1
HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN CENDAWAN RIZOSFER TANAMAN PISANG (Musa spp.) DAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM
ARYO PRATOMO SUSETYO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2
ABSTRAK ARYO PRATOMO SUSETYO. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Dibimbing oleh SURYO WIYONO. Penelitian ini bertujuan mengetahui kenekaragaman cendawan rizosfer pada tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang layu fusarium. Pertanaman pisang bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara penghasil pisang dunia seperti India, Cina dan Philipina. Isolasi cendawan rizosfer tanaman pisang dilakukan dari sampel asal Bogor dan Cianjur, masing-masing 10 tanaman sehat dan 10 tanaman terserang Fusarium. Isolasi dilakukan pada media martin agar. Setelah identifikasi, dilakukan penghitungan jumlah penghitungan jumlah spesies, indeks keragaman dan kepadatan populasi masing-masing spesies cendawan lalu dilakukan pengujian antibiosis dengan metode dual culture. Cendawan yang diperoleh antara lain dari genus Aspergillus, Penicillium, Gliocladium (tanaman tidak terserang), dan Paecilomyces (tanaman terserang), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup masing-masing mikroorganisme berbeda-beda. Cendawan rizosfer asal Cianjur lebih beragam dibandingkan cendawan rizosfer asal Bogor namun memiliki kepadatan propagul lebih besar dibandingkan dengan cendawan rizosfer asal Cianjur. Terdapat perbedaan jumlah spesies pada tanaman yang terserang dan tidak terserang pada kedua kondisi lahan yang berbeda seperti pada tanaman tidak terinfeksi, terkolonisasi cendawan rizosfer lebih banyak dibandingkan dengan tanaman terinfeksi
sehingga
kelimpahan
mikroorganisme
mempengaruhi kejadian penyakit layu fusarium.
dalam
tanah
dapat
3
HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN CENDAWAN RIZOSFER TANAMAN PISANG (Musa spp.) DAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM
ARYO PRATOMO SUSETYO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
4
Judul Skripsi
:
Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium
Nama Mahasiswa
:
Aryo Pratomo Susetyo
NIM
:
A34051596
Menyetujui, Pembimbing
(Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr.) NIP. 196902121992031003
Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman
(Dr. Ir. Dadang, M.Sc.) NIP. 19640204199021002
Tanggal Lulus: 27 Februari 2010
5
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam untuk Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer Tanaman Pisang (Musa spp.) Dan Penyakit Layu Fusarium”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini : 1. Dr. Ir Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen pembimbing akademik 3. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si. selaku dosen komisi pendidikan dan kemahasiswaan Departemen Proteksi Tanaman 4. Bapak Dadang Surachman, selaku staff penunjang laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman. 5. Ibu Juwitaningsih, selaku staff penunjang Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman 6. Seluruh civitas Departemen Proteksi Tanaman yang telah membantu dan membimbing penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2010
Aryo Pratomo
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bambang Sugeng dan Sri Kustanti. Penulis menyelesaikan sekolah di SMUN 44 Jakarta pada tahun 2005 dan diterima di IPB pada Departemen Proteksi Tanaman melalui jalur SPMB pada tahun yang sama. Masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan kepanitiaan serta organisasi sebagai Kepala Departemen Komunikasi dan Informasi HIMASITA (2008), Koordinator Divisi Produksi (2008) dan Divisi Pemasaran (2009) Organic Farm HIMASITA, Fotografer majalah Metamorfosa HIMASITA (2008) dan Ketua Klub Entomologi HIMASITA (2008). Selain itu penulis juga pernah magang di Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman (2007). Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Benih & Pascapanen dan mata kuliah Biologi Patogen Tumbuhan pada tahun 2009.
7
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang...................................................................................
1
Tujuan Penelitian...............................................................................
2
Manfaat Penelitian.............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
Tanaman Pisang................................................................................
3
Syarat Tumbuh……………………..………………………............
3
Penyebab Penyakit Layu Fusarium...................................................
4
Gejala Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang....................................
5
Mikroorganisme Rizosfer........………..............................................
5
BAHAN DAN METODE ..........................................................................
7
Waktu dan Tempat Penelitian............................................................
7
Bahan dan Alat….…………………….............................................
7
Pengambilan contoh..........…………………………........................
7
Isolasi Cendawan Rizosfer................... …………............................
7
Identifikasi Cendawan.................................………..........................
8
Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Rizosfer.............................
8
Uji Antagonis Cendawan Rizosfer....................................................
9
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
10
Keadaan Umum Lokasi.....................................................................
10
Isolasi Cendawan Rizosfer................................................................
10
Identifikasi Cendawan Rizosfer........................................................
11
Kelimpahan Cendawan Rizosfer.......................................................
13
Dominasi Spesies..............................................................................
14
Keragaman Cendawan Riszosfer.......................................................
15
Pengujian Antagonisme.....................................................................
16
8
Hubungan Kelimpahan dan Keragaman Cendawan Rizosfer Terhadap Penyakit Layu Fusarium....................................................
19
KESIMPULAN DAN SARAN............................................…...…...........
22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….............
23
LAMPIRAN………………………………………………..……..............
26
9
DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil identifikasi cendawan rizosfer tanaman yang terserang dan tidak terserang layu fusarium pada dua lokasi………………….........
2
2. Kelimpahan dan frekuensi relatif spesies cendawan rizosfer antara dua kondisi tanaman di dua lokasi berbeda………………………….
4
3. Jumlah, kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer pada dua lokasi berbeda……………………………………………………
5
4. Jumlah, kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer antara dua kondisi tanaman pada dua lokasi berbeda………………………
6
10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bentuk mikroskopis cendawan rizosfer asal tanah tanaman pisang (Sumber: dokumentasi pribadi)………….………………………....
3
2. Pengujian antagonisme lima cendawan rizosfer terhadap Fusarium Oxysporum (Sumber: dokumentasi pribadi) a).Aspergillus niger, b).Sh, c).Penicillium breviceps, d).Paecilomyces sp., e).Gliocladium sp. …………………………………………………
7
11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gejala kondisi tanaman pisang terinfeksi dan tidak terinfeksi………..
