HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI STATUS EKONOMI ORANG TUA SISWAKELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 5 SLEMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Khusnul Maskanah 121042410414
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JANUARI 2017
i
ii
iii
iv
MOTTO Di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah Alloh menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, sehingga kamu merasa tenteram {sakinah} dengannya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang {mawaddah wa rahmah}. Dan di dalam itu semua terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ruum: 21) Janganlah membuang waktu dan energimu hanya untuk membenci dan membuat permusuhan dengan orang lain. Berjalanlah dalam kasih sayang dan kebaikan, serta pergilah kebencian. Kasih sayang merupakan cara terbaik untuk merangkul musuhmusuhmu (Hery Alexsander) Sabar dan percaya, belajar dari kesulitan itu lebih bermakna untuk akhir dari sebuah perjuangan yang manis {Hadi Uswanto dan Maesaroh} Man jadda wa jadah, Man shabara zhafira {Penulis}
v
PERSEMBAHAN Skripsi dipersembahkan untuk : 1. Allah SWT yang senantiasa memberikan penunjuk dan penerang jalanku. 2. Papa, mama dan kakak tercinta, atas kasih sayang, pengorbanan, kerja keras, dan doa yang selalu menjadi pengingat di setiap perjalanan hidupku. 3. Keluarga besar dan sahabat yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik. 4. Almamater UNY.
vi
HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU BULLYING DITINJAU DARI STATUS EKONOMI ORANG TUA SISWA KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 5 SLEMAN Oleh: Khusnul Maskanah NIM: 12104241014 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan VIII SMP Negeri 5 Sleman sebanyak 256 siswa. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik stratified proportional random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 152 siswa. Alat ukur pada penelitian ini adalah skala likert dan angket. Hasil uji reliabititas menggunakan Alpha Cronbach yakni sebesar 0.909 untuk keharmonisan keluarga dan 0.871 untuk perilaku bullying. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan kolerasi dengan variabel moderating uji interaksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua. Besarnya hubungan dilihat dari nilai signifikansinya p=0.006<0.05, maka hipotesis diterima. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan pada keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua rendah (r=-0.292 dan p=0.036<0.05), sedang (r=-0.378 dan p=0.010<0.05), tinggi (r=-0.402 dan p=0.008<0.05), dan sangat tinggi (r=-0.611 dan p=0.045<0.05).
Kata kunci: keharmonisan keluarga, status ekonomi orang tua, perilaku bullying
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim. Alhamdulillah, tiada kata yang pantas terucap kecuali Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan jalan kebenaran dan menuntun manusia menuju tali agama Allah SWT yang mulia. Selanjutnya,
dengan
kerendahan
hati
penulis
ingin
menghaturkan
penghargaan dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi yang berjudul “Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Bullying Ditinjau Terhadap Perilaku Bullying Siswa Kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, atas berkah dan karunia-Nya yang luar biasa sehingga peneliti diberi anugerah kesehatan dan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian.
viii
4. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak ilmu, arahan, dorongan, dan motivasi serta kesabaran kepada peneliti untuk mengerjakan skripsi ini. 5. Bapak Muh. Farozin, M.Pd, terima kasih atas bimbingan dan arahan selama masa kuliah. 6. Buat kedua orang tua ku papa Hadi Uswanto dan mama Maesaroh atas doa, penyemangat dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan. 7. Kakak tercinta Rizki Chaerul Pajar yang tiada henti memberikan dukungan, dorongan serta selalu setia mendampingi penulis. 8. Kepala SMP Negeri 5 Sleman yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di sekolah tersebut. 9. Guru-guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 5 Sleman, yang telah memberi banyak ilmu dan saran. 10. Pangestu Tri Wulan Ndari, Anisah, Ely Fauziyah dan Ajeng Priharsanti, terima kasih atas semua dukungan dan semangatnya. Terima kasih atas kesabaran dan telah menjadi sahabat sejatiku selama ini. 11. Untukmu Bintangku, Mas Muhammad Arifin and Rizki Intan Hariyati, yang jauh disana namun selalu dekat di doa. Terima kasih atas doa, semangatnya dan waktu yang selalu diluangkan. Walau jauh dukungan yang diberikan begitu berarti bagi penulis.
ix
x
DAFTAR ISI HAL HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERSETUJUAN ............................................................................................. ii PERNYATAAN ............................................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................... iv MOTTO ........................................................................................................... v PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 11 C. Batasan Masalah .................................................................................... 12 D. Rumusan Masalah ................................................................................. 12 E. Tujuan ................................................................................................... 12 F. Manfaat ................................................................................................. 13 BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................ 14 A. Keharmonisan Keluarga ......................................................................... 14 1. Pengertian Keluarga Harmonis ........................................................ 14 2. Ciri-ciri Keluarga Harmonis .............................................................. 16 3. Ciri-ciri Keluarga Tidak Harmonis .................................................. 18 4. Unsur-Unsur Keluarga ..................................................................... 20 5. Fungsi Keluarga ............................................................................... 21 B. Status Ekonomi Orang Tua ................................................................... 24 1. Pengertian Status Ekonomi Orang Tua ............................................ 24 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Ekonomi
xi
Orang Tua ........................................................................................ 25 3. Tingkat Status Ekonomi Orang Tua ................................................. 28 C. Perilaku Bullying .................................................................................... 30 1. Pengertian Perilaku Bullying ............................................................. 30 2. Macam-Macam Perilaku Bullying ..................................................... 32 3. Pelaku Perilaku Bullying ................................................................... 35 4. Gejala Korban Perilaku Bullying ....................................................... 36 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying ...................... 37 6. Tempat Terjadinya Perilaku Bullying................................................ 39 D. Penelitian Relevan .................................................................................. 42 E. Kerangka Berpikir ................................................................................. 44 F. Desain Penelitian ................................................................................... 47 G. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 47 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 48 A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 48 B. Populasi dan Sampel ............................................................................. 49 1. Populasi ............................................................................................ 49 2. Sampel .............................................................................................. 50 C. Waktu dan Tempat ................................................................................ 52 D. Variabel Penelitian ................................................................................ 52 E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 53 F. Instrumen Penelitian .............................................................................. 54 G. Uji Coba Instrumen ............................................................................... 57 1. Uji Validitas ..................................................................................... 58 2. Uji Reliabilitas ................................................................................. 59 3. Hasil Uji Coba Instrumen .................................................................. 60 H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 64 1. Uji Prasyarat Analisis ....................................................................... 66 2. Uji Hipotesis ..................................................................................... 67 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 68 A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 68
xii
1. Deskripsi Waktu, Lokasi, dan Subyek Penelitian ............................. 68 2. Deskripsi Hasil Data Penelitian ........................................................ 70 3. Hasil Pengujian Persyaratan Analisis ................................................ 77 4. Hasil Uji Analisis .............................................................................. 79 B. Pembahasan ........................................................................................... 84 1. Pembahasan Mengenai Keharmonisan Keluarga .............................. 84 2. Pembahasan Mengenai Status Ekonomi Orang Tua ......................... 85 3. Pembahasan Mengenai Perilaku Bullying ......................................... 87 4. Hubungan Keharmonisan Keluarga dan Perilaku Bullying Ditinjau Dari Status Ekonomi Orang Tua ...................................................... 88 C. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 93 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 94 A. Kesimpulan ........................................................................................... 94 B. Saran ...................................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 97 LAMPIRAN ..................................................................................................... 101
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel1. Jumlah Sampel Penelitian ................................................................ 51 Tabel 2. Pola Opsi Alternatif Pilihanpada Skala ......................................... 54 Tabel 3. Kisi-Kisi Keharmonisan Keluarga ................................................. 55 Tabel 4. Kisi-Kisi Status Ekonomi Orang Tua ............................................ 56 Tabel 5. Kisi-Kisi Perilaku Bullying ............................................................ 57 Tabel 6. Item Valid dan Tidak Valid Pada Skala Keharmonisan Keluarga . 61 Tabel 7. Item Validitas Angket Status Ekonomi Orang Tua ....................... 63 Tabel 8. Item Valid dan Tidak Valid Pada Skala Perilaku Bullying ............. 63 Tabel 9. Penentuan Skor Keharmonisan Keluarga ..................................... 70 Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kategori Keharmonisan Keluarga .............. 71 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Angket Status Sosial Ekonomi Orang Tua . 73 Tabel 12. Penentuan Skor Perilaku Bullying ............................................... 75 Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Bullying ......................... 76 Tabel 14. Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 78 Tabel 15. Hasil Uji Linearitas ...................................................................... 79 Tabel 16. Koefesiensi Kolerasi .................................................................... 80 Tabel. 17. Uji Moderasi ............................................................................... 83
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Desain Penelitian ........................................................................ 47 Gambar 2. Grafik Distribusi Frekuensi Kategori Keharmonisan Keluarga . 72 Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Penghasilan Ayah .......................... 74 Gambar 4. Grafik Distribusi Frekuensi Penghasilan Ibu ............................. 74 Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Bullying ............ 77
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Reliabilitas Keharmonisan Keluarga Sebelum Pengguguran ............................................................................ 102 Lampiran 2. Hasil Reliabilitas Perilaku Bullying Sebelum Pengguguran ... 104 Lampiran 3. Hasil Reliabilitas Keharmonisan Keluarga Setelah Pengguguran ........................................................................... 106 Lampiran 4. Hasil Reliabilitas Perilaku Bullying Sebelum Pengguguran ... 107 Lampiran 5. Pernyataan Instrumen Sebelum Uji Coba ................................ 109 Lampiran 6. Pernyataan Instrumen Setelah Uji Coba .................................. 117 Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas ................................................................ 122 Lampiran 8. Hasil Uji Linearitas ................................................................. 122 Lampiran 9. Hasil Uji Moderasi ................................................................. 123 Lampiran 10. Hasil Uji Korelasi .................................................................. 124 Lampiran 11. Surat Izin Penelitian Fakultas ................................................. 125 Lampiran 12. Surat Izin Penelitian BAPEDA .............................................. 126 Lampiran 13. Surat Izin Penelitian Sekolah.................................................. 127
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Manusia senantiasa hidup dalam suatu lingkungan, baik lingkungan fisik, psikis, ataupun spiritual yang di dalamnya terdapat interaksi sejak individu itu dilahirkan. Dalam interaksi tersebut, tentulah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungannya. Dalam menguraikan hubungan masyarakat terhadap perkembangan sosial, untuk pertama kalinya manusia terlebih dahulu menjumpai kelompok sosial yakni kelompok keluarganya sejak individu tersebut dilahirkan. Kelompok keluarga merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Kelompok keluarga pada umumnya terdiri dari bapak, ibu, dengan anak-anaknya; atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Keluarga inti biasanya disebut sebagai keluarga batih, yakni keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak (dalam Agus Riyadi, 2013:101). Sebuah keluarga tentunya menginginkan jalinan yang harmonis, penuh dengan kasih sayang serta memiliki keturunan yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Perilaku-perilaku tersebut dapat diwujudkan melalui interaksi dan pendidikan. Tiga tempat pendidikan yang dapat membentuk individu menjadi manusia seutuhnya yakni pendidikan yang diberikan oleh keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1
Keluarga adalah tempat titik tolak perkembangan anak. Peran keluarga sangat dominan dalam perkembangan kepribadian anak agar menjadikan individu yang cerdas, sehat dan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Dikutip oleh Lazarus, Freud (dalam Hermawati, 2014: 49) yang mengatakan bahwa hubungan lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak merupakan titik tolak perkembangan kemampuan atau ketidakmampuan penyesuaian sosial anak khususnya para remaja. Menurutnya pula, pada masa ini sangat menentukan dan tidak dapat diabaikan oleh keluarga. Pada dasarnya peran keluarga yang pertama dan utama yakni memberikan pendidikan kepada anggota keluarga, terlebih kepada anak-anak remajanya. Pada umumnya keluarga mempunyai peran untuk mensosialisasikan adat istiadat, menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga maupun masyarakat luas, menaati peraturan, mematuhi nilai-nilai moral yang diartikan sebagai seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, serta memelihara hak orang lain. Hal serupa juga disampaikan oleh Yulia Singgih D Gunarsa (2002:13) yang mengatakan bahwa hubungan baik dalam keluarga dapat dibina serta dibentuk jika setiap anggota keluarga mempunyai pasangan hidup yang teguh imannya serta dilandaskan dengan dasar-dasar petunjuk, yakni norma-norma yang
sudah
terinternalisasi.
Suasana
kekeluargaan
dan
kelancaran
berkomunikasi antara anggota keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota
2
menyadari dan menjalankan tugas serta kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya sebagai anggota keluarga. Setiap keluarga mendambakan suasana yang bahagia, penuh cinta, dan kasih sayang. Namun tidak dipungkiri untuk mewujudkan itu semua, tidaklah banyak yang dapat melakukannya. Ada berbagai masalah, baik besar maupun kecil sering kali menghadang perjalanan rumah tangga. Baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya komunikasi antar suami istri, atau berbagai permasalahan sehari-hari lainnya yang sering dihadapi karena kekurangan masing-masing pribadi maupun gangguan atau campur tangan dari pihak luar. Terkadang terlihat bahwa lebih mudah “menjalin” hubungan dengan orang lain di luar ikatan keluarga. Kharuddin (2008:132) memberikan beberapa gambaran mengenai ketegangan yang sering terjadi didalam keluarga antara lain; hilangnya secara berangsur-angsur tujuan bersama dan mengalihkan tujuan pribadi menjadi lebih penting dari pada tujuan-tujuan keluarga, adanya usaha kerjasama yang semakin menurun, tidak adanya pelayanan yang baik antara suami istri dan hubungan-hubungan interpersonal tidak lagi terkoordinasi dengan baik antar sesama anggota, serta adanya pertentangan sikap-sikap emosional antara suami istri. Keadaan yang seperti ini tentunya mengubah suasana keluarga menjadi lebih tidak harmonis. Adanya fenomena tersebut, tidak menutup kemungkinan masalahpun dapat terjadi pada perkembangan anak, baik sosialisasi, fisik maupun psikis
3
anak. Jika ditelaah lebih lanjut, dampak yang paling dirugikan yakni jatuh pada kondisi anak terlebih pada kalangan anak-anak yang memasuki usia remaja. Aristoteles (dalam Syamsu Yusuf, 2006:20) membagi tiga tahap sebagai gambaran dari perkembangan individu. Pada tahap ketiga dijelaskan bahwa masa remaja merupakan tahapan transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008:135) masa remaja merupakan masa terjadinya ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini dianggap sebagai massa “badai dan topan”. Dimasa ini ketegangan emosi remaja tidak menentu, tidak stabil serta meledak-meledak sehingga tidak heran jika banyak kalangan remaja yang salah dalam memilih pergaulan. Salah satu bentuk pergaulan yang salah dikalangan remaja yakni perilaku bullying. Menurut Olweus (dalam Khare, 2005: 197) bullying merupakan perilaku seseorang yang dianggap menjadi korban apabila anak dihadapkan pada tindakan negatif dari seseorang ataupun sebuah kelompok dengan melakukannya secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Tindakan negatif pada perilaku bullying ini dapat berupa secara langsung seperti adanya penyerangan secara fisik (memukul, menendang, mencakar, menjambak
dan
lain
sebagainnya)
maupun
secara
tidak
langsung
(mengucilkan secara sosial, memandang secara sinis, menyebar fitnah, dan lain sebagainnya). Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang utama di dunia pendidikan terutama pada kalangan remaja. Perilaku tersebut dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Namun, pada umumnya laki-laki lebih sering terlibat dibanding dengan perempuan.
4
Senada dengan adanya perilaku bullying tersebut, Menteri Komnas Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, bahwa sebanyak 40 persen anakanak di Indonesia meninggal karena bunuh diri akibat tak kuat menahan bullying (Moch Harun Syah, Liputan6.com, Jakarta 09 November 2015). Fakta di lapangan menunjukan bahwa perkembangan perilaku bullying setiap tahunnya meningkat dengan pesat. Hal tersebut didukung oleh data Hazliansyah (dalam republika.co.id 30/12/2015) yang menyatakan bahwa jumlah anak sebagai pelaku kekerasan (bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada tahun 2014 menjadi 79 kasus pada tahun 2015. Terdapat berbagai macam pemicu yang melatarbelakangi timbulnya perilaku bullying pada remaja. Salah satunya yaitu tidak adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga yang tidak sedikit berakhir dengan percerain. Di Indonesia kasus perceraian telah mengalami peningkatan dari tahun
ke
tahun.
Berdasarkan
berita
yang
dilansir
dari
Baiquni
(Dream.news.co.id, 2016) menyatakan jumlah kasus perceraian yang diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia pada tahun 2014 yang mencapai 382.231 kasus, naik sekitar 131.023 dibanding tahun 2010 sebanyak 251.208 kasus. Di Yogyakarta sendiri khususnya di kota Sleman jumlah angka perceraian juga mengalami peningkatan, seperti yang dilansir dari Rima Sekarani (Harianjogja.com, 2015) yang menyatakan bahwa jumlah perkara yang diterima Pengadilan Agama Sleman pada tahun 2014 mengalami kenaikan mencapai 1.551 perkara dibandingkan tahun 2013 sebanyak 1.206
5
perkara dan dari jumlah tersebut hanya lima persen yang akhirnya dapat terselamatkan. Kasus lain yang mendukung terjadinya disintegritas dalam keluarga yakni kesibukan orang tua di era modern ini. Sebagian besar orang tua lebih memilih untuk
bekerja
dibanding
melaksanakan
perannya
sebagaimana
mestinya.Kondisi keluarga yang sudah tidak harmonis rawan akan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perselingkuhan. Hal tersebut didukung pula dengan adanya pengeluaran catatan tahunan dari Komnas Perempuan yang menyatakan terjadi peningkatan kekerasan pada keluarga khususnya pada perempuan dari tahun sebelumnya dari 3166 kasus pada tahun 2015 menjadi 3184 kasus pada tahun 2016 (Melati Yuniasari Fauziyah diunduh pada Error! Hyperlink reference not valid. 05/12/2016). Jika semuanya terjadi, maka anaklah yang menjadi korbannya. Keadaan keluarga yang tidak harmonis dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar pada anak khususnya remaja seperti rasa aman, kasih sayang, harga diri dan sebagainya. Hal tersebut dapat berdampak pada perilaku remaja seperti melakukan tindakan bullying baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sebagai pelampiasan dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Jika mengaitkannya dalam hirarki kebutuhan pada teori Maslow, remaja yang hidup dalam keluarga tidak harmonis tentu tidak mudah untuk mencapai kebutuhan yang paling tinggi. Hal ini sejalan dengan pemaparannya yang mengatakan bahwa keluarga
6
merupakan lembaga pertama yang mampu memenuhi kebutuhan dasar tersebut melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua baik secara fisik-biologis maupun sosio-psikologisnya (dalam Syamsu yusuf, 2006: 37). Faktor lain yang mendukung penyebab perilaku bullying pada remaja yakni keadaan status ekonomi pada keluarga. Masalah ekonomi merupakan faktor yang sangat rentan dalam menimbulkan problem rumah tangga. Permasalahan tersebut dapat berdampak pula pada remaja, baik masalah ekonomi yang cukup berlebihan hingga masalah ekonomi yang kurang bahkan sangat kekurangan. Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah, memiliki masalah dengan ketidakmampuan bersaing dengan remaja dari kalangan atas. Hal ini disebabkan karena kurangnya hak-hak mendapatkan keistimewaan dan fasilitas materiil. Akibatnya, untuk mampu memainkan fungsi sosial tertentu dan memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta untuk menegakkan fungsi egonya, para remaja lebih memilih untuk melakukan perbuatan kenakalan seperti perilaku bullying serta melanggar norma-norma yang ada. Rand Conger dkk (dalam Syamsu Yusuf, 2006: 53) menyatakan bahwa orang tua yang mengalami tekanan ekonomi atau perasaan tidak mampu mengatasi masalah finansialnya, cenderung menjadi depresi dan mengalami konflik dalam keluarga. Hal ini pula yang pada akhirnya mampu mempengaruhi masalah remaja, seperti kurangnya harga diri, prestasi belajar
7
rendah, kurang dapat bergaul dengan teman, atau bahkan memilih pergaulan yang salah seperti melakukan perilaku bullying terhadap lingkungan sekitarnya baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orang tua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri. Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolahpun banyak berperan dalam membentuk perilaku remaja. Pendidikan di sekolah merupakan lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Kehadiran teman-teman sebaya di lingkungan sekolah memiliki peran lebih besar dari pada keluarga dalam pembentukan perilaku remaja. Hal ini dikarenakan remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, sehingga dapatlah dimengerti bahwa keberadaan teman-teman sebaya dapat mempengaruhi pembentukan pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan maupun kebiasaannya. Beragam bentuk hubungan yang diberikan oleh teman sebaya baik yang berupa positif maupun yang negatif seperti adanya kebiasaan mem-bully sesamannya. Fenomena perilaku bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti
8
penggencetan, pemalakan, pengucilan, intimidasi, dan lain-lain. Istilah bullying sendiri memiliki makna lebih luas, mencakup berbagai bentuk penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti orang lain sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Dr. Amy Huneck mengungkapkan bahwa 10-60% siswa di Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengicilan, pemukulan, tendangan ataupun dorongan, sedikitnya sekali dalam seminggu (dalam Novan Ardy Wiyani 2013: 18). Hal serupa sering di jumpai bahkan sudah menjadi tradisi di dalam dunia pendidikan ketika pada saat penerimaan siswa baru yang dikenal dengan istilah MOS (Masa Orientasi Siswa). Pada saat MOS berlangsung tidak sedikit tindakan kakak senior yang mencerminkan perilaku bullying seperti mempermalukan adik junior di depan kelas. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti ketika Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan Juli-Agustus 2015 di SMP Negeri 5 Sleman ditemukan beberapa perilaku bullying. Seperti yang dialami NR salah satu siswi kelas VIII yang mendapatkan perilaku bullying dari teman kelas berupa olokan karena mencari perhatian terhadap semua guru dan merebut pacar kakak tingkatnya. NR mengaku pernah dilabrak oleh geng kakak tingkatnya tersebut. Dari hasil wawancara dengan guru BK, didapatkan informasi bahwa kejadian yang di alami NR benar adanya.Guru BK menuturkan pula bahwa NR sempat tidak ingin melanjutkan sekolah akibat dari perlakuan kakak kelas serta teman-temanya tersebut.
