HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA DALAM PANDANGAN H.M. RASYIDI
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh: Innani Musyarofah (1111032100041)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016M/1437 H
ABSTRAK
Perkembangan jumlah penganut Kristen di Indonesia secara cepat pada pertengahan tahun 1960-an, telah mengakibatkan kegelisahan tersendiri dikalangan Islam. Oleh orang Islam perkembangan ini dianggap sebagai permainan kotor dari orang-orang Kristen. Adapun metode yang digunakan dengan cara meningkatkan sekolah Kristen, membangun sekolah teologi di kota muslim, mendorong laki-laki Kristen untuk menikahi wanita muslim, membangun rumah sakit, membangun gereja dekat masjid. Fakta yang telah digambarkan peristiwa di atas menimbulkan berbagai respon dari kalangan Islam, bahkan memicu konflik terbuka dan tindakan kekerasan. Hubungan antara umat beragama telah menjadi perhatian luas baik dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam ranah ilmiah. Kesadaran atas kesatuan manusia dan kesadaran atas ke-Esaan Tuhan dalam penciptaan keanekaragaman ini sebagai modal utama penganut agama di Indonesia untuk memperlakukan secara manusiawi antara satu kelompok penganut agama dengan penganut agama yang lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan murni (library reserach) semua karya yang terkait dengan penelitian ini, penulis jadikan bahan rujukan untuk membaca pemikiran tokoh. Untuk menunjang dalam penelitian tersebut, metode analisis yang penulis gunakan adalah deskripsi, interpretative dan kesinambungan historis. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam Pandangan H.M. Rasyidi. Sehingga hasil yang didapat bahwa H.M. Rasyidi memandang Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia adalah masih sangat mengecewakan dengan pokok persoalan antar umat Kristen dan Islam, bahwa umat Kristen yang selalu berusaha mengkristenkan umat Islam. Dengan hal ini H.M. Rasyidi berusaha mengembalikan hak-hak umat Islam di Indonesia dengan diadakan dialog antar umat beragama, agar umat Kristen tidak selalu mengkristenkan umat Islam.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Agama dalam Ilmu Perbandingan Agama pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai suatu kewajiban akademis yang terakhir, mudah-mudahan karya ilmiah ini bisa disebut sebagai perwujudan formal dari akumulasi pengetahuan, teori dan wawasan yang penulis dapatkan selama ini. Demikian, penulis berharap skripsi ini bukan merupakan awal dari kewajiban ilmiah di masa-masa yang akan datang. Atas selesainya karya ilmiah tidak lepas dari bantuan materil dan moril dari berbagai pihak. Selain dari pada penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2.
Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
v
3.
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, selaku dosen pembimbing tunggal dalam penulisan skripsi ini.
4.
Pak Ridho dan Ibu Halimah, selaku Katua dan Sekretaris Prodi Perbandingan Agama.
5.
Dr. Media, MA, selaku dosen mata kuliah metode penelitian studi-studi Perbandingan Agama yang telah mengajarkan pada penulis tentang ketelitian dan ketekuunan.
6.
Dr. Sri Mulyati, MA, sebagai dosen Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan arahan dan nasehahatnya terhadap penulisan skripsi ini
7.
Dr. Ismatu Ropi, yang sudah meluangkan waktunya untuk memberi arahan kepada penulis.
8.
Akbari dan Syafi’a, kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi dan doa selama perjalanan penulis dalam menuntut ilmu di manapun penulis berada. serta saudara-saudaraku tercinta Adit dan Herlin. Dan tak lupa Nenekku yang selalu mendoakan kelancaran skripsi ini.
9.
Abdul Kholik, selaku Suami yang turut membantu kalancaran dan selalu mendukung saya untuk selalu semangat.
10.
Sahabat-sahabat Perbandingan Agama (PA) 2011 tanpa terkcuali, yang sudah banyak membantu dan selalu memberikan semangat lewat canda tawa.
11.
Kakak-kakaku, Slamet Riadi, Moh. Jakfar, Hairi dan Uswatun Hasanah yang selalu memberikan semangat lewat canda tawanya. Dan tidak lupa Abdus
v
Syakur yang selalu memberi arahan dan bimbingan buat saya selama penulisan skripsi. 12.
Semua pihak yang tidak bias disebut satu persatu yang turut membantu dalam perjuangan penulis dengan sengaja maupun kebetulan, terimakasih yang tak terhingga penulisa sampaikan. Semoga kita dirahmati Allah Swt. Amin. Semoga Allah Yang Maha Pemurah dan maha Penyayang selalu
melimpahkan rahmat-Nya dan Ridho-Nya. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan wawasan pengetahuan bagi siapapun yang berkempatan membacanya. Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 04 Januari 2016 Penulis
Innani Musyarofah
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN ABSTRAK .........................................................................................................i KATA PENGANTAR .......................................................................................ii PEDOMAN TRANSLITERASI..... .................................................................v DAFTAR ISI .....................................................................................................vi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1 B. Batasan Dan Perumusan Masalah ...............................................5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................5 D. Metode Penelitian ........................................................................6 E. Tinjauan Pustaka .........................................................................7 F. Sistematika Penulisan ..................................................................8
BAB II
TENTANG H.M. RASYIDI A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan ...................................10 B. Karya-Karya ................................................................................. 24 C. Sikap Teologis Terhadap Agama-Agama Lain ............................ 28
BAB III AGAMA KRISTEN A. Sejarah Kristen .............................................................................33 B. Ajaran-ajaran Kristen ...................................................................36 C. Kristen di Indonesia ......................................................................41 BAB IV HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA A. Akar Perselisihan Kristen dan Islam di Indonesia ........................50 B. Kristenisasi.....................................................................................53 C. Perkawinan.....................................................................................59 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................63 B. Saran-Saran ...................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................65
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Agama dalam kehidupan ummat manusia merupakan unsur vital dan hampir
semua bisa dipastikan dapat ditemukan dalam dunia sejarah kehidupan manusia. Islam sebagai agama Samawi yang dibawa terakhir oleh Nabi Muḥ ammad Saw, dengan wahyu yang dibukukan menjadi al-Qur‟ān. Berdasarkan turunnya dan munculnya tiga agama semitik, Islam adalah rentetan yang terakhir daripada agamaagama samawi yang dibawa oleh utusan utusan Tuhan. Agama Islam adalah agama terakhir dari agama-agama yang telah diturunkan sebelumnya seperti kepada Nabi Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub atau Israil serta keturunannya, yang mana mereka berasal dari bangsa Yahudi.1 Di samping agama Islam juga terdapat agama lainnya, yaitu agama Kristen, agama yang dianut oleh pengikut-pengikut Al-Masih (Isa yang diusap dengan minyak kasturi) yang dalam bahasa Yunani di sebut Yesus Kristus. Berbeda dengan agama Islam yang sangat menjunjung tinggi monoteisme dalam konsep ketuhanannya, justru agama Kristen meyakini Tritunggal sebagai dasar dari konsep ketuhanannya. Status dan konsep teologi inilah yang menjadi pokok-pokok pemikiran dan perdebatan antara Islam dan Kristen.
1
H.M. Rasyidi, Keutamaan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 20.
1
2
Kesadaran atas kesatuan manusia dan kesadaran atas ke-Esaan Tuhan dalam penciptaan keanekaragaman ini sebagai modal utama penganut agama di Indonesia untuk memperlakukan secara manusiawi antara satu kelompok penganut agama dengan penganut agama yang lain.2 Hubungan antara umat beragama telah menjadi perhatian luas baik dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam ranah ilmiah. Yang dilandasi dengan toleransi, saling mengerti, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan dalam pengalaman. Ajaran agama juga diharapkan dapat menciptakan kerukunan antar umat Islam dan Kristen.3 Kenyataan tersebut pada abad ke-20 ini menampakkan diri dalam kegiatan-kegiatan dialog antara para penganut agama-agama besar, yang mana perbincangan agama Islam dan Kristen termasuk di dalamnya. Dalam perbincangan dan perdebatan tersebut tak jarang ditemukan tuduhantuduhan yang saling menjatuhkan antara satu dan yang lain, termasuk agama Islam dan Kristen itu sendiri. Salah satunya adalah sikap umat Kristen terhadap umat Islam yang menyatakan segala yang ada dalam Islam itu tidak benar, Islam harus diganti dengan Kristen.4 Sebaliknya, Islam juga menganggap bahwa Islamlah satu-satunya agama yang benar sehingga agama yang lain dikatakan salah, termasuk agama Kristen. Oleh karena itulah mereka masing-masing mempunyai misi untuk mengajak
2
Asep Syaefullah, Merukunkan Umat Beragama “Studi Pemikiran Tarmizi Taher Tentang Kerukunan Umat Beragama”, (Jakarta: Grafindo, 2007), hal. 194. 3 Elis Rostiani, “Hubungam Toleransi Beragama dengan Interaksi Sosial Umat Islam dan Kristen (Study Kasus di Graha Indah Pamulang Kec.Pamulang)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hal. 34. 4 H.M. Rasyidi. Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 6-11.
3
sebanyak mungkin orang agar menjadi penganut bagian dari agama yang mereka yakini sebagai agama yang paling benar. Perkembangan jumlah penganut Kristen di Indonesia secara cepat pada pertengahan tahun 1960-an, telah mengakibatkan kegelisahan tersendiri dikalangan Islam. Oleh orang Islam perkembangan ini dianggap sebagai permainan kotor dari orang-orang Kristen. Adapun metode yang digunakan dengan cara meningkatkan sekolah Kristen, membangun sekolah teologi di kota muslim, mendorong laki-laki Kristen untuk menikahi wanita muslim, membangun rumah sakit, membangun gereja dekat masjid.5 Fakta yang telah digambarkan peristiwa di atas menimbulkan berbagai respon dari kalangan Islam, bahkan memicu konflik terbuka dan tindakan kekerasan. Pada awal tahun 1967 timbul kesulitan-kesulitan sehubungan dibangunnya sebuah gereja kecil metodis di Meulaboh (Aceh Barat), pada tanggal 1 oktober 1967 pemudapemuda Islam di Makasar merusak perabot berbagai gereja. Di Ujung Pandang juga sebuah gereja dirusak oleh umat Islam, karena seorang pemuka Agama Kristen di kota itu mengeluarkan ucapan-ucapan yang menghina Nabi Muḥ ammad Saw. Dengan latar belakang inilah dilangsungkan pertemuan antar agama dengan tujuan mencari jalan keluar, agar kerukunan agama dapat dibina. Akan tetapi golongan Kristen menolak rencana persetujuan tersebut dengan alasan bahwa Yesus Kristus
5
Amos Sukamto, “Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama Sampai Orde: Dari Konflik Perumusan Ideologi Negara Sampai Konflik Fisik” (Jurnal Teologi Indonesia, 2013), hal. 25-47.
4
telah memerintahkan agar menyebarluaskan agama Kristen ke segenap penjuru dunia.6 Dalam persoalan dialog antaragama di Indonesia, salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah perumusan konferensi yang menyangkut hubungan antaragama dalam 1976. Salah satu dibuktikan dengan laporan dalam dialog dakwah Islam dan misi Kristen Konferensi disebut konferensi Chambesy 1976.7 Salah satu perwakilan Indonesia yang terlibat aktif dalam dialog antar agama seperti telah di singgung adalah H.M. Rasyidi. Orang banyak mengenal H.M. Rasyidi sebagai tokoh yang fundamentalis, mengingat berbagai komentar tentang hubungan Islam dan Kristen terdengar cukup tegas. Hubungan antaragama dihadapkan dengan dua persoalan utama. Pertama adalah persoalan teologis yang berkenaan dengan keimanan, di mana manusia harus menempatkan diri secara tegas. Kedua adalah persoalan sosial di mana harus saling menjaga kerukunan beragama dalam ruang lingkup agama yang berbeda-beda.8 Oleh karena itu, pandangan H.M. Rasyidi pun harus dilihat dari dua aspek di atas. Secara teologis H.M. Rasyidi memang cukup tegas dalam menggambarkan hubungan agama Kristen dan Islam Di Indonesia. Dia memandang bahwa secara teologi penganut agama Kristen telah salah dalam memahami, juga sering 6
Rosihan Anwar, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar Agama di Indonesia” dalam 70 Tahun Prof.H.M. Rasjidi, (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985) hal. 156. 7 Ahmad Von Denffer dan Emilio Castro (ed.). Christian Mission and Islamic Da‟wah, (The Islamic Foundation, Leicester, 1982). Edisi Indonesia: Dakwah Islam dan Missi Kristen: Sebuah Dakwah Internasional. Terj oleh Ahmad Noer Z. (Penerbit Risalah: Bandung, 1984), hal. 104. 8 Ihroni, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamblang Hubungan Antaragama Di Indonesia” dalam 70 Tahun Prof.H.M. Rasyidi, hal. 168-171.
5
menyuarakan bahwa hubungan antara Islam dan Kristen harus tetap terjalin secara Harmonis. Sedangkan secara sosisal harus saling menghargai dan menjaga satu sama lain antar agama. Inilah yang menjadi alasan bagi penulis untuk mengangkat tema “HUBUNGAN
KRISTEN
DAN
ISLAM
DI
INDONESIA
DALAM
PANDANGAN H.M. RASYIDI”.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah Seperti yang telah disinggung dalam latar belakang masalah di atas bahwa
salah satu tokoh Indonesia yang mempunyai peran aktif dalam mengomentari hubungan Kristen dan Islam adalah H.M. Rasyidi. Oleh karena itu penulis membatasi penelitian ini pada pandangan H.M. Rasyidi tentang hubungan Kristen dan Islam di Indonesia. Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu melebar penulis merumuskan masalah dengan pertanyaan: 1.
Bagaimana hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Skripsi dengan judul “Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam
Pandangan H.M. Rasyidi” ini disusun melalui penelitian pustaka untuk mencapai beberapa tujuan di bawah ini:
6
1.
penelitian bertujuan untuk memahami hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi .
2.
Untuk mendapatkan gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini akan bermanfaat pada terciptanya persepsi baru dan berusaha memberikan penjelasan menyangkut pandangan H.M. Rasyidi tentang hubungan Kristen dan Islam di Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi khazanah baru baik dalam bidang akademis maupun pada kajian agama di Indonesia pada umumnya.
D.
