perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN FAKTOR ENABLING DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA TENAGA KERJA DI PT. SUWASTAMA PABELAN
SKRIPSI Digunakan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Titin Eka Setyaningsih R.0208049
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, ………………………..
Nama : Titin Eka Setyaningsih NIM. R0208049
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan. Titin Eka Setyaningsih1), Khotijah2), Sigit Fajar Suryanto3), Putu Suriyasa4) Latar Belakang : PT. Suwastama Pabelan merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kerajinan dengan orientasi eksport. Dari hasil survei di tempat pembuatan barang berbahan dasar rotan, didapatkan hampir 50% pekerja tidak memakai APD sesuai prosedur. Pada bulan maret diketahui penyakit ISPA sebanyak 43,30%, pusing 10,46%, gastritis 6,27%, penyakit kulit 6,06%, dan penyakit pencernaan, herpes dan lain-lain. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Faktor Enabling (Kondisi dan Kelengkapan APD) dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan. Metode : Penelitian ini menggunakan penelitian analitik observasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitiannya adalah tenaga kerja bagian rotan yang berjumlah 54 orang diambil dengan menggunakan simple random sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik analisis data menggunakan uji analisis koefisien kontingensi. Dengan menggunakan alat ukur berupa checklist. Hasil : Dari hasil penelitian menunjukkan APD yang digunakan oleh pekerja pada saat bekerja 51,85% dalam kondisi layak pakai dan sebesar 48,15% tidak layak. Sedangkan untuk kelengkapannya terdapat 79,63% APD yang lengkap komponennya dan sebesar 20,37% tidak lengkap komponennya. Hasil uji statistik dengan uji analisis koefisien kontingensi menunjukkan kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD tidak terdapat hubungan dengan nilai p = 0,081. Sedangkan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD terdapat hubungan dengan nilai p = 0,000 dan untuk kekuatan korelasinya adalah sedang yaitu dengan nilai r = 0,537. Simpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD dan ada hubungan yang antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD.
Kata kunci : Faktor Enabling, Alat Pelindung Diri, PT. Suwastama Pabelan 1) = Mahasiswa Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta. 2) = Staf pengajar Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta. 3) = Staf pengajar Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta. 4) =Staf pengajar pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UNS dan Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta. commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT The Relationship of Enabling Factors by Using Personal Protection Equipment (PPE) on Labor in PT. Suwastama Pabelan. Titin Eka Setyaningsih1), Khotijah2), Sigit Fajar Suryanto3), Putu Suriyasa4)
Background : PT. Suwastama Pabelan is a company engaged in the craft industries with export orientation. This survey found that nearly 50% of workers do not wear PPE in accordance with procedures. In March there are 43,30% Acute Respiratory Tract Infection, 10,46% headache, 6,27% gastritis, 6,06% dermatity, and digestive diseases, herpes ect. So the purpose of this study to determine the relationship of Enabling Factors (Conditions and Fittings APD) by using Personal Protective Equipment (PPE) at Manpower in PT. Suwastama Pabelan. Methods : This study uses observational analytic study with cross sectional. The sample in this research is the cane workers which contain 54 people by using simple random sampling method which includes inclution and and eksclution criteria. This research using the contingency coefficient analysis test for the analysis methods, using a measuring instrument of a checklist. Result : The result of the research showing that PPE is used by workers at work 51.85% in conditions unfit for use and of 48.15% is not feasible. While there are 79.63% for the accessories that complete APD component and 20.37% for incomplete components. The results of statistical test showed that irelationship between APD Conditions to the implementation of the use of PPE is not significant (p = 0,081). Meanwhile, the relationship between the completeness of the APD with the implementation of the use of PPE is significant with a p-value = 0.000, and for the strength of the correlation is moderate with a value of r = 0.537. Conclution : From this research, we can be concluded that there was no significant relationship between the conditions APD with the implementation of the use of PPE and there is a significant relationship with the correlation between the completeness of the APD with the implementation of the use of PPE.
Keywords : Enabling Factor, Personal Protection Equipment, PT. Suwastama Pabelan 1) = University Student at D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. 2) = Lecturer Staf of D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. 3) = Lecturer Staf of D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. 4) = Lecturer Staf of Public Health Science, Medical Faculty UNS and D.IV K3, commit to user Surakarta. Medical Faculty, Sebelas Maret University,
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan.”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan di Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof, Dr, Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Khotijah, S.K.M., M.Kes selaku Dosen Pembimbing I Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Sigit Fajar Suryanto, S.S.T selaku Dosen Pembimbing II Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp. Ok selaku Dosen Penguji Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 6. Bapak dan Ibu Staff pengajar dan karyawan/karyawati Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Bapak, Ibu, adik-adik, dan Ibhe Eka AS yang selalu memberi kasih sayang, doa, nasehat dan semangat yang tak terhingga. 8. Kepada rekan penelitian penulis, Nia, Galuh, Widya, dan Erwin terima kasih atas semangat, doa, bantuan dan kerjasamanya. 9. Sahabat, rekan-rekan angkatan 2008 dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
vi
Titin Eka Setyaningsih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... PERNYATAAN ............................................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... BAB I.
i ii iii iv v vi vii x xi xii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... B. Perumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan Penelitian ...................................................................... D. Manfaat Penelitian ....................................................................
1 5 6 6
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... B. Kerangka Teori ......................................................................... C. Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian APD .............. D. Perundang-Undangan ............................................................... E. Kerangka Konsep ..................................................................... F. Hipotesis ...................................................................................
8 41 41 42 44 44
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................... B. Populasi Penelitian ................................................................... C. Teknik Sampling ...................................................................... D. Sampel Penelitian ..................................................................... E. Desain Penelitian ...................................................................... F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. H. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................ I. Cara Kerja Penelitian ................................................................ J. Pengolahan Data ....................................................................... K. Metode Analisa Data ...............................................................