9
Selain NR, perilaku bullying juga diterimaoleh FZ siswa kelas VII dari kakak kelasnya. Ketika pulang sekolah FZ mengaku dihadang dan di ancam oleh kakak kelasnya. Dari hasil wawancara dengan guru BK, fokus permasalahan yang dialami FZ karena kecemburuan kakak kelasnya dengan FZ yang menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya. Berbeda pula dengan PT salah satu siswa kelas VII yang mendapatkan bully dari teman kelasnya berupa ejekan karena keadaan keluarganya yang tidak utuh serta penampilannya yang tampak kurang terurus. PT juga sempat mengalami trauma saat PT tengah duduk di banguku SD yang berakibatkan PT berhenti sekolah selama setahun. Dari hasil wawancara bersama guru BK pada hari rabu, 30 maret 2016, selain PT salah satu siswi kelas IX juga mengalami bullying karena keadaan ekonomi keluarga yang rendah. Perilaku bullying yang diperolehnya berupa verbal dan non verbal. Perlakuan yang diterima siswi tersebut berupa direndahkan serta diejek dengan tampang yang sinis oleh temannya. Hal ini membuat mental siswi tersebut menjadi turun dan tidak percaya diri saat berada disamping teman-temannya. Berdasarkan beberapa kasus di sekolah yang telah dikemukakan di atas, diketahui bahwa perilaku bullying menyumbangkan dampak yang sangat serius bagi kehidupan remaja khususnya psikis remaja yang kemudian dapat berhubungan pada permasalahan belajar dan pribadi-sosialnya. Fenomena tersebut akan semakin memperburuk keadaan remaja saat ini dan masa
10
berikutnya apabila tidak segera ditangani. Dibutuhkannya kerjasama dari berbagai pihak, baik sekolah, orang tua maupun masyarakat dalam menangani perilaku tersebut. Peran guru Bimbingan dan Konseling (Guru BK) tidak kalah pentingnya untuk dapat membantu membimbing serta mengarahkan para siswa dalam menyelesaikan permasalahannya termasuk dalam mengatasi dan menghadapi perilaku bullying ini. Perilaku bullying termasuk dalam permasalahan siswa yang membutuhkan layanan bimbingan pribadi-sosial. Guru BK dapat memberikan arahan serta membantu memecahkan masalah siswa dengan memberikan beberapa alternatif materi baik secara klasikal maupun bimbingan kelompok atau konseling individual sehingga siswa dapat menyelesaikan permasalahannya seperti cara menghadapi konflik, menjalin hubungan yang baik dengan teman, dan berlaku asertif. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai sebagaimana besar hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman. B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kurang berperannya keluarga dengan baik dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga serta mempengaruhi perilaku remaja seperti adanya tindakan bullying.
11
2. Jumlah kasus kekerasan rumah tangga di Indonesia setiap tahun meningkat. 3. Adanya perbedaan status ekonomi orang tua menjadi salah satu pemicu terjadinya penyimpangan sosial misalnya perilaku bullying. 4. Perilaku bullying dapat dilakukan oleh anak laki-laki maupun perempuan serta bisa terjadi dimana saja khususnya pada dunia pendidikan/ sekolah. 5. Diduga tingkat keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua dapat meminimalisir perilaku penyimpangan sosial pada remaja seperti perilaku bullying. C. BATASAN MASALAH Dari hasil paparan beberapa identifikasi masalah pada penelitian ini lebih berfokus dan dibatasi pada masalah hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying yang ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman. D. RUMUSAN MASALAH Dari batasan masalah yang disusun maka didapatkan rumusan masalah dalam penelitian yaitu apakah terdapat hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua pada siswa kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman? E. TUJUAN Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keharmonisan
12
keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua pada siswa kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman. F. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan keilmuan khususnya pada bidang Bimbingan dan Konseling pribadi-sosial dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya khususnya perilaku bullying pada remaja. 2. Secara Praktis a) Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk dapat memberikan kesadaran kepada siswa akan pentingnya saling menghargai dalam perbedaan dan berbahayanya perilaku bullying jika berkelanjutan. b) Bagi guru bimbingan dan konseling Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai landasan berpikir dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling terutama pada layanan BK pribadi-sosial dengan menggunakan layanan yang bervariansi seperti melalui sosiodrama, sehingga anak mampu meresapi dari efek yang akan ditimbulkan dari perilaku yang telah dilakukan serta diharapkan guru BK juga dapat bekerjasama dengan orang tua siswa agar dapat dengan mudah melihat perkembangan dari siswa.
13
BAB II KAJIAN TEORI A. KEHARMONISAN KELUARGA 1. Pengertian Keluarga Harmonis Definisi dari kata “keluarga” tentu akan memberikan banyak pengertian dari berbagai sudut pandangannya. Agus Riyadi (2013:101) memberikan pengertian bahwa keluarga merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Keluarga pada umumnya terdiri dari bapak, ibu, dengan anak-anaknya; atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Keluarga batih biasanya disebut keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anaknya. Senada dengan pendapat yang diutarakan oleh Farida Hanum (2013:148) keluarga merupakan jalinan dua orang atau lebih yang terhubung melalui ikatan perkawinan atau hubungan darah yang biasanya tinggal bersama dalam satu tempat. Helmawati (2014: 45) memberikan penjelasan mengenai definisi keluarga yang dilihat dari segi struktur yang ada di dalam keluarga tersebut. Menurut pendangannya keluarga merupakan kelompok kecil yang memiliki pemimpin dan anggota, selain itu mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban
bagi
masing-masing
anggotanya.
Melalui
keluarga,
anak
mendapatkan berbagai pelajaran kehidupan untuk pertama kali seperti mempelajari sifat-keyakinan, sifat-sifat mulia, komunikasi dan interaksi sosial, serta keterampilan hidup. Lebih lanjut dijelaskan oleh M. Munandar Soelaeman (2006:115) keluarga merupakan suatu satuan sosial terkecil yang
14
dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai dengan adanya kerjasama ekonomi. Pembahasan mengenai keluarga tentu erat kaitannya dengan keadaan yang terjadi di dalamnya baik harmonis ataupun tidak harmonis. Penjelasan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia kata harmonis memiliki makna selaras atau serasi. Makna dari kata keharmonisan lebih menitik beratkan pada suatu keadaan, dimana keharmonisan merupakan pencapaian keselarasan dan keserasian. Dalam rumah tangga keserasian dan keselarasan perlu dijaga untuk mewujudkan suasana keluarga yang harmonis. Keharmonisan sebuah keluarga juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang berperan di dalam lingkungan keluarga tersebut. Hal ini senada dengan penjelasan yang disampaikan oleh Syamsu Yusuf (2006:388) bahwa keluarga harmonis ialah keluarga yang mampu memerankan fungsinya dengan baik pada anggota keluarganya seperti memberikan rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan baik antar anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek, dan keiinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainnya. Selain dua pendapat di atas, Suryani (2008:107) memberikan pandangan bahwa keluarga sehat adalah keluarga yang harmonis yaitu keadaan keluarga yang para anggotanya bisa bekerjasama sebagai sebuah tim, satu sama lain saling menghargai, saling memerlukan dan saling mencintai. Berbeda pula
15
dengan pendapat Dadang Hawari (1997:282) yang menyatakan bahwa keluarga yang harmonis dapat dilihat dari sisi keeratan hubungan silaturahmi yang terjalin antar anggota di dalam keluarga tersebut. Berdasarkan dari paparan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga harmonis yakni keadaan dimana seluruh anggota keluarga berusaha untuk menciptakan suasana keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, saling menghormati, perhatian, respek, serta menyadari hak dan kewajiban sesuai porsinya masing-masing. 2. Ciri-Ciri Keluarga Harmonis Kekukuhan keluarga merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan juga kesejahteraan serta keharmonisan dalam keluarga. Defrain dan Stinnett (dalam Sri Lestari, 2012:24-25) mendefinisikan enam karakteristik keluarga yang kukuh (harmonis) yaitu pertama, sebuah keluarga tentunya memiliki komitmen bersama untuk saling membantu meraih keberhasilan dalam membangun keluarga yang harmonis. Kedua, keluarga memiliki kesedian waktu untuk mengungkapkan apresiasinya pada anggota keluarga yang lainnya, seperti adanya kebiasaan mengucapkan rasa terima kasih serta mengakui sisi baik dari setiap anggota sebagai wujud dari penghargaan, sehingga dengan demikian komunikasi dalam keluarga bersifat positif, cenderung bernada memuji, dan menjadi kebiasaan. Penjelasan lebih lanjut pada poin ketiga, yakni adanya waktu luang untuk berkumpul bersama walaupun tidak sering, misalnya makan bersama, bermain
16
bersama atau bahkan memiliki hari libur bersama sehingga menjadi rutinitas yang selalu dinantikan keluarga sebagai wadah untuk menyatukan dan menguatkan mereka. Keempat, memiliki pengembangan spiritualitas di dalam keluarga. Kelima, adanya penyelesaiaan konflik serta cara menghadapi tekanan dan krisis secara efektif, dan keenam, keluarga memiliki ritme dalam rutinitas, kebiasaaan, dan tradisi yang memberikan arahan, makna dan struktur terhadap mengalirnya kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri keluarga yang dapat dikatakan sebagai keluarga harmonis juga disampaikan oleh dua pendapat ahli yakni Agus Riyadi (2013:105) yang di dukung pula dengan Dadang Hawari (1997:283) yang menyatakan bahwa terdapat enam hal yang mampu memhubungani keharmonisan keluarga yakni adanya kehidupan dalam beragama di dalam keluarga, memiliki waktu untuk bersama keluarga, membangun komunikasi yang baik dengan anggota keluarga, saling menghargai antar anggota keluarga, memiliki ikatan yang terkait erat antar anggota keluarga serta adanya penyelesaian konflik dalam keluarga secara positif dan kondusif. Berdasarkan ulasan pendapat para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mewujudkan keluarga yang harmonis setidaknya memiliki beberapa ciri atau karakteristik yang harus dijalani seperti; (1) menciptakan kehidupan agama dalam keluarga, (2) meluangkan waktu untuk keluarga walau hanya sebentar, (3) menciptakan hubungan yang baik dengan anggota keluarga lainnya, (4) membangun rasa saling menghargai dan (5) memiliki ikatan yang
17
erat dengan keluarga serta (6) meminimalisir konflik dalam keluarga. Dengan demikian, untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga tidak cukup hanya dengan melihat dari sisi kelarasan dan keserasian saja, akan tetapi perlu juga melihat hal-hal yang mampu meningkatkan serta menjaga keutuhan keluarga Ciri-ciri tersebut digunakan oleh Agus Riyadi sebagai kriteria terciptanya keluarga harmonis. Karakteristik atau ciri-ciri keluarga harmonis ini akan digunakan peneliti sebagai padoman dalam menyusun instrumen skala keharmonisan keluarga. 3. Ciri-Ciri Keluarga Tidak Harmonis Proses disorganisasi dalam keluarga sedikit banyaknya berasal dari konflik yang berlangsung terus dalam sikap-sikap yang merenggangkan ikatan bersama dari pasangan tersebut. Kharuddin (2008:132) menjelaskan bahwa ketegangan-ketegangan yang saling berdampingan tersebut mempunyai ciriciri umum yakni lunturnya tujuan bersama secara perlahan dan lebih mementingkan tujuan pribadi, selain itu adanya penurunan kerjasama antar anggota di dalam keluarga, kurangnya perhatian dan layanan istri terhadap suami sehingga dapat pula memicu timbulnya ketidakharmonisan di dalam keluarga. Faktor lain yang dapat mengakibatkan disorganisasi dalam keluarga yakni tidak terkoordinasikan lagi hubungan antar anggota keluarga serta adanya perubahan dari hubungan suami istri dengan kelompok-kelompok lainnya dan terjadinya perselisihan antara sikap suami dan istri secara emosional.
18
Helmawati (2014:43-44) memaparkan mengenai ciri-ciri keluarga yang tidak tenteram dan bahagia yang tentunya kebalikan dari tanda-tanda keluarga ideal seperti; 1. 2. 3. 4. 5.
Keluarga tidak terikat dalam pernikahan Pernikahannya tidak sesuai agama dan hukum pemerintahan. Berbeda keyakinan dengan pasangan Perikatan keluarga tidak direstui oleh kedua orang tua. Keluarga tidak lengkap (single parent), hanya satu orang tua dan anak 6. Pasangan telah berkeluarga tidak memiliki keturunan 7. Pasangan satu sama lain tidak saling kenal 8. Pasangan tidak saling menyayangi. 9. Pasangan menikah karena dipaksa. 10. Keluarga tidak merasa cocok satu sama yang lain. 11. Setiap anggota hidup terpisah atau tidak tinggal dalam satu atap 12. Setiap anggota dalam keluarga kehilangan hak dan kewajiban 13. Tidak adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara sesama anggota keluarga terhadap hak dan kewajiban. 14. Pembagian tugas kerja di antara anggota keluarga tidak sesuai dengan porsinya 15. Tidak cukupnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga 16. Komunikasi dengan keluarga tidak lancar 17. Tidak pernah ada bimbingan, pembinaan, dan pengawasan dalam keluarga. Penjelasan lain yang sejalan dengan dua pendapat ahli sebelumnya diungkapkan oleh Dadang Hawari (dalam Syamsu yusuf, 2006; 43) yang memberikan pandangan bahwa ciri-ciri keluarga disfungsi ialah ketika salah satu dari kedua orang tuanya meninggal, hubungan antara kedua orang tua yang tidak baik serta suasana keluarga yang tegang dan tidak hangat, orang tua mengalami perpisahan atau perceraian. Selain itu, pendukung lain keluarga yang mengalami disfungsi yakni kesibukan kedua orang tua sehingga jarang meluangkan waktu untuk keluarga dan keadaan dari salah satu atau kedua orang tua yang mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan jiwa.
19
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terciptanya sebuah keluarga yang tidak tentram atau tidak harmonis dapat dilihat dari berbagai keadaan yang dialaminya seperti adanya pertengkaran antar anggota keluarga, keluarga tidak lengkap (single parent) baik karena meninggal ataupun bercerai, keluarga yang tidak mempunyai keturunan, keluarga yang hidup terpisah, adanya sikap yang tidak saling menghormati dan menghargai baik dari hak-haknya maupun kewajiban yang seharusnya dilakukan, kurangnya komunikasi dan waktu luang yang disediakan untuk keluarga serta lunturnya tujuan bersama dalam menciptakan keluarga yang harmonis 4. Unsur-Unsur Keluarga Unsur-unsur keluarga bisa berbeda-beda jika dilihat dari segi berbagai perspektif dan berbagai pendapat. Hal ini akan bergantung dari perspektif masyarakat mana yang memandang. Istilah lain yang lebih komperhenshif keluarga itu mencakup kakek, nenek, paman, bibi, dan sepupu dari dua belah pihak ikatan pernikahan. Dalam arti luasnya, keluarga dapat dipandang sebagai unit yang bahkan lebih besar, yang sama dengan umat, atau keluarga mukmin (Esposito, 2001:154 dalam Agus riyadi) Oleh karena itu, unsur keluarga jika dijabarkan meliputi; 1. Ayah/ Bapak, sebagai pimpinan seluruh keluarga 2. Ibu, sebagai pendamping ayah, yang bertanggung jawab mengurus segala urusan keluarga terutama pendidikan dan ekonomi keluarga. Ibu juga bertugas sebagai sekretaris, bendahara sekaligus juga sebagai pelaksana operasional. 3. Anak-anak, sebagai anggota keluarga (baik laki-laki maupun perempuan, baik anak kandung maupun anak tiri/ angkat) 4. Saudara (baik saudara ayah atau ibu, yang meliputi kakek, nenek, paman, bibi, dan lain-lain dengan catatan dalam satu rumah).
20
5. Saudara lain yang tinggal serumah dan dianggap sebagai keluarga (biasanya dimasukan dalam daftar KK)
Lee (dalam Sri Lestari 2012:6) menjelaskan mengenai unsur-unsur keluarga dari segi keberadaan anggota keluarga tersebut. Menurutnya unsurunsur keluarga dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu keluarga inti dan keluarga batih. Keluarga inti adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial yaitu; suami-ayah, istri-ibu dan anak-sibling. Adapun keluarga batih adalah keluarga yang di dalamnya menyertakan posisi lain selain ketiga posisi diatas misalnya adanya paman, bibi, kakek, nenek, keponakan ataupun saudara lain yang tinggal dalam satu atap. Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur dari sebuah keluarga pada umumnya terdiri dari dua yakni keluarga inti yang terdiri dari ayah-suami, ibu-istri, dan anak-anaknya dan keluarga yang lebih luas yang terdiri dari nenek, kakek, paman, bibi, sepupu, keponakan, ataupun saudara lainnya yang hidup bersama dalam satu atap. 5. Fungsi Keluarga. Dalam menjalani stuktur di dalam lingkungan keluarga, tentunya setiap anggota memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Farida Hanum (2013:148) memaparkan beberapa fungsi dalam keluarga yang hendaknya dilaksanakan agar tercipta keluarga bahagia di antaranya yakni; pertama, fungsi biologis: yaitu tempat anak-anak dilahirkan. Peran dalam fungsi ini merupakan penerus generasi suatu keluarga, komunitas maupun negara dan umat dunia. Kedua, fungsi afeksi: yaitu tempat bersemayamnya cinta kasih,
21
yang diawali dari dasar perkawinan dibentuk. Peran dalam fungsi ini sangat penting dan khas sehingga sulit untuk digantikan oleh lembaga lain. Ketiga, fungsi sosialisasi: yaitu fungsi yang melekat secara universal pada sistem keluarga. Pada fungsi ini yang paling dekat kaitanya dengan pendidikan, bahkan sering disebut sebagai pendidikan keluarga. Keempat, seiring berjalannya waktu serta perkembangan dinamika masyarakat, fungsi keluarga mengalami perubahan, khususnya fungsi sosial keluarga antara lain seperti berikut: a) Fungsi pendidikan. Pada fungsi ini mengalami perubahan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan yang dahulunya pendidikan hanya didapatkan hanya melalui keluarga saja, sedangkan sekarang sudah beralih ke lembaga pendidikan yang mengajarkan pribadi anak secara komperhensif. b) Fungsi rekreasi. Pada fungsi ini tidak jauh berbeda dengan keadaan fungsi pendidikan. Seiring dengan adanya perkembangan, rekreasi saat ini tidak hanya dilakukan bersama keluarga saja, akan tetapi banyak juga yang melakukan rekreasi di luar keluarga dengan tempat yang lebih menarik dan bervariasi. c) Fungsi keagamaan. Seiring perkembangan zaman, fungsi keagamaan ini tidak lagi berperan aktif di dalam keluarga kerana fungsi ini telah di ambil alih oleh lembaga-lembaga yang bersangkutan.
22
d) Fungsi perlindungan. Keluarga merupakan tempat yang nyaman untuk dapat memperoleh perlindungan khususnya bagi anak-anak, namun untuk saat ini keadaan ini mulai melemah karena banyak diambil alih oleh perkumpulanperkumpulan sosial yang lain (untuk anak cacat, orang jompo, dan lainlain).
Pemaparan lain mengenai fungsi dalam keluarga juga disampaikan oleh Syamsu Yusuf (2006:39) yang juga senada dengan pendapat Helmawati (2014: 44-48) dan Khairuddin (2008: 48) menyatakan bahwa fungsi keluarga terdiri dari; fungsi biologis, fungsi ekonomis, fungsi pendidikan, fungsi sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi rekreasi, dan fungsi keagamaan.
Berdasarkan beberapa pemaparan para ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam sebuah struktur keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain yakni adanya (1) fungsi dalam bidang agama yang memiliki peran dalam penanaman nilai-nilai keyakinan berupa iman dan taqwa, (2) fungsi biologis yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan dalam keberlangsungan hidup keluarga, (3) fungsi ekonomi yang berperan sebagai pengatur penghasilan dalam keluarga, (4) fungsi kasih sayang yang memiliki peranan sebagai wadah dalam menyalurkan rasa kasih sayang terhadap anggota keluarga, (5) fungsi perlindungan untuk setiap anggota keluarga, (6) fungsi pendidikan yang memiliki peranan penting dan utama dalam memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan bagi anggota keluarga dan (7)
23
fungsi sosialisasi anak baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar, serta (8) fungsi rekreasi yang berperan sebagai penghibur serta pengerat jalinan dalam keluarga dengan anggota keluarga lainnya.
B. STATUS EKONOMI ORANG TUA 1. Pengertian Status Ekonomi Istilah dari kata “status” memiliki makna sebuah keadaan atau kedudukan seseorang dalam hubungan dengan masyarakat di sekitarnya (dalam Suwarto dan Agus Sumali, 2007:5; Hartomo dan Arnicun Aziz, 2001: 195). Status di dalam masyarakat tentu memiliki peranan yang berarti bagi setiap keluarga. Melalui peranan status ini pula, kedudukan seseorang dalam lingkungan masyarakat akan dinilai baik dari segi ekonomi maupun status sosialnya. Kata ekonomi merupakan bahasa yang berasal dari Yunani yaitu oikonomia. Oikonomia terdiri dari dua kata yaitu oikos dan nomos. Oikos adalah rumah tangga dan nomos adalah aturan. Dengan demikian, ekonomi berarti ilmu yang mengatur rumah tangga (DJ. Subroto dan Daru Wahyuni, 2004: 22; Hasan Budi Sulistyo dan Bambang Suprobo ,2006: 146, Dadang Supardan, 2008: 366). Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia ekonomi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari azas-azas produksi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan. Penjelasan mengenai ilmu ekonomi juga disampaikan oleh ahli Albert L. Mayers.