Metode Penelitian Sehubungan dengan judul yang dipilih oleh penulis, maka dalam penelitian
ini, penulis akan memulai dengan mengumpulkan data dengan cara riset kepustakaan (Library Research) dan memaparkan dengan metode Deskriptif, yaitu mencari dan mengumpulkan literatur yang relevan dengan jalan mengumpulkan data-data yang ada, menyusun dan menginterpretasikan data-data tersebut. Data yang terkumpul diambil dari beberapa karya H.M. Rasyidi sebagai referensi pokok dalam skripsi ini. Untuk referensi selebihnya dijadikan sebagai penguat sekaligus pembanding. Metode penulis yang digunakan pada skripsi ini bersifat kualitatif dengan teknik pembahasan deskriptif-analitis terhadap pandangan H.M. Rasyidi mengenai Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia. Teknik pengumpulan data dan
7
pembahasan masalah, teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan standar pedoman karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan Center for Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk pedoman transiliterasinya disesuaikan dengan pedoman Akademik Stara 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014-2015. Untuk penelitian skripsi ini digunakan sebagai sumber primer adalah H.M. Rasyidi. Di antara karyanya tersebut adalah Sikap Umat Indonesia terhadap Ekspansi Kristen, Mengapa Aku Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Kasus RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan Kristen, Islam dan Sosialisme, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarata 1975 (Artinya Bagi Dunia Islam), Islam dan Indonesia di Zaman Modern, Beble; Qur‟an dan Sains Modern dan Maududi Kepada Paus Paulus VI. Adapun yang digunakan sebagai sumber sekunder adalah di antara Prof. Dr. H.M. Rasydi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar Agama di Indonesia “dalam 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi”, Oleh Pengarang Anwar Rosihan, Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985. H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama Dalam Revolusi oleh pengarang Azhumardi Azra, buku ini menjelaskan bagaimana H.M. Rasyidi mengakomodasi dan konflik.
8
E.
Tinjauan Pustaka Sejauh tinjauan penulis, ada beberapa buku dan tulisan tentang H.M. Rasyidi.
Khusus skripsi, tesis atau disertasi di kalangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan diluar lingkungan UIN jakarta, di antaranya 1.
Revitalisme Etika: Analisis terhadap Nurcholish Madjid dan H.M. Rasyidi tentang Sekularisasi.9 Sebuah buku yang berasal dari disertasi ditulis oleh Syefriyeni. Buku tersebut menjelaskan pergulatan pemikiran antara H.M. Rasyidi dan Nurcholish Madjid tentang sekularisasi.
2.
Pandangan H.M. Rasyidi Tentang Kebatinan: Studi atas Buku “Islam dan Kebatinan” Karya H.M. Rasyidi.10 Sebuah buku yang berasal dari Skripsi menjelaskan faham kebatinan atau mistik jawa dengan mencatat timbulnya sejarah mistik di Jawa bahkan kebatinan merupakan warisan leluhur keratin. Sejauh ini penulis belum mendapatkan hasil penelitian (skripsi, tesis, dan
disertasi) yang spesifik membahas tentang Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi. Oleh karena itu, diharapkan karya ilmiah ini dapat menjadi terobosan pertama dalam kajian.
9
Sebuah disertasi yang ditulis oleh Syefriyeni yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul yang sama yaitu Relativisme Etika: Studi Perdebatan Sekularisasi antara Nurcholish Madjid dan H.M. Rasyidi (Ciputat: Pustaka Anak Negeri, 2013). 10 Muklis Koirudin, “Pandangan H.M. Rasyidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku „Islam dan Kebatinan‟ Karya H.M. Rasyidi,” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan KalijagaYogyakarta, 2009).
9
F.
Sistematika Penulisan Dalam tulisan ini penulis akan menulis skripsi ini menjadi lima Bab. Yang
rinciannya adalah sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan latar belakang masalah kenapa memilih tema tersebut sebagai tema penelitian, batasan dan rumusan masalah, metode penelitian,
tujuan dan mamfaat penelitian, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan. Bab II akan memberikan pemaparan yang jelas mengenai biografi H.M. Rasyidi. Dalam hal ini penulis akan menggambarkan latar belakang keluarga dan pendidikan, dan terakhir karya-karyanya dan sikap teologis terhadap agama-agama. Bab III adalah teori-teori menyangkut agama Kristen yang akan menjadi dasar dalam pembahasan selanjutnya. Dalam hal ini akan dijelaskan agama Kristen menurut H.M. Rasyidi tentang sejarah Kristen, ajaran-ajaran Kristen dan Kristen di Indonesia. Bab 1V adalah inti dari penelitian ini. Dalam hal ini penulis akan memaparkan dan menganalisis hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi, mengenai akar perselisihan Islam dan Kristen di Indonesia, Kristenisasi, dan perkawinan. Bab V, adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah di rumuskan. Sementara saran-saran adalah berisi beberapa rekomendasi lanjutan tentang penelitian yang sudah di lakukan serta memberikan beberapa kemungkinan lain untuk penelitian
10
selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi.
11
BAB II BIOGRAFI H.M. RASYIDI
A.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan H.M. Rasyidi, yang dikenal sebagai Menteri Agama pertama di Indonesia,
lahir di Kotagede, Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 M. Bertepatan dengan 4 Rajab 1333 H. Nama H.M. Rasyidi adalah nama yang diberikan oleh gurunya, Ahmad Syurkati11, tokoh reformis Persatuan Islam (Persis), ketika dia menjadi muridnya di Pesantern al-Irsyad, kota Lawang, Jawa Timur. Nama kecilnya adalah Saridi, dengan tipikal Jawa, yaitu nama lahir yang diberikan oleh orang tuanya. Saridi adalah anak kedua dari lima bersaudara. Saudaranya dari yang paling tua adalah Drs. Sapardi, dr. Sadjiman dan Sakidjan. Adik perempuannya bernama Sadjinah. Bapaknya bernama Atmosudigdo. Saridi dilahirkan di tengah keluarga pedagang yang sukses sehingga memungkinkan Saridi dan saudara-saudaranya melanjutkan pendidikan sampai tinggi. Keluarganya adalah pedagang kain, batik, perhiasan dan berlian yang pada
11
Aḥ mad ibn Muḥ ammad al-Syurkati al-Anṣ arī (1875-1943) di Indonesia dikenal dengan “Ahmad Syurkati”berasal dari Sudan. Dia adalah ulama yang pernah membangun sekolah di Makkah dan menjadi pengajar tetap di Masjid al-Ḥarām. Pada 1911 dia hijrah ke Indonesia. Ketika tinggal di Indonesia, Syurkati tercatat sebagai salah satu tokoh pembaharu Islam di Nusantara bersama dengan Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan H. Zamzam (pendiri Persatuan Islam [Persis]). Tiga tokoh ini sampai dijuluki “Trio Pembaharu Islam di Indonesia.” Syurkati adalah tokoh utama dalam berdirinya al-Irsyād al-Islāmiyyah yang kemudian melebarkan sayapnya ke berbagai wilayah di Indonesia. Sejak awal kelahirannya, gerakan al-Irsyād lebih cenderung pada pembaharuan pendidikan, yakni menggunakan sistem pendidikan yang menekankan kepada pemahaman bahasa Arab dan pemurnian agama dengan kembali kepada al-Qur‟ān dan Ḥadīts sebagai basis pembaharuannya. Khalimi, Ormas-Ormas Islam: Sejarah Akar Teologi dan Politik (GP Press, 2010), hal. 67-86. Kenyataan di atas tentu tidak bisa dipisahkan dengan perjalanan intelektual H.M. Rasyidi. Bentuk revivalisme yang diajarkan di al-Irsyād, disadari atau tidak tentu sangat berpengaruh pada jiwa Islam yang dimiliki H.M. Rasyidi.
11
12
waktu itu pelanggannya adalah orang-orang Cina, Belanda, Arab bahkan sampai ke Belgia.12 Secara religius, Saridi dilahirkan dalam suasana Islam Jawa yang sangat kental. Menurut pengakuannya, dia dilahirkan di tengah keluarga Islam abangan13 bahkan dalam lingkungan Islam Jawa yang cenderung sinkretis.14 Walaupun demikian, ayahnya mendidik Saridi secara Islam. Ayahnya mendatangkan guru agama ke rumah untuk mengajarkan Saridi membaca al-Qur‟ān. Ketika memasuki usia sekolah, ayahnya mendaftarkan Saridi ke sekolah Ongko Loro.15 Kemudian atas kehendak ayahnya pula belakangan Saridi pindah ke Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah Kotagede. Di sekolah itu Saridi merasa lebih baik karena tidak hanya mendapat pelajaran umum, tetapi juga pelajaran agama. Setamat dari SR Muhammadiyah, Saridi melanjutkan pendidikannya ke Kweecschool Muhammadiyah, sekolah pendidikan guru model Belanda yang juga ada di Kotagede. Di sekolah tersebut Saridi mendapat pelajaran agama yang lebih intensif. Di samping itu, dia juga mendapat pelajaran-pelajaran umum seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, sejarah dan sebagainya. Meskipun di situ mendapat pelajaran
12
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum Pelita,1985), hal. 3-4. 13 Abangan adalah sebutan bagi orang Islam Jawa yang mengaku Islam, tapi tidak melaksanakan Syari„at. H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 9. 14 Azyumardi Azra, “H.M. Rasjidi, BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi” dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam (ed.), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik (Jakarta: INIS, Balitbang dan PPIM, 1998), hal. 11. 15 Ongko Loro adalah sekolah Belanda setingkat SD yang menggunakan bahasa daerah (Jawa) sebagai bahasa pengantar. Pada umumnya sekolah setingkat SD selesai dan tamat sampai kelas enam, sementara di sekolah Ongko Loro selesai hanya sampai kelas lima.
13
agama, Saridi merasa tidak puas. Bagi Saridi pelajaran agama di sekolah tersebut tidak lebih seperti ngaji di langgar yang disampaikan tanpa harus mendalami makna dari kitab-kitab yang dibacanya. Dalam suasana itu, Saridi menjadi bosan belajar agama yang begitu-begitu saja.16 Ketidakpuasan Saridi terhadap pelajaran di sekolah membuat Saridi tertarik untuk membaca majalah dan surat kabar yang beredar pada waktu itu seperti Kedjawen dan Swara Oemoem yang sudah menjadi langganan ayahnya.
Ketika
membaca Swara Oemoem, secara kebetulan Saridi mendapat informasi bahwa Syurkati yang awalnya di Jakarta pindah ke Kota Lawang, Jawa Timur dan mendirikan pesantren di sana. Mengetahui informasi tersebut, Saridi mengirim surat kepada Syurkati yang menyatakan bahwa dia ingin menjadi muridnya.17 Setelah beberapa waktu kemudian, Saridi mendapat balasan dari Syurkati yang berisi tanggapan bahwa Saridi diizinkan melanjutkan ke al-Irsyad, pesantren yang baru didirikan oleh Syurkati tersebut. Pada sekitar tahun 1929 dia berangkat ke Jawa Timur dan untuk pertama kali meninggalkan orang tuanya. Al-Irsyad dikenal sebagai sekolah kalangan elit yang biayanya sangat mahal. Maka tidak heran kalau yang belajar di sana adalah anak-anak orang kaya. Al-Irsyad menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Di samping itu, ada pelajaran bahasa Belanda seperti di HIS dengan mendatangkan guru dari luar. Saridi merasa puas belajar di al-Irsyad karena menemukan apa yang selama ini dicari. Belajar di al-Irsyad suasananya jauh 16
Soebagijo (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum Pelita,1985), hal. 4-
5. 17
Ibid, hal. 30
14
berbeda dari pengalaman belajar Islam sebelumnya. Di al-Irsyad semua kitab yang dibaca dikaji betul dan dipahami, bukan sekedar dihafal. Syurkati sendiri sangat memerhatikan perkembangan setiap muridnya, termasuk Saridi. Di hadapan Syurkati Saridi dikenal sebagai anak yang rajin dan cerdas. Pada usia 15 tahun saja, Saridi sudah mampu menghafal beberapa kitab seperti Matn al-Sullām al-Munawwaraq, kitab terjemahan dari logika Aristoteles, dan Alfiyyah karya Ibn Malik, kitab naḥ wu yang berisi tata bahasa dan gramatika bahasa Arab. Dengan kecerdasannya itu, Saridi pun dijadikan asisten oleh Syurkati dalam pelajaran naḥ wu dan bahasa Arab. Maka tidak mengherankan apabila Syurkati sangat dekat dengan Saridi sehingga Saridi pun mendapat pelajaran tambahan. Bagi Syurkati nama “Saridi” sangat susah disebutkan, sehingga dia sering terbalik memanggil dengan sebutan “Rasyidi.” Itulah awal mula nama Rasyidi diberikan oleh Syurkati. Namun nama tersebut baru dikukuhkan ketika Saridi naik haji beberapa tahun kemudian, sehingga namanya menjadi H. Muhammad Rasyidi seperti yang kita kenal sekarang. Setelah dua tahun belajar di al-Irsyad Saridi mendapat ijazah diploma. Sementara itu, Syurkati diberitakan akan pindah ke Jakarta lagi, dan al-Irsyad akan ditutup. Sejak itulah Saridi pulang ke kampung halamannya. Ketika masih di al-Irsyad, Saridi punya teman bernama Taher Ibrahim.18 Mereka pernah merencanakan keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke Kairo. Meskipun al-Irsyad sudah ditutup dan mereka pulang ke kampung halaman masing-
18
Taher Ibrahim adalah putera dari Syaikh Ibrahim Musa, seorang ulama terkenal dari Bukittinggi. Sebagai seorang yang punya pesantren besar ia juga punya banyak teman di Mesir. Inilah yang kemudian mengurus berbagai persyaratan Taher Ibrahim dan H.M. Rasyidi untuk berangkat ke Mesir. Endang Basri Ananda (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 10-12.
15
masing, Saridi dan Taher Ibrahin tetap menjalin komunikasi melalui surat sehingga mereka sampai kepada kesepakatan untuk melaksanakan keinginan mereka melanjutkan ke Kairo. Kemudian setelah mendapat izin dari orang tuanya Saridi bersama Taher Ibrahim berangkat ke Mesir dengan menggunakan kapal laut. Saridi tiba di Mesir pada bulan Mei 1931. Sama dengan pelajar lainnya yang berasal dari Indonesia, Saridi langsung masuk ke al-Qism al-„Ām sebagai kelas persiapan untuk masuk perguruan tinggi. Kemudian setelah mendapat ijazah„Aliyyah Saridi ingin melanjutkan ke tingkat „Alīmiyyah. Namun karena saran temantemannya, Saridi melanjutkan ke Dār al-„Ulūm. Waktu itu yang mengantar ke Dār al„Ulūm adalah Ṭ anṭ awī Jawharī penulis tafsir al-Jawāhir, teman dekat Syurkati. Selain belajar di Dār al-„Ulūm, Saridi juga mengambil kelas privat yang gurunya adalah Sayyid Quṭ b.19 Setelah itu, Saridi pamit keluar dari Dār al-„Ulūm dengan alasan ingin mendalami bahasa Inggris dan Prancis. Sebelum keluar, kepala sekolahnya di Dār al„Ulūm berpesan bahwa setelah belajar bahasa Inggris dan Prancis agar dia kembali ke Dār al-„Ulūm untuk mengikuti ujian lanjutan. Setelah delapan bulan belajar bahasa Inggris dan Prancis Saridi kembali lagi ke Dār al-„Ulūm dan melanjutkan pendidikannya di sana. Setelah delapan bulan kemudian Saridi mampu mengantongi ijazah yang disebut Baccalaureat setingkat Sekolah Menengah Umum Agama. Di samping itu Saridi mendapat sertifikat equivalen dalam bahasa Inggris dan Prancis
19
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 43-51.