45 45 46 46 47 48 48 51 52 53 55
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 57 B. Analisa Univariat ...................................................................... 58 C. Analisa Bivariat ........................................................................ 60 commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. PEMBAHASAN A. Implementasi Pemakaian APD ................................................. 62 B. Analisa Bivariat ........................................................................ 63 C. Analisa Univariat ...................................................................... 65 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 69 B. Saran ......................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71 LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat Pelindung Diri menurut faktor bahaya .......................................... 22 Tabel 2. Jenis Alat Pelindung Tangan ................................................................ 38 Tabel 3. Distribusi frekuensi implementasi pemakaian APD ............................. 58 Tabel 4. Distribusi frekuensi kelayakan APD ..................................................... 59 Tabel 5. Distribusi frekuensi kelengkapan komponen APD ............................... 59 Tabel 6. Hubungan antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD ............................................................................................................... 60 Tabel 7. Hubungan antara Kelengkapan APD dengan Implementasi Pemakaian APD....................................................................................................... 61
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori ................................................................................. 42 Gambar 2 Kerangka Konsep ............................................................................. 45 Gambar 3 Desain Penelitian .............................................................................. 48
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
: Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
LAMPIRAN 2
: Checklist
LAMPIRAN 3
: Analisis Hubungan Kondisi APD dengan Pemakaian APD
LAMPIRAN 4
: Analisis Pemakaian APD dengan Kelengkapan APD
LAMPIRAN 5
: Foto Penelitian
LAMPIRAN 6
: Surat ijin penelitian dari Prodi
LAMPIRAN 5
: Surat keterangan penelitian dari perusahaan
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri (Tarwaka, dkk, 2008). Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja mengupayakan agar resiko bahaya dapat diminimalisasi melalui teknologi pengendalian terhadap lingkungan/tempat kerja serta upaya mencegah dan melindungi tenaga kerja agar terhindar dari dampak negatif dalam melaksanakan pekerjaan (Budiono, 2003). Sejalan
dengan
pertumbuhan
industri
sekarang
ini
jelas
memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan ditempat kerja, guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting sebagai penggerak roda pembangunan nasional khususnya yang berkaitan dengan sektor industri. Disamping itu tenaga kerja adalah unsur yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kegiatan industri, sehingga sudah seharusnya kepada mereka diberikan perlindungan dan pemeliharaan kesehatan (Budiono, 1992). commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Sebab utama kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandart). Faktor penyebab kecelakaan kerja meliputi faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe action), faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe conditions) dan interaksi sarana dan pendukung kerja (Tarwaka, 2008). Penyebab dari kecelakaan tersebut ada dua yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan. Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut (Ramli, 2009). Untuk mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dilakukan pencegahan dengan 5 cara, yaitu eliminasi, subtitusi, engineering (rekayasa), administrasi dan Alat Pelindung Diri (APD). Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pilihan terakhir apabila 4 pengendalian resiko (eliminasi, subtitusi, engineering rekayasa dan administrasi) tidak dapat dilakukan atau dapat dilakukan namun demikian masih terdapat/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Anizar, 2009). Menurut Lawrence Green tahun 1980 (dalam Notoatmodjo, 2010) masalah kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni behafioral factors (faktor perilaku) dan non behafioral factors (faktor non perilaku). Sedangkan faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut dan beberapa karakteristik individu misalnya umur, jenis kelamin, masa kerja dan tingkat pendidikan. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) ialah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, meliputi ketersediaan sarana yang meliputi kondisi dan kelengkapan APD, adanya peraturan-peraturan, komitmen dan keterampilan. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah adanya kebijakan dan penilaian (Notoatmodjo, 2010). PT. Suwastama Pabelan merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kerajinan dengan orientasi export. Bahan baku yang digunakan antara lain rotan, enceng gondok, pandan, pelepah pisang, commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan tapas kelapa. Dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan dan lingkungan kerja yang berdebu. Dari hasil survei di tempat pembuatan barang berbahan dasar rotan, didapatkan hampir 50% pekerja tidak memakai APD sesuai prosedur. Dari hasil pengukuran kebisingan diketahui bahwa kebisingan mencapai 89 dB. Pekerjanya tidak memakai earplug yang seharusnya, tetapi mereka menggunakan headset untuk mengurangi bising. Headset disini tentunya tidak dapat mengurangi kebisingan tetapi menambah bising yang diterima oleh telinga pekerja. Selain earplug, APD yang tidak digunakan secara benar adalah masker. Pekerja memakai masker dengan hanya dikaitkan di telinga tanpa menutupi hidung dan mulut. Padahal dengan debu yang dihasilkan dari proses produksi rotan tersebut beresiko menimbulkan Panyakit Akibat Kerja (PAK). Data penyakit akibat kerja selama setahun didapatkan hasil bahwa hampir setiap bulan terdapat PAK. Penyakit Akibat Kerja yang paling tinggi diderita para pekerja adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Misalnya saja pada bulan maret diketahui penyakit ISPA sebanyak 43,30%, pusing 10,46%, gastritis 6,27%, penyakit kulit 6,06% dan sisanya penyakit pernafasan, penyakit pencernaan, herpes dan lain-lain. Dibandingkan dengan penyakit yang lain ISPA memiliki resiko tertinggi PAK mengingat lingkungan kerja yang menghasilkan banyak debu. Penggunaan masker memang tidak melindungi sepenuhnya, tetapi paling tidak dapat mengurangi resiko terpapar debu. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh penulis, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai ”Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT. Suwastama Pabelan”.
B. Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Di tempat kerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi dan faktor psikologi (Manuaba,1992). Faktor fisik di tempat kerja meliputi kebisingan, penerangan, tekanan panas, radiasi dan getaran mekanis (Suma’mur, 1992). Pada proses produksi di PT. Suwastama Pabelan menggunakan mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan dan lingkungan kerja yang berdebu. Hal ini dapat menimbulkan PAK dan KAK pada pekerja. Penggunaan APD sangat diperlukan untuk mengurangi bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh pekerjaan. Sedangkan di PT. Suwastama Pabelan sendiri masih banyak tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung Diri yang seharusnya digunakan untuk mencegah gangguan kesehatan. 2. Pertanyaan Penelitian Apakah ada hubungan faktor enabling dengan pemakaian alat pelindung diri (APD) pada tenaga kerja di PT. Suwastama Pabelan? commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
Hubungan
Faktor
Enabling
dengan
Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT. Suwastama Pabelan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kondisi Alat Pelindung Diri (APD) Di PT. Suwastama Pabelan. b. Untuk mengetahui kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) Di PT. Suwastama Pabelan. c. Untuk menguji dan menganalisis Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT. Suwastama Pabelan.
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis : a. Memberikan informasi tentang pentingnya penggunaan APD di PT Suwastama Pabelan. b. Diharapkan dapat sebagai pembuktian teori bahwa terdapat hubungan antara faktor enabling terhadap pemakaian APD di PT Suwastama Pabelan. c. Sebagai referensi penelitian yang relevan. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Aplikatif : a. Diharapkan tenaga kerja menyadari pentingnya penggunaan APD untuk mengurangi resiko PAK dan KAK. b. Diharapkan
pengusaha
lebih
memperhatikan
kesehatan
dan
keselamatan tenaga kerjanya agar tidak terganggu produktivitasnya. c. Diharapkan peneliti dapat memberikan solusi tentang cara mengurangi PAK dan KAK. d. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah kepustakaan program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Kesehatan a. Pengertian perilaku Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010). Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. b. Klasifikasi Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
commit to user
8
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance). Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. 2) Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. 3) Perilaku kesehatan lingkungan Adalah
apabila
seseorang
merespon
lingkungan,
baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). c. Macam-Macam Perilaku Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2010) : 1) Perilaku tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. d. Domain Perilaku Menurut Bloom tahun 1992 seperti dikutip Notoatmodjo (2010), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain) dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari : 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang : a) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat dan kondisi fisik. b) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat dan sarana. c) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan (Notoatmojo, 2010). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan pelajaran atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. c) Aplikasi (Aplication) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (Analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
menggambarkan,
membedakan,
memisahkan
dan
mengelompokkan. e) Sintesa (Synthesis) Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan
bagian-bagian
dalam
suatu
bentuk
keseluruhan baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyusun menyusun,
formulasi-formulasi dapat
yang
menerangkan,
ada.
