HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN
Oleh:
ANNISA 060100088
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus AlAzhar Medan, 2009.
HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
ANNISA NIM: 060100088
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus AlAzhar Medan, 2009.
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan
Nama : A N N I S A NIM
: 060100088
Pembimbing
Penguji
(dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK) NIP: 132303378
(dr. Dedi Ardinata, M.Kes) NIP: 132206387
(dr. Zulkifli, M.Si) NIP: 130675296
Medan, 1 Desember 2009 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP: 19450220 198011 1 001
Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus AlAzhar Medan, 2009.
ABSTRAK
Sindroma dispepsia merupakan keluhan gastrointestinal yang sangat umum di semua kalangan masyarakat, khususnya golongan remaja. Sindroma dispepsia menunjukkan adanya kelainan dalam proses cerna, baik organik maupun fungsional, mulai dari tingkat yang ringan sampai berbahaya. Namun pada kenyataannya, sindroma ini sering diabaikan dan dianggap sebagai keluhan biasa oleh masyarakat umum. Sindroma dispepsia memiliki penyebab yang multifaktorial, dimana salah satu diantaranya adalah ketidakteraturan makan yang akan dibuktikan pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola keteraturan makan, angka kejadian dispepsia, dan hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Desain penelitian ini adalah analitik cross-sectional. Responden penelitian adalah 73 orang remaja perempuan berusia 14-17 tahun yang bersekolah di SMA Plus Al-Azhar Medan. Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling, dimana diambil keseluruhan responden yang telah memenuhi syarat dan telah menandatangani persetujuan. Selanjutnya data akan dianalisa dengan program SPSS 17. Peneliti memperoleh data jumlah responden yang pola makannya tidak teratur yaitu 39 orang (53,4%). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan responden yaitu 47 orang (64,4%). Hasil analisa data menunjukkan nilai P sebesar 0,017 dengan interpretasi lebih besar dari nilai α (0,05). Artinya, terdapat hubungan antara keteraturan makan dengan sindroma dispepsia remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya angka kejadian sindroma dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makan remaja perempuan yang tidak teratur. Saran bagi responden dan pihak sekolah adalah untuk berusaha menjaga kedisiplinan dalam mengatur pola makan. Kata kunci: ketidakteraturan makan, dispepsia, remaja perempuan
ii
ABSTRACT
Dyspepsia syndrome is a very common gastrointestinal problem in the society, especially the teenagers. Dyspepsia underlined phatologic changes in digestive process, whether it is structural or functional, ranging from mild to severe pathology. However, in most case this syndrome has always been neglectly treated as a very common and insignificant symptom by the society. Dyspepsia syndrome has multifactorial causes, such one as taking meals irregulary which will be confirmed further in this study. The objectives of this study are to know the regularity of meal consumption, incidence of dyspepsia, and the association between dyspepsia syndrome and the irregular meal consumption on female teenagers in SMA Plus Al-Azhar Medan. The study used cross-sectional analytic method. Respondents of the study are 73 female teenagers age 14-17 years old, currently studying on SMA Plus AlAzhar Medan. The respondents were taken using a total sampling method, where the whole qualified and consented respondents were taken as the subjects. The collected datas will be analyzed using SPSS 17 program. The study showed the pattern of irregular meal consumption for total of 39 respondents (53,4%). Dyspepsia syndrome occurred in 47 respondents (64,4%). The data analyzing result showed the P value 0,017, by interpretation means is larger than α value (0,05). It confirmed that there is an association between irregular meal consumption and dyspepsia syndrome on female teenagers in SMA Plus Al-Azhar Medan. The conclusion made based on the result of this study is, the high incidence of dyspepsia syndrome in SMA Plus Al-Azhar Medan is actually justified by the female teenagers’ irregular meal consumption. The suggestion for the respondents and the school is to try to maintain discipline in establishing regularity of meal consumption. Keywords: irregular meal, dyspepsia, female teenager
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
penelitian
berjudul
“Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan”. Penelitian ini terlaksana berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak terutama pembimbing dan Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) yang telah banyak memberi masukan saran demi kesempurnaan pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih saya tujukan kepada Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan FK USU. Kepada dr. Dina Keumala Sari, M. Gizi, Sp.GK sebagai pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan arahan dalam melaksanakan langkah-langkah penyusunan usulan penelitian. Terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak SMA Plus Al-Azhar Medan, Drs. Sariman Al-Faruq selaku kepala sekolah, dan Drs. Binawan Setia S.T. yang telah memberikan izin menggunakan lokasi penelitian dan senantiasa mendukung peneliti di lapangan dalam pengumpulan data. Terima kasih kepada seluruh adikadik responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan teman-teman yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil hingga penelitian ini terselesaikan. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Nopember 2009
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan…..………..…………………………………………. Abstrak……………………………………………………………………. Abstract…………………………………………………………………… Kata Pengantar…………………………………………………………… Daftar Isi………………………………………………………………….. Daftar Tabel………………………………………………………………. Daftar Gambar…………………………………………………………… Daftar Lampiran…………………………………………………………
i ii iii iv v vii viii ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……………………………………………….. 1 1.2. Rumusan Masalah……………………………………………. 2 1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 2 1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………… 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia……………………………………………………… 2.1.1. Sekresi Asam Lambung..………………………………… 2.1.2. Defenisi Dispepsia……………………………………….. 2.1.3. Etiologi Dispepsia………………………………………... 2.1.4. Diagnosa Dispepsia………………………………………. 2.2. Pola Makan……………………………………………………. 2.2.1. Pola Makan Sehat………………………………………… 2.2.2. Pola Makan Remaja……………………………………… 2.3. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Dispepsia………..
4 4 7 7 10 10 10 11 12
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………. 3.2. Definisi Operasional…………………………………………. 3.3. Hipotesis……………………………………………………….
15 15 16
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian………………………………………... 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………….... 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………….... 4.4. Teknik Pengumpulan Data……..…………………………….. 4.4.1. Uji Validitas dan Realibilitas…………………………… 4.5. Pengolahan dan Analisis Data..………………………………
17 17 17 18 18 18
v
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian……….……………………………………... 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………….
v
20 20
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden…………………….. 5.1.2.1. Kelas………………………………………………. 5.1.2.2. Umur………………………………………………. 5.1.3. Gambaran Ketidakteraturan Makan……………………. 5.1.3.1. Frekuensi Makan………………………………….. 5.1.3.2. Pola Makan……………………………………….. 5.1.3.2.1. Makan Pagi…………………………………… 5.1.3.2.2. Makan Siang………………………………….. 5.1.3.2.3. Makan Malam………………………………… 5.1.3.2.4. Makanan Tambahan………………………….. 5.1.3.3. Jeda Waktu Makan………………………………… 5.1.3.4. Tindakan Diet……………………………………… 5.1.4. Kejadian Sindroma Dispepsia………………………….. 5.1.4.1. Angka Kejadian Sindroma Dispepsia……………... 5.1.4.2. Gambaran Keluhan Sindroma Dispepsia….………. 5.1.5. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia……………………………………………….. 5.2. Pembahasan……………….……………………………….... 5.2.1. Ketidakteraturan Makan……………………………….. 5.2.2. Kejadian Sindroma Dispepsia…………………………. 5.2.3. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia……………………………………………….
21 21 21 21 22 23 23 24 24 25 25 26 26 26 27 28 29 29 30 31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan…..……….……………………………………... 6.2. Saran………………………………………………………….
34 34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
35
LAMPIRAN…………………………………………………………………
38
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Penyebab Dispepsia………………………………………………..
8
2.2.
Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi…………………..
8
4.1.
Tabulasi Hasil Uji Validitas dan Reabilitas……………………….
18
5.1.
Distribusi Responden Berdasarkan Kelas di SMA Plus Al-Azhar Medan………………………………………………………………
21
Distribusi Sampel Responden Berdasarkan Usia di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………
21
Distribusi Ketidakteraturan Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………
22
Distribusi Pola Makan Responden Secara Keseluruhan di SMA Plus Al-Azhar Medan………………………………………………
22
Distribusi Frekuensi Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………………….
23
Distribusi Pola Makan Pagi Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………………...
23
Distribusi Pola Makan Siang Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………………...
24
Distribusi Pola Makan Malam Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan…..………………………………………………………….
24
Distribusi Pola Konsumsi Makanan Tambahan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………..
25
5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8. 5.9.
5.10. Distribusi Jeda Waktu Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan……………………………………………………………..
26
5.11. Distribusi Tindakan Diet Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan
26
5.12. Distribusi Kejadian Sindroma Dispepsia Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan tahun 2009……………………………………….
26
5.13. Distribusi Jumlah Keluhan Sindroma Dispepsia Pada Keseluruhan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan…………………………
27
5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan………..……………………………………..
27
5.15. Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia dan Ketidakteraturan Makan…………………………………………….
28
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Sekresi Asam Lambung………………………………………….
5
2.2.
Pertahanan Mukosa Lambung…………………………………...
5
2.3.
Mekanisme Pembentukan Ulkus ………………………………..
