1
HUBUNGAN KONSUMSI KOPI DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN PUSKESMAS BOGOR TENGAH
TRI WAHYUNI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
ABSTRAK TRI WAHYUNI. Hubungan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas Bogor Tengah. Dibimbing oleh YEKTI HARTATI EFFENDI dan DODIK BRIAWAN. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan pola konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah. Penelitian ini menggunakan desain Case Control dengan perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1 dengan jumlah keseluruhan 160 contoh. Contoh kontrol yang memiliki tekanan darah <120/<80 mmHg, sedangkan contoh kasus yang memiliki tekanan darah >140/>90 mmHg berdasarkan diagnosa dokter minimal 1 bulan terakhir. Data pola konsumsi kopi diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner berisi 15 pertanyaan. Kebiasaan minum kopi contoh kasus berkurang setelah didiagnosa hipertensi dan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05). Konsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan hipertensi (OR=0,677; 95% CI: 0,333–1,378) (p>0,05). Kata kunci : hipertensi, kasus kontrol, kopi
ABSTRACT TRI WAHYUNI. The Relationship between Coffee Consumption and Blood Pressure in the Outpatient at Bogor Tengah Community Health Center. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and DODIK BRIAWAN. The objective of this research was to study the relationship pattern of coffee consumption with the incidence of hypertension in outpatient Bogor Tengah Community Health Center. The design of this study was Case Control in the ratio of cases and controls were 1:1 with a total of 160 subjects. The control subjects were defined who had blood pressure ≤120/≤80 mmHg, while the cases subjects had blood pressure ≥140/≥90 mmHg based on the doctor's diagnosis at least 1 month previously. Pattern coffee consumption data was collected through interviews using a questionnaire containing 15 questions. The habit of drinking coffee in the case group decreased after being diagnosed hypertension and showed a statistically significant difference (p<0,05). Coffee consumption more than 7 cups per week there is not statistically significant with the hypertension (OR=0,677; 95% CI: 0,333–1,378) (p>0,05). Key words: hypertension, case control study, coffee
3
RINGKASAN TRI WAHYUNI. Hubungan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah Pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas Bogor Tengah. Dibimbing oleh YEKTI HARTATI EFFENDI dan DODIK BRIAWAN. Konsumsi kopi sering dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko penyakit jantung koroner, termasuk meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah (Mattioli 2007). Adanya hubungan antara konsumsi kopi dan tekanan darah pertama kali dilaporkan 75 tahun yang lalu, namun hingga kini masih menjadi kontroversial (Zhang et al. 2011). Tujuan umum penelitian adalah untuk mempelajari hubungan pola konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi 1) karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, berat badan, tinggi badan, dan status gizi secara antropomeri; 2) tekanan darah contoh serta riwayat penyakit keluarga dan contoh yang terkait dengan tekanan darah; 3) pola konsumsi kopi contoh yang meliputi jenis, frekuensi, jumlah, serta waktu mengkonsumsi kopi. (2) Menganalisis hubungan frekuensi konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi. Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimen dengan rancangan Case Control Study (perbandingan kasus dan kontrol 1:1). Lokasi penelitian di Puskesmas Bogor Tengah. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei–Juni 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah berjumlah 5743 orang. Contoh adalah pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah dengan kriteria usia 25–60 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan/atau perempuan, tidak sedang hamil bagi calon contoh perempuan, memiliki tekanan darah <120/<80 mmHg untuk contoh kelompok kontrol, sedangkan contoh kelompok kasus memiliki tekanan darah >140/>90 mmHg berdasarkan diagnosa dokter minimal satu bulan terakhir. Penarikan contoh dilakukan selama 2 bulan dan didapatkan calon contoh kontrol yang mememenuhi kriteria sebanyak 100 orang namun yang bersedia menjadi contoh adalah 90 orang. Sedangkan calon contoh kelompok kasus yang memenuhi kriteria sebanyak 85 orang namun yang bersedia menjadi contoh adalah 80 orang. Maka ditetapkan 80 contoh kasus dan 80 contoh kontrol, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 160 orang. Calon contoh yang bersedia ikut dalam penelitian harus menandatangani formulir informed consent setelah mendapat penjelasan tentang penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah pendapatan), status gizi dengan menggunakan data berat badan dan tinggi badan, pola konsumsi kopi (jenis, frekuensi, waktu dan jumlah), riwayat penyakit dan tekanan darah. Data karakteristik contoh, riwayat penyakit contoh dan keluarga diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan dan tinggi badan dilakukan dengan cara penimbangan dan pengukuran. Data tekanan darah diperoleh melalui pengukuran oleh tenaga kesehatan. Data pola konsumsi kopi diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang berisi 15 pertanyaan tentang jenis kopi, jumlah kopi yang diminum, frekuensi minum kopi dan waktu minum kopi. Data pola konsumsi kopi pada kelompok kasus dilihat sebelum dan setelah contoh didiagnosa hipertensi. Data sekunder berupa profil Puskesmas Bogor Tengah yang diperoleh dari laporan tahunan puskesmas tahun 2011.
4 Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for Windows. Perhitungan odds ratio dengan uji Chi Square digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel, sedangkan uji beda menggunakan Independent sample T-test dan Mann Whitney. Wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah meliputi 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Cibogor dan Kelurahan Pabaton. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah pada akhir tahun 2011 sebesar 10.233 jiwa dan sebanyak 42,53% penduduk bekerja bekerja sebagai buruh. Puskesmas Bogor Tengah memiliki pelayanan rawat jalan dan rawat inap berupa rumah bersalin 24 jam, serta memiliki fasilitas penunjang yaitu laboratorium klinik, pelayanan radiologi dan pemeriksaan USG ibu hamil. Total kunjungan pasien pada akhir bulan Desember 2011 sebanyak 63.127 orang. dengan rata-rata kunjungan perbulan 5.261 orang. Penyakit hipertensi merupakan peringkat keempat dari lima kelompok besar penyakit di Puskesmas Bogor Tengah. Secara keseluruhan, separuh contoh memiliki umur berkisar antara 30–49 tahun (50,6%) dan terdapat perbedaan umur contoh pada kelompok kontrol dan kasus (p<0,05). Jenis kelamin contoh sebagian besar adalah perempuan (78,8%). Sebanyak 31,2% contoh kasus menamatkan pendidikannya hingga SMA, sedangkan 43,8% contoh kontrol merupakan tamatan Akademi/Perguruan Tinggi. Pendapatan contoh sebagian besar masuk dalam kategori sedang (75%) dengan rata-rata pendapatan contoh sebesar Rp1.862.220±1.185.304/bulan. Lebih dari separuh contoh kelompok kontrol berstatus gizi normal (56,2%), sedangkan 40% contoh kelompok kasus memiliki status gizi obesitas I, dan terdapat perbedaan status gizi antar kelompok contoh (p<0,05). Kriteria tekanan darah contoh mengacu pada JNC 7 (The Seventh of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure). Lebih dari separuh contoh kasus memiliki tekanan darah kategori hipertensi tingkat I sebesar 52,5%. Tekanan darah sistolik pada kelompok kasus rata-rata sebesar 157,41±17,21 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar 109,81±10,45 mmHg. Tekanan darah diastolik pada kelompok kasus rata-rata sebesar 94,96±8,09 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar 77,63±5,28 mmHg. Terdapat 8,8% contoh kelompok kasus dan 2,5% contoh kelompok kontrol memiliki riwayat hiperkolesterolemia. Lebih dari separuh contoh kelompok kasus memiliki riwayat hipertensi keluarga sebesar 57,5% sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 36,2%. Riwayat penyakit diabetes mellitus keluarga juga dimiliki contoh kelompok kasus dan kontrol yaitu masing-masing sebesar 15% dan 8,8%. Kebiasaan mengonsumsi kopi contoh kelompok kasus berkurang setelah didiagnosa hipertensi dari 40% menjadi 30% dan terdapat perbedaan kebiasaan mengonsumsi kopi contoh sebelum dan setelah diagnosa hipertensi (p<0,05). Lebih dari separuh contoh kelompok kontrol memiliki kebisaan mengonsumsi kopi yaitu sebesar 51,2%. Contoh kelompok kontrol dan kasus memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi saat pagi hari dengan jenis kopi yang banyak digunakan adalah jenis kopi instan dibandingkan kopi hitam/bubuk. Frekuensi konsumsi kopi 1–7 cangkir/minggu merupakan persentase terbesar yang ditemukan baik pada contoh kelompok kontrol dan kasus. Takaran kopi yang banyak digunakan contoh kelompok kontrol dan kasus dalam satu cangkir kopi yang dikonsumsi adalah 1–3 sendok teh kopi untuk jenis hitam/bubuk dan 1 bungkus untuk jenis kopi instan. Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan bahwa frekuensi minum kopi lebih dari 7 cangkir/minggu tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05) dengan OR=0,667. Hal ini berarti bahwa konsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu menjadi salah satu faktor protektif terhadap kejadian hipertensi, meskipun hubungan tersebut tidak signifikan secara statistik.
5
HUBUNGAN KONSUMSI KOPI DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN PUSKESMAS BOGOR TENGAH
TRI WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
6
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Hubungan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas Bogor Tengah Tri Wahyuni I14096047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Pembimbing II
dr. Yekti Hartati Effendi S.Ked Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ―Hubungan Konsumsi Kopi dengan Tekanan Darah pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas Bogor Tengah‖. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan; 2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa meluangkan waktu, memberikan arahan,
masukan,
kritikan,
dan
dukungan
kepada
penulis
dalam
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi; 3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar serta dosen penguji skripsi; 4. Kepala Puskesmas Bogor Tengah yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melakukan pengumpulan data penelitian; 5. Ifna Fani, Ade Ayu Rahmawati, dan Yulistia Kartika Sari selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan saran; 6. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa doa, moril, dan materil kepada penulis; 7. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan dan menjadi sumber informasi serta inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Maret 2013
Tri Wahyuni
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 17 Oktober 1988. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Romdhani Abdullah dan Ibu Siti Jumiah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Cilacap pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 04 Cilacap hingga tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 03 Cilacap hingga tahun 2006. Tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Diploma 3 di Politeknik Kesehatan
Depkes Bandung pada Program Studi Gizi dan
mendapatkan gelar Ahli Madya Gizi pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa kegiatan antara lain memberikan konsultasi gizi di Puskesmas Harmoni Sempur pada bulan April 2011, berpartisipasi sebagai panitia Seminar Nasional Gizi ―Lebih Sehat, Muda, dan Menarik dengan Minuman Antioksidan dan Susu‖ yang dilaksanakan pada bulan Juni 2011. Bulan November 2011, penulis menjadi peserta dalam Seminar Nasional ―Strategi Swasembada Garam‖ serta di bulan Januari 2012 menjadi peserta Seminar Nasional ―Pangan dan Gizi Mewujudkan Generasi Sehat, Cerdas, dan Kuat Menuju Indonesia Prima‖.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................ 2 Kegunaan ........................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA Kopi .................................................................................................... Kafein ............................................................................................. Efek Kafein ..................................................................................... Polifenol ......................................................................................... Pengolahan Produk Kopi ................................................................ Pengolahan Biji Kopi Sangrai dan Kopi Bubuk ........................... Pengolahan Kopi Rendah Kafein ............................................... Pengolahan Kopi Instan ............................................................. Tekanan Darah ................................................................................... Hipertensi ....................................................................................... Faktor-faktor Berhubungan dengan Hipertensi ................................ Patofisiologi Hipertensi ................................................................... Tanda dan Gejala Klinis .................................................................
4 5 6 8 9 9 13 14 15 16 19 25 26
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................... 28 DEFINISI OPERASIONAL ........................................................................... 30 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat ............................................................... Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh .............................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... Pengolahan dan Analisis Data ............................................................
31 31 32 34
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... Karakterisktik Contoh .......................................................................... Tekanan Darah dan Riwayat Penyakit ................................................ Tekanan Darah .............................................................................. Riwayat Penyakit Contoh dan Keluarga ......................................... Pola Konsumsi Kopi ............................................................................ Pola Konsumsi Kopi Kelompok Kontrol .......................................... Pola Konsumsi Kopi Kelompok Kasus ............................................ Hubungan Frekuensi Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi ......
36 37 41 41 43 45 45 46 49
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 54 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 56
x
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komponen kimia biji kopi arabika dan kopi robusta sebelum dan setelah disangrai (% bobot kering) .................................................................... 5
2.
Kandungan kafein berbagai pangan ...................................................... 7
3.
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berdasarkan JNC 7 ................. 17
4.
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................... 22
5.
Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................ 33
6.
Lima kelompok besar penyakit di Kota Bogor dan kunjungan puskemas Bogor Tengah tahun 2011 .................................................................... 37
7.
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh ................................. 38
8.
Distribusi hasil pengukuran tekanan darah contoh ................................ 41
9.
Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit ...................................... 43
10. Pola konsumsi kopi pada kelompok kontrol ........................................... 46 11. Pola konsumsi kopi pada kelompok kasus ............................................. 47 12. Hubungan frekuensi minum kopi dengan kejadian hipertensi ................. 49 13. Hubungan frekuensi minum kopi dengan kejadian hipertensi setelah Penyesuaian dengan karakteristik contoh ............................................. 50
xi
DAFTAR GAMBAR 1.
Halaman Kerangka pemikiran penelitian .............................................................. 28
2.
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan kriteria JNC 7 (2003) ................ 42
xii
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Penjelasan informed consent ................................................................ 63
2.
Formulir informed consent .................................................................... 64
3.
Kuesioner penelitian ............................................................................. 65
4.
Hasil uji statistik .................................................................................... 69
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi menjadi salah satu minuman paling popular dan digemari di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia. Satu cangkir kopi menjadi perangkat simbol yang luar biasa karena tidak hanya berfungsi sebagai penghilang rasa kantuk atau teman begadang, tetapi sebagai kode simbolik yang digunakan oleh sebagian kalangan penikmatnya untuk mengaktualisasikan keberadaan mereka dalam kelompok sosial. Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO), total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998–2000 dan diperkirakan akan meningkat 1,9% pada tahun 2010 menjadi 7 juta ton. Konsumsi kopi juga diproyeksikan meningkat sebesar 0,4% per tahun dari 6,7 juta ton pada tahun 1998—2000 menjadi 6,9 juta ton pada tahun 2010 (FAO 2003). Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbesar di dunia, tetapi memiliki nilai konsumsi kopi per kapita yang masih relatif rendah yaitu sekitar 70.000 ton/tahun atau 0,5 kg/orang/tahun, jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Finlandia, Norwegia, Denmark, Austria, Jerman, dan Belgia yang telah mencapai sekitar 8—11 kg/orang/tahun (United States Departement of Agriculture/USDA 2000; diacu dalam Widyotomo & Sri 2007). Disisi lain kopi sering dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko penyakit jantung koroner, termasuk meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah. Meskipun dikatakan sebagai penyebab berbagai penyakit khususnya hipertensi, namun berbagai hasil studi epidemiologi mengenai efek konsumsi kopi terhadap tekanan darah tidak konsisten, beberapa menunjukkan hubungan yang positif, ada yang mengatakan tidak ada hubungannya, bahkan beberapa menunjukkan ada hubungan terbalik (Mattioli 2007). Hal ini dapat diduga karena kandungan polifenol terutama chlorogenic acid (CGA) pada kopi yang digunakan sebagai antioksidan yang dapat menurunkan toksik radikal bebas dalam tubuh (Hardinsyah 2009). Hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling umum dan penting di seluruh dunia. Telah diperkirakan bahwa 29% dari populasi orang dewasa di dunia atau sekitar 1,56 miliar orang, akan memiliki hipertensi pada tahun 2025 (Kearney et al. 2005, diacu dalam Engberink et al. 2009). Peningkatan tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko untuk penyakit arteri koroner, stroke, penyakit ginjal dan memperpendek harapan hidup. Faktor
2 gaya hidup dan kebiasaan makan menjadi peran yang sangat penting dalam hipertensi dan kontrol tekanan darah. Faktor risiko hipertensi antara lain kelebihan asupan garam dan atau alkohol, pola makan, aktivitas fisik dan berat badan yang berlebihan. Faktor konsumsi lainnya yang cukup menarik adalah konsumsi kopi. Adanya hubungan antara konsumsi kopi dan tekanan darah pertama kali dilaporkan 75 tahun yang lalu, tetapi hingga kini masih menjadi kontroversial (Zhang et al. 2011). Meta-analisis pada 11 percobaan dengan durasi rata-rata 56 hari dan dosis kopi rata-rata 5 cangkir/hari, menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 2,4 mmHg dan diastolik sebesar 1,2 mmHg dibandingkan dengan kelompok kontrol (Jee et al. 1999). Hasil serupa juga ditemukan oleh Noordzij et al. (2005) pada 16 percobaan acak terkontrol selama durasi rata-rata 42 hari, bahwa terdapat peningkatan yang signifikan tekanan darah sistolik dan diastolik masing-masing sebesar 2,04 mmHg (95% CI: 1,10— 2,99) dan 0,73 mmHg (95% CI: 0,14—1,31) pada percobaan kopi dengan dosis rata-rata 725 ml/hari (setara 3—3,5 cangkir/hari ukuran 200 ml) dan pil kafein dengan dosis rata-rata 410 mg/hari. Noordzij et al. (2005) juga menemukan adanya peningkatan tekanan darah lebih besar pada kelompok perlakuan pil kafein [sistolik 4,16 mmHg (2,13—6,20 mmHg) dan diastolik 2,41 mmHg (0,98— 3,84 mmHg)] dibandingkan kelompok perlakuan kopi [sistolik 1,22 mmHg (0,52— 1,92 mmHg) dan diastolik 0,49 mmHg (-0,06—1,04 mmHg)]. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) (2011) menyatakan bahwa meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi baik pada kelompok muda maupun golongan tua (AEKI 2011). Minuman kopi dan teh menurut hasil penelitian yang dilakukan di Singapura, merupakan sumber cairan tubuh kedua (32%) setelah air putih (74%) (Hardinsyah et al. 2010). Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan konsumsi kopi terhadap kejadian hipertensi pada kelompok usia dewasa.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah.