27
2. Jumlah contoh terkolonisasi cendawan rizosfer pada dua kondisi tanaman berbeda di dua lokasi………………………………………..
28
3. Kelimpahan cendawan rizosfer dua kondisi tanaman lokasi Cianjur…
29
4. Kelimpahan cendawan rizosfer dua kondisi tanaman lokasi Bogor......
30
5. Koloni cendawan rizosfer berdasarkan warna dan bentuk pada media agar…………………………………………………………………….
31
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman pisang merupakan penghasil jenis buah-buahan yang dikenal luas penduduk Indonesia, bahkan dunia. Tanaman pisang mempunyai peranan penting dalam perekonomian masyarakat, terutama di daerah sentra produksi karena setiap bagian tanamannya memiliki berbagai manfaat seperti buahnya kaya akan kalium yang dapat membantu mengurangi resiko peningkatan tekanan darah, serta mengandung vitamin dan mineral, daunnya dapat digunakan sebagai bahan pembungkus makanan tradisional, sedangkan bonggol/batangnya dapat dijadikan sebagai bahan mulsa organik, bahan kerajinan dan bahan pembuatan kompos. Selain manfaat pada berbagai bagian tanamannya, tanaman ini mudah dibudidayakan dan banyak dijumpai sebab mampu tumbuh dan berkembang baik pada berbagai kondisi agroekologi, baik dataran tinggi maupun dataran rendah (Rustam, 2005). Peranan dan manfaat yang dimiliki tanaman pisang tak lepas dari permasalahan seperti masih budidaya yang belum teratur, terbatasnya bibit pisang yang sehat dari kultivar yang unggul, dan beragam kultivar yang ditanam serta masalah utama yang sering menjadi kendala utama adalah penyebaran hama dan penyakit tanaman. Hama adalah organisme pengganggu dan merusak tanaman serta menyebabkan kerugian ekonomis, sedangkan penyakit tumbuhan adalah proses fisiologi tumbuhan yang terganggu (abnormal akibat faktor abiotik maupun biotic secara terus menerus (Sinaga, 2003). OPT (organisme pengganggu tanaman) cukup luas di sentra produksi pisang, salah satunya adalah adanya gangguan penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum (Deuteromycetes). Layu Fusarium adalah salah satu penyakit utama pisang yang menghancurkan pertanaman pisang bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara penghasil pisang dunia seperti India, Cina dan Philipina. Berbagai upaya pengendalian patogen penyebab layu ini telah dilakukan, seperti penggunaan bibit sehat hingga penggunaan fungisida tetapi kurang memberikan hasil yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan patogen tersebut dapat bertahan dalam tanah walaupun tanpa inang (Agrios, 1997). Pengetahuan
2
terhadap penyebab penyakit layu fusarium ini perlu dikaji lebih dalam untuk dapat mengetahui pengendalian yang tepat khususnya pengendalian yang ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan mikroorganisme rizosfer pada tanaman pisang tersebut. Eksplorasi rizosfer pada tanaman pisang yang terinfeksi dan tidak terinfeksi layu fusarium memungkinkan untuk mendapatkan mikroorganisme rizosfer yang bersifat antagonis maupun penghambat pertumbuhan patogen yang digunakan sebagai pengendali penyakit layu fusarium. Menurut Baker & Cook (1974), keanekaragaman mikroorganisme tersebut dapat menjadi informasi dasar untuk pengendalian penyakit layu fusarium, khususnya pengendalian secara hayati yang merupakan bagian dari program pengendalian hama terpadu (PHT) yang memiliki prinsip untuk menekan atau mengurangi kepadatan inokulum dalam fase aktif maupun dorman dengan satu atau lebih organisme hidup melalui manipulasi inang, lingkungan, maupun introduksi agens antagonis.
Tujuan Penelitian Mengetahui keanekaragaman cendawan rizosfer, pada tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang penyakit layu fusarium.
Manfaat Penelitian Memberikan informasi mengenai keanekaragaman mikroorganisme rizosfer (cendawan) pada tanaman pisang yang selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pengembangan program pengendalian.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pisang Tanaman pisang (Musa sp. L.) dalam klasifikasinya termasuk ordo Scitaminae, kelas Monocotyledonae, family Musaceae dan genus Musa (Simmonds, 1966). Buahnya merupakan salah satu buah herba yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia serta mudah dijumpai di berbagai daerah karena mampu tumbuh dan berkembang di berbagai kondisi agroekologi baik dataran tinggi maupun dataran rendah (Rustam, 2005). Manfaat yang diperoleh manusia dari tanaman pisang digunakan untuk berbagai keperluan, walaupun umumnya pisang hanya merupakan bagian dari tanaman pekarangan. Buah pisang mengandung berbagai vitamin dan mineral yang baik untuk dikonsumsi. Selain itu, daun pisang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pembungkus makanan tradisional sedangkan bagian pisang lainnya yaitu batang/bonggol pisang dapat digunakan sebagai bahan kerajinan, mulsa organik, maupun bahan pembuatan kompos (Satuhu & Supriyadi, 1999).
Syarat Tumbuh Pisang merupakan
tanaman
yang mudah
tumbuh,
tetapi
untuk
mendapatkan haisl yang optimal pisang perlu ditanam didataran rendah (kurang dari 1000 meter diatas permukaan laut). Produksi akan berkurang dan memerlukan waktu yang lama untuk berbuah serta memiliki kulit yang lebih tebal apabila ditanam di atas ketinggian kurang dari 1000 meter dpl (Satuhu & Supriyadi, 1999). Tanaman pisang tumbuh subur didaerah tropik dataran rendah yang mempunyai curah hujan lebih dari 1250 mm/tahun dan rata-rata suhu minimum di atas 150C (Simmonds, 1966). Iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun merupakan iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang yang juga menghendaki tanah yang subur untuk perkembangan bunga yang dihasilkan. Saat musim hujan bunga yang muncul akan menghasilkan tandan yang lebih besar dan panjang dibandingkan dengan musim kemarau dikarenakan tanaman pisang memerlukan tanah yang mengandung air, tetapi tidak tergenang
4
dan apabila pada keadaan tanah yang tergenang maka akan mudah mengalami pembusukan dan mudah terserang oleh penyakit (Rismunandar, 1990). Menurut Satuhu & Supriyadi (1999), walaupun tidak menyukai daerah yang kering, pisang juga tidak menghendaki air yang menggenang secara terus menerus, sehingga pada umumnya tanaman pisang yang tumbuh di tepi sungai yang airnya mengalir, kebanyakan dapat tumbuh subur.
Penyebab Penyakit layu Fusarium Penyakit Layu fusarium disebabkan oleh cendawan patogen Fusarium oxysporum f.sp cubense yang termasuk ke dalam family Tuberculariaceae, ordo Moniliales, klas Deuteromycetes (Alexopoulus dan Mims, 1979). Patogen ini memiliki 3 jenis spora aseksual (konidia) yaitu mikrokonidia, makrokonidia dan klamidospora yang frekuensi pembentukan dan macam konidianya tergantung pada tempat tumbuh dan keadaan lingkungan. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Menurut Agrios (1997), miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat sampai keunguan. Fusarium oxysporum f.sp cubense ini mengalami 2 fase dalam siklus hidupnya yakni patogenesa dan sprogenesa. Patogen ini hidup sebagai parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang dalam jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa sedangkan pada fase saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Agrios (1997), mengemukakan bahwa patogen ini dapat menimbulkan gejala penyakit karena
5
mampu menghasilkan enzim, toksin, polisakarida dan antibiotik dalam jaringan tanaman. Menurut Jones dan Woltz (1981), penyebaran propagul dapat terjadi melalui benih, angin air tanah dan tanah terinfestasi yang terbawa alat-alat pertanian dan manusia.