16
serta mengahafal al-Qur‟ān 30 juz. Dengan Baccalaureat Saridi berhak untuk masuk perguruan tinggi. Awalnya Saridi melanjutkan pendidikannya tetap di Dār al-„Ulūm, tapi ternyata dia merasa tidak cocok. Setelah berpikir panjang, akhirnya Saridi memutuskan untuk pindah ke Fakultas Sastra mengambil Jurusan Falsafat dan Agama di Universitas Kairo (Cairo University). Pada 1937 ketika duduk di tingkat III, Saridi mengambil cuti untuk melaksanakan Ibadah haji. Saat itulah nama H. Muhammad Rasyidi resmi digunakan. H.M. Rasyidi merasa sangat puas belajar di jurusan Falsafat dan Agama. Ketika itu jurusan Falsafat dan Agama baru dibuka dan belum banyak peminatnya. Teman sekelasnya hanya tujuh orang termasuk dia. Nampaknya dia adalah mahasiswa pertama dari Indonesia yang mengambil jurusan ini. Dosennya kebanyakan orang asing. Sebagian besar dari Universitas Sorbonne, Paris. Salah satu dosennya adalah Muṣ ṭ afā „Abd al-Rāziq, yang pernah menjadi murid Muḥ ammad „Abduh secara langsung, yang kemudian menjabat rektor di Universitas al-Azhar. Setelah menyelesikan studinya di Jurusan Falsafat dan Agama, H.M. Rasydi mendapat ijazah yang disebut Lincence dan menyandang gelar BA. Pada 1938 H.M Rasjidi pulang ke Indonesia. Belum satu bulan di kampungnya, dia melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan yang sudah bertunangan sejak dia berumur 19 tahun. Setelah menikah, H.M. Rasyidi diminta untuk melanjutkan jejak mertuanya, mengingat mertuanya adalah pengusaha dan pedagang yang sukses. Tetapi H.M. Rasyidi menolaknya karena tidak tertarik
17
menjadi pengusaha. Sebagai sarjana muda tamatan Kairo, dia lebih tertarik mengabdikan diri terhadap pendidikan dan pergerakan politik Islam. Langkah awal yang dilakukan adalah bergabung dengan PII (Partai Islam Indonesia) yang ketika itu baru berdiri. Pada 11 April 1940 dilaksanakan kongres pertamanya yang diadakan di Yogyakarta dan H.M. Rasyidi terpilih sebagai Komite Nasional partai Islam tersebut.20 Yang tak kalah penting, H.M. Rasyidi adalah anggota Muhammadiyah yang kemudian pada masa penjajahan Jepang menjadi salah satu pemimpin Masyumi.21 Dia juga aktif di Islam Studi Club yang diketuai oleh Dr. Kasmat, sebuah lembaga kajian dan diskusi yang fokus pada ilmu pengetahuan sosial dan agama. H.M. Rasyidi juga bergabung dalam Aliance Francaise (Perhimpunan Prancis) yang mana anggotanya mayoritas para sarjana dan kalangan elit Belanda. 22 Di samping aktif dalam organisasi dan politik, dia juga mengabdikan diri pada pendidikan. Untuk mengisi waktu luangnya dia mengajar di Madrasah Ma„had Islami yang dipimpin oleh K.H. Amir yang juga terletak di Kotagede. Ketika itu di Yogyakarta sejumlah tokoh Muslim seperti Wiryosanjoyo berinisiatif untuk membangun Perguruan Tinggi Islam yang dinamakan Pesantren Luhur. Lembaga tersebut sebagai usaha untuk melakukan modernisasi pesantren yang ada di Jawa. Di lembaga itulah H.M. Rasyidi diberi tanggungjawab untuk mengajar agama Islam dan 20
Dalam kongres tersebut antara lain ditetapkan ketua yang baru yaitu Dr. Sukiman, sementara anggota Pengurus Besar lainnya dalah Wibowo Purbohadijojo, Ki Bagus Hadikusuma, Wali Alfatah, H.M. Farid Ma‟ruf, H. Abdul Hamid BKN, Dr. Kartono, H. Abdul Gaffar Ismail, H. Anwar, H.M. Rasyidi BA, Abdul Kahar Muzakkir, dan Mr. KasmaBahuwinangun serta K.H. Mas Mansur sebagai Penasehat. Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 22. 21 Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama dalam Revolusi,” hal. 16. 22 Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 21-2.
18
bahasa Arab. Sayangnya, belum genap satu tahun, pada tahun 1941, pesantren tersebut harus bubar karena kondisi sosial politik yang tidak memungkinkan di mana invasi Jepang mulai berpengaruh di Indonesia. Dalam kondisi sosial politik yang tidak menentu, secara tiba-tiba H.M. Rasyidi mendapat surat dari Dr. Suwandi yang memintanya untuk menjadi kepala Perpustakaan Islam di Jakarta yang tempatnya di daerah Tanah Abang. Di tempat itu H.M. Rasyidi punya banyak waktu untuk membaca buku-buku Islam, baik karangan orang Indonesia sendiri, maupun buku dari luar seperti buku-buku berbahasa Arab dan buku-buku berbahasa Inggris, Belanda dan Prancis karangan para orientalis ternama pada waktu itu.23 Pada 1944, Muhammad Hatta mendirikan Sekolah Tinggi Islam di mana H.M. Rasyidi dipercaya sebagai Sekretaris Senat Guru Besar yang tugasnya mengatur dafar mahasiswa dan jadwal perkuliahan. Selama tinggal di Jakarta nampaknya H.M. Rasyidi sangat mengikuti perkembangan politik baik politik dalam maupun luar negeri menjelang kemerdekaan Indonesia, lebih-lebih ketika dia menjadi penyiar radio Jepang menggantikan Abdul Kahar Muzakkir yang tugasnya menyiarkan berita politik internasional di bagian Bahasa Arab. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, H.M. Rasyidi mengemban tugas untuk menyiarkan berita tersebut kepada internasional. Dia mengerti betul
23
Menurut catatan Azyumardi Azra perpustakaan tersebut bukan sekedar perpustakaan. Perpustakaan tersebut merupakan tempat berkumpul para tokoh dan pemimpin Islam dari berbagai wilayah di Indonesia, yang sebagiannya datang ke Jakarta untuk mengikuti latihan militer yang diselenggarakan oleh Jepang. Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama dalam Revolusi,” hal. 16.
19
kondisi sosial politik luar dan dalam negeri dan gagap gempita bangsa Indonesia menyambut kemerdekaan. Pada 14 November 1945 Sjahrir diangkat menjadi Perdana Menteri menggantikan kabinet presidensial beralih kepada kabinet parlementer di mana H.M. Rasyidi ditunjuk sebagai Menteri Negara. Kebinet ini tidak berlangsung lama hingga terbentuklah Kabinet Sjahrir II di mana pemerintah resmi mengadakan Kementrian Agama dan H.M Rasyidi ditunjuk untuk menempati posisi tersebut. Inilah karir pemerintahan H.M. Rasyidi yang menjadikannya sebagai Menteri Agama pertama di Indonesia. Sayangnya Kabinet Sjahrir II ini juga tidak bertahan lama, belum genap satu tahun, dibentuklah Kabinet Syahrir III. Dalam kabinet ini yang diangkat sebagai Menteri Agama adalah K.H. Fathurrahman dari NU (Nahḍ ah al-„Ulamā‟), sementara H.M. Rasyidi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Sejak itulah H.M. Rasyidi pindah dan menetap kembali di Jogyakarta seiring pindahnya pusat pemerintahan ke Yogyakarta.24 Pada 17 Maret 1947 pemerintah RI mengirim delegasi Timur Tengah yang misi utamanya untuk menerima pengakuan kemerdekaan Indonesia khususnya ke negara-negara Arab. Ketua delegasi tersebut adalah Agus Salim sementara H.M. Rasjidi dipercaya sebagai sekretaris yang merangkap bendahara. H.M. Rasjidi dipercaya sebagai perwakilan Indonesia untuk Mesir dan Saudi Arabia yang berkedudukan di Kairo. Berkat diplomasi yang dilakukannya, Saudi Arabia yang sebelumnya 24
tidak
mau
mengakui
kemerdekaan
Indonesia,
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasjidi, hal. 30-5.
akhirnya
mau
20
menerimanya. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, kantor perwakilan yang ada di Kairo tersebut resmi menjadi Duta Besar Indonesia yang mana H.M. Rasyidi menempati posisi tersebut. Pada 1953 H.M. Rasyidi dipindahkan ke Teheran sebagai Duta Besar RI untuk Iran dan Afganistan, namun sebelas bulan kemudian H.M. Rasyidi diminta pulang ke Indonesia dan ditunjuk sebagai Dirjen Penerangan Departemen Luar Negeri.25 Karir politik dan diplomatik yang sangat menyibukkan itu ternyata tidak memadamkan semangatnya untuk tetap berpetualang dalam intelektual. Selama H.M. Rasyidi mengemban tugas diplomasi di Kairo, ditengah kesibukannya menghadiri pertemuan-pertemuan PBB yang ketika itu berpusat di Paris, Prancis, dia menyempatkan diri datang ke Universitas Sorbonne dan mendaftarkan diri untuk menyusun disertasi di universitas ternama tersebut. Di Sorbonne dia punya seorang teman yaitu Louis Massignon26 yang dikenalnya sejak belajar di Kairo, seorang dosen sufisme di universitas tersebut. Dialah yang menjadi relasi bagi H.M. Rasyidi untuk melanjutkan pendidikannya di Sorbonne. Dengan dukungan Massignon, melalui beasiswa dari Rockeffeler Foundation, H.M. Rasjidi melanjutkan studinya ke Sorbonne. Hasilnya pada 23 Maret 1956 dia berhasil menulis dan memertahankan tesisnya yang berjudul “l‟evolution de l‟Islam en Indonesie ou counsideration critique du livre Tjentini” (Perkembangan Islam di Indonesia atas dasar Kajian Kritis terhadap 25
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 36-51. Louis Massignon (1883-1962) adalah seorang orientalis Prancis. Pada 1906 dia tinggal di Kairo sebagai ahli arkeologi yang meneliti berbagai peninggalan Islam di Mesir. Dia dikenal sebagai tokoh yang sangat tertarik pada kajian sufisme Islam, terutama setelah membaca manuskrip dan baitbait karya al-Ḥallāj. „Abd al-Raḥ mān Badawī, Ensiklopedi Tokoh Orientalis ter. Amroeni Drajat (Yogyakarta: LKiS, 2003), hal. 370-5. 26
21
Kitab [Serat] Centini). H.M. Rasyidi lulus dengan nilai cum laude. Itulah yang mengantarkan H.M. Rasyidi menjadi orang pertama yang mendapat gelar Doktor dari Paris.27 Kemudian tesis tersebut diterbitkan dengan judul Documents pour servir a l‟Islam a Java (Dokumen Kajian untuk Sejarah Islam di Jawa).28 Dengan prestasinya tersebut H.M. Rasyidi mendapat ucapan selamat dari berbagai pihak mengingat posisinya sebagai diplomat yang sekaligus menjadi putra Indonesia pertama yang mendapat gelar Doktor dari universitas ternama di Prancis.29 Setelah menyelesaikan doktoralnya di Paris, H.M. Rasyidi kembali ditugaskan untuk menempati posisi diplomatik sebagai Duta Besar RI di Pakistan. Ketika tinggal di Pakistan, dia mendengar kabar bahwa kondisi politik di Indonesia kian memanas. Dalam kondisi tersebut dia mendapat tawaran dari Istitute Islamic Studies McGill, Montreal, Kanada. Tentu ini menjadi angin baru untuk perkembangan intelektualnya. Sejak tahun 1958 dia dipercaya sebagai associate professor dalam bidang hukum Islam dan sejarah di McGill. Ada cerita yang cukup menarik ketika dia di Montreal. Di McGill setiap pekan menghadirkan Guru Besar dari berbagai penjuru untuk mengisi seminar yang diikuti oleh para mahasiswa dan para dosen. Pada suatu kesempatan yang mengisi seminar itu adalah Prof. Joseph Schacht.30 Dalam pidatonya Schacht menyatakan
27
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 52-7. Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama dalam Revolusi,”
28
hal. 18. 29
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 54-7 Joseph Schacht (1902-1969) adalah seorang orientalis kelahiran Rottbur, Jerman. Beberapa universitas yang mana dia sempat mengajar adalah: Universitas Frayburg, Jerman; Universitas Mesir, Kairo, Universitas Leiden, Belanda dan terakhir di Universitas Columbia, New York. Dia dikenal 30
22
bahwa Nabi Muḥ ammad dalam menyelesaikan suatu persoalan, hanya bertindak sebagai orang bijak (ḥ ukamā‟), bukan sebagai hakim yang memutuskan (qāḍ ī), karena pada kenyataannya meskipun Nabi Muḥ ammad punya kekuatan politik dan militer, dia tidak punya kekuasaan legislatif. Mendengar pernyataan tersebut H.M. Rasyidi membantah, padahal Schacht adalah guru besar yang sangat disegani dalam tingkat internasional. Untuk itu, dalam kesempatan lain, McGill diliburkan di mana H.M Rasyidi diminta untuk menjelaskan argumennya. Sidang tersebut dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa. H.M. Rasyidi menjelaskan bahwa pendapat Schacht tersebut diakibatkan oleh kesalahannya memahami kata ḥ ukamā‟dan qāḍ īdalam bahasa Arab, yang sebenarnya kata tersebut adalah sinonim. Nampaknya para dosen tetap tidak setuju dengan pendapat H.M. Rasyidi tersebut. Dalam suasana yang tegang tersebut tiba-tiba Prof. Izutsu angkat bicara dan mengatakan bahwa argumen H.M. Rasyidi itu benar. Baru setelah itu para dosen dan mahasiswa yang hadir mengakui menerima argumen H.M. Rasyidi. Ketika tinggal di Montreal, H.M. Rasyidi mendengar kabar bahwa Harun Nasution pulang dari Belgia ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya. Mendengar berita tersebut H.M. Rasyidi merekomindasikan Harun Nasution untuk melanjutkan ke McGill. Selama di McGill Harun Nasution tinggal serumah dengan H.M, Rasyidi.
sebagai pakar dalam hukum Islam dan sangat gigih dalam melakukan penelitian hukum Islam. Karyakaryanya ditulis dalam berbagai bahasa dan terbit di berbagai negara seperti bahasa Arab, Inggris, Jerman, Prancis dan Belanda. Bukunya yang paling terkenal adalah The Origins of Muḥ ammad Jurisprudence (Oxford, 1950) yang merujuk pada al-Risālah Syāfi„ī. Karya-karyanya sebagian besar dalam bidang fiqh, namun dia juga menulis karya-karya lain seperti bidang filologi, sejarah, falsafat dan teologi Islam. Abdurrahman Badawi Ensiklopedi Tokoh Orientalis, hal. 270-4.
