HUBUNGAN KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTOR BETHA-1 (TGF Β1) SERUM PADA ENDOMETRIOSIS. CORRELATION BETWEEN CONTENT OF TRANSFORMING GROWTH FACTOR BETHA-1 (TGF Β1) SERUM AND ENDOMETRIOSIS
Andi Realna Lala, John Rambulangi, Nusratuddin Abdullah, Maisuri T.Chalid Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Andi RealnaLala Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP : (0411)3792781, 08124216945 Email :
[email protected]
2
Abstrak Endometriosis merupakan salah satu kelainan ginekologi yang sering ditemukan, namun etiologi dan patogenesis terjadinya endometriosis belum sepenuhnya jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar Transforming Growth Factor Betha-1 (TGF β1) serum dengan derajat endometriosis. Penelitian dilakukan di beberapa rumah sakit di Makassar dari bulan November 2011 sampai Maret 2013. Metode penelitian adalah observasional dengan desain Cross Sectional Study. Sampel penelitian adalah penderita endometriosis yang dilakukan laparaskopi di beberapa rumah sakit pendidikan di Makassar dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel sebanyak 52 orang penderita endometriosis dan 40 orang penderita non endometriosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata umur ibu, status kawin, IMT, dismenorea, kontrasepsi, dan infertil tidak mempengaruhi perbedaan kadar TGF β1 serum antara kedua kelompok. Kadar TGF β1 pada kelompok endometriosis meningkat 113,9 kali dibanding dengan kelompok non endometriosis (p=0.000<α 0.05). Kadar rerata TGF β1 meningkat pada kelompok endometriosis ringan dan berat (p=0.037<α 0.05). Akan tetapi tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar TGF β1 serum dengan stadium endometriosis ringan dan berat (p=0.429>α 0.05). Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat peningkatan kadar TGF β1 serum pada penderita endometriosis dibandingkan dengan penderita non endometriosis, tetapi tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar TGF β1 serum dengan derajat endometriosis. Kata kunci : Endometriosis, TGF β1. Abstract Endometriosis is a gynecological disorder one that is often found, yet the etiology and pathogenesis of endometriosis is not yet fully clear. The research aimed at investigating the correlation between content of Transforming Growth Factor Betha-1 (TGF β1) serum and endometriosis stadium. The research used an observational with the cross sectional study. The researech was conducted in several hospitals in Makassar from November 2011 to March 2013. Research samples were the endometriosis patients who underwent the laparoscopy in several education hospitals in Makassar which fulfilled the inclusive criteria. The number of samples was 52 endometriosis patiens and 40 nonendometriosis patients. The research results indicated that the average mother’s age, marital status, Body Mass Index (BMI), dysmenorrhoea, contraception, and infertility do not affect the difference of the content of TGF-β1 serum between both groups. TGF-β1 content on the endometriosis group increased by 113.9 times compared with non-endometriosis group (p = 0.000 <α 0:05). The average TGF β1 content increased mildly and severely on the endometriosis group (p = 0.037 <α 0:05). However, there is no significant correlation between the content of TGFβ1 serum and the mild and severe endometriosis stadium (p = 0.429> α 0:05). The conclusion of this research is that TGF-β1 content on the endometriosis group increased compared with non-endometriosis group, but there was no significant correlation between the content of TGF-β1 serum and the degree of endometriosis. Keywords : Endometriosis, TGF β1.