3 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, berat badan, tinggi badan, dan status gizi secara antropomeri; 2. Mengidentifikasi tekanan darah contoh serta riwayat penyakit keluarga dan contoh yang terkait dengan tekanan darah; 3. Mengidentifikasi pola konsumsi kopi contoh yang meliputi jenis, frekuensi, waktu serta lamanya mengkonsumsi kopi. 4. Menganalisis hubungan konsumsi kopi (frekuensi minum kopi) dengan kejadian hipertensi. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi kepada masyarakat mengenai hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi,sertadapat dijadikan rujukan oleh peneliti selanjutnya khususnya untuk penelitian-penelitian yang relevan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Kopi (Coffea sp.) Kopi merupakan biji-bijian dari pohon jenis coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae, subfamili Ixoroideae, dan suku Coffeae (Panggabean 2011). Satu pohon kopi dapat menghasilkan sekitar satu kilogram kopi per tahun. Sebanyak lebih dari 25 jenis kopi dengan 4 jenis kopi yang cukup terkenal yaitu kopi arabika (Coffea arabica), kopi liberika (Coffea liberica), kopi robusta (Coffea canephora) dan kopi excelsa (Coffea dewevrei) yang mewakili 70% dari total produksi kopi. Kopi arabika mengusai 70% pasar di dunia dan robusta sebanyak 30%. Kopi arabika memiliki kualitas tinggi dan beraroma harum, sedangkan kopi robusta cenderung berasa asam dan pahit serta kandungan kafein yang lebih tinggi 2–3 kali dari kopi arabika (Muchtadi 2009). Kopi arabika merupakan kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Kopi ini tumbuh di negara beriklim tropis atau subtropis pada ketinggian 1000—2100 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 16—22ºC Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, maka cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Kopi robusta dapat tumbuh pada ketinggian 400—1.200 meter diatas permukaan laut dengan suhu 20—28ºC. Jenis kopi yang merupakan turunan dari kopi arabika dan robusta adalah kopi luwak asli Indonesia. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga jual tertinggi karena proses terbentuknya dan rasanya yang unik (Panggabean 2011). Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Satu cangkir kopi setara dengan 120—480 ml dapat mengandung kafein 75 mg—400 mg atau lebih, bergantung pada jenis biji kopi, cara pengolahan kopi dan mempersiapkan minuman kopi (Weinberg & Bonnie 2010). Kafein merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umunya terkait dengan aktivitas kafein didalam tubuh. Cara baik minum kopi adalah dengan meminimalkan deterpen dengan cara minum kopi yang disaring atau kopi instan serta mengkonsumsinya dalam jangka waktu 4—6 jam. Rekomendasi yang aman minum kopi bagi orang sehat adalah 2—3 cangkir (Muchtadi 2009; Purwantyastuti 2009). Komponen kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting terdapat di dalam
5 kopi adalah kafein dan caffeol. Komponen biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah disangrai dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Komponen kimia biji kopi arabika dan robusta sebelum dan setelah disangrai (% bobot kering) Komponen Kafein Air Trigonelline Protein dan Asam Amino - Protein - Asam Amino Gula Polisakarida Oligosakarida Asam - Asam Alifatik - Asam Quinat - Asam Klorogenat Lemak Mineral (sebagai oksida)
Arabika Biji kopi Kopi sangrai (%)* (%)** 0,9—1,2 1,2—1,5 0—5 1,0—1,2 0,5—1,0
Robusta Biji kopi Kopi sangrai (%)* (%)** 1,6—2,4 2,2—2,4 0—5 0,6—0,75 0,3—0,7
11—13 2 6—8 50—55 6,0—8,0
7,5 0 0,3 38 0-3,5
11—13 2 6—7 37—47 5,0—7,0
7,5 0 0,3 42 0—3,5
1,5—2,0
1,6 0,8 2,5 14,5—20,0 3,5—4,5
1,5—2,0
1,6 1,0 3,8 11,0—16,0 4,6—5,0
5,5—8,0 12,0—18,0 3,0—4,2
7,0—10 9,0—13,0 4,0—4,5
Sumber : *Clarke & Macrae (1987), diacu dalam Ridwansyah (2003) **Yusianto (1999), diacu dalam Panggabean (2011)
Kafein (1,3,7-Trimetilxantin) Komponen utama di dalam biji kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein merupakan zat perangsang syaraf yang sangat penting, sementara caffeol adalah salah satu zat pembentuk cita rasa dan aroma. Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang dapat dijumpai secara alami dalam daun, biji, atau buah berbagai tanaman seperti kopi, daun teh, biji coklat yang digunakan untuk produk cokelat dan buah kola yang digunakan untuk produk minuman ringan (soft drink). Selain itu, kafein juga ada pada tanaman guarana yang disebut guaranina dan pada tanaman mate yang disebut mateina (Panggabean 2011). Kandungan kafein setiap jenis kopi berbeda-beda. Kadar kafein rata-rata pada jenis kopi arabika adalah 1,2%—1,5 % dan pada jenis kopi robusta 2,2%— 2,4%. Kafein mempunyai rasa yang pahit, namun kafein sendiri hanya menyumbang cita rasa pahit sebanyak kurang dari 10%. Kafein bekerja sebagai perangsang saraf pusat, jantung dan pernafasan serta bersifat diuretik ringan. Kafein berbentuk serbuk putih yang mengandung gugus metil dengan rumus kimia C8H10N4O2 (Panggabean 2011).
6 Selama proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena rusak ataupun larut dalam air perebusan. Kandungan kafein dalam kopi memiliki efek yang beragam pada setiap manusia. Beberapa orang akan mengalami efeknya secara langsung, sedangkan orang lain tidak merasakannya sama sekali. Hal ini terkait dengan sifat genetika yang dimiliki masing-masing individu terkait dengan kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafein (Weinberg & Bonnie 2010). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (2007), overdosis karena kafein jarang terjadi, namun tanda keracunan kafein telah terlihat pada anakanak seperti tremor (gemetar diluar kesadaran), mual, muntah, denyut jantung yang tidak teratur, panik, dan kebingungan. International Food Information Council Foundation (IFIC) menyatakan bahwa batas aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah 100—150 mg atau 1,73 mg/kgBB, sedangkan untuk anak-anak dibawah 14—22 mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup untuk membuatnya tetap terjaga (IFIC 2007). Sebuah studi menunjukkan bahwa 100—200 mg kafein (1—2,5 cangkir kopi) setiap hari adalah batas aman yang dianjurkan oleh beberapa dokter, namun jumlah tersebut berbeda setiap individu dan para ahli sepakat bahwa 600 mg kafein (4—7 cangkir kopi) atau lebih setiap harinya adalah jumlah yang terlalu banyak karena overdosis kafein berbahaya dan dapat membunuh (FDA 2007). Efek Kafein Menurut Austalian Drug Foundation (ADF) (2011), pengaruh setiap obat termasuk kafein bervariasi setiap individu. Kafein mempengaruhi seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya ukuran tubuh, berat badan, status kesehatan, faktor genetik dan jumlah yang dikonsumsi. Efek yang dirasakan seseorang yang mengkonsumsi kafein secara teratur akan berbeda dengan orang yang hanya sesekali mengkonsumsi. Pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam waktu 5—30 menit dan bertahan hingga 12 jam. Kafein membutuhkan waktu 5—30 menit untuk beredar dalam tubuh setelah di konsumsi. Efeknya akan berlanjut dalam darah selama sekitar 12 jam. Konsumsi satu atau dua cangkir kopi dalam sehari dapat membuat seseorang merasa lebih terjaga dan waspada untuk sementara waktu (ADF 2011). Konsentrasi kafein dalam darah mencapai puncaknya pada 30—120 menit setelah dikonsumsi dan meningkat hingga 75% dari nilai maksimal dalam waktu 15 menit (Nurminen et al. 1999; Weinberg & Bonnie 2010).
7 Tabel 2 Kandungan kafein berbagai pangan sumber kafein Jenis Pangan
Produk Pangan
Ukuran
a
Kopi
Teh
Minuman ringan
Cokelat
Minuman berenergi Sumber: a. b. c. d.
Kopi murni Kopi instana Kopi dekafeinasia Kopi espressoa c Es krim kopi Starbucks c Teh Teh hijaub Teh hitamb d Es teh c Coca cola Coca cola classicb c Coca cola diet b Pepsi cola Pepsi dietb Cokelata d Minuman cokelat a Susu cokelat Cokelat susu bara Cokelat bara Brownies cokelatc Es krim cokelatc Cookies cokelatc Red Bullb a Minuman berenergi lain
250 ml 250 ml 250 ml 250 ml 30 g 150 ml 240 ml 240 ml 240 ml 355 ml 355 ml 355 ml 355 ml 355 ml 250 ml 240 ml 250 ml 55 g 55 g 35 g 50 g 30 g 250 ml 250 ml
Kandungan Kafein (mg) 150—240 80—120 2—6 105—110 40—60 40—80 25—40 40—70 9—50 64 35 45 38 36 30—60 3—32 2—7 3—20 40—50 8 2—5 3—5 80 50—80
ADF (2011) Kovacs B (2011) FDA (2007) IFIC (2008)
Food and Drug Administration (FDA) dan American Medical Association (AMA) menyatakan bahwa asupan moderat kafein diakui sebagai asupan yang aman. Berikut klasifikasi asupan kafein (Kovacs B 2011): 1. Asupan rendah sampai moderat: 130 mg—300 mg perhari 2. Asupan moderat: 200 mg—300 mg per hari 3. Dosis tinggi: > 400 mg per hari 4. Konsumsi kafein yang berbahaya: 6000 mg per hari Penggunaan obat apapun termasuk kafein membawa beberapa risiko bahkan dapat menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan. Konsumsi kafein yang berlebihan tidak hanya berdampak jangka pendek tapi juga jangka panjang yang dapat mengganggu kesehatan. Efek jangka pendek konsumsi kafein antara lain: merasa lebih waspada dan aktif, buang air kecil lebih sering, peningkatan denyut jantung, dan stimulasi sistem saraf dan otak. Konsumsi kafein yang moderat (contoh: 4 cangkir kopi sehari) tidak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Namun penggunaan secara berlebihan dapat memiliki beberapa efek serius seperti: osteoporosis, tekanan darah tinggi,
8 penyakit jantung, insomnia parah, infertilitas, depresi, gelisah, tremor otot, dan dapat menyebabkan kematian (ADF 2011). Polifenol (Chlorogenic Acid/CGA) Polifenol adalah senyawa kimia yang ditemukan dalam makanan yang membantu untuk mencegah kerusakan radikal bebas dalam tubuh yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan karena merupakan molekul yang tidak stabil dan dapat merusak dinding arteri. Polifenol dapat ditemukan pada buah-buahan,
sayur-sayuran,
biji-bijian,
kacang-kacangan,
dan beberapa
makanan dan minuman. Efek dari polifenol dalam makanan saat ini menjadi perhatian besar karena aktivitas antioksidan dan antikanker (Manach et al. 2004; Yang et al. 2001). Ada banyak jenis polifenol yang terkandung dalam makanan dan merupakan antioksidan in vitro yang kuat. Konsumsi kakao, teh atau kopi dapat menambah asupan polifenol menjadi 500—1000 mg. Asupan total polifenol yang diharapkan sebesar 828 mg per hari bagi setiap orang. Jumlah total polifenol dari minum kopi adalah yang tertinggi diantara minuman lainnya 200mg/100ml, teh hijau (115mg/100ml), teh hitam (96mg/100ml) (Purwantyastuti 2009). Polifenol dalam kopi mengandung chlorogenic acid (CGA), caffeic acid, ferrulic acid dan p-coumaric acid, yang merupakan komponen antioksidan. Asam klorogenat (CGA) merupakan komponen utama polifenol dalam kopi karena itu kopi mengandung asam klorogenat paling tinggi dibandingkan dalam minuman lainnya seperti coklat dan teh. Kadar asam klorogenat akan meningkat seiring dengan tingkat kematangan dan tingkat kadar kafein. Kandungan asam klorogenat pada biji kopi robusta dan arabika masing-masing 7%—10% dan 5%—7%. Satu cangkir kopi mengandung asam klorogenat sebesar 15—325 mg tergantung
varietas, komposisi, pengolahan dan penyajian (Pergizi Pangan
2009). Penyangraian biji kopi yang lebih cepat memiliki kandungan asam klorogenat dan caffeic acid lebih banyak dan semakin gelap biji kopi, kandungan asam klorogenat akan semakin sedikit. Suhu penyangraian yang terlalu tinggi akan menurunkan kadar asam klorogenat, sehingga kandungan yang tersisa dalam biji kopi berkisar 0,5%—7% (Frost-Meyer & John 2012). Berbagai penelitian tentang asam klorogenat menunjukan bahwa 1) peningkatan asupan asam klorogenat dapat melindungi eritrosit dari stress oksidasi, 2) memelihara oksidan alami dalam tubuh termasuk vitamin E, 3) melindungi membran dan plasma sel dari oksidasi, 4) menurunkan toksik radikal
9 bebas dalam tubuh. Peran proteksi ini akan berimplikasi pada berbagai penyakit yang berkaitan dengan disfungsi endothelial seperti penyakit kronik dan akut karena
merokok,
penyakit
hipertensi,
hiperkolesterol,
hiperglikemia,
atherosclerosis, serta gagal jantung. Hasil kajian epidemiologi mutakhir membuktikan bahwa minum secangkir kopi atau sekedarnya dapat meningkatkan kemampuan tubuh memerangi oksidan, bahkan asupan polifenol seperti asam klorogenat dapat menurunkan risiko penyakit jantung (Pergizi Pangan 2009). Pengolahan Produk Kopi Secara umum, kopi dibedakan menjadi enam jenis olahan, yaitu biji kopi (bean), bubuk kopi (powder), kopi rendah kafein (decaffeinated), kopi instan (granular), kopi mix, dan kopi siap minum. Beberapa contoh produk kopi bubuk yang mudah ditemui di masyarakat antara lain Kapal Api, Torabika, Kopi Cap Piala, Kopi Cap Liong Bulan, Kopi Cap Singa, Kopi Cap Ayam Merak. Salah satu produk kopi instan yang sering ditemui antara lain Nescafe Classic dan Torabika 3in1. Produk kopi yang sudah cukup terkenal dengan kopi mix antara lain Nescafe Mocha, Nescafe Coffeemix, Nescafe Creme, Kapal Api Susu, Kapal Api Grande, Kapal Api Mocha ABC Susu, ABC Mocca, Indocoffeemix, Luwak White Koffie, Good Day, Torabika Cappuccino, Torabika Duo Kopi Susu, Torabika Kopi Jahe, Torabika Kopi Mocha, Indocafe Coffemix, Indocafe Cappucino, Good Day Cappucino, Good Day Carrebian Nut, Good Day Chococinno, Good Day Coffeemix, Good Day Coolin Coffee, Good Day Mocacinno, Good Day Vanilla Latte. a. Pengolahan Biji Kopi Sangrai dan Kopi Bubuk Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai berikut: 1. Penyiapan Bahan Baku Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari biji yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Biji kopi yang baru panen harus segera diolah. Pasalnya, biji kopi mudah rusak dan menyebabkan perubahan citarasa pada seduhan kopi (Panggabean 2011).
2. Penyangraian
10 Menurut Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute (ICCRI) (2007) kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama menyangrai, diantaranya sistem mesin penyangrai, bahan plat tabung penyangrai, stabilitas sumber api tabung penyangrai, dan jenis bahan baku kopi serta karakteristiknya. Selain faktor alat, aspek lainnya yang juga penting yaitu suhu, waktu, keahlian, dan teknik penyangraian (Panggabean 2011). Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan, kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast (193º—199ºC), medium roast (204ºC) dan dark roast (213º—221ºC). Light roast menghilangkan 3—5% kadar air, medium roast, 5—8% dan dark roast 8—14% (Varnam & Sutherland 1994; diacu dalam Ridwansyah 2003). Waktu yang diperlukan saat menyangrai berkisar antara 5–30 menit tergantung pada jenis alat dan mutu kopi bubuk. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman. Penyangraian diakhiri saat aroma dan citarasa kopi yang diinginkan telah tercapai yang ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula berwarna kehijauan menjadi cokelat tua (light), cokelat-kehitaman (medium), dan hitam (dark) (ICCRI 2007). Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dengan suhu 100ºC dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Pirolisis merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon menjadi unsur karbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai akibat dari pemanasan. Reaksi ini terjadi setelah suhu sangrai di atas 180ºC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO 2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Saat proses penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung yang terkandung di dalam biji kopi seperti aldehid, furfural, keton, alkohol, dan ester ikut teruapkan. Proses ini ditandai dengan penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi seperti
11 penyembangan volume (swelling) dan pembentukan pori-pori di dalam jaringan sel sehingga berat biji kopi per satuan volume menjadi lebih kecil. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO 2, kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Biji kopi beras dengan kadar air 12% memiliki kerapatan curah 615 kg/m3, setelah disangrai selama 8 menit, kerapatan curahnya berkurang menjadi 506 kg/m3. Pada penyangraian menit ke dua puluh dua, kerapatan curah biji kopi menurun tajam menjadi 317 kg/m 3 (ICCRI 2007). Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers & Prescott, diacu dalam Ciptadi & Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk & Deatherage, diacu dalam Ciptadi & Nasution (1985) adalah : 1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin. 2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid. 3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat. 4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat. 5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat. Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat (Ciptadi & Nasution 1985).