23
Baru setelah istrinya menyusul ke Kanada Harun Nasution pindah dan tinggal bersama istrinya.31 Setelah lima tahun tinggal di Montreal, kontrak H.M. Rasyidi sebagai pengajar di McGill habis, sehingga dia harus pulang ke Indonesia. Ketika itulah dia mendapat tawaran dari Islamic Center sebuah lembaga keislaman yang terletak di Washington D.C., Amerika Serikat. H.M. Rasyidi segera menerima tawaran tersebut dan menempati wakil direktur yang mengemban tugas diplomasi, kepala perpustakaan dan mengisi berbagai ceramah tentang Islam yang biasanya dihadiri oleh para pembesar dan para dosen di Amerika. Profesi yang dipegangnya di Washington D.C. tersebut nampaknya tidak berlangsung lama. Karena alasan tertentu, pada 1964 H.M. Rasyidi pulang ke Indonesia dan tidak kembali lagi ke lembaga tersebut.32 Setelah tinggal di Indonesia H.M Rasyidi sempat menganggur, namun tidak lama kemudian pada 1966 dia diminta untuk menjadi tenaga pengajar oleh Prof. Dr. Subekti di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) dalam bidang hukum Islam dan sejarah. Sebagai doktor yang memang sudah lama bercita-cita untuk mengabdikan diri dalam bidang akademis, H.M. Rasyidi langsung menerima tawaran tersebut. Pada 1968 H.M. Rasyid dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum di FH-UI. Sejak itulah pengabdiannya dalam bidang akademis semakin kelihatan. Selain mengajar di UI,
31 32
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 59-65. Ananda Basri Endang (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 65-8.
24
H.M. Rasyidi juga mengajar Ilmu Falsafat di Pascasarjana IAIN Jakarta membantu Harun Nasution.33 Melihat perjalanan hidup H.M Rasyidi ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Dalam bidang Intelektual dia sudah menjelajahi dunia Barat dan Timur. Sejak dia belajar di sekolah Muhammadiyah, Pesantren al-Irsyad pimpinan Syurkati, Dār al-„Ulūmdan Fakultas Sastra jurusan Falsafat Agama di Universitas Kairo, sampai mendapat gelar doktor di Universitas Sorbonne, Prancis, cukup mewarnai petualangan Intelektualnya. Kenyataan tersebut tentu menjadi bahan tinjauan bagi pemikiran H.M. Rasyidi dalam berbagai gagasan yang dilakukan selanjutnya. Hal yang tak kalah penting ketika dia menjadi associate professor di Universitas McGill dan wakil direktur di Islamic Centre di Washington D.C., merupakan pengalaman yang turut membentuk pemikirannya. Menurut pengakuannya di situlah dia punya kontak langsung dalam bidang intelektual dengan non-Muslim dan para orientalis sehingga dia mengerti betul bagaimana karakter mereka. Sebagai intelektual yang sudah menjelajahi dunia, dia mengabdikan diri sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia. Saat itulah citranya sebagai pembela keimanan Islam semakin terlihat. Maka tidak heran apabila ada pendapat-pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan dasar ajaran Islam, dia tidak segan-segan untuk membantah dan mengritiknya. H.M. Rasyidi wafat di kediamannya di Jakarta pada 30 Januari 2001, pada usianya kurang lebih delapan puluh delapan tahun.34 33
Penulis tidak mendapat informasi yang pasti sejak kapan H.M.. Rasjidi membantu Harun Nasution mengajar di IAIN Jakarta. Dari informasi yang didapat, di IAIN H.M. Rasyidi tidak hanya mengajar falsafat, tetapi juga Islam dan Kebatinan.
25
B.
Karya-Karya Sebagai cendekiawan Muslim, karya H.M. Rasyidi terbilang cukup banyak.
Hingga saat ini ada sekitar dua puluh judul buku yang masih bisa kita baca, baik itu karya asli, maupun terjemahan. Dari berbagai karyanya, H.M. Rasyidi lebih cenderung menggunakan pendekatan nomatif ketimbang falsafi. Namun demikian, tidak berarti bahwa dia bukan pemikir Islam, karena dalam beberapa kesempatan dia menggunakan pendekatan yang sangat mendasar dalam membahas beberapa persoalan. Mengulas seluruh karyanya satu-persatu, tentu membutuhkan banyak halaman. Untuk itu, sebagian karyanya penulis klasifikasikan sesuai genrenya. Karya-karyanya sebagian besar diterbitkan oleh penerbit Bulan Bintang Jakarta. Berikut karya-karya H.M. Rasyidi beserta pokok kandungannya. Pertama, Falsafat Agama (1965). Perlu disampaikan bahwa buku ini sebagian besar adalah terjemahan dari buku Philosophy of Religion karya David Troeblood. Namun dalam versi H.M. Rasyidi, buku tersebut sudah mengalami banyak perubahan. H.M. Rasyidi sudah melakukan Islamisasi dan ayatisasi terhadap kandungan buku tersebut. Sesuai dengan pengakuannya, karena buku tersebut ditulis oleh orang Kristen, maka di dalamnya ada beberapa tambahan dan beberapa yang dibuang, disesuaikan dengan Islam dan tentu dalam perspektifnya. Oleh karena itu, buku tersebut bisa dijadikan rujukan untuk mengidentifikasi pemikiran H.M. Rasyidi.
34
Herry Muhamad dkk.,Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh pada Abad 20 (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hal. 81.
26
Kedua, Islam dan Kebatinan (1967). Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi melakukan perbandingan antara ajaran Kebatinan Jawa dengan ajaran Islam. Penelitian ini merupakan kajian terhadap Serat Darmogandul, Gatoloco dan Hidayat Jati yang diidentifikasi sebagai karya puncak ajaran kebatinan di Jawa. Setelah menyimpulkan isi dari ketiga literatur tersebut, H.M. Rasyidi membandingkan dengan ajaran Islam. Judul lain yang senada dengan buku tersebut adalah Di Sekitar Kebatinan. H.M. Rasyidi menyimpulkan bahwa ajaran kebatinan tidak bersumber dari Islam, bahkan bertentangan dengan Islam. Ketiga, Islam dan Indonesia di Zaman Modern (1968). Buku ini berasal dari naskah pidato ketika H.M. Rasyidi menerima pengukuhan sebagai Guru Besar untuk Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 20 April 1968. Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi memaparkan berbagai macam hasil penelitian Islam di Indonesia yang pernah dilakukan terutama oleh Snouck Hurgronje. H.M. Rasyidi memberikan komentar dan koreksi terhadap pandangan-pandangan Snouck Hurgronje. Namun demikian, penelitian semacam itu harus tetap dikembangkan mengingat Islam dan Indonesia terus bersinggungan dengan perkembangan modern. Keempat, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (1968). Dalam buku tersebut digambarkan bagaimana hubungan Islam dan Kristen dan Indonesia sejak zaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Kemudian H.M. Rasyidi membandingkan ajaran Islam dan Kristen. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kemajuan yang terjadi bukan semata-mata karena agama, melainkan tergantung kondisi-kondisi lain seperti
27
faktor sosial dan politik. Selain buku tersebut, dia menulis karya lainnya berjudul Sikap Umat Islam terhadap Ekspansi Kristen, Dari Rasyidi dan Maududi kepada Paulus VII, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Artinya bagi Dunia Islam dan Kasus RUU dalam Hubungan Islam dan Kristen. Secara keseluruhan buku tersebut bernada sama, yakni H.M. Rasyidi menunjukkan keberatannya terhadap Kristenisasi di Indonesia. Kelima, Keutamaan Hukum Islam (1971). Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi menggambarkan bahwa manusia butuh hukum untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat, baik itu hukum Islam, maupun hukum pada umumnya. H.M. Rasyidi menggambarkan posisi hukum dalam sejarah hingga pelaksanaannya. Buku lain yang juga berbicara tentang hukum adalah Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah. Bedanya, buku ini lebih spesifik kepada hukum Islam. Kedua buku tersebut berkesimpulan bahwa hukum Islam tetap perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Keenam, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisme (1972). Buku ini menanggapi gagasan pembaharuan Nurcholish Madjid yang berpendapat bahwa umat Islam di Indonesia bisa maju dan berkembang dengan sekularisasi, desakralisasi dan penggunaan rasio secara maksimal. Namun H.M. Rasyidi merasa sangat keberatan terhadap gagasan pembaharuan yang diusung oleh Nurcholish Madjid, sehingga H.M. Rasyidi merasa tergelitik dan terpanggil untuk memberikan koreksi dan mengritiknya.
28
Ketujuh, Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi (1974). Buku ini ditulis sebagai bahan dalam kuliah-kuliah agama Islam yang disampaikan di Universitas Indonesia. Dalam buku tersebut ada empat pokok pembahasan. Pertama, bahwa manusia butuh agama. Kedua, perbandingan agama alamiah seperti Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Ketiga, menjelaskan bahwa Islam adalah agama samawi yang terakhir. Keempat, pedoman hidup beragama dalam masyarakat. Kedelapan, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” (1977).Buku ini adalah buku yang menjadi titik pangkal polemik yang terjadi antara Harun Nasution dan H.M. Rasyidi. Penulis tidak perlu menjelaskan panjang lebar tentang buku tersebut, karena nanti ada bagian tersendiri yang membahas lebih luas tentang polemik tersebut. Kesembilan, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional (1980). Buku ini adalah tanggapan terhadap artikel yang ditulis oleh A.M.W. Pranarka bejudul “Secara Kultural Nasionalisme adalah Dasar Sejarah Indonesia”— dimuat di Suara Karya pada 14 April 1979—yang menyatakan bahwa sebenarnya nasionalisme Indonesia berdasar pada sejarah Indonesia itu sendiri.
A.M.W.
Pranarka menyampaikan pendapatnya dengan mengacu pada falsafat Hegel terutama dalam hal hubungan agama dan negara. Namun setelah membaca pandangan tersebut, H.M. Rasyidi merasa terpanggil untuk memeberikan koreksi. H.M. Rasyidi memulai kritiknya
dengan
menunjukkan
meberikan
penjelasan
kelemahan-kelemahannya.
tentang H.M.
filsafat
Rasjidi
Hegel,
kemudian
berpendapat
bahwa
nasionalisme seperti yang dikemukakan oleh A.M.W. Pranarka justru akan
29
menimbulkan perpecahan. Untuk itu di bagian akhir buku tersebut H.M. Rasjidi menawarkan strategi kebudayaan dan pembaharuan nasional dengan cara menguatkan iman dan persatuan umat Kesepuluh, Apakah itu Syī„ah? (1984). Buku ini memberikan gambaran tentang sejarah muncul dan perkembangan Syī„ah. Kemudian dijelaskan pula bagaimana perspektif Syī„ah dalam persoalan teologi, politik dan hukum. Terakhir, disimpulkan bahwa berbagai argumen yang dikemukakan Syī„ah itu tidak benar. Itu terjadi hanya karena fanatik yang berlebihan terhadap „Alī ibn Abū Ṭ ālib. Selain karya-karya di atas, ada beberapa karya lain yang merupakan buku terjemahan. Karya-karya tersebut adalah: Humanisme dalam Islam terjemahan dari l‟ Humanisme de l‟Islam karya Marcel Boisard; Bible, Quran dan Sains Modern terjemahan dari La Bible le‟ Coran et la Science karya Maurice Bucaille; Janji-Janji Islam terjemahan dari Promesses de l‟Islam karya Roger Garaudy dan Persoalanpersoalan Filsafat terjemahan dari The Living Issue of Philosophy karya Titus Cs.
C.
Sikap Teologis Terhadap Agama- Agama Teologi agama-agama diperuntukkan bagi mereka yang tidak mau duduk
manis dan mengatakan bahwa yang baik bagi orang lain tidak ada mafaatnya bagi mereka. Memang manusiawi kalau mau belajar lebih mendalam lagi tentang sesama yang beragama lain.
Kristen yakin bahwa diluar gereja tidak ada keselamatan,
sedang berhadapan muka dengan agama lain dan berusaha memahami hak mereka
30
seperti mereka sendiri artinya semua dengan tradisi mereka.35 Terdapat tiga sikap teologi sebagai berikut: 1. Eksklusifisme Eksklusifisme beranggapan bahwa satu-satunya posisi yang benar adalah posisinya sendiri, sementara posisi yang lain diamennggap keliru. Ia dapat menekankan
nilai
penting,
keyakinan-keyakinan
fundamental
yang
membentuk inti keselamatan dan tanpanya orang akan merugi, ia dapat menekankan sentralisasi suatu intuisi keagamaan yang kepadanya orang dapat masuk kedalam wilayah keselamatan, pada kelompok etnisnya sendiri sebagai titik pihak keagamaan yang benar. 2. Inklusivisme Suatu pandangan bahwa tradisi keagamaan lain juga memuat kebenaran religius namun di hari akhir akan dimasukan kedalam posisi yang ia miliki. 3. Pluralisme Pendapat bahwa tradisi keagamaan mengejewatahkan diri dalam beragam konsepsi mengenai yang sejati dan memberespon terhadapnya, dari sana muncul jalan kultural yang berbede-beda bagi manusia. ada tiga pengertian dengan istilah pluralisme agama. Pertama, pluralisme agama yang merujuk pada kenyataan bahwa umat beragama itu majemuk. Jadi, pluralisme agama menunjuk pada pengertian actual plurality seperti pluralisme masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak agama. Kedua, pluralisme agama 35
Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama (Yogyakarta: KANISIUS, 2008), hal. 6-7.
31
mengandung
konotasi
politik,
sehingga
maknanya
sinonim
dengan
sekularisme dalam salah satu pengertiannya. Ketiga, pluralisme agama merujuk kepada suatu teori agama yang pada prinsipnya menyatakan bahwa semua agama pada akhirnya menuju satu kebenaran yang sama.36 Dalam pengakuan Rasyidi terdapat Islam abangan, Islam orang yang tidak mengetahui seluk-beluk agama Islam, Islam yang dipeluk oleh nenek moyangnya. Tapi dari segi pemikirannya Rasyidi sangat konsisten.37 Rasyidi mengemukakan bahwa, sikap umat Islam terhadap missi Kristen telah banyak dipengaruhi oleh penyalahgunaan diakonia (pengabdian kepada masyarakat) itu dan menganjurkan dengan keras agar gereja-gereja dan organisasi kristen untuk sementara memberhentikan aktivitas masyarakat (diakonia) di dunia Islam.
