahun 2008. RSUP.DR.M.Djamil telah memberlakukan buku standar asuhan keperawatan berdasarkankeputusan Direktur RSUP.DR.M.Djamil Padang Nomor :OT.01.01.01.149, salah satunya adalah standar prosedur operasional pemasangan infus.(Lumenta 2001) Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi pemasangan infus adalah faktor petugas, yaitu petugas kesehatan yang bekerja tidak sesuai dengan prinsip aseptic dan antiseptik, tidak ditaati prosedur kerja yang berlaku pada unit perawatan dan penggunaan alat-alat kesehatan yang berlaku pada unit perawatan dan penggunaan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar strerilisasi (Sugihartono, 2008). Penelitian klinis menyebutkan bahwa infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi jarum infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis, dan kimiawi. Infeksi nosokomial mempunyai angka kejadian 2-12% (rata-rata 5%) disemua penderita yang di rawat dirumah
sakit. Di IRNA C Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang infeksi nosokomial (flebitis) pada tahun 2009, yaitu 17 (tujuh belas) kejadian dari 6484 pemasangan infus pada pasien rawat inap. Dari data yang didapatkan oleh peneliti dari perawat IRNA C HCU Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) didapatkan data rata-rata pemasangan infus perharinya mencapai 15 tindakan, dibanding dengan tindakan perawat lain, NGT dan Kateter hanya mencapai 10 tindakan dan untuk tindakan perawat yang lain tidak begitu banyak melakukan tindakannya. Di IRNA C Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) terdiri dari 5 ruangan rawat inap: HCU, Kelas 1, Petri, Interne Pria dan Interne wanita. Berdasarkan data yang didapatkan dari pihak perawat di IRNA C, pemasangan infus yang paling banyak dilakukan adalah pada ruangan HCU, karena di IRNA tersebut pasien yang dirawat sering gelisah, yang menyebabkan sering terlepasnya infus, maka dari itulah pelaksanaan pemasangan infus diruangan tersebut sering dilakukan. Dan dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian adalah diruangan HCU IRNA C Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP.DR. M.Djamil Padang. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan pokok permasalahan tentang hubungan motivasi dengan pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus oleh perawat pelaksana di IRNA C RSUP. DR. M. Djamil Padang. Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan motivasi
dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemasangan infus oleh perawat pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP.DR.M.Djamil Padang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi bersifat “cross sectional”,yaitu : memberikan gambaran tentang motivasi dengan pelaksaan Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus oleh perawat pelaksana. Penelitian ini dilakukan di IRNA C Non Bedah (Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang yaitu, IRNA High Care Unit/HCU. Penelitian ini dilakukan pada 8 April s/d 17 April 2010. Populasi penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di HCU IRNA C Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang, yang berjumlah 20 orang, dengan kriteria 1) Bersedia menjadi responden 2) Responden dengan latar belakang pendidikan D III Keperawatan 3) Melakukan tindakan pemasangan infus ketika penelitian dilakukan 4)
Ada pada saat penelitian
Teknik pengumpulan data yaitu dengan membagikan kuesioner pada perawat pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang sesuai dengan jumlah sampel yang diinginkan, kemudian dikumpulkan, diperiksa untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data. Observasi dilakukan peneliti dipandu dengan lembar observasi Standar Prosedur