9
viii
DAFTAR LAMPIRAN Daftar Riwayat Hidup Kuesioner Penelitian Lembar Pertetujuan (Informed Consent) Penelitian Surat Izin Penelitian Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Data Induk Output SPSS Distribusi Frekuensi Output SPSS Hasil Analisa Chi-Square Output SPSS Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah keluhan umum yang disampaikan oleh individu-individu dalam suatu populasi umum yang mencari pertolongan medis. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Belum didapatkan data epidemiologi di Indonesia (Djojoningrat, 2001). Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Jones dkk, 1989), dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang lebih muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja usia 14-17 tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja laki-laki, yaitu 27% dan 16% (Reshetnikov, 2001). Penyebab timbulnya dispepsia diantaranya adalah faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi, dan infeksi Helicobacter pylori (Djojoningrat, 2001). Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia (Reshetnikov, 2007). Pola makan yang tidak teratur umunya menjadi masalah yang sering timbul pada remaja perempuan. Aktivitas yang tinggi baik kegiatan disekolah maupun di luar sekolah menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2006). Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan 15%
2
remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000). Penelitian dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang terletak di jalan Pintu Air IV, Kwala Bekala, Padang Bulan Medan. Alasan penentuan lokasi penelitian antara lain adalah untuk menjaga homogenitas dari sampel. SMA Plus Al-Azhar merupakan SMA yang menggunakan fasilitas asrama, sehingga hal ini dapat menyingkirkan faktor-faktor lain yang secara umum dapat mempengaruhi kejadian sindroma dispepsia seperti aktivitas, konsumsi alkohol, dan rokok. Selain itu, belum ada penelitian serupa yang pernah dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan terjadinya sindroma dispepsia remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mencari hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Diketahuinya ketidakteraturan makan remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan 2. Diketahuinya
angka
kejadian
sindroma
perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan
dispepsia
remaja
3
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bidang penelitian: Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang sindroma dispepsia. 2.
Bidang pendidikan: Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis dan
sistematis
serta
mampu
menyelenggarakan
suatu
penelitian
berdasarkan metode yang baik dan benar. 3.
Bidang pelayanan masyarakat: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang ketidakteraturan makan dan sindroma dispepsia pada remaja perempuan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dispepsia Dispepsia umumnya terjadi akibat adanya masalah pada bagian lambung dan duodenum. Penyakit yang memiliki sindroma seperti dispepsia seperti gastroesophageal reflux disease dan irritable bowel syndrome yang melibatkan esofagus dan bagian saluran cerna lainnya tidak dimasukkan ke dalam bagian dispepsia (Djojoningrat, 2001).
2.1.1. Sekresi Asam Lambung Lambung melaksanakan 3 fungsi utama. Fungsi utama lambung yang paling penting adalah menyimpan makanan yang telah dicerna hingga makanan tersebut dapat dikosongkan kedalam usus halus pada kecepatan normal untuk proses cerna dan absorpsi. Lambung akan mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim untuk memulai pencernaan protein. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran antara makanan yang dicerna dan cairan lambung untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus. Seluruh isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dikosongkan ke duodenum (Sheerwood, 2007). Sel-sel lambung mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung setiap hari. Cairan lambung ini mengandung bermacam-macam zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen (Gambar 2.1.). HCl yang disekresikan oleh kelenjar di korpus lambung membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang aliran empedu dan cairan pankreas. Asam ini cukup pekat untuk dapat menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal muksa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung juga mengandung mukus (Ganong, 2003).
5
Gambar 2.1. Sekresi Asam Lambung Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000 Lambung memiliki mekanisme protektif sendiri, diantaranya adalah mukus yang melapisi permukaan mukosa lambung (Gambar 2.2). Mukus ini berperan sebagai pelindung dari berbagai macam kerusakan potensial pada mukosa lambung dengan sifat lubrikasinya untuk mencegah kerusakan mekanis. Mukus juga membantu melindungi mukosa lambung agar tidak mencerna dirinya sendiri dengan menginhibisi pepsin saat bersentuhan dengan lapisannya. Sebagai substansi alkali, mukus juga membantu mekanisme perlindungan mukosa dari kerusakan
akibat
asam dengan
menetralisir
HCl di
sekitarnya
tanpa
mempengaruhi HCl pada lumen (Sheerwood, 2007). Motilitas dan sekresi lambung diatur oleh mekanisme persarafan dan humoral. Komponen saraf adalah otonom lokal yang melibatkan neuron-neuron kolinergik dan ilmpuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Pengaturan fisiologik sekresi lambung biasanya dibahas berdasarkan pengaruh otak (sefalik), lambung, dan usus (Ganong, 2003).
Gambar 2.2. Pertahanan Mukosa Lambung Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000
6
Pengaruh sefalik adalah respon yang diperantarai oleh nervus vagus dan diinduksi oleh aktivitas di SSP. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Serat-serat eferen untuk refleks ini adalah nervus vagus. Pada manusia, melihat, mencium, dan memikirkan makanan akan meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ini disebabkan oleh refleks bersyarat saluran cerna yang telah berkembang sejak awal masa kehidupan. Rangsang hipotalamus anterior dan bagian-bagian korteks frontalis orbital disekitarnya meningkatkan aktivitas eferen vagus dan sekresi lambung. Pengaruh otak menentukan sepertiga sampai separuh dari asam yang disekresikan sebagai respon terhadap makanan normal (Ganong, 2003). Pengaruh lambung terutama adalah respon-respon refleks lokal dan respon terhadap gastrin. Adanya makanan dalam lambung mempercepat peningkatan sekresi lambung yang disebabkan oleh penglihatan, bau makanan, dan adanya makanan di mulut. Reseptor di dinding lambung dan mukosa berespon terhadap peregangan dan rangsang kimia, terutama asam-asam amino dan produk pencernaan terkait lain. Produk-produk pencernaan protein juga menyebabkan peningkatan sekresi gastrin, dan hal ini meningkatkan aliran asam (Ganong, 2003). Pengaruh usus adalah efek umpan balik hormonal dan refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari mukosa usus halus. Walaupun di mukosa usus halus dan lambung terdapat sel-sel yang berisi gastrin, pemberian asam amino langsung ke dalam duodenum tidak akan meningkatkan kadar gastrin dalam darah. Sekresi asam lambung meningkat bisa sebagian besar usus halus diangkat, sehingga sumber hormon-hormon yang menghambat sekresi asam menghilang (Ganong, 2003). Sekresi lambung akan menurun secara bertahap ketika makanan mulai masuk dari lambung menuju usus halus. Mekanisme penurunan sekresi lambung ada 3 jenis. Saat makanan mulai dikosongkan ke duodenum secara bertahap, stimulus utama yang merangsang sekresi lambung, yaitu protein, telah ditarik. Setelah makanan meninggalkan lambung, cairan lambung akan terus terakumulasi hingga pH lambung akan menurun sangat rendah dan akhirnya akan merangsang
7
somatostatin sebagai pemberi respon balik negatif untuk menghambat sekresi lambung. Penurunan motilitas lambung juga akan menurunkan sekresi asam lambung (Sheerwood, 2007).
2.1.2. Defenisi dispepsia Dispepsia adalah sebuah turunan kata bahasa Yunani yang artinya indigestion atau kesulitan dalam mencerna. Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman, atau distensi (Davidson, 1975). Prevalensi dispepsia bervariasi antara 3% hingga 40%. Variasi dalam angka prevalensi ini berkaitan dengan perbedaan dalam defenisi dispepsia pada penelitian-penelitian tersebut (Yasser, 2004). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, dan sendawa. Keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu (Djojoningrat, 2001). Dispepsia dapat muncul meskipun tidak ada perubahan struktural pada saluran cerna, yang biasanya dikenal sebagai ‘fungsional’ dan gejalanya dapat berasal dari psikologis ataupun akibat intoleransi terhadap makanan tertentu. Di sisi lain, dispepsia dapat merupakan gejala dari gangguan organik pada saluran cerna, dan dapat juga disebabkan oleh gangguan di sekitar dari saluran cerna, misalnya pankres, kandung empedu, dan sebagainya (Davidson, 1975).
2.1.3. Etiologi dispepsia Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional. Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2001).
