HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUPLIER, KEPERCAYAAN DAN KOMITMEN DALAM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT RETAIL Hadi Purnomo Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Immanuel (UKRIM) Yogyakarta
ABSTRACT The main concern in this study is whether the characteristics of the supplier will be able to trigger confidence and trust relationship with commitment. Modern Retail Supply Chain (MRSC) in this case is a term used for a new paradigm in the retail supply chain, a concept that puts retailers as a point or a link in the distribution channel. Supplier and retailer relationships are a lot of factors studied in marketing research. Research on the relationship between the two terms is also done in regard to the operation of supply chain management. The research was conducted at the particular retailers, shop owners in Yogyakarta in particular. Hypothesis testing in this research used regression analysis and regression analysis moderation. The results showed that only 3 hypotheses were supported among 5 of them. Those hypotheses are: (1) there is a positive effect between the cycle time with confidence (2) there is a positive effect between behavioral uncertainty with confidence (3) there is no positive effect among potential opportunism by the trust, (4 ) there is a positive effect of trust with commitment, (5) supply chain partner's specific asset investments did not moderate the relationship between trust and commitment. Keywords: Supply chain management, suppliers, retailers
PENDAHULUAN Globalisasi dan teknologi memiliki pengaruh yang kuat atas perubahan – perubahan yang terjadi. Perubahan lingkungan bisnis seperti persaingan yang semakin sengit, tuntutan konsumen akan produk dengan mutu yang tinggi, harga murah serta pengiriman tepat waktu, daur hidup produk yang semakin pendek, dan kemajuan dalam bidang teknologi menuntut pengelola bisnis untuk menciptakan model – model baru dalam pengelolaan aliran produk ( Watanabe, 2001). Gunasekaran et al (1999) menekankan pada kemampuan untuk merespon perubahan dengan pengelolaan aliran produk. Perubahan tersebut misalnya dengan adanya pelaksanaan AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2003, yang membawa dunia retail Indonesia pada
realitas global reatiling. Era global retailing ditandai dengan semakin berkembangnya retailer global. Fenomena global retailing telah positif mendorong modernisasi bisnis reatial Indonesia dengan adopsi konsep – konsep baru dan adaptasi teknologi. Konsep – konsep baru tersebut menyangkut modern merchandising, pendekatan catagory modern reatail supply chain, pricing technique, promotion & marketing strategy, supplier relationship & negotiation technique. Kompetisi secara global menekankan manajer untuk mencurahkan perhatian yang besar terhadap Supply Chain Management (SCM). SCM memodifikasi praktik tradisional manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak – pihak yang terlibat (Zabidi, 2001).
Banyak perusahaan yang telah berhasil menerapkan SCM, namun juga banyak perusahaan yang mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan konsep – konsep SCM. SCM berkaitan dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok, ke produksi, ke gudang, ke distribusi sampai ke konsumen. Sementara perusahaan meningktkan kemampuan bersaing melaluipenyesuaian produk, kualitas tinggi, pengurangan biaya dan kecepatan mencapai pasar. Sebuah supply chain merupakan jaringan dari pelaku – pelaku yang mentranformasikan bahan mentah sampai dengan mendistribusikan produk (Bowersx et al, 1999). Proses panjang produk sampai pada konsumen menuntut perusahaan bekerjasama dengan perusahaan lain. Komponen – komponen yang membentuk supply chain merupakan sebuah channel. Hubungan jangka panjang dengan channel tersebut memberikan kestabilan pada rantai proses. SCM merupakan faktor kunci strategis untuk meningkatkan efektifitas perusahaan dan realisasi tujuan perusahaan yang lebih baik. Pada era globalisasi perusahaan dituntut untuk memilih supply chain dan logistik dalam operasinya. Sebagain besar perusahaan berupaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas supply chain. Peningkatan kinerja bisnis perusahaan dapat dilakukan dengan kerjasama suplier, kinerja pengiriman, pelayanan konsumen dan pengurangan biaya logistik. Penelitian – penelitian SCM yang dilakukan menekankan pada kinerja SCM (Gunasekaran et al, 1999), dimana salah satu faktor keberhasilan SCM yaitu pada hubungan kemitraan. Penelitian tentang kerjasama dengan mitra salah satunya oleh Kwon dan Taewon (2005). Esensi penelitian ini yaitu kesuksessan implementasi SCM memerlukan komitmen dengan supplyer partner. Penelitian Denis dan Kambil (2003) menunjukkan bahwa komitmen merupakan faktor kunci dalam keterpaduan pelaksanaan SCM, sedangkan