Menurut
pendapatnya,
ilmu
ekonomi
adalah
ilmu
yang
mempersoalkan kebutuhan dan pemuas kebutuhan manusia (dalam Dadang
24
Supardan, 2008: 336). Dalam hal ini, kebutuhan yang dimaksud berupa kebutuhan atau keperluan manusia terhadap barang dan jasa yang sifat dan jenisnya bermacam-macam dalam jumlah yang tidak terbatas. Sedangkan, pemuas kebutuhan disini diartikan sebagai kebutuhan yang diperlukan manusia yang memiliki ciri-ciri terbatas. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa status ekonomi adalah keadaan atau kebutuhan seseorang di lingkungan masyarakat dalam mempelajari kedudukannya serta cara mengatur urusan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan serta pemuas kebutuhannya sehari-hari. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Ekonomi Keluarga. Setiap masyarakat senantiasa memiliki tingkatan status ekonomi yang berbeda-beda. Banyak hal yang mampu mempengaruhi perkembangan status ekonomi keluarga yang tentunya akan berbeda-beda pula dari setiap keluarga di dalam masyarakat. Salah satu faktor yang mampu mempengaruhi status ekonomi keluarga dapat dilihat dari perbedaan pendapatan dari setiap keluarga yang disesuaikan dengan harga barang pokok (dalam Kartono, 2006). Namun pada umumnya, tidak hanya pada hasil pendapatan yang diperoleh dari setiap keluarga saja yang mampu mempengaruhi status dari ekonomi keluarga di dalam masyarakat. Akan tetapi, kedudukan serta tingginya tingkat pendidikan pun dapat berpengaruh terhadap status ekonomi keluarga. Seperti halnya yang disampaikan oleh A.C Fadila dan D.A Hidayati (2012) yang juga senada dengan pendapat Syahril Syarbaini dan Rusdiyanta (2013:54) menyatakan bahwa faktor penyebab seseorang tergolong ke dalam suatu
25
perbedaan status ekonomi dapat diukur melalui tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan atau mata pencaharian serta penghasilan yang di dapatkan dari hasil pekerjaannya tersebut. Lebih lanjut dijelaskan oleh S. Nasution (2009: 26) bahwa terjadinya konsep mengenai golongon sosial bergantung pada cara seseorang menggolongkan sosial tersebut, sehingga dalam penggolongannya bersifat fleksibel dan senantiasa dapat mengalami perubahan sesuai dengan keadaan masyarakat tersebut. Menurut pandangannya salah satu metode yang dapat menggolongkan status ekonomi masyarakat yakni melalui metode obyektif. Metode obyektif merupakan metode yang ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain melalui; a) Jumlah pendapatan orang tua, Hal ini sangat menentukan kedudukan kelas sosial seseorang dalam masyarakat. Pada dasarnya kelas sosial merupakan suatu cara hidup, diperlukan banyak uang untuk dapat hidup menurut cara hidup orang yang berkelas sosial. Sumber dan jenis penghasilan sosial seseorang memberikan
gambaran
tentang
latar
belakang
keluarga
dan
kemungkinan cara hidupnya atau kelas sosialnya. b) Lama atau tingginya pendidikan Tinggi rendahnya pendidikan memhubungani stratifikasi seseorang dalam kehidupan sosial. Melalui pendidikan yang telah diperoleh, diharapkan dapat berguna untuk dirinya maupun orang lain khususnya
26
dalam mengambil keputusan dalam memilih pekerjaan sehingga hal tersebut berhubungan pula pada status sosial yang dimilikinya di dalam lingkungan masyarakat. c) Jenis pekerjaan atau mata pencaharian orang tua. Jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lain. Pekerjaan merupakan indikator terbaik untuk mengetahui kelas sosial orang. Menurut Dumairy (1997: 81) sebaran angkatan kerja dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu, 1) lapangan pekerjaan, yang memberi menggambarkan bahwa sesorang berada di sektor produksi jenis apa sehingga sesorang menyandarkan sumber nafkahnya. 2) status pekerjaan, yang member gambaran bahwa seseorang memiliki kedudukan dalam sebuah pekerjaan yang dijalaninnya, dan 3) jenis pekerjaan, dimana seseorang menunjukan kegiatan konkretnya dalam menjalankan pekerjaan yang ditekuninnya.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mampu mempengaruhi status ekonomi keluarga antara lain adanya perbedaan dari jumlah pendapatan orang tua, jenis atau mata pencaharian orang tua, serta tinggi rendahnya tingkat pendidikan orang tua. Adanya penggolongan timbul karena adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Perbedaan tersebut dapat pula dilihat secara spesifik pada pendapatan orang tua setiap harinya yang disesuaikan dengan harga barang pokok. Melalui perbedaan pendapatan ini, selanjutnya peneliti akan menggunakannya sebagai pedoman dalam menyusun instrument angket status ekonomi orang tua.
27
3. Tingkat Status Ekonomo Keluarga Perbedaan kelas sosial di Indonesia ditandai dengan perbedaan pendapatan. Perbedaan pendapatan tersebut kemudian membuat masyarakat dapat dikelompokan menjadi beberapa status ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) pengelompokan status ekonomi masyarakat menjadi empat golongan yaitu (Eko, dkk 2011: 192): - Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan - Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan - Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan - Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan
Filsuf Aristoteles juga memberikan pandangan bahwa di dalam negara terdapat tiga kelompok dalam pembagian status ekonomi yaitu pertama, mereka yang kaya sekali yakni sekelompok kecil dalam masyaraka yang terdiri dari pengusaha, tuan tanah,ataupun seorang bangsawan. Pada poin kedua, yakni mereka yang berada pada status sekonomi menengah yakni sekelompok golongan yang cukup banyak terdapat dalam masyarakat yang terdiri dari para pedagang dsb, dan pada poin yang ketiga, dijelaskan bahwa mereka yang berada pada golongan melarat yakni sekelompok golongan terbanyak dalam masyarakat yang
kebanyakan berasal dari rakyat biasa
(dalam Soerjono Soekanto, 2010: 197). Terdapat perbedaan pandangan dalam pengelompokan tingkatan ekonomi menurut Friedman (dalam Joko Nugroho, 2013). Menurut pendapatnya
28
tingkatan ekonomi yang dimiliki masyarakat dapat dibagi menjadi 4 tingkat ekonomi yakni: a. Adekuat. Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara relisitis. b.
Marginal Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.
c.
Miskin Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri. Pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan.
d.
Sangat Miskin Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.
Gloria E. Wenas, dkk (2015) memberikan pandangan bahwa status ekonomi merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang ada di masyarakat atau yang lebih umumnya terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Tan mengatakan status sosio-ekonomi dapat dilihat
29
dari pekerjaan, pendidikan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan hidup dalam rumah tangga. Berdasarkan ini masyarakat dapat digolongkan kedudukan sosial ekonomi atas, menengah dan bawah. Menurut kriteria Bank Dunia (dalam Yuliana Sudremi, dkk. 2007: 19), porsi pendapatan nasional dinikmati oleh tiga golongan masyarakat yaitu: a.Golongan pendapatan tinggi: 20% dari jumlah penduduk b.Golongan pendapatan menengah: 40% dari jumlah penduduk c. Golongan pendapatan rendah: 40% dari jumlah penduduk. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam masyarakat terdapat tiga tingkatan dalam menggolongkan status ekonomi masyarakat yaitu adanya tingkat tinggi, tingkat sedang/menengah dan tingkat rendah. Pada umumnya golongan yang menduduki tingkatan rendah bawah jumlah orangnya lebih banyak dari pada tingkatan sedang/menengah, demikian seterusnya semakin tinggi golongan semakin sedikit jumlah orangnya. Dengan demikian sistem pelapisan masyarakat itu menikuti bentuk piramid. C. PERILAKU BULLYING 1. Pengertian Perilaku Bullying Bullying merupakan suatu perilaku agresif dan negatif yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalah gunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik (dalam Novan Ardy Wiyani 2013:14). Terjadinya perilaku bullying, tentu akan ada korban serta pelaku tindakan bullying. Olweus mengartikan bullying adalah suatu perilaku dimana
30
seseorang dianggap menjadi korban apabila anak dihadapkan dengan tindakan negatif dari seseorang ataupun sebuah kelompok dimana hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu (dalam Khare, 2005: 197). Tindakan bullying dapat terjadi dengan berbagai bentuk seperti bullying langsung dimana korban menerima perlakuan yang berupa pemukulan, menendang, mencakar. Bentuk lainnya yaitu berupa perilaku bullying yang dilakukan secaratidak langsung yakni perilaku bullying yang secara fisik tidak dirasakan oleh korban seperti adanya rasa terancam, terkucil, ataupun terasingi secars sosial. Adapun bentuk dari bullying tidak langsung yakni mengancam, melihat secara sinis, menggosipkan. Senada dengan pendapat yang dituturkan oleh SEJIWA (2008: 2) bahwa perilaku bullying merupakan suatu tindakan yang menyalahgunakan kekuatan dan kekuasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang. Selain pendapat yang diutarakan oleh para ahli sebelumnya, Ponny Retno Astuti (2008:3) juga memberikan penjelasan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku yang memiliki hasrat untuk menyakiti yang ditunjukkan dalam bentuk tindakan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat dan tidak bertanggung jawab, sehingga menyebabkan seseorang menderita dan biasanya dilakukan berulang-ulang kali dengan perasaan senang.
31
Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku bullying merupakan suatu perilaku yang memiliki hasrat untuk menyakiti seseorang secara berulang kali baik secara langsung maupun tidak langsung yang melibatkan kekuasaan dan kekuatan sehingga mengakibatkan seseorang menderita baik secara fisik ataupun mentalnya. 2. Macam-Macam Perilaku Bullying. Terdapat berbagai jenis dari perilaku bullying yang kerap terjadi disekitar kita khususnya pada kalangan remaja di sekolah. Risauskina, Djuwita, dan Soesetio (dalam Novan Ardy Wiyani 2013:27) mengelompokan beberapa macam bentuk-bentuk dari perilaku bullying antara lain; pertama adanya kontak fisik langsung yang dilakukannya terhadap korban seperti dengan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras, dan merusak barang-barang milik orang lain. Kedua, bentuk perilaku bullying yang kerap terjadi dikalangan anak remaja yakni adanya kontak verbal langsung, seperti mengancam,
mempermalukan,
sarkasme,
merendahkan
(putdowns),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebar gosip. Dijelaskan lebih lanjut perilaku yang ketiga yakni perilaku bullying secara non-verbal langsung, seperti melihat sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkkan, mengejek atau mengancam biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal. Selanjutnya yang keempat, yakni adanya perilaku bullying secara non-verbal tidak langsung, seperti mendiamkan sesorang, memanipulasi persahabatan hingga retak, sengaja
32
mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng, dan yang kelima yakni perilaku bullying dalam bentuk pelecehan seksual. Hal ini terkadang dikategorikan sebagai perilaku agresif fisik atau verbal. Hal serupa juga disampaikan oleh Ponny Retno Astuti (2008: 22) mengenai bentuk dari perilaku bullying. Menurut pandangannya perilaku bullying dapat dibagi menjadi dua jenis yakni; a. Fisik. Hal ini dapat dilihat dari adanya perilaku seseorang yang misalnya; menggigit, menjambak rambut korban, memukul, menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruang atau dengan mengitari, memelintir, menjorok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan meruk kepemilikan (property) korban, atau bahkan penggunaan sentaja dan perbuatan kriminal. b. Non-Fisik Perilaku bullying pada bagian non-fisik terdiri dari dua bagian yakni adanya perilaku bullying secara verbal dan non-verbal. 1) Verbal. Hal ini dapat diperhatikan dari adanya perilaku bullying seperti;
aksi
intimidasi,
pemalakan,
penghasutan,
pemerasan, berkata
menyebarluaskan kejelekan korban.
33
mengancam,
jorok
pada
atau
korban,
2) Non-Verbal, terbagi menjadi langsung dan tidak langsung: a) Tidak langsung: contohnya adanya manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan mengasut, curang dan sembunyi-sembunyi. b) Langsung: contohnya adanya gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain) kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam, menggeram, hentakan mengancam atau menakuti. Hal
serupa
juga
dipaparkan
oleh
SEJIWA
(2008:2-5)
dengan
mengelompokan perilaku bullying tersebut ke dalam tiga jenis yakni sebagai berikut: a. Perilaku bullying fisik Jenis perilaku bullying yang dikategorikan kasat mata. Hal ini dikarenakan siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan langsung dengan fisik korbannya. Misalnya, pelaku bullying melakukan pemukulan, menampar, merampas, menjanggal, melempar dengan barang. b. Perilaku bullying verbal Jenis perilaku bullying ini tidak jauh berbeda dengan jenis perilaku bullying fisik karena perilaku ini dapat terdeteksi dengan panca indera kita. Misalnya, adanya perilaku menebar gosip, memaki, menghina, memberikan julukan, mempermalukan di depan umum, menjulurkan lidah, menuduh, membentak, meneriaki.
34
c. Perilaku bullying mental/ psikologis Jenis perilaku bullying yang dapat dikategorikan sangat berbahaya karena tidak dapat diketahui oleh mata dan telinga apabila kita tidak cukup awas dalam mendeteksinya. Perilaku ini terjadi secara tidak kita sadari dan diluar radar pemantauan kita.
Misalnya, mengucilkan,
mendiamkan seseorang, memandang dengan sinis, memandang dengan penuh ancaman, melototi dan mencibir, memberi pesan teror baik melalui sosial media atau telepon. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa macammacam dari bentuk perilaku bullying dapat dikelompokan kedalam lima bentuk yaitu adanya perilaku bullying secara fisik, perilaku bullying secara non-fisik yang berupa verbal, non-verbal yang terdiri secara langsung dan tidak langsung serta perilaku bullying dalam bentuk pelecehan seksual. Melalui macam-macam bentuk perilaku bullying yang mengacu pada pendapat Novan Ardy Wiyani, selanjutnya peneliti akan menggunakannya sebagai pedoman dalam membuat instrumen skala perilaku bullying. 3. Pelaku Perilaku Bullying Dalam
kejadian bullying tentu terdapat pihak-pihak yang berperan di
dalamnya. Novan Ardy Wiyani (2013:60) memberikan penjelasan mengenai lima pihak sebagai berikut: a. Bully yaitu siswa yang dapat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.
35
b. Asisten bully yaitu seseorang yang juga berperan aktif dalam perilaku bullying, akan tetapi dia lebih cenderung bergantung perintah ketua atau bully. c. Rinforce adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untukk menonton san sebagainya. d. Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban, sering kali akhrinya mereka menjadi korban juga. e. Outsider adalah orang- orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seoah-olah tidak peduli. 4. Gejala Korban Perilaku Bullying Setiap perilaku yang terjadi, tentu akan memiliki dampak yang diterimanya. Novan Ardy Wiyani Ardy Wiyani (2013:59) memberikan gambaran mngenai dampak yang terjadi akibat dari perilaku bullying sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Mengalami luka (berdarah, memar, dan goresan) Sakit kepala/ sakit perut Barang miliknya mengalami kerusakan. Mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran. Takut pergi sekolah sehingga sering bolos Mengubah rute pergi sekolah Prestasi akademiknya menurun Menarik diri dari pergaulan atau merasa malu Tidak mau berpartisipasi lagi dalam kegiatan yang biasanya disukainya j. Gelisah, murung, dan menjadi agresif dengan melakukan bullying kepada saudara kandung k. Mengancam atau mencoba bunuh diri
36
Menurut SEJIWA (2008:12) gejala yang terjadi akibat dari perilaku bullying antara lain anak akan mengalami tidak semangat sekolah, menjadi pendiam, mudah tersinggung, sering mimpi buruk, anak menjadi pendendam, mudah cemas, kepercayaan pada diri anak berkurang, menjadi lebih kasar, lebih sensitif, menjadi rendah diri, prestasi anak jadi menurun, konsentrasi dalam belajar juga menurun, tidak ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, adanya memar di bagian tubuh anak, dan kemungkinan juga anak akan melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Berdasarkan dari pemaparan para ahli dapat disimpulkan bahwa gejala yang dapat terjadi pada anak yang menerima perilaku bullying berupa adanya bentuk kekerasan fisik (seperti bekas memar, cakaran dan lain sebagainya), adanya perubahan dalam bentuk kebiasaan anak (seperti menjadi pendiam, mengubah rute pergi dan pulang sekolah, dan lain sebagainnya) dan juga adanya gangguan psikis (seperti gelih, mudah cemas, percaya diri menurun dan lain sebagainnya). 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Ponny Retno Astuti (2008:4-5) memaparkan beberapa faktor yang dapat memhubungani adanya tindakan bullying pada remaja antara lain yakni; a. Adanya perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, etnisitas atau rasisme. Pada perbedaan kelas seringkali terjadi perbedaan anggapan antara senior dan junior di sekolah. Dalam fenomena ini, sering kali senior menyalah artikan kedudukannya sebagai seseorang yang berkuasa sehingga mampu memperlakukan
37
adik-adik juniornya sesuai kehendaknya hingga timbullah perilaku bullying. Keadaan siswa yang memiliki perbedaan status sosial serta ekonomi di dalam suatu kelompok akan rentan menjadi korban perilaku bullying. b. Adanya tradisi senioritas. Dengan adanya tradisi yang turun-temurun ini misalnya adanya Masa Orientasi Siswa (MOS) yang merupakan suatu kegiatan awal untuk siswa baru agar dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Akan tetapi, tidak sedikit yang menyalah gunakan kesepatan ini sebagai ajang pem-bully-an terhadap adik kelasnya secara berlebihan. c. Adanya senioritas. Salah satu wadah dalam perkembangan perilaku bullying yakni dengan adanya peran senioritas. Melalui peran senioritas ini lebih lanjut dimanfaatkan sebagai hiburan, balas dendam, iri hati, mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau menunjukkan kekuasaan bagi pelaku bullying. d. Keadaan keluarga yang tidak harmonis. Keadaan keluarga yang bertentangan serta perceraian dari kedua orang tua dapat menjadikan seorang anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang serta komunikasi yang kurang sehingga menyebabkan anak melakukan perilaku bullying. e. Keadaan sekolah yang tidak harmonis dan diskriminatif. Keadaan sekolah yang tidak harmonis serta kondusif misalnya adanya pergaulan siswa yang membeda-bedakan status sosial dan ekomomi antar teman
38
atau mendiskriminatif terhadap teman-teman atau kelompok teman dalam satu kelas yang tidak disukai, serta adanya sikap guru yang tidak memberikan kesempatan berkontribusi dalam membentuk lingkungan belajar mengajar yang sehat dapat memicu terjadinya perilaku bullying. f. Adanya karekteristik dari individu atau kelompok itu sendiri misalnya adanya rasa dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban, dengan kekuatan fisik, dan daya tarik seksual, atau bahkan hanya untuk meningkatkan popularitas pelaku dikalangan teman sepermainannya. g. Adanya persepsi nilai yang salah atas perilaku korban. Kurangnya komunikasi dapat menimbulkannya kesalahpahaman antara persepsi pelaku terhadap korban sehingga mengakibatkan timbulnya perilaku bullying diantara keduanya. 6. Tempat Terjadinya Perilaku Bullying Bullying dapat terjadi di mana saja, di lingkungan dimana terjadi interaksi sosial antara manusia. Novan Ardy Wiyani Ardy Wiyani (2012:14) memberikan gambaran beberapa tempat terjadinya perilaku bullying, antara lain seperti: a. Sekolah, yang disebut school bullying Perilaku bullying yang terjadi dilingkungan sekolah. Perilaku ini sering terjadi ditempat-tempat yang bebas dari pantau guru maupun orang tua seperti di dalam kelas, lorong kelas, kamar mandi sekolah.
39
b. Tempat kerja, yang disebut workplace bullying Perilaku workplace bullying adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dilingkungan kerjanya yang bertujuan untuk menyakiti atau merugilan orang lain di organisasi yang sama (Khare, 2005: 203). Pelaku dalam perilaku bullying ini biasa dilakukan dengan rekan kerja baik yang sepantaran maupun rekan kerja yang senior, bahkan tidak menutup kemungkinan jajaran atas di lingkungan kerjanya tersebut. c. Internet atau teknologi digital, yang disebut cyber bullying. Seiring perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan perilaku bullying dapat terjadi dengan memanfaatkan media sosial melalui gadget yang dimiliki. Perilaku bullying ini tersebar melalui beberapa macam akun sosial media yang dimiliki misalnya melaui facebook, instagram, twetter,
path, bahkan bisa juga melalui pesan singkat
handphone, e-mail dan lain sebagainya. d. Lingkungan politik, yang disebut political bullying. Salah satu perilaku yang dapat mencerminkan adanya perilaku bullying dalam sebuah politik yakni dengan memanfaatkan wadah politik tersebut sebagai praktik untuk menjatuhkan reputasi lawan politik lainnya. Hal ini biasa terjadi ketika adanya pemilihan- pemilihan umum.
40
e. Lingkungan militer, yang disebut military bullying. Perilaku bullying juga dapat terjadi dikalangan militer. Perilaku ini dapat diperhatikan ketika adanya sistem penerimaan anggota baru, dengan alasan sebagai pengujian mental serta kekuatan fisik bagi anggota baru tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat berujung pada perilaku kriminal seperti adanya tindakan penganiayaan yang diterima oleh anggota. f. Dalam perpelancongan, yang disebut hazing.