3. Pendinginan Biji Sangrai
12 Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan, biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato 2002, diacu dalam Israyanti 2012). 4. Pencampuran Pencampuran biji kopi sangrai bertujuan untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas dengan mencampur beberapa jenis bahan baku atas dasar jenis biji kopi berasnya (contoh: arabika, robusta, dan excelsa), jenis proses yang digunakan (proses kering, semi-basah, dan basah), dan asal bahan baku (ketinggian, tana, dan agroklimat). Beberapa jenis bahan baku tersebut disangrai secara terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu (atas dasar uji citarasa), dan kemudian dicampur dengan alat pencampur putar tipe hexagonal (ICCRI 2007). 5. Penghalusan Biji Kopi Sangrai Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan penyegar mudah larut ke dalam air panas. Semakin kecil butiran kopi akan semakin baik rasa dan aroma yang dihasilkan karena sebagian besar bahan yang terdapat dalam kopi dapat larut ke dalam air ketika diseduh (ICCRI 2007). 6. Pengemasan Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama transportasi, pendistribusian ke konsumen, dan selama dijajakan di took/warung, pasar tradisional, dan pasar swalayan. Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu jika tidak dikemas secara baik. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk, dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Kandungan air dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia yang terdapat di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek (stale), sedangkan oksigen
13 akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi (ICCRI 2007). b. Pengolahan Kopi Decaffeinated (Kopi Rendah Kafein) Kandungan kafein dalam biji kopi berkisar antara 1,2%—2,4%. Kandungan kafein dalam biji kopi perlu diturunkan sampai batas aman karena terdapat beberapa individu yang sensitif terhadap kafein (ICCRI 2007). Dekafeinasi biasanya
dilakukan
sebelum
proses
penyangraian.
Prosesnya
meliputi
pembasahan biji kopi dengan air dan diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik yaitu metilen klorida (CH2Cl2) dalam ekstraktor dengan perbandingan biji kopi dengan metilen klorida adalah 1:5 pada suhu 80º selama 5—7 jam bergantung pada kadar kafein yang akan diekstrak (Ridwansyah 2003; ICCRI 2007). Tahap awal proses dekafeinasi adalah pemanasan awal biji kopi dengan uap air panas pada suhu 230ºF (110ºC) selama 30 menit yang akan menghasilkan kadar air 16—18%. Tujuan pemanasan awal adalah untuk membantu proses hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Tahap selanjutnya dilakukan penambahan air/pre-wetting hingga kadar air mencapai 40%, setelah itu ditambahkan pelarut metilen klorida. Proses ekstraksi kafein selanjutnya dilakukan pada suhu 50—120ºC dimana kafein sebagian besar akan dihilangkan yaitu sebanyak 95%—98%. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor. Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap).
Setelah
proses dekafeinasi,
bjji
kopi biasanya
masih
mengandung kafein dan zat pelarut. Beberapa negara yang tergabung didalam European Economic Community (EEC) menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kafein (decaffeinated) dan kopi instan bebas kaffein tidak melebihi 0,1% dan 0,3%. Sedangkan zat pelarut yang tersisa dari biji kopi bebas kaffein tidak melebihi 10 mg/kg pelarut (Ridwansyah 2003). Biji kopi rendah kafein akan disangrai dengan suhu dan waktu yang sama saat menyangrai biji kopi biasa. Biji kopi rendah kafein yang telah disangrai akan dihaluskan dengan alat yang sama dengan penghalusan biji kopi biasa. Citarasa dan aroma kopi bubuk rendah kafein tidak sebaik dan setajam biji kopi biasa. Hal ini disebabkan beberapa senyawa pembentuk citarasa dan aroma ikut larut bersama kafein saat proses ekstraksi berlangsung (ICCRI 2007). c. Kopi Instan (Granular)
14 Bubuk kopi sangrai merupakan bahan baku kopi instan. Bubuk kopi diperoleh dari proses penghalusan biji kopi sangrai dengan ukuran partikel pada tingkat medium (hasil ayakan 60 mesh) (ICCRI 2007). 1. Ekstraksi Proses ekstraksi kopi instan menggunakan percolater (penyaring kopi) dan sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Tujuannya untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi bubuk kopi yang optimum tergantung pada suhu air dan laju air melalui ampas bubuk kopi. Air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhu mencapai 80°C selama 45 menit. Sisa bubuk hasil pelarutan akan dikempa secara manual untuk mengekstrak komponen kopi yang masih tertinggal. Penggunaan suhu air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Rendemen ekstraksi berkisar antara 30—32% berat bubuk kopi. Sisa
ampas bubuk kopi
selanjutnya
akan
dibuang
karena
masih
mengandung 70% kadar air untuk diolah menjadi biogas (Ridwansyah 2003; ICCRI 2007). 2. Kristalisasi, Penghalusan, dan Pencampuran Ekstrak kopi dimasukkan ke dalam alat kristalisator dan ditambah gula dengan perbandingan 1:1. Selama 30 menit pertama, larutan ekstrak kopi dan gula dipanaskan pada suhu 100ºC, setelah larutan mendekati jenuh, suhunya diturunkan menjadi 70ºC selam 20 menit berikutnya. Pada 10 menit terakhir, sumber panas dimatikan, larutan jenuh kemudian didinginkan dengan suhu ruang hingga terbentuk kristal gula-kopi (ICCRI 2007). Setelah kristal gula-kopi terbentuk, akan digiling secara mekanik menjadi bubuk halus. Kopi instan selain disajikan dalam bentuk murni juga dapat dicampur dengan bubuk krimmer instan atau bahan tambahan lainnya pada proporsi tertentu dengan alat pencampur putar tipe hexagonal. 3. Aromatisasi Produk akhir kristalisasi akan berdampak pada kehilangan aroma kopi, sehingga biasanya dilakukan proses aromatisasi untuk memberikan aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara me-recovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instan dengan menggunakan minyak kopi sebagai bahan pembawa aroma volatile, selain itu hal ini diperlukan untuk
15 mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida (Ridwansyah 2003). 4. Pengemasan Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan yang baik sebelum didistribusikan ke toko/warung, pasar tradisonal atau pasar swalayan. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbs kelembaban udara yng tidak hanya menyebabkan produk menggumpal
(mengeras/memadat)
tetapi
juga
dapat
mempercepat
penurunan aroma (Ridwansyah 2003). Tekanan Darah Peredaran darah dalam tubuh terjadi karena adanya organ jantung yang memompa darah melalui kontraksi dan relaksasi. Ketika jantung berkontraksi, dihasilkanlah gelombang tekanan pembuluh darah yang dapat dirasakan dengan mudah pada tangan bagian atas dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah. Tekanan darah merupakan desakan darah terhadap dinding-dinding pembuluh darah arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke seluruh tubuh. Ada dua macam tekanan darah, yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik (Hull 1996; Soeharto 2004). Tekanan darah sitolik dihasilkan pada puncak kontraksi yaitu dimana darah menekan dinding arteri saat jantung berkontraksi memompa darah, sedangkan tekanan darah diastolik dihasilkan ketika jantung berelaksasi yaitu saat jantung relaks dan darah mengalir ke dalam jantung. Oleh karena itu, tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio dari tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik (Soeharto 2004). Mengukur
tekanan
darah
secara
benar
sangatlah
penting
untuk
mendiagnosis adanya hipertensi dan mengevaluasi respon pengobatan anti hipertensi. Alat pengukur tekanan darah atau spigmomanometer ada 3 jenis : (1) menggunakan air raksa, (2) jenis aneroid dan (3) jenis digital. Pengukur yang paling ideal adalah yang menggunakan air raksa, namun penggunaannya harus benar. Pengukur tekanan darah jenis aneroid dan digital dapat digunakan apabila kurang terampil dalam menggunakan spigmomanometer air raksa, namun harus sering dikalibrasi (Department of Health, Social Services and Public Safety 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur tekanan darah adalah ruang pemeriksaan nyaman, pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung rata-ratanya. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong dan hindari konsumsi kopi, alkohol dan rokok 30 menit sebelum dilakukan
16 pengukuran tekanan darah, karena semua hal tersebut akan meningkatkan tekanan darah dari nilai sebenarnya. Duduk dengan tenang selama 5 menit sebelum pemeriksaan dan jangan berbicara saat pemeriksaan serta tenangkan pikiran, karena pikiran yang tegang dan stress akan dapat meningkatkan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk setinggi jantung di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas. Dianjurkan tidak merokok 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah. Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah tinggi/hipertensi jika tekanan darahnya melebihi 140/90 mmHg melalui 3 kali pengukuran tekanan darah dengan jarak pengukuran tekanan darah pertama ke pengukuran tekanan darah selanjutnya masing-masing 1 minggu (Kaplan 1999, diacu dalam Yuniati 2007; Depkes 2007). Tekanan darah normal biasanya tidak melebihi 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan diastolik tidak melebihi 90 mmHg serta kurang dari 120/80 mmHg. Tekanan darah sistolik (TDS) meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolik (TDD) meningkat seiring dengan TDS sampai usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Susilo & Ari 2011). Hipertensi Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang > 140 mmHg untuk tekanan darah sistoliknya dan atau > 90 mmHg untuk tekanan darah diastolik (Depkes 2006). Hipertensi yang tidak ditanggulangi merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung. WHO melaporkan sekitar 16,2 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah hipertensi, kadar kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi buah dan sayuran yang rendah serta kurang aktivitas fisik (Kusmana 2009). Hipertensi umumnya mulai pada usia muda, sekitar 5—10% ditemukan kasus hipertensi pada usia 20—30 tahun. Bagi pasien yang berusia 40—70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 10 mmHg dapat meningkatkan risiko kardiovaskular 2 kali lipat (Kusmana 2009).
17 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik dalam satuan millimeter merkuri (mmHg). The Seventh of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) mengategorikan tekanan darah orang dewasa menjadi empat yaitu kelompok normal, pre-hipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi tingkat II. Tabel 3 Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun berdasarkan JNC 7 Tahun 2003 Klasifikasi Tekanan Darah Normal Pre Hipertensi Hipertensi Tingkat I Hipertensi Tingkat II
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) <120 120-139 140 – 159 >160
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) <80 80 – 89 90 – 99 >100
(U.S Department of Health and Human Services 2003)
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu hipertensi essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer merupakan jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90—95 % penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan bagi penderita hipertensi essensial ini (Depkes 2006). Faktor yang dapat menjadi penyebab hipertensi primer antara lain (Askes 2011): 1. Tekanan darah tidak terdeteksi (diastolik < 90 mmHg, sistolik >105 mmHg); 2. Peningkatan kolesterol darah; 3. Kebiasaan merokok dan atau alkohol; 4. Kelebihan berat badan/kegemukan/obesitas; 5. Kurang aktivitas fisik/olah raga; 6. Gagal ginjal 7. Faktor genetik/keturunan 8. Usia Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, dan ada sekitar 5—10% dari seluruh penderita hipertensi masuk kedalam kategori ini. Penyebab hipertensi sekunder antara lain (Kertohoesodo 1987): 1. Sebab – sebab hormonal 2. Kelainan pada ginjal, endokrin, kekakuan dari aorta 3. Adanya perubahan pada organ jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan meningkatnya terkanan darah
18 4. Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (naradrenalin). Hipertensi atau peningkatan tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko sindrom metabolik selain diabetes mellitus, dislipidemia, obesitas sentral, dan mikroalbuminuria. Sindrom metabolik adalah kumpulan faktor risiko metabolik yang berkaitan secara langsung terhadap terjadinya peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus (Semiardji 2004). The World Health Organization (WHO) (1999) menyampaikan definisi seseorang mengalami sindrom metabolik dengan kriteria antara lain: 1. Gangguan pengaturan glukosa atau diabetes melitus; 2. Resistensi insulin; 3. Hipertensi dengan terapi anti-hipertensi (>140/90 mmHg); 4. Dislipidemia dengan trigliserida plasma > 150 mg/dL dan/atau cholesterol high density lipoprotein (HDL-C) < 35 mg/dL untuk pria; <40 mg/dL untuk wanita; 5. Obesitas sentral (pria: rasio lingkar pingang-pinggul > 0,90; wanita >0,85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; 6. Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g). Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir yaitu memiliki diabetes melitus dan/atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya 2 kriteria lain yaitu hipertensi, dislipedemia, obesitas sentral, dan mikroalbuminuria (Adriansjah & Adam 2006). Kriteria lain yang sering digunakan untuk menilai seseorang mengalami sindrom metabolik adalah NCEP-ATP III (National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation, dan Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III) (2002), yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria antara lain: 1. Lingkar perut pria >102 cm; wanita >88 cm; 2. Trigliserida > 150 mg/dL 3. HDL-C pria < 40 mg/dL; wanita <50 mg/dL; 4. Tekanan darah > 130/85 mmHg; 5. Kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.
19 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Hipertensi merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh satu faktor saja, bahkan pada hipertensi primer/essensial tidak diketahui penyebab pastinya, hanya diketahui hal-hal yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah. Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan tekanan darah dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. a. Faktor yang tidak dapat dikontrol 1. Usia Terdapat hubungan yang positif antara usia dan frekuensi hipertensi, dimana prevalensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Bullock 1996). Risiko terkena hipertensi tinggi pada saat memasuki masa pra lansia dan dengan bertambahnya usia, risiko menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian lebih banyak terjadi pada usia diatas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya usia disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, yang menyebabkan penyempitan lumen dan kekakuan dinding pembuluh darah dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik (Kamso 2000; Depkes 2007). 2. Jenis kelamin Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (WHO 2001). Setelah menopause, prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Bullock 1996). Wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang sistem imun dan berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoproptein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang dtinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Ketika memasuki masa pemenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen dan seiring dengan bertambahnya usia, hormon estrogen berubah kuantitasnya secara alami. Proses ini akan terus berlanjut sehingga kadar HDL menurun dan menyebabkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis semakin besar. Hal ini umumnya terjadi pada wanita usia 45–55 tahun (Kumar et al. 2005, diacu dalam Ananda 2011).
20 3. Ras Kajian populasi menunjukan bahwa orang kulit hitam memiliki risiko hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Tingkat keparahan dan kematian yang disebabkan oleh hipertensi juga lebih tinggi pada orang kulit hitam. Hal tersebut terjadi diduga karena akses terhadap pelayanan kesehatan yang lebih rendah, perbedaan genetik dengan kulit putih, aspek psikososial dan atau karena faktor nutrisi (Bullock 1996). 4. Keturunan (genetik) Genetik berperan dalam perkembangan hipertensi, yang tentunya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya. Diduga peran genetik dalam terjadinya hipertensi berkaitan dengan sensitivitas terhadap garam yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal, sistem saraf simpatik, and lain-lain (Luft & Weinberger 1997). Jika kedua orang tua memiliki hipertensi primer, kecenderungan hipertensi pada anaknya adalah satu dari dua anak. Jika salah satu dari orang tua hipertensi, maka kecenderungannya satu dari tiga anak. Sedangkan orang tua yang normotensi, kecenderungan hipertensi pada anaknya adalah satu dari 20 anak (Bullock 1996). Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan Depkes RI (2006), bahwa meskipun tidak setiap penderita hipertensi didapat dari garis keturunan, namun seseorang akan memiliki potensi untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi, terutama hipertensi primer (esensial). Bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya. b. Faktor yang dapat dikontrol 1. Status sosial ekonomi Level tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosio ekonomi rendah selalu dapat ditunjukkan di negaranegara yang berada pada tahap pasca peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi. Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada pada masa peralihan, level tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada golongan sosio ekonomi yang lebih tinggi. Hubungan terbalik itu berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan
21 (WHO 2001). Pendapatan yang rendah diketahui menjadi penyebab yang lebih besar terhadap kejadian hipertensi jika dibandingkan dengan faktor risiko yang lainnya (Bullock 1996). Menurut Gaudemaris et al. (2002) pada penduduk Perancis ditemukan adanya hubungan antara jabatan rendah dalam pekerjaan dengan prevalensi hipertensi yang tinggi dan rendahnya tingkat pengobatan penyakit hipertensi. Pada perempuan selain dipengaruhi tingkat pekerjaan juga dipengaruhi tingkat pendidikan yang rendah, dan pada laki-laki selain dipengaruhi pekerjaan yang rendah juga dipengaruhi tingkat konsumsi alkohol. 2. Kegemukan (obesitas) Tubuh manusia terdiri dari berbagai komponen penyusun yang terdiri dari tulang, otot, berbagai organ, cairan tubuh, dan lemak yang kesemuanya akan menghasilkan berat badan. Secara normal beberapa komponen akan mengalami
perubahan
reproduksi,
akibat
seiring
latihan
fisik,
pertumbuhan maupun
tubuh,
akibat
perkembangan
proses
penuaan.