kepercayaan merupakan akar dari komitmen. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepercayaan anatara laian characteristic. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kwon dan Taewon (2005) dengan modifikasian pada variabel supplyer characteristic.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Retailing Pengertian retail secara harafiah berarti eceran atau perdagangan eceran, dan peritel/retailer diartikan sebagai pengercer atau pengusaha perdagangan eceran. Menurut Manser (2005) retail ditafsirkan sebagai selling of goods and or services to publics, atau penjualan barang dan jasa pada publik. Berman & Evan (1992) mendefinisikan kata retail dalam kaitan retail management sebagai those business activities involved in the sale ogf goods and services to consumers for their personal, familiy, or household use, atau keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan barang dan jasa pada konsumen untuk digunakan oleh mereka sendiri, keluarga atau rumahtangganya. Menurut sujana (2005) aktivitas bisnis retail tidak hanya sekadar merupakan penjualan barang dalam aktivitas fisik, namun pada hakikatnya juga meliputi penjualan jasa. Jasa – jasa yang menyertai penjualan barang (complementary services) juga merupakan bagian dari real services. Berkaitan dengan tempat dilakukannya aktivitas penjualan, pengertian bisnis retail mencakup tidak hanya toko atau shop/store tetapi juga aktivitas serupa yang tidak menggunakan tempat khusus dalam proses jual beli, semisal multilevel marketing. Selanjutnya, penjual partai besar (grosir) atau wholesaler dan bahkan pabrikan (manufacture) dapat pula berlaku sebagai retailer.
Modern Retail Supply Chain Modern Retail Supply Chain (MRSC) dalam hal ini merupakan istilah yang digunakan untuk paradigma baru dalam retail supply chain, suatu konsep yang menempatkan retailer sebagai suatu titik atau mata rantai dalam jalur distribusi. Konsep ini menjembatani kepentingan supllier dan retailer dalam sudut padang yang sama, yaitu sebagai bagian dari proses menluruh araus barang dari hulu ke hilir samapi kepada konsumen akhir. Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen (consumer driven). Dengan paradigma baru (MRSC) orientasi supplier adalah retailer’s selling out. Supplier akan berkecenderungan untuk menargetkan selling in sebanyak – banyaknya denmgan kerjasama yang produktif dan target yang didasarkan atas informasi selling out dan hasil analisisinya yang diberikan retailer sebagai bagian dari kerjasama. Fungsi–fungsi utama dalam MRSC meliputi estimasi, formulasi, komunikasi dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah bahwa dalam implementasi MRSC ada proses untuk mengestimasi atau meperkirakan kondisi (fluktuasi atau tingkat penjualan) pada suatu periode waktu mendatang berdasarkan informasi yang bersifat historis. Kemudian fungsi formulasi dalam hal ini adalah proses perumusan kondisi keseimbangan penyediaan stock barang, yang kemudian diturunkan sebagai persamaan untuk mendapatkan nilai order quantity recommendation. Fungsi komunikasi adalah kondisi tingkat hubungan antara para pihak dalam MRSC (supplierreatiler), sedangkan fungsi kolaborasi merujuk pada kondisi tingkat kerjasama yang terjalin di dalamnya. Supply Chain Management Persaingan yang ketat menuntut para pengelola bisnis menciptakan model –
model baru dalam pengelolaan aliran produk. Supply chain Management (SCM) adalah modifikasi praktik tradisional dari manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak – pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dalam produk tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer dan Render (2000), SCM adalah mata rantai dimana dari berbagai pemasok kemudian masuk ke pabrikan, grosis, distributor, sampai ke tangan konsumen. SCM merupakan satu hal yang kompleks, kalau permintaan konsumen sendiri sangat fluktuatif, maka perencanaan akan complicated. Keunggulan kompetitif SCM adalah bagaimana perusahaan mampu mengelola aliran barang atau produk dalam suatu rantai supply. Dengan kata lain model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi suatu perusahaan dapat bekerja bersama – sama untuk memenuhi tuntutan konsumen. Tujuan utama SCM adalah penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen,mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan), mengurangi waktu, memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi. Supply chain management merupakan kegiatan pengelolaan kegiatankegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, mentransformasikan bahan mentah tersebut menjadi barang dalam proses atau barang jadi dan mendistribusikannya pada konsumen. Supply chain management yang baik akan dapat meningkatkan efisiensi dalam operasi perusahaan dan lebih jauh dapat meningkatkan profit perusahaan serta memberikan kepuasan bagi semua pihak (Cousineau et al, 2004).