Fenomena yang ada, perilaku bullying banyak terjadi di lingkungan sekitar kita khususnya di lingkungan sekolah. Tempat yang menjadi favorit dari tindakan perilaku bullying ini berada ditempat yang sepi terutama ditempattempat yang bebas dari pengawasan guru maupun orang tua. Perilaku bullying juga terjadi dikawasan yang lebih luas seperti di jalan. Bahkan dengan adanya kemajuan teknologi terkini, tidak menutup kemungkinan pelaku bullying menjajah korbanya melalui pesan pendek telepon genggam atau cyber bullying melalui e-mail. Beberapa contoh tempat terjadinya tindakan bullying menurut Ponny Retno Astuti (2008:5) dan SEJIWA (2008:15), yaitu di halaman sekolah, di kelas, di lorong sekolah, lapangan, di kamar mandi sekolah, di warung/kantin sekolah, serta sepanjang jalan/wilayah antara sekolah dan rumah (jalan, taman, mall, bus dan pasar). Berdasarkan dari ulasan para ahli di atas,dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku bullying dapat terjadi dimana saja baik di lingkungan sekolah,
41
bekerja, jaringan internet atau teknologi digital yang disebut sebagai cyber bullying seperti melalui sosmed (fb, tweeter, instagram, path, e-mail ataupun telepon genggam) lingkungan politik, lingkungan militer, tempat wisata maupun ditempat umum lainnya. Pada penelitian ini akan dibatasi letak atau tempat terjadinya perilaku bullying pada remaja yakni disekitar lingkungan sekolah. Perkembangan perilaku bullying di lingkungan sekolah tentu memiliki efek negatif terlebih jika perkembangan tersebut melambung pesat seperti adanya perilaku yang mempermalukan salah satu siswa di depen umum, merampas barang yang bukan miliknya, menghina atau memaki, memberikan ancaman terhadap korbanya dan lain sebagainnya. Oleh sebab itu, dibutuhkannya perhatian khusus dalam menghadapi serta menyelesaikan permasalahan tersebut khususnya dikalangan remaja di dunia pendidikan. D. PENELITIAN RELEVAN 1. Andi Halimah, dkk “Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP” (2015). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif persepsi pada bystander terhadap intensitas bullying dengan nilai r sebesar 0,343 dan signifikansi atau p sebesar 0,017. Adapun nilai sumbangan efektif sebesar 11,8%. Dengan demikian, peran orang yang hadir di lokasi terjadinya bullying dapat meningkatkan intensitas atau meningkatkan kemungkinan berulangnya perilaku bullying pada siswa SMP di Makassar. Konsep sekolah yang ramah pada siswa merupakan hal yang sangat mendesak untuk
42
diterapkan. Segenap stakeholder yang peduli dengan pendidikan dan pembentukan sikap mental atau akhlak peserta didik yang terpuji harus bersinergi untuk mewujudkan cita-cita mulia ini. 2. Siti Qomariyah Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap Akhlak Remaja (Studi Kasus Pada Remaja ,Desa Glawan Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang) Tahun 2010 Dari hasil penelitian,diperoleh nilai rXY untuk korelasi antara keharmonisan keluarga dengan akhlak remaja Desa Glawan, Kecamatan Pabelan,
Kabupaten
Semarang,
Tahun
2010sebesar
0,578
Setelah
dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikasi 5% dengan N=26 sebesar 0,388 dan taraf signifikasi 1% = 0,496 ternyata hasil rXY lebih besar dari pada harga r tabel Product moment. Hal ini membuktikan bahwaadanya pengaruh positif antara keharmonisan keluarga terhadap akhlak remaja Desa Glawan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang Tahun 2010. Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan pada bab I yang mengatakan bahwa “Ada pengaruh positif antara keharmonisan keluarga terhadap akhlak remaja Desa Glawan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Tahun 2010” diterima. Berdasarkan dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa peran keluarga serta status ekonomi orang tua sangat berhubungan dalam perilaku anak. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian ini memiliki sudut pandang yang sama hanya saja lebih difokuskan pada perilaku anak di dunia
43
pendidikan/sekolah dalam bentuk perilaku bullying yang ditinjau dari tingkat keharmonisan keluarga serta status ekonomi orang tua siswa. E. KERANGKA BERFIKIR Masa remaja merupakan masa terjadinya ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini dianggap sebagai masa “badai dan topan” (dalam Rita Eka Izzaty, dkk 2008:135). Dimasa ini ketegangan emosi remaja tidak menentu, tidak stabil serta meledak-meledak sehingga tidak heran jika banyak kalangan remaja yang salah dalam memilih pergaulan. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh remaja tentu memiliki efek pada kehidupannya. Salah satu permasalahan yang merupakan penyimpangan dari norma-norma yang berlaku tersebut yakni adanya masalah pada interaksi sosial remaja di lingkungan masyarakat khususnya di sekolah seperti adanya perilaku bullying. Perilaku bullying di sekolah bukanlah masalah baru bagi remaja. Terbentuknya perilaku bullying ini dapat dikaitkan dengan hubungan keadaan tingkat keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua. Keadaan keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak karena melalui keluarga anak mendapatkan kebutuhan yang diperlukannya. Syamsu Yusuf (2006:34) menjelaskan bahwa perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan akan nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk dapat mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat. Hal tersebut tidak hanya dapat diterapkan dalam keluarga, melainkan juga dapat diterapkan
44
di lingkungan sekitar sehingga anak mampu menjalin dan membangun interaksi sosial yang hangat dengan sesamannya. Namun sebaliknya, keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil, atau broken home merupakan faktor penentu bagi berkembangnya kepribadian anak yang tidak sehat (dalam Syamsu Yusuf, 2006:44). Keluarga yang di dalamnya mengalami disintergasi dapat mengakibatkan remaja kurang mendapatkan perhatian orang tua serta kasih sayang yang dibutuhkan sehingga membuat remaja mencari kegiatan lain yang tidak jarang mengarah pada perilaku yang negatif sebagai bentuk dari pelampiasannya. Ada berbagai macam perilaku yang dapat dilakukan oleh remaja seperti melakukan perilaku bullying pada orang di sekitarnya. Hal lain yang mampu memicu terjadinya perilaku bullying pada remaja yakni keadaan status ekonomi yang dimiliki oleh orang tua. Perbedaan status ekonomi yang dialami oleh orang tua ini dapat dipicu dari beberapa faktor seperti adanya perbedaan jenjang sekolah yang ditempuh oleh orang tua, jenis pekerjaan serta besar penghasilan atau gaji yang diterima setiap orang tua. Keadaan keluarga yang berkecukupan sudah semestinya mampu untuk dapat memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh remaja, sehingga pada dasarnya remajapun dapat memanfaatkan haknya tersebut sesuai dengan kebutuhan yang diperlukannya secara bijak. Akan tetapi, berbeda pula dengan remaja yang berada dalam keadaan keluarga yang memiliki tekanan ekonomi. Keadaan ini dapat menyebabkan
45
remaja kekurangan akan hak-hak yang dibutuhkannya terlebih pada kesempatan dalam mendapatkan keistimewaan serta fasilitas materiil. Seperti yang diutarakan oleh Sofyan S Willis (2012:102) bahwa remaja dengan keadaan ekonomi orang tua yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya dapat menjadikan remaja merasa rendah diri ketika bersama teman-temannya atau berada di lingkungan sekitarnya. Akibatnya timbulah berbagai masalah sosial yang disebabkan dari kelakuan para remaja yang gagal dalam memenuhi kebutuhan akan barang-barang mewah tersebut seperti melakukan perilaku bullying. Remaja yang memiliki status ekonomi yang rendah dapat melakukan perilaku bullying sebagai bentuk pelampiasan karena tidak terpenuhi kebutuhannya seperti materiil. Tindakan yang memungkinkan dilakukan oleh remaja yakni berupa perilaku bullying secara fisik seperti memalak teman, merampas barang teman, dan sebagainnya. Melihat fenomena tersebut tentu akan mengakibatkan dampak yang sangat merugikan baik pelaku maupun korban. Sebagaimana didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan Dyah (2014) yang menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa akibat yang ditimbulkan dari tindakan bullying adalah korban menjadi marah, sebel, takut, menjadi pendiam serta menjadi pelaku tindakan bullying terhadap orang lain.
46
F. DESAIN PENELITIAN
Keharmonisan keluarga
Perilaku bullying
Gambar 2. Desain Penelitian
G. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara tentang rumusan masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji. Berdasarkan uraian teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif antara keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman.
47
BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan data-data yang diperoleh berupa angka-angka yang kemudian dapat dianalisis berdasarkan proses analisis statistika. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2015:53) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang didasari oleh filsafat positivisme yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan disajikan serta diolah dalam bentuk angka-angka menggunakan statistik. Senada dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2010: 27) yang menyatakan bahwa penelitian kuantitaf ialah suatu penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian korelasi. Suharsimi Arikunto (2010:04) menjelaskan bahwa penelitian korelasi merupakn penelitian yang bermaksud untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel yang diteliti. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Sukardi (2011:166) bahwa penelitian korelasi merupakan penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel. Sedangkan menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2015:56) penelitian korelasi adalah penelitian yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antar suatu variabel dengan beberapa variabel lainnya. Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif 48
dengan jenis kolerasi karena data atau informasi yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk kuantitatif atau angka-angka yang di dukung dengan proses analisis statistik, sedang dikatakan korelasi karena penelitian ini mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya yakni hubungan keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua terhadap perilaku bullying. B. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (dalam Suharsimi Arikunto 2010:173). Pendapat lain yang diutarakan oleh Burhan Nurgiyantoro, dkk (2009: 20) populasi adalah keseluruhan anggota subjek penelitian yang memiliki kesamaan karakteristik. Lebih lanjut dijelaskan oleh Sugiyono (2007: 117) populasi merupakan suatu wilayah generasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek peneliti yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari serta ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman dengan total siswa 258 dengan jumlah 128 kelas VII dan 128 kelas VIII.
49
2. Sampel Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2015:252) sampel adalah suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel dan perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek penelitian. Pendapat lain yang diutarakan oleh Sugiyono (2007: 118) sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penjelasan lebih lanjut yang diutarakan oleh Suharsimi Arikunto (2010: 174) sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Hal selanjutnya yang dilakukan yakni menentukan teknik sampel yang akan digunakan. Adapun teknik sampling yangakan digunakan pada penelitian ini ialah teknik stratified proportional random sampling. Stratified digunakan karena terdiri dari dua tingkatan kelas, yaitu kelas VII dan VIII. Proportional berarti peneliti mengambil wakil dari setiap kelompok dalam jumlah populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan proporsi jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok, sedangkan random sampling berarti semua subjek di dalam populasi berhak menjadi sampel dan penentuan sampelnya dengan melakukan undian terhadap semua populasi (dalam Suharsimi Arikunto, 2011: 177). Teknik
dalam
penentuan
sampel
dalam
penelitian
ini
dihitung
menggunakan tabel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5%, sehingga sampel yang diperoleh mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi (Sugiyono, 2007: 128). Jumlah populasi
50
dalam penelitian ini yakni 256 siswa, sehingga besar jumlah sampel berdasarkan tabel Isaac dan Michael yang diperlukan yakni 146 siswa. Langkah selanjutnya setelah menentukan sampel dari jumlah populasi secara keseluruhan yakni menentukan jumlah sampel dalam setiap kelas yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah (2012: 130) sebagai berikut:
Sampel 1 =
Populasi 1
Total populasi
× Total sampel
Tabel 1. Jumlah sampel penelitian Jumlah siswa per kelas
No
Kelas
1
VII A
32
2
VII B
32
3
VII C
32
4
VII D
32
5
VIII A
32
6
VIII B
32
Jumlah populasi per strata
VIII C
32
8
VIII D
32
Jumlah
256
Jumlah sampel per kelas 32 146×73=18.25
128 ×146 256
128
= 73
32 146×73=18.25 32 146×73=18.25 32 146×73=18.25
32 146×73=18.25
128 ×146 256
128 7
Perhitungan sampel 5% per strata
256
146
51
= 73
32 146×73=18.25
32 146×73=18.25 32 146×73=18.25
Pembulatan
19 orang 19 orang 19 orang 19 orang 19 orang 19 orang 19 orang 19 orang 152
C. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Sleman yang terletak di Jl. Karangasem, Pandowo Harjo, Kec. Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses untuk pengumpulan data dilakukan pada 26 september - 04 oktober 2016 D. VARIABEL PENELITIAN Variabel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010: 169) merupakan suatu gejala yang bervariansi, yang menjadikannya suatu objek penelitian. Pendapat lain yang diungungkapkan oleh Sugiyono (2007: 61) bahwa variabel merupakan suatu atribut, atau sifat, atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diambil kesimpulannya. Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah gejala-gejala yang menunjukan variansi tertentu dan dapat dijadikan suatu objek penelitian kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terkait. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain: 1. Variabel bebas (X) Variabel bebas yaitu variabel yang dapat mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua siswa.
52
2. Variabel terikat (Y) Variabel terikat yaitu suatu variabel yang mampu mempengaruhi atau yang menjadikan akibat dari variabel bebas (Sugiyono, 2008:61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku bullying. E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan skala likert dan kusioner. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (dalam Sugiyono, 2013: 134) sedangkan kusioner merupakan salah satu teknik dalam mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pernyataan ataupun pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (dalam Sugiyono, 2013: 142). Penelitian
ini
menggunakan
sebuah
kuesioner
sederhana
untuk
mengungkapkan data dalam variabel status ekonomi orang tua mengenai pendapatan orang tua siswa, sedangkan pada variabel keharmonisan keluarga dan variabel perilaku bullying akan menggunakan skala likert. Langkah selanjutnya yakni melakukan pembuatan instrument penelitian dengan menyusun kisi-kisi dari kuesioner dan skala setiap variabel. Masing-masing skala, baik skala keharmonisan keluarga, maupun skala perilaku bullying menggunakan empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S),
53
tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skala tersebut disajikan dalam dua bentuk pernyataan yakni bentuk favourable (+) yang akan diberikan skor secara beturutan 4, 3, 2, dan 1. Skala dalam bentuk kedua berupa pernyataan unfavourable (-) yang akan diberikan skor secara berlawan yaitu berturutan dari 1, 2, 3, dan 4. Tabel 2. Pola Opsi Alternatif Pilihan Pada Skala No 1 2 3 4
Alternative pilihan SS S TS STS
Skor favorebel (+) 4 3 2 1
Skor unfavorebel (-) 1 2 3 4
F. INSTRUMENT PENELITIAN Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur suatu fenomena alam maupun sosial yang diamati, sehingga diperlukannya alat ukur yang baik karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan sebuah pengukuran pada variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2013: 148). 1. Definisi Operasional a) Keharmonisan keluarga. Keluarga harmonis yakni keadaan dimana seluruh anggota keluarga berusaha untuk menciptakan suasana keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, saling menghormati, perhatian, respek, serta menyadari hak dan kewajiban sesuai porsinya masing-masing. Ciri-ciri keluarga harmonis yakni (1) menciptakan kehidupan agama dalam keluarga, (2) meluangkan waktu untuk keluarga walau hanya sebentar, (3) menciptakan hubungan
54
yang baik dengan anggota keluarga lainnya, (4) membangun rasa saling menghargai dan (5) memiliki ikatan yang erat dengan keluarga serta (6) meminimalisir konflik dalam keluarga. Tabel 3. Kisi-kisi Keharmonisan Keluarga. No
1
2
3
4
5
6
Aspek
Indikator
a. Melaksanakan sholat dan mengaji secara bersama Menciptakan b. Berdiskusi mengenai ilmu kehidupan agama agama dalam keluarga c. Menerapkan sikap dan perilaku beragama a. Berdiskusi bersama keluarga b. Rekreasi bersama keluarga c. Berkumpul bersama keluarga Meluangkan waktu d. Memiliki waktu senggang untuk keluarga bersama keluarga e. Melakukan makan bersama keluarga a. Mengungkapan rasa sayang Menciptakan hubungan terhadap keluarga yang baik dengan anggota keluarga b. Bekerjasama lainnya c. Saling berbagi a. Berani mengutarakan pendapat dengan anggota keluarga Membangun rasa saling menghargai b. Saling mendukung antar anggota keluarga a. Memiliki ikatan dengan orang Memiliki ikatan yang tua erat dengan keluarga b. Memiliki ikatan dengan saudara a. Meminimalisir konflik dengan orang tua Meminimalisir konflik b. Meminimalisir konflik dengan dalam keluarga diri sendiri c. Meminimalisir konflik dengan saudara Jumlah
55
∑
No item (+)
(-)
2
4
6
2
2
4
3
2
5
2 2 3 2
3 3 1 1
5 5 4 3
1
2
3
3
1
4
2 4 3
3 1 3
5 5 6
1
1
2
2
2
4
3 3
2 2
5 5
3
1
4
1
2
3
42
36
78
b) Status Ekonomi Orang Tua Status ekonomi adalah keadaan atau kebutuhan seseorang di lingkungan masyarakat dalam mempelajari kedudukannya serta cara mengatur urusan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan serta pemuas kebutuhannya sehari-hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status ekonomi orang tua yakni adanya perbedaan pendapatan yang diperolah dari setiap orang tua siswa. Tabel 4. Angket pada Status Ekonomi Orang Tua No
Aspek
Indikator
Ayah Penghasilan/ 1 gaji Ibu
Sub indikator a. Lebih dari Rp.1.500.000 b. Antara Rp.1.000.000,-sampai Rp.1.500.000 c. Antara Rp.500.000,-sampai Rp.1.000.000 d. Kurang dari Rp.500.000 a. Lebih dari Rp.1.500.000 b. Antara Rp.1.000.000,-sampai Rp.1.500.000 c. Antara Rp.500.000,-sampai Rp.1.000.000 d. Kurang dari Rp.500.000
c) Perilaku bullying Perilaku bullying merupakan suatu perilaku yang memiliki hasrat untuk menyakiti seseorang secara berulang kali baik secara langsung maupun tidak langsung yang melibatkan kekuasaan dan kekuatan sehingga mengakibatkan seseorang menderita baik secara fisik ataupun mentalnya. Macam-macam perilaku bullying yakni perilaku bullying fisik, verbal dan non verbal.
56
Tabel 5. Kisi-kisi perilaku bullying No
1
2
3
Aspek
Bullying fisik
Bullying verbal
Bullying non verbal
Indikator
∑
No item (+)
(-)
a. Memukul atau mendorong
2
1
3
b. Menjambak atau mencakar
3
-
3
c. Mengunci seseorang di 1 dalam ruangan d. Memeras uang dan 3 mengambil barang secara paksa e. Menjegal atau menendang 3
1
2
1
4
-
3
a. Memaki dan mengancam b. Mencela/ mengejek dan mencibir c. Memberikan dan memanggil nama yang tidak sesuai dengan nama aslinya (sarkasme) d. Menyebar gosip atau fitnah
1 1
2 3
3 4
3
1
4
1
2
3
e. Mempermalukan di depan umum a. Memandang sinis dan menjulurkan lidah b. Mengucilkan dan mendiamkan seseorang c. Melakukan terror
4
1
5
3
-
3
4
1
5
3
-
3
32
13
45
Jumlah
G. UJI COBA INSTRUMEN Sebelum instrumen digunakan pada pengumpulan data penelitian, maka sebaiknya instrumen di ujicobakan terlebih dahulu agar data yang didapatkan manjadi akurat sesuai dengan tujuan melalui uji validitas dan reliabilitas. Instrumen yang baik menurut Sugiyono (2013:305) ketika instrumen tersebut telah teruji validitas dan reliabilitasnya serta digunakan secara tepat dalam pengumpulan data.
57
1. Uji Validitas Dalam mengembangkan sebuah instrumen, perlu dilakukan adanya uji validitas. Suharsimi (2010: 211) mengatakan bahwa validitas data merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Menurut Sugiyono (2013: 363) validitas adalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Burhan Nurgiyantoro, dkk (2009:338) menyumbangkan pendapat bahwa validitas dari sebuah data berkaitan dengan permasalahan “apakah instrumen yang dimaksudkan untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan diukur tersebut”. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah ukuran yang menunjukan adanya tingkat ketepatan atau kevalidan pada suatu instrumen.Instrumen dapat dikatakan valid, apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur sesuatu yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan pengujian validitas konstrak. Menurut Sugiyono (2013:177) pada pengujian validitas konstrak dapat digunakan pendapat para ahli. Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Pengujian validitas konstruk dalam penelitian ini dilakukan dengan meminta pendapat ahli yaitu dosen pembimbing.