dapat
Misalnya
dapat
meringkas,
dapat
menyelesaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusrumus yang telah ada. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi melaksanakan
ini
berkaitan
justifikasi
atau
dengan
kemampuan
penilaian
terhadap
untuk suatu
materi/objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. 2) Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : a) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan untuk bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh individu tersebut. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu, dalam menanggapi suatu obyek yang menggerakkan untuk commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertindak (Notoatmodjo, 2010). Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini juga terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : a) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap APD dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap penyuluhan tentang pentingnya penggunaan APD. b) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valuing) Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah, merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga. d) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Praktek atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : a) Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. b) Respon terpimpin (guide response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua. c) Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. d) Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. e. Asumsi Determinan Perilaku Kepribadian manusia dibagi menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian, realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi, gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya: 1) Pengalaman 2) Keyakinan 3) Fasilitas 4) Sosio-budaya 5) Pengetahuan 6) Persepsi 7) Sikap 8) Keinginan 9) Kehendak
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Motivasi 11) Niat f. Proses terjadinya perilaku Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2010), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni : 1) Kesadaran (awareness) Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Tertarik (interest) Dimana orang mulai tertarik pada stimulus. 3) Evaluasi (evaluation) Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Mencoba (trial) Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5) Menerima (Adoption) Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. g. Teori Lawrence Green Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor : 1) Faktor
predisposisi
(predisposing
factors)
ialah
faktor
yang
mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang masuk dalam faktor predisposing ini adalah : a) Pengetahuan b) Sikap c) Nilai-nilai budaya d) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut e) Beberapa karakteristik individu misalnya umur, jenis kelamin, masa kerja dan tingkat pendidikan. 2) Faktor
pendukung
(Enabling
factors)
ialah
faktor
yang
memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Yang masuk dalam kelompok faktor pendukung ini ialah : Ketersediaan sarana yang meliputi kondisi dan kelengkapan APD. Dalam suatu perusahaan APD sangat diperlukan untuk mengurangi PAK dan KAK yang mungkin ditimbulkan karena pekerjaan. Untuk itu perusahaan harus menyediakan APD sesuai dengan jenis bahaya yang ada. APD yang diberikan juga harus sesuai dengan standar agar dapat melindungi pekerja. 3) Faktor pendorong (renforcing factors) ialah faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk terjadinya commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku tertentu tersebut. Yang masuk dalam kelompok faktor penguat ini kebijakan dan motivasi (Harbandinah DKK, 2006). Model dari teori perilaku Lawrence Green dapat digambarkan sebagai berikut: B=f (PF, EF, RF ) Keterangan : B = Behavior PF = Predisposing Factors EF = Enabling Factors RF = Reinforcing Factors F = Fungsi Faktor pendukung (Enabling) meliputi keahlian pribadi yang baru dan sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah perilaku. Faktor-faktor yang mempermudah adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan individu, kelompok dan sistem pemberian pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya sebuah tindakan. Pertimbangan utama dalam memahami faktor pemungkin ini dalam hubungannya dengan perilaku sehat adalah kondisi dimana tidak adanya faktor ini akan mencegah terjadinya suatu tindakan.
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Alat Pelindung Diri (APD) a. Pengertian APD Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan pilihan terakhir apabila 4 pengendalian resiko tidak dapat dilakukan atau dapat dilakukan namun demikian masih terdapat/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Anizar, 2009). Sebagaimana diketahui, hirarki pengendalian resiko dalam upaya pencegahan kecelakaan terhadap 5 tahap, yaitu : 1) Eliminasi 2) Subtitusi 3) Engineering (rekayasa) 4) Administrasi 5) Alat Pelindung Diri (APD) (Anizar, 2009) Hirarki pengendalian resiko tersebut adalah : 1) Menghilangkan sumber bahaya (Eliminasi) Hal ini merupakan langkah yang ideal dan merupakan langkah yang harus diambil sebagai pilihan pertama dalam mengendalikan resiko bahaya di tempat kerja. Yaitu dengan memindahkan alat yang menimbulkan bahaya ke tempat di mana tidak terdapat pekerja. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Mengganti (Subtitusi) Dilakukan dengan mengganti sumber resiko bahaya dengan sarana atau peralatan lain yang mempunyai potensi bahaya lebih kecil atau sama sekali tidak ada. 3) Melakukan Rekayasa Dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan, atau proses kerja, seperti memperbaiki ventilasi dan melakukan isolasi terhadap area berbahaya yang dilakukan dengan memasang pagar pengaman di sekitar lokasi bahaya. 4) Melakukan Pengendalian Secara Administratif Melakukan pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan
membatasi
waktu
kerja,
melakukan
pemeliharaan,
pencegahan-pencegahan, membuat prosedur house keeping dan membuat tanda bahaya. 5) Menggunakan Alat Pelindung Diri Penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas pengendalian resiko paling akhir setelah pengendalian dengan eliminasi, subtitusi, rekayasa dan pengendalian secara administratif tidak berhasil dilakukan. APD yang digunakan harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian, dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketiga pemenuhan persyaratan tersebut harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan dimana APD harus : 1) Enak dan nyaman dipakai. 2) Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan dan tidak membatasi ruang gerak. 3) Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi. 4) Memenuhi syarat estetika. 5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD. 6) Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan dan harga terjangkau (Anizar, 2009). Tabel 1. Alat Pelindung Diri menurut faktor bahaya dan bagian tubuh yang perlu dilindungi. Faktor Bahaya
Bagian tubuh yang perlu Alat Pelindung Diri dilindungi Benda berat Kepala, betis, tungkai Topi logam atau plastik atau kekerasan Benda sedang Kepala Topi alumunium atau tidak terlalu plastic berat Benda besar Kepala Topi logam atau plastik beterbangan Mata Goggle (kacamata yang menutupi seluruh samping mata, kaca mata yang sampingnya tertutup). Pelindung muka dari Muka plastik Sarung tangan kulit Jari, tangan, berlengan panjang commitlengan to user Barsambung
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sambungan
Tubuh Betis, tungkai, mata kaki Benda kecil Kepala beterbangan Mata Tubuh Lengan, tangan, jari Tungkai, kaki Debu
Mata Muka Alat pernafasan
Percikan api Kepala atau logam Mata Muka Jari, tangan, lengan
Gas, fume
Betis, tungkai Mata kaki, kaki Tubuh asap, Mata Muka Alat pernafasan
Tubuh commit to user
Jaket atau jas kulit. Pelindung dari kulit berlapis logam dan tahan api Topi, kap khusus Kaca mata Jaket kulit atau zeildoek Sarung tangan, pakaian berlengan panjang Pelindung betis, tungkai dan mata kaki Goggle Pelindung muka dari plastik Respirator/masker khusus Topi plastik berlapis asbes Goggle, kaca mata Pelindung muka dari plastik Sarung tangan asbes berlengan panjang Pelindung dari asbes Sepatu kulit Jaket asbes/kulit Goggle Pelindung muka khusus Membahayakan jiwa secara langsung : masker gas khusus dengan filter Tidak membahayakan jiwa secara langsung : gas masker bermacammacam Pakaian karet, plastik, atau bahan lain yang Bersambung
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sambungan Jari, tangan, lengan
Betis, tungkai Mata kaki, kaki
Cairan dan zat Kepala atau bahan Mata kimia Muka Alat pernafasan Jari, tangan, lengan Tubuh Betis, tungkai Mata kaki, kaki Panas
Kepala Bagian tubuh lainnya
Kaki
Mata Basah dan air
Kepala Tangan, lengan, jari
Tubuh Kaki, commit tungkai to user