Gejala Layu Fusarium pada Tanaman Pisang Gejala yang terjadi pada tanaman pisang yang terserang penyakit layu fusarium yaitu menguning daun dari tepi daun yang selanjutnya menjadi coklat dan mati secara perlahan hingga tulang daun. Menguning dan matinya daun-daun dimulai dari daun yang lebih tua. Hal ini disebabkan patogen menginfeksi tanaman melalui luka pada akar dan masuk kedalam jaringan xylem melalui aktivitas air sehingga merusak dan menghambat proses menyebarnya air dan unsure hara keseluruh bagian tanaman terutama pada bagian daun yang tua (www.doa.sarawak.gov). Gejala layu yang ditimbulkan oleh cendawan patogen Fusarium oxysporum f.sp cubense ini hampir mirip dengan gejala layu yang ditimbulkan bakteri patogen Ralstonia solanacearum, namun yang membedakan yakni layu bakteri ini menimbulkan gejala daun yang menguning diawali dari tulang daun hingga menyebar ke tepi daun sehingga untuk diagnosis penyakit tidak dengan melihat gejala luarnya saja namun perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut. Menurut Agrios (1997), jaringan pembuluh yang terserang akan berwarna cokelat tua dan sangat khas untuk digunakan dalam identifikasi penyakit lau fusarium. Penyumbatan pada sistem pembuluh batang menyebabkan kerusakan pada pangkal batang sehingga akan menimbulkan kematian mendadak pada tanaman muda.
Mikroorganisme Rizosfer Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar perakaran tanaman dan berfungsi sebagai pertahanan luar bagi tanaman terhadap serangan patogen akar. Populasi mikroorganisme di rizosfer biasanya lebih banyak dan beragam dibandingkan pada tanah yang bukan rizosfer (Lynch 1990; Carlile et al.,
6
2001). Mikroorganisme rizosfer adalah organisme berukuran kecil yang terdapat pada perakaran tanaman atau hidup dalam tanah disekitar perakaran dan dapat membantu dalam berbagai proses penguraian tanah, siklus nutrisi, maupun pembentuk struktur tanah. Kehadiran sejumlah populasi organisme baik yang bersifat antagonis maupun saprofit dapat menambah keragaman spesies di dalam komunitas alami tanaman (Jeger, 2001). Secara alami, tanah memiliki potensi mikroorganisme yang mampu menekan perkembangan patogen dalam tanah dan sebagian besar mikroorganisme antagonis tersebut hidup dalam tanah sebagai saprofit. Mikroorganisme yang hidup pada daerah rizosfer biasanya digunakan sebagai agens pengendalian hayati dan keberadaaanya dapat menghambat persebaran dan infeksi akar oleh patogen. Eksplorasi mikroorganisme rizosfer seperti bakteri, cendawan, aktinomiset, protozoa, alga maupun mikroorganisme lain perlu dilakukan untuk menemukan peranan mikroorganisme tersebut pada suatu agroekosistem. Menurut Domsch et al., (1993), cendawan tanah bersifat sebagai saprofit maupun parasit yang dapat ditemukan dalam tanah seperti Fusarium sp., Verticillium sp., Rhizoctonia sp., Trichoderma sp., Penicillium sp., Pythium sp., Aspergillus sp. Ditemukan pula aktinomiset yang beberapa jenisnya dapat berperan dalam produksi antibiotik seperti streptomisin yang banyak digunakan dalam bidang industri. Beberapa genus aktinomiset yang dapat ditemukan dalam tanah
perakaran
yakni
Micromonospora,
Nocardia,
Streptomyces,
Streptosprorangium, dan Thermoactinomycetes (Premono et.al, 1992).
7
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari Agustus 2009 hingga Oktober 2009 di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian dan pengambilan sampel di lahan petani Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor dan Desa Panembong, Kecamatan Cianjur Kota, Kota Cianjur.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan adalah tanah yang menempel pada akar dari tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang layu fusarium, media PDA (Potato Dextrose Agar), MA (Martin Agar), air steril, cawan petri, tabung reaksi dan gelas ukur.
Metode Penelitian Pengambilan Contoh Contoh tanah yang digunakan berasal dari dua lokasi yang berbeda yakni lahan petani di Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dan Desa Panembong, Kecamatan Cianjur Kota, Kabupaten Cianjur. Semua contoh tanah diperoleh dari tanah yang menempel pada perakaran tanaman pisang dengan kedalaman 5-25 cm. Pengambilan contoh berasal dari dua tanaman pisang yang berdekatan, berjarak sekitar 3-5 m antara tanaman teserang dan tidak terserang dengan masing-masing berjumlah sepuluh tanaman. Menentukan tanaman yang terserang dan tidak terserang dengan melihat gejala luarnya dengan stadia umur yang berbeda-beda. Tanaman yang terserang yang dipilih memiliki minimal tiga pelepah daun layu yang berwarna kuning jingga sedangkan tanaman yang tidak terserang layu fusarium memiliki pelepah daun berwarna hijau.
8
Isolasi Cendawan Rizosfer Isolasi cendawan rizosfer dilakukan mensuspensikan 2,5 gram tanah dengan 250 ml air steril dalam erlemenyer lalu shake (kocok) selama semalam (overnight) atau hingga tercampur sempurna (homogen). Setelah itu, dilakukan pengenceran secara bertahap dengan mengambil 10 ml suspensi lalu dicampurkan kedalam tabung reaksi berisi 90 ml air steril hingga didapatkan pengenceran sebesar 10-5. Sebanyak 0,1 ml (100µl) dari pengenceran 10-5 untuk setiap contohnya, diteteskan pada media martin agar (MA) dengan dua ulangan. Spesies cendawan yang ditemukan setelah diidentifikasi lalu dimurnikan pada media potato dextrose agar (PDA) dan digunakan lebih lanjut untuk uji antagonisme. Media MA yang dipakai ditambahkan streptomycin untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme bukan sasaran dan untuk media PDA dengan komposisi ; agar 17 g, kentang 200 g, dextrose 20 g, dan air steril 1000 ml. Setelah 1 minggu koloni cendawan rizosfer yang tumbuh diamati dan dihitung.
