Hubungan Masa Kerja dan Tingkat Pendidikan Formal dengan Komitmen Organisasi Pejabat Struktural Universitas X Amelia Hendianto Petrayuna Dian Omega1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak. Universitas adalah satuan pendidikan formal yang mengelola dan menyelenggarakan pendidikan tinggi yaitu jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor dan program profesi serta program spesialis. Universitas harus dijalankan oleh sumber daya manusia yang baik di semua tingkatannya, dan salah satu faktor yang menunjukkan kualitas yang baik adalah komitmennya terhadap universitas. Komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, dua diantaranya yaitu masa kerja dan tingkat pendidikan formal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat structural universitas X. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik cluster non-random sampling. Sampel sebanyak 30 orang pejabat struktural di Universitas X. Peneliti membuat satu alat ukur yaitu skala komitmen organisasi. Berdasarkan penghitungan statistik, variabel komitmen organisasi dan masa kerja tidak berkorelasi secara signifikan dengan skor -0,138, begitu juga dengan variabel tingkat pendidikan formal dengan skor p = 0,755. Tingkat komitmen organisasi pejabat struktural berada pada kategori tinggi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa faktor lain yang memengaruhi komitmen organisasi pejabat struktural antara lain budaya organisasi, kepemimpinan transformasional dan etos kerja. Kata kunci: komitmen organisasi, masa kerja, pejabat structural, tingkat pendidikan formal,
Pendahuluan Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan formal yang mengelola dan menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia, yaitu jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, program profesi serta program spesialis (www.kemdikbud.go.id). Sebagai salah satu lembaga lanjutan setelah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bagi para mahasiswanya, sebuah universitas harus didukung dengan sumber daya manusia yang baik, agar pendidikan dan ilmu yang diberikanpun baik dan
1
Korespondensi artikel ini dapat menghubungi:
[email protected]
berkualitas sehingga menghasilkan para generasi penerus yang siap mengahadapi dunia kerja dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik (Seniati, 2006). Salah satu bentuk kualitas yang baik dari sumber daya manusia dapat dilihat dari seberapa besar tingkat kesetiaan atau komitmen yang dimiliki oleh sumber daya manusia tersebut kepada universitas tempatnya bekerja, itulah mengapa komitmen organisasi sangat penting bagi kemajuan suatu organisasi. Hadiyani (2013) menyatakan bahwa karena sangat pentingnya komitmen organisasi, beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat utama pemegang suatu jabatan atau posisi tertentu. Porter (dalam Yusof, 2007) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai identifikasi individu terhadap keterlibatan dirinya dalam bagian organisasi. Komitmen organisasi harus dimiliki oleh seluruh sumber daya manusia dalam universitas di seluruh tingkatan, artinya dimulai dari pemegang jabatan tertinggi hingga yang terendah, semuanya harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap universitas. Rampersad (2003) mengatakan bahwa keterlibatan dan
komitmen
terhadap
organisasi di semua tingkatan sangat penting untuk mengembangkan tingkat kepercayaan dan kebanggaan yang lebih tinggi dalam organisiasi, dengan menyadari pentingnya nilai-nilai organisasi. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dalam penelitian ini variabel komitmen organisasi diartikan sebagai bentuk identifikasi karyawan terhadap organisasi tempatnya bekerja, apakah nilai-nilai dari organisasi tersebut sesuai dengan nilai yang ada dalam dirinya, kesesuaian harapan karyawan dengan apa yang diberikan oleh organisasi, dan bagaimana karyawan dapat “menyatukan” dirinya untuk menjadi bagian dari organisasi tersebut. Komitmen organisasi akan berbanding lurus dengan kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi, dengan kata lain semakin tinggi komitmen organisasi karyawan, semakin mudah pula terwujudnya tujuan dari suatu organisasi, begitu juga sebaliknya. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya karakteristik personal hingga hal-hal yang berhubungan dengan komitmen organisasi itu sendiri, salah satunya yaitu lama seorang karyawan bekerja atau masa kerja karyawan (Hadiyani, 2013). Hadiyani menyatakan bahwa semakin lama seorang karyawan bekerja dalam sebuah universitas, maka semakin tinggi pula rasa kepemilikannya