Gambar 1 Rantai Pemasok Data riset pasar Informasi penjadwalan Rekayasa dan desain data Arus pemesan dan arus kas
Pemasok
Konsumen
Ide – ide dan desain untuk memuaskan konsumen Arus bahan baku Arus kredit
Pemasok Konsumen
Manufaktur Pemasok
Distributor
Konsumen
Sumber : Heizer dan Render (2000) Menurut Frohlich and Westbrook (2001), perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang mampu menghubungkan lingkup internal dan eksternalnya dalam satu rantai yang disebut dengan supply chain. Kepercayaan dan komitmen memegang peranan penting dalam terciptanya suatu hubungan bisnis yang baik. Beberapa studi telah mengungkapkan pentingnya kepercayaan dalam suatu hubungan bisnis. Karakteristik kepercayaan tingkat tinggi dari hubungan pertukaran memungkinkan pelaku untuk focus pada keuntungan – keuntungan jangka panjang hubungan (Ganesan, 1994; Doney and Cannon, 1997). Strategi Pemilihan Supplier Manajemen rantai pasokan (supply chain management) merupakan kegiatan pengelolaan kegiatan – kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, mentransformasikan bahan mentah menjadi barang proses dan barang adi, dan mengirimkan produk ke konsumen melalui distributor. Rantai pasokan menerima perhatian yangbesar karena disebagian besar perusahaan pembelianmerupakankegiatan yangpalingmemakan biaya. Dii lingkungan operasi, fungsipembelian dikelola oleh agen pembelian. Di banyak lingkungan jasa, peranan agen pembelian terhapus karena produk primernya merupakan jasa.
Di segmen jasa perdagangan besar dan eceran, pembelian dijalankan oleh seorang pembeli (retailer). Pedagang besar maupun eceran membeli semua yang dijual, berbeda dengan operasi manufaktur. Peranan departemen pembelian adalah mengevaluasi suplier – supliuer alternatif untuk alternatif pembelian. Pertimbangan – pertimbangan dalam pemilihan suplier beragam. Kerjasama dengan suplier sebagai mitra jangka panjang akan menyebabkan banyak manfaat yang didapatkan. Perusahaan jasa seperti toko eceran (Render dan Heizer, 2000) menunjukkan bahwa kerjasama dengan pemasok dapat menghasilkan penghematan bagi konsumen dan pemasok. Strategi ini menyebabkan perusahaan dapat merebut hati konsumen. Kemitraan dalam Supply Chain Management Beberapa penelitian telah mengungkapkan pentingnya penerapan supply chain yang baik dan pentingnya menciptakan hubungan bisnis yang kooperatif dengan pemasok. McKenna dan Faulkner (dalam Zineldin dan Jonsson, 2000) menyampaikan, globalisasi dan internasionalisasi yang agresif, deregulasi dan penghapusan penghalang fisik, pajak/keuangan, dan teknik, cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, pergolakan ekonomi dan
kondisi ketidakpastian adalah beberapa faktor yang mendasari pentingnya timbul paradigma hubungan untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan pemasok. Narasimhan et al. (2001) menemukan bahwa integrasi pembelian dan praktek pembelian saling mempengaruhi, dan hasil interaksi tersebut telah memberikan dampak positif pada manufacturing performance. Dalam kontek supply chain, perusahaan cenderung untuk mempertahankan perilaku hubungan jangka panjang, dimana mitra umumnya percaya bahwa mereka dapat saling menguntungkan antara member rantai pasokan (Su et al. 2008), kemitraan yang sama juga berorientasi pada konsep jangka panjang (Smith dan Barclay, 1997). Dalam hubungannya dengan proses produksi, praktik supply chain management yang dilaksanakan perusahaan akan memberikan dampak di antaranya terhadap 17 pengelolaan persediaan bahan baku. Apabila pengelolaan persediaan bahan baku dilakukan dengan tepat, maka implikasi yang lebih jauh lagi bagi perusahaan adalah minimalisasi biaya yang dapat mengurangi ketidakefisienan dalam proses produksi. Ketidakefisienan dapat muncul ketika persediaan bahan baku habis, sementara bahan baku yang dipesan perusahaan belum datang. Hal ini akan memaksa perusahaan melakukan pembelian kepada penjual bahan baku lain, atau melakukan pembelian mendadak dalam jumlah yang lebih kecil. Kondisi tersebut yang akan menyebabkan bertambah tingginya harga beli bahan baku yang digunakan oleh perusahaan sehingga memperbesar biaya yang harus ditanggung perusahaan. Dalam konteks ini peran supply chain management yang baik menjadi sangat penting artinya, di antaranya melalui jalinan kerja sama yang baik supplier dengan dealer. Fisher (1997) menjelaskan kurangnya kerjasama dengan mitra supply chain menyebabkan kerugian yang cukup besar. Hal ini menunjukkan