tahan zat kimia Sarung plastik, karet berlengan panjang dan anggota badan diolesi dengan barrier cream Pelindung dari plastik/karet Sepatu yang konduktif (yang menyalurkan aliran listrik) karena mungkin sekali gas tersebut ekplosif Topi plastik/karet Goggle Pelindung muka dari plastik Respirator khusus tahan zat kimia Sarung plastik/karet Pakaian plastik/karet. Pelindung khusus dari plastik/karet Sepatu karet, plastik atau kayu Topi asbes Sarung, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain yang tahan panas atau api Sepatu dengan sol kayu atau bahan lain yang tahan panas/api Goggle dengan lensa tahan sinar infra merah Topi plastik Sarung tangan plastik/karet berlengan panjang Pakaian khusus Sepatu bot karet Bersambung
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sambungan Terpeleset, terjatuh, terpotong, tergesek
Kaki Kepala Tangan, lengan, jari
Tubuh Betis, tungkai Kaki, tungkai
Dermatosis Kepala atau radang kulit Muka
Tangan, lengan, jari Tubuh Betis, tungkai Mata kaki, kaki Bahan peledak Kaki mesin Kepala
Tangan, lengan, jari Tubuh Betis, Kaki Listrik
Kepala Tangan, lengan, jari
Tubuh, betis, tungkai, to user Kaki, commit mata kaki
Sepatu anti selip, kayu (gabus) Topi plastik, logam Sarung tangan kulit dilapisi logam berlengan panjang Jaket kulit Celana kulit dengan tutup kulit, tutup tumit Sepatu lapis baja, sol kayu Topi plastik, karet, topi (kap) kapas atau wol Barier cream, pelindung plastik Barier cream, sarung tanga karet, plastik Penutup karet, plastik Sepatu karet, sol kayu Sandal kayu (bakiak) Sepatu kayu, hindari percikan api Topi, terutama wanita berambut panjang pakai jala atau ikat rambut Sarung tangan tahan api Jaket dari karet, plastik, zeildoek Celana tahan api atau tutup tahan api Topi plastik, karet Sarung tangan karet tahan sampai 10.000 volt selama 3 menit Pelindung yang bahannya dari karet Barsambung
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sambungan Sinar silau
Mata
Percikan api Mata dan sinar silau pada pengelasan Muka
Tubuh Kaki Kepala Mata
Penyinaran sedang
Muka Kepala Mata, muka
Penyinaran kuat
Jari, tangan, lengan Penyinaran radioaktif
Tubuh Alat pernafasan atau Seluruh badan
Gas aerosol radioaktif Kebisingan
Telinga
Goggle, kaca mata dengan lensa khusus atau lensa Polaroid Goggle, penutup muka, kaca mata dengan filter khusus Pelindung muka, kaca mata dengan filter khusus Jaket tahan api (asbes) atau kulit Sepatu lapis baja Topi khusus Goggle, kaca mata dengan filter lensa Pelindung muka khusus Topi khusus Goggle dengan filter khusus Sarung tangan karet lapis timah hitam Jaket karet atau kulit, lapis timah hitam Respirator khusus Pakaian khusus
Sumbat telinga tutup telinga
atau
(Anizar, 2009) Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya. 1) Mata Alat pelindung mata diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak commit bahaya to karena user percikan atau kemasukan debu,
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gas, uap, cairan korosif, partikel melayang atau terkena radiasi gelombang elektromagnetis. Terdapat tiga bentuk alat pelindung diri mata yaitu kaca mata dengan atau tanpa pelindung samping (side shield), goggles (cup type dan box type), dan tameng muka. Jenis kacamata pelindung yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan jenis bahayanya. Pekerjaan dengan kemungkinan adanya resiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata dengan lensa yang kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlukan lensa penyaring sinar las yang tepat (Anizar, 2009). Perawatan Kacamata Safety (Safety Glasses) a) Kacamata safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh pihak manajemen. b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan kacamata safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan. c) Penyimpanan masker harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya. 2) Telinga Dalam banyak industri terdapat mesin-mesin yang bersuara keras, yang dapat mengganggu pendengaran, oleh karena itu telinga commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus dilindungi. Ada 2 jenis pelindung telinga yaitu sumbat telinga dan tutup telinga. Sumber bahaya adalah suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB sesuai dengan Permenakertrans No. Per. 13/MEN/X/2001 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisiska di Tempat Kerja. Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat Pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal
protective
devices.
Alat
Pelindung
Telinga
dapat
menurunkan kerasnya bising yang melalui hantaran udara sampai 40 dBA, tetapi pada umumnya tidak lebih dari 30 dBA. Pemakaian Alat Pelindung Telinga ini dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Semua tenaga kerja yang bekerja dalam area 85 dBA harus memakai alat pelindung telinga, memperoleh pemeriksaan audiometri secara barkala dan memperoleh pelatihan/penyuluhan secara berkala (Soemitra, 1997). Penggunaan alat pelindung telinga tersebut harus memenuhi kriteria : a) Dapat mencegah gangguan pendengaran b) Dapat menurunkan tingkat kepaparan c) Dapat memenuhi derajat kenyamanan Untuk memperoleh pelindung telinga yang memadai terhadap sistem auditory dari gangguan kebisingan, perlu dipertimbangkan commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harga pelindung telinga, daya tahan, kenyamanan, kemudahan dalam penggunaan, pembersihan dan penyimpanan, penampilan, dan kemudahan dalam penggantian spare part (Sasongko, 2000). Alat Pelindung Telinga pada umumnya digolongkan menurut cara pemakaiannya (Budiono, 1992), yaitu : a) Tipe yang dimasukkan (insert type) Banyak variasi dalam konstruksi dan modelnya. Yang paling kurang efektif proteksinya adalah kapas yang dipadatkan. Sedangkan bentuk yang dianjurkan adalah Ear plug (sumbat telinga). Ear plug dapat mengurangi intensitas suara 10 sampai 15 dBA. Ear plug dibedakan atas 2 jenis, yaitu Ear plug sekali pakai (disposable plugs) dan Ear plug yang dapat dipakai kembali (reusable plugs). Ear plug sekali pakai dapat terbuat dari bahan kapas, kapas berlapis plastik, kapas wol bercampur malam dan busa poliuretan. Sedangkan ear plug yang dapat dipakai kembali dapat terbuat dari bahan plastik cetak permanen, karet berisi pasta dan plastik berisi pasta. Semua sumbat telinga yang dipakai ulang perlu dicuci sesudah dipakai dan diletakkan di tempat yang steril (Harrington, J. M. dan Gill, F. S., 2003). Keuntungan pemakaian ear plug adalah ukuran kecil sehingga mudah dibawa, pada tempat kerja yang panas lebih nyaman, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff dan lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerugian pemakaian ear plug adalah cara memasangnya sulit, tidak mudah dikontrol dan saluran telinga mudah terkena infeksi. b) Tipe tutup (the muff type) Alat ini dapat mengurangi intensitas suara hingga 20 sampai 30 dBA dan dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga). Keuntungan ear muff adalah mempunyai daya pelemahan yang sangat bagus, lebih mudah dipakai, lebih mudah dimonitor, biasanya berumur panjang karena dapat dilakukan penggantian spare part, dapat digunakan untuk telinga yang cacat atau terinfeksi dan sangat baik untuk dipakai secara insidentil. Sedangkan kerugian ear muff adalah harganya lebih mahal, tekanan yang ketat ke kepala dapat mengurangi kenyamanan, agak berat, panas, tidak efektif
dipakai
dengan
kacamata
atau
topi
keras,
dapat
menyebabkan radang atau infeksi kulit jika tidak dibersihkan secara memadai, sulit disimpan, kemampuan pelemahan suara menjadi berkurang jika bantalan menjadi keras atau retak, kehilangan fluida dan ketegangan pita mengendor (Sasongko, 2000). c) Tipe helm (the helmet type) Dirancang untuk menutup bagian kepala yang terdiri dari tulang, untuk mencegah hantaran tulang, ini hanya penting untuk bising sangat keras. Tipe ini jarang dijumpai pada industri. Pemakaian Alat Pelindung Telinga untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan sebenarnya lebih praktis dalam commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaannya. Akan tetapi kesukarannya terletak pada tenaga kerja itu sendiri dan hal ini berhubungan erat dengan faktor manusia (DepKes RI, 2003). Pengetahuan tentang manfaat penggunaan alat pelindung telinga perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja. 3) Kepala Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh tetapi ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini (Anizar, 2009). Pemakaian alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dan terpukul yang dapat menyebabkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya. Serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar. Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh, melayang atau bendabenda lain yang bergerak. Topi harus cukup keras dan kokoh tetapi tetap ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini (Suma’mur, 1996) Macam-macam alat pelindung kepala diantaranya adalah topi pelindung (helm), tutup kepala, berbahan khusus, hats atau cap yang biasanya terbuat dari katun. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet): Melindungi kepala dari benda keras, pukulan, benturan, terjatuh dan terkena arus listrik b) Tutup Kepala: Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap, panas/dingin c) Hats/cap: Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan mesin-mesin berputar d) Topi pengaman untuk penggunaan yang bersifat umum dan pengaman dari tegangan listrik yang terbatas, tahan terhadap tegangan listrik. Biasanya digunakan oleh pemadam kebakaran. Cara perawatan Helm Safety/Helm Kerja (Hard hat) a) Helm kerja dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh manajemen. b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan (retak-retak, bolong atau tanpa sistem suspensinya) c) Setiap manajemen harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki helm kerja dan telah mengikuti training. 4) Pernapasan Alat pelindung pernapasan merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosif commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun rangsangan. Alat pelindung pernapasan dapat berupa masker yang berguna untuk mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, yang biasanya terbuat dari kain, selain itu juga dapat menggunakan respirator yang berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Alat pelindung pernafasan sangat penting, mengingat 90% kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosif lewat saluran pernafasan. Alat pelindung pernafasan memberikan perlindungan terhadap sumber bahaya di udara tempat kerja, seperti : a) Debu-debu kasar dari penginderaan atau operasi-operasi sejenis. b) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap. c) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia. d) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara. (Anizar, 2009). Sesuai dengan kebutuhan di atas, alat pelindung pernafasan dibagi menjadi : a) Respirator yang memurnikan udara (1)Dipakai dengan canister yang sesuai, canister dapat berbedabeda sesuai dengan jenis kontaminan dalam di udara. Dalam pemakaian canister perlu diperhatikan batas waktu pemakaian commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tergantung pada isi canister, konsentrasi pencemaran dan frekuensi pamakaian. (2)Respirator dengan filter mekanik adalah respirator dengan penyaring udara untuk mengambil debu kontaminan. (3)Respirator dengan filter mekanik dan kimia adalah respirator dengan penyaring udara berupa filter mekanik dan filter kimia untuk menyerap debu dan racun kimia dalam udara. b) Respirator yang dihubungkan dengan suplai udara Alat
pelindung
ini
digunakan
untuk
mengatasi
kemungkinan adanya kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena adanya gas aspiksian (metan dan CO2) atau aspiksian kimia (CO dan HCN). Respirator biasa tidak akan mampu melindungi pekerja, bila kadar O2 kurang dari 16%, oleh karena itu diperlukan suplai oksigen yang dapat berasal dari udara bersih dari kompresor atau dari udara yang dimampatkan. c) Respirator dengan suplai oksigen Mirip dengan respirator udara, demikian pula dengan kegunaannya. Hanya oksigen untuk pernafasan disediakan dari tabung yang berisi oksigen yang dimampatkan atau oksigen cair. Respirator dapat dibedakan atas Chemical Respirator. Mechanical Respirator dan Cartidge atau Canister Respirator dengan Salt Contained Breathing Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk tempat kerja yang terdapat gas beracun atau commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekurangan oksigen serta Air Suplay Respirator yang mensuplai udara dari tabung oksigen. Perawatan
masker/Perlindungan
Pernafasan
(Mask/Respiratory
Protection) : (1) Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya. (2) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan. (3) Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan, (4) Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu dilakukan oleh manajemen. 5) Tubuh Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan ataupun kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan kimia korosif tetapi justru berbahaya bagi lingkungan commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis (Anizar, 2009). APD yang digunakan boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket. Safety Belt berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler APD untuk tugas khusus. Contoh lain dari pakaian pelindung yaitu : a) Apron untuk bekerja dengan bahan kimia ataupun pekerjaan pengelasan. b) Full body harnes untuk bekerja di ketinggian melebihi 1,24 meter. c) Tutup telinga (ear plugs) untuk bekerja di tempat dengan kebisingan melebihi 85 dB. d) Sepatu boot karet (rubber boot) untuk semua pekerjaan di kebun yang dimulai dari survey lahan, pembibitan, penanaman hingga panen. 6) Tangan dan Lengan Alat pelindung tangan dipakai sebagai pelindung kulit tangan dalam menangani zat-zat korosif terhadap kulit (asam sulfida, asam klorida), zat-zat beracun yang dapat terabsorbsi lewat kulit (sianida) dan bahan atau pekerjaan pada suhu tinggi. Sarung tangan merupakan salah satu keperluan di dalam bidang kerja. Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bendabenda tajam atau cidera pada waktu kerja, dalam memilih sarung commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangan perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain bahaya terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas, dingin, tajam atau kasar. Alat pelindung tangan dapat terbuat dari karet, kulit dan kain katun. Jenis pekerjaan yang membutuhkan sarung tangan : a) Pengelasan/ pemotongan (bahan kulit) b) Bekerja dengan bahan kimia (bahan karet) c) Beberapa pekerjaan mekanikal di workshop dimana ada potensi cedera bila tidak menggunakan sarung tangan (seperti benda yang masih panas, benda yang sisinya tajam dan sebagainya. Tabel 2. Jenis Alat Pelindung Tangan : Jenis Bahaya
Macam Sarung Tangan
Bahaya listrik
Sarung tangan karet
Bahaya
radiasi Sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi
mengion Benda-benda tajam/kasar
Pb Sarung tangan kulit atau sarung tangan yang dilapisi dengan krom atau sarung tangan dari PVC
Asam
dan
basa Sarung tangan karet (alami)
korosif Benda panas
Sarung tangan kulit, asbes, PVC, atau “Gaunlet Gloves”
(Anizar, 2009)
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam
pemilihan
sarung
tangan
yang
tepat
perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Potensi bahaya yang ada di tempat kerja, apakah berupa bahan kimia korosif, benda panas, dingin, tajam, atau benda keras. b) Daya tahan bahan terhadap bahan kimia, seperti sarung tangan karet alami tidak tepat pada pemaparan pelarut organik, karena karet alami larut dalam pelarut organik. c) Kepekaan objek yang dikerjakan seperti pekerjaan yang halus dengan membedakan benda-benda halus lebih tepat menggunakan sarung tangan yang tipis. d) Bagian tangan yang dilindungi, apakah hanya bagian jari saja, tangan, atau sampai bagian lengan, dan lain-lain. Perawatan alat pelindung tangan a) Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan, serta kondisinya oleh manajemen. b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan. c) Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Kaki Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda-benda tajam yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya (Anizar, 2009). Sesuai dengan kemungkinan resiko di atas, jenis sepatu yang dipakai dapat berbeda-beda, yaitu : a) Sepatu biasa yang baik Sepatu yang tidak licin dan bertumit rendah. Jenis ini dipakai untuk tempat kerja biasa. b) Sepatu Pelindung a) Sepatu yang digunakan pada pengecoran baja, dibuat dari bahan kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tinggi sepatu kurang lebih 35 cm. b) Sepatu khusus keselamatan kerja di tempat-tempat kerja yang mengandung bahaya peledakan. Sepatu ini tidak boleh memakai bahan-bahan logam yang dapat menimbulkan percikan bunga api. c) Sepatu karet anti elektrostatik digunakan pekerja untuk melindungi pekerja-pekerja dari bahaya listrik hubungan pendek. Sepatu ini harus tahan terhadap arus listrik 10.000 volt selama 3 menit.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Sepatu bagi pekerja bangunan dengan resiko terinjak bendabenda tajam, kejatuhan benda-benda berat atau terbentur bendabenda keras, dibuat dari kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujungnya untuk melindungi jari-jari kaki. e) Sepatu atau sandal beralaskan kayu Dipakai untuk bekerja di tempat lembab dan panas. Dapat terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes atau Chrom, sepatu keselamatan yang dilengkapi dengan baja di ujungnya dan sepatu karet anti listrik. Tidak memakai safety shoes pada saat melakukan handling dapat menyebabkan jari kaki luka karena kejatuhan, tergores maupun terhimpit benda berat.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Teori Faktor Predisposing a. b. c. d. e. f.
