HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA PASIEN KUSTA DI RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH BIDANG PELAYANAN KHUSUS Baiq Susilawati Rukmana*, Gipta Galih Widodo, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB** * Mahasiswa Keperawatan ** Dosen Pembimbing Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Kusta merupakan masalah kesehatan msyarakat karena cacatnya. Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan , kaki. Sayangnya orang – orang yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup sebagai “penderita kusta” walaupun sudah sembuh dari penyakit. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat di pengaruhi. Keberadaan penderita penyakit kusta pada umumnya masih ditakuti dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Perlakuan yang tidak adil tersebut menimbulkan masalah sosial yang akhirnya akan mempengaruhi interaksi sosial khususnya bagi penderita kusta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosisl pada penderita kusta Jenis desai penelitian dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien kusta rawat inap di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus dengan sampel yang diteliti 47 responden, menggunakan teknik total sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisa kendall tau. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus, dengan korelasi kendall tau sebesar 0,000 dan p Value sebesar 0,611. Hendaknya dengan penelitian ini Rumah Sakit maupun Dinas Kesehatan dapat menangani dengan lebih baik para penderita kusta yang terkait mengenai perlunya penerimaan masyarakat yang memberi dukungan psikis penderita kusta terhadap konsep diri dan interaksi social penderita kusta, agar bisa diterima keberadaannya di masyarakat Kata Kunci : Konsep Diri, Interaksi sosial, Kusta Kepustakaan : 25 ( 2003 – 2012 )
PENDAHULUAN Kusta merupakan masalah kesehatan msyarakat karena cacatnya. Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan , kaki. Sayangnya orang – orang yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup sebagai “penderita kusta” walaupun sudah sembuh dari penyakit (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012). Penyakit kusta bukan hanya penyakit yang menyerang fisik seseorang tetapi merupakan masalah bagi kejiwaan, mental, sosial dan ekonomi bagi penderitanya dan sebagian besar penderita kusta mengalami perubahan gambaran diri setelah mengalami kecacatan sehingga mekanisme koping yang digunakan penderita kusta bisa saja menjadi maladaptif. Adaptasi terhadap kejadian di atas termasuk mengintegrasikan perubahan tubuh ke dalam konsep fisik diri, yaitu citra tubuh. Penyakit kronis dapat mempengaruhi kemampuan untuk memberikan dukungan financial, oleh karenanya juga mempengaruhi nilai diri dan peran di dalam keluarga. Perubahan ini dapat mengganggu konsep diri (Perry & Potter, 2005) Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh,
dimana identitas dan harga diri juga dapat di pengaruhi. Penyakit kronis sering mengganggu peran, yang dapat mengganggu identitas dan harga diri seseorang (Perry & Potter, 2005). Gambaran tubuh merupakan salah satu segi dari gambaran diri. Oleh karena itu gambaran tubuh membawa pengaruh pada harga diri. Orang yang puas dengan keadaan dan penampilannya fisiknya, pada umumnya memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi daripada yang tidak (Paul J, 2012) Penyakit kusta sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dengan berbagai macam resiko mengalami kecacatan dan berbagai resiko penularan yang tinggi pada penyakit kusta maka akan membuat para penderita harus diisolasi untuk mendapatkan kesembuhan dan mencegah penularan. Berada dalam kondisi pernah menjalani kehidupan normal namun harus mengalami suatu penyakit yang besar kemungkinan menimbulkan kecacatan dan dapat menular pada orang orang lain adalah suatu keadaan yang sangat berat bagi penderita dan dapat menimbulkan stress (Nugraha, 2009). Pasien kusta akan mengalami beberapa masalah baik secara fisik, ini biasanya timbul akibat pasien kusta tidak ingin berobat dan terlambat berobat dan menimbulkan cacat yang menetap dan mengerikan, sehingga ideal diri yang tidak realistis mendasari terjadinya penurunan harga diri rendah terhadap penderita kusta. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan normanorma sosial di masyarakat tempat