pentingnya kemitraan dalam supply chain. Kemitraan yang kuat menekankan pada kerjasama yang panjang, mencakup perencanaan yang lebih abik dan upaya pemecahan masalah bersama. Kemitraan pembeli dan pemasok merupakan hal penting yang menjadi perhatian industri dan peneliti. Penelitian toni et al (1994), Maloni dan Benton (1997) menunjukkan tekanan kemitraan untuk operasi supply chain yang lebih baik. Evaluasi efisiensi dan efektifitas kinerja mitra perlu dievaluasi secara menyeluruh. Upaya yang dilakukan yaitu gambaran tujuan yang jelas untuk mempersiapkan langkah – langkah meningkatkan kinerja dan kepercayaan. Faktor – faktor yang berpengaruh pada kepercayaan telah diteliti oleh beberapa peneliti. Kwon dan Taewon mengemukakan faktor karakteristik supplier yang diyakini berpengaruh pada kepercayaan. Karakteristik khusus dalam hubungan kerja sama yang terpercaya dan berkomitmen, menurut Zineldin et al. (1997) adalah bahwa bagian-bagian yang bekerja sama mampu beradaptasi dalam proses maupun produknya untuk mencapai kesesuaian yang lebih baik, mau membagi informasi dan juga pengalaman, dan juga dapat mengurangi atau meminimalkan ketidakamanan dan ketidakmenentuan sumber daya. Membagi informasi dan pengalaman merupakan salah satu cara untuk menunjukkan kepercayaan yang dapat membangun tingkat komitmen yang tinggi dan juga memberikan atmosfer yang baik bagi kegiatan yang bersifat transaksional. Perusahaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak karena kerja sama merupakan cara untuk meningkatkan kinerja. Dalam konteks hubungan supplier dengan dealer, evaluasi dealer tentang tingkat kepercayaan dan komitmen akan berdasarkan pada sudut pandang yang lebih luas menyangkut keseluruhan kinerja supplier-nya. Menurut Zineldin (1999), kualitas sebuah hubungan merupakan fungsi dari beberapa elemen atau faktor-
faktor tertentu di antaranya: kooperasi, kemampuan dan kinerja karyawan termasuk manajer, sumber daya fisik, kualitas, distribusi dan penentuan harga produk, pembagian informasi, pengalaman, harapan konsumen dan kepuasan. Hipotesis 1: Kinerja cycle time berpengaruh secara positif terhadap trust. Hipotesis 2: Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif terhadap trust. Hipotesis 3: Potential oppotunism berpengaruh secara positif terhadap trust. Kepercayaaan dan Komitmen Kepercayaan dapat meningkatkan daya saing dan mengurangi biaya transaksi (Noordewier et al, 1990). Sebuah investasi retail terletak pada komitmen dari hubungan pemasok dan kedua membangun kepercayaan dan komitmen antara perusahaan sangat penting bagi kinerja perusahaan dalam kaitanya dengan kontrak dua organisasi (Narayandas dan Rangan, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan Wu et al. (2004) tingkat dari keseriusan komitmen, kelanjutan komitmen, dan komitmen yang normatif pada mitra rantai persediaan (supply chain) akan sangat membantu dalam pengintegrasian proses supply chain management (SCM). Suatu kerja sama dapat juga terlibat dalam hubungan yang strategis dengan para penyalur, yang kemudian mengakibatkan kebutuhan tingkat kepercayaan dan komitmen yang lebih tinggi (Su et al. 2008).Hubungan rekan kerja yang erat sangat dibutuhkan dalam mengimplementasi SCM. Flyn et al (1995) menyatakan bahwa hubungan yang erat dengan konsumen maupun pemasok. Hubungan yang erat tidak dapat terjalin apabila tidak ada rasa saling percaya. Dengan semakin meningkatnya kerjasama