Penambahan berat badan bisa diakibatkan dari perubahan faktor-faktor tersebut tetapi terutama akibat penumpukan lemak yang tersimpan dalam sel lemak. Obesitas dapat disebabkan akibat sel lemak mengalami hipertrofi, hiperplasi ataupun keduanya. Pada semua golongan umur maupun etnis, kelebihan berat badan adalah faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah. Indeks Massa Tubuh (IMT) 25–29 kg/m2 mempunyai risiko 70% lebih besar terkena hipertensi. Joint National Committee (1977) menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 27 berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Lingkar pinggang > 34 inci (86 cm) pada laki-laki dan 39 inci (99 cm) pada perempuan diikuti dengan peningkatan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lain (Myers 2004). Menurut penelitian Wildman et al. (2005) yang dilakukan di Cina, tekanan darah baik sistolik maupun diastolik meningkat seiring pertambahan IMT dan lingkar pinggang. Sedangkan penelitian Nowson et al. (2005) menyebutkan dengan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yang dimodifikasi disertai olah raga dengan intensitas sedang > 30 menit setiap hari, dicapai penurunan berat badan 5 kg dalam waktu tiga bulan yang diikuti dengan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan
22 diastolik sebesar 4 mmHg bila dibandingkan diet rendah lemak yang biasa dilakukan. Tabel 4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Kriteria
WHO
International Obesity Task Force (IOTF, WHO)
Depkes
2
Kategori
IMT (kg/m )
Underweight Normal Overweight Pre Obese Obese I Obese II Obese III Underweight Normal Overweight Risiko obesitas Obese I Obese II Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
< 18,5 18,5—24,9 > 25 25,0—29,9 30,0—34,9 35,0—39,9 > 40,0 < 18,5 18,5—22,9 > 23 23,0—24,9 25,0—29,9 > 30,0 < 17,0 17,0—18,5 18,5—25,0 25,0—27,0 > 27,0
Sumber: WHO (1998), IOTF-WHO (2000), Depkes (1994)
3. Psikososial dan stress Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian
sehingga timbul perubahan patologis. Gejala yang muncul antara lain berupa hipertensi atau penyakit maag (Depkes 2006). Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya transaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti 2003, diacu dalam Depkes 2006). Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Pinzon 1999, diacu dalam Depkes 2006). Hal ini sejalan dengan pernyataan Simon (2002) bahwa seseorang yang mengalami stress, cemas dan depresi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
23 hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami masalah tersebut. 4. Merokok Rokok merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, selain itu juga sebagai salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular (Bullock 1996). Di dunia, tembakau merupakan penyebab kelima penyakit kardiovaskular. Merokok meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Oleh karena itu, merokok pada penderita hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes 2006). Data Depkes menyebutkan bahwa pada tahun 2002 konsumsi rokok di Indonesia menempati urutan ke lima diantara sepuluh negara dengan konsumsi rokok tertinggi dengan trend yang meningkat selama periode 1970–2000 sebesar 7 kali lipat, yaitu 23 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang pada tahun 2000. Nikotin dan gas monoksida (CO) adalah dua bahan penting dalam asap rokok yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular. Asap rokok mengandung sekitar 0,5% sampai 3% nikotin, dan jika dihisap maka kadar nikotin dalam darah akan berkisar antara 40-50 mg/ml. Nikotin di dalam rokok melepaskan zat cathecolamins
yang dapat meningkatkan tekanan
darah dan zat lainnya yang dapat mengganggu jantung, membuat irama jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah. Sedangkan CO memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat daripada sel darah merah dalam hal menarik atau menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan, termasuk jantung (Soeharto 2000). 5. Aktivitas fisik Aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olah raga dan dapat didefinisikan sebagai pergerakan otot yang menggunakan energi. Aktivitas fisik berpengaruh secara langsung terhadap tekanan darah karena latihan fisik dapat mempengaruhi tekanan darah dengan menormalkan prosesproses tubuh lainnya (Hull 1996). Aktivitas fisik atau olah raga merupakan bentuk pemberian rangsang berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi
24 jika diberi rangsangan secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat (Depkes 2007). Latihan aerobik dengan intensitas ringan sampai sedang, seperti jalan atau berenang secara teratur sekitar 30—45 menit selama 3—4 kali dalam seminggu dapat menurunkan hipertensi sekitar 4—8 mmHg dan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar 30% dibandingkan dengan
individu
yang
sedentary.
Hal
ini
diduga
karena
latihan
mengakibatkan penurunan tekanan darah dan meningkatkan HDL kolesterol (Chalmers et al. 1999). 6. Konsumsi alkohol berlebih Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan kejadian penyakit kardiovaskular dan terjadinya hipertensi. Orang yang mengkonsumsi alkohol setiap hari akan menyebabkan tekanan darah sistolik naik sekitar 6,6 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum sekali seminggu, berapa pun jumlah total yang diminum setiap minggunya (WHO 2001). Konsumsi alkohol berlebihan
di
negara
barat
seperti
Amerika
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan terjadinya hipertensi sekunder di kelompok usia ini (Depkes 2006) 7. Konsumsi kopi Kopi disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan hipertensi. Kopi mengandung kafein yang merupakan stimulan ringan yang dapat mengatasi kelelahan, meningkatkan konsentrasi dan menggembirakan suasana hati. Kopi merupakan sumber kafein terbesar, konsumsi kafein yang terlalu banyak akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan tekanna darah meningkat. Kafein dalam 2—3 cangkir kopi (200—250 mg) terbukti dapat meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3—14 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4—13 mmHg. Kafein bukan termasuk zat gizi, tetapi secara nyata menyebabkan naiknya tekanan darah dalam waktu singkat untuk kemudian kembali normal (Khomsan 2004). Mengkonsumsi kopi pada penderita hipertensi akan membahayakan karena meningkatkan risiko terjadinya stroke dan meningkatkan ekskresi kalsium yang akan berakibat peningkatan tekanan darah (Simon 2002).
25 8. Konsumsi garam (natrium) berlebih Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7—8 gram memiliki tekanan darah yang lebih tinggi (Depkes 2006). Pada umumnya manusia mengkonsumsi natrium (Na +) melebihi kebutuhannya, sehingga mengurangi asupan Na+ dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi esensial (Garrow 1996, diacu dalam Yuliarti 2007). Kadar natrium darah diatur oleh ginjal yaitu oleh hormon aldosteron, yang mengatur keseimbangan air dan garam dalam tubuh. Recommended Daily Intake (RDI) untuk natrium adalah 920—2300 mg per hari. Menurut Scottish Intercollegiate Guideline Network (SIGN) penurunan konsumsi garam dari 10 mg menjadi 5 gram dapat menurunkan TDS sebesar 5 mmHg dan TDD sebesar 3 mmHg pada penderita hipertensi usia lanjut (SIGN 2001, diacu dalam Yuliarti 2007). 9. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia Hiperlipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan
faktor
penting
dalam
terjadinya
aterosklerosis
yang
mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes 2006) Patofisiologi Hipertensi Progresifitas hipertensi pada usia 10—30 tahun dimulai dari prehipertensi (meningkatnya curah jantung), kemudian menjadi hipertensi stadium awal pada usia 20—40 tahun (dimana ketahanan perifer meningkat), kemudian menjadi hipertensi pada usia 30—50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40—60 tahun (Sharma et al. 2008; diacu dalam Ananda 2011). Mekanisme terjadinya hipertensi dimulai dengan terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
26 memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di dalam hati. Selanjutnya angiotensinogen akan diubah menjadi angiotensin I oleh hormon renin yang diproduksi oleh ginjal. Kemudian angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah dengan meningkatkan rasa haus dan sekresi antidiuretic hormone (ADH). ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur kekentalan dan volume urin. Meningkatnya ADH diiukuti dengan jumlah urin yang dieksresikan ke luar tubuh sangat sedikit (anti diuresis) sehingga osmolalitasnya menjadi pekat dan tinggi. Untuk
mengencerkannya,
cairan
dari
bagian
intraseluler
ditarik
untuk
meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Mekanisme ini menyebabkan volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Muhaimin 2008; diacu dalam Ananda 2011). Aksi kedua adalah dengan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Inilah yang kemudian akan meningkatan volume dan tekanan darah (Muhaimin 2008; diacu dalam Ananda 2011). Tanda dan Gejala Klinis Hipertensi Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, maka dari itu pada umumnya sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan khusus dan tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Keluhan-keluhan yang tidak spesifik yang umum dialami oleh seseorang yang mengalami tekanan darah tinggi/hipertensi antara lain: sakit kepala yang khas terjadi pada bangun tidur di pagi hari dan akan berkurang ketika siang hari (Tierney et al. 2002, diacu dalam Sumaerih 2007), gelisah, jantung berdebar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, sukar tidur/insomnia, telinga berdengung, mudah marah, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, lesu dan mudah lelah (Mansjoer et al. 2002, diacu dalam Sumaerih 2007; Depkes 2006). Sedangkan gejala akibat komplikasi
27 hipertensi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung antara lain ganngguan penglihatan, gangguan saraf, gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan serebral/otak yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Depkes 2006).
28
KERANGKA PEMIKIRAN Trend proporsi penyebab kematian telah bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular yang merupakan penyakit akibat gaya hidup, modernisasi serta penyakit-penyakit degeneratif. Salah satu yang termasuk penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah. Tekanan darah tinggi/hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup sesorang dan sering disebut sebagai the killer disease. Seseorang biasanya datang untuk berobat setelah timbul kelainan organ akibat hipertensi. Maka dari itu perlu diperhatikan faktor-faktor risiko penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah. Pada umumnya faktor risiko hipertensi dikelompokan menjadi dua yaitu, faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Usia, jenis kelamin, genetik/keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah. Pada usia muda dan setengah baya, hipertensi lebih banyak menyerang pria daripada wanita, namun memasuki usia 65 tahun, penderita hipertensi lebih banyak ditemukan pada kelompok wanita, hal ini diakibatkan oleh faktor hormonal. Perilaku tidak sehat seperti merokok, diet rendah serat, kurang aktivitas gerak, kegemukan, konsumsi alkohol, hiperlipidemia/hiperkolesterolemia, stress dan konsumsi garam berlebih sangat erat berhubungan dengan kejadian hipertensi yang masih dapat diubah. Satu lagi perilaku tidak sehat yang masih dapat diubah yaitu konsumsi kopi yang berlebihan. Meskipun beberapa hasil penelitian menyatakan ketidakkonsistenan mengenai efek kopi dengan tekanan darah, namun hal tersebut masih menjadi faktor yang perlu diperhatikan, karena beberapa efek kafein yang terkandung dalam kopi menyebabkan kerja jantung dan pembuluh darah menjadi berlebihan yang bersamaan dengan peningkatan denyut jantung, hal ini secara tidak langsung dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
29
Gaya Hidup Aktivitas fisik/olah raga
Merokok
Konsumsi alkohol
Karakteristik Contoh dan Keluarga: Usia Jenis kelamin Jumlah pendapatan contoh dan anggota keluarga Jumlah pengeluaran minuman (kopi) Riwayat penyakit keluarga dan contoh Status Gizi (IMT) contoh
Konsumsi garam (Natrium)
Stress
Tekanan Darah: Normal Tekanan Darah Tinggi / Hipertensi
Efek Minum Kopi: Pola Konsumsi Kopi: Jenis Jumlah Frekuensi Waktu/saat minum Lama minum
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan variabel yang diteliti = Hubungan variabel yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Efek Negatif: Sakit kepala Jantung berdetak lebih cepat Ketagihan Sering buang air kecil Gangguan lambung Efek Positif: Rasa kantuk berkurang Lebih bugar Rasa lelah berkurang Mudah konsentrasi Lebih tenang
30
DEFINISI OPERASIONAL Populasi adalah seluruh pasien laki-laki dan perempuan pengunjung Puskesmas Bogor Tengah. Contoh adalah pasien laki-laki dan perempuan pengunjung lama Puskesmas Bogor Tengah yang berusia 25—60 tahun dan bersedia untuk dilibatkan dalam penelitian. Karakteristik contoh adalah identitas pribadi contoh yang meliputi nama lengkap, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, besar pendapatan, besarnya pengeluaran minuman (kopi), berat badan, dan tinggi badan. Berat badan adalah ukuran berat seseorang yang diukur dengan cara antropometri menggunakan timbangan injak dalam skala kilogram (kg). Tinggi badan adalah ukuran tinggi seseorang yang diukur dengan cara antropometri menggunakan microtoise dalam skala sentimeter (cm). Kopi adalah bahan penyegar yang biasanya disajikan dalam bentuk minuman yang dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang telah dipanggang. Kopi hitam/bubuk adalah kopi yang tidak mudah larut jika diseduh dengan air panas dan meninggalkan sisa ampas kopi. Kopi Instan adalah kopi yang bersifat mudah larut (soluble) jika diseduh dengan air panas tanpa meninggalkan sisa ampas kopi. Konsumsi kopi adalah jumlah rata-rata kopi yang dikonsumsi oleh contoh per hari. Jenis adalah macam kopi yang biasa dikonsumsi contoh minimal dalam 1 bulan terakhir. Frekuensi adalah seberapa sering contoh meminum kopi (hari/minggu dan kali/hari). Jumlah kopi adalah banyaknya sendok atau bungkus kopi yang biasa dikonsumsi contoh pada sekali minum. Waktu minum adalah situasi/saat contoh mengkonsumsi kopi. Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang terjadi saat jantuk berkontraksi memompa darah. Tekanan darah diastolik adalah tekanan saat jantung relaks dan darah mengalir ke dalam jantung Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah seseorang ≥140/≥90 mmHg.
31
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen menggunakan desain Case Control Study dengan perbandingan antara kasus dan kontrol adalah 1:1. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Mei–Juni 2012 di Puskesmas Bogor Tengah. Adapun pemilihan tempat lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan adanya kemudahan akses untuk mendapatkan responden. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan pengunjung Puskesmas Bogor Tengah pada bulan Mei–Juni 2012 berjumlah 5743 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan pengunjung lama Puskesmas Bogor Tengah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Usia contoh berkisar antara 25—60 tahun. 2. Berjenis kelamin laki-laki dan atau perempuan 3. Tidak sedang hamil maupun menyusui bagi wanita 4. Memiliki tekanan darah ≤120/≤80 mmHg untuk contoh kelompok kontrol sedangkan contoh kelompok kasus memiliki tekanan darah >140/>90 mmHg berdasarkan diagnosa dokter minimal satu bulan terakhir. 5. Bersedia menjadi contoh dalam penelitian yang ditunjukkan dengan penandatanganan informed consent. Perkiraan jumlah contoh minimal yang akan digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus (Sastroasmoro & Sofyan 2010) sebagai berikut:
Keterangan: n : besar contoh Zα : tingkat kemaknaan 95% (1,96) Zβ : kekuatan uji 80% (0,84) P0 : estimasi proporsi individu yang tidak terpapar hipertensi (11,1%) P1 : estimasi proporsi individu yang terpapar hipertensi (29,4%) (Depkes 2007) R : odds ratio (3,35) (Ngateni 2009)
32 berdasarkan rumus diatas maka perkiraan jumlah contoh diperoleh sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan dan desain kasus kontrol dengan perbandingan 1:1 maka perkiraan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 75 contoh setiap kelompok, dimana 75 contoh kelompok kontrol dan 75 contoh kelompok kasus. Penarikan contoh dilakukan selama 2 bulan dan didapatkan calon contoh kontrol yang mememenuhi kriteria sebanyak 100 orang namun yang bersedia menjadi contoh adalah 90 orang. Sedangkan calon contoh kelompok kasus yang memenuhi kriteria sebanyak 85 orang namun yang bersedia menjadi contoh adalah 80 orang. Maka ditetapkan 80 contoh kasus dan 80 contoh kontrol, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 160 orang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah pendapatan), status gizi dengan menggunakan data berat badan dan tinggi badan, pola konsumsi kopi (jenis, frekuensi, waktu dan jumlah), riwayat penyakit dan tekanan darah (Tabel 5). Data berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak yang memiliki
ketelitian
0,1
kg,
diusahakan
contoh
dalam
keadaan
tanpa
menggunakan alas kaki dan pakaian seminimal mungkin. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, usahakan lantai yang digunakan dalam keadaan rata dan posisi antara lantai dengan dinding tempat menempelkan microtoise memiliki kemiringan 90º. Pengumpulan data mengenai pola konsumsi contoh diukur dengan 15 pertanyaan mengenai jenis kopi, frekuensi minum kopi, waktu minum kopi, dan jumlah kopi yang diminum yang didapat dari hasil wawancara pengisian kuesioner. Data jenis kopi dikumpulkan dengan menanyakan jenis kopi yang biasa dikonsumsi contoh. Frekuensi minum kopi contoh dikumpulkan dengan menanyakan berapa kali contoh mengkonsumsi kopi dalam satu hari. Waktu minum kopi contoh dikumpulkan dengan menanyakan kapan contoh biasa
33 mengkonsumsi kopi. Data jumlah kopi dikumpulkan dengan menanyakan berapa sendok/bungkus/kaleng kopi yang contoh konsumsi dalam satu kali minum kopi. Data pola konsumsi kopi pada kelompok kasus dilihat sebelum dan setelah contoh didiagnosa hipertensi. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perbedaan konsumsi kopi contoh baik sebelum hipertensi maupun setelah hipertensi. Tabel 5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data No
Variabel
1.
Karakteristik contoh Status gizi
2.
Tekanan darah
3.
Riwayat penyakit contoh dan keluarga
4.
Pola konsumsi kopi
5.
Gambaran lokasi penelitian
Jenis Data Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah pendapatan. Berat badan dan tinggi badan Tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik Riwayat penyakit contoh dan keluarga yang terkait dengan tekanan darah Jenis kopi, jumlah kopi yang diminum, frekuensi minum kopi dan waktu minum kopi Data lokasi penelitian, keadaan lingkungan puskesmas, dan data demografi puskesmas
Cara Pengumpulan Data Wawancara langsung
Alat Pengumpul Data Kuesioner
Penimbangan dan pengukuran langsung Pengukuran langsung oleh tenaga kesehatan Wawancara langsung
Timbangan injak dan microtoise
Wawancara langsung
Kuesioner
Laporan tahunan Puskesmas Bogor Tengah 2011
Laporan tahunan Puskesmas Bogor Tengah 2011
Sphygmomanometer manual Kuesioner
Pengumpulan data tekanan darah contoh dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan alat sphygmomanometer air raksa. Contoh dipersilahkan duduk bersandar dengan tenang pada kursi tempat duduk, kemudian diberi waktu istirahat ± 5 menit dan setelah terlihat tenang, pengukuran tekanan darah dimulai Pengukuran dilakukan sebanyak minimal 2 kali dengan interval waktu ± 5 menit, jika hasil pengukuran ke dua berbeda lebih dari 10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur tekanan darah (Depkes 2007). Data riwayat penyakit contoh dan keluarga dekat yang terkait dengan tekanan darah diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder berupa profil Puskesmas Bogor Tengah akan diperoleh dari laporan tahunan puskesmas serta hasil pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian.