8
Tabel 2.1. Penyebab Dispepsia Dalam lumen saluran cerna Pankreas - Tukak peptik - Pankreatritis - Gastritis - Keganasan - Keganasan Keadaan sistemik Gastroparesis - Diabetes melitus Obat-obatan - Penyakit tiroid - Anti inflamasi non steroid - Gagal ginjal - Teofilin - Kehamilan - Digitalis - Penyakit jantung - Antibiotik iskemik Hepato-bilier Gangguan fungsional - Hepatitis - Dispepsia fungsional - Kolesistitis - Sindrom kolon iritatif - Kolelitiasis - Keganasan - Disfungsi sphincter Odli Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , 2001 Berdasarkan hasil pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi pada 591 kasus dispepsia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, ditemukan adanya lesi pada esophagus, gastritis, gaster, duodeni, dan lain-lain. Sebagian besar ditemukan kasus dispepsia dengan hasil esofagogastroduodenoskopi yang normal (Djojoningrat, 2001). Tabel 2.2. Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi pada 591 Kasus Dispepsia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Lesi Jumlah Kasus % Normal 168 28,43 Esofagitis 35 5,91 Gastritis 295 49,91 Ulkus gaster 13 2,20 Ulkus duodeni 21 3,55 Turnor esofagus 1 0,16 Turnor gaster 6 1,01 Lain-lain 52 8,83 Keterangan: Data Subbagian Gastroenterologi RSCM tahun 1994 Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2001
9
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Berdasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan (Djojoningrat, 2001). Gastritis akut dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut erosif yang sering disebut gastritis akut stress. Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat yang sering dihubungkan dengan gastritis erosive adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (NSAID) (Hirlan, 2001). Ulkus peptikum ialah suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserativa saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal duodenum dan lambung, yang mempunyai patogenesis yang sama-sama melibatkan asam-pepsin (Gambar 2.3.). Bentuk utama ulkus peptikum adalah ulkus duodeni dan ulkus lambung. Ulkus peptikum terjadi bila efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa lambung atau mukosa duodenum (McGuigan, 1995). Dispepsia dengan temuan penyebab organik ataupun adanya kelainan sistemik yang jelas akan berdampak pada pengobatan yang defenitif perdasarkan parogenesis yang ada. Dalam kenyataan sehari-hari didapatkan keluhan dispepsia yang tidak ada kelainan sistemik yang mendasarinya, pemeriksaan radiologi dalam batas normal dan pada pemeriksaan endoskopi tidak dijumpai lesi mukosa. Hal inilah yang melahirkan istilah dispepsia non-ulkus atau dispepsia fungsional.
Gambar 2.3. Mekanisme Pembentukan Ulkus Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000
10
2.1.4. Diagnosa dispepsia Berdasarkan kriteria diagnosa Roma III, sindroma dispepsia didiagnosa dengan gejala rasa penuh yang mengganggu, cepat kenyang, rasa tidak enak atau nyeri epigastrium, dan rasa terbakar pada epigastrium. Pada kriteria tersebut juga dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan adanya satu atau lebih dari gejala dispepsia yang diperkirakan berasal dari daerah gastroduodenal (Chang, 2006). Kriteria dispepsia memiliki utilitas terbatas dan dibagi atas 2 kelompok berdasarkan bukti yang tersedia, yaitu kelompok yang berhubungan dengan makanan, dan kelompok yang berhubungan dengan nyeri. Pada klinis, pengelompokan ini tidak dipergunakan, dan kriteria dispepsia tetap diaplikasikan. Mual dan muntah juga memiliki kriteria sendiri dalam kelompok lain yang berbedadiluar dari dispepsia (Chang, 2006). Untuk menegakkan diagnosa, diperlukan data dan pemeriksaan penunjang untuk melihat adanya kelainan organik/struktural, ataupun mengesklusinya untuk menegakkan diagnosa dispepsia fungsional. Adanya keluhan tambahan yang mengancam seperti penurunan berat badan, anemia, kesulitan menelan, perdarahan, dan lain-lainnya, mengindikasikan agar dilakukan eksplorasi diagnostik secepatnya. Selain radiologi, pemeriksaan yang bisa dilakukan diantaranya
adalah
laboratorium,
endoskopi,
manometri
esofago-gastro-
duodenum, dan waktu pengosongan lambung (Djojoningrat, 2001).
2.2. Pola Makan 2.2.1. Pola makan sehat Ada dua hal yang terkandung dalam pola makan yang sehat, yaitu makanan yang sehat dan pola makannya. Makanan yang sehat yaitu makanan yang di dalamnya terkandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Hardani, 2002). Zat-zat yang dibutuhkan untuk tubuh, khususnya untuk remaja telah dibahas pada tinjauan sebelumnya. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang dari direktorat gizi masyarakat RI, terdapat 13 pesan dasar, yaitu: 1.
Makanlah aneka ragam makanan
11
2.
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
3.
Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
4.
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi
5.
Gunakan gara beryodium
6.
Makanlah makanan sumber zat besi
7.
Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan
8.
Biasakan makan pagi
9.
Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur 11. Hindari minum minuman beralkohol 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas
Sedangkan pada masyarakat Jepang, ada beberapa anjuran kesehatan oleh departemen kesehatan Jepang yang tidak jauh berbeda dengan yang telah dikemukakan diatas. Hal yang penting diantaranya adalah memakan makanan tiga kali sehari dengan porsi yang seimbang, makan jangan berlebihan, jangan lupa makan pagi, dan setelah makan jangan langsung tidur (Hardani, 2002).
2.2.2. Pola makan remaja Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi, dan terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi status gizi (Sayogo, 2006). Pada remaja awal, konsep diri remaja ditandai dengan adanya peningkatan kesadaran diri secara eksponen dalam tanggapannya terhadap transformasi somatis pubertas. Kesadaran pada usia ini cenderung untuk berpusat pada karakteristik luar yang berbeda dengan introspeksi pada remaja akhir. Normal pada remaja awal untuk memperhatikan dengan teliti penampilannya dan
12
merasakan bahwa orang lain sedang memandangi mereka juga. Gangguan citra tingkat ringan pada usia ini bersifat universal. Gangguan citra tubuh yang serius seperti anoreksia nervosa, juga cenderung muncul pada usia ini (Nelson, 2000). Saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dan lebih banyak. Sesudah masa growth spurt biasanya mereka akan lebih memperthatikan penampilan dirinya, terutama remaja putri. Mereka sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). Pengembangan sebuah gambaran tentang fisik pribadi yang menyangkut bentuk tubuh dewasa adalah suatu gabungan antara kerja intelektual dan emosional yang berkaitan dengan isu nutrisi. Remaja umumnya merasa tidak nyaman dengan perubahan yang pesat pada bentuk tubuh mereka. Pada waktu yang
bersamaan,
mereka
sangat
dipengaruhi oleh dunia luar,
seperti
kesempurnaan yang dimiliki teman sebaya ataupun idola mereka. Remaja bisa menginginkan suatu bagian tubuh lebih kecil ataupun lebih besar, ingin tumbuh lebih cepat ataupun lebih lambat. Perasaan-perasaan seperti ini dapat mengarahkan mereka kepada percobaan untuk mengubah bentuk tubuh dengan memanipulasi pola makan mereka (Robert, 2000).
2.3. Hubungan keteraturan makan terhadap dispepsia Salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2001). Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman, 1984). Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh Reshetnikov kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia. Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan pengaruhnya terhadap gejala gastrointestinal pada pria dan wanita (Reshetnikov, 2007).
13
Mendukung hasil penelitian diatas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ervianti pada 48 orang subyek tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah keteraturan makan (Ervianti, 2008). Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi. Tindakan remaja ini mencakup manipulasi jadwal makan dan menyebabkan terjadi jeda waktu yang panjang antara jadwal makan (Sayogo, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 449 siswa usia 14-17 tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja lakilaki, yaitu 27% dan 16% (Reshetnikov, 2001). Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000). Penyebab timbulnya dispepsia diantaranya adalah faktor diet dan lingkungan, serta sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2001). Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan (Redaksi, 2009). Selain faktor asam, efek proteolitik pepsin sesuai dengan sifat korosif asam lambung
yang disekresikan merupakan komponen
integral yang
menyebabkan cedera jaringan. Kebanyakan agen yang merangsang sekresi asam lambung juga meningkatkan sekresi pepsinogen. Walaupun sekresi asam lambung dihambat, sekretin tetap merangsang sekresi pepsinogen (Harrison, 2000). Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari (Redaksi, 2009). Penghasilan asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Pada manusia, melihat dan
14
memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong, 2003). Selain pengaruh sefalik, sekresi asam lambung interdigestif atau basal dapat dipertimbangkan untuk menjadi tahapan sekresi. Tahap ini tidak berhubungan dengan makan, mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira pukul 7 pagi (Harrison, 2000). Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui akan mengiritasi mukosa lambung, dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa (McGuigan, 1995). Karena itu, tindakan remaja melaparkan diri salah satunya dapat mencetuskan sekresi asam lambung, dimana bila dilakukan berulang-ulang akan dapat mengiritasi mukosa lambung sendiri. Hal-hal demikian dapat menyebabkan terjadinya rasa tidak nyaman yang berakhir pada sindroma dispepsia.
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel Independen
Variabel Dependen
3.2. Definisi Operasional Subyek penelitian: Subyek penelitian adalah remaja perempuan yang aktif secara akademik di SMA plus Al-Azhar Medan. Ketidakteraturan makan: Hitungan pola konsumsi makanan per hari yang diukur berdasarkan frekuensi dan penilaian cara konsumsi dengan menggunakan angket. Penilaian terhadap variabel ketidakteraturan makan yaitu dengan melakukan skoring. Skor terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 28. Apabila responden menjawab: (a) Skornya adalah 4 (b) Skornya adalah 3 (c) Skornya adalah 2 (d) Skornya adalah 1 Dari skor tersebut terbagi dalam tiga kategori -
Skor 22-28
: Baik
-
Skor 15-21
: Sedang
-
Skor 7-14
: Buruk
16
Penilaian ketidakteraturan makan: -
Teratur
: kategori baik
-
Tidak teratur
: kategori sedang dan buruk
Sindroma dispepsia: sindroma dispepsia merupakan kumpulan yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan sendawa. Pengukuran dilakukan dengan metode angket sesuai keluhan spesifik yang terpapar pada kriteria diagnosa dispepsia fungsional berdasarkan Rome Criteria III. Penilaian sindroma dispepsia positif adalah: Terdapatnya jawaban (Ya) pada 1 atau lebih dari pertanyaan 1-4 ataupun 2 atau lebih dari seluruh pertanyaan.