Identifikasi Cendawan Cendawan yang diperoleh dari hasil isolasi rizosfer, dibuat preparat slide dan diidentifikasi di bawah mikroskop compound dibantu oleh dosen pembimbing Dr.Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr. Pengamatan terhadap jumlah koloni pada setiap sampel dilakukan pada hari ke tujuh setelah isolasi. Identifikasi cendawan mengacu pada pustaka yang terkait seperti Domsch et.al (1993), dan Barnet & Hunter (1988).
Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Rizosfer Keragaman cendawan rizosfer setiap jenis tanaman pada masing-masing lokasi ditentukan dengan jumlah spesies yang berasosiasi serta kelimpahan cendawan rizosfer tertentu pada setiap sampel ditentukan dengan nilai persentase kolonisasi. Keragaman dan kelimpahan cendawan rizosfer dihitung dengan menggunakan rumus :
9
Indeks keragaman spesies Indeks keragaman
dihitung
berdasarkan
rumus
Shannon-Wiener
(Maguran, 1987) sebagai berikut: s
H’ = -∑ pi ln pi i=1
H’ = keragaman spesies pi = proporsi tiap spesies s
= spesies
Kepadatan Total Propagul Kepadatan propagul dihitung berdasarkan rumus, Joice R. (2002), sebagai berikut:
N
=
n Vr x
x
1 Vo
N = Jumlah propagul per gram n
= Jumlah rataan propagul per spesies
Vr = Volume suspensi spora yang disebar (µl) Vo = Total/volume pengenceran
Uji Antagonisme Cendawan Rizosfer Pengujian antagonisme ini menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA ) dengan teknik dual culture. Biakan cendawan rizosfer dan Fusarium oxysporum diinokulasikan ke dalam cawan PDA dengan jarum inokulasi pada diameter pusat cawan dengan diberi jarak antara keduanya, 2 cm agar mempermudah penghitungan untuk pertumbuhan miselium kedua cawan tersebut. Pengamatan terhadap uji ini selama + 5-7 hari. Uji ini bertujuan untuk melihat sifat antagonisme dari cendawan rizosfer yang ditemukan dengan adanya zona hambatan yang terbentuk diantara pertumbuhan miseliumnya.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan laut) di lokasi pengambilan sampel (Kecamatan Nanggung), dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm/tahun, kelembaban udara 70% serta suhu rata-rata 21 - 300 C/bulannya (www.scbdp.net). Lokasi kedua berada di Kabupaten Cianjur yang berada pada ketinggian + 540 m dpl (Kecamatan Cianjur Kota) dengan curah hujan rata-rata 1000-4000 mm/tahun, suhu udara rata-rata 18240C/bulannya serta kelembaban udara mencapai 80-90% (slhd.cianjurkab.go.id). Lahan pertanaman pisang tempat pengambilan sampel terlihat kering (khususnya tanah) dan kurang pengairan disebabkan saat pengambilan sampel bertepatan dengan bulan/musim kemarau dan sulitnya mencari air untuk pengairan. Sekitar kedua lokasi tersebut ditanami padi dan beberapa tanaman palawija.
Isolasi Cendawan Rizosfer Sepuluh koloni cendawan yang berbeda didapat dari tanah perakaran tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang layu fusarium, masing-masing berasal dari wilayah Bogor dan Cianjur. Perbedaan isolat cendawan didasarkan pada warna koloni miselium yang terbentuk pada media MA maupun PDA yaitu koloni berwarna hitam, hijau lumut, putih pink, abu-abu 1 dan 2, pink pucat, hijau keabuan, hijau 1,2 dan 3. Lokasi pertama terdapat empat jenis miselium cendawan yang terdapat pada tanaman terserang dan tidak terserang layu fusarium, yakni hitam, abu-abu 2, hijau lumut, dan hijau keabuan sedangkan untuk lokasi kedua terdapat dua jenis miselium cendawan berbeda dari sepuluh jenis miselium cendawan yang diamati yakni pink pucat dan hijau 1. Ada delapan jenis miselium cendawan yang lain, empat diantaranya sama dengan lokasi pertama dan empat lainnya yakni putih pink, abu-abu 1, hijau 2 dan 3. Semua isolat tersebut diidentifikasi untuk
11
mendapatkan informasi tentang genus hingga tingkat spesies dari setiap isolat yang diperoleh.
Identifikasi Cendawan Rizosfer Isolat cendawan yang berasal dari tanah perakaran tanaman pisang yang terserang dan tidak terserang dari dua lokasi, didapat sepuluh jenis miselium cendawan yang berbeda selanjutnya diidentifikasi menggunakan mikroskop compound dengan perbesaran 40x10. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis yakni berdasarkan warna miselium (Tabel 1) dan bentuk konidia atau spora (Gambar 1). Tabel 1. Hasil identifikasi cendawan rizosfer tanaman yang terserang dan tidak terserang layu fusarium pada dua lokasi Lokasi
Warna miselium
Nama Cendawan
Tanah tanaman terserang &
Hitam
Aspergillus niger
tanaman tidak terserang
Hijau lumut
Aspergillus sp. 1
Hijau keabuan
Penicillium sp. 1
Abu-Abu 2
Aspergillus sp. 3
Tanah tanaman terserang &
Hitam
Aspergillus niger
Tanaman tidak terserang
Hijau lumut
Aspergillus sp. 1
Hijau keabuan
Penicillium sp. 1
Abu-Abu 2
Aspergillus sp. 3
Hijau 1
Gliocladium sp.
Hijau 2
Aspergillus sp. 2
Hijau 3
Penicillium sp. 2
Putih pink
Sh
Abu-Abu 1
Aspergillus braviceps
Pink pucat
Paecilomyces sp.
Bogor
Cianjur
12
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui cendawan yang diperoleh dari rizosfer tanaman terserang dan tidak terserang pada dua lokasi dan berhasil diidentifikasi sebanyak sembilan spesies cendawan dari sepuluh spesies cendawan yang ditemukan memiliki keragaman yang berbeda. Cendawan rizosfer asal Cianjur lebih beragam dengan sepuluh spesies cendawan rizosfer dari empat genus dibandingkan cendawan rizosfer asal Bogor, hanya didapat empat spesies dari dua genus yang ditemukan. Pada tanah Cianjur di dua kondisi tanaman yang berbeda, cendawan yang ditemukan yakni Aspergillus sp., dan Penicillium sp., serta Peacilomyces sp. ditemukan pada tanaman terserang sedangkan tanaman yang tidak terserang terdapat Gliocladium sp. Tanah lokasi Bogor ditemukan hanya Aspergillus sp. dan Penicillium sp. pada masing-masing tanah dari kondisi tanaman yang berbeda.
Gambar 1.
a
b
c
d
e
f
Bentuk mikroskopis cendawan rizosfer asal tanah tanaman pisang. a) spora Aspergillus braviceps, b) spora Penicillium sp., c) konidia Paecilomyces sp., d) spora Gliocladium sp., e) mikrokonidia Fusarium oxysporum, f). spora Aspergillus sp.
