Hubungan Kondisi Sosio-ekonomi dan Sikap Terhadap Tuberkulosis di Jakarta Timur Aditya Cakasana Janottama1, Trevino Aristarkus Pakasi2
2.
1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Indonesia memiliki angka prevalensi tinggi akan tuberkulosis (TB). Berbagai langkah sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan berdasarkan penilaian Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia sudah berhasil mengurangi jumlah kasus TB. Namun, hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan bahwa penderita TB di Indonesia masih banyak. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu studi mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku tuberkulosis yang kali ini dihubungkan dengan kondisi sosio-ekonomi responden. Studi dilakukan dengan metode cross-sectional terhadap Ibu di 11 kelurahan di Jakarta Timur, pada Oktober hingga Desember 2011, dengan menggunakan polygonal random sampling. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kesediaan responden untuk mengikuti pengobatan TB dengan kondisi sosio-ekonomi yang dinilai yaitu tingkat pendidikan, status kerja, dan tingkat penghasilan. Sementara, tingkat pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan perilaku mencari pengobatan TB (PR = 1,033 (CI=1,011-1,054), p=0,002). Status kerja memiliki hubungan bermakna dengan perilaku mencari pengobatan TB (PR = 0,967 (CI=0,943-0,991), p=0,002). Dan tingkat penghasilan memiliki hubungan bermakna dengan perilaku mencari pengobatan TB (PR = 1,035 (CI=1,009-1,062), p=0,003).
Relation Between Socio-economical Condition and Attitude Towards Tuberculosis in East Jakarta Abstract Indonesia has a high prevalence rate of tuberculosis (TB). Various steps had been made by the government and based on Millenium Development Goals (MDGs) target, Indonesia has been succeeded in reducing the number of TB cases. Despite its success, the result of Riset Kesehatan Dasar 2010 shows that Indonesia still have a lot number of TB sufferer. Therefore, there should be a knowledge, attitude, and practice study regarding tuberculosis, which in this study is associated with socio-economic condition.The study was done with crosssectional method. It involved randomly selected mothers in 11 district in East Jakarta between October and December 2011, using polygonal random sampling. The result shows that there is no significant relation between respondent’s will to follow TB treatment (6 months long) with socio-economic conditions (education level, employment status, and income level). In the other side, education level has a significant relation with health seeking behavior towards TB (PR = 1,033 (CI=1,011-1,054), p=0,002). Employment status has also a significant relation with health seeking behavior towards TB (PR = 0,967 (CI=0,943-0,991), p=0,002). At last, income level has a significant relation with health seeking behavior towards TB (PR = 1,035 (CI=1,009-1,062), p=0,003). Keywords: Tuberculosis, Attitude, Socio-economical condition
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Pendahuluan Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyerang semua manusia(1). World Health Organization (WHO) telah memperkirakan bahwa satu dari tiga orang memiliki bakteri Mycobacterium tuberculosis di dalam tubuhnya(1). Berdasarkan data yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi penyakit tuberkulosis mencapai 0,725%(2). Melihat masalah yang ada, Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah strategis dengan mengampanyekan Indonesia Bebas TB. Berdasarkan laporan tahun 2010, tingkat penurunan insidens dan prevalensi sudah mencapai target Millenium Development Goals (MDGs)(3). Namun, apa yang sudah dicapai oleh Indonesia masih jauh dari cita-cita Indonesia Bebas TB.. Terkait fakta diatas, peneliti menyimpulkan masih banyak masalah yang ada di Indonesia terkait dengan berbagai hal mengenai penyakit ini. Untuk dapat melihat masalah ini lebih baik diperlukan studi khusus, yang salah satunya berbentuk studi pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai penyakit. Penelitian ini diadakan untuk melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap TB dibandingkan dengan kondisi sosio-ekonomi mereka. Kondisi sosio-ekonomi disorot dalam riset kali ini karena dari riset yang sudah ada terbukti bahwa hal tersebut memiliki kaitan dengan sikap masyarakat terhadap TB(4). Sikap penting untuk dibahas karena peranannya dalam membentuk behavior secara keseluruhan(5). Sementara pada riset ini ibu dipilih sebagai sampel penelitian terkait dengan peranannya di keluarga sebagai health role model(6). Dengan peran yang dimiliki ibu di keluarga, diharapkan dengan memilih ibu sebagai responden gambaran perilaku terhadap Tuberkulosis suatu keluarga dapat terwakili. Tinjauan Teoritis Perilaku Tuberkulosis (atau disingkat TB dari Tubercles Bacillus) adalah penyakit infeksi mematikan yang disebabkan oleh bakteri jenis Mycobacterium, atau Mycobacterium tuberculosis(6). Penyakit ini kebanyakan menyerang paru, namun ada juga yang menyerang bagian lain. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis(7). Bakteri tersebut menyebar melalui udara. Biasanya bakteri tersebar di udara melalui penderita TB yang batuk, meludah, atau bersin.