3.3. Hipotesis Ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Al-Azhar Medan.
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang terletak di jalan Pintu Air IV, Kwala Bekala, Padang Bulan Medan. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus tahun 2009, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data sampai bulan November tahun 2009.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Populasi penelitian adalah semua remaja perempuan yang bersekolah di SMA plus Al-Azhar Medan. 4.3.2. Sampel Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian yang diambil dengan metode total sampling, dan secara tertulis telah menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian dan telah menandatangani lembar persetujuan. Kriteria inklusi : 1. Remaja perempuan yang masih bersekolah di SMA Plus Al-Azhar 2. Berusia antara 14-17 tahun 3. Telah menandatangani lembar persetujuan.
18
Besar sampel ditentukan dengan metode total sampling, dimana terdapat jumlah populasi kurang dari 100 orang, sehingga seluruh populasi dijadikan sampel (Notoatmodjo, 2005).
4.4. Teknik Pengumpulan Data Data ketidakteraturan makan: diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket yang dibagikan kepada sampel penelitian, seperti yang tertera pada lampiran. Data sindroma dispepsia: diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket yang dibagikan kepada sampel penelitian, sepertinya yang tertera pada lampiran. Telah dilakukan uji validitas dan reabilitas terhadap instrumentasi penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1. Tabulasi Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel
Nomor pertanyaan
Ketidakteraturan Makan
1 2 3 4 5 6 7
Total Pearson Correlation 0,574 0,739 0,525 0,707 0,393 0,559 0,421
Status
Alpha
Status
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0,685
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
4.5. Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini akan SPSS sebagai database dan program analisis data. Setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data penelitian yang diperoleh, hasil pengamatan akan disusun dalam tabel 2 x 2. Kemudian
19
berdasarkan data akan dicari rasio prevalens untuk mengetahui pengaruh faktor resiko terhadap efek, dan dilakukan uji hipotesis.
YA
YA A
TIDAK
C
EFEK TIDAK B
JUMLAH A+B
FAKTOR RISIKO D
C+D
Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil pengamatan pada studi cross sectional.
Rumus rasio prevalens: RP = A / (A + B) : C / (C + D) Interpretasi hasil: 1. Bila rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga merupakan faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya untuk terjadinya efek, dengan kata lain bersifat netral. 2. Bila rasio prevalens > 1 berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu.
Penentuan uji hipotesis berdasarkan rancangan penelitian: Langkah Menentukan variabel yang dihubungkan
Jawaban Variabel yang dihubungkan adalah ketidak teraturan makan (kategorik) dengan sindroma dispepsia (kategorik) Komparatif Kategorik
Menentukan jenis hipotesis Menentukan masalah skala variabel Menentukan pasangan/tidak Tidak berpasangan berpasangan Menentukan jenis table B x K 2x2 Kesimpulan: Jenis tabel pada soal ini adalah 2 x 2. Uji yang digunakan adalah uji Chi-Square bila memenuhi syarat. Bila tidak memenuhi syarat uji Chi-Square digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher.
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Perguruan Al-Azhar didirikan tanggal 16 Juli 1993 yang ditandai dengan pembukaan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Al-Azhar Medan berstatus swasta yang didirikan pada tahun 1984 terletak di jalan Pintu Air No.214 Medan. Nomor Data Sekolah (NDS)
: GI7061007
Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 104076008073 Jarak ke Pusat Kecamatan
: ± 3 Km
Jarak ke Pusat Kota
: ± 7 Km
Nama Kepala Sekolah
: Drs. Sariman Al-Faruq
SMA Plus Al-Azhar Medan memiliki berbagai fasilitas yang terdiri dari: -
9
buah
ruangan belajar (XA, XB, XIA, XIB, XIIA, XIIB, XAksel, XIIAkselA, XIIAkselB) -
5
buah
laboratorium (Fisika, Biologi, Kimia, Komputer, Bahasa) -
Perpusta kaan
-
Aula dan Sanggar Kesenian
-
Masjid
-
Ruang Audio Visual
-
6 buah lapangan (Sepak Bola, Basket, Badminton, Voli, Takraw, Upacara)
-
Area Parkir
-
Kantin
-
Asrama Siswa
22
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden 5.1.2.1. Kelas Responden penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I, II, III, dan akselerasi III yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan.
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas di SMA Plus Al-Azhar Medan Kelas X XI XII XIIAksel Total
Jumlah (orang) 15 21 26 11 73
Persentase (%) 20.5 28.8 35.6 15.1 100
Dari tabel 5.1 diatas terlihat bahwa jumlah responden tertinggi berasal dari kelas XII dengan jumlah 26 orang (35,6%), dan yang paling sedikit adalah kelas XIIAksel dengan jumlah 11 orang (15,1%).
5.1.2.2. Umur Responden penelitian berumur antara 14 sampai 17 tahun dengan presentase umur tertinggi adalah 16 tahun sebanyak 34,2%, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Responden Berdasarkan Usia di SMA Plus Al-Azhar Medan Umur (tahun) 14 15 16 17 Total
Jumlah (orang) 12 19 25 17 73
Persentase (%) 16.4 26.0 34.2 23.3 100
5.1.3. Gambaran Pola Makan Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 73 responden yang dikumpulkan dengan kuesioner penilaian keteraturan makan, maka diperoleh gambaran keteraturan makan sebagai berikut:
23
Tabel 5.3. Distribusi Ketidakteraturan Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Tidak teratur Teratur Total
Jumlah (orang) 39 34 73
Persentase (%) 53.4 46.6 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa distribusi remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang pola makannya tidak teratur lebih tinggi daripada yang teratur, dengan jumlah 39 orang (53,4%).
Tabel 5.4. Distribusi Pola Makan Responden Secara Keseluruhan di SMA Plus Al-Azhar Medan Baik Sedang Buruk Total
Jumlah (orang) 34 39 0 73
Persentase (%) 46.6 53.4 0 73
Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa remaja perempuan yang memiliki pola makan baik (46,6%), lebih rendah daripada remaja perempuan dengan pola makan rendah dan buruk. Remaja perempuan dengan pola makan yang buruk tidak ada sama sekali (0%). Ketidakteraturan makan dan penilaian pola makan secara kategorik dinilai berdasarkan frekuensi makan, pola makan, jeda waktu makan, dan tindakan diet.
5.1.3.1. Frekuensi Makan Penilaian frekuensi makan didapatkan dengan kuesioner dengan pertanyaan tentang frekuensi makan responden sehari-harinya. Dari kuesioner tersebut didapatkan data sebagai berikut:
24
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Frekuensi Makan (kali/hari) 3 2 1 Kalau lapar Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
48 6 0 19 73
65.8 8.2 0 26.0 100
Dari tabel 5.5 terlihat bahwa persentase frekuensi makan responden paling tinggi adalah 3 kali perhari dengan jumlah 48 orang (65,8%). Persentase frekuensi makan responden paling rendah adalah 2 kali perhari dengan jumlah 6 orang (8,2%). Tidak ada responden yang makan 1 kali perhari (0%).
5.1.3.2. Pola Makan Pola makan responden sehari-hari dinilai dari bagaimana responden makan pagi, makan siang, makan malam, dan mengkonsumsi makanan tambahan sehariharinya.
5.1.3.2.1. Makan Pagi Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan pagi masing-masing responden setiap harinya.
Tabel 5.6. Distribusi Pola Makan Pagi Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total
Jumlah (orang) 41 10 22 0 73
Persentase (%) 56.2 13.7 30.1 0 100
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pola makan pagi rutin setiap hari adalah pola makan pagi yang paling tinggi dengan jumlah orang 41 (56,2%), sementara yang paling rendah berjumlah 10 orang (13,7%) dimana responden
25
hanya makan pagi bila pergi ke sekolah. Tidak ada responden yang rutin tidak pernah makan pagi setiap harinya (0%).
5.1.3.2.2. Makan Siang Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan siang masing-masing responden setiap harinya.
Tabel 5.7. Distribusi Pola Makan Siang Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total
Jumlah (orang) 40 6 27 0 73
Persentase (%) 54.8 8.2 37.0 0 100
Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pola makan siang rutin setiap hari adalah pola makan siang yang paling tinggi dengan jumlah orang 40 (54,8%), sementara yang paling rendah berjumlah 6 orang (8,2%) dimana responden hanya makan siang bila pergi ke sekolah. Tidak ada responden yang rutin tidak pernah makan siang setiap harinya (0%).
5.1.3.2.3. Makan Malam Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan malam masing-masing responden setiap harinya.