individu tersebut melahirkan penyesuaian diri (Suliswati, dkk. 2005). Dalam kehidupan bermasyarakat, dampak dari penyakit kusta sangatlah komplek, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Sebagai contoh dari segi sosial dantaranya penderita kusta umumnya kehilangan peran dalam masyarakat, merasa rendah diri, tertekan batin, takut terhadap keluarga dan masyarakat. Kehilangan peran yang dialami penderita kusta diantaranya adalah kemampuan kinerja menurun, keikutsertaan dalam organisasi kemasyarakatan berkurang dan cenderung mengurangi aktivitas pergaulan dengan masyarakat sekitar. Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang dciptakan melaui sosialisasi (Potter & Perry, 2005 ) Sebagian besar masyarakat mengucilkan mereka yang terserang kusta, sehingga orang menderita kusta sulit melakukan aktifitas layaknya orang normal karena stigma yang ada di masyarakat. Meskipun sembuh dari penyakit kusta, msyarakat masih tetap mengagap orang tersebut penderita kusta. Sehingga identitas sebagai penderita kusta akan tetap melekat pada orang yang pernah menederita kusta. Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain (Mubarak dan Chayati, 2008). Keberadaan penderita penyakit kusta pada umumnya masih ditakuti dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Perlakuan yang tidak adil
tersebut menimbulkan masalah sosial yang akhirnya akan mempengaruhi interaksi sosial khususnya bagi penderita kusta. interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuaan individu yang lain atau sebaliknya ( Ahmadi, 2009) Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang dinamakan proses soisal ) karena intarksi social merupakan syarat utama terjadinya aktivitas – aktivitas sosial. Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya intraksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak – pihak lain. Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salah satu indranya. Dari beberapa hasil penyelidikan ternyata bahwa keperibadian orang – orang demikian mengalami banyak penderitaan sebagai akibat kehidupan terasing karena cacat indra itu. Orang – orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan – kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah – olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali (Soekanto, 2012) Banyaknya masalah yang dihadapi penderita kusta, baik dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, memberi pengaruh pada aspek psikis penderita kusta seperti konsep diri yang akan mempengaruhi dalam interaksi sosial, maka dengan alasan ini peneliti ingin mengetahui hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial pada penderita kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah.
responden (74,5%) dan responden dengan konsep diri negatif sebanyak 12 responden (25,5%).
METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Polpulasi pada penelitian ini adalah pasian kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah sebanyak 50 pasien. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Total sampel. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah sebanyak 47 pasien Alat pengukuran data adalah koesioner. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengolah data dengan menggunakan program SPSS. Analisa ini menggunakan Kendal Tau karena datanya berbentuk oridinal dengan oridinal
Gambaran Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Gambaran Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tebel berikut: Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Interaksi Sosial pada Pasien Kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Konsep Diri Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Gambaran Konsep Diri Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tebel berikut: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsep Diri pada Pasien Kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus Konsep Diri Positif
Frekuensi 35
Negatif
12
25,5
Total
47
100,0
Persentase (%) 74,5
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai konsep diri kategori positif yaitu sebanyak 35
Interaksi Sosial Baik
Frekuensi 28
Persentase (%) 59,6
Sedang
19
40,4
Total
47
100,0
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai interaksi sosial kategori baik yaitu sebanyak 28 responden (59,6%) lebih banyak dibandingkan responden dengan interaksi sosial kategori sedang yaitu sebanyak 19 responden (40,4%). Analisa Hubungan Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Analisa Hubungan Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tebel berikut: Tabel 5.3 Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada Pasien Kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus
Konsep Diri Positif Negatif Total
Interaksi Sosial Baik Sedang f % f % 27 77,1 8 22,9 1 8,3 11 91,7 28 59,6 19 40,4
Total F 35 12 47
% 100,0 100,0 100,0