Operasional pemasangan infus yang dikeluarkan oleh di IRNA C Non Bedah Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang. Pengolahan data mengunakan langkah-langkah yaitu pemeriksaan data, pengkodean, memasukkan data ke dalam master table, membersihkan data dari kesalahan dan mengelompokkan data dalam bentuk tabel. Analisa data di lakukan dengan analisa univariat terhadap variable motivasi dan pelaksanaan SPO pemasangan infuse yang di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Sedangkan Analisa Bivariat dilakukan dengan uji chi-square yang akan melihat hubungan motivasi dengan SPO pemasangan infuse dengan batas kemaknaan α = 0,05 dan derajat kepercayaan 95% HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang yang telah dilakukan pada tanggal 8 sampai dengan 17 april 2010 dengan jumlah responden 20 orang perawat pelaksana. Adapun hasil dari penelitian adalah : 1. Gambaran Motivasi Kerja Perawat
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat Pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2010 Motivasi Tinggi Sedang rendah Jumlah
f
%
11
55
4
20
5
25
20
100
Tabel 1 di atas menunjukkan11 orang (55%) Perawat Pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang memiliki motivasi tinggi. Ini menandakan bahwa perawat tersebut memiliki motivasi dari dalam dirinya, pemberian penghargaan terhadap hasil kerja dan kenaikan gaji dapat memotivasi kerja perawat. Menurut analisa peneliti hal ini disebabkan karena penghargaan terhadap hasil kerja perawat oleh pimpinan yang dapat meningkatkan motivasi perawat dalam bekerja. Faktor yang lain adalah faktor kepuasan, motivator atau faktor instrinsik. Faktor ini meliputi pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan potensi untuk berkembang. Faktor ini menciptakan motivasi yang tinggi. 2. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pemasangan Infus
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan SPO Pemasangan Infus Oleh Perawat Pelaksana Di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2010 Pelaksanaan SPO pemasangan infus Sesuai Tidak sesuai Jumlah
f
kapas alkohol tidak dalam wadah melainkan hanya digenggam, tidak membawa gunting, tidak menggunakan sarung tangan bersih, tidak membawa bengkok, dan tidak mencuci tangan sebelum melakukan pemasangan infus hanya setelah selesai tindakan mencuci tangan.
%
3
15
17
85
20
100
Tabel 2 di atas menunjukkan lebih dari sebagian besar 17 orang (85%) Perawat Pelaksana di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO Pemasangan Infus di RSUP. DR. M. Djamil Padang. Kebanyakan dari langkahlangkah SPO yang sering ditinggalkan oleh perawat pelaksana tidak merugikan klien. Perawat lebih memilih untuk mencari alternative yang cepat, seperti mengganti tourniquet dengan menggenggam menggunakan tangan perawat lain (jika sedang berdua). Dan langkah-langkah lain yang sering ditinggalkan perawat pelaksana antara lain: tidak memakai perlak pengalas,
Menurut analisa peneliti langkahlangkah dalam SPO harus digunakan dalam ruang HCU, namun karena tingkat kerja yang cepat , tingkat beban kerja yang tinggi dan jumlah perawat pelaksana yang tidak mencukupi pershiftnya juga mempengaruhi perawat pelaksana untuk bekerja tidak sesuai dengan SPO yang ada. Dalam kondisi yang demikian maka sulit untuk mengharapkan kinerja yang maksimal. Apalagi bila dilihat dari rasio perawat dan pasien, dalam satu shift hanya ada 2-3 perawat yang jaga sedangkan pasien ada 20-25 per bangsal jelas tidak proporsional(Yusuf,2006). 3 Hubungan Motivasi Dengan Pelaksanaan (SPO) Pemasangan Infus oleh Perawat Pelaksana
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Motivasi Dengan Pelaksanaan SPO Pemasangan Infus Oleh Perawat Pelaksanan Di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2010 Pelaksanaan SPO Pemasangan Infus Motivasi Sesuai Tidak Sesuai F % F % 2 10 9 45 Tinggi Sedang 1 5 3 15 0 0 5 25 Rendah 3 15 17 85 Jumlah 2 X² hitung = 2,41 df = 2 X tabel = 5,991