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Bakteri ini dapat bertahan beberapa jam di udara sebelum masuk ke tubuh seseorang. Ketika bakteri ini masuk tubuh, bakteri ini mulai menginfeksi tubuh melalui alveolus. Lalu, bakteri ini menyerang suatu titik tertentu di paru-paru yang disebut Ghon focus. Setelah menginfeksi Ghon focus, bakteri ini lalu dapat berkembang biak dan menyebar melalui dendrit dan aliran darah(7). Umumnya, antibodi tubuh mampu mengatasi bakteri ini. Namun, dalam beberapa kasus bakteri ini hanya menjadi dormant (tidur) untuk sementara. Kejadian semacam inilah yang berpotensi menjadi infeksi TB laten. Selain infeksi di paru-paru, bakteri ini juga bias menginfeksi bagian lain tubuh jika terbawa aliran darah dan dendrit. Bagian-bagian yang bisa terinfeksi diantaranya adalah ginjal dan saluran urinari(7). Perilaku terhadap suatu penyakit (dalam hal ini TB) adalah salah satu bagian dari tipe studi yang sering dilakukan untuk mengetahui perilaku mencari pengobatan yaitu studi KAP (Knowledge, Attitude, and Practice)(8). Bagian lain yang dicari dalam tipe studi tersebut adalah sikap dan pengetahuan. Perilaku terhadap penyakit ini penting karena dengan mengetahui bagaimana kecenderungan masyarakat pada suatu wilayah berperilaku (serta melakukan studi terhadap sikap dan pengetahuan) maka kita dapat mempermudah identifikasi masalah yang ada di wilayah tersebut terhadap suatu wilayah(dalam hal ini penyakit TB)(9). Perilaku terhadap penyakit dalam hal ini biasanya meliputi sikap terhadap penderita dan juga langkah yang diambil bila orang tersebut mendapat simptom suatu penyakit yang dimaksud (perilaku mencari pengobatan)(5). Dari teori-teori teori mengenai KAP, terdapat empat teori yang menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor sosio-ekonomi dengan perilaku terhadap suatu penyakit. Pada Pathway Model, faktor sosio-ekonomi bisa dimasukkan pada ‘significant others’. Pada Health Care Utilization Model, faktor sosio-ekonomi bisa dimasukkan di faktor predisposal. Sementara itu, dari riset yang telah dilakukan di Manila, dihasilkan kesimpulan faktor sosioekonomi memiliki kaitan erat dengan perilaku terhadap suatu penyakit (pada kasus ini, TB)(4). Dari gabungan teori dan hasil riset diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor sosio-ekonomi memiliki kaitan dengan perilaku terhadap tuberkulosis. Metode Penelitian Desain penelitian ini menggunakan jenis potong lintang. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas yang berjudul Care seeking
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
behavior and primary health service contributing to the prevalence of pulmonary tuberculosis in Jakarta, Ind. Data untuk penelitian ini diambil pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2012 di sebelas kecamatan di kotamadya Jakarta Timur dan data yang didapat merupakan data primer dari wawancara subjek menggunakan kuisioner yang telah divalidasi (α = 0,777). Populasi target adalah masyarakat di Jakarta Timur dengan unit sampel rumah tangga, sementara populasi terjangkau adalah ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di sebelas kelurahan di Jakarta Timur pada waktu pengambilan data dilakukan. Target sampel penelitian berjumlah 2396 responden yang diacak dengan menggunakan polygonal random sampling dengan bantuan perangkat lunak Google Earth dan ArcView untuk menentukan lokasi pengambilan data secara geografis. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kesediaan melakukan pengobatan tuberkulosis selama enam bulan dan perilaku mencari pengobatan ketika mengalami batuk lebih dari dua minggu, dengan variabel bebas berupa tingkat pendidikan, status kerja, dan tingkat pendapatan. Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari setiap variabel bebas dan variabel tergantung pada penelitian ini. Sementara analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, untuk menentukan signifikansi hubungan antara satu variabel bebas dengan variabel terkait. Pemilihan metode pengujian didasarkan pada skala pengukuran variabel bebas dan variabel terkait yang diuji. Hasil Penelitian Survei dilakukan terhadap 2415 keluarga yang semuanya diwakili oleh responden berjenis kelamin wanita. Dari 2415 data, terdapat 91 data (3,76%) yang tidak lengkap sehingga jumlah data yang dianalisis menjadi 2324 data. Dari 2324 data tersebut, terdapat beberapa data lagi yang di drop-out karena nilai pada poin pertanyaan yang tidak sesuai dengan ketentuan kuesioner. Jumlah data yang di di drop-out tersebut bervariasi tergantung analisis yang dilakukan. Tabel 1. Rata-rata usia responden (disertai standar deviasi) Variabel