Tindakan yang radikal ini adalah untuk membersihkan suasana
hubungan Islam dan Kristen dan untuk mengarahkannya kepada pengakuan timbal balik dan kerjasama yang layak bagi kedua agama besar ini. Jadi bantuan materi yang diberikan untuk gereja-gereja atau organisasi-organisasi ini sekarang dibagi melalui pemerintah dengan tujuan untuk mengindahkan kehormatan dan kepribadian berbangsa.38 Rasyidi juga menyatakan bahwa kesalahan terbesar yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada zaman penjajahan dan sekitar proklamasi Kemerdekaan pada 36
Irfan Riyadi, Membangun Inklusivisme Faham Keagamaan (Ponorogo: Stain Press Ponorogo, 2009), 4-5. 37 H.M.Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal.10. 38 H.M.Rasyidi, Koferensi Meja Bundar: Dahwah Islam dan Missi Kristen Geneva, 26-30 Juni 1976, hal. 12.
32
tahun 1945, adalah anggapan bahwa semua agama itu sama. Mendiang Presiden Sukarno pernah mengadakan kuliah umum di UI sekitar tahun 1955, dan menggambarkan bahwa manusia itu tidak tahu di mana letaknya kebenaran. Di antara hal-hal yang dipandang milik orang kulit putih adalah agama Nasrani, dan agama Nasrani yang dianut oleh orang yang berkulit putih maka agama itu dipandang agama yang tinggi. Para ahli ilmu perbandingan agama sampai saat ini selalu menggambarkan adanya pembagian agama menjadi dua: agama yang rendah dan agama yang tinggi. Tidak ada kriteria tertentu untuk membedakan agama mana yang tinggi, tetapi selalu dibawa kesimpulan, bahwa agama Nasrani adalah agama teringgi dalam pandangan mereka.39 Dalam pidato Rasyidi, ia mengatakan bahwa pernah didatangi oleh dua orang Kristen yang mengajak untuk meninggalkan agama Islam dan memeluk agama Kristen, dengan menerangkan kitab Injil yang dibawanya dan mengatakan bahwa Kitab itu adalah satu-satunya kitab yang mengandung kebenaran dan telah tahan uji untuk menghadapi penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Akan tetapi setelah Rasyidi mengajukan pertanyaan kepada kedua orang Kristen tersebut tentang sejarah dan asal-usul kitab Injil ternyata pengetahuan mereka masih sangat kurang.40 Sikap Rasyidi di atas sudah jelas, bahwa Rasyidi sangat konsisten terhadap kepercayaan yang ia miliki, maka sikap eksklusifisme Rasyidi terhadap agama Islam tidak bisa diragukan lagi. 39
H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia Artinya Bagi Dunia Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1975), hal. 13. 40 M Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah), hal. 230.
33
BAB III AGAMA KRISTEN
A.
Sejarah Kristen
Agama Masehi berpusat kepada pribadi pendirinya, yaitu Al-Masih (Kristus), sehingga pemikiran-pemikiran diarahkan kepadanya. Rasyidi kemukakan disini ialah mengenai Nabi Isa, anak Siti Maryam. Ia adalah seorang Yahudi dari Nasirah (Nasareth). Oleh karena itu agama yang dibawa oleh Nabi Isa dinamakan agama Nasrani (Kristen). Ketika nabi Isa sudah berumur kurang lebih 30 tahun, Ia berjumpa dengan Yahya kemudian membaptiskannya. Ia mengatakan bahwa Isa jauh lebih utama daripadanya. Kehidupan Nabi Isa dari lahirnya sampai berumur 30 tahun tidak banyak diketahui orang, sebab keempat Injil hanya memberitakan kejadian-kejadian selama kira-kira tiga tahun, yaitu ketika nabi Isa melakukan tugasnya sebagai Nabi sampai peristiwa penyaliban.41 Menurut Rasyidi sejarah Kristen bisa dikatakan sebagai pertumbuhan dari kecenderungan atau sekte yang berbeda, terdapat juga perpecahan didalam pembentukan ulang, yang berlangsung menghadapi latar belakang hiruk-piruk polemik, pengaduan dan kecurangan. Selama abad-abad perkembangan agama
41
H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal,81- 83.
33
34
Kristen, wacana teologi yang membangkitkan perdebatan sengit bahkan cenderung melampaui batas adalah doktrin yang berhubungan dengan Trinitas.42 Rasyidi mengutip dalam buku Marcello Craveri dengan judul bukunya The life of Yesus bahwa, sejarah lahirnya Nabi Isa tidak diketahui dengan pasti. Maka sampai abad ke-4 hari lahir Nabi Isa diperingati pada tanggal 28 Maret, 18 April atau 29 Mei menurut kepercayaan masing-masing. Kemudian diperbaharui menjadi 6 Januari, dengan dihitung 30 tahun kebelakang dari tanggal penyaliban. Akan tetapi di Eropa Barat orang menyesuaikan hari lahir Nabi Isa dengan suasana keagamaan di sana. Sehingga hari lahir Nabi Isa jatuh pada tanggal 25 Desember. Lalu Nabi Isa melakukan tugasnya di sekitar Danau Tobaria dan desa-seda sekelilingnya. Sikap Nabi Isa terhadap kaum agama yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan, ditambah dengan kesukaannya bergaul dengan orang-orang miskin dan menderita, telah membangkitkan amarah dengki di hati orang-orang Pharisi dan Saddusi. Oleh karena itu ketika Nabi Isa datang ke Jesusalem pada hari Paskah 43, orang-orang Pharisi dan Saddusi mengambil kesempatan untuk mengusir
Nabi Isa, maka dilaporkanlah
kunjungannya itu ke Jerusalem dan akhirnya menurut riwayat Injil Nabi Isa ditangkap, diadili dan disalib. Hukuman penyaliban Nabi Isa sampai mati menjadi pokok teologi agama Kristen, dan al-Qur‟an membantah dalam surat An-Nisa.
42
Richard Fletcher, Relasi Damai Islam dan Kristen, ( Ciputat: IKAPI, 2009), hal. 4. Hari Paskah juga disebut Passover artinya hari bangsa Yahudi menyeberangi laut, menyelamatkan diri dengan nabi Musa dari perbudakan Fir‟aun. 43
35
Dan oleh karena mereka menyalahi janji mereka dan tidak percaya kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, begitu pula karena mereka berkata: “hati kami tertutup”, sesungguhnya Tuhan menutup hati mereka karena kekufuran mereka, sehingga mereka tidak percaya kacuali hanya sedikit, demikian pula karena mereka berkata: “Kami telah mambunuh Al-Mash Isa, anak Maryam, utusan Tuhan”, padahal mereka itu tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang disalib itu serupa dengan Al-Masih. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih pendapat tentang nabi Isa ini, merka itu juga dalam kesangsian tentang hal tersebut: mereka tidak mempunyai
pengetahuan selain
mengikuti dugaan. Mereka tidak membunuh Nabi secara yakin. Akan tetapi Allah telah mengangkatnya kepadaNya, dan Allah itu Maha Mulia dan Maha Biajaksana. (QS. An-Nisa 155-158) Injil mempercayai Nabi Isa mati disalib dan hidup lagi di langit, sedangkan menurut Rasyidi Ia tidak disalib dan telah wafat. Para pengikutnya dipimpin oleh dua belas sahabat Nabi Isa yang dalam al-Qur‟an dinamakan Hawari. Sahabat-sahabat Nabi Isa tersebut telah mempropagandakan agama Kristen ke seluruh Kerajaan Romawi, khususnya ibukotanya (Roma). Petrus meninggal di Roma akibat dibunuh, dan kuburannya dijadikan Katedral St. Peter yang merupakan pusat vatikan. Namun orang yang besar jasanya kepada agama Kristen adalah Paulus. Ia seorang Yahudi dari Tarsus (daerah Turki) yang sebelumnya bernama Saul. Disamping jasanya menyiarkan agama Kristen, Ia juga aktif dalam memarahi umat Kristen, dalam
36
perjalanan antara Damaskus dan Jerusalem Ia merasa Nabi Isa yang memerahinya, mulai saat itu Ia menjadi pemimpin Kristen yang besar yang mempropagandakan agama Kristen kepada orang-orang yahudi di perantauan dan suratnya kepada mereka itu merupakan bagian-bagian penting dalam Injil (Perjanjian Baru).44 Menurut Rasyidi setelah Nabi Isa wafat, umat Kristen sangat berpegangan kepada kenang-kenangan tentang Nabi Isa, dan oleh karena itu di dalam sejarah mereka dinamakan Masehi, artinya penganut setia kepada Al-Masih (Kristus), yang diusap dengan minyak kasturi, mereka itu dianggap sebagai orang yang tidak setia kepada Kerajaan Romawi, dicari-cari, jika terdapat disiksa dan dibunuh.45 Jadi penganut kepercayaan Kristen, Yesus benar mati disalib dan penderitaannya itu tidak lain adalah karena demi menebus dosa-dosa manusia. kepercaan demikian mengandung tendensi bahwa siapa yang masuk Kristen, maka dosa-dosanya telah diampuni.46
B.
Ajaran-ajaran Kristen
Ajaran agama untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam kehidupan beragama. Terjadi di tanah air Indonesia pada waktu Rasyidi masih hidup, sungguh 44
H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal, 88 45 Ibid, hal. 81. 46 Jirhanuddin, Perbandingan Agama “Pengantar Studi Memahami Agama-agama” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 107-108.
37
merupakan suatu hal yang tidak wajar. Anak-anak pemuda Islam disuruh percaya kepada Trinitas dengan diberi pelajaran, buku-buku
dan alat-alat sport. Ajaran
Kristen yang di bicarakan oleh Rasyidi ialah tentang Trinitas. Dimana jika seorang Kristen awam tidak percaya kepada kebangkitan Yesus dari kubur, ia akan berfikir bahwa para sahabat tergolong oleh jiwa Yesus, mendirikan gereja berdasar atas Injil. Ia mengakui bahwa Yesus adalah orang Yahudi dan mewarisi tradisi Yahudi. Ia juga mengakui para sahabat mengambil pelajaran-pelajaran dari Injil Yesus serta menyiarkan ajaran-ajarannya.47
Ajaran tentang Trinitas adalah ajaran yang sangat penting dalam kehidupan gereja, tetapi sekaligus menjadi ajaran yang sulit dijelaskan bagi warga gereja. Ajaran ini sulit diterima oleh pihak lain terutama dalam konteks Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mayoritas penduduknya Islam. Oleh karena itu umat Islam menganggap bahwa ajaran tersebut Triteisme yaitu menyembah tiga Tuhan. Kepercayaan terhadap Tritunggal sering menjadi batu sandungan yang serius dalam hubungannya dengan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Islam pada khususnya. Allah Bapa adalah Pencipta langit dan bumi serta yang terdapat di dalamnya. Allah adalah Mahakasih terhadap segala ciptaan terutama kepada manusia. Allah senantiasa menampakkan diri-Nya kepada manusia dan
47
hal. 30.
selalu bersabda kepada manusia sebagaimana
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1980),
38
digambarkan dalam perjanjian lama, bahwa Allah bersabda melalui bangsa-bangsa dan para Nabi. Oleh karena itu Allah mendengar do‟a manusia, melihat matahati manusia dan menangkap getaran jiwanya. Allah juga mengetahui pikiran dan harapan manusia.48 Menurut Rasyidi umat Kristen meyakini bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang Maha Esa. Ajaran ketuhanan dalam agama Kristen adalah sebagai yang tercantum dalam kredo Imam Rasuli, yaitu Tritunggal yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus. Ketiga-tiganya adalah pribadi Allah dan ketiga pribadi tersebut adalah Allah.49 Menurut imam Kristen Allah yang Esa itu hadir dan berkarya dengan tiga cara berada: Allah sebagai Bapak, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Hal ini berarti bahwa
ummat Kristen tidak menyembah
tiga Allah
(Triteisme) melainkan Allah Tritunggal (Triunitas) : Allah Bapa, Putra, Roh Kudus. Ajaran-ajaran tentang Allah Tritunggal ini disebut sebagai Trinitas.50 Rahasia yang tidak dapat dijelaskan tentang tiga oknum dalam satu Tuhan: Bapak, Anak dan Roh Kudus. Terdapat disurat kiriman yang pertama dari Yahya, 5 : 7 , karena yang menjadi saksi di syurga, yaitu bapak, Kalam dan Ruhul Kudus, maka ketiga-tiganya manjadi satu. Akan tetapi ayat ini palsu merupakan kesenajaan, ayat ini harus tidak dimuat, akan tetapi paus Roma mempertahankan haknya untuk memuatya. Setelah
48
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal.
49
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal.
362-363. 362. 50
H.M. Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam Dan Kristen, Jilid 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal. 303-305
39
Rasyidi membaca uraian pendeta yang jujur dan berani, yaitu A. Powell Davies dan Charles francis Potter maka sudah jelas, bahwa dasar kepercayaan Ketuhanan Yesus itu tidak kuat. Maka orang Kristen berkata ini adalah rahasia, apalagi bukti-bukti yang diuraikan oleh kedua pendeta tersebut sudah menjelaskan dengan jelas bahwa Ketuhanan Isa dan Trinitas adalah hal yang tidak pernak diajarkan oleh Nabi Isa sendiri. Tentu saja orang-orang kristen awam tidak sampai pengetahuannya untuk menyelidiki sendiri hal ini. Para pendeta, para uskup mengetahui akantetapi mereka menyimpan rahasia ini, karena jika terbuka kepada umum, agama kristen akan hancur karena landasannya.51
Menurut Rasyidi kelemahan dasar Kristen, mengenai Trinitas sudah lama dirasakan dalam umat Kristen sendiri. Oleh karena itu persoalan itu makin lama makin mengganggu kestabilan negara. Dalam sejarah Trinitas pada tahun 325 Kaisar Konstantinopel mengadakan konsili di Nicaea. Ada dua aliran yang bertentangan pertama, aliran Arius, uskup Alexandria mengatakan bahwa Tuhan anak itu diciptakan oleh Tuhan Bapak. Kedua, aliran Athanasius mengatakan bahwa Tuhan Bapak dan Tuhan Anak itu sama, dari zat yang sama.52 Konsili ini dimenangkan oleh aliran Athanasius dengan suara mayoritas. Namun seorang pendeta dari Iskandariyah (Mesir) berpendapat bahwa Tuhan anak (Yesus) tidak sama dengan Tuhan Bapak (Allah), akan tetapi diciptakan oleh Dia. Seandainya pendapat Arius tersebut 51
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 29-37-41. 52 H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan Bintang,1974), hal. 90.