34 Pengolahan dan Analisis Data Tahapan pengolahan data dimulai dari pemberian kode, entri data, pengeditan data, cleaning data, dan selanjutnya dianalisis. Analisis data diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data karakteristik contoh tentang umur dikelompokkan berdasarkan AKG (2004) yaitu 19–29 tahun, 30–49 tahun dan ≥ 50 tahun. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Data sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan formal contoh dikelompokkan menjadi lima yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Akademi/Perguruan Tinggi (PT); data pendapatan dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan nilai ratarata
pendapatan
contoh
yaitu
Rp1.862.220±1.185.304/bulan
kemudian
deibandingkan dengan Upah Minimum Kota Bogor (UMK) tahun 2012 yaitu Rp1.174.200. Status gizi contoh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Status gizi berdasarkan IMT kemudian dikategorikan menjadi lima menurut standar International Obesity Task Force (IOTF, WHO) (2000) untuk Asia Pasifik yaitu status gizi underweight (BB kurang) bila nilai IMT < 18,5 kg/m2, status gizi normal bila nilai IMT 18,5–22,9 kg/m2, status gizi lebih berisiko obesitas bila nilai IMT 23,0–24,9 kg/m2, status gizi obesitas I bila nilai IMT 25,0–29,9 kg/m2, dan status gizi obesitas II bila nilai IMT ≥ 30 kg/m2. Pola konsumsi kopi contoh diukur dengan 15 pertanyaan mengenai jenis kopi, frekuensi minum kopi, waktu minum kopi dan jumlah kopi yang diminum. Data mengenai jenis kopi yang diminum contoh dikelompokkan menjadi dua yaitu kopi hitam/bubuk/tubruk dan kopi instan. Frekuensi minum kopi contoh dikategorikan menjadi empat yaitu 0 cangkir/minggu, 1–7 cangkir/minggu, 8–14 cangkir/minggu, dan ≥ 15 cangkir/minggu. Data waktu/situasi minum kopi contoh dikelompokkan berdasarkan jawaban contoh, yaitu pagi hari, siang hari, dan atau sore/malam hari. Jumlah kopi bubuk/hitam yang dikonsumsi contoh pada sekali minum dikategorikan menjadi tiga yaitu 0 sdt, 1–3 sdt dan > 4 sdt rendah, sedangkan untuk kopi instan dikelompokkan menjadi 2 yaitu 0 bks dan 1 bks.
35 Data mengenai tekanan darah contoh meliputi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik akan dikategorikan menjadi empat berdasarkan JNC 7 (2003) yaitu, normal jika tekanan darah sistolik < 120 mmHg, pre hipertensi jika tekanan darah sistolik 120–139 mmHg, hipertensi I jika tekanan darah sistolik 140–159 mmHg, dan hipertensi II jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg. Tekanan darah diastolik akan dikategorikan menjadi empat berdasarkan JNC 7 (2003) yaitu normal jika tekanan darah diastolik < 80 mmHg, pre hipertensi jika tekanan darah diastolik 80–89 mmHg, hipertensi I jika tekanan darah diastolik 90–99 mmHg, dan hipertensi II jika tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg.
Riwayat penyakit contoh dan keluarga contoh akan dikelompokkan
berdasarkan jenis penyakitnya yaitu hipertensi, jantung, hiperkolesterolemia, obesitas, diabetes melitus, ginjal, dan stroke. Data yang terkumpul akan dianalisa secara deskriptif dan inferensial. Analisa
secara
deskriptif
dilakukan
untuk menghitung
sebaran
contoh
berdasarkan karakteristik contoh, tekanan darah dan riwayat penyakit, serta pola konsumsi kopi pada masing–masing kelompok contoh. Perhitungan Odds Ratio (OR) menggunakan uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi kopi terhadap kejadian hipertensi, sedangkan uji beda menggunakan uji Independent sample T-test dan Mann Whitney. Interpretasi odds ratio adalah sebagai berikut: a. OR = 1, estimasi bahwa tidak ada hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit/outcome; b. OR > 1, estimasi bahwa ada hubungan positif antara faktor risiko dengan kejadian penyakit/outcome; c. OR < 1, estimasi bahwa ada hubungan negatif antara faktor risiko dengan kejadian penyakit/outcome.
36
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Bogor Tengah merupakan salah satu dari 5 (lima) puskesmas yang ada di Kecamatan Bogor Tengah, terletak di Jalan Telepon no. 1 Kelurahan Pabaton Kecamatan Bogor Tengah. Secara geografi, dari 11 kelurahan yang ada di Kecamatan Bogor Tengah, lingkup wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah meliputi 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Cibogor dengan luas 44 ha dan Kelurahan Pabaton dengan luas 63 ha, sehingga total luas wilayah 107 ha. Namun secara operasional cakupan pelayanannya tidak terbatas pada wilayah geografi tersebut. Batas wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kelurahan Tanah Sereal
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sempur - Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kelurahan Panaragan/Paledang
- Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin
Letak Puskesmas Bogor Tengah cukup strategis, berada di tengah Kota Bogor dan mudah dijangkau. Wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah adalah berupa tanah daratan di mana sebagian besar lahan tersebut merupakan areal perkantoran, pemukiman penduduk, sarana pendidikan, perdagangan dan jasa. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah pada akhir tahun 2011 sebesar 10.233 jiwa yang tersebar di dua kelurahan yaitu Kelurahan Cibogor sebanyak 7414 jiwa dan Kelurahan Pabaton sebanyak 2819 jiwa. Sebanyak 42,53% penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bogor Tengah bekerja sebagai buruh. Jumlah SDM yang bertugas di Puskesmas Bogor Tengah dan Balai Pengobatan Pemda (BP Pemda) sebanyak 31 karyawan yang terdiri dari dokter umum (4 orang), dokter gigi (3 orang), bidan (4 orang), perawat umum (6 orang), perawat gigi (1 orang), tenaga analis kesehatan (1 orang), tenaga radiologi (1 orang), tenaga farmasi (1 orang), tenaga gizi (1 orang), tenaga kesehatan lingkungan (1 orang), tenaga promosi kesehatan (1 orang), pekarya (1 orang), SMK (2 orang), dan SMA (5 orang). Puskesmas Bogor Tengah memiliki beberapa fasilitas pelayanan rawat jalan yang terdiri dari poli umum, poli gigi, pelayanan KIA-KB dan imunisasi, pelayanan spesialis anak, pelayanan spesialis penyakit dalam, klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), klinik Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), pelayanan Voluntary Counseling Test (VCT) HIV/Aids, pelayanan konsultasi gizi,
37 pelayanan konseling kesehatan lingkungan, pelayanan konseling merokok serta fasilitas pelayanan rawat inap berupa rumah bersalin yang melayani persalinan 24 jam. Selain itu, Puskesmas Bogor Tengah juga memiliki beberapa fasilitas penunjang yaitu laboratorium klinik, pelayanan radiologi dan pemeriksaan USG ibu hamil. Total kunjungan pasien pada akhir bulan Desember 2011 sebanyak 63.127 orang, dan yang datang ke BP Umum sendiri sebanyak 35.367 orang (56,02%). Sebagian besar pasien yang mengunjungi puskesmas Bogor Tengah menderita penyakit ISPA, faringitis dan hipertensi. Secara keseluruhan, lima kelompok besar penyakit di Kota Bogor dan Kunjungan Puskesmas Bogor Tengah Tahun 2011 tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Lima kelompok besar penyakit di Kota Bogor dan Puskesmas Bogor Tengah tahun 2011 No. 1 2 3 4 5
Kota Bogor 2011 Jenis Penyakit ISPA Tidak Spesifik ISPA Lainnya Hipertensi Faringitis Gastritis/Tukak Lambung
n 7296 3402 2457 2405 2040
No. 1 2 3 4 5
Puskesmas Bogor Tengah 2011 Jenis Penyakit n ISPA Tidak Spesifik 9829 ISPA Lainnya 4467 Faringitis 3409 Hipertensi 3302 Gastritis/Tukak Lambung 2722
Karakteristik Contoh Contoh pada penelitian adalah pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah yang berjumlah 160 contoh yang terdiri dari 80 contoh pada kelompok kontrol dan 80 contoh pada kelompok kasus. Contoh pada kelompok kasus adalah contoh yang berusia 25–60 tahun, memiliki tekanan darah ≥140/≥90 mmHg, didiagnosa dokter memiliki hipertensi minimal satu bulan terakhir, dan tidak sedang hamil ataupun menyusui bagi calon contoh perempuan. Sedangkan contoh pada kelompok kontrol adalah contoh dengan usia 25–60 tahun, memiliki tekanan darah ≤120/≤80 mmHg, dan tidak sedang hamil maupun menyusui bagi calon contoh perempuan. Karakteristik contoh dari penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan besar pendapatan. Secara keseluruhan, variabel karakteristik dari contoh penelitian tersaji dalam Tabel 7.
38 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh Karakteristik Sampel Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Besar Pendapatan
Status Gizi
Kategori 19 – 29 30 – 49 > 50 Total Rata-rata Laki-laki Perempuan Total Tidak tamat SD SD SMP SMA Akademi/PT Total Kecil Sedang Besar Total Underweight Normal Risiko obesitas Obesitas I Obesitas II Total
Kasus n % 2 2,5 41 51,2 37 46,2 80 100,0 48 ± 8,15 12 15,0 68 85,0 80 100,0 6 7,5 20 25,0 19 23,8 25 31,2 10 12,5 80 100,0 15 18,8 59 73,8 6 7,5 80 100,0 2 2,5 18 22,5 16 20,0 32 40,0 12 15,0 80 100,0
Kontrol n % 26 32,5 40 50,0 14 17,5 80 100,0 38 ± 10,40 22 27,5 58 72,5 80 100,0 3 3,8 7 8,8 13 16,2 22 27,5 35 43,8 80 100,0 9 11,2 61 76,2 10 12,5 80 100,0 10 12,5 45 56,2 10 12,5 13 16,2 2 2,5 80 100,0
p
0,000*
0,054**
0,000**
0,113**
0,000**
Keterangan: *uji bedaT-test; ** uji beda Mann Whitney
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar contoh berada pada kelompok umur 30–49 tahun (50,6%) baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol dengan rata-rata umur 43 ± 10,50. Berdasarkan hasil uji beda t, menunjukkan terdapat perbedaan umur antara contoh kelompok kasus dan kelompok kontrol (p<0.05), dimana rata-rata umur contoh kelompok kasus (48±8,15 tahun) lebih tinggi dibandingkan umur contoh kelompok kontrol (38±10,40 tahun). Hasil uji statistik menunjukkan contoh dengan umur ≥ 40 tahun lebih berisiko 4,956 kali (95% CI: 2,402–10,227; p<0,05) terhadap hipertensi dibandingkan contoh dengan umur < 40 tahun. Menurut Depkes (2006), kejadian hipertensi pada umumnya banyak terjadi saat usia muda yaitu berkisar 20–30 tahun, dan akan terus meningkat dengan bertambahnya umur terutama setelah usia 40 tahun. Risiko meningkatnya hipertensi seiring dengan pertambahan umur merupakan akibat dari gaya hidup, bukan hanya akibat dari proses penuaan, sehingga sangat mungkin untuk dilakukan pencegahan (Stamler dalam Krummel 2000).
39 Berdasarkan jenis kelaminnya, sebagian besar contoh pada penelitian ini adalah perempuan (78,8%) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok kasus. Jumlah contoh perempuan pada kelompok kasus lebih banyak (85%) daripada kelompok kontrol (72,5%). Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada perempuan lebih tinggi, yaitu sebesar 29% dibandingkan pada laki-laki (27%). Sejalan dengan itu, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (2004), menemukan proporsi hipertensi yang lebih tinggi pada perempuan (15,5%) dibandingkan laki-laki (12,2%). Hasil Riskesdas tahun 2007, menyebutkan proporsi hipertensi pada perempuan lebih tinggi (9,0%) daripada laki-laki (6,1%). Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pada usia muda dan setengah baya, penderita hipertensi lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini diduga karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki masa menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Sebelum menopause, perempuan dilindungi oleh hormon esterogen, dimana efek perlindungannya dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas pada perempuan usia premenopause. Hormon esterogen tersebut mengalami perubahan jumlah sesuai dengan umur wanita, yang umumnya mulai terjadi pada wanita usia 45–55 tahun (Kumar et al. 2005, diacu dalam Ananda 2011). Tingkat pendidikan contoh dibedakan menjadi lima jenis, yaitu tidak tamat SD, SD, SMP, SMA dan Akademi/PT. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar contoh pada kelompok kontrol merupakan tamatan Akademi/Perguruan Tinggi (43,8%) dan 3,8% contoh tidak tamat SD. Sebesar 31,2% contoh pada kelompok kasus menamatkan pendidikannya hingga tingkat SMA, 25% merupakan tamatan SD dan 7,5% contoh yang tidak tamat SD. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan tingkat pendidikan akhir antara kelompok kasus dan kelompok kontrol (p<0,05). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempersulit seseorang atau masyarakat menerima dan mengerti pesan-pesan kesehatan yang disampaikan sedangkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
40 diharapkan akan semakin luas pengetahuan contoh serta semakin mudah dan cepat untuk menerima berbagai informasi dari berbagai media khususnya tentang gizi dan kaitannya dengan kesehatan (Notoatmodjo 2003). Pendapatan dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan nilai rata–rata seluruh contoh, maka didapatkan rata–rata pendapatan contoh sebesar Rp1.862.220±1.185.304/bulan.
Pendapatan
contoh
masih
dibandingkan Upah Minimum Kota Bogor (UMK) yaitu
lebih
tinggi
Rp 1.174.200.
Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan contoh pada kelompok kontrol lebih tinggi
daripada
kelompok
kasus.
Secara
keseluruhan,
sebagian
besar
pendapatan contoh (75%) termasuk kategori sedang. Pendapatan yang rendah merupakan salah satu penyebab kejadian hipertensi (Bullock 1996). Hasil uji beda menunjukkan adanya tidak ada perbedaan jumlah pendapatan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol (p>0,05). Salah satu pemeriksaan antropometri yang menilai status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Melalui IMT, dapat diketahui apakah seseorang mengalami kegemukan atau tidak. Pada penelitian ini, contoh dikatakan obesitas jika IMTnya ≥ 23,0 kg/m2. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh pada kelompok kontrol berstatus gizi normal yaitu sebesar 56,2% sedangkan pada kelompok kasus, contoh yang berstatus gizi normal sebesar 22,5%. Contoh yang memiliki risiko obesitas lebih banyak terdapat pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol yaitu masing-masing sebesar 20% dan 12,5%. Status gizi obesitas I dan II lebih banyak ditemukan pada contoh kelompok kasus yaitu masing-masing sebesar 40% dan 15%. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa ada perbedaan status gizi contoh pada kelompok kasus dan kontrol (p<0,05), serta contoh dengan status gizi obesitas (IMT ≥ 25,00 kg/m2) lebih berisiko 5,296 kali terhadap hipertensi dibandingkan contoh dengan status gizi normal (IMT ≤ 24,99 kg/m2). Berat badan dan IMT berhubungan secara langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Status gizi lebih maupun obesitas (kegemukan) merupakan kondisi yang menunjukkan terjadinya penumpukan lemak tubuh yang melebihi batas normal. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan dengan yang tidak obesitas. Hal ini diperkuat dengan adanya temuan bahwa penderita hipertensi, sekitar 20–33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes 2006). Ada dugaan bahwa
41 peningkatan berat badan 10% dapat mengakibatkan tekanan darah sebesar 7mmHg. Wildman et al. (2005) yang melakukan penelitian di Cina, menemukan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik seiring pertambahan IMT dan lingkar pinggang. Sedangkan penelitian Nowson et al. (2005) menyatakan bahwa dengan diet DASH yang dimodifikasi disertai olah raga dengan intensitas sedang > 30 menit setiap hari, mencapai penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam waktu tiga bulan yang diikuti dengan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan diastolik sebesar 4 mmHg bila dibandingkan diet rendah lemak yang biasa dilakukan. Tekanan Darah dan Riwayat Penyakit Tekanan Darah Pada penelitian ini, pengukuran tekanan darah contoh dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa. Pengukuran dilakukan sebanyak minimal 2 kali dengan interval waktu ± 5 menit, jika hasil pengukuran ke dua berbeda lebih dari 10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur tekanan darah (Depkes 2007). Tabel 8 Distribusi hasil pengukuran tekanan darah contoh Jenis Data Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Kategori Normal Pre-Hipertensi Hipertensi I Hipertensi II Total Rata-rata (mmHg) Normal Pre-Hipertensi Hipertensi I Hipertensi II Total Rata-rata (mmHg)
Kasus % 0 0,0 1 1,2 41 51,2 38 47,5 80 100 157,41±17,21 4 5,0 1 1,2 38 47,2 37 46,2 80 100,0 94,96±8,09 n
Kontrol n % 80 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 80 100 109,81±10,45 80 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 80 100,0 77,63±5,28
p
0,000**
0,000**
Keterangan: ** uji Mann Whitney
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik antara contoh kelompok kasus dan kontrol (p<0,05), dimana keseluruhan contoh kelompok kontrol memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik kategori normal, sedangkan contoh kelompok kasus pada umumnya memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik kategori hipertensi tingkat I yaitu
42 masing-masing sebesar 51,2% dan 47,2%. Tekanan darah sistolik kelompok kasus rata-rata sebesar 157,41±17,21 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar 109,81±10,45 mmHg. Tekanan darah diastolik pada kelompok kasus rata-rata sebesar 94,96±8,09 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar 77,63±5,28 mmHg. Tekanan darah sistolik berhubungan dengan tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi dan memompa darah. Tekanan darah diastolik berhubungan dengan tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung dalam kondisi istirahat setelah kontraksi. Peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, penyakit ginjal, pengerasan atau penggumpalan pembuluh darah (atherosclerosis), kerusakan mata dan stroke (Susilo & Ari 2011). Setiap peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg dan/atau diastolik 10 mmHg meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular dua kali lipat (Kusmana 2009). Tekanan darah sistolik (TDS) akan meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolik (TDD) meningkat seiring dengan TDS sampai usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis (Dhuha 2011). Pada waktu tidur malam hari tekanan darah berada dalam kondisi rendah, sebaliknya tekanan darah dipengaruhi oleh kegiatan harian sehingga bila semakin aktif seseorang maka semakin naik tekanan darahnya.