M
SD
Uji Normalitas*
Usia
45,29
11,63
p<0.05
*Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Tabel 2. Sebaran responden berdasarkan kondisi sosio-ekonomi Variabel
Kategori
Jumlah
Tidak pernah sekolah
43
1,9%
Pernah SD tetapi tidak tamat
121
5,2%
Tingkat
Tamat SD
412
17,7%
Pendidikan
Tamat SMP (setingkat)
498
21,4%
Tamat SMA (setingkat)
1027
44,2%
Perguruan Tinggi
223
9,6%
Bekerja
685
29,5%
Tidak Bekerja
1639
70,5%
Tingkat
Diatas UMR
1702
73,2%
Penghasilan
Dibawah UMR
622
26,8%
Status Kerja
Persentase
Profil responden yang paling banyak muncul adalah responden dengan pendidikan tamat SMA (44,2%) dan tamat SMP (21,4%), tidak bekerja / ibu rumah tangga (70,5%), dan berpenghasilan diatas UMR (73,2%).
Kesediaan Mengiku- Pengobatan (n=2324) 1.12% 0.95%
97.89%
Ya Tidak Kosong
Gambar 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Apakah Bersedia Mengikuti
Pengobatan TB Selama Minimal Enam Bulan Jika Didiagnosis Terkena TB
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Perilaku Mencari Pengobatan (n=2324) 5.55%
0.08% 0.65% Oba8 Sendiri Pergi ke Dokter
93.72%
Pergi ke Dukun/Alterna8f Kosong
Gambar 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Apa Yang Akan Dilakukan Jika Batuk Lebih Dari Dua Minggu
Tabel 3.
Kondisi sosio-ekonomi terhadap kesediaan mengikuti pengobatan
tuberkulosis minimal enam bulan
Variabel
Kategori
Apakah Mau Mengikuti Pengobatan Selama Minimal 6 Bulan Ya Tidak Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1230 99,2% 10 0,8% 1045 98,5% 16 1,5% 667 98,7% 9 1,3%
Tinggi Rendah Bekerja Status Kerja Tidak 1608 99,0% Bekerja Diatas 1669 98,9% UMR Tingkat Penghasilan Dibawah 606 98,9% UMR *Uji kemaknaan menggunakan chi-squared test Tingkat Pendidikan
17
1,0%
19
1,1%
7
1,1%
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Uji Kemaknaan* p = 0.112 PR = 1.007 p = 0.555 PR = 1.033 p = 0.974 PR= 0.997
Tabel 4.
Kondisi sosio-ekonomi terhadap perilaku mencari pengobatan
Variabel
Kategori
Akan Pergi Kemana Jika Batuk Lebih Dari 2 Minggu Pergi ke Dokter Jumlah Persentase 1188 95,8% 990 92,8% 623 92,2%
Tinggi Rendah Bekerja Status Kerja Tidak 1555 95,3% Bekerja Diatas 1610 95,3% UMR Tingkat Penghasilan Dibawah 568 92,1% UMR *Uji kemaknaan menggunakan chi-squared test Tingkat Pendidikan
Obati Sendiri Jumlah Persentase 52 4,2% 77 7,2% 53 7,8% 76
4,7%
80
4,7%
49
7,9%
Uji Kemaknaan* p = 0.002 PR = 0.967 p = 0.002 PR = 1.000 p = 0.003 PR = 1.035
Pembahasan Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kesediaan Mengikuti Program Pengobatan Tuberkulosis selama Enam Bulan Tabel 3 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap kesediaan mengikuti pengobatan tuberkulosis minimal enam bulan memperlihatkan bahwa mayoritas responden (99,2% pada tingkat pendidikan tinggi dan 98,5% pada tingkat pendidikan rendah) mau mengikuti program pengobatan TB selama enam bulan. Sementara hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa χ2 (2301)=2,519 dengan p = 0,112. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kedua variabel di atas. Hubungan Status Kerja dan Kesediaan Mengikuti Program Pengobatan Tuberkulosis selama Enam Bulan Tabel 3 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap kesediaan mengikuti pengobatan tuberkulosis minimal enam bulan memperlihatkan bahwa 98,7% orang yang bekerja dan 99% orang yang tidak bekerja memilih untuk mengikuti program pengobatan yang ada. Sementara hasil uji Chi-square menunjukkan χ2 (2301)=0,348 dengan p = 0,555. Berdasarkan hasil diatas tidak ada hubungan bermakna antara kedua variabel yang diperbandingkan di atas.