40
dikatakan sebelum abad ke-IV, tentu banyak yang menerima, begitulah kata Failasuf Betrand Russel, tetapi konsili Nicea menolaknya.53
Keagamaan dan teologi membentuk kepercayaan dan keyakinan bersama yang mempengaruhi suasana batin dari kebanyakan orang.54 Ketika agama Kristen tesiar di daerah-daerah, timbullah gambaran bahwa Tuhan Yesus itu Tuhan-JuruSelamat. Idea tersebut disesuaikan dengan kepercayaan yang telah ada, khususnya mengenai Mitra. Mengenai hari lahir Mitra adalah tanggal 25 Desember. Hari itulah yang oleh orang-orang Kristen baru dijadikan hari lahir Yesus. Sabbath, hari Sabtu yang disebutkan oleh Taurat sebagai hari istirahat sesudah bekerja enam hari menciptakan alam, telah diabadikan oleh orang-orang Kristen baru dan digantikannya dengan hari ahad.55
Rasyidi mengutip perkataan Prof. Alfred Guillume bahwa, agama Islam dan agama Kristen, sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan Nabi Isa terdapat hal-hal yang sama tentang Allah, tentang hidup sesudah mati. Akan tetapi setelah Nabi Isa meninggal, telah terjadi penyelewengan-penyelewengan sehingga timbul kepercayaan Trinitas. Nabi Muhammad telah menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, yang di antaranya berisi tentang penyelewengan tersebut.
53
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1980),
hal. 37. 54
Yosef lalu, Pr. Makna Hidup Dalan Terang Iman Katolik: Yesus Kristus Pemberi Makna Hidup (Yogyakarta:Kanisius, 2010), hal. 47. 55 H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap memeluk agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 31.
41
Rasyidi juga mengatakan Kristen awam tidak percaya kepada kebangkitan Yesus dari kubur, ia akan berfikir bahwa para sahabat terdorong oleh jiwa Yesus, mendirikan gereja berdasar atas Injil. Ia mengakui bahwa Yesus adalah orang Yahudi yang mewarisi tradisi Yahudi. Ia mengakui bahwa para sahabat mengambil pelajaranpelajaran dari Injil serta menyiarkan ajaran-ajarannya. Ia juga mengakui bahwa para sahabat karena penglihatan dan pendengaran mereka tentang Yesus dan pengalaman mereka kemudian, telah menghormati Yesus dengan mengatakan sebutan, yaitu sebutan penyelamatan , Tuhan manusia dan Anak Allah.56
C.
Agama Kristen di Indonesia
Kristen yang digambarkan Rasyidi ialah Kristen yang dibicarakan pada masa hidupnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dimana terdapat bermacam-macam pemeluk agama dan pemeluk keyakinan dan semuanya memiliki hak yang sama dalam menjalankan agamanya masing-masing. Setelah mendapat pengaruh dari dari agama Hindu, Buddha dan Islam, bangsa Indonesia mendapat pengaruh dari agama Kristen.57 Agama Kristen masuk ke Indonesia pada abad ke-16 bersamaan dengan kedatangan orang Portugis dan Spanyol, sedangkan Islam tersebar ke Nusantara mulai akhir abad ke-7 secara damai oleh para pedagang dan mencapai puncaknya pada abad ke-15. Pada tahun 1516 Magelhaens, orang Spanyol tiba di kepulauan Maluku dan Solor, sedangkan bangsa Portugis berulang-ulang kali ke
56 57
Ibid, hal. 31. Tugiyono,dkk, Pengetahuan Sosial Sejarah (Jakarta: Kurikulum, 2004), hal. 44.
42
kepulauan Solor dan Timur untuk membeli kayu gaharu, yang diikuti dengan usaha mengajak penduduk.58 Para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pedagang di Indonesia itu adalah Fransiskus Xaverius. Pesan perutusan Kristus: “pergilah, jadikanlah semua bangsa rid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus” (Matius 28:9).59 Pada tahun 1519 ia mendarat di Ternate sampai duduk setempat, dan memulai melaksanakan ambisi Kolonialisme serta untuk menyebarkan agama Kristen. Namun mereka menemui perlawanan keras dari penduduk setempat. Fransiscus Xaverius dianggap sebagai pelopor penyebaran agama Katolik di Indonesia. Ia bukan memperkenalkan agama Katolik tersebut kepada orang-orang Maluku sampai 1547, melainkan juga mendirikan sekolah untuk meningkatkan pendidikan masyarakat setempat. Berkat usahanya, bukan hanya agama Katolik yang diperkenalkan pada masyarakat melainkan juga kebudayaan Spanyol dan Portugis.60 Dari Maluku Portugis meluaskan jaringan perdagangan dan penyebaran agama Kristen ke daerah-daerah sekitarnya, bahkan hingga ke Jawa.61 Pada tahun 1549 terjadilah peperangan sengit di antara pendatang-pendatang Katolik dan penduduk yang beragama Islam yang dipimpin oleh Sultan Babullah. Pada tahun 1605 di
58
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyahgunaan Diakonia Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 8. 59 R.Z. Leirissa, “Agama Kristen Dibawa Misionaris Bukan Sejarah”, Taloid Reformata Edisi 65 Agustus Minggu II, 16-31 Agustus 2007, hal. 4. 60 H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 8. 61 Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, ), hal. 14.
43
wilayah itu ada dalam tangan Kolonialisme Belanda. Pada tahun 1848 seorang pejabat resmi agama Katolik datang, karena di Nusantara tidak ada pejabat resmi Katolik, tapi di Batavia (Jakarta) pada tahun 1855. Di Surabaya pada tahun 1856 dan Semarang pada tahun 1858 telah ada gereja-gereja Katolik. Sejak waktu itu telah banyak didirikan sekolah-sekolah agama Katolik di Jawa.62 Kristen Protestan lahir karena Reformasi Gereja pada abad ke-16, agama ini masuk ke Indonesia dibawa oleh para zending (orang-orang Belanda), daerah Indonesia yang menganut agama Kristen Protestas yaitu Sumatera Utara, terutana kelompok etnis atau suku bangsa Batak. Pada abad ke-19, penyebaran agama Kristen Protestan terhadap masyarakat Indonesia dilakukan dengan cara mendekati kepala adat atau kepala suku, penyebaran ini dilakukan kepada masyarakat yang masih memiliki kepercayaan lama.63 Dari situ terlihat tujuan utama kedatangan Portugis ke Asia, terutama ke Nusantara adalah berdagang, terutama menemukan kawasan sumber penghasilan utama rempah-rempah, agar memperoleh keuntungan lebih besar. Karena dagangan rempah-rempah merupakan barang dagangan yang sangat berharga di Eropa. Namun disamping itu, Portugis dan Spanyol mendapat restu untuk memelihara Gereja dan mendukung usaha penyebaran Injil dan iman Kristen kepada penduduk yang mereka jumpai. Itulah sebabnya di dalam ekspedisi Portugis dan Spanyol selalu ikut sejumlah 62
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyahgunaan Diakonia Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 33. 63 Nana Supiatna, Ilmu Pengetahuan Sosial : Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi (Jakarta: Grafindo, 2006), hal. 100.
44
iman atau rohanian katolik, baik yang bertugas untuk melayani dan merawa kerohanian para pedagang, maupun yang menyebarkan Injil kepada penduduk pribumi. Dengan kata lain para rohanian itu umumnya merangkap sebagai misionaris.64 Sehingga kemajuan yang lebih besar telah diperoleh oleh kaum missionaris. Boleh dikatakan bahwa tak ada misi Kristen ke negara Islam yang dapat sukses lebih besar daripada missi Belanda di Indonesia. Di Sulawesi, Timor, Halmahera dan kepulauan-kepualauan lain banyak gereja-gereja bemunculan.65 Pada tahun 1517 Agama Kristen terdiri dari dua aliran besar, yaitu Kristen Katolik dan Kristen Protestan dengan gerakan seorang pendeta Jerman yang bernama Martin Luther.66 Agama ini masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuk dan berkembangnya penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda di Indonesia. Bangsa Portugis dan Spanyol dianggap sebangai bangsa yang melopori masuk dan perkembangannya agama Katolik ke Indonesia. Bersamaan dengan kedua pelayaran tersebut, ikut pula para pastor serta misionaris lainnya untuk menyebarkan agama Katolik pada penduduk yang disinggahi para pelayar.67 Indonesia terjajah oleh berbagai bangsa Eropa
dan akhirnya Belanda
mengambil alih seluruh kekuasaan dari perusahaan dagang VOC pada tahun 1799.
64
Ibid, hal. 19-21. H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 45. 66 H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 98. 67 Nana Supiatna, Ilmu Pengetahuan Sosial : Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi (Jakarta: Grafindo, 2006), hal. 99. 65
45
Berakhirnya
perang
dunia
kedua,
bangsa
Indonesia
memproklamasikan
kemerdekaanya. Pada waktu itu Indonesia berpenduduk 170 juta orang dan kurang lebih 90% beragama Islam. Sesudah merebut kemerdekaan, bangsa Indonesia berkesempatan memperbaiki hidupnya, lahiriyah dan rohaniyah. Bahwa bangsa Indonesia telah mencapai kemajuan di bidang pertanian, pendidikan, industri, kesehatan, teknologi, dan aspek-aspek lain dari kehidupan modern, walaupun masih banyak diantara mereka yang masih menderita dan miskin.68 Orang-orang kristen
tersebarnya di Indonesia pada zaman VOC69
menunjukkan dengan jelas hal ini berbarengan dengan penempatan pusat kekuasaan di kalangan politik dan ekonomi. Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan Ambon sebagai pusat produksi utama adalah kota-kota yang paling penting. Kristen di Indonesia seakan-akan telah muncul sebagai suatu agama baru di samping agamaagama lain. Masyarakat Kristen yang mendiami wilayah yang dikuasai VOC dimasukkan dalam gereja protestan. Agama Ktisten di Indonesia tidak mengalami perkembangan dengan abad ke-19. Hal ini disebabkan pada umumnya perhatian VOC hanya ditujukan kepada usaha-usaha perdagangan, walaupun ada juga pegawai kompeni yang berusaha memperluas agama Kristen. Para misionaris Katolik juga tidak menunjukkan kagiatan besar, sehingga Katolik juga tidak mengalami 68
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar PenyalahgunaanDiakonia Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 20. 69 VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) ialah salah satu organisasi yang didirikan oleh Bangsa Belanda. Yang merupakan kongsi dagang tersebar di wilayah nusantara yang dibentuk atas keinginan untuk memperkokoh kedudukan Belanda di Nusantara dan menyatukan perdagangan rempah dari wilayah timur. http://www.smansax1-edu.com/2014/10/ringkasan-mengenai-vocvereenigde-oost.html yang diunggah pada hari Jum‟at tanggal 06-November-2015.
46
perkembangan.70 Akan tetapi pendeta-pendeta bekerja untuk memelihara kerohanian pegawai-pegawai VOC, dengan tujuan untuk membujuk orang-orang pribumi untuk agar masuk Kristen. Fasilitas yang diberikan kepada orang pribumi, sehingga pada abad ke-17, orang-orang Belanda mengatakan bahwa sudah ada 100.000 orang pribumi di jawa yang masuk Kristen dan 40.000 di ambon.71
70
Tugiyono,dkk, Pengetahuan Sosial Sejarah (Jakarta: Kurikulum, 2004), hal. 43. H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 32. 71
47
BAB IV HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA
Hubungan antar agama telah menjadi perhatian yang cukup serius termasuk bagi masyarakat Indonesia. Dialog antara penganut agama-agama yang hidup kiranya apabila banyak tokoh Indonesia yang terlibat sepenuhnya dalam perencanaan dialog tersebut, baik di kawasan lokal maupun pertemuan-pertemuan Internasional. Beberapa tokoh yang terlibat dalam pertemuan-pertemuan tersebut misalnya Seperti Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, Prof. Dr. P.D. Latuihamallo, Prof Dr. Harun Nasution, Dr. T.B. Simatupang, Prof. Dr. H.M Rasyidi.72 Bagi bangsa Indonesia, kerukunan umat beragama itu bahkan menjadi kerinduan. Pada setiap kesempatan, hal itu senantiasa dikemukakan, baik oleh kalangan organisasi-organisasi maupun pemerintah.73 Dalam musyawarah
antar agama yang berlangsung 30 November 1967,
Rasyidi mengemikakan kekecewaannya tentang kristenisasi, terutama pada pihak Islam awal yang penting dari proses dialog. Pada Juni 1976 DGD/WCC, bekerja sama dengan dua lembaga studi di Inggris yang mengadakan pertemuan dialog di Chambesy Swiss, yang dihadiri oleh dua utusan Indonesia, yaitu H.M. Rasyidi dari kalangan Islam dan Ihroni dari kalangan Kristen. Rasyidi membawakan makalah
72
Rosihan Anwar, 70 Tahun Prof. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985), hal.
155. 73
H.M. Rasyidi, Surat kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia Diberhentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 4.