dalam universitas itu sendiri dan semakin tinggi pula rasa setia dan keinginan untuk berkontribusi lebih dalam universitas tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi dan Sutarno (2006) juga menunjukkan bahwa masa kerja berpengaruh secara signifikan dan positif dengan tingkat komitmen organisasi, artinya semakin lama atau semakin panjang masa kerja seseorang, maka tingkat komitmen organisasinya akan semakin tinggi. Pejabat struktural Universitas X sebagai salah satu sumber daya manusia yang penting dan sebagai pemegang jabatan dan tanggung jawab yang besar dalam universitas tentu harus memliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi. Pejabat struktural universitas adalah sejumlah pejabat yang menempati posisi khusus yang memiliki struktur atau susunan tertentu, yang memegang tanggung jawab besar di sebuah institusi pendidikan yaitu universitas. Berdasarkan data tentang pejabat struktural yang peneliti dapatkan dari Unit Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas X (PSDM), hampir separuh dari 59 pejabat struktural yang masih aktif di Universitas X telah bekerja selama lebih dari 20 tahun, baik dengan posisi atau jabatan yang sama maupun adanya peningkatan jabatan. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah pejabat struktural di Universitas X memiliki lama masa kerja yang sangat panjang, dan peneliti menduga bahwa komitmen organisasi yang mereka miliki juga cenderung tinggi. Masa kerja adalah lama waktu seseorang dalam menggeluti pekerjaannya dan tanggung jawabnya, terhitung dari awal masa aktifnya bekerja sampai akhirnya, dan lama masa kerja dapat menunjukkan senioritas seseorang dalam
menjalankan
tanggung jawabnya pada organisasi tersebut. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin besar pula kontribusi yang ia berikan dalam organisasi tempatnya bekerja yang secara otomatis akan mengurangi keinginannya untuk mengundurkan diri (intensi turn over) dan meningkatkan komitmen organisasinya. Selain masa kerja, tingkat pendidikan formal juga menjadi salah satu faktor personal yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi. Tingkat pendidikan formal adalah tahapan pendidikan formal dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir, yang telah ditetapkan berdasarkan perkembangan peserta didiknya, tujuan yang ingin dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Posisi pejabat struktural universitas hanya boleh diberikan pada mereka yang minimal telah menempuh pendidikan tinggi setingkat S1. Tingkat pendidikan juga dapat memengaruhi pemahaman seseorang
akan pekerjaannya, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pemahamannya akan seluk beluk pekerjaannya dan akan menuntunnya untuk bekerja kearah yang lebih baik dan mencapai hasil kerja yang maksimal. Ananta (dalam Nurhadi dan Sutarno, 2006) menyatakan bahwa faktor tingkat pendidikan dapat memengaruhi etos kerja karyawan. Etos kerja akan meningkat apabila orang yang akan bekerja tersebut sebelumnya telah memahami seluk beluk dan ruang lingkup pekerjaannya, yang biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya dalam memahami gambaran umum pekerjaan tesebut. Etos kerja akan menuntun setiap karyawan untuk bekerja kearah yang lebih baik dari hari ke hari sehingga pada akhirnya akan mencapai hasil kerja yang diharapkan, dan peneliti menduga etos kerja yang baik otomatis akan semakin mempengaruhi komitmennya terhadap organisasi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi itu sendiri, dalam hal ini adalah universitas. Pejabat struktural yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi akan memberikan dampak juga bagi bawahannya, yang lebih berhubungan secara langsung dengan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan memberikan contoh sebagai pemimpin yang berkomitmen tinggi, maka secara otomatis bawahan akan merasakan dampak yang positif pula dan cenderung ikut berkomitmen terhadap universitas. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan, ternyata ditemukan dua hasil yang berbeda. Subjek pertama yang telah menjabat sebagai pejabat struktural selama 11 tahun dan telah menempuh pendidikan formal tingkat S2 mengaku bahwa ia merasa sangat bangga dengan Universitas X dan sangat menyukai pekerjaannya, walaupun bila dilihat dari faktor pendapatan subjek mengaku ia dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar ditempat lain. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhadi dan Sutarno (2006) menyatakan bahwa masa kerja dan tingkat pendidikan formal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seniati (2006) juga menunjukkan hasil bahwa masa kerja memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap komitmen organisasi dosen pada Universitas Indonesia. Namun, subjek kedua yang baru menjabat sebagai pejabat struktural selama 1 tahun di Universitas X dan baru menempuh pendidikan formal tingkat S1 mengaku
bahwa ia bahkan tidak berpikir dua kali untuk memilih Universitas X sebagai tempatnya bekerja dan mengabdikan dirinya. Selama bekerja selama 2 tahun ini, subjek merasa sangat nyaman, bahkan ingin berkontribusi dan terlibat lebih lagi di Universitas X. Hal ini bertentangan dengan hasil wawancara dan observasi peneliti terhadap subjek pertama, karena dengan masa kerjanya yang baru selama 2 tahun dan tingkat pendidikan formal yang ditempuhnya baru setingkat S1, namun keinginannya untuk berkomitmen pada Universitas X juga tinggi. Berdasarkan fenomena yang peneliti temukan pada pejabat struktural di Universitas X dan melihat hasil penelitian sebelumnya yang justru berbeda dengan fenomena yang ditemukan, peneliti tertarik untuk meneliti apakah benar ada hubungan antara masa kerja dan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural, atau justru sebaliknya, dimana masa kerja dan tingkat pendidikan formal tidak memiliki hubungan sama sekali dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Masa kerja dan tingkat pendidikan formal merupakan faktor-faktor personal yang dapat berkaitan langsung dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Masa kerja pejabat struktural yang lama akan meningkatkan keterlibatan sosial pejabat struktural sehingga semakin menguat, dan menimbulkan rasa nyaman dan kepemilikan yang juga semakin kuat terhadap universitas (dimensi komitmen afektif). Selain itu, semakin lama pejabat struktural bekerja di universitas maka semakin besar pula peluang untuk memberikan kontribusinya dan menunjukkan kemampuannya terhadap universitas (dimensi komitmen normatif), sehingga keinginannya untuk meninggalkan universitas akan berkurang dan keinginannya untuk tetap berada di universitas akan semakin meningkat (dimensi komitmen berkelanjutan). Tingkat pendidikan yang tinggi juga akan membuat pejabat struktural semakin memahami seluk beluk pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang lebih untuk dapat menyelesaikan setiap tugasnya dengan baik, sehingga dapat meningkatkan etos kerja yang akan meningkatkan komitmennya terhadap universitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti apakah ada hubungan antara masa kerja dengan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari: a) Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural universitas x; b) Ada hubungan antara masa kerja dengan komitmen organisasi pejabat struktural
universitas x; dan c) Ada hubungan antara masa kerja dan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural universitas x. Metode Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Suharso (2009) mengatakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis kegiatan penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitian, baik tentang tujuan penelitian, subjek penelitian, objek penelitian, sampel data, sumber data maupun metodologinya (mulai pengumpulan data hingga analisis data). Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis dengan teknik statistik (Sangadji & Sopiah, 2010). Variabel penelitian terukur dengan berbagai bentuk skala pengukuran, yaitu skala nominal, ordinal, interval maupun rasio.
Sampel Penelitian Untuk pengambilan sampel, peneliti menggunakan cluster non-random sampling. Alasan peneliti menggunakan teknik cluster non-random sampling adalah karena dari 4 kampus dari Universitas X yang tersebar di beberapa daerah di Jakarta, peneliti hanya menggunakan kampus 1 sebagai tempat penelitian, dikarenakan keterbatasan waktu, keadaan yang kurang memungkinkan dan mobilitas yang lebih mudah bagi peneliti untuk menyebarkan skala pengukuran di kampus 1 Universitas X.