Tabel 5.8. Distribusi Pola Makan Malam Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total
Jumlah (orang) 27 0 44 2 73
Persentase (%) 37.0 0 60.3 2.7 100
26
Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pola makan malam tertinggi adalah pola makan dimana responden hanya makan malam bila ia lapar, dengan jumlah orang 44 (60,3%), sementara yang paling rendah berjumlah 2 orang (2,7%) dimana responden tidak pernah makan malam sama sekali. Tidak ada responden yang makan malamnya dipengaruhi apakah ia ke sekolah atau tidak (0%).
5.1.3.2.4. Makanan Tambahan Dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana pola konsumsi makanan tambahan seperti susu atau camilan lain pada responden sehari-harinya.
Tabel 5.9. Distribusi Pola Konsumsi Makanan Tambahan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Konsumsi makanan Tambahan Rutin setiap hari Kadang-kadang Hanya bila ada kegiatan Tidak pernah Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
13 56 3 1 73
17.8 76.7 4.1 1.4 100
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa pola konsumsi makanan tambahan tertinggi adalah 76,7%, dimana responden hanya kadang-kadang mengkonsumsi makan tambahan tersebut. Hasil terendah adalah 1,4% dengan jumlah 1 orang responden, dimana responden tersebut tidak pernah mengkonsumsi makanan tambahan sama sekali.
5.1.3.3. Jeda Waktu Makan Dari penelitian ini dapat diketahui berapa lama jeda waktu makan antara jadwal makan satu dengan lainnya yang biasa dilakukan responden sehari-hari. Didapatkan persentase jeda waktu makan yang paling tinggi adalah 6-7 jam (64.4%). Hasil terendah adalah >10 jam dengan 2 orang responden (2.7%) seperti yang tertera pada tabel berikut:
27
Tabel 5.10. Distribusi Jeda Waktu Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Jeda waktu makan (jam) 4-5 6-7 8-9 >10 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
20 47 4 2 73
27.4 64.4 5.5 2.7 100
5.1.3.4. Tindakan Diet Data menunjukkan bahwa 22 responden (30,1%) dengan sengaja kadang-kadang menghindari makan untuk berdiet. Angka tertinggi perilaku diet yang ditunjukkan adalah 65,8%, dimana 48 orang responden tidak ada kesengajaan untuk melakukan tindakan diet seperti yang ditunjukkan tabel berikut:
Tabel 5.11. Distribusi Tindakan Diet Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Tindakan Diet Tidak diet Diet program kesehatan Menghindari makan Diet ketat Total
Jumlah (orang) 48 3 22 0 73
Persentase (%) 65.8 4.1 30.1 0 100
5.1.4. Kejadian Sindroma Dispepsia 5.1.4.1. Angka Kejadian Sindroma Dispepsia Dari hasil penentuan diagnosa awal dispepsia dengan menggunakan Rome Criteria III, didapatkan angka kejadian dispepsia sebagai berikut:
Tabel 5.12. Distribusi Kejadian Sindroma Dispepsia Responden di SMA Plus AlAzhar Medan tahun 2009 Dispepsia Tidak dispepsia Total
Jumlah (orang) 47 26 73
Persentase (%) 64.4 35.6 100
28
Dari tabel 5.12 terlihat bahwa dari keseluruhan responden di SMA Plus Al-Azhar Medan, lebih banyak yang memiliki keluhan dan memenuhi kriteria dispepsia daripada yang tidak dispepsia. Responden dengan keluhan dispepsia berjumlah 47 orang (64,4%), dan yang tidak dispepsia 26 orang (35,6%).
Tabel 5.13. Distribusi Jumlah Keluhan Sindroma Dispepsia Pada Keseluruhan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Jumlah keluhan 0 1 2 3 4 5 6 7 Total
Jumlah (orang) 25 5 15 13 7 6 2 0 73
Persentase (%) 34.2 6.8 20.5 17.8 9.6 8.2 2.7 0 100
5.1.4.2. Gambaran Keluhan Sindroma Dispepsia Tabel 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan Keluhan Nyeri epigastrium Rasa terbakar di dada Kembung Porsi makan menurun Mual Muntah Sendawa
Jumlah (orang) 38 9 24 34 15 5 20
Persentase (%) 52.1 12.3 32.9 46.6 20.5 6.8 27.4
Dari tabel 5.14 dapat dilihat bahwa keluhan yang paling banyak diderita oleh responden adalah nyeri epigastrium, yaitu 38 orang (52,1%). Keluhan yang paling sedikit adalah keluhan muntah, yaitu 5 orang (6,8%).
29
5.1.5. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Tabel 5.15. Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia dan Ketidakteraturan Makan
Keteraturan
Tidak teratur
teratur
Total
Count Expected count Count Expected Count Count Expected count
Dispepsia Positif Negatif 30 9
Total 39
25.1
13.9
39.0
17
17
34
21.9
12.1
34.0
47
26
73
47.0
26.0
73.0
Tabel 5.15 menggambarkan deskripsi masing-masing sel untuk nilai observed dan expected. Nilai observed untuk sel a, b, c, d, masing-masing 30, 9, 17, 17 sedangkan nilai expectednya masing-masing 25.1, 13.9, 21.9, dan 12.1. Setelah dimasukkan kedalam rumus perhitungan rasio prevalens, didapatkan hasil sebesar 1.53. Nilai perhitungan lebih besar dari satu, yang interpretasinya menyatakan bahwa variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu. Artinya, ketidakteraturan makan merupakan faktor risiko timbulnya kejadian sindroma dispepsia. Uji hipotesa penelitian ini menggunakan metode Chi-Square. Tabel 2 x 2 ini layak diuji dengan Chi-Square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima. Pada hasil uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy-nya adalah 0,017. Confidence interval yang digunakan adalah 95%. Karena faktor peluang kurang dari 5%, maka hasil tersebut bermakna. Artinya Ho ditolak, terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia.
30
5.2. Pembahasan 5.2.1. Ketidakteraturan Makan Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang gambaran pola makan di SMA Plus Al-Azhar Medan, ternyata diperoleh bahwa sebagian responden memiliki pola makan yang tidak teratur yaitu 53,4%. Responden yang memiliki pola makan teratur hanya 46,6% (tabel 5.3). Ketidakteraturan makan diantaranya dinilai berdasarkan frekuensi makan sehari-hari, dimana responden sebagian besar menjawab mereka makan dengan rutin sebanyak 3 kali sehari (tabel 5.5). Namun untuk keteraturan makan pagi, siang, dan malam, kebanyakan responden mengatakan bahwa mereka hanya makan apabila lapar, khususnya makan malam (60,3%). Selain itu, jeda waktu makan responden bervariasi (tabel 5.10), umumnya 6-7 jam (64,4%), bahkan ada yang diatas 10 jam (2,7%). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi frekuensi makan responden sebagian besar menjawab rutin 3 kali sehari, namun dari segi keteraturan, responden tetap tidak menunjukkan pola yang sesuai. Penyebab dari ketidakteraturan makan umumnya multifaktorial. Salah satu penyebab yang paling sering adalah perubahan pola makan pada remaja putri. Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). Berdasarkan data penelitian (tabel 5.11), didapatkan hasil bahwa 30,1% responden menghindari makan untuk berdiet, dan hanya sekitar 4,1% yang melakukan diet dengan panduan kesehatan. Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian lain yaitu pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, dengan presentase sebesar 44% remaja perempuan mencoba untuk menurunkan berat badan, dan sebagai tambahan 26% remaja perempuan dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000).
5.2.2. Kejadian Sindroma Dispepsia Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Jones dkk, 1989), dimana pada
31
penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang lebih muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones dkk, 1990). Dari hasil penelitian, didapatkan angka kejadian sindroma dispepsia sebesar 64,4% di SMA Plus Al-Azhar Medan (tabel 5.12). Angka ini tergolong cukup besar, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua atau sebagian besar remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan mengalami sindroma dispepsia. Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan di sebuah sekolah dengan metode yang sama pada remaja berusia 14-17 tahun, didapatkan remaja perempuan yang menderita dispepsia sebanyak 27% (Reshetnikov, 2001). Angka ini menunjukkan perbedaan presentase dispepsia yang sangat tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh penyebab dispepsia yang multifaktorial, sehingga dapat menyebabkan lebih tingginya tingkat kejadian di tempat yang satu dengan yang lain. Selain itu, perbedaan operasional berdasarkan jumlah responden juga dapat mempengaruhi hasil penelitian pada presentase akhirnya. Dari data penelitian diatas, dapat dilihat bahwa sindroma dispepsia memiliki variasi, baik dari segi jumlah keluhan (tabel 5.13), maupun dari jenis keluhan, yaitu nyeri ulu hati, rasa terbakar di dada, kembung, cepat kenyang, mual, muntah, dan sendawa (tabel 5.14). Hal ini sesuai dengan pernyataan pada buku penyakit dalam yang menyatakan bahwa dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sendawa, dimana keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu (Djojoningrat, 2001). Berdasarkan data penelitian (tabel 5.14), didapatkan jenis keluhan terbanyak yaitu nyeri epigastrium sebanyak 50,1%, dan keluhan yang paling sedikit adalah muntah sebanyak 6,8%. Variasi keluhan serupa juga didapatkan pada penelitian Ervianti (2008), dimana didapatkan sekitar 88% keluhan nyeri epigastrium sebagai keluhan terbanyak, dan 40% keluhan muntah sebagai keluhan yang paling sedikit.