p value = 0,000 =0,614 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa persentase responden dengan interaksi sosial baik dan konsep diri positif (77,1%) lebih besar dibandingkan dengan persentase responden dengan interaksi sosial baik dan konsep diri negatif (8,3%). Persentase responden dengan interaksi sosial sedang dan konsep diri negatif (91,7%) lebih besar dibandingkan dengan persentase responden dengan interaksi sosial sedang dan konsep diri positif (22,9%). Uji statistik dengan Kendall Tau didapatkan p value=0,000≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus. Angka Kendall Tau 0,611 menunjukkan korelasi positif yang berarti semakin positif konsep diri maka interaksi sosial akan semakin baik, angka ini juga menunjukkan kekuatan hubungan termasuk dalam kategori kuat. PEMBAHASAN Gambaran Konsep Diri Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayan Khusus Hasil penelitian menujukkan bahwa responden yang mempunyai Konsep Diri katagori positif yaitu sebanyak 35 responden (74,5%),
dimana responden yang memiliki konsep diri positif di tunjukkan dengan karekteristik yang percaya diri, menerima keadaan perubahan tubuh yang telah terjadi dan berpikir positif. Hal ini dipengaruhi mekanisme koping individu. Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelsaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam (Kelliat, 2009). Pada pasien kusta yang konsep diri positif memiliki mekanisme koping yang baik. Sehingga pasien kusta dapat menerima keadaan yang dialminya. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi mekanisme koping yaitu kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan positif, keterampilan memecahakan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial dan materi (Maramis, 2006). Faktor mekanisme koping yang sangat berpengaruh dalam konsep diri pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yaitu keyakinan atau pandangan positif dan dukungan sosial. Hasil penelitian yang menunjukkan responden dengan konsep diri negatif sebanyak 12 responden (25,5%), dimana responden dengan konsep diri negatif di tunjukkan dengan mengungkapkan keputusasaan dan berpikir tidak akan diterima dilingkungan akibat penyakit yang dirasakan. Hal ini dipengaruhi karena faktor stress. Dimana perubahan kesehatan fisik terjadi pada pasien kusta yang dapat menyababkan stress. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Stressor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang kerap mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku
peran. Konsep diri dapat berubah akibat stressor yang mempengaruhi identitas, citra tubuh, harga diri atau peran (Perry dan Potter, 2005). Penyakit kusta akan menyebabkan kecacatan, sehingga pasien kusta kurang menerima dirinya sendiri karena perubahan yang terjadi pada penampilan tubuhnya. Perubahan dalam penampilan tubuh seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra tubuh (Perry dan Potter,2005). Karena perubahan tubuh tersebut akan menyebabkan pasien kusta mengikari keadaan yang sebenarnya sehingga pasien kusta memiliki ideal diri yang tinggi. Sedangkan ideal diri yang tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah (Suliswati,dkk.2005). Pasien kusta yang merasa kurang percaya diri dan tidak dicintai atau tidak diterima dilingkungannya akan harga diri rendah sehingga akan menjauhkan diri dari lingkungannya. Gambaran Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayan Khusus Hasil penelitian menujukkan bahwa responden yang mempunyai interaksi sosial katagori baik yaitu sebanyak 28 responden (59,6%) ditunjukana dengan responden berkunjung ke pasien kusta lainnya, mengobrol dan meminta informasi kepada dokter ataupun perawat. Hal ini di pengaruhi oleh motivasi. Dalam melakukan interaksi sosial terkadang sesorang akan melakukan singgungan – singgungan, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Singgungan – singgungan tersebut akan membuat seseorang merasa tertekan, untuk itu
dibutuhkan suatu dorongan agar seseorang tersebut dapat mengurangi rasa tertekan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan motivasi, baik itu dari keluarga maupun masyarakat, agar seseorang dapat berinteraksi tanpa tekanan. Pada pasien kusta, motivasi dari keluarga dan masyarakat akan sangat mempengaruhi interaksi sosial mereka. Dimana motivasi diartikan sebagai suatu kata-kata, rangsangan, stimulus, atau dorongan yang diberikan seseorang untuk membangkitkan semangat individu lainnya (Soekanto, 2010) Motivasi dapat berupa sikap, perilaku, pendapat, dan saran sehingga nantinya pasien kusta dapat berinteraksi dengan baik. Hasil penelitian menujukkan bahwa responden yang mempunyai interaksi sosial katagori sedang sebanyak 19 responden (40,4%) ditunjukan dengan responden jarang berkunjung ke pasien kusta lainnya dan tidak pernah bertukar informasi tentang penyakitnya dengan pasien lain yang menderita kusta. Hal ini dipengaruhi oleh sugesti individu. Terjadinya interaksi sosial bermula dari individu melakukan tindakan sosial terhadap orang lain. Tindakan sosial merupakan perbuatan-perbuatan yang ditunjukkan atau dipengaruhi orang lain untuk maksud serta tujuan tertentu. Pada pasien kusta sendiri dalam interaksi sosialnya di pengaruhi sugesti, dimana pasien kusta beranggapan mereka tidak akan diterima di masyarakat oleh karena interaksi sosial pasien kusta terhambat. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain (Soekanto, 2010). Sugesti pada
pasien kusta tersebut terjadi dari pandangan masyarakat sekitar yang mengucilkan mereka. Hubungan Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayan Khusus Hasil analisis hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yang menunjukkan bahwa responden dengan konsep diri positif dan interaksi sosial baik (77,1%). Hal ini ditunjukkan dengan responden merasa percaya diri, memiliki keyakinan untuk dapat sembuh dan mau mengobrol dengan pasien lainnya serta berjabat tangan dengan orang yang berkunjung. Responden yang mempunyai konsep diri positif dengan interaksi sosial yang baik dipengaruhi oleh dukungan sosial yang mereka dapatkan. Dimana jika seseorang diberi dukungan sosial positif maka mereka akan mengembangkan konsep diri yang positif, sehingga berdampak pada kepercyaan diri yang membuat seseorang dapat berinteraksi dengan baik. Dukungan sosial sangat membantu meningkatkan mekanisme koping individu (Maramis, 2008). Hasil analisis hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yang menunjukan bahwa responden dengan konsep diri positif dan interaksi sosial sedang (22,9%).hal ini ditunjukkan dengan responden menerima perubahan tubuh yang telah terjadi, merasa puas dengan perannya yang sekarang, dan sering berkunjung ke pasien lainnya namun
jarang berjabat tangan dengan orang yang mengunjunginya . Motivasi yang kurang dari keluarga akan mempengaruhi interaksi sosial. Pada pasien kusta sendiri sangat dibutuhkan motivasi sebagai bentuk kepercayan diri dalam melakukan interaksi sosial. Suatu interaksi sosial akan mungkin terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi ( Soekanto, 2012 ). Jika pasien kusta memiliki kepercayan diri yang baik maka pasien kusta sendiri dapat melakukan kontak sosial dengan keluarga maupun masyarakat untuk berinteraksi. Hasil analisis hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yang menunjukan bahwa responden dengan konsep diri negative dan interaksi sosial baik (8,3%). Hal ini ditunjukkan dengan mengungkapkan keinginan yang tinggi untuk perubahan pada tubuhnya, dan merasa kurang percaya diri. Kecemasan seseorang akan mempengaruhi koping individu. Pada pasien kusta sendri kecemasan yang berlebihan akan berdampak pada koping individu yang tidak baik. Kecemasan adalah pengalaman emosi yang tidak menyenangkan, datang dari dalam dan bersifat meningkat, menggelisahkan dan menakutkan yang dihubungkan dengan suatu ancaman bahaya yang tidak diketahui oleh individu (Prawirohusodo, 2008). Kecemasan yang dialami pada pasien kusta disini yatitu persaan takut tidak diterima oleh keluarga mauapun masyarakat. Hasil analisis hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah yang menunjukan bahwa responden dengan konsep diri negative dan interaksi sosial sedang (91,7%). Hal ini ditunjukkan dari mengungkapkan keputusasaan, merasa kurang bertanggung jawab dan merasa tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang. Pada pasien kusta stress yang dialami karena perubahan bentuk tubuh dan rasa takut dikucilkan oleh masyrakat. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Pasien kusta sendiri akan mengalami kecacatan pada tubuhnya sehingga hal tersebut menjadi sebuah ancaman bagi dirinya. Ancaman terhadap diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terinterogasi dalam diri seseorang (Stuart, 2006). Karena ancaman yang dirasakan pada pasien kusta sehingga pasien kusta malu – malu untuk berintraksi dengan orang lain. Uji statistik dengan kendall tau didapatkan p value= 0,000<0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Povinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus. Angka Kendall Tau 0,611 menunjukkan korelasi positif yang berarti semakin positif konsep diri maka interaksi sosial akan semakin baik, angka ini juga menunjukkan kekuatan hubungan termasuk dalam katagori kuat. Menurut Stuart (2006), Konsep diri seseorang tidak terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Konsep diri dipelajari