3
PENDAHULUAN Endometriosis adalah gangguan ginekologi kronis yang tergantung pada kadar estrogen (estrogen-dependent) yang biasanya berhubungan dengan nyeri panggul dan infertilitas. Hal ini ditandai dengan adanya jaringan endometrium di bagian luar uterus, paling sering di peritoneum pelvis atau di ovarium, tetapi bisa juga terjadi pada septum retro-vagina dan jarang terjadi di pleura, perikardium atau otak. Prevalensi diperkirakan mengenai 6-10% populasi wanita umum dan 35-50% pasien mengalami rasa nyeri dan atau infertilitas (Charles dkk., 2009). Prevalensi dan insiden yang sesungguhnya dari endometriosis di populasi umum tidak diketahui dengan pasti. Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya diketahui angka kejadian endometriosis karena kepastian diagnosisnya membutuhkan pemeriksaan laparoskopik (Jacoeb dkk., 2009). Preciado Ruiz dkk pada tahun 2005 meneliti wanita infertil, endometriosis ditemukan pada usia 30,3 ± 3,9 tahun sedangkan angka kejadian endometriosis pada 197 wanita infertil sebanyak 68 orang (34,5%) (Preciado et al., 2005). Banyak hipotesis telah dikemukakan tentang patogenesis terjadinya endometriosis, tetapi hipotesis John Sampson pada tahun 1920 tentang menstruasi retrograde yang menyebabkan tertanamnya jaringan endometriotik diluar kavum uteri masih banyak diterima, dengan segala perdebatannya (Jacoeb., 2007). Penelitian ini fokus pada Transforming Growth Factor Betha-1 (TGF β1) pada serum, cairan peritoneum dan jaringan kista endometriosis, dengan dugaan bahwa TGF β1 dapat memainkan peran utama dalam proses biologis pembentukan dan keberlangsungan endometriosis. TGF β1 terlibat dalam ekspresi gen, motilitas sel, proliferasi, apoptosis, diferensiasi, respon imun dan tumorigenesis. Pada mamalia, ketiga jenis TGF β yaitu TGF β1, TGF β2 dan TGF β3, telah dikloning dan terbukti memiliki fungsi in vitro yang tumpang tindih dan menariknya, pada sel endotel, TGF β1 dan TGF β3 terikat pada reseptor aksesori endoglin. Sekresi TGF β ke dalam cairan peritoneal dari wanita yang mengalami endometriosis menunjukkan bahwa TGF β mungkin penting dalam pembentukan dan atau keberlangsungan endometriosis (Charles dkk., 2009). Tinjauan dan penelitian ini selanjutnya akan mengkaji peran TGF β1 di endometrium manusia dan perannya pada patogenesis endometriosis. Pada endometriosis seharusnya pengobatan yang diberikan dapat memberikan hasil yang memadai maka penting diketahui dan dikaji lebih lanjut berbagai patogenesis tentang kejadian endometriosis. Khususnya bagaimana peran TGF β1 dalam memberikan kontribusi terhadap
4
perkembangan atau patogenesis endometriosis. Harapannya adalah dengan mengetahui sejauh mana peran TGF β1 maka hal tersebut dapat digunakan sebagai marker diagnosis dan pengembangan penanganan alternatif pada endometriosis. Ditambahkan bahwa derajat endometriosis tidak selalu berkorelasi dengan keluhan. Sehingga perlu marker-marker khusus untuk menentukan berat ringannya derajat endometrioisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar Transforming Growth Factor Betha-1 (TGF β1) serum dengan derajat endometriosis.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang (Cross Sectional Study). untuk mengetahui apakah ada hubungan kadar Transforming Growth Factor Betha-1 (TGF β1) serum dengan derajat endometriosis. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS swasta lainnya yang dipakai sebagai rumah sakit jejaring pendidikan bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNHAS. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua pasien yang dilakukan laparoskopi di Rumah Sakit pendidikan di Makassar propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS swasta lainnya yang dipakai sebagai rumah sakit jejaring pendidikan. Sampel adalah semua penderita endometriosis yang dilakukan laparaskopi dengan diagnosis endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan telah menandatangani surat persetujuan. Cara pengambilan sampel dilakukan secara consecutive random sampling. Berdasarkan rumus sampel Komparatif numerik 2 kelompok berpasangan didapatkan jumlah sampel sebesar 52 orang. Metode Pengumpulan Data Subyek yang memenuhi kriteria sampel penelitian dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok endometriosis, dan kelompok non endometriosis. Seluruh penderita diberikan Informed Consent sebelum diambil sampel penelitian. Sampel darah diambil pada bagian ventral
5
daerah fossa cubiti. Darah diambil sebanyak 5 cc lalu dikirim ke Laboratorium Prodia untuk diperiksa dengan The Quantikine TGF β1 kit. Penyajian Data Hubungan kadar TGF β1 serum dengan stadium endometriosis dengan memakai beberapa uji statistik seperti Kruskal-Wallis Test, Mann whitney-U Test, Pearson Chi Squqre Test, Independen T Test menggunakan p ≤ 0.05, dengan menggunakan software statistik komputer.