Teknik Pengambilan Data Dalam pengambilan data, instrumen yang peneliti gunakan adalah skala komitmen organisasi yang berisi pernyataan dengan pemilihan respon sebanyak 4 respon, diantaranya Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju dan Sangat Setuju. Berikut penjabaran skor favorable dan unfavorable skala komitmen yang telah peneliti buat.
Analisis Data Sebelum melakukan uji analisa data, peneliti melakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Peneliti menggunakan teknik analisis korelasi Pearson ProductMoment untuk melihat hubungan antara masa kerja dengan komitmen organisasi pejabat struktural. Peneliti menggunakan teknik analisis Cross Tab Chi Square untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural. Uji Cross Tab Chi Square dapat digunakan sekedar untuk menampilkan hubungan antara dua atau lebih variabel, atau sampai menghitung apakah ada hubungan antara baris (sebuah variabel) dengan kolom (variabel lain) yang memiliki jenis data nominal atau ordinal (Santoso, 2011). Hasil Penelitian Sampel penelitian terdiri dari 30 subjek dari total 40 instrumen penelitian yang disebarkan. Subjek wanita berjumlah 12 sedangkan subjek pria berjumlah 18 orang. Subjek penelitian dapat digambarkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Gambaran Umum Sampel Penelitian Subyek
Keterangan
Jumlah
30
Wanita
12
Pria
18
Jabatan
Jabatan Struktural
Peneliti melakukan uji reliabilitas dalam dua tahapan. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tahapan pertama didapatkan hasil sebesar 0,933 dengan skor validitas sebesar -0,2 sampai 0,741. Pada tahapan kedua hasil uji reliabilitas menunjukkan skor sebesar 0,951 dan tidak terdapat lagi item-item yang memiliki skor negatif atau dibawah 0,3. Tabel 2 Mean Empiris Variabel Penelitian Variabel N Komitmen Organisasi
30
Mean
Skor Min
Skor Max
SD
134,6
42
168
14,2
Berdasarkan Tabel 2 maka dapat disusun
kategorisasi pada komitmen
organisasi. Kategorisasi yang dibuat adalah kategorisasi jenjang (ordinal). Azwar (2012) menjelaskan bahwa kategorisasi ordinal digunakan dengan tujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut atau variabel yang diukur, dan kategorisasi dapat dibuat dalam 3 kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pada skala komitmen organisasi terdapat 42 aitem dengan 4 pilihan respon yang tersedia, antara lain respon Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Skor maksimum yang didapat diperoleh dari jumlah aitem yaitu 42 dikali 4 dan menghasilkan 168. Skor minimum diperoleh dari jumlah aitem yaitu 42 dikali 1 menjadi 42. Setelah itu, dibuat kategorisasi tingkat komitmen organisasi berdasarkan skor minimum dan skor maksimum yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Penjabaran Pembagian Kategori Skala Komitmen Organisasi Skor Kategori Keterangan Frekuensi 127 – 168
Tinggi
Mean = 134,6,
Persentase
21
70 %
kategori tinggi 85 – 126
Sedang
9
30 %
42 - 84
Rendah
0
0
Berdasarkan hasil kategorisasi pada Tabel 3 maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari skor mean empiris yaitu 134,6 yang berada di kategori tinggi dengan jumlah frekuensi sebesar 21 orang dan besar persentase 70 %. Uji Normalitas Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Kolmogorov Smirnov maka komitmen organisasi berdistribusi normal karena memiliki skor p = 0,793. Santoso (2011) pengambilan keputusan distribusi normal dapat dilihat berdasarkan perbandingan nilai p. apabila p > 0,05 maka distribusi adalah normal (simetris). Peneliti menggunakan Kolmogrov Smirnov untuk mengetahui apakah distribusi nilai dalam sampel sesuai dengan distribusi teoritis tertentu. Pada komitmen organisasi, p = 0,793 yang berarti p > 0,05, maka komitmen organisasi berdistribusi normal.