13
Kelimpahan Cendawan Rizosfer Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan rizosfer dari kondisi tanaman berbeda antara tanaman pisang terserang dan tidak terserang layu fusarium yang telah diisolasi memiliki perbedaan jenis spesies yang mengkolonisasi. Kelimpahan cendawan rizosfer dihitung dengan kepadatan propagul dengan satuan log10 cfu/g. Terlihat pada tanah Bogor, jumlah kepadatan propagul cendawannya lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Cianjur setiap spesiesnya, namun sebaliknya untuk keragaman spesiesnya terlihat tanah Cianjur lebih tinggi, sepuluh spesies yang ditemukan sedangkan untuk tanah Bogor hanya diperoleh empat spesies (Tabel 3).
Tabel 2. Kelimpahan dan frekuensi relatif spesies cendawan rizosfer antara dua kondisi tanaman di dua lokasi berbeda
Lokasi
Kepadatan Total propagul (log10 cfu/g) Terserang Tidak Terserang
Bogor Aspergillus niger
Frekuensi relatif(%)
Terserang Tidak Terserang
6,97
6,86
29,6
25
Aspergillus sp.1
7,01
7,06
29,6
25
Aspergillus sp.3
5,47
5,98
18,5
28,13
Penicillium sp.1
5,14
5,53
22,2
21,88
Aspergillus niger
6,65
6,95
12,9
24,24
Aspergillus breviceps
6,49
5,70
12,9
6,06
Aspergillus sp.1
6,97
6,87
29,03
18,18
Aspergillus sp.2
5,54
0
3,23
0
Aspergillus sp.3
5,84
6,10
6,45
15,15
Penicillium sp.1
6,01
6,10
0
3,03
Penicillium sp.2
0
5,40
9,68
6,06
Paecilomyces sp.
5,40
0
3,23
0
Gliocladium sp.
0
5,40
0
3,03
6,84
6,40
22,58
24,24
kelompok
Aspergillus
Cianjur
Sh Cendawan
dari
sp.
dan
Penicillium
sp.
mendominasi tanah dari kedua lokasi. Terdapat tiga dan lima spesies cendawan
14
Aspergillus, satu dan dua spesies cendawan Penicillium masing-masing pada rizosfer asal tanah Bogor dan Cianjur. Rizosfer asal tanah Cianjur terdapat dua cendawan berbeda yang teridentifikasi yakni Paecilomyces sp. dan Gliocladium sp. masing-masing pada tanah tanaman terserang dan tidak terserang dengan nilai kepadatan 5,40 log10 cfu/g. Lokasi pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kepadatan cendawan rizosfer. Pada tabel 3, dapat dilihat perbedaan antara dua lokasi yang berbeda. Cendawan rizosfer asal tanah Bogor memiliki kepadatan propagul lebih tinggi yakni 9,96 dibandingkan dengan asal tanah Cianjur 8,52. Hasil tersebut menunjukkan kepadatan di setiap lokasi dan kondisi tanaman berbeda, begitu juga dengan keragamannya. Tingginya tingkat kepadatan cendawan rizosfer pada suatu lokasi menunjukkan dominasi cendawan rizosfer, tetapi tidak menunjukkan keragaman spesies pada lokasi tersebut. Tabel 3. Jumlah, kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer pada dua lokasi berbeda Lokasi
Jumlah Spesies
Kepadatan Total Propagul Indeks (log10 cfu/g) Keragaman (H’)
Bogor
4
9,96
1,0378
Cianjur
8
8,52
1,3051
Dominasi Spesies Persentase kelimpahan cendawan rizosfer pada masing-masing kondisi tanaman yang berbeda pada kedua lokasi menunjukkan adanya dominasi spesies cendawan rizosfer yang mengkolonisasi. Pada tabel 2 menunjukkan persentasi kepadatan propagul total masing-masing cendawan rizosfer dari dua kondisi tanaman pada dua lokasi yang berbeda dan kelimpahan cendawan rizosfer tiap spesies yang mengkolonisasi. Terdapat dua kelompok cendawan yang mendominasi yakni kelompok Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Penicillium sp. merupakan cendawan tanah yang ada pada bermacam jenis tanah. Lebih suka dengan iklim sejuk dan moderat, biasanya hadir dimana pun bahan organik tersedia. Cendawan Aspergillus sp. diketahui menghasilkan toksin
15
(aflatoksin) sehingga dapat menyebabkan keracunan pada hama. Kedua cendawan ini dikenal sebagai penyebab utama pembusukan makanan (www.wikipedia.org).
Keragaman Cendawan Rizosfer Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah keanekaragaman. Pada penelitian ini perbedaan lokasi sampel mempunyai pengaruh dalam keragaman cendawan rizosfer di alam. Terdapat 123 isolat spesies cendawan rizosfer yang ditemukan, 108 isolat telah diidentifikasi, sedangkan 15 isolat hanya mengeluarkan hifa steril sehingga sulit untuk diidentifikasi. Tabel 4. Kelimpahan dan keragaman spesies cendawan rizosfer pada dua kondisi tanaman di dua lokasi berbeda
Kondisi Tanaman
Jumlah Spesies
Kepadatan Total Propagul Indeks (log10 cfu/g) Keragaman (H’)
Bogor Terserang
4
9,73
1,3824
Tidak Terserang
4
9,58
1,3674
Terserang
8
8,25
1,8346
Tidak Terserang
8
8,18
1,8479
Cianjur
Keragaman cendawan rizosfer tiap kondisi tanaman dari setiap lokasi dapat diketahui dengan menggunakan indeks keragaman (H’) Shannon-Wiener (Maguran, 1987). Tabel 4 menyimpulkan bahwa indeks keragaman cendawan rizosfer pada kedua lokasi sampel, antara tanaman terserang dan tanaman tidak terserang memiliki nilai yang tidak berbeda. Cendawan rizosfer asal Bogor pada tanaman terserang memiliki nilai 1,3824 dan tanaman tidak terserang sebesar 1,3674 sedangkan cendawan rizosfer asal Cianjur pada tanaman terserang 1,8346 dan tanaman tidak terserang 1,8479. Namun dari kedua kondisi tanaman pada masing-masing lokasi, memiliki jenis cendawan yang berbeda (tabel 2).
16
Pengujian Antagonisme Lima jenis cendawan yang diujikan terhadap Fusarium oxsporum, yakni Gliocaldium sp., Penicillium sp., Aspergillus sp., Paecilomyces sp., dan koloni Sh. Dari kelima jenis cendawan uji tidak menunjukkan antibiosis terhadap Fusarium oxsporum sp. (Gambar 2).
a
b
d
Gambar 2.
c
e
Pengujian antagonisme lima cendawan rizosfer terhadap Fusarium oxysporum. a).Aspergillus niger, b).Sh, c).Penicillium breviceps, d).Paecilomyces sp., e).Gliocladium sp.