HASIL Dari 92 orang penderita yang memenuhi kriteria sampel, yang terdiri dari 52 orang didiagnosis endometriosis, serta 40 orang diagnosis non endometriosis. Diperoleh distribusi menurut karakteristik sebagaimana yang tertera pada tabel 1 yang menunjukkan bahwa dari semua sampel penelitian tidak didapatkan endometriosis stadium I, namun didapatkan 12 kasus endometriosis stadium II, 15 kasus endometriosis stadium III, dan 25 kasus endometriosis stadium IV. Pada penelitian ini distribusi karakteristik yang ditemukan pada sampel adalah kelompok umur <35 sebanyak 53,3% tahun dan >35 tahun sebanyak 46,7% tidak terlalu jauh, dan hampir sebagian besar sudah menikah (91,3%), mengalami gangguan haid (93,5%) dan infertilitas (91,3%). Sebagian besar sampel memiliki IMT yang normal (62%) dan sebagian besar tidak menggunakan alat kontrasepsi (80,4%). Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik yang ditemukan pada sampel adalah tidak ada perbedaaan rerata umur antara endometriosis dan non endometriosis, karakteristik sampel berupa kelompok umur <35 tahun dan >35 tahun tidak berhubungan dengan kejadian endometriosis pada perempuan, begitu pula untuk karakteristik status kawin, IMT, dismenorea, kontrasepsi dan infertilitas tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian endometriosis pada perempuan (p>0.05). Tabel 3 menunjukkan nilai signifikan rerata kadar TGF β1 serum pada kelompok penderita endometriosis dibanding rerata kadar TGF β1 serum pada kelompok penderita non endometriosis yaitu 0.000 (p=<0.05), yang artinya terdapat perbedaan median kadar TGF β1 serum pada kelompok penderita endometriosis dibanding kelompok penderita non endometriosis. Tabel 4 menunjukkan nilai signifikan rerata kadar TGF β1 serum pada endometriosis ringan dibanding rerata kadar TGF β1 serum pada endometriosis berat yaitu 0.037 (p=<0.05), yang
6
artinya terdapat perbedaan median kadar TGF β1 serum pada kelompok penderita endometriosis ringan dibanding kelompok penderita endometriosis berat. Tabel 5 menunjukkan nilai yang tidak signifikan dari hubungan kadar TGF β1 serum terhadap derajat berat ringannya endometriosis yaitu 0.429 (p=>0.05), yang artinya tidak terdapat hubungan kadar TGF β1 serum dengan derajat berat ringannya endometriosis.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar Transforming Growth Factor Beta-1 (TGF β1) serum pada penderita endometriosis, tetapi tidak berhubungan dengan derajat berat ringannya endometriosis. TGF-β merupakan anggota dari famili dimeric polipeptidepad growth factor yang terdiri dari protein morphogenic tulang (bone morphogenic proteins) dan activins. Semua faktor-faktor pertumbuhan ini membagi kelompok residu sistein yang membentuk struktur simpul sistein umum yang disatukan dengan ikatan disulfida intramolekul (intramoleculer disulfide bonds). Setiap sel dalam tubuh, meliputi sel epitel, endotel, hematopoietik, neuronal, dan jaringanikat/konektif, memproduksi TGF β dan memiliki reseptor untuk semua sel tersebut. TGF β mengatur proliferasi dan diferensiasi sel, perkembangan embrio, penyembuhan luka, dan angiogenesis (Gerard et al., 2000). Pada penelitian ini sebanyak 12 orang endometriosis stadium II, 15 orang stadium III, dan 25 orang stadium IV. Pada hasil penelitian ini tidak ditemukan endometriosis stadium I hal ini mungkin terjadi karena pasien baru datang ke dokter setelah keluhan semakin parah. Kejadian endometriosis meningkat pada usia reproduksi terutama pada periode usia 21-40 tahun dan menurun seiring dengan wanita menjelang memasuki usia menopause yaitu pada periode 41–50 (Cramer., 2002; McLeod., 2010). Hal ini sesuai dengan laporan penelitian bahwa rerata umur pada sampel endometriosis 34.88±5.840 SD, hal ini berbeda dengan temuan Kim dkk (tahun 2005) dengan rerata umur 40 tahun sedangkan Abdullah (tahun 2008) di Makassar menemukan rerata umur pada sampel adalah 32 tahun (Kim et al., 2005; Abdullah., 2008). Pada penelitian ini ditemukan bahwa rerata umur ibu, status kawin, IMT, dismenorea, kontrasepsi, dan infertil terdistribusi secara homogen. Hal ini menjelaskan bahwa umur ibu, status kawin, IMT, dismenorea, kontrasepsi, dan infertil tidak mempengaruhi perbedaan kadar