yang terjadi dengan rekan kerja maupun pemasok, maka rasa percaya sangat di butuhkan (Moberg et al, 2004). Isu kepercayaan secara signifikan sangat penting dalam hubungan supply chain, karena hubungan supply chain memerlukan tingkat ketergantungan antar perusahaan, sehingga trust menjadi komponen yang mempunyai pengaruh pada komitmen. Morgan dan Hunt (1994) mengemukakan bahwa komitmen merupakan sentral hubungan pertukaran antar perusahaan dan mitra perusahaan. Transaksi sejumlah bisnis dengan partner supply chain memerlukan komitmen oleh dua pihak untuk mencapai tujuan supply chain. Pada pokoknya Colbert dan Kwon (2000) menyebutkan bahwa komitmen merupakan dasar yang diperlukan untuk kesuksessan pelaksanaan supply chain. Hipotesis 4: Trust berpengaruh secara positif terhadap commitment. Supply Chain PAS Partner’s Asset Specifity (PAS) menurut Heide (1994) merujuk pada aset fisik dan manusia yang diperlukan untuk partner bisnis dan terjadinya pertukaran. Williamson (1985) menyebutkan bahwa pengaruh PAS supply chain pada kepercayaan mitra sangat kuat. Diyakini Pas berpengaruh positif pada kepercayaan. Heide dan John (1990) menyebutkan bahwa PAS dapat menurukan ketidakpuasan dengan mitra, dan juga berhubungan positif dengan komitmen kemitraan. Pada intinya, PAS berhubungan dengan harapan untuk keberlanjutan kerjasama kemitraan. Hipotesis 5: Supply chain partner’s specific asset investments akan berpengaruh meningkatkan tingkat kepercayaan pada rekan kerja.
MODEL PENELITIAN Hubungan antara karakteristik suplier, kepercayaan dan komitmen dapat dimodelkan sebagai berikut: Gambar 2 Model Penelitian Supplyer Characteristic
Partner’s Asset Specificity (PAS)
Cycle Time (CT) Behavioral Uncertanity
Trust
(BU)
Commitment
Potential Opportunism (PO)
Sumber : Adaptasian Kwon and Taewon (2005) diperlukan. Data diperoleh dari jawaban atas pernyataan-pernyataan dalam kuesioner yang dibagikan kepada 100 responden yaitu retailer atau pengecer. Uji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan regression analysis dan moderation regression analysis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data penelitian melalui penyebaran kuisioner, wawancara (interview) selama kurang lebih satu bulan, dengan melibatkan bantuan 2 enumerator. Sebelum menganalisis data, peneliti mengumpulkan data-data yang
Gambar 3 Hubungan antar Variabel B H2
H4 H3
A H1
C
Hipoteis 1 : Kinerja cycle time berpengaruh secara positif terhadap trust. Hipotesis 2: Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif terhadap trust. Hipotesis 3: Potential oppotunism berpengaruh secara positif terhadap trust.
Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
8.996
2.598
.415
.113
KepTP
t
.571
Sig. 3.462
.002
3.680
.001
a. Dependent Variable: Puasllang
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Kepuasan karakteristik (KepTP) berpengaruh positif secara nyata terhadap B = 0.415 sig. 0.001 < 0.05 kepuasan trust (Puasllang) Tabel 2 Hasil analisis regresi Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Beta
7.565
1.649
.377
.072
KepTP
T
.705
Sig. 4.588
.000
5.267
.000
a. Dependent Variable: Kuintkom
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010) Kepuasan tenaga penjual (KepTP) berpengaruh negatif secara tidak nyata (signifikan) terhadap kualitas Interaksi pelanggan (KuInKon)
H3 = Kualitas Interaksi Pelanggan (B) memoderasi hubungan antara kepuasan tenaga penjual (A) dengan kepuasan pelanggan (C)
B = 0.377 sig. 0.000 < 0.05 Gambar 4 Interaksi moderasi B H3 A
Untuk menguji apakah kualitas interaksi pelanggan (B) memoderasi hubungan antara trsut dengan komitmen dibuat suatu
C
regresi antara |e| dan C dengan : a. Regresikan variabel terikat B dan variabel bebas A
B = a + b1 A + e (regresi 1) b. Diperoleh nilai e diabsolutklan c. Regresikan sbg variabel terikat dengan variabel bebas C |e| = a + b1 C
(regresi 2) d. Jika C berpengaruh negatif secara signifikan maka B memoderasi hubungan A dengan C. Hasil analisis menunjukkan : Tabel 3 Hasil analisis regresi Coefficients
a
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
Beta
(Constant)
4.205
.966
Puasllang
-.177
.052
t
-.542
Sig. 4.354
.000
-3.411
.002
a. Dependent Variable: absres_11
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010)
Trust (C) berpengaruh negatif secara signifikan sehingga PAS (B) memoderasi hubungan antara kepuasan trust (A) dengan komitmen (C)
Hipotesis 5: Supply chain partner’s specific asset investments akan berpengaruh meningkatkan tingkat kepercayaan pada rekan kerja.