32
5.2.3. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Dari hasil analisis data penelitian, didapatkan adanya hubungan antara ketidakteraturan makan dengan dispepsia. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh Reshetnikov (2007) kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia. Dan berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Ervianti (2008) pada 48 orang subyek tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah keteraturan makan. Salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan (Djojoningrat, 2001). Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman, 1984). Hal ini juga dapat dilihat dari data penelitian yang menggambarkan pola makan 53,4% remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar yang menunjukkan ketidakteraturan makan (tabel 5.3). Selain faktor makanan, salah satu penyebab terjadinya dispepsia adalah sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2001). Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan (Redaksi, 2009). Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui akan mengiritasi mukosa lambung, dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa (McGuigan, 1995). Hal ini akan menyebabkan terjadinya sindroma dispepsia. Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari (Redaksi, 2009). Penghasilan asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong, 2003).
33
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan sindroma dispepsia. Jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004). Dari data penelitian didapatkan 72,6% responden memiliki jeda waktu makan diatas 6 jam, dimana 2,7% diantaranya bahkan memiliki jeda waktu lebih dari 10 jam (tabel 5.10). Selain sekresi akibat adanya respon terhadap makanan, ada tahapan sekresi asam lambung yang tidak berhubungan dengan makan, dimana tahapan ini mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira pukul 7 pagi (Harrison, 2000). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak makan malam dapat mengakibatkan terjadinya sindroma dispepsia. Hal ini sesuai dengan temuan pada penelitian, dimana hanya 37% responden yang makan malam dengan teratur, dan sisa 63% lainnya tidak pernah makan malam sama sekali, atau hanya makan bila merasa lapar. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan diatas, dapat dilihat bahwa besarnya angka kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makannya yang sebagian besar tidak teratur. Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Dalam menganalisis hubungan pola makan, kelebihan dari penelitian ini salah satunya adalah dari segi homogenitas responden penelitian. Responden memiliki latar belakang yang mayoritas sama, diantaranya adalah memiliki kegiatan yang sama dalam program pendidikan dan bertempat tinggal di asrama, sehingga pola hidup diperkirakan cukup seimbang antar responden. Responden yang diambil juga memiliki tingkat pendidikan yang cukup untuk dapat mengerti pertanyaan dalam kuesioner penelitian, hal ini dapat mengurangi terjadinya bias dalam menjawab pertanyaan untuk membedakan keluhan-keluhan dalam sindroma dispepsia. Kekurangan dalam penelitian ini salah satunya terletak pada aplikasinya. Penyebab sindroma dispepsia adalah multifaktorial, dan pada penelitian ini hanya dinilai ketidakteraturan makan dengan anggapan adanya homogenitas antar responden dalam aktivitas dan menu konsumsi tanpa mempertimbangkan faktor
34
psikologis responden yang kemungkinan bervariasi. Selain itu, penelitian ini hanya melibatkan satu instansi untuk mempersempit lapangan penelitian, hal ini dapat menyebabkan keterbatasan aplikasi karena ada kemungkinan penelitian pada lokasi lain akan memberikan hasil yang berbeda disebabkan adanya pengaruh faktor lain. Namun sejauh ini hasil penelitian ini masih menunjukkan hasil yang sesuai dengan penelitian-penelitian lainnya.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan lebih banyak dijumpai ketidakteraturan makan. 2. Persentase kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan di SMA AlAzhar Medan cukup tinggi, dan gejala yang paling umum dikeluhkan adalah nyeri epigastrium. 3.
Pada penelitian ini terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia. Besarnya angka kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makannya yang sebagian besar tidak teratur.
6.2. Saran Peneliti menyarankan agar responden lebih memperhatikan pola makannya dan lebih disiplin dalam mengatur jadwal makan sehari-hari. Bagi para responden yang ingin melakukan tindakan diet untuk penurunan berat badan, peneliti merekomendasikan panduan diet berdasarkan pedoman kesehatan. Peneliti juga menyarankan kepada pihak asrama sekolah agar lebih memperhatikan pola makan siswa-siswi dan membantu mereka agar lebih disiplin dalam menjaga kesehatan secara aktif. Bagi pelayanan kesehatan, diharapkan untuk memasukkan siswa siswi SMA sebagai salah satu target promosi kesehatannya. Kegiatan yang dapat disarankan untuk dilakukan adalah penyuluhan tentang dispepsia dan penyuluhan tentang pola makan.
35
DAFTAR PUSTAKA Chang L, 2006. The Rome Criteria for the Functional GI Disorders. Medscape. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/533460. [Accessed 2 February 2009] Dahlan, M.S., 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika, 122-125. Davidson S.S., Passmore R, Brock J.R., Truswell A.S., 1975. Human Nutrition and Dietetics. 6th ed. Edinburgh: Churchill Livingstone, 466-467. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Gizi Masyarakat. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task =viewarticle&sid=2272&Itemid=. [Accessed 2 February 2009] Djojoningrat D, 2001. Dispepsia Fungsional. In: Suyono, S.H., Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 153-155. Ervianti M, 2008. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Sindroma Dispepsia pada Supir Truk: Studi di PT. Varia Usaha. Available from: http:adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-sl-2008erviantime-8434. [Accessed 3 March 2009] Eschleman, M.M., 1984. Introductory Nutrition and Diet Therapy. Pennsylvania: Lippincott Company, 345-346. Floyd, A.F., Mimms, S.E., Yelding, C., 2003. Personal Health: Perspective and Lifestyle. 3rd ed. USA: Wadsworth, 291-292. Ganong, W.F., 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Review of Medical Physiology. 20th ed. Jakarta: EGC, 450, 473-477. Hardani R, 2002. Pola Makan Sehat. Kharisma Woman and Education. Available from: kharisma.de/files/home/makalah_rika.pdf. [Accessed 2 February 2009] Hirlan, 2001. Gastritis. In: Suyono, S.H., Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 127-131.
36
Iping S, 2004. Metode Makan Kualitatif Cara Mutakhir Untuk Langsing dan Sehat. Jakarta: Puspa Swara, 17-18. Jones P.F., Brunt P.W., Gowat N.A., 1985. Integrated Clinical Science: Gatroenterology. London: William Heinemann Medical Books, 70-71. Jones R, Lydeard S, 1989. Prevalence of symptoms of Dyspepsia in the Community, Department of Primary Medical Care, University of Southhampton. Available from: http:lib.bioinfo.pl/meid:98367. [Accessed 27 February 2009] Jones R.H., Lydeard S.E., Hobbs F.D., Kenkre J.E., Williams E.I., Jones S.J., Repper J.A., Caldlow .J.L., Dunwoodle W.M., Bottomley J.M., 1990. Dyspepsia in England and Scotland, Department of Primary Medical Care, University of Southhampton. Available from: http:lib.bioinfo.pl/meid:98367. [Accessed 27 February 2009] McGuigan J.E., 1995. Ulkus Peptikum dan Gastritis. In: Isselbacher J.K., Braunwald E, Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S., Kasper D.L., Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam vol 4. 13th ed. Jakarta: EGC,15321534. Nelson W.E., Behrman R.E, Kliegman R, Arvin A.M., 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 1. 15th ed. Jakarta: EGC, 75-78. Notoatmodjo S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 92. Pratomo, H. dan Sudarti, 1966. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana atau Kependudukan. Jakarta, Unit Pelaksana Proyek Pengembangan FKM di Indonesia. Redaksi, 2009. Mengatasi Gangguan Penyakit Maag. Yogyakarta: Banyu Media, 25-26. Reshetnikov O.V., Kurilovich S.A., Denisova D.V., Zavyalova L.G., Tereshonok I.N., 2001. Prevalence of Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome Among Adolescent of Novosibirsk, Institute of Internal Medicine Russia. Int. J Circumpolar Health 60 (2): 253. Available from: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11507978. [Accessed 27 February 2009]
36
Reshetnikov O.V., Kurilovich S.A., 2007. Population-Based Study: Mode of Dieting and Dyspepsia. PubMed 76 (4): 35. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17802773. [Accessed 27 February 2009] Roberts W.B., Williams S.R., 2000. Nutrition Throughout the Life Cycle. 4th ed. Singapore: McGraw Hill, 262-267, 272, 294. Sayogo S, 2006. Gizi Remaja Putri, Yayasan Pengembangan Medik Indonesia. Jakarta: FKUI, 42-47. Sheerwood L, 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. China: Thomson Brooks, 590-602. Sastroadmodjo S, Ismael S, 1995. Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara, 68-71 Shaib Y, Serag H.B., 2004. The Prevalence and Risk Factors of Functional Dyspepsia in a Multiethnic Population in the United States. Am. J. Gastroenterol 99 (11): 2210-2216. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15555004. [Accessed 28 February 2009] Silbernagl S, 2000. Color Atlas of Pathophysiology. NY: Thieme, 139-145. Wardlaw G.M., Kessel M.W., 2002. Perspective in Nutrition. 5th ed. New York: McGraw Hill, 696-697.