7
TGF β1 serum antar kedua kelompok. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa pada endometriosis didapatkan keluhan nyeri perut yang berhubungan dengan siklus haid atau keluhan infertilitas yang disertai atau tidak dengan nyeri haid. Konnick dkk mendapatkan 60 persen diagnosis endometriosis pada wanita dengan infertilitas primer, bahkan akurasi diagnosis mencapai 80 persen jika infertilitas disertai dengan nyeri pelvik atau nyeri haid yang hebat. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kadar TGF β1 pada kelompok endometriosis meningkat 113,9 kali dibanding dengan kelompok non endometriosis yaitu 0.000 (p=<0.05). Selanjutnya didapatkan kadar rerata TGF Beta-1 meningkat pada kelompok endometriosis ringan dan berat, dimana kelompok endometriosis berat (stadium III/IV) lebih tinggi dibanding kelompok endometriosis ringan (stadium I/II). Kadar TGF β1 pada kelompok endometriosis berat meningkat 1,2 kali dibanding dengan kelompok endometriosis ringan yaitu 0.037 (p=<0.05). Sehingga keterlibatan TGF β1 sebagai faktor angiogenik terhadap kejadian endometriosis baik sebagai marker maupun sebagai partisipan aktif angiogenesis juga telah dibuktikan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian M. Louise Hull dan kawan-kawan yang dilakukan pada tikus, maupun Amelie dan kawan-kawan mendapatkan rerata TGF β1 pada endometrium eutopik penderita endometriosis lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Amelie et al., 2011; Hull et al., 2012). Penelitian lain untuk melihat peranan polimorfisme TGF β1 gen -509 C/T pada patogenesis dan stadium endometriosis menunjukkan bahwa hubungan antara polimorfisme TGF β1 -509 C/T terhadap kerentanan terjadinya endometriosis dan peningkatan resiko endometriosis stadium lanjut tidak signifikan (Fan et al., 2012). Akan tetapi jika dihubungan antara stadium I/II (endometriosis ringan), dan stadium III/IV (endometriosis berat) dengan kadar TGF β1 serum, didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar TGF β1 serum dengan stadium endometriosis ringan dan berat (p=0.429>α 0.05). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang dilakukan oleh Nasrudin (2013) yang menyimpulkan bahwa hubungan antara kadar TGF β1 serum dan cairan preitoneum serta ekspresi TGF β1 jaringan dengan stadium endometriosis (Nasrudin., 2013). Hasil penelitian ini menarik untuk TGF β1, karena hingga saat ini ada dua laporan yang saling bertentangan yang telah dipublikasikan, yang pertama yaitu D'Hooghe dkk tahun 1996 yang menjelaskan bahwa
tidak ada hubungan antara tingginya kadar TGF β1 dengan
meningkatnya stages penyakit endometriosis, hal yang sama dikemukakan oleh Hao dkk tahun
8
2000. Yang kedua penelitian Pizzo dkk tahun 2002 yang mendapatkan tingginya kadar TGF β1 terkait dengan meningkatnya spesifisitas - stages pada endometriosis, demikian pula dua studi lain sebelumnya oleh Oosterlynck dkk tahun 1994 dan Ku’pker dkk tahun 1998 menunjukkan bahwa subyek dengan endometriosis menunjukkan kadar TGF β1 yang lebih tinggi dalam cairan peritoneum (Charles dkk., 2009). Pada beberapa penelitian banyak dijelaskan bagaimana hubungan TGF β1 sebagai salah satu faktor yang berperan pada mekanisme angiogenesis untuk pertumbuhan dan perkembangan endometriosis. Namun penelitian tersebut secara terpisah menganalisis kadar TGF β1 pada serum dan cairan peritoneum. Peneliti lain juga telah menganalisis TGF β1 pada lesi jaringan endometriosis. Penelitian lain mengenai keterkaitan faktor angiogenik terhadap endometriosis pernah dilakukan oleh Abdullah (2008). Meskipun yang diteliti adalah faktor angiogenik yang lain yaitu VEGF akan tetapi didapatkan peningkatan kadar VEGF sesuai beratnya