47
48
yang sangat tajam untuk menyoroti praktek penyiaran agama oleh kalangan Kristen di Indonesia. Ia mengeluhkan pada zaman Orde lama yang dikeluhkan oleh kalangan Islam. Dengan mendirikan gedung gereja di daerah Islam, menarik orang Islam menjadi Kristen dengan cara membagi-bagi makanan dan uang, atau menjadi orang tua asuh bagi anak-anak mereka. Dari kenyataan itu Rasyidi menyatakan keluhannya.74 Di Lebanon, pada tanggal 16-26 Maret 1970, Prof. Mukti Ali dan Prof. Latuihamallo bersama para pemuka lainnya telah menggariskan bersama kebijakan yang diusulkan untuk pertemuan-pertemuan dan hubungan-hubungan pada waktu yang dihadapi, baik secara internasional maupun secara nasional. Dalam forum internasional di Jenewa 1976, Prof Rasyidi melandaskan pemahaman dari misi-misi Kristen, ia mengakui pentingnya penghargaan terhadap pluralitas keagamaan dalam dunia modern.75 Menurutnya para pemeluk agama-agama mengemban tugas bersama untuk menyadari bahwa masyarakat Indonesia adalah warga yang berlandaskan Pancasila. Sehingga kerukunan antar agama harus tetap terjalin. Hal ini bukan saja dalam pergaulan kita sehari-hari di tanah air kita, melainkan dalam penampilan putra putri Indonesia dalam pertemuan antara agama-agama yang di selengarakan. Perumusan konferensi yang menyangkut hubungan antar agama pada tahun 1976. Konferensi itu oleh Dr. David kerr sebagai peristiwa pertama dalam sejarah hubungan
74
Laporan H.M. Rasyidi, Tentang: Konperensi Meja Bundar Da‟wah Islamiyah dan Missi Keisten di Geneva Pada Tanggal. 26-30 Juni 1976, hal. 9. 75 Azhumardin Azra, “H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi” (tp, tt ), hal. 26. Kemenag.go.id/ file/ dokumen. Rasyidi3. pdf
49
Kristen dan Islam, yang membicarakan pokok yang fundamental bagi masing-masing agama, yaitu komitmen untuk kemashuran Injil bagi penganut Kristen dan dakwah bagi penganut Islam. Termasuk H.M. Rasyidi yang hadir mewakili dari Indonesia.76 Dalam hubungan ini ada manfaatnya untuk merujuk pada pernyataan yang dibuat oleh konperensi Internasional tentang misi Kristen dan dakwah Islam yang diadakan di Chambesy pada bulan Juni 1976, dimana pemimpin-peminpin agama Katolik, Protestan dan Islam berkonsultasi bersama dalam suatu tukar pikiran secara terbuka.77 Rasyidi mengatakan umat Islam Indonesia ingin hidup damai dan rukun, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan kita semua. Satu-satunya jalan adalah hidup dalam toleransi. Biarkanlah kamu memperbaiki nasib kami, mengatur kehidupan keluargaan kami, dan kami tidak akan menggu saudara-saudara kita yang beragama Kristen. Kita semua sedang membangun; marilah kita bangun lebih dahulu jiwa toleransi di dada kita masing-masing. Inilah perkataan Rasyidi yang ditujukan kepada Dewan Gereja Indonesia dan Majlis Wali Gereja Indonesia dan juga ditujukan kepada Pemerintah Vatikan serta Dewan Gereja Sedunia.78
76
Ihroni (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 171. H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1989), hal.9. 78 H.M. Rasyidi, Di Sekitas R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia,1976), hal.27. 77
50
A.
Akar Konflik Kristen dan Islam di Indonesia
Semenjak persiapan kemerdekaan Indonesia pada akhir zama Jepang, kemudian disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selalu terdapat perbedaan faham antara ummat Islam dan ummat Kristen dalam cara hidup bersama suatu bangsa.79 Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Agama juga memicu konflik antar masyarakat beragama. Keanekaragaman di Indonesia membuat masyarakat Indonesia memiliki pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan yang diajarkan oleh agamanya masing-masing. Pebedaan ini timbul karena adanya doktrin-doktrin dari agama-agama, suku, ras, perbedaan budaya, dan kelompok minoritas serta mayoritas.80 Konflik keagamaan di Indonesia hanyalah suatu bagian dari suasana kekerasan dan kebrutalan yang berlaku umum di masyarakat di Indonesia saat ini. Ada dua karakter yang memiliki kecenderungan umum pada kekerasan, yaitu: Pertama, perpecahan, kesalahpahaman, atau pertentangan kecil dengan mudah memicu reaksi kekerasan, perkelahian fisik. Kedua, perkelahian ini dengan mudah terjadi pada komunitas yang berkarakter. Seperti peristiwa yang tejadi di Ambon 79
Laporan H.M. Rasyidi, Tentang: Konperensi Meja Bundar Da‟wah Islamiyah dan Missi Keisten di Geneva Pada Tanggal. 26-30 Juni 1976, hal. 2. 80 Stev Koresy Rumagit, Kekerasan dan Diskriminasi Antar Umat Beragama Di Indonesia, Jurnal LexAdministratum, Vol.1/No.2, Januari-Maret 2013, hal, 59. Diakses dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/viewFile/3016/2561 , pada tanggal 9 November 2015 pukul 12.53.
51
yang selalu berkembang menjadi sebuah perang antar warga dan kampung. Meskipun konflik-konflik ini adalah konflik antar masyarakat yang dibatasi oleh agama mereka masing-masing, mereka tidak banyak memanfaatkan ajaran atau ciri khusus lainnya dari Kristen dan Islam sebagai dalil untuk berkonflik. Oleh karena itu, setelah konflik berdarah ini terjadi antar masyarakat, agama dengan mudah menjadi unsur pemersatu.81 Pada peristiwa Orde Baru ketegangan antar umat Islam dan Kristen merebak seiring tudingan umat Islam bahwa umat Kristen lebih diuntungkan oleh pemerintahan dan adanya semangat Kristenisasi yang ditandai dengan bertambahnya umat kristen secara signifikan. Ketegangan ini merebak setelah sejumlah tokoh Islam menuduh gereja dan lembaga misi telah melakukan penginjilan dengan cara yang tidak sehat, yang merenggangkan hubungan di antara mereka.82 Kemajuan bangsa Indonesia ini terganggu oleh adanya ketidak harmonisan antara umat Islam dan Kristen, yang disebabkan karena penyalahgunaan diakonia (pelayanan masyarakat) di Indonesia, dan sikap tidak toleran orang-orang Kristen terhadap umat Islam.83 Dalam tataran teologis, antara Islam dan Kristen ada tembok pemisah yang dibatasi oleh paradigma yang berbeda. Lalu muncullah sejumlah kesalahpahaman, maka meruncingkan perbedaan dan meletuslah kerusuhan- kerusuhan. Konflik kedua 81
Fanz Magnis-Suseno, Memahami Hubungan Antar Agama (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), hal. 12. 82 Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal. 382. 83 H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Dioakonia Dihentikan, (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 9.
52
agama tersebut
disamping dipicu oleh faktor ekonomi, politik, sosial, juga
disebabkan oleh sikap eksklusif diantara pemeluk kedua agama. Padahal agama Kristen dan Islam dapat dikatakan agama-agama monoteis, sebab semuanya menyembah Tuhan yang sama dari kedua agama tersebut. Dalam sejarah agamaagama, kelompok agama yang satu bisa saja meyerang beberapa teolog agama tertentu, bahkan dalam satu agama sekalipun. Masing-masing agama ingin menunjukkan kemurnian agamanya, sementara yang lain dipandang sesat.84 Menurut Rasyidi, umat Islam Indonesia yang suka damai masih ingat akan usaha yang digagalkan oleh umat Kristen, yaitu usaha mencari kompromi dalam hidup nasional bersama. Dalam musyawarah antar agama yang diadakan pada tanggal 30 November 1967, Presiden Suharto mengusulkan agar umat suatu agama jangan berusaha menambah umatnya dengan merugikan umat suatu agama lain. Pihak Kristen dan Katolik menolak mentah-mentah usulan tersebut, karena mereka merasa kaya dengan bantuan-bantuan yang mereka terima dari luar negeri dan sampai sekarang tindakan mereka bahkan bertambah.85 Konflik Kristen dan Islam sangat ironis sebab sebelumnya di era Orde Baru ketika Tarmizi Taher menjadi menteri agama, orang berlomba-lomba untuk menyatakan dirinya sebagai pembela kerukunan. Hidup dengan menghargai keagamaan bukan berarti meremehkan iman Kristen. Menyadari berbagai agama 84
Zaenul Arifin, Menuju Dialog Islam Dan Kristen: Pejumpaan Gereja Ortodoks Syria Dengan Islam, Jurnal IAIN Walisongo Semarang ( Mei, 2012), hal. 115. 85 H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja di Jakarta 1975: Merupaka Tantangan Bagi Dunia Islam (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia, 1974), hal. 62
53
berarti mengakui, menghormati, bahkan menghargai nilai-nilai yang terdapat pada mereka yang beragama lain.86 Indonesia yang jumlah penduduknya 125 juta manusia selama 20 tahun menjadi bangsa yang merdeka telah mengalami petaka yang hebat. Untuk menghindari kemungkinan terulang malapetaka, rakyat Indonesia khususnya yang memeluk agama Islam, harus selalu waspada dan siap sedia.87
B.
Kristenisasi
Bangsa Indonesia yang berjumlah 125 juta manusia, diantaranya 110 juta beragama Islam, merupakan kelompok umat Islam terbesar di seluruh dunia. Pokok persoalan antara umat Islam dan Kristen, bahwa Krsiten selalu berusaha mengkristenkan umat Islam. Pemerintah mempunyai program untuk kerukunan agama, akan tetapi program tersebut tidak didasari analisa ilmiah. Umat Islam dipaksa untuk hidup rukun dengan pengikut agama Kristen, tatapi sebab ketidakrukunan itu yaitu Kristenisasi.88
Rasyidi juga dikenal cukup getol melawan ide-ide yang dianggap dapat membahayakan keimanan kaum muslim. Memang soal memelihara keimanan umat
86
Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), hal. 67. 87 H.M. Rasyidi, Islam Menentang Komunis (Jakarta: Hudaya dan Ramadhan, 1970), hal. 19. 88 H.M. Rasyidi, Kasus RUU Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen (Jakarta: Bulan Bintang,1974), hal.7.
54
Islam dan kegiatan Kristenisasi merupakan salah satu tema dari wacana yang dibangun rasyidi. Sebenarnya yang diperhatikan oleh sosok ini adalah maraknya Kristenisasi yang sebegitu jauh telah keluar dari norma-norma dan tata aturan yang telah diterapkan oleh pemerintah.89 Cara memindahkan dari dari agama lain terutama agama Islam, untuk menganut agama Kristen yang terjadi di Indonesia selama ini adalah 95% atau lebih dengan cara membujuk, memberikan apa yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia yang umumnya beragama Islam. Seperti kebutuhan pendidikan, pemeliharaan kesehatan yang semua itu bersandarkan kepada Ekonomi.90
Kristenisasi merupakan sebuah gerakan keagamaan yang bernuansa politik yang muncul setelah berakhirnya perang salib dengan tujuan meyebarkan agamanya kepada semua komunitas manusia yang di dunia ketiga secara umum dan kepada kaum Muslim secara khusus, dengan harapan dapat menegaskan kekuasaan mereka terhadap bangsa-bangsa yang ada.91
Setelah perang kedua, misi Kristen tidak
mengenal batas mereka mau mengkristenkan umat Islam dengan bujukan materil, sekolah, rumah sakit, pakaian, makanan dan lain-lain. Mereka mendekati orang-orang yang sedang berkuasa dan menyediakan diri untuk menindas ummat Islam, sehingga sekarang ini dapat dinamakan abad perang salib baru.
Pengabdian-pengabdian
Kristen dalam masyarakat Islam telah dilakukan untuk tujuan mengganti agama 89
Muh, Syamsuddin, Prof. Dr. H.M. Rasyidi Pemikiran dan Perjuangannya (Yogyakarta: Aziziah, 2004), hal. 146. 90 Laporan H.M. Rasyidi tentang Konperensi Meja Bundar, Da‟wah Islam dan Missi Kristen di Geneva pada tanggal. 26-30, Juni Yang Diselenggarakan oleh Dewan Gereja Se-Dunia, atas Kerja Sama dengan Islamic Foundation, Leicester U.K, hal. 3. 91 Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Pnetrasi Misi kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), hal.
55
dengan kesempatan mengambil kebodohan umat Islam, hajat umat Islam kepada pendididkan, kesehatan, pengabdian dan kemasyaraktan.92 Pemuda-pemuda dan penduduk-penduduk desa masuk Kristen karena mereka tegius untuk bersekolah mencari ilmu, kursus bahasa Inggris, ingin membaca bukubuku di perpustakaan, kagum akan kekayaan, kemegahan gedung dan keuntungan kebendaan, tetapi bukan karena Trinitas yang mereka inginkan. Pada saat itu sekolahsekolah pemerintah RI dalam keadaan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah Kristen. Apalagi sekolah-sekolah swasta yang jauh lebih sederhana dari sekolah-sekolah pemerintah. 93 Rasyidi menyatakan bahwa, para missionaris yang terjadi di Indonesia ini sering menggunakan prinsip “toleransi beragama” uuntuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Mereka menekankan bahwa kaum muslimin sebagai mayoritas penduduk Indonesia, harus toleran kepada umat Kristiani yang merupakan kelompok minoritas. Mereka juga menggunakan isyu hak asasi manusia untuk mengabsahkan kegiatankegiatan penyiaran agama mereka. Mereka bahkan mengidentikan
kristenisasi
dengan modernitas dan sebaliknya mengindetikkan agama lain, khususnya Islam dengan tradisionalisme dan keterbelakangan94
92
Laporan H.M. Rasyidi, tentang Konperensi Meja Bundar Dakwah Islam dan Missi Kisten di Geneva, Pada tanggal, 26-30 Juni, 1976, hal. 8. 93 H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 54. 94 Zumardi Azra, H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi, (tp,tt), hal. 25. Kemenag.go.id/file/dokumen/Rasyidi3.pdf
56
Agama Kristen Katolik tampaknya benar-benar memanfaatkan kesempatan dengan melakukan Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI. Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi dari rumah ke rumah kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi kebutuhan masyarakat Islam, dengan alasan bantuan sosial dan kepedulian mereka terhadap nasib sebagian umat Islam yang memerlukan bantuan.95 Terjadinya Kristenisasi tersebut nampaknya mempunyai konsekuensi pada umat Islam di Indonesia. Faktanya, pada masa penjajahan Belanda dapat kita temukan di mana umat Islam jawa, yang kebanyakan dari golongan pemuda berumur antara 20-30 tahun telah masuk agama Kristen Katolik. Mereka telah dihinggapi rasa superioritas kompleks yang mana mereka dianggap lebih rapih dan lebih terpelajar dari pada orang jawa yang memeluk Islam. Di antara mereka mendapat jaminan uang dan beras, dan kebutuhan lain dari missionaris Kristen dengan catatan mereka harus menjadi umat Kristen.96 Rasyidi mengatakan dalam pidato sambutan pada musyawarah antar agama tanggal 30 November 1967. Bahwa di tanah air terjadi Kritenisasi hendak mengkristenkan bangsa Indonesia, akantetapi Pemerintah Kolonial Belanda tidak mengizinkan. Terjadilah serangan kepada pihak belanda dengan menuduh Pemerintah Belanda melindungi Umat Islam Indonesia.97 Pada permulaan abad ke-19 Kritenisasi oleh Netherland missionary Society yang mendapat sukses di Sulawesi Utara yaitu 95 96
Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hal. 119. H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam? (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
hal. 15-16. 97
Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal. 231.