Tabel 3 menunjukkan dari 11 perawat pelaksana yang mempunyai motivasi tinggi 9 (45%) perawat pelaksana melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO Pemasangan Infus di RSUP. DR. M. Djamil Padang, dan 2 (10%) perawat pelaksana melakukan pemasangan infus sesuai dengan SPO Pemasangan Infus di RSUP. DR. M. Djamil Padang. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Motivasi dengan Pelaksanaan SPO Pemasangan Infus Oleh Perawat Pelaksana Di IRNA C HCU Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP. DR. M. Djamil Padang, dimana didapat nilai X² hitung = 2.41 < X² tabel = 5,991. Yang artinya motivasi yang tinggi belum tentu membuat perawat pelaksana melakukan tindakan pemasangan infus sesuai prosedur. Sebab ada hal lain yang lebih mempengaruhi tindakan pemasangan infus yang sesuai prosedur. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja menurut James L. Gibson (1987) dalam Ilyas (2002) yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Total F
%
11 4 5 20
55 20 25 100
Variabel individu meliputi : kemampuan dan keterampilan, latar belakang keluarga, serta demografis. Variabel organisasi meliputi : sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan serta variabel psikologis meliputi : persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Menurut analisa peneliti perawat pelaksana memiliki motivasi tinggi untuk bekerja tetapi sebagian besar melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO. Jumlah perawat pelaksana pada tiap shiftnya juga mempengaruhi pemasangan infus tidak sesuai dengan SPO. Misalnya pada shift siang dan malam, rata-rata perawat yang dinas berjumlah 3-4 perawat pelaksana, sedangkan jumlah klien dapat mencapai 15-20 orang. Serta banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti gaji yang rendah dan keterampilan perawat pelaksana. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas yang berkaitan dengan Penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian perawat memiliki motivasi tinggi. 2. Sebagian besar perawat melaksanakan pemasangan infuse sesuai SPO
3. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara motivasi yang tinggi dengan pelaksaan pemasangan infus sesuai SPO. Dari uraian diatas, penulis dapat memberikan sedikit saran berdasarkan pikiran, logika serta pengetahuan yang sederhana dan terbatas, sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti Agar peneliti dapat menambah Pengetahuan, Pengalaman dan meningkatkan kemampuan Peneliti tentang Hubungan Motivasi dengan Pelaksanaa Pemasangan Infus Sesuai Dengan SPO. 2. Bagi Institusi Tempat Penelitian Sebagai bahan masukan dengan diketahuinya Hubungan Motivasi dengan Pelaksanaan Pemasangan Infus Sesuai Dengan SPO dan perlu dilakukan beberapa perubahan terhadap susunan SPO tersebut agar sesuai dengan keadaan di ruang rawat inap HCU (Emergency) tersebut dan diharapkan institusi terkait melengkapi peralatan pemasangan infus. 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai masukan atau perbandingan dalam ilmu keperawatan anak dan menambah Ilmu Pengetahuan diharapkan sebagai bahan pertimbangan agar penelitian ini dilanjutkan oleh mahasiswa program S1 Keperawatan DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2000). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta. Gibson, J.L., Ivancevich, J.M, Donnelly, J.M. (1997). Organisasi : Perilaku struktur-Proses. Terjemahan : Nunuk Adiarni. Edisi ke-8. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Ilyas, Y. (2002). Kinerja : Teori, Penilaian dan Penelitian. Depok : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Lumenta. (2001). Pedoman Penyusunan
SPO Untuk Rumah Sakit. Padang : RSUP.DR.M.Djamil Padang. Notoadmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Sugihartono. (2008). Komplikasi Pemasangan Infus. Di akses pada tanggal 10 Desember 2009 dari http://library.usu.ac.id Suza, D.E. (2003). Standar Untuk Praktek Keperawatan. Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara. Di akses pada tanggal 30 Desember 2009 dari http://library.usu.ac.id Ulaen, H.N.S. (2008). Tesis. Penerapan Model praktek Keperawatan professional (MPKP) di Ruang Rawat Inap Elisabeth Rumah Sakit Bethesda Tomohon. Diakses pada tanggal 2 Januari 2010 dari http://puspasca,ugm.ac.id. Yusuf, S. (2006). Maraknya Pendirian Institusi Kesehatan. Di akses pada tanggal 14 Desember 2009 dari http://inna-ppni.or.id/html.