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
:ANNISA
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/13 Agustus 1990 Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Tangguk Bongkar X No.23 Medan
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996 lulus Taman Kanak-Kanak Al-Azhar Medan 2. Tahun 2002 lulus Sekolah Dasar Swasta Harapan I Medan 3. Tahun 2004 lulus Sekolah Menengah Pertama Akselerasi Swasta Harapan II Medan 4. Tahun 2006 lulus Sekolah Menengah Atas Akselerasi Swasta Al-Azhar Medan Riwayat Pelatihan
: 1. Tahun 2003 Upper Advanced-English Language Course di International Language Centre 2. Tahun 2004 Training and Workshop on Biological Research Microscope PT Fajar Mas Murni 3. Tahun 2004 Internet Application di Growth Centre Medan 4. Tahun 2004 Microsoft Office Application di Growth Centre Medan 5. Tahun 2008 Pelatihan Enumerator di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Sumatera Utara
6. Tahun 2009 Pelatihan Penulisan Karya Tulis Mahasiswa dan Artikel Populer oleh Unit Bina Kokurikuler Sahiva Universitas Sumatera Utara Riwayat Organisasi :
1. Pengurus Panitia Hari Besar Islam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Periode 2007-2008 2. Personalia Badan Pers Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2008-2009 3. Personalia Standing Committee on Research Exchange Badan Eksekutif Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2007-2008
KUESIONER PENELITIAN Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan SMA Plus Al-Azhar
Kuesioner Keteraturan Makan 1. Berapa kali anda makan dalam satu hari? (a) 3 kali (b) 2 kali (c) 1 kali (d) Kalau lapar 2. Bagaimana saudara sarapan pagi setiap harinya? (a) Rutin setiap hari (b) Kalau ke sekolah (c) Kalau lapar (d) Tidak pernah sama sekali 3. Bagaimana saudara makan siang setiap harinya? (a) Rutin setiap hari (b) Kalau ke sekolah (c) Kalau lapar (d) Tidak pernah sama sekali 4. Bagaimana saudara makan malam setiap harinya? (a) Rutin setiap hari (b) Kalau ke sekolah (c) Kalau lapar (d) Tidak pernah sama sekali 5. Berapa lama jeda antara waktu makan anda biasanya? (a) 4-5 jam (b) 6-7 jam (c) 8-9 jam (d) > 10 jam
Terima kasih atas kesediaannya..
6. Apakah saudara sering mengkonsumsi makanan tambahan seperti susu atau cemilan lain sebagai tambahan? (a) Ya, rutin setiap hari (b) Ya, kadang-kadang (c) Ya, kalau hanya ada kegiatan (d) Tidak pernah 7. Apakah anda sedang dalam percobaan penurunan berat badan/ diet? (a) Tidak, saya tetap makan dengan disiplin setiap harinya (b) Ya, saya dalam program diet dengan panduan kesehatan (c) Ya, saya kadang-kadang menghindari makan untuk berdiet. (d) Ya, saya diet ketat dan membatasi makanan seminimal mungkin.
KUESIONER PENELITIAN Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan SMA Plus Al-Azhar
Kuesioner Sindroma Dispepsia 1. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan sakit atau rasa tidak enak di ulu hati / bagian perut selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak 2. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasakan adanya rasa panas terbakar yang tidak nyaman/nyeri terbakar di dada selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. tidak 3. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasa kembung setelah makan makanan porsi normal/biasa selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak 4. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasa cepat kenyang atau tidak sanggup menghabiskan makanan dengan porsi normal/biasa selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak 5. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu merasa mual selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak 6. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu mengalami keluhan muntah selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak 7. Dalam 3 bulan terakhir, adakah kamu mengalami keluhan sering sendawa selama beberapa kali dalam seminggu? a. Ya b. Tidak
Terima kasih atas kesediaannya..
ngkonsumsi obat-obatan antasid
INFORMED CONSENT Assalamu’alaikum Wr.Wb. Selamat siang kepada saudari-saudari sekalian. Peneliti NIM Fak/Jurusan
: Annisa : 060100088 : Kedokteran / Pendidikan Dokter
Saya selaku mahasiswa dan peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kejadian sindroma dispepsia pada remaja perempuan, mengetahui keteraturan makan remaja perempuan, dan mengetahui hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia. Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan saudari untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kuesioner terlampir untuk disertakan dalam data penelitian. Adapun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan. Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Umur/Tgl Lahir Kelas
: : / : I / II / III
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk menjawab pertanyaan yang tertera pada kuesioner-kuesioner yang tertera untuk disertakan ke dalam data penelitian Medan, Peneliti,
(Annisa) *Coret yang tidak perlu
2009
Yang membuat pernyataan,
(……………………………)
DATA INDUK Nama
Kelas
Umur
Dispepsia
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
JK
p1
p2
p3
p4
p5
p6
p7
TP
Keteraturan
24
Pola Makan baik
R 01
satu
14
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
2
3
4
3
R 02
satu
14
positif
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
1
1
3
2
2
1
3
4
16
sedang
tidak teratur
R 03
satu
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
2
4
4
26
baik
teratur
R 04
satu
14
positif
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
ada
2
4
2
4
4
2
4
4
24
baik
teratur
R 05
satu
14
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
3
2
4
2
3
3
4
21
sedang
tidak teratur
R 06
satu
15
positif
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
ada
2
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 07
satu
14
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
4
R 08
satu
14
positif
ada
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
2
1
4
2
4
4
4
4
26
baik
teratur
3
4
2
4
3
2
19
sedang
tidak teratur
R 09
satu
15
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
ada
4
1
2
2
4
4
3
4
20
sedang
tidak teratur
R 10
satu
15
positif
tidak
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
2
1
4
2
2
4
3
4
20
sedang
tidak teratur
R 11
satu
15
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
ada
4
1
2
2
4
4
3
4
20
sedang
tidak teratur
R 12
satu
14
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
3
3
4
2
3
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 13
satu
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
2
3
3
2
22
baik
teratur
R 14
satu
15
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
1
2
2
2
2
3
4
16
sedang
tidak teratur
R 15
satu
14
positif
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
1
1
2
4
2
3
4
3
19
sedang
tidak teratur
R 16
dua
16
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
4
2
2
2
3
3
4
20
sedang
tidak teratur
R 17
dua
16
positif
tidak
ada
tidak
ada
tidak
tidak
ada
3
4
4
4
4
4
4
4
28
baik
teratur
R 18
dua
16
positif
tidak
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
2
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 19
dua
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
1
3
2
2
3
3
2
16
sedang
tidak teratur
R 20
dua
16
positif
ada
ada
ada
ada
ada
tidak
tidak
5
4
3
2
1
3
3
2
18
sedang
tidak teratur
R 21
dua
16
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
ada
4
4
4
2
2
3
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 22
dua
14
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
2
2
2
3
3
4
20
sedang
tidak teratur
R 23
dua
15
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
tidak
4
4
4
2
2
2
3
4
21
sedang
tidak teratur
R 24
dua
16
positif
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
ada
2
1
4
3
2
4
3
4
21
sedang
tidak teratur
R 25
dua
15
positif
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
1
4
4
2
4
1
2
4
21
sedang
tidak teratur
R 26
dua
16
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
1
4
2
2
4
3
4
20
sedang
tidak teratur
teratur
R 27
dua
15
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
1
2
3
2
4
3
4
19
sedang
tidak teratur
R 28
dua
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
1
2
2
2
3
3
4
17
sedang
tidak teratur
R 29
dua
15
positif
ada
ada
ada
tidak
ada
ada
ada
6
4
4
2
2
3
3
4
22
baik
teratur
R 30
dua
16
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
tidak
4
4
4
2
2
4
3
2
21
sedang
tidak teratur
R 31
dua
16
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
4
4
3
2
3
3
2
21
sedang
tidak teratur
R 32
dua
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 33
dua
17
positif
ada
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
ada
3
1
2
3
2
3
3
2
16
sedang
tidak teratur
R 34
dua
15
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
4
4
3
2
3
3
2
21
sedang
tidak teratur
R 35
dua
16
positif
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
ada
2
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 36
dua
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
4
4
27
baik
teratur
R 37
tiga
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 38
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