58
Setelah pengujian konstruksi dari ahli selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen.Instrumen ini diuji cobakan pada sampel yang berbeda dari populasi subyek penelitian. Jumlah sampel yang digunakan untuk uji coba instrumen sekitar 30 orang. Setelah data ditabulasikan, pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor. Analisis faktor dilakukan dengan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total (Sugiyono, 2011: 177). Dalam mengkorelasikan tiap skor item dengan skor total peneliti menggunakan bantuan software SPSS 20.0 for windows. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya ≥0,3 maka faktor tersebut merupakan content
memenuhi syarat dan memiliki
validitas yang tinggi, sementara bila nilai korelasi ≤0,3 maka dapat disimpulkan bahwa butir instumen tesebut dinyatakan tidak valid (Sugiyono, 2011: 178). 2. Uji Reliabilitas Selain uji validitas, sebuah instrument juga perlu untuk menguji reliabilitas. Sebuah instrumen dapat dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut mampu mengungkap data yang dipercaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2013: 364) bahwa suatu data dapat dikatakan reliabel apabila data tersebut konsisten dan stabil dalam artian, jika dua atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang sama, atau penelit sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data lebih dipecah menjadi dua menunjukan data yang tidak berbeda. Menurut Burhan Nurgiyantoro, dkk (2013: 340) instrumen dikatakan
59
reliabel apabila dapat menunjukan pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas alat ukur tentang keharmonisan keluarga dan perilaku bullying siswa adalah dengan Alpha Cronbach. Reliabilitas Alpha Cronbach dapat dipergunakan baik untuk instrument yang jawabannya berskala maupun yang bersifat dikhomatis. Skala jawaban pada penelitian ini memiliki 4 opsi jawaban, maka keempat opsi jawaban itu masing-masing memiliki skor sesusai dengan derajat ketepatannya. Skala jawaban itu misalnya 1-4 artinya jawaban terendah pada angka 1. 3. Hasil Uji Coba Instrumen Sebelum melakukan penyebaran instrumen kepada subyek, terlebih dahulu instrument tersebut diuji cobakan guna mendapatkan kebakuan dalam pernyataannya baik uji validitas maupun uji reliabilitas. Hal ini dilakukan dengan cara menyebarkan instrumen kepada siswa sejumlah 30 siswa. Pada pelaksanaan uji coba ini, subyek yang diberikan instrumen adalah subyek yang berada di luar sampel yang telah ditetapkan di SMP Negeri 5 Sleman. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas VIII C dan VII C di SMP Negeri 4 Sleman, sehingga subyek uji coba instrumen tersebut tidak termasuk dalam subyek penelitian. Alasan dipilihnya siswa SMP Negeri 4 Sleman sebagai subyek uji coba dikarenakan adanya rekomendasi dari guru BK SMP Negeri 5 Sleman terkait kesesuaian atau setaranya karekteristik dari
60
dua sekolah tersebut yaitu remaja yang merupakan pelajar sekolah negeri dan juga mayoritas berasal dari keluarga menengah kebawah. Setelah dilakukannya uji tes dengan menggunakan SPSS For Window Seri 20.0 melalui product moment di dapatkan hasil sebagai berikut: a) Analisis butir item 1) Analisis butir item pada variabel keharmonisan keluarga. Hasil dari uji coba yang telah dilakukan pada variabel keharmonisan keluarga didapatkan 38 item yang valid dari 71 item yang diuji cobakan dengan koefisien validitas
aitem dari yang
terendah yakni -0.289 hingga 0.600. Adapun rincian dari item tersebut baik yang vailid maupun yang gugur dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 6. Item valid dan tidak valid pada keharmonisan keluarga No item No
1
2
Aspek
Menciptakan kehidupan agama dalam keluarga
Meluangkan waktu untuk keluarga
Indikator
Valid
a. Melaksanakan sholat dan mengaji secara bersama b. Berdiskusi mengenai ilmu agama c. Menerapkan sikap dan perilaku beragama a. Berdiskusi bersama keluarga b. Rekreasi bersama keluarga c. Berkumpul bersama keluarga d. Memiliki waktu senggang bersama keluarga
61
∑ valid
7, 15
Tidak valid 1, 13, 23
2
71
19, 6,4
1
36
2, 3,10
16, 41, 43
25
3
22, 30, 34
47
3
45
5, 8, 27
1
52, 66
29
2
9,
1
3
4
5
6
Menciptakan hubungan yang baik dengan anggota keluarga lainnya
e. Melakukan makan bersama keluarga a. Mengungkapan rasa sayang terhadap keluarga b. Bekerjasama
37, 11, 42
-
3
55, 56
51, 39
2
68
59, 63
1
c. Saling berbagi
31, 50 40, 57,24
21,14 12, 33,48
2 3
69
62
1
17, 58, 67
35
3
61
26, 44,60,70 -
1
-
3
38
53, 18
1
38
33
38
a. Berani mengutarakan Membangun rasa pendapat dengan anggota keluarga saling menghargai b. Saling mendukung antar anggota keluarga a. Memiliki ikatan Memiliki ikatan dengan orang tua yang erat dengan b. Memiliki ikatan keluarga dengan saudara a. Meminimalisir konflik dengan orang tua Meminimalisir b. Meminimalisir konflik dalam konflik dengan diri sendiri keluarga c. Meminimalisir konflik dengan saudara Jumlah
20,32,46, 54, 64 28, 65
49,
5
Hasil dari paparan diatas menjelaskan bahwa butir-butir item yang valid masih mewakili setiap indikator yang ada, sehingga instrumen pada variabel keharmonisan keluarga ini dapat digunakan sebagai alat pengambilan data. 2) Validitas butir item variabel status ekonomi orang tua Setelah melakukan uji coba di lapangan, terdapat beberapa perubahan pada angket yang sebelumnya telah disiapkan yakni adanya penambahan pada sub indikator. Perubahan tersebut disesuaikan
62
dengan data yang telah diperoleh dari hasil uji coba lapangan. Adapun penambahan pada sub indikator dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 7. Validitas Angket Pada Status Ekonomi Orang Tua No
1
Aspek
Indikator
Sub indikator
Ayah
a. b. c. d.
Lebih dari Rp.1.500.000 Antara Rp.1.000.001,- sampai Rp.1.500.000 Antara Rp.500.001,- sampai Rp.1.000.000 Tidak berpenghasilan-Rp.500.000
Ibu
a. b. c. d.
Lebih dari Rp.1.500.000 Antara Rp.1.000.001,- sampai Rp.1.500.000 Antara Rp.500.001,- sampai Rp.1.000.000 Tidak berpenghasilan-Rp.500.000
Penghasilan/ gaji
3) Analisis butir item variabel perilaku bullying. Hasil dari uji coba yang telah dilakukan pada variabel perilaku bullying didapatkan 21 item yang valid dari 45 item yang diuji cobakan dengan koefisien validitas aitem dari yang terendah yakni -0.460 hingga 0.630. Adapun rincian dari item tersebut baik yang vailid maupun yang gugur dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 8. Item Valid dan Tidak Valid Variabel Perilaku Bullying No
Aspek
Indikator
No item valid
1
2
Bullying fisik
Bullying
∑ valid
a. Memukul atau mendorong
8
Tidak valid 1,7, 22
b. Menjambak atau mencakar
28
15, 20
1
c. Mengunci seseorang di dalam ruangan d. Memeras uang dan mengambil barang secara paksa e. Menjegal atau menendang
2, 30
-
2
26
24,42,48
1
33
6,37,45
1
a. Memaki dan mengancam
17
9, 43 ,46
1
63
1
verbal
3
Bullying non verbal
b. Mencela/ mengejek dan mencibir c. Memberikan dan memanggil nama yang tidak sesuai dengan nama aslinya (sarkasme) d. Menyebar gosip atau fitnah e. Mempermalukan di depan umum a. Memandang sinis dan menjulurkan lidah b. Mengucilkan dan mendiamkan seseorang c. Melakukan terror Jumlah
16
5, 32, 40
1
14, 27
11, 36
2
3,18 ,25 41
-
3
10, 29, 39, 4 7 12,44
1
21,31, 34, 38 19
-
4
4,23
2
21
27
21
35
Hasil dari paparan diatas menjelaskan bahwa butir-butir item yang valid masih mewakili setiap indikator yang ada, sehingga instrumen pada variabel keharmonisan keluarga ini dapat digunakan sebagai alat pengambilan data. d. Uji reliabilitas Hasil reliabilitas yang diperoleh dari kegiatan uji coba pada siswa SMP Negeri 4 Sleman melalui SPSS 20.0 diperoleh koefisien Alpha Cronbach yang sudah dikurangi oleh butir-butir aitem tidak valid sebesar 0.909 pada variabel keharmonisan keluarga sedangkan pada variabel perilaku bullying diperoleh hasil sebesar 0.871. H. TEKNIK ANALISIS DATA Sugiyono (2013:147) memaparkan bahwa pada tahap analisis data merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah seluruh data yang dibutuhkan telah terkumpul secara lengkap. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis data ialah: data yang telah terkumpul dikelompokan terlebih
64
1
dahulu berdasarkan variabel dan jenis responden, kemudian mentabulasikan data berdasarkan dari keseluruhan responden, selanjutnya menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, dan diakhiri dengan melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah serta melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Langkah selanjutnya agar dapat menjelaskan teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini, baik pada variabel bebas maupun variabel terkait yakni memberikan kategori pengelompokan dengan memberikan skor pada tiap butir item yang telah diperoleh dari masing-masing variabel tersebut. Penentuan dari skor tersebut bertujuan untuk menempatkan individu sesuai dengan kelompok-kelompok yang memiliki posisi berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Saifuddin Azwar, 2013: 147). Adapun langkah dalam menentukan kategori pengelompokan tingkatan dalam variabel pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Menentukan skor tertinggi dan terendah Skor tertinggi= 4 x jumlah item Skor terendah = 1 x jumlah item 2. Menghitung mean ideal Mean ideal (μ) = 1⁄2(skor tertinggi + skor terendah) 3. Menghitung standar deviasi ideal Standar deviasi ideal (σ)=1⁄6(skor tertinggi - skor terendah) Dari hasil melakukan perhitungan tersebut, maka data yang diperoleh dapat dikategorikan. Banyaknya jenjang kategori diagnosis yang akan dibuat
65
biasanya tidak lebih dari lima tapi tidak kurang dari tiga. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenjang kategori dengan ketentuan sebagai berikut: Tinggi
: X ≥ M + SD
Sedang
: M – SD ≤ X < M + SD
Rendah
: X < M – SD
Kegiatan analisi data ini dilakukan setelah data dari subyek telah terkumpul seluruhnya. Sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan dari setiap variabel yang ada, maka selanjutnya data yang telah diperoleh kemudian dilakukannya uji persyaratan serta uji hipotesis. 1. Uji Prasyarat Analisis a) Uji normalitas Uji normalitas merupakan kegiatan yang digunakan untuk menguji data variabel bebas pada variabel terikat apakah mengikuti distribusi normal atau tidak pada persamaan regresi yang dihasilkan (dalam Dadang Sunyoto, 2007:95). Adapun teknik yang akan digunakan untuk mengetahui uji normalitas pada penelitian ini dengan menggunakan uji Kolmogrov - Smirnov melalui SPSS 20.0 for Windows sedangkan untuk kaidah yang akan digunakan yakni apabila p > 0,05 maka sebaran data normal, sebaliknya apabila p ≤ 0,05 maka sebaran data tidak normal.
66
b) Uji linearitas Uji linearitas merupakan langkah yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan secara linear atau tidak diantara variabel bebas dengan variabel terkait. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bantuan menggunakan analisis varians pada SPSS 20.0 for Windows. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi < 0,05 maka hubungan antara kedua variabel adalah linear dan sebaliknya apabila nilai signifikansi > 0,05 maka hubungan antara kedua variabel tidak linear (dalam Burhan Nurgiyantoro, dkk, 2009: 296). Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan terhadap: 1) Linearitas hubungan keharmonisan keluarga terhadap perilaku bullying. 2) Linearitas hubungan status ekonomi orang tua terhadap perilaku bullying. 2. Uji Hipotesis Langkah selanjutnya setelah uji normalitas dan linearitas yakni melakukan pengujian
hipotesis. Uji hipotesis pada penelitian ini
menggunakan analisis korelasi pada SPSS 20.0 for Windows. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu variabel bebas keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua dan variabel terikat adalah perilaku bullying. Dengan demikian, uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment dengan variabel moderating yang menggunakan uji interaksi.
67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Waktu, Lokasi, dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 september 2016 – 04 oktober 2016 di SMP Negeri 5 Sleman yang beralamat di Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. SMP Negeri 5 Sleman dapat dikategorikan sekolah yang mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Gedung sekolah merupakan unit bangunan yang terdiri dari 16 ruang belajar yang terbagi atas 4 ruang kelas untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan kelas IX serta ruang karawitan. Dilengkapi dengan laboratorium IPA, laboratorium komputer, UKS, BK, TU, ruang perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, mushola, gudang, ruang koperasi, kantin, toilet, serta ruang kegiatan ekstrakurikuler yang masing-masing kegiatan menempati ruang sendiri. Halaman tengah dimanfaatkan sebagai upacara merangkap lapangan olah raga. Untuk menampung minat dan kreativitas siswa maka sekolah mengadakan ekstrakurikuler bagi para siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada antara lain: bola voli, sepak bola, tonti dan pramuka. Penentuan lokasi pada penelitian ini didasarkan pada hasil observasi yang menyatakan bahwa SMP Negeri 5 Sleman mempunyai banyak siswa yang memiliki permasalahan mengenai perilaku bullying dan tidak sedikit yang akhirnya menimbulkan masalah baik secara psikologis maupun sosialnya.
68
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 152 siswa dari besarnya populasi sejumlah 258 siswa yang terdiri dari kelas VII dan kelas VIII. Teknik pengambilan sampel pada subyek penelitian ini didasari oleh teknik stratified proportional random sampling. Rincian dari subyek dalam penelitian ini ialah terdiri dari 74 perempuan dan 78 laki-laki . 2. Deskripsi Hasil Data Penelitian Penyajian hasil penelitian ini dipaparkan berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis kolerasional yaitu penelitian yang mencari hubungan antar variabel bebas dengan variabel terkait. Adapun variabel bebas dari penelitian ini yakni keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua, sedangkan untuk variabel terkaitnya yakni perilaku bullying. Hasil data yang diperoleh pada penelitian ini merupakan hasil dari analisis skala keharmonisan keluarga dan perilaku bullying serta angket dari status ekonomi orang tua.Skala dan angket yang digunakan bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua terhadap perilaku bullying siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman. Dalam penelitian ini, kategorisasi diberikan kepada subyek yang bertujuan untuk mengelompokan individu ke dalam tingkatan-tingkatan dengan posisinya yang berjenjang berdasarkan atribut yang diukur (Saifuddin Azwar, 2013: 147). Penentuan kategori ini dilakukan kedalam tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
69
a) Deskripsi Keharmonisan Keluarga Keharmonisan keluarga pada setiap subyek dapat diukur melalui skala keharmonisan keluarga. Dalam skala keharmonisan keluarga ini, terdapat 38 butir item pernyataan yang terdiri dari 4 alternatif jawaban. Pada setiap butir item memiliki skor tertinggi 4 dan skor terendah bernilai 1. Penjelasan lebih lanjut mengenai deskripsi keharmonisan keluarga akan disajikan secara umum dalam bentuk skor tertinggi, skor terendah, ratarata (mean), dan standar deviasi. Berikut merupakan deskripsi penilaian data keharmonisan keluarga. Skor terendah Skor tertinggi Rentang skor
1 (38 x 1 = 38) 4 (38 x 4 = 152) = Max – Min = 152 – 38 = 114 = Rentang Skor/6 = 114/6 = 19 = jumlah Max+ jumlah Min / 2 =( 152+ 38)/2 = 95
= =
Standar Deviasi
Mean (Rata-rata)
Tebel 9. Penentuan Skor Keharmonisan Keluarga Rumus Kategorisasi 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋
Skor 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) 𝑋𝑋 < (95 − 19) 𝑋𝑋 < 76 (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) (95 − 19) ≤ 𝑋𝑋 < (95 + 19) 76 ≤ X < 114
70
Kategori Rendah Kategori Sedang Kategori Tinggi Kategori Rendah
Sedang
(𝜇𝜇 + 1,0 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 (95 + 19) ≤ 𝑋𝑋 114 ≤ 𝑋𝑋
Tinggi
Dari penjabaran diatas, dapat dilihat bahwa skor tertinggi ideal untuk skala keharmonisan keluarga sebesar 152 dan skor terendah bernilai 38. Skor rata-rata yang dihasilkan dari skala keharmonisan keluarga sebesar 95, sedangkan untuk besarnya standar deviasinya sebesar 19 sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya batasan skor kategori pada skala keharmonisan keluarga yang tinggi berada pada kisaran >114, batasan skor dengan kategori sedang pada skala keharmonisan keluarga berada pada kisaran 76-144, dan batasan dengan kategori rendah berada pada kisaran skor < 76. Berdasarkan hasil secara keseluruhan yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa keharmonisan keluarga pada siswa SMP Negeri 5 Sleman berada pada kategori tinggi. Adapun distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabeldibawah ini: Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kategori Keharmonisan Keluarga No Interval Frekuensi Presentase (%) Kategori 1 X > 114 118 77.6 % Tinggi 2 76< X <114 34 22.4 % Sedang 3 X <76 0 0.0 % Rendah Total 152 100 % Berdasarkan hasil data yang telah disajikan di atas, dapat diketahui dari 152 siswa SMP Negeri 5 Sleman terdapat sejumlah 118 siswa (77.6%) memiliki keluarga yang harmonis pada kategori yang tinggi, 34 siswa (22.4%) memiliki keluarga yang harmonis pada kategori sedang, dan tidak terdapat siswa (0.0%) yang memiliki keharmonisan keluarga
71
dengan kategori rendah. Dari hasil paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa siswa SMP Negeri 5 Sleman memiliki keluarga yang harmonis dalam kategori tinggi dengan pencapaian skor 77.6 %. Sebaran data pada masing-masing kategori dapat dilihat pada sajian dalam bentuk grafik pada gambar di bawah ini:
keharmonisan keluarga tinggi
sedang
rendah
77.6% 118 org
22.4% 34 org 0% 0 org
Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Kategori Keharmonisan Keluarga
b) Status Ekonomi Orang Tua Pada data yang telah didapatkan melalui angket status ekonomi ini akan dibahas mengenai keadaan ekonomi orang tua siswa SMP Negeri 5 Sleman dari segi penghasilan orang tua siswa. Dalam angket status ekonomi ini diberikan kode dengan tujuan sebagai pembeda dari setiap jenjang yang ada dengan memperhatikan jarak perbedaan golongan satu dengan yang lain.