Tabel 4 Hasil analisis regresi Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
Beta
(Constant)
8.308
1.349
Kuintkom
.641
.087
t
.598
Sig. 6.160
.000
7.390
.000
a. Dependent Variable: Puasllang
Sumber : hasil pengolahan data primer (2010) Kualitas supply parners spesivic (KuInKon) berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepercayaan (puaslang) dengan B = 0.488 sig. 0.000 < 0.05 Pengujian hipotesis satu sampai dengan emap menghasilkan kesimpulan
dari semua hipotesis yang diajukan didukung. Hasil uji regression analysis dan moderated regression analysis memperlihatkan semua hipotesis pertama, kedua, ketiga dan keempat didukung. Hasil pengujian hipotesis secara keseluruhan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5 Hasil Keseluruhan Hipotesis No
Hipotesis
H1
Hasil
Kinerja cycle time berpengaruh secara positif terhadap trust H2 Behavioral uncertainty berpengaruh secara positif terhadap trust. H3 Potential oppotunism berpengaruh secara positif terhadap trust. Trust berpengaruh H4 se Kepercayaan berpengaruh secara positif terhadap commitment. Supply chain partner’s specific asset investments H5 akan berpengaruh meningkatkan tingkat kepercayaan pada rekan kerja. Sumber : hasil pengolahan data primer (2011) Analisis Pengaruh Variabel Independen Secara Simultan Terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar 22,660 dan signifikan pada 0,000, berarti bahwa variabel independen dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel trust karena nilai signifikannya < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara adaptation, relationship termination cost, shared values, communication, opportunistic behavior, satisfaction, cooperation, dan reputation secara simultan terhadap trust. Analisis Pengaruh Adaptation terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pengaruh adaptation terhadap trust adalah signifikan, karena signifikansinya sebesar 0,032 (< 0,05), artinya adaptation dapat digunakan untuk memprediksi trust. Dengan demikian H1a yang menyatakan bahwa adaptation mempunyai pengaruh positif terhadap trust didukung dalam penelitian ini. Diterimanya H1a maka penelitian ini telah mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000), yaitu bahwa adaptation mempengaruhi trust.
Didukung Didukung Tidak Didukung Didukung Tidak didukung
Analisis Pengaruh Relationship Termination Cost terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pengaruh relationship termination cost terhadap trust adalah tidak signifikan, karena signifikansinya sebesar 0,068 (> 0,05), artinya relationship termination cost tidak dapat digunakan untuk memprediksi trust. Dengan demikian H1b yang menyatakan bahwa relationship termination cost mempunyai pengaruh positif terhadap trust ditolak dalam penelitian ini. Dengan ditolaknya H1b maka penelitian yang dilakukan ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000) a, yaitu bahwa relationship termination cost mempengaruhi trust, hal ini mungkin disebabkan karena jenis industri dan negaranya berbeda. Selain itu penolakan H1b juga dimungkinkan karena banyaknya supplier yang tersedia di industri properti dan adanya suatu keunggulan atau keuntungan yang ditawarkan supplier baru, sehingga perusahaan kurang memperhatikan atau mengabaikan akibat negatif yang timbul dari pergantian supplier. Analisis Pengaruh Shared Values terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi dapat dilihat bahwa shared values
signifikan pada 0,024 (<0,05), berarti shared values mempengaruhi trust secara signifikan. Sehingga H1c yang menyatakan bahwa shared values mempengaruhi trust didukung dalam penelitian ini. Meskipun jenis industri dan negaranya berbeda, namun dengan diterimanya H1, maka penelitian yang dilakukan ini telah mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000) pada industri perusahaan kayu di Swedia, bahwa shared values mempengaruhi trust. Analisis Pengaruh Communication terhadap Trust Dari hasil analisis regresi pada menunjukkan bahwa pengaruh communication terhadap trust adalah tidak signifikan, karena signifikansinya sebesar 0,117 (> 0,05). Dengan demikian H1d ditolak dalam penelitian ini. Dengan ditolaknya H1d yaitu adanya pengaruh positif communication terhadap