Gambar 2 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan kriteria JNC 7 (2003)
43 Tekanan darah sistolik contoh pada kelompok kontrol berkisar dari 80–120 mmHg, sedangkan pada kelompok kasus berkisar antara 130–210 mmHg. Tekanan darah diastolik contoh pada kelompok kontrol berkisar dari 60–80 mmHg, sedangkan pada kelompok kasus berkisar dari 70–120 mmHg. Klasifikasi tekanan darah contoh mengacu pada The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2003), berdasarkan klasifikasi tersebut, lebih dari separuh contoh kelompok kasus memiliki tekanan darah kategori hipertensi tingkat I yaitu sebesar 52,5% (Gambar 2). Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Susilo & Ari 2011). Riwayat Penyakit Contoh dan Keluarga Riwayat keluarga dekat yang menunjukkan adanya tekanan darah yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di masa datang, tentunya pada hipertensi primer (esensial). Faktor keturunan dalam perkembangan hipertensi diduga berkaitan dengan sensitivitas terhadap pengaturan garam dan rennin membran sel yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan sistem saraf simpatik (Luft & Weinberger 1997; Depkes 2006). Secara keseluruhan sebaran riwayat penyakit contoh dan keluarga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit contoh dan keluarga Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit Contoh
Riwayat Hipertensi Keluarga Riwayat Penyakit Keluarga
Kategori Jantung Hiperkolesterolemia Diabetes Melitus Stroke Ginjal Tidak ada Total Ya Tidak Total Jantung Hiperkolesterolemia Diabetes Melitus Stroke Ginjal Jantung+DM Tidak ada Total
Kasus n % 4 5,0 7 8,8 3 3,8 4 5,0 0 0,0 62 77,5 80 100,0 46 57,5 34 42,5 80 100,0 6 7,5 0 0,0 12 15,0 4 5,0 0 0,0 1 1,2 57 71,2 80 100,0
Kontrol n % 1 1,2 2 2,5 1 1,2 0 0,0 0 0,0 76 95,0 80 100,0 29 36,2 51 63,8 80 100,0 3 3,8 0 0,0 7 8,8 4 5,0 1 1,2 0 0,0 65 81,2 80 100,0
p
0,002**
0,007**
0,172**
44 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan contoh kelompok kontrol dan kasus tidak memiliki riwayat penyakit yang terkait dengan tekanan darah (86,2%), namun terdapat 8,8% contoh kelompok kasus dan 2,5% contoh kelompok kontrol memiliki riwayat hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes 2006). Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara riwayat penyakit contoh pada kelompok kasus dan kontrol (p<0,05) Berdasarkan Tabel 9 lebih dari separuh contoh kelompok kasus memiliki riwayat hipertensi keluarga sebanyak 46 orang (57,5%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 29 orang (36,2%) dan secara statistik terdapat perbedaan riwayat hipertensi pada kelompok kasus dan kontrol (p<0,05). Riwayat hipertensi keluarga sebagian besar berasal dari ibu yaitu sebesar 23,8% dan 8,1% berasal dari kedua orang tua. Bullock (1996) menyatakan jika kedua orang tua memiliki hipertensi primer, satu dari dua anaknya akan memiliki kecenderungan menderita hipertensi. Jika salah satu dari orang tua menderita hipertensi, maka kecenderungannya satu dari tiga anak, sedangkan orang tua yang normotensi, kecenderungan hipertensi pada anaknya adalah satu dari 20 anak. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Depkes RI (2006) juga menjelaskan bila kedua orang tua menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anakanaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya. Riwayat penyakit pada keluarga seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, stroke dan penyakit ginjal menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi pada seseorang. Tabel 8 menunjukkan bahwa selain riwayat hipertensi keluarga, baik contoh kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus keluarga yaitu masing-masing sebesar 15% dan 8,8%, dan secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara riwayat penyakit keluarga pada contoh kelompok kasus dan kontrol (p>0,05).
45 Pola Konsumsi Kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang paling populer dan dikonsumsi oleh jutaan orang setiap hari. Hampir di seluruh dunia, banyak orang yang mengonsumsi kopi. Finlandia, Jerman, Italia, dan Amerika adalah urutan negara yang mengonsumsi kopi terbanyak. Jepang adalah negara di Asia yang paling tinggi konsumsi kopinya, mencapai 3,80 kg/orang/tahun. Pola konsumsi kopi masyarakat Indonesia berada di peringkat kedua sebesar 15% setelah teh (22%). Minuman kopi mengandung banyak zat yang berbeda-beda, salah satu zat yang menarik untuk diteliti adalah kafein. Efek kafein ini berkaitan dengan sistem kardiovaskular karena mempengaruhi sistem saraf otonom dan pembuluh darah (Mattioli 2007). Ada beberapa bukti risiko kesehatan dari konsumsi kafein, namun banyak juga ditemukan bukti manfaat kesehatan pada orang dewasa jika mengonsumsi dosis sedang kafein, seperti mengurangi risiko beberapa penyakit kronis termasuk diabetes, parkinson, penyakit hati, kanker kolorektal, serta meningkatkan fungsi kekebalan tubuh (IFIC 2008). Peran tersebut menjadikan kopi sebagai salah satu minuman fungsional (Esquivel & Victor 2012). Pola Konsumsi Kopi Kelompok Kontrol Tabel 10 menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah contoh pada kelompok kontrol mengonsumsi kopi yaitu 41 contoh (51,2%) dan 39 contoh (48,8%) tidak mengonsumsi kopi. Sebanyak 14 contoh (17,5%) minum kopi saat pagi hari dengan jenis kopi yang banyak dikonsumsi adalah kopi instan yaitu 33,8% dan 17% contoh mengonsumi kopi jenis hitam/bubuk. Merek kopi instan yang banyak dikonsumsi contoh antara lain Good Day, Indocoffeemix, Luwak White Koffie, ABC Mocca, Torabika Mocca, dan Torabika Cappuccino, sedangkan untuk merek kopi hitam/bubuk yang banyak dikonsumsi contoh antara lain Kapal Api, Liong Bulan, dan Cap Teko. Sebanyak 37,5% contoh kontrol mengonsumsi kopi 1–7 cangkir/minggu dan terdapat 1,2% contoh yang mengonsumsi kopi ≥ 15 cangkir/minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang mengonsumsi kopi hitam/bubuk menggunakan takaran 1–3 sendok teh (sdt) kopi dalam satu cangkir sebanyak 13,8% dan 3,8% contoh menggunakan takaran ≥ 4 sdt, sedangkan untuk jenis kopi instan, secara keseluruhan 22,8% contoh memilih 1 bungkus kopi dalam satu cangkir kopi yang diminum.
46 Tabel 10 Pola konsumsi kopi pada kelompok kontrol Pola Konsumsi Kopi Kebiasaan Minum Kopi
Waktu Minum
Jenis Kopi
Frekuensi Minum Kopi (cangkir/minggu)
Jumlah Kopi Hitam/Cangkir
Jumlah Kopi Instan/Cangkir
Ya Tidak Total Tidak Minum Pagi Siang Sore/malam Pagi+siang Pagi+sore/malam Siang+sore/malam Pagi+siang+sore/malam Total Kopi Hitam Kopi Instan Tidak Minum Total 0 1–7 8–14 ≥15 Total 0 sdt 1-3 sdt > 4 sdt Total 0 bks 1 bks Total
n
% 41 39 80 37 15 5 9 3 8 1 2 80 14 27 39 80 39 30 10 1 80 66 11 3 80 53 27 80
51,2 48,8 100,0 46,2 18,8 6,2 11,2 3,8 10,0 1,2 2,5 100,0 17,5 33,8 48,8 100,0 48,8 37,5 12,5 1,2 100,0 82,5 13,8 3,8 100,0 66,2 22,8 100,0
Pola Konsumsi Kopi Kelompok Kasus Data pola konsumsi kopi pada kelompok kasus didapat berdasarkan konsumsi kopi contoh sebelum dan setelah didiagnosa hipertensi. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perbedaan konsumsi kopi contoh baik sebelum hipertensi maupun setelah hipertensi. Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah contoh peminum kopi pada kelompok kasus ada sebanyak 32 contoh (40%) dan berkurang 10% menjadi 24 contoh (30%) setelah contoh didiagnosa hipertensi. Secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi contoh sebelum dan setelah didiagnosa hipertensi (p<0,05). Berkurangnya jumlah contoh yang minum kopi setelah didiagnosa hipertensi diduga karena contoh mengikuti saran yang diberikan oleh dokter untuk berhenti ataupun mengurangi konsumsi kopi. Secara keseluruhan, sebagian besar contoh minum kopi saat pagi hari baik sebelum
47 contoh didiagnosa dan setelah didiagnosa hipertensi yaitu masing-masing 18,8% dan 13,8%, serta sebanyak 1,2% contoh mengonsumsi kopi saat siang dan sore hari. Jenis kopi yang banyak dikonsumsi contoh adalah kopi instan (17,5%) dibandingkan dengan kopi hitam/bubuk (12,5%). Sebanyak 3,75% contoh berpindah mengonsumsi kopi instan dari kopi hitam/bubuk setelah didiagnosa memiliki hipertensi, secara statistik menunjukkan adanya perbedaan jenis kopi yang dikonsumsi contoh sebelum dan setelah didiagnosa hipertensi (p<0,05). Merek kopi instan yang sering dikonsumsi kontoh antara lain Indocoffeemix, Luwak White Koffie, Good Day, Torabika Cappuccino, dan ABC Mocca, sedangkan untuk merek jenis kopi hitam/bubuk yang banyak dikonsumsi contoh antara lain Kapal Api, Liong Bulan, Keong Mas, dan Kopi AA. Tabel 11 Pola konsumsi kopi pada kelompok kasus Pola Konsumsi Kopi Kebiasaan Minum Kopi
Waktu Minum
Jenis Kopi
Frekuensi Minum Kopi (cangkir/minggu)
Jumlah Kopi Hitam Yang Diminum
Jumlah Kopi Instan Yang Diminum
Ya Tidak Total Tidak Minum Pagi Siang Sore/malam Pagi+siang Pagi+sore/malam Siang+sore/malam Pagi+siang+sore/malam Total Kopi Hitam Kopi Instan Tidak Minum Total 0 1–7 8–14 ≥15 Total 0 sdt 1-3 sdt > 4 sdt Total 0 bks 1 bks Total
Sebelum Hipertensi n % 32 40,0 48 60,0 80 100,0 48 60,0 15 18,8 2 2,5 2 2,5 3 3,8 6 7,5 1 1,2 3 3,8 80 100,0 16 20,0 16 20,0 48 60,0 80 100,0 48 60,0 18 22,5 10 12,5 4 5,0 80 100,0 64 80,0 15 18,8 1 1,2 80 100,0 64 80,0 16 20,0 80 100,0
Setelah Hipetensi n % 24 30,0 56 70,0 80 100,0 56 70,0 11 13,8 3 3,8 2 2,5 2 2,5 3 3,8 1 1,2 2 2,5 80 100,0 10 12,5 14 17,5 56 70,0 80 100,0 56 70,0 16 20,0 5 6,2 3 3,8 80 100,0 70 87,5 10 12,5 0 0,0 80 100,0 66 82,5 14 17,5 80 100,0
48 Berdasarkan hasil penelitian, persentase terbesar kebiasaan mengonsumsi kopi contoh kelompok kasus adalah 1–7 cangkir/minggu kebiasaan ini menurun dari 22,5% contoh sebelum didiagnosa hipertensi menjadi 20,0% contoh setelah didiagnosa hipertensi. Takaran 1–3 sendok teh (sdt) kopi hitam/bubuk dalam satu cangkir secara keseluruhan dipilih contoh baik sebelum didiagnosa hipertensi maupun setelah didiagnosa hipertensi, yaitu masing-masing sebesar 18,8% dan 12,5%. Sebanyak 1,2% contoh yang menggunakan takaran > 4 sdt kopi hitam/bubuk dalam satu cangkir kopi yang diminum. Sedangkan untuk jenis kopi instan, baik sebelum maupun setelah contoh didiagnosa memiliki hipertensi secara keseluruhan memilih satu bungkus kopi dalam satu cangkir kopi yang diminum, yaitu masing-masing sebanyak 20% dan 17.5%. Kopi merupakan salah satu sumber kafein terbesar yang menjadi salah satu faktor penyebab hipertensi. Efek kafein dapat melebarkan pembuluh darah, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan membuat detak nadi semakin cepat. Kafein dapat meningkatkan kadar plasma beberapa hormon stress seperti epinefrin, norepinefrin, dan kortisol yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang bergantung pada kepekatan kopi dan sensitivitas individu (Winkelmayer et al. 2005). Hal ini diduga karena jumlah kandungan kafein pada kopi instan lebih rendah dibandingkan kopi hitam yang disebabkan oleh proses pengolahan yang berbeda. Kopi hitam merupakan ekstraksi langsung dari perebusan biji kopi yang disaring tanpa penambahan apa pun. Kopi instan berasal dari biji kopi yang dikeringkan dan digranulasi. Kopi instan diperoleh dengan mencampurkan biji kopi yang digiling dan merebusnya dengan air panas. Air rebusan tersebut kemudian diuapkan lalu disemprotkan dengan tekanan tinggi yang akhirnya akan meninggalkan bubuk kopi halus (ICCRI 2012). Kafein memberikan dua manfaat yang berbeda dalam mempengaruhi kemampuan dan kinerja seseorang, yaitu pada saat kondisi bugar (cukup istirahat), kafein akan meningkatkan fungsi kognitif, mengendalikan emosi, dan meningkatkan kontraksi otot. Sedangkan pada kondisi letih, kafein akan membangkitkan stamina, meningkatkan kewaspadaan dan mengembalikan performa mental ke tingkat normal (Weinberg & Bonnie 2010). Sebagian besar contoh mengonsumsi kopi saat sedang santai sebelum memulai aktifitas atau setelah melakukan aktifitas sehari-hari, karena kafein dosis rendah hingga sedang dapat mengurangi depresi, membuat lebih santai dan lebih bersemangat dengan cara meningkatkan kadar serotonin dalam tubuh (Graham 2001).
49 Takaran kopi mempengaruhi tingkat kekentalan kopi sekaligus kandungan kafein yang dikonsumsi. Semakin banyak jumlah kopi yang dikosumsi semakin tinggi pula kandungan kafeinnya. Satu cangkir kopi instan ukuran 6 oz (1oz = 30 ml) atau setara dengan 180 ml mengandung 100 mg kafein, sedangkan untuk satu cangkir kopi hitam/bubuk mengandung 150 mg kafein dalam ukuran cangkir yang sama (Weinberg & Bonnie 2010). Berdasarkan ADF (2011), dalam satu cangkir kopi hitam/bubuk ukuran 250 ml mengandung 150–240 mg kafein dan untuk satu cangkir kopi instan mengandung 80–120 mg kafein. Uiterwaal et al. (2007) dalam penelitiannya menggambarkan hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi dalam bentuk grafik ―U‖ terbalik. Konsumsi lebih dari 6 cangkir per hari mempunyai risiko hipertensi yang lebih rendah daripada yang mengonsumsi 0–3 cangkir per hari. Pada umumnya, grafik aktifitas kafein saat menstimulasi saraf pusat berbentuk ―U‖ terbalik. Artinya, konsumsi kafein dalam jumlah kecil memberikan efek minimal, sementara konsumsi kafein dalam jumlah lebih besar akan memberikan efek lebih besar pula. Namun, konsumsi kafein yang lebih besar lagi justru hanya akan menurunkan efek tersebut. Hal ini bergantung pada kepekaan setiap orang terhadap kafein (Weinberg & Bonnie 2010). Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi Konsumsi kopi telah lama menjadi dugaan penyebab hipertensi, namun bukti yang tersedia dari berbagai desain studi tidak konsisten. Hubungan antara minum kopi dan tekanan darah pertama kali dilaporkan 75 tahun yang lalu, tetapi apakah asupan kopi dikaitkan dengan tekanan darah atau risiko hipertensi masih menjadi kontroversial. Berdasarkan hasil meta-analisis dari 16 kali percobaan yang dilakukan, menunjukkan bahwa untuk uji coba kopi dengan asupan ratarata 725 ml/hari (setara 3—3,5 cangkir/hari ukuran 200 ml) menunjukkan adanya kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 1,2 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0.5 mmHg (Uiterwaal et al. 2007; Zhang et al. 2011). Tabel 12 Hubungan frekuensi minum kopi dengan kejadian hipertensi Frekuensi Minum Kopi > 7 cangkir/minggu < 7 cangkir/minggu Total
Kasus n % 18 22,5 62 77,5 80 100,0
Kontrol n % 24 30,0 56 70,0 80 100,0
OR 95% CI
p
0,677 (0,333–1,378)
0,369
Tabel 12 menunjukkan bahwa contoh yang minum ≥ 7 cangkir/minggu lebih banyak ditemukan pada kelompok kontrol yaitu sebesar 30% dibandingkan
50 contoh pada kelompok kasus yaitu 22,5%. Berdasarkan uji Chi Square menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi minum kopi ≥ 7 cangkir/minggu dengan kejadian hipertensi dengan OR=0,677 (95% CI: 0,333—1,378; p>0,05). Hal ini berarti bahwa konsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu menjadi salah satu faktor protektif terhadap kejadian hipertensi, namun hubungan tersebut tidak signifikan secara statistik. Tabel 13 Hubungan frekuensi minum kopi dengan kejadian hipertensi setelah penyesuaian dengan karakteristik contoh Karakteristik Contoh Umur: <40 tahun ≥40 tahun
Status Gizi (IMT): Normal Gemuk
Riwayat PTM: Ada Tidak ada
Riwayat Hipertensi Keluarga: Ada Tidak ada
Frekuensi Minum Kopi > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total
Kasus n % 2 14,3 12 85,7 14 100,0 16 24,2 50 75,8 66 100,0 11 30,6 25 69,4 36 100,0 7 15,9 37 84,1 44 100,0 4 22,2 14 77,8 18 100,0 14 22,6 48 77,4 62 100,0
Kontrol n % 13 31,7 28 68,3 41 100,0 11 28,2 28 71,8 39 100,0 20 30,8 45 69,2 65 100,0 4 26,7 11 73,3 15 100,0 1 25,0 3 75,0 4 100,0 24 31,6 52 68,4 76 100,0
> 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu
6 40
13,0 87,0
5 24
17,2 82,8
Total > 7 ckr/minggu < 7 ckr/minggu Total
46 12 22 34
100,0 35,3 21,6 100,0
29 19 32 51
100,0 37,3 62,7 100,0
OR 95% CI
p
0,359 (0,070–1,842)
0,36
0,815 (0,332–1,996)
0,83
0,990 (0,409–2,395)
1,00
0,520 (0,128–2,111)
0,59
0,857 (0,069–10,666)
1,00
0,632 (0,293–1,361)
0,32
0,720 (0,198–2,616)
0,87
0,919 (0,372–2,268)
1,00
Setelah dilakukan uji stratifikasi pada beberapa variabel independen, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi baik pada variabel umur, status gizi (IMT), dan riwayat penyakit (p>0,05) (Tabel 13). Nilai OR yang kurang dari satu menunjukkan bahwa mengonsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu atau dapat diasumsikan 1 cangkir/hari merupakan salah satu faktor protektif terhadap kejadian hipertensi, namun secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna. Konsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu lebih protektif terhadap kejadian
51 hipertensi pada contoh kelompok umur ≥ 40 tahun dengan status gizi normal, dan memiliki riwayat penyakit terkait tekanan darah serta tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga. Hal ini diduga karena kandungan antioksidan yang cukup tinggi pada kopi yaitu asam klorogenat. Minuman kopi selain mengandung kafein, juga merupakan sumber yang kaya akan senyawa bioaktif yang dapat mengontrol dan/atau menurukan tekanan darah antara lain asam klorogenat, magnesium dan kalium yang dapat mengimbangi efek kafein pada tingkat konsumsi tertentu (Esquivel & Victor 2012). Konsumsi kopi kurang lebih 5 cangkir/hari, dapat memberikan kontribusi pada asupan harian kalium sebesar 26%, 12% asupan harian magnesium, 10% asupan harian mangan, dan 15% asupan harian niasin (vitamin B 3) (Geleijnse 2008). Kopi merupakan salah satu sumber antioksidan yang cukup tinggi. Kandungan antioksidan dalam kopi (asam klorogenat) merupakan yang paling tinggi dibandingkan minuman lainnya seperti coklat dan teh. Seorang ahli kimia Amerika, Joe Vinson mengatakan bahwa kopi yang mengandung kafein maupun yang tidak memiliki kadar antioksidan yang sama.
Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 100 jenis makanan mengandung antioksidan, termasuk, sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, rempahrempah, minyak, dan minuman. Hasil temuan tersebut dibandingkan dengan data U.S Departement of Agriculture. Kopi menduduki urutan pertama, baik dalam kombinasi dua antioksidan per ukuran saji maupun frekuensi konsumsi (Winarsi 2007). Diaz-Rubio & Saura-Calixto (2007) menemukan kandungan serat larut air dan polifenol dalam jumlah tinggi pada minuman kopi (espresso, kopi saring, dan kopi instan). Diduga bahwa kandungan mineral dan polifenol dalam kopi dapat menurunkan tekanan darah lebih banyak daripada dampak negatif kafein. Hipotesis tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Winkelmayer et al. (2005) yang menemukan bahwa minuman kola berkafein yang rendah polifenol dapat meningkatkan risiko hipertensi daripada kopi. Penelitian Wakabayashi et al. (1998) yang melibatkan 3336 laki-laki sehat umur 48–56 tahun selama 6 tahun, memperlihatkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara kebiasaan minum kopi dengan
tekanan
darah.
Studi
tersebut
menunjukkan
bahwa
dengan
mengonsumsi satu cangkir per hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 0,6 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0,4 mmHg. Selain itu, tekanan darah contoh peminum kopi setiap hari memiliki tekanan darah lebih
52 rendah secara konsisten dibandingkan bukan peminum kopi (Wakabayashi et al. 1998). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), yang menemukan adanya grafik "J" terbalik pada dosis-respon meta-analisis kopi dengan risiko hipertensi. Grafik tersebut menggambarkan bahwa risiko hipertensi meningkat sampai konsumsi kopi 3 cangkir/hari (1 cangkir = 237 ml) dan kemudian akan sedikit menurun pada jumlah konsumsi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini konsumsi kopi tertinggi contoh sebanyak 3 cangkir/hari, sehingga tidak dapat dilakukan uji pada konsumsi kopi lebih dari 3 cangkir per hari. Pada penelitian lain yaitu The Nurses’ Health Studies (NHSs) I dan II selama masing-masing 12 tahun dengan total 140.544 contoh perempuan sehat, yang menemukan bahwa contoh mengonsumsi kopi satu cangkir kopi per hari mempunyai risiko hipertensi sebesar 1,06 (95% CI: 1,01—1,10), untuk contoh yang minum 2—3 cangkir per hari OR=1,00 (95% CI: 0,97—1,04), contoh yang minum 4—5 cangkir per hari OR=0,93 (95% CI: 0,88—0,99) dan odd ratio 0,88 (95% CI: 0,80—0,98) bagi contoh yang minum 6 cangkir atau lebih per hari. NHSs I juga menemukan adanya hubungan terbalik antara asupan kopi dan risiko hipertensi (p<0,05) dan hal yang sama juga terjadi pada NHSs II (p<0,05) (Winkelmayer et al. 2005). Hasil penelitian lain juga ditemukan oleh Klag et al. (2002) selama 33 tahun pada 1017 laki-laki kulit putih dengan usia rata-rata 26 tahun. Penelitian tersebut menemukan bahwa mengonsumsi kopi 1 cangkir/hari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 0,19 mmHg (95% CI: 0,02–0,35) dan diastolik sebesar 0,27 mmHg (95% CI: 0,15–0,39). Selain itu risiko terkena hipertensi lebih besar pada konsumsi kopi 3—4 cangkir/hari (OR=1,49; 95% CI: 1,01—2,20; p>0,05) dibandingkan konsumsi ≥ 5 cangkir/hari (OR=1,07; 95% CI: 0,67—1,69; p>0,05) pada konsumsi awal. Namun, selama periode tindak lanjut yang panjang, jumlah kopi yang dikonsumsi memiliki dampak terhadap risiko hipertensi. Ketika konsumsi kopi terbaru dibandingkan pada konsumsi awal, risiko hipertensi lebih besar pada konsumsi kopi ≥ 5 cangkir/hari (OR=1,43; 95% CI: 0,94—2,18; p>0,05) dibandingkan konsumsi kopi 3–4 cangkir/hari (OR=1,40; 95% CI: 0.94— 2,09; p>0,05) dan konsumsi kopi 1–2 cangkir/hari (OR=1,34; 95% CI: 0,90—1,99; p>0,05) (Klag et al. 2002).
53 Nurminen et al. (1999) menyatakan dosis tunggal kafein 200–250 mg atau setara dengan dua atau tiga cangkir kopi dapat meningkatkan tekanan darah sistolik 3–14 mmHg dan tekanan darah diastolik 4–13 mmHg pada contoh nonhipertensi. Corti et al. (2002) menemukan bahwa tekanan darah sistolik contoh bukan peminum kopi meningkat tajam setelah mengonsumsi kopi (+12,6 mmHg), sedangkan pada peminum kopi peningkatan tekanan darah sistolik tidak signifikan (+2,3 mmHg). Peningkatan tekanan darah diastolik juga lebih jelas pada contoh bukan peminum kopi (+7,1 mmHg) dibandingkan dengan peminum kopi (+0,7 mmHg) (Mattioli 2007). Konsumsi kopi pada umumnya dapat meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah biasanya meningkat dalam waktu 30 menit dan semakin meningkat maksimal selama 60 sampai 120 menit setelah mengkonsumsi kafein. Efek terbesar dari asupan kafein lebih kuat pada orang yang tidak biasa mengonsumsi kafein daripada orang yang biasa mengonsumsi kafein. Tingkat respon tekanan darah dengan dosis kafein (200–250 mg) berbanding terbalik dengan konsentrasi plasma kafein, yaitu respon tekanan darah terbesar terjadi pada contoh dengan konsentrasi kafein terendah (Nurminen et al. 1999). Adanya temuan beberapa studi yang menunjukkan bahwa konsumsi kopi dan kafein dapat meningkatkan bahkan menurunkan tekanan darah diduga karena adanya toleransi tubuh terhadap konsumsi kopi atau kafein secara berulang. Respon peningkatan tekanan darah akan berkurang dalam bebeapa hari dari konsumsi awal rutin kopi atau kafein. Namun, hal tersebut bersifat sebagian, karena dalam beberapa studi, konsumsi kopi atau kafein masih dapat meningkatkan tekanan darah dan menjadi risiko hipertensi (Nurminen et al 1999). Selain itu, periode tindak lanjut yang panjang, menunjukkan adanya peran konsumsi kopi dalam perkembangan hipertensi (Klag et al. 2002).
54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik umur contoh penelitian kelompok kasus dan kontrol berada pada rentang umur 30—49 tahun dan secara statistik terdapat perbedaan umur pada kelompok contoh penelitian (p<0,05). Jenis kelamin contoh sebagian besar adalah perempuan
(78,8%).
Sebanyak 31,2%
contoh
kelompok kasus
menamatkan pendidikannya hingga SMA, sedangkan 43,8% contoh kelompok kontrol merupakan tamatan Akademi/Perguruan Tinggi. Pendapatan contoh sebagian besar masuk dalam kategori sedang (75%) dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp1.862.220±1.185.304/bulan. Lebih dari separuh contoh kelompok kontrol berstatus gizi normal (56,2%), sedangkan 40% contoh memiliki status gizi obesitas I, dan terdapat perbedaan status gizi antar kelompok contoh (p<0,05). Tekanan darah contoh kasus memiliki kategori hipertensi tingkat I. Tekanan darah sistolik pada kelompok kasus rata-rata sebesar 157,41±17,21 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar 109,81±10,45 mmHg. Tekanan darah diastolik pada kelompok kasus rata-rata sebesar 94,96±8,09 mmHg dan kelompok kontrol rata-rata sebesar
77,63±5,28 mmHg. Jenis penyakit yang
ditemukan pada contoh antara lain jantung, hiperkolesterolemia, stroke, dan diabetes mellitus. Riwayat penyakit hiperkolesterolemia lebih banyak ditemukan baik pada contoh kelompok kontrol maupun kasus. Jenis penyakit yang ditemukan pada keluraga contoh antara lain hipertensi, jantung, ginjal, stroke, dan diabetes mellitus. Riwayat hipertensi keluarga lebih banyak ditemukan pada contoh kelompok kasus. Riwayat diabetes mellitus keluarga lebih banyak ditemukan pada contoh kelompok kasus dan kontrol dibandingkan jenis penyakit yang lain. Kebiasaan konsumsi kopi contoh kelompok kasus berkurang setelah didiagnosa hipertensi dari 40% menjadi 30% dan terdapat perbedaan kebiasaan konsumsi kopi contoh sebelum dan setelah diagnosa hipertensi (p<0,05). Lebih dari separuh contoh kelompok kontrol memiliki kebisaan konsumsi kopi yaitu sebesar 51,2%. Contoh kelompok kontrol dan kasus secara keseluruhan memiliki kebiasaan konsumsi kopi saat pagi hari dengan jenis kopi yang banyak digunakan adalah jenis kopi instan dibandingkan kopi hitam/bubuk. Frekuensi konsumsi kopi 1—7 cangkir/minggu merupakan persentase terbesar yang ditemukan baik pada contoh kelompok kontrol dan kasus. Takaran kopi yang
55 banyak digunakan contoh kelompok kontrol dan kasus dalam satu cangkir kopi yang dikonsumsi adalah 1—3 sendok teh kopi untuk jenis hitam/bubuk dan 1 bungkus untuk jenis kopi instan. Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan bahwa frekuensi minum kopi lebih dari 7 cangkir/minggu secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05) dengan OR=0,667. Hal ini berarti bahwa konsumsi kopi lebih dari 7 cangkir/minggu atau dapat diasumsikan 1 cangkir/hari menjadi salah satu faktor protektif terhadap kejadian hipertensi, meskipun hubungan tersebut tidak signifikan secara statistik. Saran Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai konsumsi kopi terhadap kesehatan khususnya yang berhubungan dengan tekanan darah/hipertensi pada kelompok peminum kopi dengan jumlah contoh yang lebih besar, agar dapat terlihat efek kandungan kafein dalam kopi terhadap tekanan darah. Selain itu perlu diadakan penyuluhan mengenai manfaat dan efek konsumsi kopi pada masyarakat khususnya pasien rawat jalan Puskesmas Bogor Tengah.
56
DAFTAR PUSTAKA Adriansjah H, Adam J. 2006. Sindroma Metabolik: Pengertian, Epidemiologi, dan Criteria Diagnosis. Informasi laboratorium prodia No.4/2006. [ADF]
Australian Drug Foundation. 2011. http://www.druginfo.adf.org.au [19 Desember 2011].
Caffeine
facts.
[AEKI] Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia. 2011. Industri kopi Indonesia. http://www.aeki-aice.org [17 Maret 2013]. Ananda S. 2011. Hipertensi pada kelompok pra lansia dan lansia (45—75 tahun) gakin di Kelurahan Utan Panjang Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat Tahun 2011 [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonsesia. Askes. 2011. Sehat bersama hipertensi. http://www.ptaskes.com [30 April 2011]. Bullock BL. 1996. Pathophysiology: Adaptions and Alterations in Function (4 th ed). Philadelphia: Lippincott. Cammerer B, Kroh LW. 2006. Antioxidant activity of coffee brews. European Food Research and Technology 223: 469–474. Chalmers J et al. 1999. 1999 World Health Organization-International society of hypertension guidelines for the management of hypertension. Journal of Hypertension 17: 151–185. Ciptadi W, Nasution MZ 1985. Pengolahan Kopi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Department of Health, Social Services and Public Safety. 2012. Blood pressure measurement device. Device Bulletin. Northern Ireland. http://www.dhsspsni.gov.uk/db 2006_03_v2.pdf. [18 Maret 2013]. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Departemen Kesehatan RI. ___________________________ . 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Departemen Kesehatan RI. ___________________________ . 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. _____________________________. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
57 Dewi FI. 2008. Pola konsumsi pangan sumber kafein dan analisis dampaknya berdasarkan persepsi mahasiswa TPB-IPB tahun ajaran 2007/2008 [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Diaz-Rubio ME, Saura-Calixto F. 2007. Dietary Fiber in Brewed Coffee. Journal of Agricultural and Food Cemistry 55: 1999–2003. Engberink MF et al. 2009. Dairy intake, blood pressure, and incident hypertension in a general Dutch population 1–3. The Journal of Nutrition 139: 582–587. Esquivel P, Victor MJ. 2012. Functional Properties of Coffee and Coffee ByProducts. Food Research International 46: 488–495. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2003. Mediumterm prospects for agricultural commodities: projections to the year 2010. Roma. ftp://ftp.fao.org/ docrep/fao/006/ y5143e/y5143e00.pdf. [17 Maret 2013]. [FDA] Food and Drug Administration. 2007. Medicines in my home: caffeine and your body. http://www.fda.gov. [19 Desember 2011]. Frost-Meyer NJ & John VL. 2012. Impact of Coffee Components on Inflammatory Markers: A Review. Journal of Functional Foods 4: 819–830. Garrow JS et al. 1996. Human Nutrition and Dietetics. Churchill Livingstone. Gaudemaris R et al. 2002. Socioeconomic Inequalities in Hypertension Prevalence and Care: The IHPAF Study. Hypertension 39: 1110–1125. Geleijnse JM. 2008. Habitual coffee consumption and blood pressure: an epidemiological perspective: a review. Vascular Health and Risk Management 4(5): 963–970. Graham TE. 2001. Caffeine and exercise: metabolism, endurance and performance. Sports Medicine 31: 785–807. Hardinsyah. 2009. Polifenol dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Sambutan Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Pada Pembukaan Diskusi Ilmiah Polifenol Dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta: Four Seasons Hotel, 4 April 2009. Hardinsyah et al. 2010. Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Beberapa Daerah di Indonesia (THIRST). Bogor (ID): Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hull A. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Ali W, penerjemah. Jakarta: Pernerbit Bumi Aksara. [ICCRI] Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute. 2012. Pengolahan kopi. http://www.iccri.net. [2 Desember 2012].
58 [IFIC] International Food Information Council Foundation. 2007. Caffeine and heatlh: caffeine. http://www.ific.org. [19 Desember 2011]. _______________________________________________. 2008. Caffeine & health: clarifying the controversies. http://www.ific.org. [19 Desember 2011]. Israyanti. 2012. Perbandingan karakteristik kimia kopi luwak dan kopi biasa dari jenis kopi arabika (Cafeea arabica. L) dan robusta (Cafeea canephora. L) [Skripsi]. Makasar: Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Jee SH, Jiang H, Paul KW, Il S, Michael JK. 1999. The effect of chronic coffee drinking on blood pressure: a meta-analysis of controlled clinical trials. Hypertension 33: 647s–652. Kamso S. 2000. Nutritional aspects of hypertension in the Indonesian elderly: a community study in 6 big cities [Disertasi]. Depok (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Kaplan MN. 1999. Hypertention in the Elderly. London: Martin Dunitz. Kearney PM et al. 2005. Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet. 365: 217–223. Kertohoesodo S. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta: UI-Press. Khomsan A. 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan (Cetakan ke-2). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Klag MJ et al. 2002. Coffee intake and risk hypertension: the John Hopkins precursors study. Archives of Internal Medicine 162: 657–662. Kovacs B. 2011. Caffeine. http://www.medicinenet.com. [17 Desember 2011]. Kusmana D. 2009. Hipertensi: definisi, prevalensi, farmakoterapi dan latihan fisik. Cermin Dunia Kedoteran 36(3): 161-167. Luft FC, Weinberger MH. 1997. Heterogeneous responses to changes in dietary salt intake: the salt-sensitivity paradigm. The American Journal of Clinical Nutrition 65 (supplement): 612S-617S. Manach C, Augustin S, Christine M, Christian R, Liliana J. 2004. Polyphenols: food sources and bioavailability1,2. The American Journal of Clinical Nutrition 79: 727–747. Mansjoer A, Triyani K, Savitri R, Whardani WI, Setio W. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mattioli AV. 2007. Coffee and caffeine effects on hypertension. Current Hypertension Reviews 3(4): 250-254. Muchtadi D. 2009. Komponen Fitokimia dalam Kopi. Laporan Kegiatan Diskusi Ilmiah Polifenol dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta: Four Seasons Hotel, 4 April 2009.