72
Adapun deskripsi hasil yang diperoleh dari angket status ekonomi orang tua dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 11. Distribusi Frekuensi Angket Status ekonomi orang tua Jumlah No Aspek Kategori Ayah Ibu 1. Lebih dari 1.500.000 31 11 2. Antara 1.000.001-1.500.000 47 18 1 3. Antara 500.001-1.000.000 41 27 Penghasilan 4. Tidak berpenghasilan33 96 500.000
Berdasarkan penyebaran data dapat disimpulkan bahwa keadaan status ekonomi orang tua siswa SMP Negeri 5 Sleman memiliki beragam keadaan. Dari data yang telah disajikan, dapat diketahui bahwa mayoritas ayah siswa berpendapatan antara Rp.1.000.001-Rp.1.500.000 sebanyak 47 (30.92%) sedangkan ibu siswa memiliki mayoritas pada kisaran Rp. 0Rp.500.000 sebanyak 96 (63.16%) orang yang terdiri dari 61 menjadi ibu rumah tangga dan 11 orang yang memiliki penghasilan. Pada pendapatan ibu dalam kisaran antara Rp.1.000.001-Rp.1.500.000 menunjukan sebanyak 18 (11.84%) orang dan diketahui pula terdapat 33 (21.71%) orang untuk ayah siswa yang memiliki kisaran penghasilan Rp.0- Rp.500.000 yang terdiri dari 22 memiliki penghasilan dan 2 orang tidak berpenghasilan dikarenakan telah meninggal dan tidak mengetahui informasi mengenai ayahnya. Selanjutnya, pendapatan yang lebih dari Rp.1.500.000 pada ayah siswa menunjukan sebanyak 31 (20.39%) orang dan ibu sebanyak 11 (7.24%) orang, sedangkan untuk pendapatan kisaran antara Rp.500.001-Rp.1.000.000 pada ayah siswa menunjukan sebanyak
73
41 (26.97%) orang dan ibu sebanyak 27 (17.76%) orang.Distribusi frekuensi dari jenis penghasilan orang tua siswa dapat dilihat pada gambar dibawahini:
penghasilan ayah >Rp.1.500.000
30.92% 47 org
Rp.1.000.001-Rp.500.000
26.97% 41org
20.39% 31 org
Rp.5000.001-Rp.1.000.000
21.71% 33org
Rp.0-Rp.500.000
Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Penghasilan pada Ayah Siswa
penghasilan ibu >Rp.1.500.000
63.16% 96org
Rp.1.000.001-Rp.1.500.000 Rp.500.001-Rp.1.000.000 Rp.0-Rp.500.000
17.76% 11.84% 27org 7.24% 18org 11org
Gambar 4. Grafik Distribusi Frekuensi Penghasilan Pada Ibu Siswa
74
c) Deskripsi Perilaku Bullying Pada pembahasan ini akan disajikan hasil penelitian mengenai perilaku bullying siswa SMP Negeri 5 Sleman. Perilaku bullying pada setiap subyek dapat diukur melalui skala perilaku bullying. Dalam skala perilaku bullying ini, terdapat 21 butir item pernyataan yang terdiri dari 4 alternatif jawaban dengan skor tertinggi 4 dan skor terendah bernilai 1. Penjelasan lebih lanjut mengenai deskripsi perilaku bullying akan disajikan secara umum dalam bentuk skor tertinggi, skor terendah, rata-rata (mean), dan standar deviasi. Berikut merupakan deskripsi penilaian data perilaku bullying. Skor terendah Skor tertinggi Rentang skor
Standar Deviasi
Mean (Rata-rata)
1 (21 x 1 = 21) 4 (21 x 4 = 84) = Max – Min = 84 – 21 = 63 = Rentang Skor/6 = 63/6 = 10.5 = (Jumlah Min + jumlah Max)/2 = (21+84)/2 = 52.5
= =
Tebel 12. Penentuan Skor Perilaku Bullying Rumus Kategorisasi 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋
Kategori Rendah Kategori Sedang Kategori Tinggi
Skor 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) 𝑋𝑋 < (52.5 − 10.5) 𝑋𝑋 <42 (𝜇𝜇 − 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 < (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) (52.5 − 10.5) ≤ 𝑋𝑋 < (52.5 + 10.5) 75
Kategori Rendah
Sedang
42 ≤ X < 63 (𝜇𝜇 + 𝜎𝜎) ≤ 𝑋𝑋 (52.5 + 10.5) ≤ 𝑋𝑋 63 ≤ 𝑋𝑋
Tinggi
Dari penjabaran diatas, dapat dilihat bahwa skor tertinggi ideal untuk skala perilaku bullying sebesar 84 dan skor terendah bernilai 21. Skor ratarata yang dihasilkan dari skala perilaku bullying sebesar 63, sedangkan untuk besarnya standar deviasinya sebesar 10.5, sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya batasan skor kategori pada skala perilaku bullying yang tinggi berada pada kisaran >63, batasan skor dengan kategori sedang pada skala perilaku bullying berada pada kisaran 42-63, dan batasan dengan kategori rendah berada pada kisaran skor < 42. Berdasarkan hasil secara keseluruhan yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying pada siswa SMP Negeri 5 Sleman berada pada kategori rendah. Adapun distribusi frekuensinya dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Bullying No Interval Frekuensi Presentase (%) Kategori 1 X >63 0 0% Tinggi 2 42< X <63 36 23.7 % Sedang 3 X <42 116 76.3 % Rendah Total 152 100 %
Berdasarkan hasil data yang telah disajikan di atas, dapat diketahui dari 152 siswa SMP Negeri 5 Sleman terdapat sejumlah tidak seorang pun siswa yang memiliki perilaku bullying pada kategori yang tinggi, 36 siswa (23.7%) memiliki perilaku bullying pada kategori sedang, dan 116 siswa
76
(76.3%) pada kategori rendah. Dari hasil paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa siswa SMP Negeri 5 Sleman memiliki perilaku bullying dalam kategori rendah dengan pencapaian skor 76.3 %. Sebaran data pada masing-masing kategori dapat dilihat pada sajian dalam bentuk grafik pada gambar di bawah ini:
perilaku bullying tinggi
sedang
rendah 76.3% 116 org
0% 0 org
23.7% 34 org
Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Bullying. 3. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis a) Uji Normalitas Uji normalitas merupakan kegiatan yang digunakan untuk menguji data variabel bebas pada variabel terikat apakah mengikuti distribusi normal atau tidak pada persamaan regresi yang dihasilkan (dalam Dadang Sunyoto, 2007:95). Pada penelitian ini akan digunakan uji Kolmogrov-Smirnov melalui SPSS 20.0 for Windows sebagai uji normalitas, sedangkan untuk kaidah yang akan digunakan yakni apabila p > 0,05 maka sebaran data normal, sebaliknya apabila p ≤ 0,05 maka sebaran data tidak normal. Adapun hasil dari uji Kolmogrov - Smirnov melalui SPSS 20.0 for Windows sebagai berikut: 77
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Skala Keharmonisan Keluarga, Status Ekonomi,dan Perilaku Bullying. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keharmonisan Keluarga 0,592
Status Ekonomi 0,066
Perilaku Bullying 0,110
Keterangan Normal
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil nilai signifikansi (p) pada variabel keharmonisan keluarga sebesar 0.592, pada variabel status ekonomi orang tua sebesar 0.066 dan variabel perilaku bullying sebesar 0.110. Dari ketiga variabel penelitian nilai signifikansi (p) masing-masing menunjukan nilai lebih dari 0.05 (p>0.05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari ketiga variabel dalam penelitian ini memiliki data terdistribusi secara normal. b) Uji Linearitas Uji linearitas pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait apakah berbentuk linear atau tidak. Pada penelitian ini akan dilakukan uji linear pada (1) variabel keharmonisan keluarga terhadap perilaku bullying, dan (2) variabel status ekonomi orang tua terhadap perilaku bullying. Hubungan antara dua variabel dikatakan linear apabila nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p<0.05). Pada penelitian ini menggunakan rumus Anova Tabel pada program SPSS for window 20.00 Version untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dan terkait memiliki hubungan yang linear atau tidak. Adapun hasil dari uji
78
linearitas dari variabel keharmonisan keluarga, status ekonomi orang tua dan perilaku bullying sebagai berikut: Tabel 15. Hasil Uji Linearitas Skala Keharmonisan Keluarga, Status Ekonomi Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying Anova Tabel Keharmonisan Keluarga*Perilaku Bullying F S 27,438 0,000
Satatus Ekonomi*Perilaku Bullying F S 8,667 0,004
Keterangan
Linear
Dari paparan tabel di atas, diketahui bahwa signifikansi dari variabel keharmonisan keluarga sebesar 0.000< 0.05 dan variabel status ekonomi orang tuasebesar 0.004< 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel bebas terhadap variabel terkait pada penelitian ini memiliki hubungan yang linear karena semua uji asumsi telah terpenuhi. 4. Hasil Uji Hipotesis Hipotesis merupakan suatu prediksi atau jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan yang kemudian harus diuji kebenarnnya secara empiris. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi product moment dengan variabel moderating yang menggunakan uji interaksi untuk menguji serta mengetahui hubungan antara keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman. Penelitian ini memiliki dua jenis hipotesis yakni hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nihil (Ho) ialah hipotesis yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif antara keharmonisan keluarga
79
dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman,sedangkan hipotesis alternatif (Ha) ialah hipotesis yang menunjukan terdapat hubungan yang negatif antara keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua siswa kelas VII dan VIII di SMP N 5 Sleman Langkah
selanjutnya,
sebelum
dilakukan
analisis
statistik
untuk
pembuktian hipotesis alternatif yang telah diajukan, maka diperlukannya pengajuan hipotesis nihil. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dapat menjadi pembuktian hipotesis yang tidak berprasangka dan tidak terpengaruh dari pernyataan hipotesis alternatif. Adapun cara yang dilakukan dalam pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan bantuan computer SPSS For Window seri 20.0 dengan menggunakan analisis korelasi product moment. Berikut merupakan ringkasan dari hasil korelasi ketiga variabel pada penelitian ini: Tabel 16. Koefisiensi korelasi keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua. Status Ekonomi Kategori Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
N 52 46 43 11
Orang Tua R Sig -0.292 0.039* -0.378 0.010* -0.402 0.008* -0.611 0.045*
Ket :* signifikansi 5%
Berdasarkan
tabel
di
atas
dapat
diketahui
mengenai
hubungan
keharmonisan dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua. Adapun penjabaran mengenai tabel di atas sebagai berikut:
80
a) Hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi dengan kategori rendah. Hasil analisis yang diperoleh pada kedua orang tua memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini diketahui melalui nilai koefisiensi korelasinya sebesar R=-0.292 dengan taraf signifikansinya sebesar 0.039 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima. Melihat adanya hubungan ini maka dapat dikatakan semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori rendah maka semakin rendah perilaku bullying pada siswa, demikian pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori rendah maka semakin tinggi intensitas perilaku bullying yang dilakukan siswa. b) Hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi dengan kategori sedang. Kajian yang diperoleh pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa pada keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi sedang pada orang tua nilai signifikansinya yakni 0.010 dengan nilai koefisiensi korelasinya R= -0.378 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan pada keharmonisan keluarga dan perilaku bullying yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori sedang. Dengan demikian maka hipotesis diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori sedang maka
81
semakin rendah perilaku bullying pada siswa, begitu pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori sedang maka semakin tinggi intensitas perilaku bullying yang dilakukan siswa. c) Hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi dengan kategori tinggi. Pada hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori tinggi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.008 dan nilai koefisiensi korelasinya sebesar R=-0.402 dengan begitu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikansi sehingga hipotesis diterima. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori tinggi maka semakin rendah perilaku bullying pada siswa, begitu pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori tinggi maka semakin tinggi intensitas perilaku bullying yang dilakukan siswa. d) Hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi dengan kategori sangat tinggi Pemaparan hasil dengan kategori sangat tinggi pada status ekonomi orang tua juga dapat diketahui melalui Tabel 16. Dari paparan tersebut diketahui bahwa besarnya nilai signifikansi pada hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying yang ditinjau dari status
82
ekonomi orang tua sebesar 0.045 dan nilai koefisiensi korelasinya sebesar -0.611. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan sehingga hipotesis dapat diterima. Dengan melihat hasil analisis tersebut maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori sangat tinggi maka semakin rendah perilaku bullying pada siswa, begitu pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua dengan kategori sangat tinggi maka semakin tinggi intensitas perilaku bullying yang dilakukan siswa. Selanjutnya untuk mengetahui mengenai variabel moderating apakah variabelnya memiliki hubungan yang memperkuat ataukah memperlemah dapat dilihat dari hasil uji moderasi antara keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua pada siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman di bawah ini: Tabel 17. Hasil uji moderasi hubungan keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua Coefficients
a
Model 1 (Constant)
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 43,910 13,401
Keharmonisan -,062 Keluarga Status Sosial Ekonomi 3,657 Moderasi KK*SSE -,030 a. Dependent Variable: Perilaku Bullying
,109 2,861 ,023
3,277
Sig. ,001
-2,570
,027
,926 2,278 -,943 -3,270
,023 ,006
-,123
t
Berdasarkan pemaparan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Terdapat hubungan yang signifikan pada keharmonisan keluarga dengan melihat hasil dari signifikansinya sebesar 0,027 sehingga
83
keharmonisan keluarga memiliki hubungan terhadap perilaku bullying pada siswa. b. Pada status ekonomi orang tua juga terdapat hubungan dengan perilaku
bullying.
Hal
ini
dapat
diketahui
melalui
nilai
signifikansinya yang diperoleh sebesar 0,023 dengan demikian status ekonomi orang tua memiliki sumbangan dalam terbentuknya perilaku bullying pada siswa. c. Pada analisis moderasi antara keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua terhadap perilaku bullying memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui nilai signifikansi yang
dihasilkan
sebesar
0,006.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan bahwa status ekonomi dapat memoderisasikan antara keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying. B. PEMBAHASAN 1. Pembahasan Mengenai Keharmonisan Keluarga Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tidak terdapat siswa yang mempunyai kondisi keluarga dengan kategori rendah, dan terdapat 34 (22.4%) siswa pada kategori sedang serta 118 (77.6%) menunjukan pada kategori tinggi. Hasil tersebut menunjukan bahwa siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman memiliki tingkat keharmonisan keluarga yang beragam. Akan tetapi, berdasarkan hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII dan VIII di SMP Negeri 5 Sleman memiliki tingkat keharmonisan keluarga dengan kategori tinggi.
84
Melalui penyajian gambaran data yang telah diperoleh, tentu peran keluarga akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian serta perkembangan anak khususnya pada masa remaja. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, sebagaimana yang telah diutarakan oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2008:135) bahwa masa remaja merupakan masa terjadinya ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini dianggap sebagai masa “badai dan topan”. Kondisi seperti ini tentu saja sangat rentan dengan perilaku-perilaku yang negatif dan menyimpang dari norma yang berlaku apabila tidak ada yang membimbing serta mengendalikannya. Melihat fenomena tersebut diperlukannya dukungan serta peran dari keluarga secara aktif sebagaimana yang diungkapkan oleh Maslow (dalam Syamsu yusuf, 2006: 37) yang menyatakan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama yang mampu memenuhi kebutuhan dasar tersebut melalui perawatan, dan perlakuan yang baik dari orang tua baik secara fisik-biologis maupun sosio-psikologinya. 2. Pembahasan Mengenai Status Ekonomi Orang Tua Mengenai status ekonomi orang tua pada siswa SMP Negeri 5 Sleman diketahui bahwa mayoritas ayah siswa berpendapatan antara Rp.1.000.001Rp.1.500.000 sebanyak 47 (30.92%) sedangkan ibu siswa memiliki mayoritas pada kisaran Rp. 0- Rp.500.000 sebanyak 96 (63.16%) orang yang terdiri dari 61 menjadi ibu rumah tangga dan 11 orang yang memiliki penghasilan. Pada pendapatan ibu dalam kisaran antara Rp.1.000.001-Rp.1.500.000 menunjukan sebanyak 18 (11.84%) orang dan diketahui pula terdapat 33
85
(21.71%) orang untuk ayah siswa yang memiliki kisaran penghasilan Rp.0Rp.500.000 yang terdiri dari 22 memiliki penghasilan dan 2 orang tidak berpenghasilan dikarenakan telah meninggal dan tidak mengetahui informasi mengenai ayahnya. Selanjutnya, pendapatan yang lebih dari Rp.1.500.000 pada ayah siswa menunjukan sebanyak 31 (20.39%) orang dan ibu sebanyak 11 (7.24%) orang, sedangkan untuk pendapatan kisaran antara Rp.500.001Rp.1.000.000 pada ayah siswa menunjukan sebanyak 41 (26.97%) orang dan ibu sebanyak 27 (17.76%) orang. Adanya perbedaan status ekonomi pada orang tua ini juga mengambil peran yang tidak kalah pentingnya dalam perkembangan remaja. Menurut pandangan Sofyan S. Willis (2005:99) masalah ekonomi merupakan salah satu dari sekian banyaknya masalah yang sangat rentan menimbulkan problema dalam rumah tangga, sehingga tidak sedikit berakhir dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis. Hal tersebut sejalan dengan pemaparan yang disampaikan oleh Rand Conger, dkk (dalam Syamsu yusuf, 2006:53) bahwa orang tua yang mengalami tekanan ekonomi atau perasaan tidak mampu mengatasi finansialnya, cenderung menjadi depresi dan mengalami konflik dalam keluarga. Mengetahui hal tersebut, tentu saja sangat berpengaruh pada kebutuhan yang diperlukan oleh remaja dan tidak jarang berakhir dengan perilaku penyimpangan sosial sebagai bentuk pelampiasannya. Bentuk dari pelampiasan yang dilakukan oleh remaja tentunya beragam jenis salah satunya yakni berupa pelanggaran norma-norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan remaja tersebut khususnya yang
86
bersifat materiil, tentu akan memberikan dampak yang negatif, oleh sebab itu diperlukannya pendampingan serta pengertian dan arahan dari setiap orang tua terhadap anak remajanya. 3. Pembahasan Mengenai Perilaku Bullying Hasil dari penelitian diketahui bahwa tidak ada siswa SMP Negeri 5 Sleman yang memiliki perilaku bullying dengan kategori tinggi, sedangkan untuk kategori sedang terdapat 36 (23.7%) siswa dan 116 (76.3%) siswa dengan kategori rendah. Berdasarkan pemaparan data di atas maka dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa SMP Negeri 5 Sleman memiliki tingkat perilaku bullying yang rendah. Perilaku bullying merupakan suatu perilaku yang memiliki hasrat untuk menyakiti seseorang secara berulang kali baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sesuai dengan penuturan dari Novan Ardy Wiyani (2013:14) yang menjelaskan bahwa perilaku bullying merupakan suatu perilaku agresif dan negatif yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalah gunakan ketidak seimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Suasana di lingkungan sekitar siswa memiliki peranan yang sangat menentukan terhadap perkembangan perilaku bullying ini, khususnya lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah. Pernyataan tersebut di dukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi Halimah, dkk (2015) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif pada bystander
87
terhadap intensitas perilaku bullying. Dengan demikian, peran orang yang hadir di lokasi terjadinya bullying dapat meningkatkan intensitas atau meningkatkan kemungkinan berulangnya perilaku bullying pada siswa. Sejalan juga dengan pendapat yang disampaikan oleh Ponny Retno Astuty (2008:4-5) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu terjadinya perilaku bullying yakni adanya perbedaaan kelas baik kakak senior maupun kelas sosial yang dimiliki oleh orang tua serta ketidakharmonisan di dalam keluarga. Oleh sebab itu, iklim keluarga yang harmonis dan sekolah yang ramah sangat berpengaruh dalam pembentukan karakteristik pada siswa. Hal ini didukung pula pada penelitian yang dilakukan oleh Ulfah Magfirah dan Mira Aliza Rachmawati (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku
bullying.
Semakin
positif
iklim
sekolah
semakin
rendah
kecenderungan perilaku bullying, sebaliknya semakin negatif iklim sekolah, semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying. 4. Hubungan Keharmonisan Keluarga Dengan Perilaku Bullying ditinjau Dari Status Ekonomi Orang Tua Hasil dari uji hipotesis pada ketiga variabel yakni hubungan keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua memiliki hubungan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi yang diperolehnya melalui analisis korelasi dengan variabel moderating melalui uji interaksi. Pada keharmonisan keluarga didapatkan hasil signifikansi sebesar 0.027, status ekonomi sebesar 0.023 serta pada
88
keharmonisan keluarga dan status ekonomi terhadap perilaku bullying sebesar 0.006. Dengan demikian, maka Ha yang diajukan dapat diterima dan Ho ditolak. Artinya, semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua maka semakin rendah perilaku bullying, begitu pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua maka semakin tinggi perilaku bullying dan pada status ekonomi orang tua dapat menjadi moderasi antara keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying. Melalui gambaran dari hasil analisis hipotesis dalam penelitian ini, tentu saja dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga yang harmonis memiliki dampak yang besar dalam penyesuaian sosial remaja. Hal tersebut dapat membentuk karakteristik remaja yang baik dan berkepribadian positif. Terdapat sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh remaja dalam proses perkembangan khususnya pada interaksi sosial remaja misalnya kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan dalam menyatakan diri. Begitu pula sebaliknya, keadaan keluarga yang tidak harmonis dapat membentuk kepribadian remaja yang negatif dan akan cenderung melanggar norma yang ada. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gardner (dalam M. Ali & M. Asrori, 2008:95) yang menyatakan bahwa interaksi antar anggota yang tidak harmonis merupakan suatu korelat yang potensial menjadi penghambat perkembangan sosial remaja.
89
Keadaan keluarga yang tidak harmonis ini dapat mengakibatkan anak kurangnya mendapatkan kasih sayang serta perhatian dari orang tua dapat sehingga dapat membuat remaja mencari kebutuhan tersebut di luar lingkungan keluarganya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dituturkan oleh Sofyan S. Willis (2005:99-100) yang menyatakan bahwa anak akan mencari kasih sayang dan perhatian tersebut di luar rumah, seperti di dalam kelompok kawan-kawannya yang dapat dikatakan lebih banyak berkelakuan tidak baik. Syamsu Yusuf (2006:139) juga memberikan pendapat bahwa orang tua yang tidak mampu memelihara hubungan dengan baik antaranggota keluarga dapat mengakibatkan anak menjadi keras kepala, pembohong, kurang peduli dengan norma yang berlaku dan berkembang dalam dirinya sikap bermusuhan kepada orang lain. Selain faktor ketidakmampuan ornag tua dalam memelihara keharmonisan keluarga, sikap atau perilaku yang kerasdan kasar dari orang tua juga mampu mendukung perilaku anak kearah negatif sebagai bentuk pelarian atau protes terhadap orang tuanya. Remaja memilih untuk bertahan dengan kelompok di luar lingkungan keluar lingkungan keluarganya karena remaja mendapatkan penghargaan serta perhatian dan kasih sayang yang tidak didapatkannya dalam keluarga meski norma yang dianut dalam kelompok tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Hasil penelitian
yang juga mendukung akan adanya hubungan
keharmonisan keluarga dalam membentuk perilaku remaja yakni penelitian yang telah dilakukan oleh Siti A.H (2012). Hasil dari penelitian tersebut
90
menyatakan bahwa kenakalan remaja atau penyimpangan pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor dari pribadi dan keluarga yang salah satu penyebab timbulnya kenakalan atau penyimpangan pada remaja yakni tidak berfungsinya orang tua sebagai figur tauladan bagi anak. Selain itu suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyenangkan serta hubungan antara anggota keluarga yang kurang baik. Penelitian yang telah dilakukan oleh Siti A.H ini didukung pula dengan pendapat yang disampaikan oleh E.B Hurlock (1980:238) yang menyatakan bahwa keadaan keluarga yang tidak matang dalam hubungannya dengan anggota keluarga seperti adanya pertentangan antara ayah dan ibu atau anggota keluarga lainnya dapat mengakibatkan remaja kurang mendapatkan suri tauladan karena pada masa ini baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kepercayaan yang rendah dan juga sangat bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Selain membutuhkan rasa aman, remaja pun memerlukan bimbingan dan bantuan serta dorongan dari lingkungan keluarga khususnya orang tua dalam menguasai tugas perkembangannya pada fase ini. Selain kondisi keharmonisan dalam keluarga, status ekonomi orang tua juga mengambil peranan yang tidak kalah pentingnya dalam pembentukan pribadi serta karakteristik pada anak. John W Santrock (2007:283) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki status ekonomi rendah menginginkan masyarakat,
anaknya memiliki
dapat gaya
menyesuaikan pengasuhan
91
diri
secara
dengan
ekspektasi
otoritarian
dengan
menggunakan lebih banyak hukuman dalam mendisiplinkan anaknya dan sering memberikan perintah serta kurang memiliki waktu luang untuk dapat berdiskusi bersama anak-anaknya. Keadaan tersebut mengakibatkan orang tua lebih fokus dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga tidak sempat memberian bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya. Pada akhirnya remaja dibiarkan untuk menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri dalam menjalin sosialisasi dilingkungan sekitarnya. Akibatnya timbulah berbagai macam permasalahan yang dilakukan oleh remaja sebagai bentuk pelampiasan dari perilaku serta keadaan yang diterimanya seperti melakukan perilaku bullying berupa pemalakan, perampasan atau bahkan perilaku penyimpangan yang lebih ekstrim lagi. Perilaku bullying sebagai bentuk perilaku penyimpangan yang dilakukan remaja dengan latar belakang status ekonomi orang tua yang rendah ini didukung dengan adanya penelitian yang telah dilakukan oleh Cristedi Permana Barus (2013) yang menyatakan bahwa sosial-ekonomi keluarga mempunyai
hubungan
dengan
maraknya
tindak
kenakalan
remaja.
Penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh remaja dilingkungan sekitar, bisa jadi sebagai bentuk pelampiasan dari tidak terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan karena keterbatasan sosial-ekonomi yang dimiliki oleh orang tuanya. Perbedaan status ekonomi orang tua pada remaja ini, didukung pula dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Benny Wicaksono (2013) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kenakalan
92
remaja ditinjau dari status ekonomi orang tua. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Kartono (2010) menyatakan bahwa perilaku kenakalan ramaja dapat berasal dari lingkungan keluarga yang memiliki status ekonomi rendah yang pada umumnya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, tidak sedikit para remaja memilih untuk melakukan tindakan meskipun itu melanggar norma yang ada untuk mewujudkan keinginan serta kebutuhannya. C. KETERBATASAN PENELITI Dalam menyusun penelitian ini tentunya tidak luput dari adanya keterbatasan. Keterbatasan yang dialami dalam penelitian ini mungkin bisa jadi mempengaruhi hasil dari penelitian. Adapun keterbatasan yang dialami oleh peneliti yakni: 1. Waktu pemberian intrumen disiang hari yang memungkin kondisi anak sudah tidak kondusif lagi sehingga memungkinkan dapat berpengaruh pada hasil data yang diperoleh. 2. Terdapat beberapa kata pada pernyataan yang masih sukar untuk dipahami siswa. 3. Terdapat kesulitan untuk menenangkan kegaduhan siswa di beberapa kelas sehingga memungkin dapat mengganggu konsentrasi siswa lainnya. 4. Pada penyusunan instrumen peneliti memiliki kendala dalam pemisahan pada bagian indikator sehingga memungkinkan memiliki makna ganda dalam pernyataan yang telah dibuat.
93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada ketiga variabel yakni hubungan keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua memiliki hubungan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi yang diperolehnya melalui analisis korelasi dengan variabel moderating melalui uji interaksi. Pada keharmonisan keluarga didapatkan hasil signifikan sebesar 0.027, status ekonomi sebesar 0.023 serta pada keharmonisan keluarga dan status ekonomi terhadap perilaku bullying sebesar 0.006. Dengan demikian, maka Ha yang diajukan dapat diterima dan Ho ditolak. Artinya, semakin tinggi keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua maka semakin rendah perilaku bullying, begitu pula sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga yang ditinjau dari status ekonomi orang tua maka semakin tinggi perilaku bullying. Status ekonomi orang tua dapat menjadi moderasi antara keharmonisan keluarga dengan perilaku bullying. Sedangkan untuk hasil hubungan berdasarkan kategori di dapatkan hubungan yang negatif dan signifikan pada keharmonisan keluarga dan perilaku bullying ditinjau dari status ekonomi orang tua rendah (r=-0.292 dan p=0.036<0.05), sedang (r=-0.378 dan p=0.010<0.05), tinggi (r=-0.402 dan p=0.008<0.05), dan sangat tinggi (r=-0.611 dan p=0.045<0.05).