Cendawan rizosfer hasil identifikasi diujikan dengan cendawan patogen Fusarium oxysporum (Fo) untuk mengetahui kemampuan daya hambat cendawan rizosfer tersebut terhadap perkembangan cendawan patogen penyebab penyakit layu. Cendawan yang diujikan yakni Aspergillus niger, Penicillium breviceps, Paecilomyces sp. Gliocladium sp dan Sh (tidak teridentifikasi). Antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang dapat menrunkan aktifitas patogen dalam menimbulkan penyakit. Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis. Efektifitas agen antagonis dapat diihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut (www.pangkalandata-opt.net). Aspergillus sp. adalah cendawan yang memiliki hifa berseptat (bersekat) dengan konidium berbentuk bulat yang dibentuk oleh bagian yang disebut fialid
17
dan sel kaki (sel hifa bercabang) berfungsi sebagai penyangga konidiofor (Gunawan et al. 2004). Cendawan ini termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes. Beberapa spesies cendawan ini dapat memproduksi aflatoksin yang dapat menyebabkan kanker hati pada manusia. Spesies lain dari cendawan ini dapat memproduksi asam organik berupa asam sitrat dan sebagai indikator logam tembaga dalam tanah (A. fumigatus), serta penghasil enzim amylase (A. oryzae). Gliocladium sp. masuk kedalam filum Deuteromycota, ordo Hypocreales, family hypocreaceae. Menghasilkan hifa, konidiofor yang bersepta dan bercabang ke atas dengan struktur sikat yang penicilate, fialid, dan konidia. Hifa berseptat dan hialin. Mirip penicilium akan tetapi percabangan yang menyangga massa spora seolah-olah terikat atau konidia dalam satu kepala konidia adalah khas dari genus Gliocladium (Barnett and Hunter, 1988). Cendawan ini mengeluarkan gliovirin dan viridin yang merupakan antibiotik yang bersifat fungistatik sehingga banyak digunakan sebagai agens antagonis terhadap patogen tular tanah (soil borne patogen), seperti Gliocladium fimbriatum efektif untuk menekan patogen tular tanah seperti Rhizoctonia solani, Phytium spp., Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii. Gliocladium fimbriatum memiliki kemampuan untuk tumbuh cepat dan mengkolonisasi tanah sebagai cendawan saprofit (Sinaga & Wiyono, 1994). Pada data rizosfer asal tanah Cianjur cendawan ini hanya ditemukan pada tanaman tidak terserang dan tidak ditemukan pada tanaman terserang. Hal tersebut terkait dengan sifat dari cendawan ini yang banyak digunakan sebagai agens antagonis sehingga dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen pada umumnya, namun dalam uji antagonisme dengan patogen penyebab layu pisang (FO) tidak terjadi mekanisme antibiosis, karena mekanisme antagonis yang dimiliki cendawan ini tidak bersifat antibiosis dan tidak seluruhnya spesies dari genus Gliocladium ini merupakan dan dapat digunakan sebagai agens antagonis. Menurut Sinaga (1993), mekanisme yang terjadi pada beberapa genus Gliocladium terdiri dari antibiosis/lisis, kompetisi dan hiperparasit tanpa menimbulkan fitotoksik. Paecilomyces sp. adalah cendawan befilamen, kosmopolit yang terisolasi dari tanah dan bahan tanaman yang membusuk dan sering dikaitkan dalam pembusukan produk makanan dan kosmetik. Termasuk dalam filum Ascomycota,
18
ordo
Eurotiales,
family
Trichocomaceae.
Koloni
Paecilomyces
secara
makroskopis tampak berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur berbubuk. Konidiofor muncul dari hifa aerial, memiliki 2-7 fialid, dan membentuk susunan berkarang. Fialid Paecilomyces memiliki formasi yang lebih renggang dan ujung/leher yang lebih panjang dibandingkan fialid pada Penicillium. Konidia tersusun 1 sel, transparan, tersusun membentuk rantai basipetal yang panjang (Barnett, 1955; Samsons et al., 1995). Spesies tertentu sebagai parasit serangga dan dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia yang disebut sebagai paecilomycosis. Pada data yang diperoleh, cendawan ini hanya ditemukan pada rizosfer tanah asal Cianjur pada tanaman terinfeksi, karena cendawan ini memiliki sifat dapat bertahan hidup pada suhu tinggi. Bersifat saprofit, dapat diisolasi dari udara, tanah, dan humus. Beberapa spesies menghasilkan pigmen khas seperti warna kuning tua dan ungu (www.emlab.com). Penicillium sp. merupakan cendawan Deuteromycetes yang mempunyai konidia berbentuk bulat. Konidiofor cendawan ini terdiri atas tangkai tunggal yang berakhir pada rangkaian fialid yang membentuk struktur seperti sikat atau sapu lidi (Gunawan et al. 2004). Koloni tumbuh dengan cepat dan biasanya ada dimanapun bahan organik berada. Beberapa jenis spesies cendawan ini diketahui menjadi perusak bagi produk pangan (www.wikipedia.org) namun ada pula yang berperan dalam pembuatan keju maupun sebagai penghasil antibiotik seperti penisilin yang banyak digunakan di bidang kedokteran.