59
Mulato S. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Myers. 2004. Complication of obesity. California: Wheight.com. Ngateni. 2009. Hubungan kebiasaan minum kopi, merokok, olahraga dan stress dengan kejadian hipertensi pada sopir bemo di Terminal Joyoboyo Surabaya [abstrak]. Surabaya (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya. Nurminen M-L, L Niittynen, R Korpela, H Vapaatalo. 1999. Coffee, caffeine and blood pressure: a critical review. European Journal of Clinical Nutrition 53: 831-839. Noordzij M et al. 2005. Blood pressure response to chronic intake of coffee and caffeine: a meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Hypertension 23:921–928. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Masyarakat Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta Nowson et al. 2005. Blood pressure change with weight loss is affected by diet type in men. The American Journal of Clinical Nutrition 81: 983. Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: AgroMedia Pustaka. [PERGIZI PANGAN] Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia. 2009. Laporan Kegiatan Diskusi Ilmiah Polifenol dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta: Four Seasons Hotel, 4 April 2009. Purwantyastuti. 2009. Kajian Khasiat dan Keamanan Kopi. Laporan Kegiatan Diskusi Ilmiah Polifenol dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta: Four Seasons Hotel, 4 April 2009. Redaksi Health Secret. 2012. Khasiat Bombastis Kopi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Sastroasmoro S, Sofyan I. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. [SIGN] Scottish Intercollegiate Guideline Network. 2001. Hypertension in older people. http://www.sign.ac.uk. Edinburgh. [10 Januari 2013]. Semiardji. 2004. The Significant of Visceral Fat in Metabolic Syndrome. Jakarta: Diabetes Meeting 9—10 Oktober.
60 Simon. 2002. What is Blood Pressure? Harvard Medical School. Physician Massachusetts General Hospital. Soeharto I. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sumaerih. 2007. Hubungan asupan makro mineral (natrium, kalium, magnesium dan kalsium) dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Juntinyuat Kabupaten Indramayu Jawa Barat [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Susilo Y, Ari W. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Tierney LM, Phee SJMc, Papadakis MA. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika. Tjekyan RMS. 2007. Risiko penyakit diabetes melitus tipe 2 di kalangan peminum kopi di Kotamadya Palembang tahun 2006-2007. Makara Kesehatan 11(2): 54-60. Uiterwaal et al. 2007. Coffee intake and incidence of hypertension. The American Journal of Clinical Nutrition 85: 718—23. United States Department of Health and Human Services. 2003. JNC 7 Express: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health Publication: 03–5233. Varnam HA, Sutherland JP. 1994. Beverages (Technology, Chemistry and Microbiology). London: Chapman and Hall. Wakabayashi K et al. 1998. Habitual coffee consumption and blood pressure: a study of self-defense officials in Japan. European Journal of Epidemiology 14: 669—673. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Winkelmayer WC, Meir JS, Walter CW, Gary CC. 2005. Habitual caffeine intake and the risk of hypertension in women. The Journal of the American Medical Association (JAMA) 294 (18): 2330—2335. Weinberg BA, Bonnie KB. 2010. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak Terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Bandung: Penerbit Qanita. [WHO] World Health Organization. 2001. Pengendalian Hipertensi: Laporan Komisi Pakar WHO. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Widyotomo S, Sri M. 2007. Kafein: senyawa penting pada biji kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 23(1): 44 – 50.
61 Wildman et al. 2005. Are waist circumference and body mass index independently associated with cardiovascular risk in Chinese adults? The American Journal of Clinical Nutrition 82: 1195–202. Yang et al. 2001. Inhibition of carcinogenesis by dietary polyphenolic compounds. Annual Reviews Nutrition 21: 381–406. Yuliarti D. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada usia lanjut di posbindu Kota Bogor tahun 2007 [Tesis]. Depok (ID): Program Pascasarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Yuniati EE. 2007. Perbedaan asupan zat gizi dan status gizi pada usia lanjut hipertensi terkendali dan tidak terkendali di panti sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Zhang Z, Gang Hu, Benjamin C, Lawrence A, Liwel Chen. 2011. Habitual coffee consumption and risk of hypertension: a systematic review and metaanalysis of prospective observational studies1–3. The American Journal of Clinical Nutrition 93: 1212–1219.
62
63
Lampiran 1 Penjelasan inform consent PENJELASAN INFORM CONSENT TEKANAN DARAH DAN POLA KUNSUMSI KOPI PASIEN RAWAT JALAN PENGUNJUNG PUSKESMAS BOGOR TENGAH Berdasarkan hasil pemilihan secara acak, Bapak/Ibu terpilih sebagai salah satu contoh penelitian berjudul ―Tekanan Darah dan Pola Konsumsi Kopi‖. Saya ucapakan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan oleh saya sendiri, Tri Wahyuni, mahasiswi jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini saya sedang menysusun skripsi saya sebagai persyaratan lulus menjadi Sarjana Gizi. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari hubungan konsumsi kopi dengan tekanan darah dan hubungan faktor risiko lainnya yang diperkirakan berpengaruh. Informasi dari kegiatan ini sepenuhnya untuk tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Bagi Bapak/Ibu kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui ada tidaknya penyakit hipertensi dan faktor risiko hipertensi. Dengan demikian Bapak/Ibu dapat melakukan tindak lanjut secara lebih dini. Saya sangat mengaharap kesedian Bapak/Ibu menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan. Materi pertanyaan adalah mengenai data indentitas Bapak/Ibu dan keluarga, riwayat sakit Bapak/Ibu dan keluarga, pola konsumsi kopi, kebiasan olah raga, kebiasaan merokok, dan konsumsi minuman beralkohol. Selain itu, saya juga akan melakukan pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan serta pengukuran tekanan darah yang dibantu oleh tenaga kesehatan. Maka dari itu, saya sangat menghargai kejujuran Bapak/Ibu dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner ini. Apabila Bapak/Ibu berkenan untuk mengikuti kegiatan ini, Bapak/Ibu dapat mengisi lembar persetujuan yang telah saya sediakan. Terima kasih.
64
Lampiran 2 Formulir informed consent
INFORMED CONSENT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI CONTOH PENELITIAN
PENELITIAN TENTANG: Tekanan Darah dan Pola Konsumsi Kopi Pasien Rawat Jalan Pengunjung Puskesmas Bogor Tengah. Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: ..................................................................................
Jenis kelamin
: 1. Laki-laki 2. Perempuan
Umur
: ......................................................................... tahun
Alamat
: .................................................................................. ..................................................................................
Telepon rumah/HP : .................................................................................. Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi contoh dalam penelitian yang akan dilakukan oleh Tri Wahyuni, mahasiswi Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Adapun bentuk kesediaan saya adalah bersedia diwawancarai, dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan serta tekanan darah. Demikian pernyataan dibuat tanpa ada unsur keterpaksaan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Bogor,
2012
Mengetahui: Peneliti
Contoh
(Tri Wahyuni)
(……………………………....)
65 Lampiran 3 Kuesioner penelitian KUESIONER PENELITIAN Nomor Kuesioner
: .................................
Tanggal Wawancara
: .................................
TEKANAN DARAH DAN POLA KONSUMSI KOPI PASIEN RAWAT JALAN PENGUNJUNG PUSKESMAS BOGOR TENGAH A. IDENTITAS CONTOH a. Data Umum 1. Nama 2. Tanggal lahir 3. Jenis kelamin 4. Agama 5. Alamat
6.
1. Laki-laki
No. telpon/HP
b. Sosial Ekonomi 7. Status perkawinan 8.
Pendidikan formal
9. 10.
Jumlah penghasilan sebulan Jumlah pengeluaran minuman (kopi)
1. Belum menikah 2. Menikah 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP Rp Rp
c. Riwayat Penyakit Contoh Dan Keluarga 11. Apakah Anda memiliki riwayat penyakit hipertensi? 12. Apakah Anda sedang mengkonsumsi obat anti-hipertensi? 13. Sejak kapan Anda didiagnosa memiliki penyakit hipertensi? 14. Apakah Anda memliki riwayat penyakit tidak menular lain selain hipertensi? 15. Bila ada, sebutkan 16. 17. 18.
19.
Umur : ………… thn 2. Perempuan
Apakah di dalam keluarga Anda ada yang menderita hipertensi? Bila ada, siapa yang menderita hipertensi? Apakah di dalam keluarga Anda ada yang memliki riwayat penyakit tidak menular lain selain hipertensi? Bila ada, sebutkan
3. 4. 4. 5.
Cerai hidup Cerai mati Tamat SMA Tamat Akademi/PT
…………………….. Tahun/bulan/minggu
66 B. PERIKSAAN FISIK (diisi oleh petugas) No. Jenis Ukuran Hasil 1. Berat badan ……………….. kg 2. Tinggi badan ……………….. cm 3. Status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) 4. Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg) a. Pengukuran 1 b. Pengukuran 2 c. Catatan Rekam Medik C. POLA KONSUMSI KOPI No. 1.
Pertanyaan
Diagnosa Hipertensi Sebelum Setelah
Apakah Anda mempunyai kebiasaan minum kopi?
a. Waktu/situasi Minum Kopi 2. Kondisi apa yang mendorong Anda untuk minum kopi? (jawaban boleh lebih dari 1) 3. Dalam situasi seperti apa Anda biasa minum kopi? (jawaban boleh lebih dari 1) 4. Kapan biasanya Anda minum kopi? (jawaban boleh lebih dari 1) b. Frekuensi Minum Kopi 5. Dalam seminggu berapa hari Anda minum kopi? 6. Dalam sehari berapa kali Anda minum kopi? 7. URT yang biasa dipakai (gelas/cangkir/lainnya) c. Jumlah Kopi 8. Berapa banyak sdt/kaleng/bks kopi yang Anda konsumsi dalam satu kali minum? a. Lama Minum Kopi 9. Sejak umur berapa Anda mulai minum kopi? 10. Sudah berapa lama Anda minum kopi? 11. Jika Anda sudah tidak minum kopi, Sudah berapa lama Anda berhenti minum kopi?
………………………. hari
……………………….. hari
………………………. kali
……………………….. kali
…………………………. sdt/bks/kaleng
…………………………. sdt/bks/kaleng
a. ……………….. tahun b. Tidak ingat
a. ………………….. tahun b. Tidak ingat
………………….bln/thn
………………….bln/thn
………………….bln/thn
………………. bln/thn
67 No.
e. Jenis Kopi 12. Sebutkan merek kopi yang biasa anda minum 13. Jenis kopi yang biasa Anda minum selama ini
14.
15.
Diagnosa Hipertensi
Pertanyaan
Sebelum
a. b. c. d. e.
Kopi hitam/tubruk Kopi instan Kopi mix Kopi siap minum Lainnya………………..
Setelah
a. b. c. d. e.
Kopi hitam/tubruk Kopi instan Kopi mix Kopi siap minum Lainnya………………..
Apakah Anda biasa menggunakan bahan tambahan lainnya saat minum kopi? Jika ya, bahan tambahan apa yang Anda gunakan? (boleh lebih dari 1)
D. GAYA HIDUP a. Aktivitas Fisik 1. Apakah Anda berolahraga secara rutin? ………………………………………………………………….. 2. Jenis olah raga apa yang Anda lakukan? (jawaban boleh lebih dari 1) ………………………………………………………………….. ………………………………………………………………….. 3. Berapa lama Anda melakukan olah raga dalam satu hari? …………………………………………………………………… menit/jam 4. Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan olah raga? …………………………………………………………………… hari b. Merokok 5. Apakah Anda merokok? …………………………………………………………………… 6. Bila dulu pernah, sudah berapa lama berhenti? …………………………………………………………………… bulan/tahun 7. Bila ya, sudah berapa lama Anda merokok? …………………………………………………………………… bulan/tahun 8. Sejak umur berapa Anda mulai merokok? a. ………………………………………….. tahun b. Tidak ingat 9. Berapa banyak rokok yang Anda hisap dalam satu hari? ……………………………………………….. batang 10. Kapan waktu atau situasi Anda merokok? ……………………………………………………….……….. c. Konsumsi Alkohol 11. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol seperti beer, wine, anggur, whiskey, fermentasi sari buah, dll? ……………………………………………………………
68 12. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol dalam 12 bulan terakhir? …………………………………………………………… 13. Dalam 12 bulan terakhir, berapa jumlah terbanyak minuman beralkohol yang Anda minum pada satu kesempatan? ………………………………………………….. sloki/gelas/botol/kaleng
69 Lampiran 4. Hasil uji statistik (chi square) 1. Faktor Umur Terhadap Hipertensi Value
df
p
a
1
0.000
Continuity Correction
18.729
1
0.000
Likelihood Ratio
20.868
1
0.000
20.071
1
0.000
Pearson Chi-Square
20.197 b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
160 Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for kategori umur 40 th (>= 40 th / < 40 th)
4.956
2.402
10.227
For cohort Kelompok Hipertensi
2.469
1.535
3.973
For cohort Kelompok Kontrol
0.498
0.372
0.668
N of Valid Cases
160
2. Faktor Status Gizi Terhadap Hipertensi Value
df
p
a
1
0.000
Continuity Correction
21.051
1
0.000
Likelihood Ratio
23.337
1
0.000
22.440
1
0.000
Pearson Chi-Square
22.581 b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
160 Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for kategori status gizi (gemuk / tidak gemuk)
5.296
2.595
10.811
For cohort Kelompok Hipertensi
2.092
1.548
2.828
For cohort Kelompok Kontrol
.395
.249
.626
Total contoh
160
70 3. Frekuensi Minum Kopi (cangkir/minggu) Hitung OR Value
df
p
a
1
0.281
Continuity Correction
0.807
1
0.369
Likelihood Ratio
1.165
1
0.280
1.155
1
0.283
Pearson Chi-Square
1.162 b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
160
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.677
0.333
1.378
For cohort Kelompok Hipertensi
0.816
0.553
1.204
For cohort Kelompok Kontrol
1.204
0.871
1.664
Total contoh
160
4. Hubungan frekuensi minum penyesuaian umur < 40 tahun Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
kopi
df
dengan
hipertensi
dengan
p
1.597a
1
0.206
0.839
1
0.360
1.751
1
0.186
1.568
1
0.211
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
55
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.359
0.070
1.842
For cohort Kelompok Hipertensi
0.444
0.112
1.757
For cohort Kelompok Kontrol
1.238
0.932
1.644
Total Contoh
55
71 5. Hubungan frekuensi minum penyesuaian umur ≥ 40 tahun Value
kopi
df
dengan
hipertensi
p
a
1
0.653
Continuity Correctionb
0.047
1
0.828
Likelihood Ratio
0.200
1
0.655
0.200
1
0.655
Pearson Chi-Square
0.202
dengan
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
105
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.815
0.332
1.996
For cohort Kelompok Hipertensi
0.924
0.649
1.317
For cohort Kelompok Kontrol
1.135
0.659
1.953
Total Contoh
105
6. Hubungan frekuensi minum kopi penyesuaian status gizi IMT gemuk Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
hipertensi
dengan
p
a
1
0.356
0.292
1
0.589
0.805
1
0.370
0.839
1
0.360
0.853 b
dengan
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
59
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.520
0.128
2.111
For cohort Kelompok Hipertensi
0.826
0.515
1.324
For cohort Kelompok Kontrol
1.587
0.621
4.055
Total Contoh
59
72 7. Hubungan frekuensi minum kopi penyesuaian status gizi IMT normal Value
df
dengan
hipertensi
p
a
1
0.982
Continuity Correctionb
0.000
1
1.000
Likelihood Ratio
0.000
1
0.982
0.000
1
0.982
Pearson Chi-Square
0.000
dengan
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
101
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.990
0.409
2.395
For cohort Kelompok Hipertensi
0.994
0.562
1.756
For cohort Kelompok cKontrol
1.004
0.733
1.374
Total Contoh
101
8. Hubungan frekuensi minum kopi dengan penyesuaian terdapat riwayat penyakit contoh Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
dengan
p
a
1
0.905
0.000
1
1.000
0.014
1
0.905
0.014
1
0.907
0.014 b
hipertensi
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
22
Odds Ratio 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.857
0.069
10.666
For cohort Kelompok Hipertensi
0.971
0.595
1.586
For cohort Kelompok Kontrol
1.133
0.149
8.644
Total Contoh
22
73 9. Hubungan frekuensi minum kopi dengan hipertensi penyesuaian tidak terdapat riwayat penyakit contoh Value
df
p
a
1
0.239
Continuity Correctionb
0.971
1
0.324
Likelihood Ratio
1.400
1
0.237
1.376
1
0.241
Pearson Chi-Square
1.386
dengan
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
138
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.632
0.293
1.361
For cohort Kelompok Hipertensi
0.768
0.483
1.220
For cohort Kelompok Kontrol
1.215
0.893
1.652
Total Contoh
138
10. Hubungan frekuensi minum kopi dengan penyesuaian terdapat riwayat hipertensi keluarga Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
hipertensi
dengan
Asymp. Sig. (2sided)
df
0.250a
1
0.617
0.027
1
0.869
0.247
1
0.619
0.247
1
0.619
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
75
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.720
0.198
2.616
For cohort Kelompok Hipertensi
0.873
0.493
1.546
For cohort Kelompok Kontrol
1.212
0.590
2.491
Total Contoh
75
74 11. Hubungan frekuensi minum kopi dengan hipertensi penyesuaian tidak terdapat riwayat hipertensi keluarga Value
df
p
a
1
0.854
Continuity Correctionb
0.000
1
1.000
Likelihood Ratio
0.034
1
0.854
0.033
1
0.855
Pearson Chi-Square
0.034
dengan
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
85
Odds Ratio 95% Confidence Interval OR
Lower
Upper
Odds Ratio for Frekuensi minum kopi (>= 7 cangkir/minggu / 0-6 cangkir/minggu)
0.919
0.372
2.268
For cohort Kelompok Hipertensi
0.950
0.550
1.643
For cohort Kelompok Kontrol
1.034
0.724
1.477
Total Contoh
85