94
B. SARAN Dari hasil penelitian yan telah dilakukan serta pemaparan dari pembahasan serta kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi siswa Bagi siswa diharapkan dapat selalu menjaga keharmonisan dalam menjalin hubungan pertemanan dengan saling menghargai akan perbedaan yang ada. Selain itu sebaiknya ketika mempunyai masalah dengan siswa lain agar segera menyelesaikannya baik secara mandiri maupun dapat meminta bantuan dengan teman, ataupun guru BK agar permasalahan tidak berkepanjangan dan tidak menimbulkan perilaku bullying antar sesama. 2. Bagi para orang tua Diharapkan bagi para orang tua selalu memberikan perhatian dan kasih sayang serta bimbingan kepada anak remajanya agar anak pun dapat mengerti bagaimana menjalin hubungan yang biak dengan teman dan juga menghargai akan perbedaan yang ada. Orang tua siswa juga dapat disarankan
untuk
dapat
bekerjasama
dengan
guru
BK
dalam
memperhatikan anak remajanya selama di sekolah. 3. Bagi guru bimbingan dan konseling Bagi guru BK diharapkan untuk dapat mengoptimalkan layanan dan informasi mengenai efek yang dapat ditimbulkan dari perilaku bullying di lingkungan
sekolah.
Hal
tersebut
95
dapat
dilakukan
dengan
caramemberikan layangan secara klasikal, video singkat atau bahkan melalui metode sosiodrama sehingga siswa dapat meresapi makna dari bahayanya perilaku bullying terhadap sesama serta menindak lanjuti apabila ada siswa yang memerlukan konseling baik secara individu maupun kelompok. 4.
Bagi penelitian selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik akan pembahasan mengenai perilaku bullying dapat memperhatikan sudut pandang lain yang mungkin terdapat hubungan yang lebih mendalam dalam mengungapkan perilaku bullying.
96
DAFTAR PUSTAKA A.C Fadila dan D.A Hidayati. (2012) .Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang tua Terhadap Perilaku Anak (Studi di SMA Negeri 4 Bandar Lampung).Lampung. Jurnal Sociologie, Vol. 1, Nomor. 4 Agus Riyadi.(2013). Bimbingan Konseling Perkawinan Dakwah Dalam Membentuk Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Ombak Duo. Andi Halimah, dkk. (2015). Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP. Medan: Jurnal Psikologi Universitas Negeri Makasar Vol 42 no. 2 agustus. Bambang Prasetyo & Lina Miftahul Jannah. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Benny Wicaksono. (2013). Perbedaan Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua. Surakarta: skripsi terbit diunduh pada eprints.ums.ac.id/24591/12/naskah_publikasi.pdf 07.03.2016, 10.45 WIB. Baiquni. (2016). Pusbalitbang Kehidupan Keagamaan Kemeneg Mendapat Temuan Kasus Perceraian 2010-2015 Meningkat Sebanyak 59-80 Persen. Diakses dari http://www.dream.co.id/ news/ angka- perceraian –meningkat –lima – tahun - terakhir-16 01200 .html, pada 05/12/ 2016 pukul 09.00 WIB Burhan Nurgiyantoro, dkk. (2009). Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Cristedi Permana Barus, (2013), Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja Di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Sumatra Utara: Jurnal Vol. 2, Nomor 1, 2013 Dadang Hawari. (1997). Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Dadang Sunyoto. (2007). Analisis Regresi dan Kolerasi Bivariat Ringkasan dan Kasus.Yogyakarta: Amara Books. Dadang Supardan. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara DJ. Subroto dan Daru Wahyuni. (2004). Pengetahuan Sosial Ekonomi untuk SMP Kelas I. Jakarta: PT BUmi Aksara. Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
97
Dyah Ayu Ambarwati. (2014). Dinamika Psikologis Korban bullying di SMP Negeri 1 Sayegan. Yogyakarta: Skripsi terbit. E. B. Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Ed.Lima. Jakarta: Erlangga Em Zul Fajri & Ratu Aprilia Senja. ____. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.___: Difa Publisher. Eko A. Meinarno, dkk. (2011). Manusia dalam Kebudayan dan Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika. Farida Hanum. (2013). Sosiologi Pendidikan Ed. Revisi 2. Yogyakarta: Kanwa Publisher. Gloria.
E. Wenas, dkk. (2015). Hubungan Kebahagiaan Dan Status Sosial Ekonomi Keluarga Di Kelurahan Artembaga Ii Kota Bitung. Manado: Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1, JanuariApril 2015.
Hartomo dan Arnicun Aziz. (2001). Ilmu Sosial Dasar Ed.1, Cet 5. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasan Budi Sulistyo dan Bambang Suprobo. (2006). Ips terpadu untuk kelas VII jilid 1A. Jakarta: Erlangga. Hazliansyah. (2015). KPAI: Kasus Bullying di Sekolah Meningkat Selama 2015. Jakarta: di unduh http://www.republika.co.id/berita/nasional/ umum/15/12/30/o067zt280-kpai-kasus-bullying-di-sekolahmeningkat-selama-2015 pada 23 feb 2016 08.00 wib. Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya John W. Santrock. (2007). Remaja, jilid 2, edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga John W. Santrock. (2007). Perkembangan Anak, Edisi Sebelas Jilid 2. Jakarta; Erlangga. Joko Nugroho. (2013). Hubungan Antara Status Ekonomi Dengan Pemilihan Jenis KB Di Wilayah Desa Pujotirto Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen. Kebumen: skripsi terbit, di unduh pada http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/download.php?id=616 23 oktober 2016 12.54 WIB
98
Kartono, K. (2010). Psikologi Remaja. Bandung: Alumni. Khairuddin. (2008). Sosiologi keluarga.Yogyakarta; liberty Yogyakarta. Khare B. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Melati
Yuniasari Fauziyah. (2016). Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Tinggi. Jakarta: diunduh Error! Hyperlink reference not valid.terhadap-perempuan-masih-tinggi pada 2016-12-05, 10.13 WIB
Moch Harun Syah. (2015). Mensos: Bunuh Diri Anak Indonesia 40 Persen karena Bullying. Jakarta: di unduh liputan6.com, Jakarta 09 November 2015, pada 08.30 WIB M. Ali dan M Asrori. (2008). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. M. Munandar Soelaeman. (2006). Ilmu Sosial Dasar teori & konsep ilmu sosial. Bandung: Refika Aditama. Nana Syaodih Sukmadinata. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Novan Ardy Wiyani Ardy Wiyani. (2012). Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Ponny Retno Astuti. (2008). Meredam Bullying. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Rima Sekarani. (2015). Perceraian Sleman, Ini Gambaran, Alasan dan Pencegahannya, diakses dari http: // www. harianjogja. com/ baca/ 2015/02/05/perceraian–sleman–ini–gambaran-alasanpencegahannya -574574, pada 05/12/ 2016, pukul 09.15 WIB. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Saifuddin Azwar. (2013). Penyusunan Skala Psikologi Ed.2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar SEJIWA. (2008). Bullying : Mengatasi Kekerasa di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta : PT Grasindo. Siti A. H. (2012). Hubungan Antara Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja. Surabaya: Diunduh dispendik.surabaya.go.id/Surabaya belajar/jurnal/199/Jurnal2.6.pdf pada 15.10.16 08.00 WIB.
99
Siti Qomariyah. (2010). Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap Akhlak Remaja. Semarang: Di unduh pada perpus. Iain salatiga. ac.id /docfiles/fulltext/c52fb5b29be62415.pdf pada15.10.16 08.50 WIB. Soerjono Soekanto. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sofyan S Willis. (2005). Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Seprti Narkoba Free Sex dan Pemecahannya. Bandung: Alfabeta Sri Lestari. (2012). Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga. Jakarta: Kencana. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta. Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan: kompetensi dan praktiknya. Jakarta; Bumi Aksara. Suwarto dan Agus Sumali.(2007). Modul Ilmu Pengetahuan Sosial. Surakarta: Yudhistira. Syahril Syarbaini dan Rusdiyanta (2013). Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graham Ilmu. Syamsu Yusuf. (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ulfa Magfirah dan Mira Aliz Rachmawati. (2012). Hubungan Antara Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying. Yogyakarta: Di unduh pada setia budi. ac. id/ jurnal psikologi/ images/files/JURNAL%201(1).pdf pada 16.10.16 09.00 WIB Yulia Singgih D. Gunarsa. (2002). Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta; Gunung Mulia. Yuliana Sudremi, dkk. (2007). Pengetahuan sosial ekonomi kelas XI SMU/MA. Jakarta; PT. Bumi Aksara.
100
LAMPIRAN
101
1. Hasil Reliabelitas Keharmonisan Keluarga Sebelum Pengguguran Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items .871
N of Items
.885
71
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if
Corrected Item-
Cronbach's Alpha if
Deleted
Total Correlation
Item Deleted
Item Deleted
VAR00001
233.9667
173.689
.069
.871
VAR00002
234.2000
172.028
.151
.871
VAR00003
234.1333
172.533
.120
.871
VAR00004
235.0000
180.000
-.289
.879
VAR00005
234.3667
171.482
.168
.871
VAR00006
234.6333
173.137
.148
.871
VAR00007
234.0667
170.616
.309
.869
VAR00008
234.4667
173.637
.008
.875
VAR00009
234.4000
173.214
.053
.873
VAR00010
234.3333
170.782
.270
.869
VAR00011
234.6000
170.110
.355
.869
VAR00012
234.6333
173.275
.080
.871
VAR00013
234.3333
169.540
.239
.870
VAR00014
235.0000
171.586
.119
.872
VAR00015
234.2000
168.166
.473
.867
VAR00016
234.5333
168.947
.323
.869
VAR00017
234.1333
167.982
.438
.867
VAR00018
234.2000
172.648
.109
.871
VAR00019
234.1000
172.162
.175
.870
VAR00020
234.1000
170.438
.314
.869
VAR00021
234.6667
171.333
.207
.870
VAR00022
234.5000
166.052
.453
.867
VAR00023
234.3667
169.413
.200
.871
102
VAR00024
234.3333
169.471
.371
.868
VAR00025
234.3000
174.010
.017
.872
VAR00026
234.8333
169.868
.259
.870
VAR00027
234.4333
170.668
.225
.870
VAR00028
234.4333
169.013
.331
.869
VAR00029
234.4000
172.386
.114
.871
VAR00030
234.3667
167.482
.533
.866
VAR00031
234.6667
167.333
.399
.867
VAR00032
234.7333
167.237
.439
.867
VAR00033
235.1333
176.533
-.128
.876
VAR00034
234.3667
166.861
.510
.866
VAR00035
234.5333
172.878
.081
.872
VAR00036
234.1667
166.626
.600
.866
VAR00037
234.5667
168.806
.342
.868
VAR00038
234.2667
170.340
.301
.869
VAR00039
234.8333
169.247
.250
.870
VAR00040
234.2667
170.340
.301
.869
VAR00041
234.6667
166.851
.470
.867
VAR00042
234.4000
167.076
.502
.866
VAR00043
234.1000
167.748
.533
.867
VAR00044
234.6667
170.989
.204
.870
VAR00045
234.3667
166.585
.373
.868
VAR00046
234.3333
165.816
.476
.866
VAR00047
234.4667
171.430
.180
.871
VAR00048
234.3000
173.390
.071
.872
VAR00049
234.4667
168.189
.392
.868
VAR00050
234.8333
169.109
.305
.869
VAR00051
234.7000
171.666
.170
.871
VAR00052
234.6000
169.145
.375
.868
VAR00053
234.3333
169.471
.264
.869
VAR00054
234.2333
169.771
.346
.869
VAR00055
234.0667
167.444
.575
.866
103
VAR00056
234.1000
168.231
.493
.867
VAR00057
234.5667
168.599
.458
.867
VAR00058
234.1667
167.799
.508
.867
VAR00059
234.3667
172.240
.138
.871
VAR00060
234.9333
174.133
-.010
.875
VAR00061
234.4667
167.292
.588
.866
VAR00062
234.3000
170.907
.225
.870
VAR00063
234.5000
170.741
.263
.869
VAR00064
234.2000
166.234
.549
.866
VAR00065
234.3667
167.137
.491
.867
VAR00066
234.3000
167.459
.524
.866
VAR00067
234.1667
167.730
.513
.867
VAR00068
234.2000
168.993
.408
.868
VAR00069
234.3667
167.275
.481
.867
VAR00070
234.3333
171.195
.184
.871
VAR00071
234.2333
169.495
.367
.868
2. Hasil Reliabilitas Perilaku Bullying Sebelum Pengguguran Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items .767
N of Items
.773
48
Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance if
Corrected Item-
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
Item Deleted
Total Correlation
Item Deleted
VAR00001
89.8000
96.855
-.030
.770
VAR00002
90.0333
92.033
.467
.757
VAR00003
89.1667
91.661
.306
.760
VAR00004
89.4667
96.671
-.022
.771
VAR00005
88.8000
96.372
.005
.770
104
VAR00006
89.7000
94.286
.162
.765
VAR00007
89.8667
97.568
-.109
.772
VAR00008
89.8667
93.361
.372
.760
VAR00009
88.7667
99.978
-.232
.783
VAR00010
89.6333
94.378
.124
.767
VAR00011
89.4000
92.593
.248
.762
VAR00012
89.9000
97.472
-.097
.771
VAR00013
89.8667
93.637
.201
.764
VAR00014
90.0667
91.513
.454
.756
VAR00015
90.0333
88.585
.607
.749
VAR00016
90.0667
89.582
.637
.751
VAR00017
89.9333
89.857
.519
.753
VAR00018
89.7333
86.823
.609
.746
VAR00019
90.0667
88.340
.577
.749
VAR00020
88.3667
101.206
-.460
.781
VAR00021
90.0000
91.517
.412
.757
VAR00022
89.8667
94.326
.188
.764
VAR00023
90.0667
94.478
.158
.765
VAR00024
89.8667
92.120
.222
.764
VAR00025
89.8667
91.706
.483
.756
VAR00026
90.1667
91.178
.366
.758
VAR00027
89.8000
86.717
.594
.746
VAR00028
89.0333
88.171
.421
.753
VAR00029
89.8000
102.097
-.460
.784
VAR00030
89.7333
91.720
.301
.760
VAR00031
89.7667
91.357
.406
.757
VAR00032
89.5000
92.397
.169
.767
VAR00033
89.0333
89.964
.320
.759
VAR00034
89.7000
90.355
.590
.753
VAR00035
89.9000
91.886
.451
.757
VAR00036
89.3000
95.459
.028
.773
VAR00037
89.7000
92.148
.260
.762
105
VAR00038
89.7667
92.047
.349
.759
VAR00039
89.9333
95.099
.157
.765
VAR00040
89.7000
94.769
.089
.769
VAR00041
89.9000
92.300
.362
.759
VAR00042
89.3000
91.390
.213
.765
VAR00043
90.0000
94.483
.160
.765
VAR00044
89.8333
95.592
.122
.766
VAR00045
90.0333
94.171
.209
.764
VAR00046
89.2000
94.303
.055
.775
VAR00047
89.9000
98.231
-.162
.774
VAR00048
90.0000
94.138
.116
.768
3. Hasil Reliabilitas Keharmonisan Keluarga Setelah Pengguguran Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items .909
N of Items
.911
38
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
VAR00001
125.9333
97.513
.348
.908
VAR00002
126.4667
97.499
.353
.908
VAR00003
126.0667
95.995
.474
.906
VAR00004
126.4000
96.869
.398
.909
VAR00005
126.0000
95.655
.457
.906
VAR00006
125.9667
98.240
.359
.909
VAR00007
126.3667
93.964
.484
.906
VAR00008
126.2000
97.614
.307
.908
VAR00009
126.3000
96.976
.300
.909
VAR00010
126.2333
95.564
.525
.905
VAR00011
126.5333
94.602
.458
.906
VAR00012
126.6000
94.869
.474
.906
106
VAR00013
126.2333
94.668
.542
.905
VAR00014
126.0333
94.447
.644
.904
VAR00015
126.4333
96.668
.324
.908
VAR00016
126.1333
98.395
.326
.909
VAR00017
126.1333
98.257
.339
.909
VAR00018
126.5333
95.223
.450
.906
VAR00019
126.2667
94.202
.595
.904
VAR00020
125.9667
94.792
.633
.904
VAR00021
126.2333
94.323
.402
.908
VAR00022
126.2000
93.752
.511
.905
VAR00023
126.3333
95.678
.420
.907
VAR00024
126.7000
96.562
.315
.908
VAR00025
126.4667
96.878
.361
.907
VAR00026
126.1000
97.748
.391
.908
VAR00027
125.9333
95.444
.579
.905
VAR00028
125.9667
96.240
.474
.906
VAR00029
126.4333
96.254
.467
.906
VAR00030
126.0333
95.413
.541
.905
VAR00031
126.3333
94.851
.646
.904
VAR00032
126.0667
94.547
.548
.905
VAR00033
126.2333
95.357
.478
.906
VAR00034
126.1667
95.109
.562
.905
VAR00035
126.0333
95.275
.556
.905
VAR00036
126.0667
97.237
.346
.908
VAR00037
126.2333
95.495
.465
.906
VAR00038
126.1000
96.921
.376
.907
4. Hasil Reliabilitas Perilaku Bullying Setelah Pengguguran Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items .871
.880
107
N of Items 21
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
VAR00001
36.4000
54.386
.531
.864
VAR00002
35.5333
54.533
.302
.871
VAR00003
36.2333
56.392
.395
.870
VAR00004
36.4333
54.737
.417
.867
VAR00005
36.4000
52.110
.614
.860
VAR00006
36.4333
52.806
.657
.860
VAR00007
36.3000
53.045
.530
.863
VAR00008
36.1000
50.024
.681
.857
VAR00009
36.4333
51.633
.612
.860
VAR00010
36.3667
53.275
.543
.863
VAR00011
36.2333
54.392
.511
.865
VAR00012
36.5333
53.016
.475
.865
VAR00013
36.1667
51.523
.522
.863
VAR00014
35.4000
51.628
.431
.868
VAR00015
36.1000
53.679
.378
.869
VAR00016
36.1333
53.844
.455
.866
VAR00017
35.4000
54.110
.347
.877
VAR00018
36.0667
53.995
.533
.864
VAR00019
36.2667
54.754
.448
.866
VAR00020
36.1333
54.533
.380
.868
VAR00021
36.2667
54.685
.402
.867
108
5. Pernyataan Instrumen Sebelum Diuji Cobakan
Instrumen penelitian Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Alamat: Karangmalang jln. Colombo no. 1 Yogyakarta Kepada : Siswa/siswi Di SMP N 5 Sleman Assalamu’alaikum War. Wab Adik-adik tercinta, dalam rangka penelitian, perkenankan saya meminta kesediaan adik-adik untuk mengisi skala yang saya buat. Berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua serta perilaku bullying. Skala dan angket ini disusun untuk memperoleh data tentang hubungan keharmonisan keluarga dan status ekonomi keluarga terhadap perilaku bullying yang selanjutkan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu bimbingan dan konseling. Langkah selanjutnya adik-adik diminta untuk mengisi biodata dan memberikan
jawaban
yang
sesuai
dengan
keadaan
atau
pengalaman
sendiri.Sebelum mengisi mohon terlebih dahulu membaca pernyataan dengan seksama. Semua jawaban adik-adik adalah BENAR,
apabila sesuai dengan
keadaan atau pengalaman adik-adik, saya sangat menghargai kesungguhan dan kejujuran adik-adik, kerahasiaan identitas dan jawaban adik-adik saya jamin sesuai dengan kode etik Bimbingan dan Konseling. Selamat mengerjakan dan terima kasih atas kesediaan dan kesungguhan adik-adik dalam mengisi skala ini. Hormat Saya
( Khusnul Maskanah )
109
Petunjuk: 12.
Isikan identitas diri anda terlebih dahulu.
13.
Instrumen ini terdiri beberapa pernyataan. Berilah tanda checklist (√) pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan Anda. Pilihan jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Contoh:
14.
No.
Pernyataan
1.
Orang tua saya memberikan contoh serta mendorong anak-anaknya untuk melakukan sembayang dengan taat.
SS
S
TS
STS
√
Apabila hendak mengganti pilihan jawaban Anda dapat melakukannya dengan cara, sebagai berikut: No. Pernyataan SS 1. Orang tua saya memberikan contoh serta mendorong anak-anaknya untuk melakukan sholat dengan taat.