3
2
4
2
3
3
2
19
sedang
tidak teratur
R 39
tiga
17
positif
ada
tidak
tidak
ada
ada
tidak
tidak
3
4
4
2
2
3
4
4
23
baik
teratur
R 40
tiga
16
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
4
2
4
4
3
3
4
24
baik
teratur
R 41
tiga
17
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
ada
ada
6
1
4
2
2
4
3
2
18
sedang
tidak teratur
R 42
tiga
16
positif
ada
tidak
tidak
ada
ada
ada
tidak
4
4
2
4
2
3
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 43
tiga
17
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
ada
tidak
5
4
4
2
4
3
3
4
24
baik
teratur
R 44
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
2
4
4
4
26
baik
teratur
R 45
tiga
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
2
2
3
4
2
21
sedang
tidak teratur
R 46
tiga
17
positif
ada
tidak
ada
ada
tidak
tidak
tidak
3
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 47
tiga
17
positif
tidak
tidak
tidak
ada
ada
tidak
tidak
2
4
2
4
2
4
3
4
23
baik
teratur
R 48
tiga
16
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
ada
5
1
2
2
2
3
3
4
17
sedang
tidak teratur
R 49
tiga
16
positif
tidak
tidak
ada
ada
tidak
tidak
ada
3
4
2
2
2
4
3
2
19
sedang
tidak teratur
R 50
tiga
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
2
3
3
4
24
baik
teratur
R 51
tiga
17
positif
ada
tidak
tidak
tidak
ada
tidak
ada
3
4
3
3
2
3
2
4
21
sedang
tidak teratur
R 52
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
4
4
27
baik
teratur
R 53
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
3
3
4
2
4
3
4
23
baik
teratur
R 54
tiga
16
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
ada
5
4
3
4
2
3
3
2
21
sedang
tidak teratur
R 55
tiga
17
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
ada
3
4
4
4
4
3
3
2
24
baik
teratur
R 56
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
2
3
4
4
25
baik
teratur
R 57
tiga
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
1
4
4
2
4
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 58
tiga
17
positif
ada
ada
ada
ada
tidak
tidak
ada
5
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 59
tiga
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
2
2
3
4
4
23
baik
teratur
R 60
tiga
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
ada
1
4
4
4
4
4
3
4
27
baik
teratur
R 61
tiga
17
positif
tidak
ada
ada
tidak
tidak
ada
tidak
3
3
2
2
1
4
3
3
18
sedang
tidak teratur
R 62
tiga
17
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
4
3
4
2
3
3
4
23
baik
teratur
R 63
aksel
14
positif
ada
tidak
tidak
ada
tidak
tidak
tidak
2
4
2
4
2
3
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 64
aksel
14
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 65
aksel
17
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
4
4
4
3
3
4
26
baik
teratur
R 66
aksel
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
2
4
4
3
3
4
24
baik
teratur
R 67
aksel
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
4
2
4
4
3
1
4
22
baik
teratur
R 68
aksel
14
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
1
2
2
2
3
3
4
17
sedang
tidak teratur
R 69
aksel
16
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
3
3
4
2
3
2
4
21
sedang
tidak teratur
R 70
aksel
15
positif
ada
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
1
1
4
2
4
3
3
4
21
sedang
tidak teratur
R 71
aksel
15
positif
ada
tidak
tidak
ada
ada
tidak
ada
4
4
4
4
4
3
3
2
24
baik
teratur
R 72
aksel
15
negatif
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak
0
1
4
4
2
4
3
2
20
sedang
tidak teratur
R 73
aksel
15
positif
ada
tidak
ada
ada
ada
tidak
ada
5
4
4
4
4
4
3
2
25
baik
teratur
Karakteristik Kelas Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid satu
15
20.5
20.5
20.5
dua
21
28.8
28.8
49.3
tiga
26
35.6
35.6
84.9
aksel
11
15.1
15.1
100.0
Total
73
100.0
100.0
Karakteristik Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 14
12
16.4
16.4
16.4
15
19
26.0
26.0
42.5
16
25
34.2
34.2
76.7
17
17
23.3
23.3
100.0
Total
73
100.0
100.0
Keteraturan Makan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid tidak teratur
39
53.4
53.4
53.4
teratur
34
46.6
46.6
100.0
Total
73
100.0
100.0
Tingkatan Pola Makan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid sedang
39
53.4
53.4
53.4
baik
34
46.6
46.6
100.0
Total
73
100.0
100.0
Frekuensi Makan Cumulative
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
1
19
26.0
26.0
26.0
3
6
8.2
8.2
34.2
4
48
65.8
65.8
100.0
Total
73
100.0
100.0
Makan Pagi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 2
22
30.1
30.1
30.1
3
10
13.7
13.7
43.8
4
41
56.2
56.2
100.0
Total
73
100.0
100.0
Makan Siang Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 2
27
37.0
37.0
37.0
3
6
8.2
8.2
45.2
4
40
54.8
54.8
100.0
Total
73
100.0
100.0
Makan Malam Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1
2
2.7
2.7
2.7
2
44
60.3
60.3
63.0
4
27
37.0
37.0
100.0
Total
73
100.0
100.0
Jeda Waktu Makan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1
2
2.7
2.7
2.7
2
4
5.5
5.5
8.2
3
47
64.4
64.4
72.6
4
20
27.4
27.4
100.0
Total
73
100.0
100.0
Makanan Tambahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1
1
1.4
1.4
1.4
2
3
4.1
4.1
5.5
3
56
76.7
76.7
82.2
4
13
17.8
17.8
100.0
Total
73
100.0
100.0
Tindakan Diet Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 2
22
30.1
30.1
30.1
3
3
4.1
4.1
34.2
4
48
65.8
65.8
100.0
Total
73
100.0
100.0
Jumlah Keluhan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 0
25
34.2
34.2
34.2
1
5
6.8
6.8
41.1
2
15
20.5
20.5
61.6
3
13
17.8
17.8
79.5
4
7
9.6
9.6
89.0
5
6
8.2
8.2
97.3
6
2
2.7
2.7
100.0
Total
73
100.0
100.0
Keluhan Dispepsia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid positif
47
64.4
64.4
64.4
negatif
26
35.6
35.6
100.0
Total
73
100.0
100.0
Nyeri Epigastrium Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
38
52.1
52.1
52.1
tidak
35
47.9
47.9
100.0
Total
73
100.0
100.0
Rasa Terbakar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
9
12.3
12.3
12.3
tidak
64
87.7
87.7
100.0
Total
73
100.0
100.0
Kembung Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
24
32.9
32.9
32.9
tidak
49
67.1
67.1
100.0
Total
73
100.0
100.0
Porsi Makan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada tidak
34
46.6
46.6
46.6
39
53.4
53.4
100.0
Total
73
100.0
100.0
Mual Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
15
20.5
20.5
20.5
tidak
58
79.5
79.5
100.0
Total
73
100.0
100.0
Muntah Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
5
6.8
6.8
6.8
tidak
68
93.2
93.2
100.0
Total
73
100.0
100.0
sendawa Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid ada
20
27.4
27.4
27.4
tidak
53
72.6
72.6
100.0
Total
73
100.0
100.0
keteraturan * dispepsia Crosstabulation dispepsia positif keteraturan
tidak teratur
Count Expected Count
teratur
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
negatif
Total
30
9
39
25.1
13.9
39.0
17
17
34
21.9
12.1
34.0
47
26
73
47.0
26.0
73.0
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.017
Continuity Correction
4.628
1
.031
Likelihood Ratio
5.802
1
.016
Pearson Chi-Square
5.742 b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.027 5.663
1
.017
73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,11. b. Computed only for a 2x2 table
.015
Hasil Uji Validasi Correlations p1 p1
p2
Pearson Correlation
1
.006
.143
.083
.519
.001
30
30
30
30
30
30
30
1
.359
.474**
.214
.367*
.222
.739**
.051
.008
.256
.046
.239
.000
Sig. (2-tailed)
.078
.490
**
.574
30
30
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.262
.359
1
.675**
-.056
.182
.160
.525**
Sig. (2-tailed)
.161
.051
.000
.767
.335
.397
.003
30
30
30
30
30
30
30
30
.490**
.474**
.675**
1
-.059
.283
.051
.707**
.006
.008
.000
.759
.129
.788
.000
30
30
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.274
.214
-.056
-.059
1
.011
.365*
.393*
Sig. (2-tailed)
.143
.256
.767
.759
.954
.047
.032
30
30
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.322
.367*
.182
.283
.011
1
.106
.559**
Sig. (2-tailed)
.083
.046
.335
.129
.954
.576
.001
30
30
30
30
30
30
30
30
-.122
.222
.160
.051
.365*
.106
1
.421*
.519
.239
.397
.788
.047
.576
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
N
N p10
.161
.327
N
p8
ptotal
-.122
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
p5
p10
.322
30
N p4
p8
.274
.078
N
p5 **
.262
N
p3
p4
.327
Sig. (2-tailed)
p2
p3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
ptotal Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**
.574
**
**
.739
.525
**
.559
30
*
1
.421
.000
.003
.000
.032
.001
.020
30
30
30
30
30
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics
.685
*
.393
30
.001
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Cronbach's Alpha
**
.707
.020
N of Items 7
30
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
p1
3.1000
1.32222
30
p2
2.9000
1.06188
30
p3
3.3333
.99424
30
p4
3.3333
.95893
30
p5
3.1333
.81931
30
p8
3.2000
.76112
30
p10
3.4667
.93710
30
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Alpha if Item
Total Correlation
Deleted
p1
19.3667
11.206
.428
.647
p2
19.5667
11.564
.561
.600
p3
19.1333
12.533
.457
.633
p4
19.1333
11.913
.590
.596
p5
19.3333
14.713
.216
.691
p8
19.2667
14.064
.367
.660
p10
19.0000
14.621
.173
.705
Scale Statistics Mean 22.4667
Variance 16.740
Std. Deviation 4.09148
N of Items 7