19
Hubungan kelimpahan dan keragaman cendawan rizosfer terhadap penyakit layu fusarium Hubungan antara kelimpahan dan keragaman cendawan rizosfer dengan kejadian penyakit layu fusarium dilapang sangat erat kaitannya sebab patogen penyebab layu fusarium Fusarium oxysporum fsp. cubense (Foc) adalah patogen tular tanah yang menginfeksi tanaman inangnya melalui akar, didalam tanah perakaran sendiri terdapat berbagai macam cendawan dan mikroorganisme lain yang menghuni tanah perakaran. Salah satu faktor yang mendukung terjadinya penyakit layu ini adalah mekanisme antagonis antar mikroorganisme dalam mempertahankan hidupnya berupa persaingan mendapatkan unsur hara dan ruang. Mikroorganisme
yang
kalah
bersaing
akan
terseleksi
sehingga
hanya
mikroorganisme yang mampu bersaing yang dapat mempertahankan hidupnya. Hasil isolasi tanah cendawan yang didapat antara lain Aspergillus sp., Penicillium sp. Paecilomyces sp. (tanaman terserang) dan Gliocladium sp. (tanaman tidak terserang), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup masingmasing mikroorganisme berbeda-beda. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan itu adalah faktor yang berasal dari dalam tanah, yaitu berupa struktur tanah, aerasi tanah, suhu, kadar air tanah, pH, dan kelembaban tanah (Lynch, 1983). Tabel 5 menunjukkan, bahwa jumlah cendawan yang mengkolonisasi setiap tanah dari dua kondisi tanaman berbeda di dua lokasi memiliki perbedaan yakni pada tanaman tidak terserang jumlah sampel yang terkolonisasi sebesar 32 dan 33 sedangkan pada tanaman yang terinfeksi sebesar 27 dan 31. Kelimpahan cendawan rizosfer pada tanaman pisang dapat menjadi sebuah indikator bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Kualitas dan kuantitas bahan organik yang
ada
dalam
tanah
mempunyai
pengaruh
langsung
terhadap
kelimpahan/jumlah cendawan dalam tanah karena kebanyakan cendawan itu nutrisinya bersifat heterotrofik (Rao, 1994). Tanaman tidak terserang terdapat Gliocladium sp., sedangkan pada tanaman terserang tidak ditemukan. Gliocladium sp., pada beberapa spesiesnya merupakan cendawan yang sering digunakan sebagai agens antagonis untuk cendawan patogen, oleh sebab itu diduga mekanisme antagonis dapat terjadi terhadap patogen layu pada tanaman yang tidak terserang namun sebaliknya
20
dengan tanaman terserang namun dibutuhkan pengujian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa Gliocladium yang ditemukan bersifat antagonis dan dapat digunakan sebagai agens antagonis bagi patogen tular tanah terutama patogen penyebab layu fusarium pada tanaman pisang. Hasil isolasi cendawan rizosfer pada tanaman pisang terserang layu fusarium, tidak ditemukan cendawan penyebab penyakit layu pisang tersebut yakni Fusarium oxysporum fsp. cubense (Foc). Hal ini diduga karena kelembaban dilapangan saat pengambilan sampel sangat rendah dan memiliki suhu cukup tinggi, bersamaan dengan musim kemarau sehingga terjadi kekeringan karena jarangnya hujan. Kondisi lokasi pengambilan sampel memiliki suhu rata-rata + di atas 330C yang menjadikannya faktor cukup berpengaruh terhadap perkembangan penyakit layu pisang ini sebab Foc umumnya berkembang dan tumbuh maksimal pada suhu 280C dan terhambat pada suhu diatas 330C (Baker & Cook, 1983). Faktor lain yang menyebabkan keberadaan cendawan patogen ini tidak ditemukan dalam tanah yakni kurang tersedia sumber nutrisi dan bahan organik yang mengakibatkan cendawan patogen ini tidak mendapatkan sumber makanannya dalam tanah. Sifat patogen ini sebagai saprofit, bertahan didalam sisa bahan-bahan organik yang sebelumnya membentuk struktur bertahan sebagai khlamidospora dalam tanah. Khlamidospora ini dirangsang untuk berkecambah dan menginfeksi akar disekitarnya (CABI, 2005). Setelah mengkolonisasi akar, patogen ini masuk kedalam jaringan xylem bersama dengan air dan nutrisi yang diserap oleh akar dari dalam tanah hingga masuk ke dalam umbi dan pseudostem. Hifa tumbuh didalam jaringan xylem dan mengganggu aktifitas perjalanan air dan nutrisi yang diserap dari dalam tanah sehingga sumbatan yang terbentuk didalam xylem mengakibatkan daun tanaman menjadi kuning, layu dan mati (CABI, 2005). Kebutuhan akan nutrisi dan air, membuat patogen ini menginfeksi akar dan mengkolonisasi jaringan xylem tanaman inang untuk serta meninggalkan kondisi tanah ekstrim kering yang terjadi saat pengambilan sampel untuk mencari kondisi yang lebih baik bagi perkembangan dan kelangsungan siklus hidupnya, sehingga diduga hal tersebut merupakan salah satu faktor ketidakberadaan cendawan
21
patogen tersebut dalam tanah di sekitar perakaran tanaman terserang layu fusarium. Pengaruh positif terhadap pertumbuhan yang diberikan oleh keberadaan mikroorganisme pada tanah tanaman pisang yang tidak terserang. Pada lahan tersebut dapat terjadi mekanisme yang sinergis antar mikroorganisme sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, pada kedua lahan tersebut diduga terdapat mikroorganisme yang dapat bersifat antagonis terhadap patogen, pemacu pertumbuhan tanaman, maupun mikroorganisme penghambat pertumbuhan patogen saat kondisi lingkungan baik untuk perkembangan mikroorganisme antagonis tersebut. Budidaya yang dilakukan oleh petani dapat menjadi faktor penting utnuk pertumbuhan tanaman dan kesuburan tanah. Perlakuan yang kurang bijaksana seperti pemupukan yang berlebihan dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran, waktu, dosis/konsentrasi, jenis pestisida, dan cara aplikasi, dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan keragaman mikroorganisme dalam tanah. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan kematian bagi mikroorganisme yang rentan ataupun peningkatan populasi mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan yang diberikan. Dengan didukungnya kondisi cuaca yang kurang baik bagi pertumbuhan cendawan rizosfer, hal tersebut diduga sebagai faktor tanaman pisang yang terserang.
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Cendawan rizosfer asal Cianjur lebih beragam dibandingkan cendawan rizosfer asal Bogor namun memiliki kepadatan propagul lebih besar dibandingkan dengan cendawan rizosfer asal Cianjur. Terdapat perbedaan jumlah spesies pada tanaman yang terserang dan tidak terserang pada kedua kondisi lahan yang berbeda seperti pada tanaman tidak terinfeksi, terkolonisasi cendawan rizosfer lebih banyak dibandingkan dengan tanaman terinfeksi. Kelimpahan dan keragaman mikroorganisme dalam tanah rizosfer mempengaruhi terjadinya penyakit layu fusarium.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peranan masingmasing cendawan rizosfer yang diperoleh agar dapat diketahui cendawan rizosfer yang bersifat antagonis, pemacu pertumbuhan, maupun sifat lainnya serta memilih lokasi, ketinggian dan iklim pengambilan sampel yang berbeda yang akan membantu dalam pengendalian penyakit layu fusarium secara hayati.