57
Minahasa. Akantetapi Pemerintah Belanda melarang kegiatan Kristenisasi diantara ummat Islam, karena Kristenisasi menimbulkan
kegelisahan yang sangat
bertentangan dengan politik Belanda untuk memelihahara kedamaian di Indonesia. Walaupun demikian pada tahun 1811 seorang Jerman bernama Yohannes Emde kawin dengan seorang wanita Indonesia. Selama 32 tahun kemudian ia dapat mengkristenkan 35 orang di desa Weling. Mantan pegawai pemerintah Belanda bernama Coenraad Laurens Coolen juga mempunyai kebutuhan dan kawin dengan seorang wanita Indonesia. Ia mnyebarkan Injil, tetapi tidak mau mengirim orangorang yang sudah diisi dengan Kristen itu untuk dibaptiskan, karena ia berpegang pada prinsibnya bahwa ia tidak mau melihat mereka kehilangan identitas mereka. Kemudian Jellesma seorang pndeta yang mendirikan gereja di Mojowarno, yang samapai sekarang manjadi pusat Kristen di Jawa Timur.98 Rasyidi juga mengutip tulisan sarjana W.C. Smith. Bahwa sikap membagi manusia menjadi dua kelompok, kelompok orang Kristen yang selamat dan kelompok orang yang bukan Kristen yang celaka, pada waktu ini berkembang dikalangan saudarasaudara kita bangsa Indonesia yang beragama Kristen. Mereka giat dalam mengkristenkan bangsa Indonesia.
Rasyidi juga pernah didatangi oleh dua
Propagandist agama Kristen yang mengajaknya untuk meninggalkan agama Islam dan harus memeluk agama Kristen, dengan menerangkan isi kitab Injil yang dibawanya dan mengatakan bahwa Kitab itu adalah kitab satu-satunya kitab yang 98
H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di jakarta: Artinya bagi Dunia Islam, (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), hal. 42.
58
mengandung kebenaran dan telah tahan uji menghadapi penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Namun Rasyidi balik menanyakan kepada propagandist tersebut tentang sejarah dan asal-usul kitab Injil ternyata pengetahuannya masih sangat kurang . 99 Kritenisasi bertujuan untuk membongkar keyakinan yang dianut oleh kaum Muslim dan berusaha mengalihkan mereka dari sikap tegas dalam memegang keyakinan Islam sebagai pola hidup dan pola keyakinan. Jalan yang ditempuh untuk maksud tertentu berupa Kristenisasi dan penjajahan. Tetapi kemudian mendapatkan penentangan yang luar biasa dari pihak Muslim. Samuel Zwemer mengatakan, “Tujuan utama di Negara-negara Muslim yang ditugaskan kepada kalian oleh Negara-negara Kristen bukanlah bermaksud untuk memasukkan kaum Muslim ke dalam agama Kristen”. Karena hal demikian merupakan kehormatan dan hidayah buat mereka. Tetapi tugas kalian adalah mengeluarkan mereka dari Islam sehingga mereka menjadi mahkluk yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan dan tidak memiliki afiliasi terhadap nilai-nilai etika yang menjadi landasan utama kehidupan berbagai bangsa.100 Bagaimana mengkristenkan dari berbagai kalangan di daerahdaerah, tanpa memerhatikan agama yang sudah dahulu dianutnya. Karena sebagian besar orang-orang Indonesia adalah Muslim, sangat dipahami bahwa orang-orang Islam dapat dikatakan yang paling menderita dari usaha-usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh orang Kristen. Hal ini dsebabkan oleh metode pendekatan-pendekatan
99
H.m. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 58. 100
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Bandung: Bulan Sabit,1969), hal. 229-230.
59
pada orang-orang desa pada umunya. Bahwa cara-cara jebakan seperti yang disebutkan
di
atas
keliahatannya
diterapkan
untuk
mengkristenkan
untuk
mendapatkan pemeluk-pemeluk baru.101
C.
Perkawinan
Kasus Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974. Salah satu kasus yang sangat mencolok memperlihatkan pergumulan Islam dan Kristen. Sebenarnya maksud penyusunan Undang-Undang ini sangat baik, yakni menciptakan satu sistem hukum di bidang perkawinan, menyempurnakan sekaligus menggantikan berbagai undangundang dan peraturan yang sudah ada sejak zaman penjajahan, yang terasa sudah usang antara lain karena berciri rasial dan tidak berlaku bagi seluruh warga Negara. Tetapi, soal ini menghangatkan karena, sementara pemerintah masih mempersiapkan RUU perkawinan, berlangsung sejumlah perkawinan campuran antara pemeluk agama yang berbeda (d.h.i. Kristen dan Islam), termasuk dikalangan pejabat tinggi, sehinnga UUP ini dilihat kalangan Islam sebagai pembenaran atas perkawinan campuran itu dan sebagai bagian dari upaca Kristenisasi. Karena itu banyak dari mereka mengajukan protes keras.102 Rasyidi mengaitkan dugaan ini dengan kasus pernikahan putri Sunan Solo, BRA Kus Supiah yang berumur 22 tahun, dengan seorang Kristen bernama Sylvanus 101
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Dioakonia Dihentikan, (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 17. 102 H.M. Rasyidi, Kasus R.U.U. Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen (Jakarta: Bulan Bintang), hal. 8.
60
yang berumur 46 tahuun, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Kalimantan Tengah, di bulan juni 1973. Upacara pernikahan di Istana tersebut Pkubuwono XII. Semua itu terjadi dan ummat Islam hanya dapat mengeluarkan air mata. BRA Kus Piah telah menjadi korban suatu siasat yang sedang berjalan. Peristiwa ini menurut H.M.Rasyidi menjadi pemicu penolakan umat Islam Indonesia terhadap diajukannya RUU Perkawinan.103 Setelah RUU Perkawinan diperlakukan, sering muncul menyangkut perkawinan campuran antara dua insan yang berbeda agama, terutama Islam dan Kristen. Juga dikatakan bahwa perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi perkawinan. Dalam pasal 10, ayat (2) dalam RUU Perkawinan tersebut sebagai berikut: “Perbedaan karena kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan”.
Dalam pasal 2 di atas memang terkandung hal-hal yang tidak baik, bahwa perbedaan kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat asal dan keturunan menjadi penghalang perkawinan. Tetapi diselipkan kata “agama” yang terdiri dari lima huruf itu telah jelas memberikan gambaran yang sangat jelas daripada maksud RUU Perkawinan ini. Membaca RUU, kalangan Islam tertentu segera munuding bahwa RUU Perkawinan ini adalah bagian dari usaha Kristenisasi di Indonesia. Ada pula yang beranggapan bahwa RUU ini dibuat tanpa lebih dulu dikonsultasikan dengan
103
H.M. Rasyidi, Di Sekitar RUU Perkawinan, (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia, 1973), hal. 9-10
61
masyarakat Muslim maupun dengan
Departemen Agama. 104 Maka umat Islam
menolak RUU Perkawinan, bahwa kehidupan berkeluarga adalah suatu lembaga wajib dilakukan dan sangat berharga.105
Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan yang diketuai oleh K.H. Masykur
memberi tugas kepada empat anggota untuk memberi pandangan terhadap penjelasan pemerintah. Setelah itu Menteri Agama mendapat tugas untuk memberi jawaban pemerintah terhadap pandangan-pandangan fraksi di Parlemen. Setelah menteri Agama membaca jawaban Pemerintah, terjadilah demonstrasi mahasiswa dan pelajar di Parlemen menetang RUU Perkawinan. Dengan kajadian ini untuk menjadi peringatan, bahwa
jangan semena-mena mengambil keputusan atau berdasarkan
banyaknya suara di Parlemen. Akan tetapi hendaknya segala sesuatu didasarkan atas maslahat bangsa Indonesia.106 Sikap umat Kristen terhadap umat Islam sudah jelas. Ketika Pemerintah RI memajukan RUU Perkawinan kepada DPR pada tahun 1973, Fraksi Katolik mendengarkan memorandum no. 15/FK/69 tertanggal 1 Februari 1969 yang isinya antara lain sebagai berikut: “ Ketika ditegaskan di sini bahwa Fraksi Katolik seperti halnya Faraksi-fraksi lain menghendaki adanya UU Perkawinan Nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 45”.
104
H.M. Rasyidi, Di Sekitar R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia, 1973), hal. 9. 105 Laporan H.M. Rasyidi tentang Konperensi Meja Bundar Ba;wah Islam dan Missi Kristen di Geneva pada tanggal 26-30 Juni 1976. Di selenggarakan oleh Dewan Gereja Sedunia Geneva Atas Kerja Sama dengan Islamic Foundation, Leicester U.K. 106 H.M. Rasyidi, Di Sekitar R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia, 1973), hal, 17.
62
RUU Perkawinan ini menentukan bahwa hukum nasional tunduk pada hukum agama seperti tersebut. Oleh karena itu sebelum memasuki materi perumusan masalah tentang suatu Undang-undang Perkawinan pada khususnya, dan semua Undang-undang yang menyangkut pelaksanaan Pancasila yang berhubungan dengan kepentingan agama pada umumnya, haruslah terlebih dahulu dipecahkan secara tegas dan jelas, mana yang akan dipilih. 107
107
H.M. Rasyidi, Sekali Lagi Ummat Islam Indonesia menghadapi Persimpangan Jalan (jakarta: Sinar Hudaya, 1973 ), hal.19.
63
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Islam adalah nama agama yang diwahyukan oleh Tuhan untuk manusia. Islam
dibawa oleh nabi Muhammad Saw, dengan wahyu yang dibukukan menjadi alQur‟ān. Ia lahir pada tahun 571 M di Mekkah, bapaknya bernama Abdullah dan ibunya bernama Aminah. Menurut Rasyidi agama Kristen agama yang dianut oleh pengikut-pengikut Al-Masih (Isa yang diusap dengan minyak kasturi) yang dalam bahasa Yunani di sebut Yesus Kristus. Berbeda dengan agama Islam yang sangat menjunjung tinggi monoteisme dalam konsep ketuhanannya, justru agama Kristen meyakini Tritunggal sebagai dasar dari konsep ketuhanannya. Indonesia menghadapi masalah yang luar biasa di bidang sosial dan ekonomi. Islam
menunjukkan
sikap
bersahabat
terhadap
Kristen,
tetapi
kemudian
memusuhinya. Islam menolak kepercayaan, bahwa Isa adalah anak Tuhan, telah mati disalib dan doktrin Trinitas. Untuk menolak agama Kristen adalah inti sari dari Islam itu sendiri. Rasyidi mengatakan, bahwa hubungan Islam dan Kristen di Indonesia sangat mengecewakan, karena penyiaran Kristen dan RUU perkawinan. Kerukunan
63
64
beragama bukanlah ide Indonesia melainkan ide dari pihak Misi dan zending. Namun keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, sebab dalam kehidupan berbangsa kita wajib mengakui keharusan adanya toleransi dan saling mengahargai. Yang dimaksud toleransi di sini tidak mengikuti agama lain selain agama yang dianutnya. B.
Saran-Saran Peran H.M. Rasyidi dalam peta pemikiran Islam dan kontribusi membangun
tradisi ilmiah serta etos intelektualisme Islam di Indonesia. Sebagai suatu kajian yang perlu diteruskan, Hubungan kristen dan Islam di Indonesia dalam Pandangan H.M. Rasyidi diharapkan bisa direalisasikan di setiap alam pikiran dan kegiatan. Penulis menyadari bahwa masih banyak yang harus diekplorasi dalam pandangan H.M. Rasyidi selain mengenai Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia. Untuk itu kiranya diperlukan penelitian lebih lanjut dengan metode dan pendekatan yang lebih baik terhadap sumber data atau subjek penelitian, agar hasil yang diperoleh lebih baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Endang Basri, 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985. Husaini, Adian, Hegemoni Kristen-Barat dalam Perguruan Tinggi. Jakarta: Gema Insani Press, 2006. Syamsuddin, Muhammad, Prof. Dr. H.M. Rasyidi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta: Aziziah, 2004 Rasjidi, H.M. Apa itu Syiah? Jakarta: Pelita, 1984. __________, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II, Jakarta: Dewan dakwah Islamiyah Indonesia, 1989 __________, Sekali Lagi Ummat Islam Indonesia Menghadapi persimpangan Jalan, Jakarta: Sinar Hudaya, __________, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam?, Jakarta: Bulan Bintang, 1980 __________, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Bulan Bintang, 1983. __________, Falsafat Agama, Jakarta: Pemandangan, 1965. __________, Kasus RUU Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen, Jakarta: Bulan Bintang, 1974. __________, Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang 1976. __________, Islam dan Kebatinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. __________, Islam dan Indonesia di Zaman Modern. Jakarta: UI-Press, 1968. __________, Islam dan Socilalisme. Jakarta: Yayasan Study Club Indonesia, 1966.
66
__________, Islam Menentang Komunisme. Jakarta: Yayasan Study Club Indonesia, 1966. __________, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”. Jakarta: Bulan Bintang, 1977. __________, Koreksi Terhadap Drs. Nurcholis Madjid Tentang Sekularisasi. Jakarta: Bulan Bintang, 1972. _________, Di Sekitar Indonesia, 1973
R.U.U. Perkawinan, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah
__________, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975 Artinya bagi Dunia Islam, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1974 Laporan Prof. Dr. H.M. Rasyidi Tenatang, Konferensi Meja Bundar: Dakwah Islam dan Missi Kristen di Geneva Tanggal 26-30 Juni 1976 Soal Peradilan Agama Prof. Dr. H.M. Rasyidi Menjawab Franz Magnis Suseno SJ, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989 Bucaille, Maurice, Bible, Quran dan Sains Modern, terj: H.M. Rasyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1987 Boisard, Marcel, Humanisme dalam Islam, terj oleh H.M.Rasyidi, Jakarta: Bulan Bintang, Trueblood, David, Persoalan-persoalan Filsafat, terj oleh H.M. Rasyidi, Jakarta: Bu;an Bintang, 1965 Garaudy, Roger Janji-Janji Islam, ter oleh H.M. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang, 1984 Koirudin Muklis, “Pandangan H.M. Rasjidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku „Islam dan Kebatinan‟ Karya H.M. Rasjidi,” Skripsi. Jakarta: Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan KalijagaYogyakarta, 2009 Syefriyeni, Relativisme Etika: Studi Perdebatan Sekularisasi antara Nurcholish Madjid dan H.M. Rasjidi Ciputat: Pustaka Anak Negeri, 2013 Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial Jakarta: PT Bumi Aksara 2008
67
Elis Rostiani, “Hubungam Toleransi Beragama dengan Interaksi Sosial Umat Islam dan Kristen (Study Kasus di Graha Indah Pamulang Kec.Pamulang)” Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014 Aritonang, Jan S, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004 Azra Azhumardin “H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi” (tp, tt ),. Kemenag.go.id/ file/ dokumen. Rasyidi3. Sukamto Amos, “Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama Sampai Orde: Dari Konflik Perumusan Ideologi Negara Sampai Konflik Fisik” Jurnal Teologi Indonesia, 2013 Anwar Rosihan, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar Agama di Indonesia” dalam 70 Tahun Prof. H.M. Rasjidi, Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985 Ahmad Von Denffer dan Emilio Castro (ed.). Dakwah Islam dan Missi Kristen: Sebuah Dakwah Internasional. Terj oleh Ahmad Noer Z. Bandung: Penerbit Risalah, 1984