Hubungan Masa Kerja dengan Komitmen Organisasi Berdasarkan analisa dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment melalui SPSS. Kemudian diperoleh hasil r = -0,138 dengan p = 0,467, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan komitmen organisasi.
Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Formal dengan Komitmen Organisasi Berdasarkan analisa dengan menggunakan rumus tabulasi silang Crosstab ChiSquare melalui SPSS, maka diperoleh hasil bahwa jumlah pejabat struktural yang berpendidikan S1 dan memiliki tingkat komitmen organisasi sedang berjumlah 3 orang dan komitmen organisasi tinggi sebanyak 8 orang. Untuk pejabat struktural dengan tingkat pendidikan S2 yang memiliki tingkat komitmen organisasi sedang 6 orang dan tinggi sebanyak 12 orang, sedangkan pejabat struktural dengan tingkat pendidikan S3 yang memiliki tingkat komitmen organisasi tinggi sebanyak 1 orang. Selain itu, didapatkan hasil skor korelasi Pearson Chi-Square sebesar 0,563. Pengambilan keputusan dilihat berdasarkan besar nilai p. Nilai p yang didapat dari perhitungan SPSS adalah sebesar 0,755 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,05, didapatkan skor p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS, dapat dilihat bahwa tingkat komitmen organisasi sebagian besar pejabat struktural berada di tingkatan tinggi, hal ini dapat dilihat berdasarkan rata-rata empiris sebesar 134,6 yang berada pada kategori tinggi, dengan besar frekuensi sebesar 21 orang dan besar persentase sebesar 70%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat struktural memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi, dan hal ini seharusnya memberikan dampak yang positif bagi pihak Universitas X itu sendiri. Sakina (2009) juga menyatakan bahwa komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan sangat penting bagi kemajuan organisasi, karena dengan tingginya komitmen organisasi maka karyawan akan terusmenerus berikhtiar demi kemajuan organisasi. Dari hasil perhitungan yang didapatkan terlihat pula hasil bahwa masa kerja dan tingkat pendidikan formal tidak berhubungan secara signifikan dengan komitmen
organisasi pejabat struktural Universitas X. Untuk masa kerja, besar koefisien korelasi yang didapatkan r = -0,138 dengan besar p = 0,467 > 0,025, artinya antara masa kerja dengan komitmen organisasi tidak memiliki hubungan yang signifikan. Untuk tingkat pendidikan formal, hal yang sama juga peneliti dapatkan dari hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan komitmen organisasi yang menghasilkan skor korelasi Pearson Chi-Square sebesar 0,563 dengan koefisien alpha sebesar 0,05 dan skor tabel Chi-Square sebesar 5,991, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan dengan komitmen organisasi. Hasil penelitian ini ternyata berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhadi dan Sutarno (2006), dimana nilai p-Value yang didapat sebesar 0,004 dan 0,004 < 0,05 yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan pada komitmen organisasi guru SMP Negeri Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali, begitu juga dengan faktor masa kerja dengan p-Value sebesar 0,014 dan 0,014 < 0,05, maka terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor masa kerja dengan tingkat komitmen organisasi guru SMP Negeri Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali. Penelitian yang dilakukan oleh Seniati (2006) juga menghasilkan bahwa masa kerja memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap komitmen organisasi dosen pada Universitas Indonesia. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Peneliti berpendapat bahwa perbedaan lingkungan, kondisi, serta
budaya organisasi yang ada di Universitas X berbeda dengan lingkungan, kondisi dan budaya organisasi pada penelitian sebelumnya. Seperti yang dapat dilihat dari penelitian Nurhadi dan Sutarno, mereka melakukan penelitian di lingkup sekolah SMP negeri dengan subjek guru. Lingkungan, kondisi serta budaya organisasi sekolah dengan universitas sangatlah berbeda. Schein (dalam Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2006) menjelaskan bahwa budaya organisasi melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran, sehingga budaya organisasi akan mempengaruhi ekspektasi, nilai, dan sikap bersama. Hal tersebut otomatis memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi, sehingga sangat besar kemungkinan komitmen organisasinya pun akan dipengaruhi oleh budaya organisasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Kartiningsih (2007) juga menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh searah yang positif terhadap komitmen organisasi.