23
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology.4thed. San Diego: Academic Press. Alexopoulos, C. J & C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. Third Edition. John Wiley and Sons. New York Anonim. 2009. Pangkalan Data OPT Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. http://www.pangkalan-opt.net. [11 Desember 2009]. Barnet dan Hunter. 1988. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-2. West Virginia : Burgress Publishing Company. Brower JE, Zar JH, Von Ende CN. 1997. Field And Laboratory Methods For General Ecology.4thed. (USA): McGraw-Hill Companies. Cook RJ, Baker KF. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. Minnesota: The American Phytopathological Society. [CABI]. 2005. Corp protection compendium 2005 [CD ROOM]. Wallingford, UK: CAB International. Domsch KH, Gams W, Anderson TH. 1993. Compendium of Soil Fungi. Vol I. IHW-Velag. Grace JB, McCune B. 2002. Analysis of Ecological Communities. Oregon (USA): MjM Sofware Design, Gleneden Beach. Gunawan AW, Dharmaputra OS, Rahayu G. 2004. Cendawan dalam Praktik Laboratorium. Bogor: IPB Press. Ilyas M. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir Tanaman di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas. 7 : 216-220. Jeger MJ. 2001. Biotic Interaction and plant-pathogen association. In: jeger MJ, Spence NJ. Biotic Interaction In Plant. Pathogen Assosiation. New York (USA): CABL publishing. Jones, J.P. & Woltz, S.S. 1981. Fusarium-incited diseases of tomato and potato and their control. In: Nelson, P.E., Tousson, T.A. & Cook, R.J. (Eds.). Fusarium: Diseases, Biology, and Taxonomy. Pennsylvania, State University Press. pp.157-168.
24
Lars D, Saifi B. 2007. A Coevolutionary model for promoting agricultural sustainability. Ecological Economic 65 : 24-34. www.elsevier.com/ locate/ecolecon. [11 januari 2010] Lynch JM. 1983. Soil Biotechnology: Microbiological Factors in Crop Productivity. London: Blackwell Scientific Publication. Premono ME, Moawad AM, Vlek PLG. 1996. Effect of phosphate-solubi-lizing Pseudomonas putida on the growth of maize and its survival in the rhizosphere. Indon, J.Crop, Sci, 11:13-23. Raina. 2007. Keragaman mikroorganisme rizosfer pada tanaman pisang yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Blood Banana Disease Bacterium [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI Press. Rismunandar. 1990. Bertanam Pisang. Bandung: Sinar Baru. Rimper, J. 2002. Kelimpahan Fitoplankton Dan Kondisi Hidrooseanografi Perairan Teluk Manado. [terhubung berkala]. http://rudyct.com/PPS702ipb/05123/joice_rimper.htm [11 Januari 2010] Rustam. 2005. Pengendalian penyakit darah pada tanaman pisang dengan bakteri antagonis [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Samson, R.A., E.S. Hoekstra, J.C. Frisvad and O. Filtenborg. 1995. Introduction to food borne fungi. 4th ed. Netherlands: Ponsen & Looyen Satuhu S, Supriyadi A. 1999. Pisang: Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya. Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultur di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Simatupang DS. 2008. Berbagai mikroorganisme rizosfer pada tanaman papaya (Carica Papaya L.) di pusat kajian buah-buahan tropika (PKBT) IPB desa Ciomas, kecamatan Pasirkuda, kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Simmonds, N.W., 1966. Banana. 2nd Ed. Longman, London. 512p. Sinaga MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
25
Wiyono S, Sinaga MS. 1994. Keefektifan Gliocladium fimbriatum Gilman & Abbott terhadap pathogen busuk batang pada kedelai dan toleransinya terhadap pestisida. Bul. HPT 7 : 5-10. [Wikipedia]. 2009. Wikipedia Ensiklopedia. http://www.wikipedia.org. [28 Oktober 2009]. www.emlab.com. Paecilomyces sp. [terhubung berkala]. http://www.emlab.com/ app/fungi/Fungi.po?event=fungi&type=primary&species=25&name=Paecil omyces [11 Januari 2010].
26
LAMPIRAN
27
Lampiran 1. Gejala tanaman pisang terserang Fusarium oxysporum f.sp cubense
a. Tanaman pisang terserang Fusarium oxysporum f.sp cubense
b. Tanaman pisang sehat
28
Lampiran 2.
Jumlah contoh terkolonisasi cendawan rizosfer pada dua kondisi tanaman berbeda di dua lokasi.
Kondisi Tanaman/lokasi (@N=10) Bogor Cianjur
Jenis Cendawan
∑
Terinfeksi
Tidak terinfeksi
Terinfeksi
Tidak terinfeksi
Aspergillus niger
8
8
4
8
28
Aspergillus brevipes
0
0
4
2
6
Aspergillus sp.1
8
8
9
6
31
Aspergillus sp.2
0
0
1
0
1
Aspergillus sp.3
5
9
2
5
21
Penicillium sp.1
6
7
3
2
18
Penicillium sp.2
0
0
0
1
1
Paecilomyces sp.
0
0
0
1
1
Gliocladium sp.
0
0
1
0
1
Sh
0
0
7
8
15
∑ Kolonisasi ∑ Spesies
27 4
32 4
31 8
33 8
123
29
Lampiran 3.
Kelimpahan cendawan rizosfer dua kondisi tanaman lokasi Cianjur Jenis Cendawan
Aspergillus niger Aspergillus brevipes Aspergillus sp.1 Aspergillus sp.2 Aspergillus sp.3 Penicillium sp.2 Penicillium sp.1 Paecilomyces sp. Gliocladium sp. Sh Total
Kondisi Tanaman Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi Tidak Terinfeksi Terinfeksi
∑ (N=2655) 0.224 0.443 0.155 0.025 0.466 0.367 0.017 0.000 0.034 0.063 0.000 0.013 0.052 0.063 0.000 0.013 0.017 0.000 0.345 0.127 0.077
Populasi (Log10 cfu/gram) 6.65 6.95 6.49 5.70 6.97 6.87 5.54 0 5.84 6.10 0 5.40 6.01 6.10 0 5.40 5.54 0 6.84 6.40 6.19
30
Lampiran 4.
Kelimpahan cendawan rizosfer dua kondisi tanaman lokasi Bogor Jenis Cendawan
Aspergillus niger Aspergillus sp.1 Aspergillus sp.3 Penicillium sp.1 Total
Kondisi Tanaman
∑ (N=1892)
Populasi (Log10 cfu/gram)
Tidak Terinfeksi
0.468
6.97
Terinfeksi
0.360
6.86
Tidak Terinfeksi
0.510
7.01
Terinfeksi
0.575
7.06
Tidak Terinfeksi
0.015
5.47
Terinfeksi
0.048
5.98
Tidak Terinfeksi
0.007
5.14
Terinfeksi
0.017
5.53
0.250
6.70
31
Lampiran 5. Koloni cendawan rizosfer berdasarkan warna dan bentuk pada media agar
a. Aspergillus breviceps
d. Aspergillus niger
h. Aspergillus sp.3
b. Aspergillus sp.1
e. Penicillium sp.1
c.Penicillium sp.2
f. Sh
i. Peacilomyces
g. Gliocladium sp.
j. Aspergillus sp.2