trust, maka penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000) bahwa communication dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan trust antara supplier dengan dealer. Hal ini mungkin disebabkan karena supplier tidak harus sering berkunjung dan mengenal perusahaan secara dekat untuk menjalin kerjasama yang baik. Analisis Pengaruh Opportunistic Behavior terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi dapat dilihat bahwa opportunistic behavior tidak signifikan pada 0,492 (<0,05), berarti opportunistic behavior tidak berpengaruh secara signifikan terhadap trust. Dengan demikian H1e ditolak dalam penelitian ini. Dengan ditolaknya H1e yaitu adanya pengaruh positif opportunistic behavio terhadap trust, maka penelitian yang dilakukan pada industri properti diSurakarta ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000). Penolakan H1e ini dimungkinkan karena opportunistic behavior tidak banyak mempengaruhi kinerja supplier, sehingga perusahaan
kurang memperhatikan perilaku oportunis suppliernya. Analisis Pengaruh Cooperation terhadap Trust. Dari hasil analisis regresi dapat dilihat bahwa cooperation tidak signifikan pada 0,064 maka dapat dikatakan bahwa cooperation tidak berpengaruh secara signifikan terhadap trust karena nilai signifikansinya > 0,05. Sehingga H1g yang menyatakan tentang adanya pengaruh positif antara kooperasi dengan kepercayaan seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zineldin dan Jonsson (2000) tidak didukung dalam penelitian ini. Penolakan H1g ini dimungkinkan karena kooperasi tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kepercayaan. Kooperasi yang efektif dapat mempertinggi tingkat kepercayaan, namun kooperasi yang semakin komplek dimungkinkan juga muncul banyak konflik (Reza dan Sinto, 2006). Modern Retail Supply Chain (MRSC) dalam hal ini merupakan istilah yang digunakan untuk paradigma baru dalam retail supply chain, suatu konsep yang menempatkan retailer sebagai suatu titik atau mata rantai dalam jalur distribusi. Konsep ini menjembatani kepentingan supllier dan retailer dalam sudut padang yang sama, yaitu sebagai bagian dari proses menluruh araus barang dari hulu ke hilir samapi kepada konsumen akhir. Orintasi menyeluruh ini adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen (consumer driven). Dengan paradigma baru (MRSC) orientasi supplier adalah retailer’s selling out. Supplier akan berkecenderungan untuk menargetkan selling in sebanyak – banyaknya denmgan kerjasama yang produktif dan target yang didasarkan atas informasi selling out dan hasil analisisinya yang diberikan retailer sebagai bagian dari kerjasama. Fungsi–fungsi utama dalam MRSC meliputi estimasi, formulasi, komunikasi dan kolaborasi. Fungsi estimasi adalah bahwa dalam implementasi MRSC ada
proses untuk mengestimasi atau meperkirakan kondisi (fluktuasi atau tingkat penjualan) pada suatu periode waktu mendatang berdasrkan informasi yang bersifat historis. Kemudian fungsi formulasi dalam hal ini adalah proses perumusan kondisi keseimbangan penyediaan stock barang, yang kemudian diturunkan sebagai persamaan untuk mendapatkan nilai order quantity recommendation. Fungsi komunikasi adalah kondisi tingkat hubungan antara para pihak dalam MRSC (supplierreatiler), sedangkan fungsi kolaborasi merujuk pada kondisi tingkat kerjasama yang terjalin di dalamnya. Persaingan yang ketat menuntut para pengelola bisnis menciptakan model – model baru dalam pengelolaan aliran produk. Supply chain Management (SCM) adalah modifikasi praktik tradisional dari manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak – pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dalam produk tersebut (Zabidi, 2001). Menurut Heizer dan Render (2000), SCM adalah mata rantai dimana dari berbagai pemasok kemudian masuk ke pabrikan, grosis, distributor, sampai ke tangan konsumen. SCM merupakan satu hal yang kompleks, kalau permintaan konsumen sendiri sangat fluktuatif, maka perencanaan akan complicated. SIMPULAN Hubungan antara karakteristik suplier, kepercayaan dan komitmen pelanggan merupakan kunci pokok dari sebuah kerangka kerja konseptual: modern retail supply chain (MRSC). Model ini menyatakan adanya sebuah rantai kausal yang menghubungkan hubungan supplier dengan retailermelalui kepercayaan, dan komitmen. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan mengenai pengaruh adaptation, relationship termination cost, shared values, communication, opportunistic behavior, satisfaction,