Selain faktor budaya organisasi, hal lain yang mungkin membuat penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah perbedaan karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi dan Sutarno (2006), subjek penelitian adalah guru, sedangkan dalam penelitian ini subjeknya adalah pejabat struktural di universitas swasta. Perbedaan level peran, tantangan pekerjaan, kesempatan berinteraksi dan dimensi inti pekerjaan serta tanggung jawab dapat berhubungan dengan komitmen organisasi yang dimiliki karyawan (Steers dalam Riggio, 2003). Level karakteristik pekerjaan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh guru SMP dengan pejabat struktural sangatlah berbeda. Hal ini kemungkinan besar akan mempengaruhi komitmen organisasinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djastuti (2011) menujukkan hasil bahwa karakteristik pekerjaan yang terdiri dari variasi keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi, maka dari itu peneliti melakukan wawancara sebagai penguat hasil penelitian. Peneliti melakukan wawancara pada empat subjek. Dari empat subjek yang menjadi narasumber peneliti, peneliti menduga bahwa terdapat beberapa faktor yang sangat berhubungan dan berpengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi pejabat
struktural
Universitas
X,
antara
lain
etos
kerja,
kepemimpinan
transformasional, serta faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi sesuai yang disampaikan oleh Schultz & Sydney (2010), antara lain faktor growth needs atau kebutuhan untuk bertumbuh dan faktor organisasional. Novliadi (2009) menjelaskan bahwa etos kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai pekerjaan sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya. Seperti yang didapatkan dari subjek pertama, bekerja baginya merupakan suatu pelayanan, baik bagi Tuhan maupun bagi Universitas X itu sendiri. Begitu juga dengan subjek ketiga yang merasa bahwa bekerja di Universitas X adalah bentuk pengabdian, karena Universitas X adalah universitas yang telah menghantarkannya menjadi seorang sarjana. Hal ini sesuai
dengan aspek etos kerja menurut Sinamo (2005) yaitu kerja adalah pelayanan, dimana manusia bekerja bukan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Subjek pertama yang sudah bekerja selama 8 tahun merasa bahwa keinginannya untuk bertumbuh dan berkembang dalam universitas ini sangat terpenuhi, didukung dengan difasilitasinya penelitian-penelitian di bidang pendidikan yang ia lakukan, dan hal ini sangat sesuai dengan faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi yang dikemukakan Schultz & Sydney (2010), yaitu growth needs atau keinginan untuk bertumbuh. Selain itu, bentuk kepemimpinan rektor Universitas X ternyata menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi komitmennya, karena baginya kepemimpinan rektor universitas adalah jenis kepemimpinan yang unik, dengan menanamkan nilai serta visi misi universitas kepada seluruh karyawan di seluruh tingkatan, yang memotivasi seluruh karyawan untuk mengutamakan hasil kerjanya. Jenis kepemimpinan ini adalah jenis kepemimpinan transformasional. Judge dan Stephen (2007) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah jenis kepemimpinan yang mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Pemimpin transformasional
menginspirasi
para
pengikutnya
untuk
mengenyampingkan
kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dengan menanamkan visi dan misi organisasi atau perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto dan Miftahun
(2010)
juga
mendukung
bahwa
kepemimpinan
transformasional
berpengaruh secara positif terhadap komitmen afektif, kontinuitas dan normatif. Subjek kedua yang telah bekerja selama 11 tahun di tingkat rektorat justru lebih mengedepankan faktor organisasional sebagai faktor utama yang mempengaruhi komitmennya terhadap universitas, antara lain kondisi lingkungan dan rekan kerja yang mendukung, serta pekerjaannya yang sifatnya dinamis. Subjek ketiga yang baru menjabat selama 2 tahun dan juga merupakan alumni fakultas teknik Universitas X mengemukakan hal yang berbeda. Baginya, berkomitmen terhadap universitas adalah hal yang penting, karna hal tersebut merupakan salah satu bentuk pengabdiannya terhadap universitas yang telah mengahantarkannya menjadi sarjana. Hal yang hampir sama juga peneliti temukan pada subjek keempat yang telah bekerja selama 22 tahun sebagai pejabat struktural non akademik. Ia menempatkan tanggung jawabnya sebagai hal yang paling penting baginya dalam berkomitmen pada Universitas X, karena ia merasa bahwa pihak