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Hubungan Tingkat Pendapatan dan Kesediaan Mengikuti Program Pengobatan Tuberkulosis selama Enam Bulan Tabel 3 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap kesediaan mengikuti pengobatan tuberkulosis minimal enam bulan memperlihatkan bahwa mayoritas (95,3% orang dengan pendapatan diatas UMR dan 92,1% orang dengan pendapatan dibawah UMR) memilih untuk mengikuti program pengobatan yang ada. Sementara hasil uji Chi-square adalah χ2 (2301)=0,001 dengan p = 0,974. Karena p ≥ 0,05 maka bisa disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara kedua variabel yang dibandingkan diatas. Hubungan Kondisi Sosio-Ekonomi dan Kesediaan Mengikuti Program Pengobatan Tuberkulosis selama Enam Bulan Dari ketiga hasil diatas, terlihat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kondisi sosioekonomi dan kesediaan mengikuti pengobatan selama enam bulan. Bila kita melihat kembali pada Health Belief Model, hal ini bisa diwajari karena kondisi sosio-ekonomi hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu terkait dengan kesehatannya. Penulis belum mampu menemukan riset yang bisa dijadikan perbandingan terhadap riset yang penulis lakukan. Namun, logikanya faktor yang lebih berpengaruh terhadap kemauan pasien untuk menjalani pengobatan adalah pengetahuan responden terhadap tuberkulosis. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Perilaku Mencari Pengobatan Responden ketika Mengalami Batuk Lebih dari Dua Minggu Tabel 4 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap perilaku mencari pengobatan memperlihatkan bahwa mayoritas (95,8% pada tingkat pendidikan tinggi dan 92,8% pada tingkat pendidikan rendah) memilih untuk pergi ke dokter/fasilitas kesehatan. Sementara hasil uji Chi-square pada pertanyaan ini adalah χ2 (2307)=9,928 dengan p = 0,002. Hasilnya, ada hubungan bermakna antara kedua variabel diatas. Hasil di penelitian ini konsisten dengan penelitian serupa yang dilakukan di Pakistan oleh Mushtaq et al. (2010). Di riset tersebut, mayoritas responden (95,3%) memilih untuk pergi ke fasilitas kesehatan, dan uji Chi-square menunjukkan ada hubungan bermakna antara kedua variabel yang diperbandingkan, yaitu tingkat pendidikan dan perilaku mencari pengobatan tuberkulosis(14).
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Hubungan Status Kerja dan Perilaku Mencari Pengobatan Responden ketika Mengalami Batuk Lebih dari Dua Minggu Tabel 4 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap perilaku mencari pengobatan memperlihatkan bahwa 92,2% orang yang bekerja dan 95,3% orang yang tidak bekerja memilih untuk pergi ke dokter/fasilitas kesehatan. Sementara hasil uji Chi-square adalah χ2 (2307)=9,158 dengan p = 0,002. Hasilnya, ada hubungan bermakna antara kedua variabel yang diperbandingkan diatas. Hubungan Tingkat Pendapatan dan Perilaku Mencari Pengobatan Responden ketika Mengalami Batuk Lebih dari Dua Minggu Tabel 4 mengenai Kondisi sosio-ekonomi terhadap perilaku mencari pengobatan memperlihatkan bahwa 95,3% orang dengan pendapatan diatas UMR dan 92,1% orang dengan pendapatan dibawah UMR memilih untuk pergi ke dokter/fasilitas kesehatan. Sementara hasil uji Chi-square adalah χ2 (2307)=8,881 dengan p = 0,003. Karena p < 0,05 maka bisa disimpulkan ada hubungan bermakna antara kedua variabel yang dibandingkan diatas. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan di Manila oleh Navio et al. (2002), didapatkan hasil yang konsisten dengan hasil riset diatas. Riset di Manila menunjukkan bahwa orang dengan pendapatan rendah tujuh kali lebih berpotensi untuk tidak mencari pengobatan dibandingkan dengan mereka yang berpenghasilan lebih tinggi(4). Hubungan Kondisi Sosio-Ekonomi dan Kesediaan Mengikuti Program Pengobatan Tuberkulosis selama Enam Bulan Dari hasil diatas, terlihat bahwa ada hubungan bermakna antara kondisi sosio-ekonomi dan kesediaan mengikuti pengobatan selama enam bulan. Namun, bila kita melihat kembali hasil statistik maka keadaan ini tidak menunjukkan keadaan sebenarnya. Rata-rata 90% lebih responden menjawab pertanyaan sesuai dengan jawaban yang diharapkan. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya pemahaman masyarakat mengenai penyakit ini sendiri sudah cukup baik.