Pengetahuan Sikap Nilai-nilai budaya Kepercayaan Masa kerja Tingkat pendidikan
Faktor Enabling Penggunaan
- Kondisi APD - Kelengkapan APD
APD
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Faktor Reinforcing - Kebijakan - Motivasi = diteliti = tidak diteliti
C. Hubungan Faktor Enabling dengan Penggunaan APD Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2010) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Penggunaan APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan juga merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau dikendalikan (Suma’mur, 1992). Perilaku kesehatan disini berhubungan dengan sikap pekerja dalam menggunakan APD dan pihak perusahaan dalam penyediaan APD untuk dapat mengurangi PAK dan KAK yang mungkin dapat ditimbulkan oleh pekerjaan. Untuk itu pihak perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaannya untuk mengurangi resiko bahaya di tempat kerja. Pemakaian APD yang lengkap dan memiliki kondisi baik dapat melindungi tenaga kerja dengan maksimal pula.
D. Perundang-undangan Segala ketentuan kewajiban pengurus dan tenaga kerja mengenai halhal yang berkaitan dengan alat pelindung diri telah diatur dalam peraturan perundang-undang yaitu pada Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang Syarat-Syarat Keselamatan Kerja pasal 9 dan pasal 12 dan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja, pasal 4 dan pasal 5. 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Pasal 9 Ayat 1 menyatakan bahwa : “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan kepada tenaga kerja baru tentang Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Pasal 9 Ayat 2 menyatakan bahwa : commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas” . Pasal 12 sub c menyebutkan bahwa : “Dengan peraturan perundang-undangan tersebut diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”. Pasal 12 sub e menyebutkan bahwa : “Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat pelindung diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas yang masih dapat dipertanggungjawabkan”. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/MEN/1981. Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa : “Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja”. Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa : “Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja”.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Kerangka Konsep Faktor Enabling - Kondisi APD - Kelengkapan APD
Penggunaan APD
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
F. Hipotesis Ada hubungan faktor enabling dengan pemakaian APD pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Suwastama Pabelan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional adalah suatu pendekatan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan etik dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2002).
B. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja di bagian pembuatan rotan. Alasan pengambilan populasi di bagian rotan karena bagian ini merupakan area yang memiliki resiko bahaya seperti kebisingan dan debu yang tinggi. Populasi target penelitian ini adalah semua tenaga kerja yang ada di PT. Suwastama Pabelan sejumlah 1040 orang. Sedangkan populasi sasaran adalah tenaga kerja bagian produksi sejumlah 117 orang. commit to user
45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling yaitu simple random sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2010). Simple random sampling adalah pengambilan sampel secara acak dimana masing-masing subjek atau unit dari populasi memiliki peluang sama dan independen untuk terpilih ke dalam sampel (Bhisma, 2010).
D. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Subjek dalam penelitiannya adalah karyawan bagian produksi dengan populasi 117 orang. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 54 karyawan sebagai sampel dengan cara simple random sampling. Dengan rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut : S =
12. 117. 0,5. 0,5 0,052. (117-1)+ 12. 0,5. 0,5
= = = commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
= 54,16 S =
54 Sampel penelitian yang masuk sebagai anggota sampel berjumlah 54
orang, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : 1. Bekerja sebagai pekerja tetap di PT. Suwastama. 2. Bersedia sebagai responden. Kriteria eksklusi : 1. Responden tidak bersedia diteliti. 2. Responden sedang libur/tidak datang saat dilaksanakan penelitian.
E. Desain Penelitian Populasi Purposive sampling Populasi Sasaran Simple Random sampling Sampel
Kondisi APD
Layak
Tidak
Kelengkapan APD
Lengkap
Tidak
laya
leng
k
kap
Koefisiencommit Kontingensi to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor enabling. 2. Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penggunaan APD. 3. Variabel pengganggu Variabel
pengganggu
adalah
variabel
yang mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu ada 2 yaitu : a. Terkendali yang meliputi : Pengetahuan, Sikap, Nilai-nilai budaya, Kepercayaan, Masa kerja, dan Tingkat pendidikan. b. Tidak terkendali yang meliputi : Kebijakan dan motivasi.
G. Definisi Operasional variabel 1. Penggunaan APD a. Definisi : Penggunaan Alat pelindung diri (APD) adalah perilaku pekerja dalam memakai APD untuk melindungi diri dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) pada saat commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bekerja di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa checklist. c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan penilaian sebagai berikut : 1) Jika pekerja memakai APD pada saat bekerja diberi kode 1. 2) Jika pekerja tidak memakai APD pada saat bekerja diberi kode 2. d. Skala analisis : dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan adalah nominal (1 = ya, 2 = tidak). 2. Kondisi APD a. Definisi : Kondisi APD adalah layak atau tidak layaknya APD di tempat kerja yang digunakan pada saat bekerja. Kondisi APD berkaitan dengan keadaan fisiknya, dalam keadaan baik atau dalam keadaan rusak. b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa checklist. Pembuatan checklist mengacu kepada 12 elemen SMK3 khususnya elemen 6 yang berbunyi keamanan bekerja berdasarkan SMK3 dan Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri. c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan 6 poin yang diamati yaitu :
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Helm Kode 1 jika helm tidak retak dan terbuat dari plastik. Kode 2 jika helm retak dan tidak terbuat dari plastik. 2) Masker Kode 1 jika masker tidak sobek dan terbuat dari kain yang nyaman. Kode 2 jika masker sobek dan tidak terbuat dari kain yang nyaman. 3) Kacamata Kode 1 jika kaca tidak retak dan pengait tidak rusak. Kode 2 jika kaca retak dan pengait rusak. 4) Ear plug Kode 1 jika dapat meredam bising dan tidak rusak. Kode 2 jika tidak dapat meredam bising dan rusak. 5) Sarung tangan Kode 1 jika sarung tangan tidak sobek dan tidak rusak. Kode 2 jika sarung tangan sobek dan rusak. 6) Sepatu Kode 1 jika sepatu tidak sobek dan terbuat dari kulit. Kode 2 jika sepatu sobek dan tidak terbuat dari kulit. d. Skala analisis
: dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan
adalah nominal. Dikatakan layak jika minimal terdapat 3 jawaban berkode 1.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kelengkapan APD a. Definisi : Kelengkapan APD adalah jumlah komponen APD yang digunakan ditempat kerja tersebut, apakah ada semua atau tidak. b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa checklist. c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan ketentuan : Kode 1 jika semua komponen APD lengkap. Kode 2 jika komponen APD tidak lengkap d. Skala analisis : dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan adalah nominal. Dikatakan lengkap jika minimal terdapat 3 jawaban berkode 1.
H. Alat dan Bahan Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : 1. Lembar isian data (kuesioner), yaitu daftar pertanyaan yang digunakan untuk menentukan subjek penelitian. 2. Bolpoin, buku, penghapus. 3. Data sekunder PT. Suwastama Pabelan.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi : a. Referensi buku yang berisi teori yang relevan terhadap objek yang diteliti. b. Profil perusahaan dan data karyawan.