universitas telah memberikan kepercayaan padanya selama 22 tahun ini, oleh karena itu tanggung pekerjaannya adalah hal yang paling utama baginya. Sinamo (2005) menjelaskan salah satu aspek etos kerja adalah kerja merupakan amanah, dimana pekerjaan adalah titipan yang berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh dengan tanggung jawab. Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dan tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Tingkat komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X berada pada kategori tinggi. Hipotesis nol peneliti diterima, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X dan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal dengan komitmen organisasi pejabat struktural Universitas X. Berdasarkan hasil perbandingan antara penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya, ternyata hasil penelitian ini berbeda dengan dua penelitian pembanding lainnya. Peneliti melihat dua kemungkinan yang membuat hasil penelitiannya berbeda, antara lain perbedaan budaya organisasi dan perbedaan karakteristik subjek penelitian. Maka dapat dikatakan bahwa walaupun terdapat penelitian dengan judul yang sama, ada kemungkinan didapatkan hasil yang berbeda karena terdapat sejumlah faktor lain yang turut mempengaruhi setiap penelitian, dan juga didukung dengan fakta bahwa manusia adalah mahluk dinamis yang memiliki kepribadian serta persepsinya masing-masing.
Daftar Pustaka
Djastuti, I. (2011). Pangaruh karakteristik pekerjaan terhadap komitmen organisasi karyawan tingkat manajerial perusahaan jasa konstruksi di Jawa Tengah. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(1), 1-19. Hadiyani, M.I. (2013). Komitmen organisasi ditinjau dari masa kerja karyawan. Jurnal Online Psikologi, 1(1), 159-173. Ivancevich, J.M, Konopaske, R. & Matteson, M.T. (2006). Perilaku dan manajemen organisasi. Jakarta : Erlangga. Judge, T.A & Stephen P. Robbins. (2008). Perilaku organisasi (ed 12). Jakarta: Penerbit Salemba 4. Kartiningsih. (2007). Analisis pengaruh budaya organisasi dan keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. (Tesis tidak dipublikasikan). Semarang: Universitas Diponegoro. Nurhadi, S. & Sutarno. (2006). Analisis faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional guru. Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, 1(1), 63-79. Rampersad, H.K. (2005). Total performance scorecard. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Riggio, R.E. (2003). Introduction to industrial/organizational psychology (4th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc. Sakina. (2009). Komitmen organisasi karyawan pada PT.Bank X di Jakarta. Jurnal Psikologi, 7(2), 81-90. Sangadji, E.M. & Sopiah. (2010). Metodologi penelitian: pendekatan praktis dalam penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Santoso, S. (2011). Mastering SPSS versi 19. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Schultz, D.P. & Sydney E.S. (2010). Psychology and work today: An introduction to industrial and organizational psychology. USA : Pearson. Seniati, L. (2006). Pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja dan iklim psikologis terhadap komitmen dosen pada Universitas Indonesia. (Tesis tidak dipublikasikan). Depok: Universitas Indonesia. Sinamo, J. (2005). Delapan etos kerja profesional: Navigator anda menuju sukses. Bogor: Grafika Mardi Yuana. Sugiyanto & Miftahun N.S. (2010). Pengaruh dukungan sosial dan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi dengan mediator motivasi kerja. Jurnal Psikologi, 37(1), 94-109. Suharso,P. (2009). Metode penelitian kuantitatif untuk bisnis: Pendekatan filosofi dan praktis. Jakarta : PT. Indeks. Yusof, A.AB. (2007). Keinsanan dalam pengurusan. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.