Kesimpulan
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
Dari hasil penelitian, didapat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kondisi sosioekonomi dan kesediaan mengikuti program pengobatan tuberkulosis selama enam bulan. Faktor yang diperkirakan memiliki pengaruh
terhadap variabel ini adalah pengetahuan
responden terhadap tuberkulosis. Sementara itu ada hubungan bermakna antara kondisi sosioekonomi dan perilaku mencari pengobatan responden ketika mengalami batuk lebih dari dua minggu. Statistik juga menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap tuberkulosis sudah sesuai dengan harapan penulis.
Saran Penelitian ini menunjukkan bahwa sikap sebagian besar masyarakat sesuai dengan harapan penulis. Penulis berharap sikap ini dapat dipertahankan. Sementara itu penulis juga berharap penelitian ini (bersama penelitian lain serupa) dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan kebijakan pemerintah terkait tuberkulosis.
Daftar Referensi 1. World Health Organization. Tuberculosis. 2010 (Diunduh 10 Juni 2011). Tersedia di http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/index.html 2. Departemen Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2010. 2011 (Diunduh 13 Februari 2012). Tersedia di http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar(RISKESDAS)-Nasional-2007 3. BAPPENAS. Report of the Achievement of the Millenium Development Goals Indonesia 2010. 2010 (diunduh 1 April 2012). Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/38151948/2010-Indonesia-MDG-Report-Final 4. Navio JLP, Yuste MR, Pasicatan MA. Socio-economic determinants of knowledge and attitudes about tuberculosis among the general population of Metro Manila, Philippines. Int J Tuberc Lung Dis. 2002; 6(4): 301-306. 5. Haussman-Muela S, Ribeira JM, Nyamongo I. Health Seeking Behavior and the Health System Response. 2003 (Diunduh 27 Juni 2011). Tersedia di http://www.dcp2.org/file/29/wp14.pdf 6. Soetrisno AL. Peranan Perempuan Sebagai Health Provider dalam Rumah Tangga. Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000. 7. Kumar Vinay, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease (8th ed.). 2010. New York: Saunders Elsevier.
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014
8. Ahmed SM. Exploring Health Seeking Behaviour of Disadvantaged Population in Rural Bangladesh (Thesis). Stockholm: Karolinska Instituet. 2005 (Diunduh 25 Juni 2011). Tersedia di: http://publications.ki.se/jspui/bitstream/10616/39135/1/thesis.pdf 9. Badran IG. Knowledge, attitude and practice the three pillars of excellence and wisdom: a place in medical profession. 1995 (Diunduh 25 Juni 2011). Tersedia di: http://www.emro.who.int/publications/emhj/0101/01.htm 10. Hayden JA. Introduction to Health Behavior Theory. 2009. Burlington: Jones and Bartlett Learning. 11. Llongo I. Tuberculosis Health Belief Gaps of Tuberculosis and Suspected Tuberculosis Cases in New York City. International Journal of Clinical and Health Psychology. 2004; 4(1): 69-90. 12. Clark M, Riben P, Nowgesic E. The association of housing density, isolation and tuberculosis in Canadian First Nations communities. Int J Epidemiol. 2002; 31: 940-945. 13. Hasker E, Khodjikhanov M, Usarova S, Asamidinov U, Yuldashova U, Werf MJ et al. Default from tuberculosis treatment in Tashkent, Uzbekistan; Who are these defaulties and why do they default. BMC Infectious Disease. 2008; 8(97). 13. Mushtaq MU, Majrooh MH, Ahmad W, Rizwan M, Luqman MQ, Aslam MJ, et al. Knowledge, attitude, and practice regarding tuberculosis in two districts of Punjab, Pakistan. Int J Tuberc Lung Dis. 2010; 14(3): 303-310.
Hubungan Kondisi..., Aditya Cakasana Janottama, FK UI, 2014