I. Cara Kerja Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Melakukan survey awal tempat atau perusahaan yang akan dijadikan tempat penelitian. 2. Menemukan dan memilih masalah. 3. Menentukan judul penelitian, membuat proposal penelitian. 4. Identifikasi, merumuskan, mengadakan pembatasan masalah dan kemudian berdasarkan
masalah
tersebut
diadakan
studi
pendahuluan
untuk
menghimpun informasi dan teori sebagai dasar penyusun kerangka konsep penelitian. 5. Merumuskan hipotesis penelitian. 6. Menentukan populasi dan sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja di bagian produksi yang berjumlah 117 pekerja, sedangkan sampel yang diambil secara acak berjumlah 54 pekerja. 7. Menentukan teknik pengumpulan data. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan data sekunder dari perusahaan. 9. Menentukan alat pengumpulan data yang akan digunakan. Dalam penelitian digunakan kuesioner yang diisi oleh pekerja. 10. Melaksanakan penelitian dengan melakukan pengukuran. 11. Diperoleh data yang kemudian data tersebut diolah dengan uji Koefisien Kontingensi.
J. Pengolahan Data Teknik pengolahan data yang digunakan tahapan-tahapan sebagai berikur : 1. Editing Hasil wawancara, angket atau pengamatan di lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau quosioner tersebut. a. Apabila lengkap, dalam arti semua sudah terisi. b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca. c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya. d. Apakah
jawaban-jawaban
pertanyaan
pertanyaan yang lainnya. commit to user
konsisten
dengan
jawaban
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan data missing. 2. Coding Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry). 3. Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
software komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk entry data penelitian adalah paket program SPSS for window. Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan entry data ini. Apabila tidak, maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data saja. 4. Pembersihan Data (cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,
perlu
dicek kembali untuk commit to user
melihat
kemungkinan-
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning). a. Mengetahui missing data (data yang hilang) b. Mengetahui variasi data c. Mengetahui konsistensi data (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji Koefisien Kontingensi dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.
K. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat, yaitu menganalisis data dengan distribusi frekuensi variabel independen dan dependen dan di sajikan dalam tabel frekuensi. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi, kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Koefisien Kontingensi, dengan pertimbangan skala data merupakan skala nominal dan nominal. Dengan ketentuan : 1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 atau ≤ 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan. (Hastomo, 2001)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian PT. Suwastama Pabelan merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kerajinan dengan orientasi export sejak 1997 (sebagian besar Eropa Barat). Kepuasan pelanggan adalah prioritas utama bagi PT. Suwastama Pabelan sehingga kualitas yang baik dan konsisten. Kejujuran, kepercayaan dan saling menguntungkan menjadi karakteristik dari perusahaan tersebut. Bahan baku yang digunakan antara lain rotan, enceng gondok, pandan, pelepah pisang dan tapas kelapa. Produk-produknya antara lain adalah tempat duduk rotan, meja, tempat tidur, kursi santai, keranjang dari anyaman enceng gondok, pandan dan wadah dari sabut kelapa. Sebagian besar terbuat dari serat yang mudah didaur ulang dan bahan tidak beracun. Jumlah pekerja keseluruhan di PT. Suwastama Pabelan berjumlah 1040 orang yang terbagi menjadi pekerja shift dan pekerja reguler. Untuk pekerja shift terbagi menjadi 2 shift yaitu shift I pada pukul 6.30 – 14.00 dan shift II pada pukul 14.00 – 21.30. Sedangkan untuk pekerja regulernya yaitu mulai pukul 08.00 – 16.00. Dari observasi yang telah dilakukan pada proses produksi pembuatan kerajinan dari rotan terlihat bahwa ada sebagian tenaga kerja yang tidak memakai APD yang disediakan perusahaan dengan lengkap dan benar. commit to user
57
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Analisa Univariat 1. Implementasi Pemakaian Alat Pelindung Diri Implementasi pemakaian alat pelindung diri dikategorikan perilaku pekerja pada saat bekerja memakai alat pelindung diri atau tidak. Untuk mengetahui pemakaian APD maka dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan apakah responden memakai APD secara lengkap dan benar. Tabel 3. Distribusi frekuensi implementasi pemakaian APD pada tenaga kerja di P.T. Suwastama Pabelan tahun 2012 Memakai APD Frekuensi Ya 41 Tidak 13 Total 54 Sumber : Data primer, Mei 2012.
Persentase (%) 75,93 24,07 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 54 responden terdapat 41 (75,93%) responden telah memakai APD pada saat bekerja. Dan terdapat 13 (24,07) responden yang tidak memakai APD pada saat bekerja.
2. Kelayakan Alat Pelindung Diri Kelayakan APD dikategorikan dalam keadaan fisik APD, APD tersebut dalam keadaan baik atau dalam keadaan rusak. Dikatakan layak jika dalam keadaan baik dan dikatakan tidak layak jika dalam keadaan rusak. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Distribusi frekuensi kelayakan APD pada tenaga kerja di P.T. Suwastama Pabelan tahun 2012 Memakai APD Frekuensi Layak 28 Tidak layak 26 Total 54 Sumber : Data primer, Mei 2012.
Persentase (%) 51,85 48,15 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 54 responden responden yang diteliti, sebanyak 28 (51,85%) responden menyatakan bahwa APD layak untuk dipakai dan 26 (48,15) responden menyatakan bahwa APD tidak layak untuk dipakai. 3. Kelengkapan Alat Pelindung Diri Kelengkapan APD dikategorikan dalam jumlah komponen APD yang digunakan ditempat kerja tersebut, apakah lengkap atau tidak. Dikatakan lengkap jika semua bagian-bagian APD tersebut ada. Tabel 5. Distribusi frekuensi kelengkapan komponen APD pada tenaga kerja di P.T. Suwastama Pabelan tahun 2012 Memakai APD Frekuensi Lengkap 43 Tidak Lengkap 11 Total 54 Sumber : Data primer, Mei 2012.
Persentase (%) 79,63 20,37 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 54 responden yang diteliti, sebanyak 43 (79,63%) responden menyatakan bahwa APD telah lengkap komponennya dan 11 (20,37%) responden menyatakan bahwa APD tidak lengkap komponennya. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Kondisi APD dengan Implementasi Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012. Tabel 6. Tabel Hubungan antara kondisi APD dengan Implementasi Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012.
Kondisi APD
Implementasi Pemakaian APD Ya Tidak 24 4
Layak Tidak layak
17 Total 41 Sumber : Data primer, Mei 2012.
9 13
Total
R
P
28
0,23 1
0,081
26 54
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari analisis dengan menggunakan uji statistik koefisien kontingensi diperoleh hubungan antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD adalah tidak signifikan dengan nilai p = 0,081, sedangkan untuk kekuatan korelasinya adalah lemah yaitu dengan nilai r = 0,231, dan arah korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin baik kondisi APD maka besar kemungkinan untuk memakai APD saat bekerja.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Hubungan
Antara
Kelengkapan
APD
dengan
Implementasi
Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012. Tabel 7. Tabel Hubungan Antara Kelengkapan APD dengan Implementasi Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012.
Kelengkapan APD
Lengkap Tidak Lengkap
Implementasi Pemakaian APD Ya Tidak 38 4
Tota l
r
P
42
0,537
0,000
3
9
12
Total 41 Sumber : Data primer, Mei 2012.