cooperation, dan reputation terhadap trust dan commitment dalam supplier relationship adalah sebagai berikut: sebanyak 58,06% responeden mempunyai persepsi tingkat kepercayaan (trust) yang tinggi terhadap supplier-nya. Sebanyak 80,65% mempunyai persepsi tingkat komitmen (commitment) yang tinggi terhadap supplier-nya. Sebanyak 70,97% dan 22,58% responden mempunyai persepsi tingkat adaptation yang sedang dan tinggi dari supplier-nya. Hal ini berarti secara umum perusahaan cukup mempertimbangkan biaya transaksi, proses administrasi, keterbatasan modal, waktu pengiriman, keandalan, keamanan, perencanaan data, kualitas produk dan kemudahan transaksi sebagai akibat dari pergantian supplier. Sebanyak 51,61% responden memberikan tanggapan yang tinggi terhadap shared values. Hal ini berarti bahwa secara umum perusahaan berkeinginan untuk mempunyai tujuan dan kebijakan bersama dengan supplier, memiliki kemauan untuk menghargai supplier, dan tidak membeda-bedakan karyawannya dengan karyawan dari pihak supplier. Sebanyak 54,84% responden memberikan tanggapan yang tinggi terhadap communication. Hal ini berarti bahwa secara umum perusahaan menganggap supplier-nya memberikan informasi yang berkaitan dengan pengiriman maupun perkembanganperkembangan menyangkut barang yang dipesan oleh retail. KETERBATASAN Dalam penelitian tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap trust dan commitment dalam supplier relationship lingkup penelitian hanya di Yogyakarta dan hanya ritail pertokoan maka mengakibatkan hasil penelitian ini belum bisa digeneralisasikan untuk semua daerah dan semua jenis usaha. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap trust dan commitment dalam supplier relationship ini baru menggunakan
delapan faktor yaitu adaptation, relationship termination cost, shared values, communication, opportunistic behavior, satisfaction, cooperation, dan reputation sebagai variabel independen, masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi relationship quality antara supplier dengan dealer, seperti information sharing, perceived conflict, relationship bonds dan lain-lain.
REFERENSI Bowersox, D.J. Closs, D.J. and Stank T.P. 1999. Century logistic making supply chain integration a reality. Oak Brook, II. Council of Logistic Management. Chase,
R.B., F.R. Jacobs and N.J. Aquilano. 2004. Operations management for competitive advantage. 10th ed. Singapore: McGraw-Hill/Irwin.
Chopra. 2010. Supply chain management: strategy, planning, and operation. 4Ed Pearson Education. Flyn, B.B. Scroeder, R.G, and Sakakibara. 1995. The impact of quality mangement practices on performance and competitive advantage. Decision Science. Vol. 26. No. 5. pp 69-92. Hale, Trevor and Christopher R. Moberg. 2005. Improving supply chain disaster preparedness: a decision process for secure site location. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management. Vol. 35. No. 3. pp. 195-207.
Heizer, J. and Barry R. 2001. Operations management. 6th ed. Upper Saddle River, N.J: Prentice Hall, Inc. Krause, D.R, T.V. Scannell and R.J Calantone. 2000. A structural anaysis of the effectiveness of buying firms, strategies to improve supplier performance. Decision Science. 31, 1, 33-35. Kwon, Ik-Whan and Taewon Suh. 2005. Trust, commitment and relationships in supply chain management: a path analysis. Supply Chain Management: An International Journal. 10/1 : 26-33. Watanabe, R. 2001. Supply chain management: konsep dan teknologi. Usahawan, XXX, No. 2, Februari, 8-11.
Widayanto, G. 1995. Manajemen Rantai Suplai: suatu jawaban mengahdapi kompetisi berbasis waktu. Usahawan, XXIV. No. 12. Desember. H. 14-18. Wisher J.D. 2003. A Structural equation model of supply chain management strategies and firm performance. Journal of Business Logistics. Vol. 24. No. 1. Zabidi,
Y. 2001. Supply chain management: teknik terbaru dalam mengelola aliran material/produk dan informasi dalam memenangkan persaingan. Usahawan, XXX, No. 2, Februari, 3-7.