stadium endometriosis, sementara kadar VEGF yang rendah didapatkan pada penderita bukan endometriosis. Pada penelitian tersebut didapatkan kadar rerata VEGF secara bermakna lebih tinggi dibanding kontrol (334,18 pg/ml vs 91,36pg/ml, p=0,000) (Abdullah., 2008). Penelitian Pupo-Nogeira et.al melaporkan perbedaan yang bermakna antara kelompok endometriosis berat (stadium III/IV) lebih tinggi dibanding kelompok endometriosis ringan (stadium I/II) yaitu 748.00 pg/mL vs 292.50 pg/mL (Nogueira et al., 2007). Penelitian faktor angiogenik lain oleh Hayrabedyan (2005), mendapatkan ekspresi endoglin positif tidak hanya pada lesi endometriosis, namun juga pada endometrium eutopik wanita dengan endometriosis sehingga disimpulkan endoglin sebagai penanda aktif angiogenesis pada endometriosis (Hayrabedyan et al., 2005). Hal ini dimungkinkan karena TGF β1 selain sebagai faktor pertumbuhan dan sitokin pada awal kejadian dan keberlangsungan endometriosis, TGF β1 juga adalah polipeptida yang dikenal sebagai faktor pertumbuhan yang secara sistemik bekerja pada berbagai target sel dan sistem organ serta sebagai agen sitokin yang mempunyai efek multipel bahkan dikatakan bahwa TGF β adalah pleiotropic dengan kekuatan besar. Bila dihubungkan dengan penelitian ini, dimana terdapatnya kadar TGF β1 serum yang rendah pada stadium endometriosis berat mungkin dapat dijelaskan sesuai dengan teori tersebut.
9
KESIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini terdapat peningkatan kadar TGF β1 serum yang signifikan pada penderita endometriosis dibandingkan dengan penderita non endometriosis, walupun tidak ada hubungan yang bermakna dengan derajat berat ringannya endometriosis. Adapun saran dari penelitian ini adalah perlunya penelitian lebih lanjut tentang TGF β1 sebagai faktor pertumbuhan bersama-sama dengan penanda lainnya (proangiogenik dan antiangiogenik) sehingga dapat digunakan sebagai uji diagnostik endometriosis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, N. (2008). Analysis Of Vascular Endothelial Growth Factor (Vegf) Gene Polymorphisms In Endometriosis. post graduate work. Makassar, Universitas Hasanuddin: 40-45. Amelie Fassbender, P. D., et al. (2011). How can macroscopically normal peritoneum contribute to the pathogenesis of endometriosis?. Fertility and Sterility 96 (3). Charles O.A, et al. (2009). Role of TGF-bs in normal human endometrium and endometriosis. Human Reproduction 00(0): 1-9. Cramer, D. W. and S. A. Missmer. (2002). The epidemiology of endometriosis. Ann N Y Acad Sci 955: 11-22; discussion 34-16, 396-406. Fan Zhang, et al. (2012). Association between TGF-b1-509C/T polymorphism and endometriosis: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 164: 121-126. Gerard C. Blobe, M. D., Ph.D, et al. (2000). "Role of Transforming Growth Factor β in Human Disease." N Engl J Med(342:1350-1358): 356. Hayrabedyan, S., et al. (2005). Endoglin (cd105) and S100A13 as markers of active angiogenesis in endometriosis. Reprod Biol 5(1): 51-67. Hull M Louise, et al. (2012). Host-Derived TGFB1 Deficiency Suppresses Lesion Development in a Mouse Model of Endometriosis. The American Journal of Pathology 180 (3). Jacoeb, T. Z. (2007). Endometriosis sebagai tantangan untuk peningkatan mutu reproduksi manusia [Pidato Pengukuhan Guru Besar]. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jacoeb, T. Z. and W. Hadisaputra, Eds. (2009). Penanganan endometriosis panduan klinis dan algoritme. Jakarta, CV. Sagung Seto. Kim, S. H., et al. (2005). Vascular endothelial growth factor gene +405 C/G polymorphism is associated with susceptibility to advanced stage endometriosis. Hum Reprod 20(10): 2904-2908. McLeod, B. S. and M. G. Retzloff. (2010). Epidemiology of endometriosis: an assessment of risk factors. Clin Obstet Gynecol 53 (2): 389-396. Nasrudin. (2013). Patogenesis Endometriosis: Peran Transforming Growth Factor - Betha 1 (TGF β1) pada Endometriosis. Makassar, Hasanuddin.
10
Nogueira A Pupo, et al. (2007). Vascular endothelial growth factor concentrations in the serum and peritoneal fluid of women with endometriosis. International Journal of Gynecology and Obstetrics 99: 33-37.Preciado Ruiz, R., et al. (2005). Incidence of endometriosis in infertile women: clinical and laparoscopic characteristics. Ginecol Obstet Mex 73 (9): 471-476. Preciado Ruiz, R., et al. (2005). "[Incidence of endometriosis in infertile women: clinical and laparoscopic characteristics]." Ginecol Obstet Mex 73(9): 471-476.
11
Tabel 1. Distribusi Karakteristik sampel Penelitian KARAKTERISTIK Derajat Endometriosis: Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV Dismenore : Ya Tidak Infertil : Tidak Primer Sekunder Umur : ≤ 35 Tahun > 35 Tahun Status Kawin : Ya Tidak IndeksMasaTubuh : Normal weight Overweight Kontrasepsi : TidakPakai Pakai
JUMLAH (n)
PERSENTASE (%)
0 12 15 25
0 23,1 28,8 48,1
86 6
93,5 6,5
8 58 26
8,7 63,0 28,3
49 43
53,3 46,7
84 8
91,3 8,7
57 35
62.0 38.0
74 18
80,4 19,6
12
Tabel 2. Analisis Bivariat KARAKTERISTIK
Umur : ≤ 35 Tahun > 35 Tahun Status Kawin : Ya Tidak IMT : Overweight Normal Dismenore : Ya Tidak Kontrasepsi : Pakai Tidak Pakai Infertil : Tidak Primer Sekunder Keterangan :
Endometriosis
Nilai-p
Non Endometriosis
N
%
N
27 25
55.1 58.1
48 4
57.1 50.0
36 4
42.9 50.0
0.724****
20 32
57,1 56.1
15 25
42.9 43.9
1.000**
50 2
58.1 33.3
36 4
41.9 66.7
0.398****
10 42
55.6 56.8
8 32
44.4 43.2
1.000**
4 34 14
50.0 58.6 53.8
4 24 12
50.0 41.4 46.2
0.853***
22 18
%
44.9 41.9
0.934**
Yate’s Correction (p<0,05)** Pearson Chi Square (p<0.05)*** Fisher’s Exact (p<0.05)****
Tabel 3. Tabel perbandingan kadar rerata TGF β1 serum pada endometriosis dan non endometriosis.
N
Kadar TGF β1 Serum (pg/mL)
Range (SD)
Sampel Endometriosis
52
40765.12
±9766.69298
Non Endometriosis
40
357.83
±163.73716
Nilai p
Keterangan : Hasil analisis uji T Independen : Menunjukan perbedaan yang bermakna (p<0,05)
0.000
13
Tabel 4.Tabel perbandingan kadar rerata TGF β1 serum menurut kelompok kasus Endometriosis ringan (I/II) dan berat (III/IV). Stadium I/II (Ringan) III/IV (Berat)
N 12 40
Kadar TGF β1 Serum (pg/mL) 35060.00 42476.65
Range (SD) ±9300.757 ±9344.559
Nilai p 0.037
Keterangan : Hasil analisis uji Mann-Whitney
Tabel 5. Tabel Hubungan stadium I/II (endometriosis ringan), dan stadium III/IV (endometriosis berat) dengan kadar TGF β1 serum. Stadium Endometriosis Kadar TGF β1 Serum
I/II (Ringan)
Total
III/IV (Berat)
Nilai p
Rendah
N 7
% 30.4
N 16
% 69.6
N 23
% 100
Tinggi
5
17.2
24
82.8
29
100
Keterangan :Hasil analisis uji chi square
0.429