13
54
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari analisis dengan menggunakan uji statistik koefisien kontingensi diperoleh bahwa hubungan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD adalah sangat signifikan dengan nilai p = 0,000, sedangkan untuk kekuatan korelasinya adalah sedang yaitu dengan nilai r = 0,537, dan arah korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin lengkap komponen APD maka besar kemungkinan untuk memakai APD saat bekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Implementasi Pemakaian APD Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Pemakaian APD berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Pemakaian APD memerlukan penyesuaian diri yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan atau luka-luka dan juga mencegah penyakit akibat kerja yang akan diderita tenaga kerja beberapa tahun kemudian. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan pilihan terakhir apabila 4 pengendalian resiko (eliminasi, subtitusi, engineering rekayasa dan administrasi) tidak dapat dilakukan atau dapat dilakukan namun demikian masih terdapat/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Anizar, 2009). Menurut Lawrence Green tahun 1980 (dalam Notoatmodjo, 2010) masalah kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni behafioral factors (faktor perilaku) dan non behafioral factors (faktor non perilaku). Sedangkan faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut terhadap perilaku tertentu dan beberapa commit to user
62
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karakteristik individu misalnya umur, jenis kelamin, masa kerja dan tingkat pendidikan. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) ialah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, meliputi ketersediaan sarana yang meliputi kondisi dan kelengkapan APD, adanya peraturan-peraturan, komitmen dan keterampilan. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah adanya kebijakan dan penilaian (Notoatmodjo, 2003). B. Analisis Univariat 1. Implementasi Pemakaian APD Berdasarkan hasil pengamatan tentang pemakaian APD pada saat bekerja maka didapatkan data yaitu, dari 54 responden terdapat 41 (75,93%) responden telah memakai APD pada saat bekerja. Didapatkan juga 13 (24,07% ) responden yang tidak memakai APD pada saat bekerja. Penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas pengendalian resiko paling akhir setelah pengendalian dengan eliminasi, subtitusi, rekayasa dan pengendalian secara administratif tidak berhasil dilakukan. Implementasi pemakaian APD berhubungan dengan sikap pekerja untuk memakai APD pada saat bekerja. Hal ini digolongkan sebagai Perilaku pemeliharaan kesehatan yang merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku kesehatan. Notoatmodjo (2010) Banyak alasan yang menyebabkan para pekerja tidak memakai APD pada saat bekerja. Seringkali pekerja merasa tidak nyaman dan terganggu dalam bekerja jika memakai APD. Meskipun demikian APD harus tetap dipakai untuk mengurangi resiko terkena PAK dan KAK. 2. Kondisi APD Dari hasil checklist tentang kondisi APD diketahui bahwa dari 54 responden yang diteliti, sebanyak 28 (51,85%) responden menyatakan bahwa APD layak untuk dipakai dan 26 (48,15) responden menyatakan bahwa APD tidak layak untuk dipakai. Hal ini dipengaruhi karena lebih dari separuh APD yang ada mengalami kerusakan. APD yang digunakan harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Pemakaian APD yang layak berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Semakin baik kondisi Alat Pelindung Diri maka semakin semakin besar kemungkinan untuk terhindar dari bahaya jika di pakai sesuai dengan faktor bahaya yang ada. 3. Kelengkapan APD Untuk checklist tentang kelengkapan APD diketahui bahwa sebanyak 43 (79,63%) responden menyatakan bahwa APD telah lengkap commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komponennya dan 11 (20,37%) responden menyatakan bahwa APD tidak lengkap komponennya. Ketidaklengkapan komponen APD dapat dipengaruhi karena sudah usangnya APD atau kelalaian pekerjanya dalam perawatan APD. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan (Laurenta, 2001).
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Kondisi APD dengan Implementasi Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012. Hasil analisis pada uji statistik menunjukkan bahwa kondisi APD tidak berhubungan dengan implementasi pemakaian APD (p = 0,081). Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2012) menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan pendidikan berhubungan dengan implementasi pemakaian APD. Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan akan mempengaruhi tindakan pekerja dalam memakai APD. Bukan karena kondisi APDnya tetapi pengetahuan pekerja tentang commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pentingnya pemakaian APD untuk melindungi dari faktor bahaya maupun potensi bahaya. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan untuk bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh individu tersebut. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu, dalam menanggapi suatu obyek yang menggerakkan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Pekerja yang telah memiliki pengetahuan tentang pentingnya APD, akan menunjukkan pengetahuannya melalui pemakaian APD dengan benar sesuai dengan pengalamannya. Sikap positif dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan motivasi untuk pemakaian APD pada saat bekerja. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi dan memiliki tingkat pemahaman yang semakin tinggi pula, sebab dengan pendidikan yang tinggi akan memudahkan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi diharapkan lebih peka terhadap kondisi keselamatannya, sehingga lebih baik dalam memanfaatkan fasilitas keselamatan (Green, 1980). Pekerja yang telah memiliki pendidikan tinggi dan pemahaman yang tinggi tentang APD akan memakainya pada saat bekerja. Sehingga dalam hal ini kondisi APD tidak mempengaruhi pemakaian APD. Pemakaian APD dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan pendidikan pekerja.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Hubungan
Antara
Kelengkapan
APD
dengan
Implementasi
Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012. Hasil uji statistik koefisien kontingensi menunjukkan terdapat hubungan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD dengan nilai p = 0,000, yang berarti sangat signifikan (p hitung ≤ 0,05). Sedangkan untuk arah korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin lengkap komponen APD maka besar kemungkinan untuk memakai APD saat bekerja. Kelengkapan APD berpengaruh pada penggunaan APD. Jika APD tersebut tidak lengkap komponennya maka pekerja tidak dapat memakainya. Sehingga jika komponen APD tersebut lengkap, pekerja akan memakainya tanpa memperhatikan kondisinya. Hal ini juga dipengaruhi oleh pekerja maupun pihak perusahaan dalam penanganan APD. Perusahaan yang menyediakan APD dengan komponen lengkap dapat melindungi pekerja dengan maksimal. Pekerja yang mempunyai kesadaran tentang pentingnya APD akan memakai APD pada saat bekerja. Ketersediaan sarana yaitu mengenai kelengkapan APD didalam suatu perusahaan sangat diperlukan untuk mengurangi PAK dan KAK yang mungkin ditimbulkan karena pekerjaan. Untuk itu perusahaan harus menyediakan APD sesuai dengan jenis bahaya yang ada. APD yang memiliki komponen lengkap dapat melindungi lebih baik dari pada APD commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tidak lengkap. APD yang diberikan juga harus sesuai dengan standar agar dapat melindungi pekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor enabling dengan implementasi pemakaian APD pada tenaga kerja pembuat kerajinan rotan di P.T. Suwastama Pabelan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD (p = 0,000). 2. Tidak ada hubungan antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD (p = 0,081). 3. Responden yang memakai APD pada saat bekerja sebesar 75,93% dan yang tidak memakai APD sebesar 24,07%. 4. Alat Pelindung Diri yang kondisinya layak digunakan sebesar 51,85% dan yang tidak layak sebesar 48,15%. 5. Alat Pelindung Diri yang lengkap komponennya sebesar 79,63% dan yang tidak lengkap komponennya sebesar 20,37%
B. Saran 1. Sebaiknya perusahaan melakukan penyuluhan tentang APD agar pekerja lebih sadar pentingnya pemakaian APD untuk mengurangi PAK dan KAK.
commit to user
69
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sebaiknya perusahaan mengganti APD yang tidak layak pakai (48,15%). dengan yang layak pakai mengingat resiko terkena penyakit ISPA sangat tinggi. 3. Sebaiknya perusahaan melengkapi APD yang tidak lengkap komponennya (20,37) % dengan yang lengkap komponennya. 4. Sebaiknya perusahaan mengganti APD yang tidak layak dan APD yang tidak lengkap komponennya dengan cara memperbaikinya atau membeli yang baru.
commit to user