S
TS
√
√
STS
Identitas Siswa Nama
:
Kelas
:
{ Boleh Singkatan }
No.absen : Jenis kelamin:
a. Instrumen Penelitian Keharmonisan Keluarga No. Pernyataan 1. Orang tua saya memberikan contoh serta mendorong anak2 3
anaknya untuk melakukan sembahyang dengan taat. Orang tua mengajarkan bersabar dan bersyukur pada anaknya Orang tua memberikan masukan pada anak-anaknya mengenai cara bergaul yang baik
110
SS
S
TS
STS
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Orang tua saya menginginkan anak-anaknya mengetahui dan memahami ajaran agama tanpa berdiskusi dengan beliau. Orang tua lebih mengutamakan pekerjaannya dibandingkan berkumpul bersama keluarga. Orang tua memberikan contoh suri tauladan dari tokoh agama setiap berdiskusi Orang tua saya tidak melaksanakan sembayang dengan taat Kesibukan yang dimiliki orang tua tidak membuat beliau lupa untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Orang tua bersikap biasa saja saat saya berperilaku kurang sopan terhadap orang yang lebih dewasa. Saudara saya menasehati ketika perilaku saya mulai mengarah kearah yang tidak baik. Keluarga saya tidak memiliki waktu makan malam secara bersamaan Saya dan saudara bertukar pendapat dalam berbagai hal. Keluarga saya melaksanakan ibadah sembayang secara bersama-sama Orang tua memilih memendam kesulitan yang dihadapinya daripada menceritakan kepada anak-anaknya Orang tua membiarkan saat saya tidak melaksanakan sembahyang Saudara saya bersikap acuh ketika saya membutuhkan masukan atau saran darinya Orang tua kaku sehingga saya tidak dekat. Saya enggan ikut campur dengan permasalahan yang dihadapi saudara. Menurut saya berdiskusi masalah agama hanya membuangbuang waktu Jika saya bertengkar dengan saudara, orang tua saya dapat menyelesaikannya dengan bijak Saudara saya mau mengungkapkan kesedihannya kepada saya Setiap ada waktu luang, orang tua mengajak saya untuk berjalan-jalan bersama. Saya tidak merasa bersalah ketika tidak melaksanakan ibadah Orang tua saya mau mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat anak-anaknya. Anggota keluarga memberikan masukan ketika saya bingung untuk memutuskan suatu pilihan Saya dan saudara hanya berbicara seperlunya saja Beberapa anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga tidak memiliki waktu untuk kumpul bersama Saya tidak peduli dengan masalah yang terjadi di rumah
111
29 30
Saya senang menghabiskan waktu senggang bersama keluarga Rekreasi bersama keluarga membosankan
32
Saudara saya tidak keberatan meminjamkan barang miliknya kepada saya Ayah terlihat tenang dalam menghadapi masalah
33
Orang tua merasa paling benar dengan semua pendapatnya
34 35
Saya lebih memilih rekreasi bersama teman-teman dibandingkan dengan saudara. Saya memiliki ikatan batinyang kuat dengan orang tua
36
Orang tua tidak masalah dengan pakaian kami yang seksi
37
Betapapun sibuknya, orang tua saya akan berusaha pulang sebelum waktu makan malam tiba Saya dan saudara menyelesaikan setiap masalah dengan kepala dingin Orang tua bertindak kasar ketika anggota keluarga melakukan kesalahan Orang tua menghargai pendapat anak-anaknya.
31
38 39 40 41 42 43 44 45 46
Orang tua saya menyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan anak-anaknya Saya lebih suka makan diluar daripada bersama keluarga Orang tua masa bodoh dengan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anaknya Saya khawatir ketika saudara tidak di rumah Keluarga saya menyempatkan waktu untuk berkumpul setiap harinya walau hanya sebentar Orang tua bertengkar tanpa alasan yang jelas.
54
Keluarga saya memiliki waktu khusus untuk rekreasi bersama Orang tua tidak menghargai pendapat anak-anaknya karena masih dianggap anak kecil. Anggota keluarga saya adalah orang-orang yang bisa diandalkan untuk memberikan solusi terhadap masalah yang sedang saya hadapi Saya lebih nyaman berbagi cerita dengan teman dibanding dengan saudara sendiri Ungkapan perhatian antar anggota keluarga merupakan hal yang asing di dalam keluarga saya. Saya lebih menikmati waktu senggang bersama teman dari pada bersama keluarga Saya dan saudara sering bertengkar dengan masalah yang sepele Tanpa sebab yang jelas ayah marah-marah kepada keluarga
55
Orang
47 48 49 50 51 52 53
tua
membiasakan
112
anak-anaknnya
untuk
56 57 58
mengucapkan kata maaf dan terimakasih sesama anggota keluarga Orang tua mengajarkan anak-anaknya sedari kecil agar terbiasa megucapkan kata yang halus walau melakukan kesalahan Di dalam keluarga, saya tidak diberikan kesempatan dalam mengutarakan pendapat Orang tua sangat menyayangi saya
60
Orang tua membagikan pekerjaan dengan adil terhadap anak-anaknya Saya kesepian saat saudara tidak di rumah
61
Saya masa bodoh dengan keadaan saudara saya
62
Anggota keluarga saling memberikan dorongan untuk mencapai tujuan Keluarga saya lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya secara mandiri dibandingkan bergotong royong. Ibu menghadapi masalah dengan penuh kesabaran
59
63 64 65 66 67
Ketika saya melakukan kesalahan, orang tua mengajak saya berbicara untuk mencari tahu alasan mengapa kesalahan itu saya lakukan. Mengisi waktu senggang dengan ayah/ibu merupakan hal yang tidak asyik. Saya tidak nyaman ketika berkumpul bersama orang tua
69
Keluarga saya bergotong-royong membersihkan rumah pada hari libur Orang tua acuh terhadap keinginan yang saya impikan
70
Saya dan saudara memiliki hubungan yang akrab
71
Saya senang saat berdiskusi mengenai agama bersama keluarga
68
b. Instrument Penelitian Perilaku Bullying No. Pernyataan 1. Saya menjahili teman dengan cara mendorongnya ketika 2 3 4 5 6
guru memberikan kuis di depan kelas Saya puas ketika teman ketakutan di dalam ruangan yang terkunci. Saya memilih diam ketika teman di sekeliling saya sedang menggosipkan teman yang lain. Saya turut membantu mencari tahu siapa yang meneror teman .melalui telepon genggang. Saya memilih acuh ketika ada teman yang mencibiri teman yang lain. Saya ikut serta menertawakan teman yang terjatuh ketika dijegal oleh taman lain.
113
SS
S
TS
STS
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Saya tidak akan membalas ketika ada teman yang mendorong saya. Memukul bukanlah solusi terbaik untuk memecahkan masalah dalam bergaul Saya memilih diam meskipun diperlakukan tidak adil. Saya akan merangkul teman yang menjadi korban ejekan teman lain di depan kelas. Saya bangga ketika dapat memberikan julukan kepada teman dan itu tersebar luas di sekolah Saya menjulurkan lidah sebagai bentuk meremehkan ketika teman sedang dihadapi masalah Saya memilih menegur teman ketika dia berbuat salah kepada saya dibandingkan mendiamkannya tanpa sebab. Saya senang memanggil seseorang dengan nama julukan”hai cupu, cacing keriwil, tengkorak berjalan” Saya akan menarik rambut teman ketika dia tidak mengikuti keinginan saya. Ketika melihat kelemahan seseorang, saya akan cenderung mencela/mengejek kelemahan tersebut Mengancam orang yang tidak saya sukai dengan hal-hal yang membuatnya takut merupakan hal yang menyenangkan Menggosip merupakan kegiatan membuang-buang waktu Saya akan mengirim pesan teror melalui handphone atau bahkan melalui media sosial hanya untuk mengisi waktu luang saya. Saya memilih diam ketika ada teman yang mencakar teman lain yang tidak bersalah. Bagi saya kelemahan dalam akademik seseorang bukanlah penghalang dalam menjalin pertemanan. Saya ikut serta memukul teman walaupun dia tidak bermasalah dengan saya. Saya dan teman-teman menyukai “permainan” menyembunyikan barang milik seseorang dan menikmatinya ketika dia dengan susah payah mencarinya Menurut saya, meminta uang kepada teman yang lebih kecil adalah perbuatan yang tidak baik. Menebar gosip merupakan kegiatan yang seru dan menyenangkan. Ketika tidak memiliki uang, saya akan meminta dengan paksa uang milik teman. Perbedaan suku/ras bukanlah hal yang patut untuk dijadikan bahan olokan. Bagi saya saling menarik rambut dalam menyelesaikan masalah adalah sikap kekanak-kanakan. Saya memilih bersikap acuh ketika ada teman yang menjadi korban ejekan dari teman-teman kelas. Saya akan melaporkan pada guru ketika ada teman yang
114
mengunci teman lain di dalam ruangan seorang diri.
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Saya senang melihat teman yang ketakutan ketika saya mendiamkannya tanpa sebab. Saya tidak suka menjadikan kekurangan seseorang sebagai bahan ejekan Tidak sepantasnya membalas dendam dengan sengaja menendang teman saat pelajaran olah raga berlangsung. Saya senang ketika dapat mengajak teman lain untuk mengucilkan teman yang saya benci. Dengan memandang sinis seseorang, saya merasa ditakuti orang disekitar. Saya tidak suka memberikan nama julukan kepada teman Saya akan menanyakan kesalahan saya kepada teman yang menendang saya secara baik-baik. Saya merasa menjadi anak popular ketika saya ikut mengucilkan teman yang lemah Saya bukan orang yang suka mempermainkan teman di depan umum Bukanlah hal yang baik jika saya mengikuti gaya orang yang saya benci dengan mengejek-ejeknya. Saya merasa terhibur bila ada teman yang diejek-ejek di depan kalas Saya tidak akan meminta barang milik teman secara paksa. Mengancam orang yang tidak saya sukai dengan hal-hal yang membuatnya merasa takut, merupakan hal yang luar biasa. Saya memberikan senyuman ketika ada teman yang memandang saya dengan sinis. Untuk meramaikan kelas, saya melakukan candaan dengan menjegal kaki teman hingga terjatuh. Saya tidak suka mengancam seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang saya inginkan Saya turut serta mempermalukan orang yang “nyolot” di depan umum. Saya akan tetap mengambil barang milik teman meskipun tidak diperbolehkan.
C. Angket Status ekonomi orang tua.
a. Identitas orang tua Nama orang tua/wali Ayah : Ibu :
115
Umur orang tua/wali Ayah : Ibu : Status orang tua ( kandung, angkat/ lainnya, sebutkan:…) Ayah : Ibu : b. Keadaan ekonomi orang tua siswa ( lingkari salah satu ) : 1. Penghasilan rata-rata ayah setiap bulan: a) Lebih dari 1.500.000 b) Antara 1.000.000,- sampai 1.500.000 c) Antara 500.000,- sampai 1.000.000 d) Kurang dari 500.000 2. Penghasilan rata-rata ibu setiap bulan: a) Lebih dari 1.500.000 b) Antara 1.000.000,- sampai 1.500.000 c) Antara 500.000,- sampai 1.000.000 d) Kurang dari 500.000
116
6. Pernyataan Instrument Setelah Diuji Cobakan
Instrumen penelitian Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Alamat: Karangmalang jln. Colombo no. 1 Yogyakarta Kepada : Siswa/siswi Di SMP N 5 Sleman Assalamu’alaikum War. Wab Adik-adik tercinta, dalam rangka penelitian, perkenankan saya meminta kesediaan adik-adik untuk mengisi skala yang saya buat. Berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan keharmonisan keluarga dan status ekonomi orang tua serta perilaku bullying. Skala dan angket ini disusun untuk memperoleh data tentang hubungan keharmonisan keluarga dan status ekonomi keluarga terhadap perilaku bullying yang selanjutkan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu bimbingan dan konseling. Langkah selanjutnya adik-adik diminta untuk mengisi biodata dan memberikan
jawaban
yang
sesuai
dengan
keadaan
atau
pengalaman
sendiri.Sebelum mengisi mohon terlebih dahulu membaca pernyataan dengan seksama. Semua jawaban adik-adik adalah BENAR,
apabila sesuai dengan
keadaan atau pengalaman adik-adik, saya sangat menghargai kesungguhan dan kejujuran adik-adik, kerahasiaan identitas dan jawaban adik-adik saya jamin sesuai dengan kode etik Bimbingan dan Konseling. Selamat mengerjakan dan terima kasih atas kesediaan dan kesungguhan adik-adik dalam mengisi skala ini.
Hormat Saya
( Khusnul Maskanah)
117
Petunjuk: 1. Isikan identitas diri anda terlebih dahulu. Instrumen ini terdiri beberapa pernyataan. Berilah tanda checklist (√) pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan Anda. Pilihan jawaban yaitu:
Sangat Sesuai (SS)
Tidak Sesuai (TS)
Sesuai (S)
Sangat Tidak Sesuai (STS)
Contoh: No.
Pernyataan
1.
Orang tua saya memberikan contoh serta mendorong anak-anaknya untuk melakukan sembayang dengan taat.
SS
S
TS
STS
√
2. Apabila hendak mengganti pilihan jawaban Anda dapat melakukannya dengan cara, sebagai berikut: No. Pernyataan SS 1. Orang tua saya memberikan contoh serta mendorong anak-anaknya untuk melakukan sholat dengan taat.
S
TS
√
√
STS
3. Identitas Siswa Nama
:
Kelas
:
{ Boleh Singkatan }
No.absen :
a. Instrumen Penelitian Keharmonisan Keluarga No. Pernyataan 1 Orang tua saya tidak melaksanakan sembayang dengan taat 2 3 4
Keluarga saya tidak memiliki waktu makan malam secara bersamaan Orang tua membiarkan saat saya tidak melaksanakan sembahyang Saudara saya bersikap acuh ketika saya membutuhkan masukan atau saran darinya
118
SS
S
TS
STS
5
Orang tua kaku sehingga saya tidak dekat.
6
9
Jika saya bertengkar dengan saudara, orang tua saya dapat menyelesaikannya dengan bijak Setiap ada waktu luang, orang tua mengajak saya untuk berjalan-jalan bersama. Orang tua saya mau mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat anak-anaknya. Saya tidak peduli dengan masalah yang terjadi di rumah
10
Rekreasi bersama keluarga membosankan
11
Saudara saya tidak keberatan meminjamkan barang miliknya kepada saya Ayah terlihat tenang dalam menghadapi masalah
7 8
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Saya lebih memilih rekreasi bersama teman-teman dibandingkan dengan saudara. Orang tua tidak masalah dengan pakaian kami yang seksi Betapapun sibuknya, orang tua saya akan berusaha pulang sebelum waktu makan malam tiba Saya dan saudara menyelesaikan setiap masalah dengan kepala dingin Orang tua menghargai pendapat anak-anaknya. Orang tua saya menyediakan waktu untuk mendengarkan keluhan anak-anaknya Saya lebih suka makan diluar daripada bersama keluarga Orang tua masa bodoh dengan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anaknya Keluarga saya menyempatkan waktu untuk berkumpul setiap harinya walau hanya sebentar Orang tua bertengkar tanpa alasan yang jelas. Anggota keluarga saya adalah orang-orang yang bisa diandalkan untuk memberikan solusi terhadap masalah yang sedang saya hadapi Saya lebih nyaman berbagi cerita dengan teman dibanding dengan saudara sendiri Saya lebih menikmati waktu senggang bersama teman dari pada bersama keluarga Tanpa sebab yang jelas ayah marah-marah kepada keluarga Orang tua membiasakan anak-anaknnya untuk mengucapkan kata maaf dan terimakasih sesama anggota keluarga Orang tua mengajarkan anak-anaknya sedari kecil agar terbiasa megucapkan kata yang halus walau melakukan kesalahan Di dalam keluarga, saya tidak diberikan kesempatan dalam mengutarakan pendapat
119
30
Orang tua sangat menyayangi saya
31
Saya masa bodoh dengan keadaan saudara saya
32
Ibu menghadapi masalah dengan penuh kesabaran
33
Ketika saya melakukan kesalahan, orang tua mengajak saya berbicara untuk mencari tahu alasan mengapa kesalahan itu saya lakukan. Mengisi waktu senggang dengan ayah/ibu merupakan hal yang tidak asyik. Saya tidak nyaman ketika berkumpul bersama orang tua
34 35 36 37 38
Keluarga saya bergotong-royong membersihkan rumah pada hari libur Orang tua acuh terhadap keinginan yang saya cita-cita Saya senang saat berdiskusi mengenai agama bersama keluarga
b. Instrument Penelitian Perilaku Bullying No. Pernyataan 1 Saya puas ketika teman ketakutan di dalam ruangan yang 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
terkunci. Saya memilih diam ketika teman di sekeliling saya sedang menggosipkan teman yang lain. Memukul bukanlah solusi terbaik untuk memecahkan masalah dalam bergaul Saya senang memanggil seseorang dengan nama julukan”hai cupu, cacing keriwil, tengkorak berjalan” Saya akan menarik rambut teman ketika dia tidak mengikuti keinginan saya. Ketika melihat kelemahan seseorang, saya akan cenderung mencela/mengejek kelemahan tersebut Mengancam orang yang tidak saya sukai dengan hal-hal yang membuatnya takut merupakan hal yang menyenangkan Menggosip merupakan kegiatan membuang-buang waktu Saya akan mengirim pesan teror melalui handphone atau bahkan melalui media sosial hanya untuk mengisi waktu luang saya. Bagi saya kelemahan dalam akademik seseorang bukanlah penghalang dalam menjalin pertemanan. Menebar gosip merupakan kegiatan yang seru dan menyenangkan. Ketika tidak memiliki uang, saya akan meminta dengan paksa uang milik teman. Perbedaan suku/ras bukanlah hal yang patut untuk dijadikan bahan olokan.
120
SS
S
TS
STS
14 15 16 17 18 19 20 21
Bagi saya saling menarik rambut dalam menyelesaikan masalah adalah sikap kekanak-kanakan. Saya akan melaporkan pada guru ketika ada teman yang mengunci teman lain di dalam ruangan seorang diri. Saya senang melihat teman yang ketakutan ketika saya mendiamkannya tanpa sebab. Tidak sepantasnya membalas dendam dengan sengaja menendang teman saat pelajaran olah raga berlangsung. Saya senang ketika dapat mengajak teman lain untuk mengucilkan teman yang saya benci. Dengan memandang sinis seseorang, saya merasa ditakuti orang disekitar. Saya merasa menjadi anak popular ketika saya ikut mengucilkan teman yang lemah Saya merasa terhibur bila ada teman yang diejek-ejek di depan kalas
C.Angket Status ekonomi orang tua.
15. Identitas orang tua Nama orang tua/wali Ayah : Ibu : 16. Keadaan ekonomi orang tua siswa ( lingkari salah satu ) : a. Penghasilan rata-rata ayah setiap bulan: 17. Lebih dari 1.500.000 18. Antara 1.000.000,- sampai 1.500.000 19. Antara 500.000,- sampai 1.000.000 20. Kurang dari 500.000 21. Tidak berpenghasilan b.Penghasilan rata-rata ibu setiap bulan: 22. Lebih dari 1.500.000 23. Antara 1.000.000,- sampai 1.500.000 24. Antara 500.000,- sampai 1.000.000 25. Kurang dari 500.000 26. Tidak berpenghasilan
121
7. Hasil Uji Normalitas NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keharmonisan Status Keluarga Ekonomi N 152 152 Mean 122,0724 4,2171 a,b Normal Parameters Std. 12,66957 1,97641 Deviation Absolute ,063 ,106 Most Extreme Positive ,057 ,106 Differences Negative -,063 -,095 ,771 1,307 Kolmogorov-Smirnov Z ,592 ,066 Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Perilaku Bullying 152 36,4737 6,38806 ,098 ,074 -,098 1,204 ,110
8. Hasil Uji Linearitas Means Case Processing Summary Cases Included Excluded N Percent N Percent Perilaku Bullying * Keharmonisan Keluarga Perilaku Bullying * Status Ekonomi
Total Percent
N
152
100,0%
0
0,0%
152
100,0%
152
100,0%
0
0,0%
152
100,0%
a. Perilaku Bullying * Keharmonisan Keluarga
Perilaku Bullying * Keharmonisan Keluarga
Between Groups
ANOVA Table Sum of Squares (Combined) 2890,666 Linearity 897,544 Deviation from 1993,122 Linearity
df 51 1
Mean F Square 56,680 1,733 897,544 27,438
50
39,862 32,712
Within Groups
3271,229
100
Total
6161,895
151
1,219
Sig. ,010 ,000 ,201
Measures of Association R Perilaku Bullying * Keharmonisan Keluarga
R Squared -,382
122
,146
Eta
Eta Squared ,685
,469
b. Perilaku Bullying * Status Ekonomi
Perilaku Bullying * Status Ekonomi
Between Groups
ANOVA Table Sum of Squares (Combined) 467,444 Linearity 342,754 Deviation from 124,690 Linearity
df 7 1
Mean Square 66,778 342,754
1,689 8,667
,116 ,004
6
20,782
,526
,788
39,545
Within Groups
5694,451
144
Total
6161,895
151
Measures of Association R R Squared Perilaku Bullying * Status Ekonomi -,236 ,056
Eta ,275
F
Sig.
Eta Squared ,076
9. Hasil Uji Regresi Moderating
Regression b
Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed 1 Moderasi KK*SSE, . Keharmonisan Keluarga, Status Sosial Ekonomi a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Perilaku Bullying
Method Enter
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a 1 ,394 ,155 ,138 5,93140 a. Predictors: (Constant), Moderasi KK*SSE, Keharmonisan Keluarga, Status Sosial Ekonomi b
ANOVA Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares df 955,034 5206,861 6161,895
3 148
Mean Square F 318,345 35,181
Sig. 9,049
,000
a
151
a. Predictors: (Constant), Moderasi KK*SSE, Keharmonisan Keluarga, Status Sosial Ekonomi b. Dependent Variable: Perilaku Bullying Coefficients
a
Model 1 (Constant)
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 43,910 13,401
Keharmonisan -,062 Keluarga Status Sosial Ekonomi 3,657 Moderasi KK*SSE -,030 a. Dependent Variable: Perilaku Bullying
123
,109 2,861 ,023
t 3,277 -,123
2,570 ,926 2,278 -,943 -3,270
Sig. ,001 ,027 ,023 ,006
10. Hasil Uji Korelasi Orang Tua
Correlations Correlations Keharmonisan Keluarga Keharmonisan Keluarga
Perilaku Bullying (Ortu Rendah) * 1 -,292 ,036
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
52 * -,292 ,036
52 1
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
52
52
Perilaku Bullying (Ortu Rendah)
Correlations Correlations Keharmonisan Keluarga Keharmonisan Keluarga
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Perilaku Bullying (Ortu Sedang) ** 1 -,378 ,010
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
46 ** -,378 ,010
46 1
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
46
46
Perilaku Bullying (Ortu Sedang)
Correlations Correlations Keharmonisan Keluarga Keharmonisan Keluarga
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Perilaku Bullying (Ortu Tinggi) ** 1 -,402 ,008
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
43 ** -,402 ,008
43 1
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
43
43
Perilaku Bullying (Ortu Tinggi)
Correlations Correlations Keharmonisan Keluarga Keharmonisan Keluarga
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Perilaku Bullying (Ortu Sangat Tinggi) * 1 -,612 ,045
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
11 * -,612 ,045
11 1
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
11
11
Perilaku Bullying (Ortu Sangat Tinggi)
124
125
126
127