melalui kontak sosial dan pengalaman yang berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Sedangkan Suatu interaksi sosial akan mungkin terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu : adanya kontak sosial dan adanya komunikasi ( Soekanto, 2012 ). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Konsep diri kategori positif di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yaitu sebanyak sebanyak 35 responden (74,5%) dan responden dengan konsep diri negatif sebanyak 12 responden (25,5%). Interaksi sosial kategori baik di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah yaitu sebanyak 28 responden (59,6%) lebih banyak dibandingkan responden dengan interaksi sosial kategori sedang yaitu sebanyak 19 responden (40,4%). Interaksi sosial baik dan konsep diri positif (77,1%) lebih besar dibandingkan dengan persentase responden dengan interaksi sosial baik dan konsep diri negatif (8,3%). Persentase responden dengan interaksi sosial sedang dan konsep diri negatif (91,7%) lebih besar dibandingkan dengan persentase responden dengan interaksi sosial sedang dan konsep diri positif (22,9%). Dengan Kendall Tau didapatkan p value=0,000≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus. Angka Kendall Tau 0,611 menunjukkan korelasi
positif yang berarti semakin positif konsep diri maka interaksi sosial akan semakin baik, angka ini juga menunjukkan kekuatan hubungan termasuk dalam kategori kuat. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan antara lain : Hendaknya Institusi Pendidikan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan dalam penyajian materi yang terkait dengan hubungan konsep diri dengan interaksi social pada penderita kusta. Hendaknya dengan penelitian ini Rumah Sakit maupun Dinas Kesehatan dapat menangani dengan lebih baik para penderita kusta yang terkait mengenai perlunya penerimaan masyarakat yang memberi dukungan psikis penderita kusta terhadap konsep diri dan interaksi social penderita kusta, agar bisa diterima keberadaannya di masyarakat DAFTAR PUSTAKA Ahmadi A. 2009. Psikologi Sosial. Rineka Cipta, Jakarta Amiruddin. D.M, (2001). Penyakit Kusta. Hasanuddin Universty Press:Makasaar Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVIII. Depkes RI:Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Data Penderita Kusta Provinsi Jawa Tengah, tahun 2005, 2006, dan 2007.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, tahun 2012. Gunarsa D. S., Yulia Singgih D. Gunarsa. 2012. Psikologi Perawatan. BPK Gunung Mulia Khabib, A. (2008), Hubungan Antara Tingkat Kecacatan dengan Konsep Diri Pada Penderita Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Keling Kabupaten Jepara. Skripsi Khabib Andika. Tidak dipublikasikan Kosasih, I., Wisnu, M, I., Daili, S, E., Menaldi., L, S. (2007) “Kusta” dalam Djuanda Adhi (Eds.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (hlm. 73-88). FK.UI: Jakarta Latifah, U., Kumboyono, Heni Dwi Windarwati. “Hubungan Gambaran Diri Dengan Mekanisme Koping Penderita Kusta Di Rumah Sakit Kusta Kediri” (online) diakses pada tanggal 10-11-2013 dari http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/f iledownload/keperawatan/umi %20latifah.pdf Missophie. (2009).”Kusta-1” (online) diakses pada tanggal 08-12-2013 dari http://www.scribd.com/doc/166 97909/kusta-1 Mubarak & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Teori & Aplikasi dalam Praktik. EGC: Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010). Model Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soeidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nugraha. 2009. “Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Stres pada Penderita Penyakit Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri” (online) diakses pada tanggal 10-11-2013. dari http://karyailmiah. um.ac.id/index.php/BKPsikolo gi/article/view/2689 Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Paul J. Centi. 2012. Mengapa Rendah Diri?. Kanisus Yogyakarta Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Editor edisi bahasa Indonesia: Yulianti, D. & Ester, M. EGC:Jakarta
Setadi. 2008. Keperawatan Keluarga. EGC : Jakarta Sugiyono. (2008). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Soekanto, S. 2010.Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers: Jakarta Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. Editor edisi bahasa Indonesia: Karyuni, E, P. EGC: Jakarta Suliswati., Maruhawa, J., Sianturi, Y., Sumijatun., Payapo, A. T. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta Tarwoto, W. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika